Pembimbing :
Dr. dr. Bing Rudyanto, Sp.A, S.H, DFM
Penyusun :
I G A. Pradnya Gisca Putri20190420096
Definisi (Windiastuti, 2018).
• Proporsi kejadian thalassemia pada pria dan wanita sama, terjadi sekitar 4,4% dari setiap
10.000 kelahiran hidup.
• Thalasemia α paling sering mengenai orang Afrika dan Asia Tenggara, dimana
thalasemia β lebih sering terjadi pada orang- orang Mediteranian dan Asia Tenggara.
Klasifikasi
(Windiastuti, 2018 ; Dewi, 2009 ; Yuki, 2010).
• Thalasemia α terjadi akibat mutasi pada kromosom 16. Rantai globin α terbentuk sedikit
atau tidak terbentuk sama sekali → membentuk HbBart (γ4) dan HbH (β4). Tetramer
tersebut tidak stabil dan badan inklusi yang terbentuk mempercepat destruksi eritrosit.
• Thalasemia β terjadi akibat mutasi gen β globin sehingga produksi rantai berkurang atau
tidak terbentuk sama sekali. Rantai globin α yang terbentuk tidak semua dapat berikatan
dengan globin β → peningkatan HbF dan HbA2. Rantai globin α bebas tersebut tidak
larut, kemudian membentuk presipitat yang memicu lisis eritrosit di mikrosirkulasi
(limpa) dan destruksi di sumsum tulang
Manifestasi Klinis
(Rahmilewitz dan Giardina, 2011).
• Pucat lama
• Facies cooley
• Perut tampak membesar akibat
pembesaran organ hati dan limpa
• Icterus
• Gangguan pertumbuhan
• Luka terbuka di kulit
Manifestasi Klinis
(Rahmilewitz dan Giardina, 2011).
• Mengalami anemia yang ringan, lemas, kurang nafsu makan atau infeksi yang kerap
berulang.
• Penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah
• Tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah karena perapuhan
• Masa pubertas yang lebih lambat
Diagnosis
(Rujito, 2019)
1. Anamnesis
• Pucat kronis atau berlangsung lama, usia awitan terjadinya pucat penting untuk diagnosis
• Riwayat transfusi berulang
• Riwayat keluarga dengan Thalassemia dan transfusi berulang
• Etnis dan suku tertentu
• Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat
Diagnosis
(Rujito, 2019)
2. Pemeriksaan fisik
• Pucat
• Sklera tampak ikterik kekuningan
• Facies cooley seperti dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata melebar, maksila
hipertrofi, maloklusi dental.
• Hepatosplenomegali
• Perawakan pendek
• Hiperpigmentasi kulit
Diagnosis
(Rujito, 2019)
3. Pemeriksaan Lab
• Darah lengkap perifer :
- Anemia atau kadar Hb rendah pada penderita Thalassemia mayor
-MCV < 80 fL (mikrositik) dan MCH < 27 pg (Hipokromik)
Diagnosis
(Rujito, 2019)
• Darah tepi :
- Neutrofil & Red Cell Distribution Width
(RDW) ↑
- Jika terjadi hipersplenisme ditemukan
leukopenia, neutropenia & trombositopenia .
-Pada Talasemia α terutama pada karier
ditemukan Heinz bodies
- Jumlah retikulosit ↑
• Elektroforesis Hb
• Sumsum Tulang
Diagnosis
Radiologi (Rujito, 2019)
• Thalassemia minor :
-Anemia kurang besi
-Anemia karena infeksi menahun
-Anemia pada keracunan timah hitam
-Anemia sideroblastik
Penatalaksanaan
(Varichsetakul, 2011).
1. Transfusi darah
• Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl yang diperiksa 2x berturut dengan jarak
2 minggu
• Bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti Facies Cooley, gangguan
tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya hemopoisis ekstrameduler lakukan
penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12
gr/dl. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL
Penatalaksanaan
(Varichsetakul, 2011).
2. Kelasi Besi
• Desferoxamine diberikan → kadar feritin serum 1000 mg/L atau saturasi transferin 50 %,
atau sekitar setelah 10 -20x transfuse
• Pemberian dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam
dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai
transfusi darah
• Dosis desferoxamine tidak boleh melebihi 50 mg/kg/hari
Penatalaksanaan
(Varichsetakul, 2011).
7. Diet thalassemia
• Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
• Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
• Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Komplikasi
(Kliegman, 2015).