Anda di halaman 1dari 31

In House

Training
Budaya Positif &
Restitusi
Sufri Asmin
UPT SMAN 1 Bulukumba
Budaya Positif di Sekolah
Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-
keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di
sekolah yang berpihak pada murid agar
murid dapat berkembang menjadi pribadi
yang kritis, penuh hormat, dan bertanggung
jawab
Mengapa Budaya Positif?
Perubahan Paradigma
Dr. William Glasser Budaya Positif Control Theory

Ilusi guru mengontrol peserta didik

Ilusi bahwa semua penguatan positif


efektif dan bermanfaat

Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa


bersalah dapat menguatkan karakter

Ilusi bahwa orang dewasa memiliki


hak untuk memaksa
3 Motivasi Perilaku Manusia
Menjadi orang yang
mereka inginkan dan
menghargai diri sendiri

Untuk mendapatkan
imbalan/penghargaan dari
orang lain

Untuk menghindari
ketidaknyamanan atau
hukum
Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi
Hukuman Konsekuensi
Hukuman adalah suatu
bentuk tindakan yang
diberikan kepada individu
atau kelompok atas
Konsekuensi
kesalahan, pelanggaran atau adalah suatu
kejahatan yang telah akibat dari
dilakukan dalam bentuk
reinforcement negatif atau
perbuatan yang
penderitaan dalam rangka kamu lakukan.
pembinaan dan perbaikan
tingkah laku sehingga tidak
terulang kembali di
kemudian hari.
Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi
Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi
murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
sehingga mereka bisa kembali pada kelompok
mereka, dengan karakter yang lebih kuat.
Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah mereka, dan membantu murid berpikir
tentang orang seperti apa yang mereka inginkan,
dan bagaimana mereka harus memperlakukan
orang lain.
Perbedaan Hukuman, Konsekuensi,
dan Restitusi
HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI

Sesuatu yang Sesuatu harus terjadi Restitusi merupakan pilihan


menyakitkan harus terjadi
Tidak nyaman untuk Tidak nyaman untuk Menguatkan untuk
murid/anak untuk jangka murid/anak untuk jangka waktu murid/anak dalam jangka
waktu panjang. pendek. waktu panjang.
Murid/anak akan tersakiti. Murid/anak dibuat tidak Murid/anak mendapatkan
nyaman. penguatan.
Sistem tidak akan berjalan Memerlukan monitoring dan Murid belajar bertanggung
bila murid tidak takut supervisi terus menerus dari jawab untuk perilakunya
guru.
“Peraturannya “Apa peraturannya?” “Apa yang kamu yakini?”
adalah….kamu harus..” “Mampukah kamu “Apa yang bisa kamu
melakukannya? Terima kasih”. lakukan untuk memperbaiki
masalah ini?”
Perbedaan Hukuman, Konsekuensi,
dan Restitusi
HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI

“Awas kalau dilakukan lagi “Lakukan apa yang saya “Apakah hal ini yang
ya, nanti awas kamu” katakan” sesungguhnya ingin kamu
lakukan?”
Murid/anak belajar Murid/anak belajar taat Murid/anak belajar
menyembunyikan peraturan. memecahkan masalah.
kesalahan
Mencoba mengontrol Mencoba mengontrol anak Anak paham bahwa dirinya
anak dengan penguatan dengan penguatan positif sendiri yang pegang kendali
negatif (membayar impas kontrol.
kesalahan)
Perilaku pasif-agresif Penguatan hanya bertahan Masalah terpecahkan.
meningkat dalam jangka waktu pendek
Mendorong menyalahkan Mendorong kepatuhan Mendorong disiplin positif
diri
Kegiatan Pemantik
Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan,
tindakan mana yang akan Anda lakukan?
 Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat
kesalahannya baik-baik
 Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu
seharusnya bertindak”.
 Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di
waktu sebelumnya.
 Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak kamu lakukan?”.
 Mengkritik dan mendiamkannya
 Lainnya
Restitusi
Melalui pendekatan restitusi, ketika murid
berbuat salah, guru akan menanggapi dengan
mengajak murid berefleksi tentang apa yang
dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka sehingga mereka menjadi
pribadi yang lebih baik dan menghargai
dirinya.
Keyakinan Kelas

Suatu keyakinan akan lebih


memotivasi seseorang dari dalam
atau memotivasi secara intrinsic.
Seseorang akan lebih tergerak dan
bersemangat untuk menjalankan
keyakinannya daripada hanya
sekedar mengikuti serangkaian
peraturan
Pembentukan
Keyakinan Kelas
BERTAHAN HIDUP
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah
kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan
makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari
proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk
tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada
kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan
aman
KASIH SAYANG & RASA DITERIMA

Kebutuhan untuk disayangi dan diterima


meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi
sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima
kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan
ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung
dengan orang lain, seperti teman, keluarga,
pasangan hidup, teman kerja, binatang
peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung
PENGUASAAN
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas
Kemampuan) Kebutuhan ini berhubungan
dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu,
menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas
prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan
memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi
keinginan untuk dianggap berharga, bisa
membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian,
kompeten, diakui, dihormati
KEBEBASAN
Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan
akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan
dan mampu mengendalikan arah hidup
seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan
kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan,
mereka perlu banyak bergerak, suka
mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh
orang lain dan senang mencoba hal baru dan
menarik.
KESENANGAN

Kebutuhan akan kesenangan adalah


kebutuhan untuk mencari kesenangan,
bermain, dan tertawa. Bayangkan
hidup tanpa kenikmatan apa pun,
betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan
kesenangan dengan belajar
CONTOH KASUS
Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita
Hati, sedang bingung menghadapi ulah salah
satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di
kelas 2A telah datang padanya dan
mengeluhkan Doni yang seringkali meminta
bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika
Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar,
apa yang akan anda lakukan? Menurut anda,
kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu?
PENGHUKUM
Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata
melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat
lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa
datang tepat waktu?”
Tanyakan kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu
pada saat muridnya datang terlambat?
Hasil: Kemungkinan murid marah dan mendendam atau
bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid
tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya.
PEMBUAT RASA BERSALAH
Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara
memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak,
lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan
ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang
sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?
Hasil: Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah
mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan
merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup
membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini
lebih berbahaya dari sikap penghukum
TEMAN
Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh:
merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke
bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya,
sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana.
Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Hasil: Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini
termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid
menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia
merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya.
Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila
yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang
sama dengan guru atau orang lain.
PEMANTAU
Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):
Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”
Adi: “Tahu Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi
yang harus dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan
mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas
untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Hasil: Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah
melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu
emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah.
Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu
jam istirahat dan mengerjakan tugas
MANAJER
Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke
murid): Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah
dimulai?” Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!” Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-
kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?” Adi: “Saya bisa
menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk
kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” Adi: “Tidak Pak, saya bisa
hadir tepat waktu.” Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki
diri” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini? Pada posisi
Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu
meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak
pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan
perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai
teman murid

Anda mungkin juga menyukai