Anda di halaman 1dari 27

Thalasemia

Pembimbing :
Dr. dr. Bing Rudyanto, Sp.A, S.H, DFM

Penyusun :
I G A. Pradnya Gisca Putri20190420096
Definisi (Windiastuti, 2018).

• Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah dimana terjadi gangguan sintesis


hemoglobin, khususnya pada pembentukan rantai globin yang diturunkan secara
autosomal resesif
• Thalassemia adalah salah satu dari penyakit genetic yang diwariskan orang tua kepada
anaknya yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin
Etiologi
• Thalasemia diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna
dan mengakibatkan sel darah merah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari
(Herdata, 2008 ; Tamam, 2009).
• Hemoglobin pada manusia normal terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai β yang meliputi
HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) sisanya HbF(α2γ2 = 0,5%)
(Windiastuti, 2018).
Etiologi
• Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom dinamakan penderita
thalassemia mayor yang berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia. Proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin β dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Satu dari orang tua menderita thalassemia
trait/bawaan maka kemungkinan 50% sehat dan 50% thalassemia trait. Kedua orang tua
thalassemia trait maka kemungkinan 25% anak sehat, 25% anak thalassemia mayor dan
50% anak thalassemia trait (Ganie, 2008).
Epidemiologi
(Gatot Djajadiman, 2018)

• Proporsi kejadian thalassemia pada pria dan wanita sama, terjadi sekitar 4,4% dari setiap
10.000 kelahiran hidup.
• Thalasemia α paling sering mengenai orang Afrika dan Asia Tenggara, dimana
thalasemia β lebih sering terjadi pada orang- orang Mediteranian dan Asia Tenggara.
Klasifikasi
(Windiastuti, 2018 ; Dewi, 2009 ; Yuki, 2010).

• Berdasarkan molekular dibagi menjadi dua yaitu thalasemia α dan β


• Thalasemia α Silent carrier state (-α/ αα)
Thalassemia α Trait (--/αα atau –α/-α)
Hb H disease (--/-α)
Thalasemia α Mayor (--/--)
Klasifikasi
(Windiastuti, 2018 ; Dewi, 2009 ; Yuki, 2010).

• Thalassemia β Thalasemia β Trait


Thalasemia Intermedia
Thalasemia β mayor
Patofisiologi
(Kemenkes, 2018).

• Thalasemia α terjadi akibat mutasi pada kromosom 16. Rantai globin α terbentuk sedikit
atau tidak terbentuk sama sekali → membentuk HbBart (γ4) dan HbH (β4). Tetramer
tersebut tidak stabil dan badan inklusi yang terbentuk mempercepat destruksi eritrosit.
• Thalasemia β terjadi akibat mutasi gen β globin sehingga produksi rantai berkurang atau
tidak terbentuk sama sekali. Rantai globin α yang terbentuk tidak semua dapat berikatan
dengan globin β → peningkatan HbF dan HbA2. Rantai globin α bebas tersebut tidak
larut, kemudian membentuk presipitat yang memicu lisis eritrosit di mikrosirkulasi
(limpa) dan destruksi di sumsum tulang
Manifestasi Klinis
(Rahmilewitz dan Giardina, 2011).

• Pucat lama
• Facies cooley
• Perut tampak membesar akibat
pembesaran organ hati dan limpa
• Icterus
• Gangguan pertumbuhan
• Luka terbuka di kulit
Manifestasi Klinis
(Rahmilewitz dan Giardina, 2011).

• Mengalami anemia yang ringan, lemas, kurang nafsu makan atau infeksi yang kerap
berulang.
• Penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah
• Tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah karena perapuhan
• Masa pubertas yang lebih lambat
Diagnosis
(Rujito, 2019)

1. Anamnesis
• Pucat kronis atau berlangsung lama, usia awitan terjadinya pucat penting untuk diagnosis
• Riwayat transfusi berulang
• Riwayat keluarga dengan Thalassemia dan transfusi berulang
• Etnis dan suku tertentu
• Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat
Diagnosis
(Rujito, 2019)

2. Pemeriksaan fisik
• Pucat
• Sklera tampak ikterik kekuningan
• Facies cooley seperti dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar, maksila
hipertrofi, maloklusi dental.
• Hepatosplenomegali
• Perawakan pendek
• Hiperpigmentasi kulit
Diagnosis
(Rujito, 2019)

3. Pemeriksaan Lab
• Darah lengkap perifer :
- Anemia atau kadar Hb rendah pada penderita Thalassemia mayor
-MCV < 80 fL (mikrositik) dan MCH < 27 pg (Hipokromik)
Diagnosis
(Rujito, 2019)

• Darah tepi :
- Neutrofil & Red Cell Distribution Width
(RDW) ↑
- Jika terjadi hipersplenisme ditemukan
leukopenia, neutropenia & trombositopenia .
-Pada Talasemia α terutama pada karier
ditemukan Heinz bodies
- Jumlah retikulosit ↑
• Elektroforesis Hb
• Sumsum Tulang
Diagnosis
Radiologi (Rujito, 2019)

• Pada tulang-tulang pendek tangan dan


kaki terbentuk trabekulasi kasar
• Pada tulang panjang dan ekstremitas
memperlihatkan korteks yang menipis
dan dilatasi kavitas medulla
• Pada kranium ditandai dengan pelebaran
ruang diploe dan garis-garis vertikal
trabekula akan memberi gambaran “hair
on end”.
Diagnosis
(Rujito, 2019)

• USG transabdominal memperilhatkan adanya hepatomegali atau hepatosplenomegali


• Ct-Scan mendeteksi peningkatan densitas hepar, lien, pankeas, glandula adrenal serta
kelenjar getah bening
• MRI mengevaluasi deposit besi di dalam hepar, organ lain serta perubahan anatomi
Diagnosis Banding
(Permono, 2010)

• Thalassemia minor :
-Anemia kurang besi
-Anemia karena infeksi menahun
-Anemia pada keracunan timah hitam
-Anemia sideroblastik
Penatalaksanaan
(Varichsetakul, 2011).

1. Transfusi darah
• Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl yang diperiksa 2x berturut dengan jarak
2 minggu
• Bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti Facies Cooley, gangguan
tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya hemopoisis ekstrameduler lakukan
penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12
gr/dl. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL
Penatalaksanaan
(Varichsetakul, 2011).

2. Kelasi Besi
• Desferoxamine diberikan → kadar feritin serum 1000 mg/L atau saturasi transferin 50 %,
atau sekitar setelah 10 -20x transfuse
• Pemberian dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam
dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai
transfusi darah
• Dosis desferoxamine tidak boleh melebihi 50 mg/kg/hari
Penatalaksanaan
(Varichsetakul, 2011).

3. Suplemen asam folat


• Asam Folat 2x1mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
4. Splenektomi dengan indikasi :
• Limpa yang terlalu besar sehingga menimbulkan pe↑ tek. Intra abdominal dan terjadi
rupture
• Pe↑ kebutuhan transfuse darah melebihi 250ml/kgBB dalam satu tahun
Penatalaksanaan
(Permono, 2010).

5. Transplantasi sumsum tulang


6. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
• Terapi kuratif untuk thalassemia
• Prognosis yang buruk pasca TSSH : hepatomegali, fibrosis portal
• Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas
Penatalaksanaan
(Haut, 2010).

7. Diet thalassemia
• Vitamin C  100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
• Asam Folat  2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
• Vitamin E  200-400 IU setiap hari.
Komplikasi
(Kliegman, 2015).

• Komplikasi Jantung : gagal jantung, aritmia/detak jantung yang tidak beraturan


• Komplikasi pada Tulang : nyeri persedian dan tulang, osteoporosis, kelainan
bentuk tulang, risiko patah tulang.
• Splenomegaly
• Komplikasi pada Hati : fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit
degenerative kronis
• Komplikasi pada kelenjar hormone : hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan pada
pancreas terjadi diabetes.
Prognosis
(Liansyah dan Herdata, 2018)

• Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia


• Kondisi klinis sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga
berat dan mengancam jiwa
Daftar Pustaka
• Butthep P, Rummavas S, Wisedpanichkij R, • Ganie R.A. Thalasemia: Permasalahannya dan
Jindadamrongwech S, Fucharoen S, Bunyaratvej A. Penanganannya. Disertasi. USU: Medan. 2008
2015. Increased circulating activated endothelial • Gatot Djajadiman, Pustika Amalia, Teny Tjitra Sari
cells, vascular endothelial growth factor, and tumor dan Novie Amelia Choize. Pendekatan Mutakhir
necrosis factor in thalassemia. Am J Hematol; Kelasi Besi pada Thalasemia. Jurnal. Sari Pediatri.
70:100-106 Vol.8, no 4, 78-84.2007
• Davey, Patrick. At a Glance Medicine ; Alih Bahasa • Haut, A. Wintrobe MM. 2010. The
AnnisaRahmalia, Cut Novianty. Jakarta: Penerbit Hemoglobinopathies and Thalassemias. New York:
Erlangga. 2015 Chruchill Livingstone.
• Dewi Syarifurnama. Karakteristik Thalasemia yang • Herdata. N.H. Thalasemia Mayor. Welcome &
di rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. joining pediatric hematology oncology in Indonesia.
Adam Malik Medan. 2009 2008
Daftar Pustaka
• Hoffbrand, Pettit JE, Moss PAH. 2018. Kapita Selekta • Schwartz, M.William. Pedoman Klinis Pediatri; Alih Bahasa
Hematologi( Essential Haematology), Edisi 7, Jakarta ,EGC, h.66-75 Brahm U Pandit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
• Keputusan Menteri Kesehatan Reoublik Indonesia Nomor. Pedoman 2007
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Thalasemia. 2018
• Taher A, Isma'eel H, Cappellini MD. 2012. Thalassemia
• Kliegman Behrman. Ilmu Keperawatan Anak edisi 15; Alih Bahasa intermedia: revisited. Blood Cells Mol Dis; 37:12-20
Indonesia, A. Samik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
• Tamam, M. Pekan Cegah Thalasemia. Thalasemia Indonesia.
• Liansyah, M., & Herdata, H. (2018). Aspek Klinis dan Tatalaksana
2009
Thalasemia pada Anak. JKNaMed, 1.
• Permono, Bambang H. 2010. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak. • Varichsetakul, P. 2011. Thalassemia: Detection, Management,
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. Prevention & Curative Treatment: The Bangkok Medical
• Rujito, L. (2019) Buku Referensi Talasemia : Genetik Dasar dan Journal.
Pengelolaan Terkini. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman • Windiastuti, Endang, dkk. Buku Ajar Hematologi Onkologi
Press. Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. 2018
• Yuki. Y. Thalasemia. Medan.2010
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai