Anda di halaman 1dari 58

AKSI NYATA MODUL 1.

4
CGP ANGKATAN
NGKATAN 9 KABUPATEN 9NGAWI
KELAS 140
Kabupaten Ngawi

Endah Sriwiyanti, Nurul Mubaroh, Yasin Suheru


Senin, 23 Oktober 2023
DESIMINASI
BUDAYA POSITIF
Konsep Utama Modul
Budaya Positif
Perubahan Paradigma Belajar

Disiplin Positif
Kebutuhan Dasar Manusia
Motivasi Perilaku Manusia
Posisi Kontrol Restitusi
Keyakinan Kelas
Segitiga Restitusi
Perubahan Paradigma Baru

Pembelajaran dengan Paradigma Baru

Pembelajaran dengan paradigma baru dirancang berdasarkan prinsip pembelajaran yang


terdiferensiasi
sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dari tahap perkembangannya
untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila
BUDAYA POSITIF

Tujuan

Membentuk karakter Guru, Murid


bahkan Visi Misi Sekolah
Disiplin Positif

Pertanyaan Pemantik
1. Hukuman dapat mendisiplinkan anak.
2. Pemberian hukuman dengan hal positif seperti membaca
atau membersihkan halaman sekolah dapat meningkatkan
disiplin anak.
3. Memberi penghargaan dapat meningkatkan motivasi belajar
anak.
Disiplin Positif

• Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda?


Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan
menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan
pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan
hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin
positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu
alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali.
Disiplin Positif

• Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang
dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita
cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

• Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang


memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu
pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik,
bukan ekstrinsik.
Nilai-Nilai Kebajikan

• Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang
dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita
cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

• Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang


memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu
pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik,
bukan ekstrinsik.
Nilai-Nilai Kebajikan

• Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang
dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita
cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

• Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang


memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu
pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik,
bukan ekstrinsik.
Kebutuhan Dasar Manusia

Bertahan Hidup
Penguasaan

Kasih Sayang dan Rasa


Diterima

Kebebasan Kesenangan
Motivasi Perilaku Manusia

Motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang secara


sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu
Motivasi Perilaku Manusia

Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman


Murid melakukan disiplin diri karena ia takut dihukum. karena ia takut dihukum. Ini
merupakan motivasi ekstrinsik

Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.


Murid melakukan disiplin diri karena ia ingin mendapat imbalan. Ini merupakan
motivasi ekstrinsik.

Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang
mereka percaya.
Murid melakukan disiplin diri karena sadar akan nilai kebajikan dirinya. Ini merupakan motivasi
intrinsik
Hukuman, Konsekuensi dan
Restitusi

Hukuman
Hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi,
dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya
menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik
sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak
disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Hukuman, Konsekuensi dan
Restitusi

Konsekuensi
Disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan
disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru
(sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada
pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek.
Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur
Hukuman, Konsekuensi dan
Restitusi

Restitusi
Restitusi adalah proses yang memungkinkan murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
memperkuat karakter mereka, dan belajar mencari solusi untuk masalah. Ini bukan hanya tentang
berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, melainkan tentang
menjadi individu yang menghargai nilai-nilai kebajikan.
Konsep Disiplin Dengan
Identitas Gagal

PENGHARGAAN :
HUKUMAN:
Tidak efektif
Menyakitkan Merusak hubungan (sifat iri)
Tidak nyaman
Mematikan kreativitas
Murid takut Menghukum dengan sistem
Menyiksa
rangking
Murid menyembunyikan
kesalahan
Murid menjadi tidak ramah Merampas hak menghargai
diri
Konsep Disiplin Dengan
Identitas Sukses

KONSEKUENSI : RESTITUSI :
Murid bertanggung jawab untuk perilakunya
Penguatan jangka pendek Perlu
Fokus pada pemecahan masalah
monitoring berkelanjutan
Jangka panjang
Stimulus - respon
Murid menghormati dirinya dan orang lain
Murid menghormati peraturan Teori kontrol (dirinya memegang
Kehilangan waktu untuk merenungi kontrol)
kesalahan Murid bersemangat memperbaiki
kesalahan
Konsep Disiplin
Pendekatan Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid

CIRI-CIRI RESTITUSI :
PENGERTIAN RESTITUSI :
Bukan menebus kesalahan namun belajar dari
Restitusi adalah proses menciptakan kesalahan
kondisi bagi murid untuk memperbaiki Memperbaiki hubungan
kesalahan mereka sehingga mereka bisa Tawaran bukan paksaan
kembali pada kelompok mereka dengan Menuntun untuk melihat ke dalam diriMencari kebutuhan
karakter yang lebih kuat dasar yang mendasari tindakan
(Gosseni : 2004). Fokus pada karakter bukan tindakan menguatkan
dan fokus pada solusi
Perbedaan
Contoh kasus : Siswa sering tidak mengerjakan tugas

HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI


• Guru menanyakan
• Guru menghukum siswa • Guru memberikan
keyakinan kelas/ dirinya
untuk hormat bendera di konsekuensi untuk
dan membantu siswa
lapangan selama 10 mengerjakan tugasnya
menyelesaikan masalahnya
menit atau dikerjakan
sebanyak 3x • Guru terbuka dan siswa
• Guru marah dan siswa
menghormati dirinya dan
menjadi takut • Guru tegas dan siswa
orang lain
menghormati
Hukuman atau Konsekuensi ???

Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”,
karena terlambat ke sekolah.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”,
karena terlambat ke sekolah.

Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat hadir di sekolah.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat hadir di sekolah.

Hukuman
Hukuman atau Konsekuensi ???

Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.

Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak menggunakan masker
ke sekolah.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak menggunakan masker
ke sekolah.

Hukuman
Hukuman atau Konsekuensi ???

Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.

Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena mengobrol dengan


teman.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena mengobrol dengan


teman.

Hukuman
Hukuman atau Konsekuensi ???

Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol pada saat


belajar.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol pada saat


belajar.

Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas, karena


terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10 menit.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas, karena


terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10 menit.

Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10 menit untuk


pelajaran PJOK.

Hukuman Konsekuensi
Hukuman atau Konsekuensi ???

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10 menit untuk


pelajaran PJOK.

Konsekuensi
5 POSISI KONTROL RESTITUSI

P E M B U AT R A S A
P E M A N TA U
BERSALAH

PENGHUKUM MANAJER

TEMAN
Posisi Kontrol : Penghukum
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi
penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan
murid-murid lebih dalam lagi.

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Hasil:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid
tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat
motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.
Posisi Kontrol : Pembuat merasa bersalah
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan
keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga,
dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Hasil:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa
menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih
berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak
seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun
dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti
diri sendiri atau orang lain.
Posisi Kontrol : Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui
persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang
terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk
mempengaruhi seseorang.

Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil
tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-
senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?

Hasil:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi
negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru
tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, siswa hanya akan berbuat sesuatu bila yang
menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.
Posisi Kontrol : Pemantau
Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang
yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan
menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai
seseorang yang menjalankan posisi pemantau.

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas
perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri
berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

Hasil:
Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah.
Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah.
Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan
tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa
ditinggal seorang diri.
Posisi Kontrol : Manajer
Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas
permasalahannya sendiri.

Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini
penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid
bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara,
apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih
sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.
CONTOH PENERAPAN 5 POSISI
KONTROL
Kasus : Siswa tidak memakai atribut lengkap saat upacara bendera

PEMBUAT RASA TEMAN PEMANTAU MANAJER


PENGHUKUM
BERSALAH

"Patuhi aturan "Apakah kamu


"Ayolah yang "Kamu sudah
sekolah, lalu tahu kesalahanmu?
"Berapa kali Bu melanggar, apa
berdiri di sana tertib, buat Ibu Kira-kira
Guru harus
peraturan dan bagaimana kamu
bangga, kali ini konsekuensiny
tidak apa-apa akan
member tahu
kamu? Ibu a?"
salah" memperbaiki
kecewa sama kesalahan ini?"
kamu"
Studi Kasus

Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar
malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju
ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan
papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di
tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira
siapa yang bisa?”

Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti tidak
memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada
saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana
kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama
Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.

Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar?
KEYAKINAN KELAS

Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak


peraturan kelas saja?

Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat


mengendarai kendaraan roda dua/motor?

Mengapa kita memiliki peraturan tentang


penggunaan masker dan mencuci tangan setiap

saat
KEYAKINAN KELAS

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’,

yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari

latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan

sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada

keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih

tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar

mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna


Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas

• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga

kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah

pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
SEGITIGA
RESTITUSI
h
a

Me
Sal

na n
a ng

Menstabilkan Identitas

ya k
nY

an
Validasi Tindakan yang Salah
aka

Ke
d
Tin

ya k
Menanyakan Keyakinan

in a
asi
l id

n
Va

Menstabilkan identitas
MENSTABILKAN
IDENTITAS
Langkah ini penting untuk dilakukan agar siswa merasa dihargai dan dihormati. Siswa yang
merasa dihargai dan dihormati akan lebih terbuka untuk menerima kesalahannya dan belajar
dari kesalahan tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menstabilkan identitas siswa, yaitu:
• Gunakan bahasa yang positif dan membangun. Hindari menggunakan bahasa yang
menghakimi atau menyalahkan.
• Dengarkan cerita siswa dengan penuh empati. Biarkan siswa menceritakan apa yang
terjadi dari sudut pandangnya.
• Perlihatkan bahwa Anda percaya pada siswa. Yakinkan siswa bahwa Anda percaya bahwa
ia dapat belajar dari kesalahannya.

05
VALIDASI TINDAKAN
YANG SALAH
Langkah ini penting untuk dilakukan agar siswa menyadari bahwa ia telah melakukan
kesalahan. Siswa yang menyadari kesalahannya akan lebih termotivasi untuk memperbaiki
kesalahan tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memvalidasi tindakan yang salah siswa, yaitu:
• Gunakan bahasa yang positif dan membangun. Hindari menggunakan bahasa yang
menghakimi atau menyalahkan.
• Tunjukkan bahwa Anda memahami sudut pandang siswa. Biarkan siswa tahu bahwa
Anda memahami mengapa ia melakukan kesalahan tersebut.
• Bantu siswa untuk melihat dampak negatif dari tindakannya. Bantu siswa untuk
memahami bagaimana tindakannya telah merugikan orang lain atau melanggar keyakinan
kelas atau sekolah.

05
MENANYAKAN
KEYAKINAN
Langkah ini penting untuk dilakukan agar siswa memahami bahwa tindakannya telah
melanggar keyakinan kelas atau sekolah. Siswa yang memahami bahwa tindakannya telah
melanggar keyakinan kelas atau sekolah akan lebih termotivasi untuk memperbaiki kesalahan
tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanyakan keyakinan siswa, yaitu:
• Tanyakan kepada siswa tentang keyakinan kelas atau sekolah. Apa saja keyakinan yang
disepakati oleh kelas atau sekolah?
• Bantu siswa untuk menghubungkan tindakannya dengan keyakinan kelas atau sekolah.
Bagaimana tindakannya telah melanggar keyakinan tersebut?
• Tanyakan kepada siswa tentang apa yang dapat ia lakukan untuk memperbaiki
kesalahannya. Apa yang dapat ia lakukan untuk memenuhi kembali keyakinan kelas atau
sekolah?
SIMAK VIDEO BERIKUT
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai