Anda di halaman 1dari 92

Klasifikasi Infeksi Saluran Napas Bawah

Saluran
Napas Bawah

Trakea Bronkus Bronkiolus Paru-Paru

Pneumonia
Tracheitis Bronkitis Bronkiolitis TB
Influenza
Abses
Pneumonia
Definisi • Peradangan yang mengenai parenkim
paru,distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
• Istilah pneumonia sering dipakai untuk
proses infeksi akut yang penyebabnya yang
tersering,sedangkan istilah pneumonitis
sering dipakai untuk proses non-infeksi.
Faktor Resiko • Pneumonia sering dijumpai pada orang
lanjut usia dan sering terjadi pada penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK)
• Dapat terjadi juga pada pasien dengan
penyakit lain seperti:
• Diabetes mellitus
• Payah jantung
• Penyakit jantung koroner
• Keganasan
• Penyakit hati kronik
• Faktor predisposisi lain:
• Kebiasaan merokok
• Pasca infeksi virus
• Kelainan atau kelemahan struktur
organ
• Penurunan kesadaran
• Patogenesis
• Proses pneumonia terkait dengan 3 faktor:
1. Keadaan imunitas host
2. Mikroorganisme yang menyerang pasien
3. Lingkungan yang terinfeksi satu sama lain
Cara terjadinya penularan terkait dengan jenis kuman
 Infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh: Streptococcus
pneumoniae
 Infeksi melalui selang infus disebabkan oleh: Staphylococcus aureus
 Infeksi pada pemakaian ventilator disebabkan oleh: Enterobacter
• Klasifikasi pneumonia berdasarkan host dan lingkungan
Pneumonia komunitas • Sporadis(bisa dimana-mana
terkena) atau endemik(di daerah
tertentu terkena)
• Muda atau orang tua
Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di rumah sakit
Pneumonia rekurens Terjadi berulang kali,berdasarkan
penyakit paru kronik
Pneumonia aspirasi • Alkoholik
• Usia tua
Pneumonia Komunitas
• Pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit

• Etiologi

– H.influenza pada pasien perokok,patogen atipikal pada lansia,gram negatif

pada pasien di rumah jompo,adanya PPOK,penyakit penyerta kardiopulmonal

– Ps. Aeruginosa pada pasien dengan bronkoiektasis,terapi steroid

(>10mg/hari),malnutrisi

– Streptococcus auerus yang resisten penicilin pada rumah jompo

– M.tuberculosis pada bakteri gram negatif


• Faktor Resiko
– Usia > 65 tahun
– Adanya infeksi pada paru yang
multilober/nekrotikans,pasca obstruktif atau aspirasi
– Ada penyakit penyerta seperti PPOK,keganasan,DM,gagal
ginjal,gagal jantung,pasca spelektomi
– Manifestasi infeksi organ jamak atau komplikasi organ
ekstrapulmoner
• Indikasi perawatan di RS
– Bila pasien pneumonia komunitas sakit berat,yaitu
terdapat 1 dari 2 kriteria mayor atau 2 dari 3 kriteria minor.

Kriteria mayor Kriteria minor

Kebutuhan akan ventilator Tensi sistolik <90 mmHg

Syok septik Mengenai multilobar

PaO2/FI O2 ratio >250


Pasien dibagi atas 4 kelompok:
Kelompok 1 Rawat jalan yang tidak disertai riwayat penyakit
kardiopulmonal ataupun ‘faktor perubah’
Kelompok 2 Rawat jalan yang disertai riwayat penyakit
kardiopulmonal dan atau ’faktor perubah’
(faktor gram negatif)
Kelompok 3 Rawat inap RS non ICU,yang disertai riwayat
penyakit kardiopulmonal dan atau ‘faktor
perubah’ (termasuk asal dari rumah jompo)
Kelompok 4 Rawat ICU yang
• tidak disertai resiko Ps.Aeruginosa
• Disertai resiko Ps.Aeruginosa
Faktor perubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada
pneumonia komunitas

Pneumococcus yang resisten • Usia > 65 tahun


penisilin dan obat lain • Pengobatan beta lactam dalam 3 bulan terakhir
• Alkholisme
• Penyakit imunosupresif
• Penyakit penyerta yang multipel
Patogen gram negatif • Tinggal di panti jompo
• Penyakit kardiopulmonal penyerta
• Penyakit penyerta banyak
• Baru selesai mendapat terapi antibiotik
Pseudomonas aeruginosa • Penyakit paru struktural (bronkiektasis)
• Terapi kortikosteroid
• Terapi antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari
• Malnutrisi
• Anamnesis
1. Evaluasi faktor pasien/predisposisi
2. Bedakan tempat lokasi
3. Usia pasien
4. Onset/waktu
• Pemeriksaan fisik
1. Demam
2. Sesak napas
3. Tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak,ronki nyaring,suara pernapasan
bronkial)

4. Bentuk klasik Pneumonia Komunitas  bronkopneumonia,pneumonia lobaris atau


pleuropneumonia
5. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi
pleura,pneumotoraks
• Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan radiologis
Terdapat pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkhogram
misalnya oleh Streptococcus auerus

 Pemeriksaan laboratorium

- Leukositosis  umumnya menunjukan adanya infeksi bakteri

- Leukosit normal/rendah menunjukan infeksi virus /mikoplasma


atau pada infeksi berat tidak terdapat respons leukosit

- Leukopenia  menunjukan depresi imunitas

- Neutropenia  pada infeksi kuman gram negatif


– Pemeriksaan bakteriologis
 Bahan berasal dari sputum,darah,aspirasi
nasotrakeal,bronkoskopi atau biopsi.
 Pemeriksaan dengan gram,kultur kuman
• Pemeriksaan khusus
 Titer antibodi terhadap virus,legionella dan mikoplasma
 Analisis gas darah
 Kultur darah
• Secara umum kematian pneumonia oleh karena
pneumokokus adalah 5%,namun dapat meningkat
pada orang tua dengan kondisi yang buruk
• Pneumonia dengan influenza di USA merupakan
penyebab kematian no 6
• Sebagian besar lanjut usia
• Mortalitas yang tinggi terkait dengan ‘faktor
perubah’ yang ada pada pasien
• Dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan
pneumokokus pada orang dengan resiko
tinggi,dengan gangguan imunologis,penyakit
berat termasuk penyakit paru
kronik,hati,ginjal,dan jantung
• Diberikan juga vaksinasi untuk penghuni
rumah jompo atau rumah penampungan
penyakit kronik dan usia di atas 65 tahun
Pneumonia Nosokomial

• Pneumonia yang terjadi > 48 jam atau lebih


setelah di rawat di RS,baik di ruang rawat
umum ataupun ICU tetapi sedang tidak
menggunakan ventilator
• Etiologi tergantung 3 faktor yaitu
– Tingkat berat sakit
– Adanya risiko untuk jenis patogen tertentu
– Masa menjelang timbulnya onset pneumonia

Patogen Faktor resiko


Staphylococcus aureus Koma,cedera kepala,influenza,gagal ginjal,DM
Methicillin resisten S.aureus Ginjal
Ps. aeruginosa Pernah dapat antibiotik,ventilator > 2 hari
Kelainan struktur paru (bronkiektasis,kistik fibrosis),malnutrisi
Anaerob Aspirasi
Pasca operasi abdomen
Acinobacher spp Antibiotik sebelum onset pneumonia dan ventilasi mekanik
• Patogenesis
• Mikroorganisme masuk ke sal. Napas → masuk ke lower
respiratory tract → ke alveoli → kemampuan makrofag
alveolar memakan patogen ↓→ pengeluaran sitokin →
peningkatan neutrophil di lokasi infeksi → pengeluaran sitokin
oleh makrofag dan neutrophil ↑↑ → capillary leak → acute
respiratory distress syndrome
• Tatalaksana • Pneumonia rawat inap
• Pneumonia rawat jalan – Pilihan antibiotik dapat
– Pada pneumonia ringan rawat digunakan lini pertama
jalan diberikan antibiotik lini golongan beta-laktam atau
pertama secara oral (amoksisilin kloramfenikol.
atau kontrimoksazol). – Pada pneumonia yang tidak
o Amoksisilin di berikan responsif terhadap beta-laktam
dengan dosis 25 mg/kgBB dan kloramfenikol, dapat

o Kontrimoksazol diberikan diberikan antibiotik lain seperti

dengan dosis 4mg/kgBB gentamisin, atau sefalosporin,


sesuai dengan petunjuk etiologi
yang ditemukan.
– Antibiotik diteruskan selama 7-
10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi.
• Tatalaksana nutrisi:
– Jika tdk ada kontraindikasi, beri air 3L atau lebih per hari
utk mengencerkan secret dan menurunkan suhu tubuh
– Makanan tinggi kalori, jika pasien obesitas, kalori
disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin
– Makanan dalam jumlah kecil dan lunak, pemberian
sering
– Selenium, vit. C, vit. A, vit. E
– Jika memungkinkan, beri serat utk mencegah konstipasi
– Konsumsi kalium yg adekuat (dr jus atau buah segar)
• Dapat terjadi komplikasi 1. Empiema
pneumonia ekstrapulmoner • Dapat terjadi komplikasi
1. Meningitis pneumonia ekstrapulmoner non-
2. Arthrithis infeksius
3. Endokarditis 1. Gagal ginjal

4. Perikarditis 2. Gagal jantung

5. Peritonitis 3. Emboli paru/infark paru


4. Infark miokard akut
Faktor host • Nutrisi adekuat
• Reduksi/penghentian terapi imunosupresif
• Cegah ekstubasi yang tidak direncanakan
• Tempat tidur yang kinetik
• Mengobati penyakit dasar
• Menghindari penghambat histamin tipe 2
Faktor alat • Kurangi obat sedatif dan paralitik
• Hindari intubasi dan reintubasi
• Jaga saluran ventilator bebas dari kondensasi
Faktor lingkungan • Menjaga prosedur pengontrol infeksi
• Mencuci tangan
• Desinfektasi peralatan
• Angka mortalitas dapat mencapai 33-50%
• Yang mencapai 70% bila termasuk yang
meninggal akibat penyakit dasar yang diderita
(penyebab kematian biasanya akibat
bakteriemi terutama Ps. Aeruginosa
Bronkopneumonia
Definisi • Peradangan yang terjadi pada daerah
bronkus
• Disebut juga pneumonia lobaris
Etiologi • Newborns (0-30 hari) : Streptococcus Grup
B, Escheria coli, Klebsiella pneumoniae
• Young infants : Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae B
Etiologi • Balita dan anak pra-sekolah : RSV, HPIV tipe
1,2,3, Streptococcus pneumoniae
• Anak sekolah dan remaja muda :
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus
pneumonia, Streptococcus pyogenes
• Remaja yang lebih tua : Mycoplasma
pneumonia, Histoplasma capsulatum,
Streptococcus penumonia
• Pasien immunocompromised :
Pseudomonas aeruginosa, P jirovecii,
Aspergillus

Epidemiologi • Diperkirakan hampir 1/5 kematian anak di


seluruh dunia (sekitar 2 juta) meninggal
setiap tahun akibat pneumonia.
• Sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Buku Ajar
Respirologi Anak
IDAI Hal. 353
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf
•Patofisiologi

– Mikroorganisme patogen terhirup melewati mekanisme

kekebalan tubuh

– Mekanisme meliputi penyaringan partikel, refleks batuk, dan

mucociliar clearance

– Makrofag, neutrofil, limfosit, dan eosinofil melakukan pertahanan

yang dimediasi kekebalan tubuh.

– Pertahanan ini untuk mencegah dan meminimalkan cedera dan

invasi oleh mikroorganisme


– Mula-mula terjadi pembengkakan alveoli dan ruang udara
terminal sebagai respons terhadap invasi oleh agen infeksius
– Peradangan radang memicu kebocoran plasma dan hilangnya
surfaktan, mengakibatkan kehilangan udara dan konsolidasi.
– Respons inflamasi ini mengakibatkan pelepasan zat toksin dan
memulai kaskade.
– Kaskade ini dapat secara langsung melukai jaringan dan secara
negatif mengubah integritas endothelial dan epitel.
• 4 tahap pneumonia lobar

– Tahap pertama, terjadi dalam waktu 24 jam setelah infeksi,

ditandai oleh kongesti vaskular dan edema alveolar.

– Tahap hepatisasi merah (2-3 hari), ditandai dengan banyak

eritrosit, neutrofil, sel epitel, dan fibrin di dalam alveoli.

– Tahap hepatisasi abu-abu (2-3 hari), paru-paru berwarna

abu-abu coklat sampai kuning karena eksudat fibrinopurulen,

disintegrasi sel darah merah, dan hemosiderin.

– Tahap akhir ditandai dengan resorpsi dan pemulihan paru.


• Bronchopneumonia, melibatkan satu atau lebih lobus paru.

• Eksudat neutrofil berpusat pada bronkus dan bronkiolus,

dengan penyebaran sentrifugal ke alveoli yang berdekatan.


Faktor Resiko • Usia >65 tahun atau <2 tahun
• Lingungan kerja yang beresiko (mis: rumah
sakit)
• Gaya hidup : Rokok, gizi buruk, riwayat
konsumsi alkohol
• Kondisi medis tertentu : asma, HIV/AIDS,
mendapat terapi immunosupresan, penyakit
kronik (mis: DM), penyakit autoimun
Gejala • Dewasa : Demam , batuk berlendir, sesak
napas , sakit dada, takipneu, berkeringat,
panas dingin, sakit kepala, sakit otot,
kebingungan atau delirium, terutama pada
orang tua
• Anak : Denyut jantung yang cepat, kadar
oksigen darah rendah, retraksi otot dada, sifat
lekas marah, penurunan minat makan, makan,
atau minum, demam, sulit tidur
Diagnosis • Pada pemeriksaan, identifikasi dan perawatan
distres pernapasan, dan hipoksemia penting.
• Pemeriksaan visual tingkat usaha pernafasan
dan penggunaan otot aksesori dilakukan
untuk menilai adanya dan tingkat keparahan
distres pernapasan.
• Penguji mengamati usaha pernafasan dan
menghitung pernapasan selama satu menit
• Sekresi jalan nafas bervariasi dalam kualitas
dan kuantitas, paling sering adalah purulen.
• Bayi mungkin mengalami perubahan warna
pada kulit, rambut, dan kuku.
• Sianosis terjadi pada kasus yang parah.
• Nyeri perut sering terlihat pada anak dengan
pneumonia lobus bagian bawah.
• Demam tergantung pada organisme yang
terlibat
Diagnosis • Auskultasi seringkali sangat sulit pada bayi dan
anak kecil karena beberapa alasan.
• Bayi dan anak kecil sering menangis saat
melakukan pemeriksaan fisik sehingga
auskultasi sulit dilakukan.
• Temuan pemeriksaan lain yang menunjukkan
pneumonia meliputi suara nafas tambahan
seperti wheezing atau bunyi napas yang
menurun di satu bidang paru-paru.
• Pada pneumonia lobar, peradangan fibrin
dapat menyebar ke ruang pleura,
menyebabkan gesekan yang didengar oleh
auskultasi.
Diagnosis • Pulse oximetry
• Complete blood cell (CBC) count
• Sputum and blood cultures
• Serology
• Chest radiography
Diagnosis Banding • Asidosis
• Stenosis aorta
• Asma
• Bronkiektasis
• Bronkitis
• Bronkiolitis
• Cystic Fibrosis
• Empyema
• Aspirasi benda asing
• Pertussis
(A) Anteroposterior radiograph from a child with presumptive viral pneumonia. (B) Lateral
radiograph of the same child with presumptive viral pneumonia

http://emedicine.medscape.com/article/1926980-overview#a1
Right lower lobe consolidation in a patient with bacterial pneumonia.

http://emedicine.medscape.com/article/1926980-overview#a1
(Left) Gram stain demonstrating gram-positive cocci in pairs and chains and (right) culture
positive for Streptococcus pneumoniae.

http://emedicine.medscape.com/article/967822-workup#showall
• Tatalaksana
• Amoxicillin (tab. 500, 875 mg)
– <3 bulan: ≤30 mg/kg/hari PO dibagi tiap 12 jam untuk 48-72 jam;
selama ≥10 daysuntuk infeksi S pyogenes
– >3 bulan and <40 kg: 45 mg/kg/hari PO dibagi tiap 12 jam atau 40
mg/kg/hari PO dibagi tiap 8 jam
– >40kg: 875 mg PO tiap 12 jam atau 500 mg PO tiap 8 jam untuk 10-14
hari
• Cefotaxime (solution 20 mg/mL, 40 mg/mL)
– <12 tahun or <50 kg: 200 mg/kg/day IV tiap 8 jam
– >12 tahun or >50 kg: 1-2 g IV/IM tiap 8 jam
• Tatalaksana – Patogen bakteri yang umum dan
– Beri cairan secukupnya agar organisme atipikal merespons
tidak dehidrasi terapi antimikroba
– Porsi makanan sedikit tapi – Perubahan jangka panjang
sering fungsi paru jarang terjadi
• Prognosis – UNICEF memperkirakan 3 juta
– Secara keseluruhan, anak-anak di seluruh dunia
prognosisnya bagus. menderita pneumonia setiap
tahunnya
– Sebagian besar kasus
pneumonia virus sembuh tanpa – Kematian terjadi pada anak-
pengobatan; anak dengan kondisi yang
mendasarinya, seperti penyakit
paru-paru kronis , penyakit
jantung kongenital, dan
imunosupresi.
Komplikasi • Recurrent pneumonia
• Kerusakan pleura
• Respiratory distress
• Sepsis
• Abses paru

Pencegahan • Vaksinasi
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imuni
sasi/jadwal-imunisasi-2017
Flu Burung / Avian Influenza
Definisi Avian Influenza /flu burung  infeksi akibat
virus Influenza tipe A yang biasanya mengenai
unggas dengan subtipe H5N1
Etiologi • Virus Influenza tipe A
• Virus Influenza famili Orthomyxoviridae
• Terdiri dari 3 tipe : A,B & C
• Virus influenza tipe B & C gejala ringan dan
tidak fatal pada manusia.
• Virus influenza ada 2 protein:
• H: Hemaglutinin dan N: Neuramidase
• H = 15 macam (H1-15),N = 9 macam (N1-
N9)
• Semua tipe virus influenza A  penjamu
alaminya adalah unggas
• Subtipe influenza tipe A yang menyerang
mansia H1,H2,H3 dan N1,N2  Human
influenza
• Penyebab kehebohan avian influenza  H5N1
• Virus avian influenza Highly Pathogenic
Avian Influenza (HPAI)
• Virus dapat bertahan hidup dalam – Antigenic Shift = perubahan
air selama 4 hari pada suhu 22 oC basar struktur antigen
atau lebih 30 hari pada 0 oC permukaan secara singkat
• Virus akan mati pada pemanasan (virus influenza A)
60 oC selama 30 menit atau 56 oC – Antigen drift = perubahan
selama 3 jam dan pemanasan 80 antigen yang sedikit ( virus
oC selama 1 menit, dengan influenza B)
detergent / desinfectant seperti – Virus influenza C  relatif
formalin ,cairan yg mmengandung stabil.
iodin dan alkolol 70%.
• Virus Influenza tipe A dapat
berubah-ubah bentuk
• Antigenic shift penyusunan • Diduga kondisi yang memudahkan
kembali gen” H & N diantara  penduduk yang tinggal dekat
human & avian influenza virus peternakan unggas dan babi. Babi
melalui host ke 3.(terbentuk virus rentan terkena infeksi avian
yang lebih ganas  infeksi maupun human virus  berperan
sistemik berat sbg laham pencampur (mixing
vessel)penyusunan kembali gen
gen dri kedua virus.
• Sejak tahun 2003 di dunia kumulatif tercatat 15 negara
terinfeksi virus H5N1 pada manusia.
• Pertama H5N1 pada manusia di dunia pada tahun 1997.
• Laporan dari WHO bertanggal 18 Februari 2004
menyebutkan bahwa Influenza A (H5N1) telah
menyebabkan wabah Avian influenza di Thailand,
Vietnam, China
• Pada Januari 2004, di beberapa provinsi di Indonesia,
terutama di Bali, Lombok, Jabotabek, Jawa Timur, Jawa
Tengah, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat.
• Prevalensi nasional pernah mendengar flu burung : 64,7%

• Konfirmasi Laboraturium Nasional Badan Litbangkes Depkes (Juli 2005-23

Februari 2006)

• Jumlah kasus konfirmasi flu burung Laboratorium Nasional: 28 kasus, 20 di

antaranya meninggal

• Konfirmasi Laboratorium WHO Reference (Juli 2005-23 Februari 2006)

– Jumlah kasus yang dikonfirmasi sebanyak 27. 19 diantaranya

meninggal (CFR 70,3%).

– Dalam jumlah kasus yang dikonfirmasi AI, Indonesia menempati

urutan ke 2 di dunia. Pada urutan pertama adalah Vietnam dengan

jumlah kasus 93.


file:///C:/Users/user/Documents/avian-flu-human-world-summary.pdf
Faktor Resiko • Pekerja peternakan / pemrosesan ternak
• Pekerja lab yang memeriksa sample pasien
/unggas yang terjangkit.
• Pengunjung peternakan/pemrosesan unggas
(1 miggu terakhir)
• Pernah kontak dg unggas yang sakit / mati
mendadak yang belum diketahui penyebabnya
dalam 7 hari terakhir.
• Pernah kontak dengan penderita dalam 7 hari
terakhir.
https://influenzauc.wikispaces.com/influenza+antigenic+shift
http://www.cytokinestorm.com/
Gejala • Manifestasi secara umum ILI (Influenza like
illness) : Batuk, pilek, demam(>38oC)
• Gejala lain : Nyeri tenggorok, mialgia,
malaise.
• Adanya keluhan diare, dan konjungtivitis.
• Spektum klinis sagat bervariasi, mulai dari
asimptomatik, flu ringan, berat, pneumonia,
banyak yg berakhir ADRS
• Kelainan hematologi : leukopenia
,limfopenia, trombosiitopenia.
• Kasus yang mengalami kelainan ginjal :
peningkatan ureum dan kreatinin
• Kelainan gambar radiologis : infiltrat
bilateral difus, multilokal, atau tersebat
(patchy).
Diagnosis • Uji konfirmasi:
• Kultur & indentifikasi virus H5N1
• Uji serologi:
• Imunofluorescence (IFA) test = ditemukan
ag (+) dengan menggunakan ab monoklonal
influenza H5N1
• Uji netralisir=didapatkan kenaikan titer ab
spesifik influenza A /H5N1 sebanyak 4X
dalam paired serum dg uji netralisasi.
• Hematologi: Hb, leukosit, trombosit, hitung
jenis leukosit, total limfosit.
• Kimia: albumin/globulin, SGPT/SGOT,
ureum, kreatinin.
• Radiologi: Foto thorax PA & lateral .
( ditemukan infiltrat)
• Definisi Kasus Flu Burung
• Suspect Cases
• Adalah Seseorang yang menderita ISPA dengan gejala demam
(temp > 38 oC), batuk dan sakit tenggorokan dan atau beringus
serta dengan salah satu keadaa:
o Seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang sedang
berjangkit KLB Flu Burung
o Kontak dengan kasus konfirmasi flu burung dalam masa
penularan
o Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses
specimen manusia atau binatang yang dicurigai menderita flu
burung
• Probable Cases
• Adalah suspect case disertai salah satu keadaan:
o Bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada
virus influenza A (H5N1)
o Dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonial
gagal pernafasan/meninggal
o Terbukti tidak terdapat penyebab lain
• Confirmation Cases
• Adalah suspect case atau probable didukung oleh salah satu
hasil pemeriksaan laboratorium:
o Kultus virus influenza H5N1 positif

o PCR influenza (H5) positif


o Peningkatan titer antibody H5 sebesar 4 kali
• Kriteria rawat inap
• Suspek flu burung dg gejala klinis berat
– sesak napas frekuensi napas > 30 x /menit

– Nadi ≥100x/menit
– Gangguan kesadaran
– Kondisi umum melemah

• Suspek leukopeni
• Suspek dg gambara radiologi pneumoni
• Kasus probable dan confirm
• Prinsip tatalaksna = istirahat, peningkatan daya tahan
tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik,
perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomdulators.
• Antiviral  pada awal infeksi yakni 48 jam pertama.
• 1.Penghambat M2 ( a. Amantadin b.Rimantidin dosis
 2x sehari 100 mg atau 5mg/kgBB selama 3-5 hri.
• 2.Penghambat neuramidase (WHO) Zanamivir, b.
oseltamivir dosis 2 x 75 mg 1 minggu.
Pedoman depkes RI

• Pada kasus suspek flu burung  oseltamivir 2x 75mg 5 hri


,simptomatik dan anti biotik jka ada indikasi.

• Pada kasus probableflu burung oseltamivir 2X 75 mg selama


5 hri, AB spektrum luas dan steroid pneumonia berat ,ARDS.

• Respiratory care di ICU sesuai indikasi

• Sebagai profilaksis bagi yang beresiko tinggi oseltamivir 75


mg sekali sehari selama 7 hri(hingga 6 minggu)
Bronkitis Akut
Definisi Proses inflamasi selintas yang mengenai
trakea, bronkus utama dan menengah yang
bermanifestasi sebagai batuk dan biasanya
akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu
Etiologi • Virus
• Bakteri: Mycoplasma pneumonia,
Bordetella pertussis, Corynebacterium
diphteriae
• Zat iritan: asam lambung, polusi lingkungan
Gejala • Rinitis dan faringitis, batuk muncul stlh 3-4
hari setelah rhinitis, batuk awalnya lepas
dan kering kemudian menjadi lepas dan
produktif, nyeri dada
• Pada anak2: biasanya tidak membuang
lendir tetap ditelan - muntah pada saat
batuk keras
• Gejala umumnya menghilang dalam 10-14
hari
• Menetap 2-3 minggu - kronis
Diagnosis • Auskultasi: tidak khas pada stadium awal
• Ronki, suara napas berat dan kasar,
wheezing, atau kombinasi
• Radiologis: normal/ atau ada corakan
bronkial
Tatalaksana • Farmako
• Wheezing: bronkodilator beta-2-agonis
• Antibiotik jika ada infeksi sekunder
• Asetaminofen jika demam
• Non farmako
• Istirahat yang cukup
• Kelembaban udara yg cukup
• Masukan cairan yg adekuat

Albuterol (nebulizer solution 0,083%, 0,5%, 1,25 mg/3mL, 0,63 mg/3mL, tab 2 mg, 4 mg)
Nebulizer solution: 2.5 mg BID/TID PRN; 1.25 - 5 mg q4-8hr PRN for quick relief
Tablet : 2-4 mg PO q6-8hr; not to exceed 32 mg/day
Acetaminophen ( tab 325 mg, 500 mg)
Tablet : 325-650 mg PO/PR q4hr PRN
Bronkitis Akibat Virus
• Rhinovirus
• RSV
• Virus Influenza
• Virus Parainfluenza
• Adenovirus
• Virus Rubeola
• Paramyxovirus
Bronkitis Akibat Bakteri

• Staphylococcus aureus • Lebih jarang dibandingkan


• Streptococcus pneumoniae bronkitis akibat virus.

• Haemophillus influenza • Infeksi bakteri ke bronkus

• Mycoplasma pneumoniae
dapat merupakan infeksi
sekunder setelah terjadi
• Chlamydia sp
kerusakan permukaan
• Bordetella pertussis
mukosa oleh infeksi virus
• Corynebacterium diptheriae
sebelumnya.
• Bordetella pertussis: Stadium kataral  rhinitis, konjungtivitis,
demam sedang, batuk.
• Stadium paroksismal  frekuensi & keparahan batuk
meningkat, batuk kuat berturut-berturut dlm satu ekspirasi
diikuti dgn usaha keras mendadak untuk inspirasi, sehingga
menyebabkan whoop.
• Whoop menghasilkan mukus kental & lengket yg biasanya
tertelan oleh anak-anak sehingga menyebabkan muntah
pascabatuk (posttussive emesis)
Diagnosis • PK: infiltrasi mukosa oleh limfosit & leukosit PMN
• Kultur dari sekresi mukus
Tatalaksana • Pertusis
• Eritromisin selama 3-4 hari dapat membasmi kuman
pertusis dari nasofaring.
• Chlamydia
• Terapi pilihan eritromisin
• >9 tahun tetrasiklin, bisa dikombinasi dgn
eritromisin
Prognosis Bergantung pd tatalaksana yg tepat atau mengatasi
penyakit yg mendasari
Eritromisin (tab 400 mg)
Neonates
<1.2 kg: 20 mg/kg/day PO divided q12hr  
1.2 kg or more, 0-7 days old: 20 mg/kg/day PO divided q12hr
≥1.2 kg or more, 7 days or older: 30 mg/kg/day PO divided q8hr
Children
Mild-to-moderate infections: 30-50 mg/kg/day PO divided q6-12hr
Severe infection: 60-100 mg/kg/day PO divided q6-12hr
Tetrasiklin ( tab 250 mg, 500 mg)
500 mg orally every 6 hours for 7 to 10 days
Abses Paru
Definisi Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir
sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus/nekrotik debris) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih
Epidemiologi • Lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan
• Umumnya terjadi pada umur tua  pe↑an insiden penyakit periodontal
& prevalensi disfagi dan aspirasi
• Pada daerah urban  ↑ prevalensi alkoholism  rata-rata pada usia 41
tahun
Faktor Resiko • Faktor-faktor yang memudahkan aspirasi:
• Gg kesadaran: alkoholisme, epilepsi, gg cerebrovascular, anestesi
umum, penyalahgunaan obat IV, koma, trauma, sepsis
• Gg esofagus & sal cerna lainnya: gg motilitas
• Trakeal/nasogastric tube yang menghilangkan pertahanan mekanik sal
napas
• Fistula trakeoesofageal
• Defisiensi/stasis transpor sekresi melalui sal napas: Kartagener’s
syndrome, Disfagi
• Iatrogenik
• Penyakit periodontal, Kebersihan mulut yang buruk, Pencabutan gigi
• Pneumonia akut, Bronkiektasis, Kanker Paru
• Imunosupresi
• Infeksi saluran napas atas & bawah
Etiologi Bakteri Anaerob (89%)  Bakteri Aerob  Non-Bakteri & Bakteri
immunocompetent & immunocompromised Atipik 
akibat pneumonia aspirasi Gram Positif immunocompromised
o Bacteriodes o Staphylococcus aureus o Fungi: histoplasma,
melaninogenus o Streptococcus coccidioides,
o Bacteriodes fragilis microaerophilic blastomyces,
o Peptostreptococcus o Streptococcus pyogenes mucoraceae, aspergillus,
species o Streptococcus cryptococcus,
o Bacillus intermedius pneumonia zygomycetes,
o Prevotella o Streptococcus viridans pneumocystis
melaninogenica o Streptococcus milleri o Parasit: Paragonimus
o Fusobacterium Gram Negatif wetermani, Entamoeba
nucleatum o Klebsiella pneumonia histolityca, Echinococcus
o Clostridium perfringens o Pseudomonas o Mikobakterium
o Clostridium barati aeruginosa tuberkulosis & non-
o Escherichia coli tuberkulosis
o Haemophilus influenza
o Actinomyces sp.
o Nocardia sp.
Tanda • Badan terasa lemah, Tidak nafsu makan, Penurunan berat badan
& • Batuk kering  setelah beberapa hari batuk dengan dahak purulen/darah
Gejala • Keringat malam
• Demam intermitten (mencapai 39,4oC/>) biasanya disertai menggigil
Klasifikasi • Abses Primer: akibat aspirasi atau pneumonia  80%
• Abses Sekunder: pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi
seperti obstruksi akibat neoplasma sal napas, bronkiektasis, komplikasi
operasi intratoraks, penyebaran dari tempat diluar paru, septik emboli,
atau kondisi sistemik/pengobatan yang menyebabkan gg imunitas (HIV,
transplant, immunosupression)
• Berdasarkan jangka waktu: Akut (<1 bulan, biasanya <4-6 minggu) &
Kronik

Patofisiologi • Terjadinya abses paru melalui 2 cara: aspirasi & hematogen


Diagnosis • Anamnesis
• Batuk mengeluarkan banyak sputum  biasanya berbau amis &
berwarna anchovy (putrid abcesses)  bakteri anaerob
• Nyeri dada & batuk darah ringan – masif
• Pemeriksaan Fisik
• Demam sampai 40oC
• Nyeri tekan lokal pada dada
• Penurunan suara napas, perkusi redup, suara napas bronkial & ronkhi
• Abses luas & letak dekat dinding dada: suara amforik
• Letak dekat pleura & pecah: pergerakan dinding dada tertinggal di
tempat lesi, fremitus vokal menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi
napas menghilang, tandda pendorongan mediastinum terutama jantung
ke arah kontra lateral tempat lesi
Diagnosis • Laboratorium
• Hitung leukosit tinggi (10.000 – 30.000/mm3)
• Hitung jenis  shift to the left & Sel PMN banyak terutama Neutrofil
imatur
• Abses berlangsung lama  anemia, pe↑an LED
• Pemeriksaan Dahak  mikroorganisme penyebab  transtrakeal,
torakosintesis, bilasan/sikatan bronkus  pewarnaan Gram
• Kultur darah, Serologi
• Bronkoskopi
• Akurasi 80%; hendaknya pada pasien AIDS sebelum pengobatan
• Aspirasi Jarum Perkutan
Radiologi

•Foto polos dada: PA  Awal penyakit (gambaran opak dari 1/lebih segmen paru
atau berupa gambaran densitas homogen berbentuk bulat)  radiolusen dalam
bayangan infiltrat padat  bila ruptur akan tampak kavitas irreguler dengan
dinding tebal dikelilingi infiltrat/konsolidasi & gambaran air fluid level. Lokasi
terbanyak di segmen superior lobus bawah atau segmen posterior lobus atas

•Abses paru anaerobik  kavitasnya tunggal (soliter) pada infeksi primer,


multipel pada abses paru sekunder
•CT Scan: lokasi abses bila di parenkim paru, membedakan dengan empiema
atau infark paru, tempat lesi yang menyebabkan obstruksi endokronkial 
tampak massa bulat dalam paru dengan kavitasi sentral
Thick walled right upper lobe
cavitary lung lesion with air fluid level

https://radiopaedia.org/cases/lung-
abscess-17
Diagnosis • Penyebab infeksi: tuberkulosis, bula infeksi, emboli septik
Banding • Penyebab bukan infeksi: keganasan, Wagener’s granulomatosis, nodul
reumatoid, vaskulitis, sarkoidosis, infark paru, kongenital (bula, kista,
bleb)
Tatalaksana • PRINSIP PENGOBATAN
• Eradikasi secepatnya
• Pengobatan yang cukup
• Drainase adekuat
• Pencegahan komplikasi
• Klindamisin 3x600 mg IV sampai perbaikan  4x300 mg oral/hari atau
Amoksisilin-Asam Klavulanat 2x875 mg
• Regimen alternatif: Penisilin G 2 – 10 juta unit/hari  Penisilin 4x500-
750 mg oral/hari
• Patogen aerobik: klindamisin+penisilin atau klindamisin+sefalosporin
• Resolusi sempurna dibutuhkan pengobatan 6-10 minggu
Tatalaksana • Istirahat cukup
• Bila abses paru menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya
dirawat inap
• Posisi berbaring hendaknya miring dengan paru yang terkena abses
berada di atas supaya gravitasi drainase lebih baik
• Diet biasanya berupa bubur dengan tinggi kalori tinggi protein
• Operasi
• Indikasi:
• Abses paru yang tidak mengalami perbaikan
• Komplikasi: empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura
• Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruksi primer,
bronkiektasis, gg motilitas gastroesofageal, malformasi atau kelainan
kongenital
• Infark paru, gangren paru atau infeksi yang berkembang cepat &
progresif
Tatalaksana • Bronkoskopi
• Pada yang dicurigai adanya karsinoma bronkus atau lesi obstruksi
• Pengeluaran benda asing
• Melebarkan striktus
Komplikasi • Penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau penyebaran
langsung melalui jar sekitarnya
• Abses otak
• Hemoptisis masif
• Ruptur pleura viseralis  piopneumothoraks
• Fistula bronkopleura
• Fistula pleurokutaneus
Pencegahan • Menjaga kebersihan mulut  mencegah kolonisasi bakteri patogen
orofaring
• Infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin
Prognosis • Angka mortalitas pasien abses paru pada era preantibiotika mencapai
33-40%
• Pada era antibiotika angka mortalitas abses paru anaerob paru kurang
dari 10%, dan 10-15% memerlukan operasi
• Sekarang, angka penyembuhan mencapai 90 – 95%. Bila diberikan dalam
jangka waktu cukup lama angka kekambuhannya rendah
Pneumoni Aspirasi
Definisi • Salah satu pneumonia bentuk khusus
• Aspirasi : proses terbawanya bahan yang
ada di orofaring pada saat respirasi ke
saluran nafas bawah & bisa menimbulkan
kerusakan parenkim paru
• Kerusakan parenkim paru tergantung
jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi&
daya tahan tubuh
Epidemiologi • Lebih sering pada pria usia anak/lansia
• PA pada pasien dari fasilitas kesehatan
jangka panjang 3x > banyak daripada PA
dari komunitas
Faktor Resiko • Penurunan kesadaran yang mengganggu
proses penutupan glottis, reflek batuk,
pembiusan, intoksikasi obat, cedera kepala
(biasa pada lansia& alkoholik)
• Disfagia sekunder akibat penyakit
esophagus (GERD) atau saraf
• Gangguan neurologis seperti demensia,
penyakit Parkinson, miastenia gravis,
sclerosis multiple
• Tindakan mekanik seperti selang
nasogastrik, intubasi trakea, trakeostomi,
bronkoskopi, selang gastrostomy
• Penyakit periodontal
Etiologi • Kuman orofaring biasanya polimikrobial
• Jenis kuman tergantung lokasi di komunitas
atau RS
• Pada komunitas : Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, H. Influenza,
Enterobacter
• Pada nosocomial : pseudomonas aeruginosa
( bakteri gram (-))
• Bila pasien periodontitis berat & sputum
berbau (curiga infeksi anaerob)
• Klasifikasi :  Bisa terjadi pada pneumonia

– Pneumonitis aspirasi ( sindrom komunitas maupun nosocomial

mendelson)  Bisa menimbulkan abses paru,

 Reaksi inflamasi paru akibat empyema, bronkiektasis, fistel

aspirasi cairan lambung yang bronkopleura,pneumonia

steril dalam jumlah besar

 Bisa menimbulkan gagal nafas,


hipoksia, ARDS dalam waktu 24 – PA komunitas atau PA
jam nosocomial sekunder sesudah
PA kimia

 Menunjukkan perburukan jika

– Pneumonia aspirasi bakteri terjadi infeksi bakteri sekunder

primer

 Diakibatkan bakteri yang berasal


•Diagnosis
– Sama seperti pneumonia lain disertai gangguan menelan
( pasien mengeluarkan cairan/ makanan melalui hidung,
rasa nyeri saat menelan, batuk/ tersedak saat makan/
minum)
– Foto toraks : infiltrat pada bagian toraks (lokasi tergantung
posisi saat pasien mengalami aspirasi)
• Sisi kiri bila pasien rebah ke kiri
• Infiltrat bilateral bila pasien sedang posisi duduk/ berdiri
• Lokasi tersering lobus kanan tengah
• Terapi
– Pemberian antibiotik secara empirik mempertimbangkan jenis
bakteri, beratnya pneumonia, faktor resiko pada pasien
(malnutrisi), faktor intervensi sebelumnya (kemoterapi, intubasi)
dan lamanya perawatan
– Pilihan : Siprofloksasin, aminoglikosid dengan penisilin anti
pseudomonas, levofloksasin
– Pada PA komunitas terapi harus mencakup kuman anaerob
– Pada PA komunitas berat dan nosocomial harus spectrum luas
mencakup gram(-) dan MRSA
– Terapi di stop saat kondisi pasien dalam keadaan baik & gambaran
radiologis bersih/stabil selama 2 minggu
Komplikasi • Gagal nafas akut dengan atau tanpa reaktif
saluran nafas, empyema, abses paru, dan
superinfeksi paru
• PA nosocomial mortalitas tinggi
Prognosis • Pasien rawat inap dengan penurunan
kesadaran/ resiko PA diatur posisi tidurnya
setengah duduk dengan sudut 30-45 derajat
• Melakukan prolaktis gigi & menjaga hygiene
oral
• Pengaturan diet & fisioterapi untuk pasien
dengan gangguan menelan
Pencegahan • Tergantung pada penyakit dasarnya,
komplikasi, dan status pasien
• Mortalitas tinggi pada pasien dengan
komplikasi empyema, pada usia tua
Daftar Pustaka
• Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. 2014. Jakarta: Interna
Publishing
• Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB, ed. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi 1 . Jakarta : IDAI, 2008.
• http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview

• https://www.cdc.gov/flu/avianflu/

Anda mungkin juga menyukai