Anda di halaman 1dari 19

ANALISA KANDUNGAN FORMALIN PADA JAJANAN BAKSO

PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR KAMPUS UNHAS

REZA ARIANTO SULTAN G032212006


AIDIL ZULHAQ PARADIMAN G032212008
MIFTAHUDDIN G032212009
 Peran bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi
semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan
tambahan pangan sintetis. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk
mengawetkan pangan yang sifatnya mudah rusak.
 Formalin telah jelas dilarang penggunaannya pada makanan, tetapi pada
kenyatannya masih terdapat makanan yang dijajakkan menggunakan bahan
LATAR tersebut, salah satunya adalah bakso.

BELAKANG  Formalin jika dikonsumsi akan memberikan dampak negatif bagi tubuh
diantaranya adalah formalin akan meningkatkan resiko terserang kanker.
Hal ini disebabkan karena formalin adalah senyawa karsinogenik.
 Beberapa data hasil penelitian menunjukkan keterdapatan zat formalin
pada jajan bakso. Wulan (2015) mengidentifikasi kandungan formalin dari
30 sampel yang diuji terdapat 4 sampel positif mengandung formalin
dengan kadar berkisar antara 0,321 µg/g hingga 1.510 µg/g.
RUMUSAN  Perlunya melakukan uji formalin terhadap jajanan bakso yang berada di
lingkungan tinggal mahasiswa guna meningkatkan kesadaran mahasiswa
MASALAH akan pangan yang aman dan sehat.
 Mengetahui prinsip dan aplikasi instrumen spektrofotometri UV-Vis dan
TUJUAN Gas kromatografi MS dalam menganalisis kandungan formalin pada bakso.

PRAKTIKUM  Mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif kandungan formalin pada


bakso yang diperjual belikan disekitar kampus Universitas Hasanuddin.
 Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari
formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukanlah untuk
makanan, melainkan sebagai antiseptik, germisida, dan pengawet non
makanan.

FORMALIN Rumus Molekul : CH2O

Nama kimia : Formaldehyde

Masa molar : 30,03 g/mol


Titik nyala : 60°C
Titik didih : -21°C
pH : 2,8 - 4,0
 Kadar formaldehida di udara melebihi batas yang dibenarkan
yaitu 0.1 ppm memberikan resiko gejala seperti sensasi terbakar di
mata, hidung dan di daerah tenggorokan. Selain itu, dapat
menyebabkan mual, pusing serta mengalami iritasi pada kulit
apabila terdedah pada zat ini.
 Bahaya yang ditimbulkan oleh formalin tergantung pada kadar
FORMALIN formalin yang terakumulasi di dalam tubuh. Semakin tinggi kadar
formalin yang terakumulasi, semakin parah pula akibat yang
ditimbulkan.
 Formaldehid mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana
alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Pengawet ini
memiliki unsur aldehida yang mudah bereaksi pada makanan
seperti bakso sehingga teresap didalamnya.
 Spektrofotometer menghasilkan sinar dari speKtrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi,
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energI relatif jika
energI tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan
sebagai fungsi panjang gelombang.
SPEKTROFOT  Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya.
Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan
OMETRI UV- panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan
VIS struktur senyawa yang diteliti.
Spektrum cahaya tampak dan warna-warna komplementer
Panjang Gelombang (nm) Warna Warna Komplementer

400-435 Violet Kuning – Hijau

SPEKTROFOT 435-480 Biru Kuning

OMETRI UV-
480-490 Hijau – Biru Oranye

490-500 Biru – Hijau Merah

VIS 500-560 Hijau Ungu

560-580 Kuning – Hijau Violet

580-595 Kuning Biru

595-610 Oranye Hijau – Biru

610-750 Merah Biru – Hijau


 Kromatografi adalah suatu metode analisis yang bertujuan untuk
memisahkan komposisi sampel menjadi komponen-
komponennya. Pada sistem kromatografi terdapat dua fasa, yaitu
fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan
sedangkan fasa diam dapat berupa cairan atau padatan.

GAS  Kromatografi gas yang banyak digunakan adalah jenis


kromatografi gas- cairan yang fasa diamnya dilapisi dengan film
KROMATOGR tipis dari cairan organik yang diisikan dalam kolom, yaitu pipa
tabung dengan diameter dan panjang tertentu.
AFI  Prinsip kerja dari kromatografi gas terkait dengan titik didih
senyawa yang dianalisis serta perbedaan interaksi analit dengan
fase diam dan fase gerak. Senyawa dengan titik didih yang tinggi
memiliki waktu retensi yang lama. Senyawa yang lebih terikat
dalam fase cair pada permukaan fase diam juga memiliki waktu
retensi yang lebih lama
 Berdasarkan analisis GC– MS diperoleh dua informasi dasar, yaitu
hasil analisis kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk
kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa yang
ditampilkan dalam bentuk spektrum massa. Kromatogram
memberikan informasi mengenai jumlah komponen kimia yang
terdapat dalam campuran yang dianalisis (jika sampel berbentuk
GAS campuran) yang ditunjukkan oleh jumlah puncak yang terbentuk
pada kromatogram berikut kuantitas masing-masing.
KROMATOGR
AFI
 TEMPAT DAN WAKTU
Praktikum dilaksanakan mulai pada bulan Oktober di
Laboratorium Bioteknologi Pangan Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
METODE  ALAT
PRAKTIKUM Destilator, mortar, tabung reaksi, Erlenmeyer, oven, GC-MS dan
spektrofotometer.
 BAHAN
Sampel bakso, Aquadest p.a, perekasi Schiff, dan alkohol 70%
METODE SCHIFF
 Menghaluskan 10 gram sampel dan menambahkan aquades p.a
sebanyak 100 mL dalam erlenmeyer.
 Melakukan destilasi pada suhu 90°C.
KUALITATIF  Mengambil destilat sebanyak 2 mL dan mereaksikan dengan
pereaksi Schiff sebanyak 1 mL.
 Memanaskan sampel selama 15 menit dan mendinginkannya
kembali pada suhu ruang selama 30 menit
 PERSIAPAN SAMPEL
Sampel bakso dipotong dan dibersihkan. Setelah itu, sampel bakso bakar
diblender hingga halus kemudian dikeringkan dalam oven 100°C.
 EKTRAKSI FORMALIN MENGGUNAKAN ULTRASONIC
Masing-masing 10 gram sampel yang telah halus diekstraksi dengan 20 mL
alcohol 70% menggunakan ultrasonic selama 30 menit. Hasil ekstraksi
dicentrifuge hingga terpisah filtrat dan endapan. Kemudian menambahkan
KUANTITATIF natrium sulfat anhidrat dan didekantasi. Selanjutnya, pelarut diuapkan
menggunakan rotary vacuum evaporator sampai ± 5 mL.
GC-MS  ANALISIS DAN KONDISI PENGOPERASIAN KROMOTOGRAFI GAS
Memipet hasil ekstraksi sebanyak 0,5 mL ke dalam tabung reaksi dan
menambahkan 0,5 mL internal standar naftalen 50 ppm. Selanjutnya,
mengambil sampel dengan syringe sebanyak 2 µL dan diinjeksi ke dalam
GC. Mengoptimasi GCMS pada suhu 50°C selama 4 menit, kemudian
meningkatkan suhu menjadi 200°C dengan kenaikan suhu 20°C/menit dan
mempertahankannya selama 2 menit. Meningkatkan suhu menjadi 300°C
dengan kenaikan suhu 20°C dan mempertahankannya selama 16 menit.
Suhu injector diatur 250°C dan suhu detector 260°C.
KUANTITATIF SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
 PEMBUATAN LARUTAN STANDAR FORMALIN
SPEKTROFOT  PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM
OMETRI UV-  PEMBUATAN KURVA KALIBRASI
VIS  ANALISA FORMALIN
Volume
Konsentrasi larutan
PEMBUATAN LARUTAN STANDAR formalin (ppm) formalin 20
FORMALIN ppm (mL)
 LARUTAN INDUK FORMALIN
KUANTITATIF 0
0,5
0
2,5
SPEKTROFOT V1 × M1 = V2 × M2 1 5
V1 × 37% = 1000 mL × 0,1%
OMETRI UV- V1 = 2,7 mL 2 10

VIS  LARUTAN STANDAR FORMALIN


3
4
15
20
V1 × M1 = V2 × M2
V1 × 20 ppm = 100 mL × 0,5 ppm 5 25
V1 = 2,5 mL 6 30
7 35
PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM
 Menambahkan 1 mL pereaksi Schiff setiap larutan standar
KUANTITATIF formalin dalam labu ukur 100 mL hingga tanda batas.
SPEKTROFOT  Mengukur absorbasi larutan standar dan blanko pada panjang
OMETRI UV- gelombang 300 nm – 700 nm.
 Membuat kurva standar absorbansi sebagai sumbu x dan panjang
VIS gelombang sebagai sumbu y.
 Menghitung panjang gelombang maksimum.
PENENTUAN KURVA KALIBRASI
 Menambahkan 1 mL pereaksi Schiff setiap larutan
KUANTITATIF standar formalin dalam labu ukur 100 mL hingga tanda
SPEKTROFOT batas.
OMETRI UV-  Mengencerkan 1 mL pereaksi Schiff dengan akuades
dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas.
VIS  Mengukur absorbansi larutan standar dan blanko pada
panjang gelombang yang telah didapatkan.
KONTROL SAMPEL
 Kontrol  Menghaluskan sampel
 Menghaluskan sampel dengan menggunakan mortar.
menggunakan mortar.  Merendam sampel 100 g dengan

KUANTITATIF  Merendam 10 g sampel sebanyak


25 mL aquades dalam gelas
500 mL aquades.
 Mendiamkan sampel formalin ke
SPEKTROFOT kimia. dalam erlenmeyer 30 menit.
 Mengambil filtrat sampel dengan  Mengambil filtrat sampel dengan
OMETRI UV- menyaring vakum. menyaring vakum.

VIS  Mengambil 1 mL filtrat sampel


kontrol dan mereaksikan dengan
 Mengambil 1 mL filtrat sampel
formalin dan mereaksikan
1 mL pereaksi Schiff dan dengan 1 mL pereaksi Schiff dan
diencerkan aquades dalam labu diencerkan aquades dalam labu
ukur 10 mL. ukur 10 mL.
 Mengukur absorbansi sampel  Mengukur absorbansi sampel
kontrol panjang gelombang formalin dengan panjang
maksimum. gelombang maksimum
PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM
 Penentuan panjang gelombang maksimal
Panjang gelombang maksimal dapat ditentukan dengan membuat kurva
antara hasil absorbansi dengan panjang gelombang. Panjang gelombang
maksimal merupakan hasil absorbansi tertinggi dengan satuan nm.
 Kurva standar

ANALISIS Kurva standar dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari hasil absorbansi setiap
konsentrasi larutan standar. Kurva standar sama dengan garis linier, yaitu
DATA y=ax ± b
 Penentuan kadar formalin
Kadar formalin didapat setelah mensubtitusikan nilai absorbansi dari sampel
yang duji ke dalam regresi linier yang telah didapat dan mengalikan faktor
pengenceran (fp).
y = ax ± b
x=
Kadar formalin (ppm) = × fp × 1o6

Anda mungkin juga menyukai