Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN GERONTIK ASKEP LANSIA DENGAN GANGGUAN

PERKEMIHAN INKONTINENSIA URIN

KELOMPOK 4
1. M. Farid Alfarizi (202107056)
2. M. Nurdin F (202107065)
3. Prajna Paramita P (202107073)
4. Eva Fudiariyanti (202107097)
Konsep Dasar Lansia
 Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), lanjut usia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan.
 Faktor – faktor yang mempengaruhi proses menua, Menurut Bandiyah (2009)
dikutip Ratnawati (2018) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut antara
lain sebagai berikut:
1. Hereditas atau Genetik
2. Nutrisi atau Makanan
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress
 Menurut WHO Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang
dikatakan lanjut usia tersebut di bagi kedalam tiga kategori yaitu:
a. Usial lanjut : 60-74 tahun.
b. Usia tua : 75-89 tahun.
c. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.
 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia :
1.) Perubahan fisik
a) Sistem keseluruhan
b) Sistem integument
c) Sistem muscular
d) Sistem kardiovaskuler
e) Sistem perkemihan
f) Sistem pernafasan
g) Sistem gastrointestinal
h) Sistem penglihatan
i) Sistem pendengaran
j) Sistem persyarafan
k) Sistem endokrin
2.) Perubahan Kognitif
Menurut Emmelia Ratnawati (2017) faktor-faktor yang mempemgaruhi perubahan kongnitif antara
lain:
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan

3.) Perubahan Psikosoial


1. Pensiun Perubahan psikososial yang dialami lansia erat kaitannya dengan keterbatasan
produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, seorang lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan
mengalami kehilangan sebagai berikut:
a. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).
b. Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu ketika masih bekerja dulu.
c. Kehilangan kegiatan atau aktivitas.
2. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
3. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih cepat.
4. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depribation).
5. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
6. Timbulnya kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan gambaran diri, perubahan konsep diri).
KONSEP DASAR INKONTINENSIA URIN
 Definisi
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak
dikehendaki dan tidak melihat jumlah maupun frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik,
emosional, sosial dan kebersihan (Kurniasari, 2016).
 Etiologi Inkontinensia Urin
Menurut (SDKI, 2017) penyebab inkontinensia urin ialah sebagai berikut :
1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi kandung kemih
3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4. Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi saluran kemih, anestesi dan obat-obat
an)
5. Kelemahan otot pelvis
6. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis.imobilisasi)
7. Hambatan lingkungan
8. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
9. Oulet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly saluran kemih kongenital)
Gejala dan Tanda
 Subyektif
 Desakan berkemih
 Urin menetes (dribbling)
 Sering buang air kecil
 Nokturia
 Mengompol
 Enuresis
 Obyektif
 Distensi kamdung kemih
 Berkemih tidak tuntas
 Volume residu urin meningkat
Klasifikasi Inkontinensia Urin
1. Inkontinensia urge
2. Inkontinensia stress
3. Inkontinensia overflow
4. Inkontinensia refleks
Penatalaksanaan Inkontinensia Urin

 Pemanfaatan kartu catatan berkemih


 Terapi farmakologi : beberapa contoh obat antikolenergik antara lain
oxybutinin, propanteline, dyclomine, flsavoxate, dan imipramine. Pada
inkontinensia tipe stress diberikan obat alfa adregenic yaitu obat untuk
melemaskan otot.
 Terapi non farmakologi
1. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih)
2. Promited voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi berkemih
3. Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel.
 Terapi pembedahan
 Modalitas lain : Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses
terapi dan pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan
menggunakan beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter,
dan alat bantu toilet seperti urinal dan bedpan.
 Kasus
 Ny.W berusia 63 tahun dengan BB 76kg ketika datang kerumah sakit Dr.
Soetomo dengan keluhan BAK terus menerus dan tidak bisa ditahan hingga
sampai ke toilet. Ny.W mengatakan kencing sebanyak lebih dari 10 kali dalam
sehari,dengan jumlah urine 1000-1500ml. Ny.W juga mengatakan bahwa dirinya
tidak bisa menahan kencingnya untuk sampai ke toilet dan terasa perih pada area
perianalnya. Karena sering mengompol, Ny.W mengaku mengurangi minum dan
sering menahan haus, dan mengalami penurunan BB sebanyak 5kg menjadi 71kg.
Ny.W merasa malu apabila keluar rumah karena mengompol dan bau air
kencingnya yang menyengat sehingga hanya tinggal di dalam rumah. Saat
ditanyakan tentang riwayat kehamilan, anak klien mengatakan bahwa klien
memiliki 2 orang anak, dan tidak pernah mengalami keguguran. Anaknya
mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan. Dulunya klien adalah seorang
penjahit di rumahnya, namun beberapa tahun yang lalu sudah tidak lagi bekerja.
Setelah dilakukan pemeriksaan awal pada Ny.W ditemukan membran mukosa
kering, turgor kulit kering dan keriput serta lecet-lecet pada kulitnya. Hasil dari
TTVnya adalah TD: 160/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 19x/menit, dan Suhu
370C.
 A. Pengkajian
1. Identitas kliek
Nama : Ny. W
Tempat/Tanggal lahir : Solo, 12 Mei 1956
Jenis kelamin : Perempuan
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Klien mengatakan BAK terus-menerus, tidak bisa menahannya sehingga mengompol.
- Riwayat penyakit sekarang
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan frekuensi lebih dari
10 kali dalam sehari. Klien tidak bisa menahan kencingnya untuk pergi ke toilet sampai klien
mengompol. Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa haus.
- Riwayat penyakit keluarga
Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti itu
sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.
- Riwayat psikologi
Klien merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau kencingnya sangat
menyengat.
- Riwayat kehamilan
Klien memiliki 2 orang anak dan tidakpernah mengalami keguguran.
3. Pola fungsi kesehatan
a) Pola manajemen kesehatan/penyakit
1. Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.
2. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Klien mengatakan belum berobat kemanapun saat mengalami penyakit ini.
3. Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit ini.
b) Pola aktivitas dan latihan
Indeks KATZ

Termasuk/katagori mana klien ?

A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK, BAB), menggunakan pakaian,pergi ke toilet,

berpindah dan mandi.

B. Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi diatas.

C. Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain.

D. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang lain.

E. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu fungsi yang lain.

F. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.

G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.


c) Pola istirahat dan tidur
 Sebelum sakit
 Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00 WIB
 Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-05.00 WIB
 Saat sakit
 Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00 WIB
 Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-05.00 WIB
d) Pola nutrisi dan metabolik
 Sebelum sakit
 Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk, habis 1 porsi
 Klien mengatakan minum 7 – 8 gelas sehari
 Saat sakit
 Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk, habis 1 porsi
 Klien mengatakan minum 4 – 5 gelas sehari
e) Pola eliminasi
 Sebelum sakit
 Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan warna kecoklatan.
 Klien mengatakan BAK ± 2 – 6 kali sehari, warnanya kuning bening
 Saat sakit
 Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas dan warna kecoklatan.
f.) Pola toleransi - koping
 Sebelum sakit
 Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari (menjahit).
 Saat sakit
 Klien mengatakan merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau kencingnya sangat
menyengat.
g.) Pola hubungan peran
 Sebelum sakit
 Klien mengatakan bisa berkumpul berbincang dengan keluarga dan tetangganya dan menjahit.
 Saat sakit
 Klien mengatakan merasa malu untuk berkumpul berbincang dengan tetanggannya dan sudah tidak bisa
menjahit lagi.
h.) Pola nilai dan keyakinan
 Sebelum sakit
 Klien mengatakan bahwa ia beribadah 5 waktu sehari.
 Saat sakit
 Klien mengatakan dapat beribadah 5 waktu sehari dan berdoa meminta kesembuhan oleh ALLAH untuk
sabar dan pasrah akan kesembuhannya.
4. Pengkajian fisik

b.) Kepala dan leher


1. Rambut
Inspeksi
Rambut klien tampak bersih, berwarna hitam dan putih dan potongan rambut pendek.
Palpasi
Rambut klien tampak bersih, lembut dan tidak ada nyeri tekan.
2. Mata
Inspeksi
Bentuk mata simetris antara kanan dan kiri dan konjungtiva pucat pandangan kabur dan berkunang-kunang.
Palpasi
3. Telinga
 Inspeksi
 Bentuk dan posisi telinga simetris, tidak ada cairan yang keluar seperti nanah atau darah.
 Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada telinga.
4. Hidung
 Inspeksi
 Bentuk dan posisi hidung simetris, tidak ada pendarahan dan tanda – tanda infeksi.
 Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada hidung.
5. Mulut
 Inspeksi
 Bentuk mulut simetris, lidahnya berwarna putih dan mukosa bibir kering.
 Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada bagian bibir.
6. Leher
 Inspeksi
 Pada leher terlihat normal dengan gerakan ke kanan dan ke kiri.
 Palpasi
7. Dada
9. Abdomen
 Inspeksi
 Inspeksi
 Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri.
 Tampak simetris, tidak nampak lesi,
 Palpasi
bersih.
 Tidak ada benjolan dan nyeri tekan.  Palpasi
 Perkusi
 Tidak ada nyeri tekan pada abdomen,
 Tidak ada masalah. tidak ada pembesaran hepar.
 Auskultrasi  Perkusi
 Bunyi jantung normal.  Tidak flatulen.
8. Jantung  Auskultrasi
 Inspeksi  Terdengar suara bising usus.
 Jantung tidak nampak dari luar. 10. Inguinal dan genetalia
 Palpasi  Inspeksi
 Terjadi palpitasi jantung.  Tidak tampak adanya pembengkakan.
 Perkusi  Palpasi
 Tidak dilakukan pemeriksaan.  Tidak ada nyeri tekan.
 Aukultrasi
c. Diagnosa Kep

 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan


mekanisme regulasi.
 Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan
gangguan fungsi kognitif.
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras
oleh urine.
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi dan Evaluasi
Terapi modalitas
 Peran fisioterapi pada kondisi inkontinensia urin adalah senam kegel, yaitu senam yang berupa latihan
untuk menguatkan otot panggul atau senam yang bertujuan untuk memperkuat otot – otot dasar
panggul terutama otot pubococcygeal sehingga seorang wanita dapat memperkuat otot – otot saluran
kemih. Senam kegel juga dapat menyembuhkan ketidakmampuan menahan BAK (inkontinensia urin).
 Berdasarkan jurnal (Ayu Ismaningsih 2020) yang diambil kelompok metode dan implementasi dalam
melakukan latihan otot dasar panggul ini dapat dilakukan sebagai berikut:
 Teknik Pelaksanaan
 Teknik senam kegel yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah dengan seolah-olah menahan
buang air kecil (BAK) atau kontraksikan otot seperti menahan BAK pertahankan selama 6 detik,
kemudian relaksasikan. Ulangi latihan sebanyak lima kali berturut-turut. Secara bertahap tingkatkan
lamanya menahan BAK 15-20 detik, lakukan secara serial setidaknya 6-12 kali tiap latihan.
 Mekanisme Peningkatan Kekuatan Otot Dasar Panggul pada senam Kegel
 Senam kegel adalah latihan yang bertujuan untuk memperkuat sfingter kandung kemih dan
otot dasar panggul, yaitu otot-otot yang berperan mengatur miksi dan gerakan yang
mengencangkan, melemaskan kelompok otot panggul dan daerah genital, terutama otot
pubococcygeal, sehingga seorang wanita dapat memperkuat otot-otot saluran kemih
 Pemeriksaan dan Pengukuran
 Penurunan kekuatan otot dasar panggul yang dapat menyebabkan inkontinensia urin pada
lansia dapat di lakukan dengan bermacam-macam alat ukur salah satunya skala RUIS
(Revised Urinary Incontinence Scale) adalah skala lima item yang singkat dan akurat yang
dapat digunakan untuk menilai inkontinensia urin dan memantau hasil pasien setelah terapi.
Total skor RUIS kemudian dihitung dengan menjumlahkan nilai seseorang untuk setiap
pertanyaan dengan total skor 0-16, dari jumlah yang di dapat maka akan tahu seberapa
tingkat keparahan inkontinensia urin, semakin parah inkontinensia maka otot dasar panggul
semakin lemah dan semakin ringan inkontinensia maka semakin kuat pula otot dasar
panggul.
Keterangan :

0-3 = tidak ada inkontinensia urin (normal)

4-8 = inkontinensia urin ringan

9-12 = inkontinensia urin sedang

13-16 = inkontinensia urin berat.


 Berdasarkan hasil analisis jurnal (Ayu Ismaningsih 2020)
sebelum dan setelah diberikan intervensi pada sampel
didapatkan perubahan peningkatan kekuatan otot dasar
panggul dengan digambarkannya pada skala ruis. Nilai
skala ruis pada sampel I didapatkan nilai 15 dengan
kategori inkontinensia berat menjadi nilai 10 dengan
kategori inkontinensia sedang. Pada sampel II, evaluasi di
awal didapatkan nilai 13 dengan kategori inkontinensia
berat, pada akhir evaluasi didapatkan 10 dengan kategori
inkontinensia sedang. Sampel III pada evaluasi awal
didapatkan 15, kategori inkontinensia berat dan diakhir
evaluasi menjadi 9, kategori inkontinensia sedang. hal ini
dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan
otot dasar panggul dilihat dari penurunan derajat
inkontinensia.
Daftar Pustaka

Hapipah, D. (2022). EDUKASI MANAJEMEN INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA. JURNAL

KREATIVITAS PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PKM), P-ISSN: 2615-0921 E-ISSN: 2622-

6030 VOLUME 5 NOMOR 4, HAL 1190-1196.

Neva Wilis, N. H. (2018). TUGAS KELUARGA DALAM MENGHADAPI INKONTINENSIA URINE.

Jurnal Keperawatan Malang (JKM), Volume 3, Nomor 1,, 7-15.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Tahlil, E. M. (2016). INKONTINENSIA URINE DAN KUALITAS HIDUP LANSIA. JIM Fkep

Ayu Ismaningsih, Permata. 2020. “PENGARUH PEMBERIAN SENAM KEGEL UNTUK

MENURUNKAN DERAJAT INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA.” Jurnal Ilmiah Fisioterapi

03(01): 12–17.

Anda mungkin juga menyukai