Anda di halaman 1dari 35

Benjolan di Gusi Pak Imam

Benita Kurniawan Dina Ariani Hanifa I Putu Arya Ramadhan Nidya Paramita Noke Devina Niki Putri Irianti Riris Riany Rizki Amalia Ryandika Aldilla Nugraha

1006667062 1006658631 1006667264 1006658676 1006757045 1006769796 1006667440 1006667541 1006658745 1006658751

Makalah Pemicu 7 Mata Kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 2 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Laporan kasus disusun berdasarkan kasus Pak Imam, pria 56 tahun, berobat ke RSGMP FKG UI karena ada benjolan di gusi depan kiri sejak 2 tahun yang lalu tetapi tidak sakit. Awalnya kecil dan warna sama seperti jaringan sekitar tetapi 3 bulan yang lalu ke dokter gigi dan benjolan diikat dengan benang, sejak itu benjolan semakin besar dan warnanya semakin merah. Os menderita hipertensi dan diabetes mellitus ringan (DM). obat yang rutin dikonsumsi adalah obat hipertensi, sedangkan untuk DM-nya os tidak minum obat hanya rutin olahraga dan menjaga pola makan. Pemeriksaan klinis ditemukan pembesaran gingiva setempat di bukal gigi 21 dengan ukuran 7mm x 5mm x 3mm; warna merah, konsistensi lunak, permukaan halus, mudah berdarah, bertangkai ada benang pengikat di dasar pembesaran gingiva; poket tidak ditemukan. Yanti, 12 tahun, anak Pak Imam, dengan tubuh yang termasuk kecilm tinggi badan 134 cm dan berat 36 kg. Akhir-akhir ini Yanti merasa cepat lelah, wajah pucat, bernafas cepat, timbul perdarahan di jaringan kulit, sering demam, hidung meler dan batuk, nyeri tulang dan persendian, nyeri perut, pembengkakan kelenjar lympa, serta kesulitan bernafas (dyspnea). Yanti juga merasakan hampir seluruh gusinya sering berdarah tiba-tiba, tetapi ia tidak merasakan sakit. Ekstra oral tidak dijumpai kelainan, intra oral pembengkaka di seluruh gingiva, kemerahan, mengkilat, dan stipling hilang, perdarahan spontan. Interpretasi radiografis tidak dijumpai kerusakan tulang alveolar.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah etiologi yang menyebabkan pembesaran gingiva setempat pada gingiva Pak Imam? 2. Apakah diagnosis dari pembesaran gingiva setempat yang dialamai oleh Pak Imam? 3. Bagaimana rencana perawatan, prognosis serta penatalaksanaan dari pembesaran gingiva setempat yang dialami oleh Pak Imam? 4. Apakah etiologi yang menyebabkan Yanti merasa cepat lelah, nyeri tulang dan persendian, nyeri perut, pembengkakan kelenjar lympa, serta kesulitan bernafas (dyspnea)? 5. Apakah etiologi yang menyebabkan gusi Yanti sering berdarah tiba-tiba dan membengkak? 6. Bagaimana rencana perawatan, prognosis serta penatalaksanaan dari pembesaran gingiva yang dialami oleh Yanti?

C. SPIDER WEB

Gingival Enlargement

Klasifikasi

Etiologi

kelainan darah hipertensi diabetes melitus

imunopatogenesis histologis penampakan klinis

Diagnosis

rencana perawatan prognosis penatalaksanaan

D. HIPOTESIS 1. Pak Imam mengalami localized gingival enlargement yang disebabkan oleh trauma dan diperparah oleh konsumsi obat hipertensi. 2. Yanti mengalami generalized gingival enlargement yang disebabkan oleh kelainan darah.

BAB II PEMBAHASAN
A. Non-Plaque-Induced Gingival Lesions 1. Penyakit gingiva karena bakteri - Dapat diderita oleh pasien dengan kondisi imun baik maupun buruk - Dipengaruhi faktor predisposisi Penyakit Menular Seksual a. Neisseria gonorrhea-associated lesions : Lesi berasosiasi penyakit gonorrhea b. Treponema pallidum-associated lesions : Lesi berasosiasi penyakit sifilis c. streptococcal species-associated lesions - Penyakit disebut streptococcal gingivitis/gingivostomatitis. Jarang terjadi, bisa dengan kondisi akut disertai demam, malase dan nyeri dengan inflamasi akut, gingiva bengkak, menyebar dan erithema dengan tingginya pendarahan dan abses gingiva

2. Penyakit gingiva karena virus - Faktor predisposisi berupa penurunan imunitas host a. infeksi herpesvirus 1) primary herpetic gingivostomatitis - Herpes simplex virus (HSV) punya 2 tipe, tipe I menginfeksi oral dan tipe II menginfeksi genital - Umum diderita oleh anak-anak usia 7 bulan 4 tahun, ditularkan melalui orang tua - Infeksi primer biasanya asimptomatik, namun dapat bermanifestasi menjadi severe dimana gingiva terasa sakit, radang dan ulser. - Masa inkubasi 1 minggu dan masa penyembuhan 10-14 hari 2) recurrent oral herpes HSV dapat memasuki ujuang saraf sensoris dan ditransportasikan dengan retrogade axonal transport menuju neural cell body yang menyebabkan infeksi laten yang akan muncul menjadi recurrent oral herpes. Menyebabkan infeksi kulit muka dan bibir 3) varicella-zoster infection - bermanifestasi bersamaan dengan penyakit herpes zoster - Lesi vesikel dengan meninggalkan lesi ditutupi fibrin dan lesi unilateral yang sakit

3. Penyakit gingiva karena jamur a. infeksi Candida-species - Infeksi mitotik paling umum dengan faktor predisposisi : immunodefisiensi, kekurangan laju aliran saliva, merokok, perawatan dengan kortikosteroid dan penggunaan antibiotik - tampilan klinis : kemerahan gingiva dengan permukaan granular - terapi : agent antifungal b. linear gingival erythema - menunjukkan adanya perbedaan garis kemerhana pada marginal gingiva, baik menyebar maupun berselang seling pada attached gingiva. - ciri : inflamasi akut yang tidak bisa ditangani dengan scaling maupun root planning c. histoplasmosis - penyebab : histoplasma copsulatum, jamur di feces kucing dan burung - penyebaran : dihirup sporanya melalui udara dan bermanifestasi di paru-paru - asimptomatik - memiliki 3 tipe : - Primary acute pulmonary : asimptomatik, kadang gejala mirip flu - Chronic pulmonary : asosiasi dengan penyakit paru - Severe disseminated form : jarang dan terdapat pasien dengan imnuitas buruk atau pasien geriatri - klinis : rata, mirip plak, ulser berdiameter 2,5 cm, erithema

4. Lesi gingiva karena kelainan genetik a. hereditary gingival fibromatosis - biasanya merupakan termasuk kelainan yang menjadi ciri suatu sindrom - pembengkakan gingiva dengan warna normal dan konsistensi keras dengan banyak stiple - Lokasi : bukal dan lingual - diturunkan melalui gen dominan autosom atau resesif autosom - dimulai pada saat erupsi gigi permanen - terapi dengan bedah gingivektomi konvensional

5. Manifestasi gingiva karena kondisi sistemik

a. mucocutaneous disorders : dijelaskan lebih lanjut pada desquamativ gingivitis 1) 2) 3) 4) 5) 6) lichen planus pemphigoid pemphigus vulgaris erythema multiforme lupus erythematosus drug-induced

b. reaksi alergi 1) material restorasi gigi : biasanya memicu reaksi imun tipe IV oleh sel T i. mercury ii. nickel iii. acrylic iv. lain-lain 2) bereaksi terhadap i. pasta gigi ii. mouthrinses/mouthwashes iii. zat aditif permen karet iv. makanan : biasnaya memicu reaksi imun tipe I (oleh IgE) dan tipe IV, contoh makanan kiwi dan kacang

6. Lesi traumatik (factitious, iatrogenic, accidental) a. trauma kimia, cth : penggunaan obat kumur seperti CHX b. trauma fisik, cth : kesalahan penggunaan sikat gigi dan dental floss c. trauma suhu/termal, cth : makanan panas

7. Reaksi tubuh terhadap benda asing - kondisi inflamasi lokal yang disebabkan oleh terpaparnya benda asing ke jar. Gingiva - cth : amalgam tattoo

8. Penyakit lain yang tidak terkategori (NOS)

B. Desquamative Gingivitis

1. GINGIVITIS DESQUAMATIVE KRONIK Gingivitis desquamative bukan merupakan suatu kelainan khusus melainkan merupakan suatu kondisi khas dengan cirri-ciri erithema, deskuamasi, dan ulserasi pada free dan attached gingiva (suatu respon gingival yang berkaitan dengan berbagai macam kondisi) Biasanya asimptomatik, jika simptomatik gejalanya : dari sensasi terbakar yang ringan sampai rasa yang sangat sakit

DIAGNOSIS GINGIVITIS DESQUAMATIVE : PENDEKATAN SISTEMIK Riwayat klinis Biopsy Untuk evaluasi mikroskopik dan imunologik Lichen planus dan subacute lupus erythematosus merupakan lesi jaringan yang berkorespondensi dengan tanda imunologik Immunofluorescence Indirect immunofluorescence : tes positif jika sinyal fluorescent diobservasi di epitelium, membran dasar, atau di jaringan ikat Management Berdasarkan pada 3 faktor : (1) pengalaman dokter komplikasi sistemik dari medikasi (2) dampak sistemik dari penyakit (3) Kapan lesi mulai muncul? Apakah keadaannya menjadi lebih parah? Apakah ada kebiasaan yang dapat memperparah kondisi? Informasi mengenai perawatan yang telah diterima sebelumnya yang dapat menurunkan kondisi

Eksaminasi klinis Pola distribusi lesi (focal, multifocal, dengan atau tanpa keterlibatan dengan gingival Untuk differential diagnosis Adanya kelainan vesiculobullous

Dokter gigi memiliki tanggung jawab langsung terhadap perawatan pasien. Pemberian steroid pada pasien dengan erosive lichen planus Dokter gigi juga bekerja sama dengan penyedia kesehatan lainnya untuk mengevaluasi dan atau merawat pasien Pasien segera dirujuk ke dermatologist untuk evaluasi dan perawatan lebih lanjut. Pemphigus vulgaris apabila didiagnosis oleh dokter gigi, harus segera dirujuk ke dermatologist Ketika dilakukan perawatan oral, dibutuhkan evaluasi periodic untuk memonitori respon pasien terhadap terapi. Setidaknya 2-4 minggu setelah perawatan untuk memastikan kondisi dibawah kontrol

PENYAKIT YANG SECARA KLINIS TERLIHAT SEBAGAI GINGIVITIS DESQUAMATIVE 1. LICHEN PLANUS Adalah kelainan inflamasi mucocutaneous yang meliputi permukaan mukosa (rongga mulut, genital, mukosa lain) dan kulit Pasien 1/3 nya didiagnosis oleh dokter gigi menderita lichen planus, 2/3 nya didiagnosis oleh dermatologist Lesi oral Ada 2 subtipe : a. lesi reticular : asimpomatik dan bilateral, terdiri dari garis putih pada mukosa bukal regio posterior. Border lateral dari dorsum lidah, palatum durum, ridge alveolar, dan gingival. Lesi reticular memiliki penampilan yang erythematous b. erosive lichen planus : sakit, secara klinis bemanifestasi sebagai area yang atrofi, erythematous, dan ulserasi. Garis putih sebagai border dari zona yang atrofi dan ulser. Area tersebut sensitive terhadap panas, asam, dan makanan pedas

lesi gingival 10 % pasien lichen planus terbatas hanya pada jaringan gingiva saja. Ada 4 tipe : a. keratotic lesions : lesi putih yang menonjol, timbul sbg grup papula, linear atau retikular, atau seperti formasi plak b. erosive or ulcerative lesions : area erythematous ekstensif dan lesi ini dieksaserbasi oleh trauma ringan c. vesicular or cullous lesions : lesi yang menonjol yang berisi cairan yang dengan cepat pecah dan meninggalkan ulserasi d. atrophic lesions : atrofi jaringan gingival dengan hasil penipisan jaringan epitelium dan terlihat sebagai erythema pada gingival histopathology 3 karakteristik oral lichen planus : (1) hiperkeratosis atau parakeratosis dan hypergranulosis ringan. (2) degenerasi hidrofik lapisan basal dan penebalan basement membrane. (3) infiltasi limfosit T yang padat di lamina propria lichen planus dibagi dalam 3 tahap : (1) degenerasi sitoplasma sel epitel. (2) kehilangan serat kolagen pada lamina propria superficial. (3) degenerasi dan nekrosis lapisan basal dan parabasal di epitelium

immunopathology dengan direct immunofluorescence : deposit fibrillar linear di basement membrane bersama dengan immunoglobulin di atas area lamina propria dengan indirect immnufluorescence : tes negatif

differential diagnosis border putih yang melingkari area erythematous merupakan diagnosa klinis lichen planus. Jika tidak ada border putih yang melingkari maka diagnosanya cicatrial pemphigoid dan pemphigus vulgaris

perawatan lesi keratotic asimptomatik dan tidak membutuhkan perawatan, follow up pasien setiap 612 bulan lesi erosive, bullous, atau ulcerative dirawat dengan steroid topical berpotensi tinggi seperti salep 0,05% fluocinonide 3 kali sehari dapat digunakan sendok cetak gingival untuk menempatkan 0,05% clobetasol proprionate dengan 100.000 IU/ml nystatin, dengan aplikasi selama 5 menit setiap harinya pada kasus yang parah, dilakukan injeksi intralesional triamcinolone acetonide (10-20 mg) atau obat 40 mg/hari prednisone selama 5 hari, diikuti dengan 10-20 mg/hari selama 2 minggu tambahan candidiasis jarang berkaitan dengan oral lichen planus simptomatik, sehingga perawatannya juga meliputi pemberian agen topical antifungal

2. pemphigoid penyakit bullous sub-epitel, immune- mediated pada cutaneous (kulit) dengan ciri-ciri terpisahnya zona basement membrane BULLOUS PEMPHIGOID penyakit bullous sub-epidermal kronik, auto-immune dengan bullae (lebih besar dari vesikel) yang tegang dan menjadi lembek di kulit penyakit non-scarring dan banyak terjadi di kulit manifestasi oral meliputi 1/3 pasien tidak terjadi acantholysis tetapi berkembangnya vesikel sub-epitel dibanding intra-epitel epitelium terpisah dari jaringan ikatnya pada zona basement membrane

immunofluorescence karakteristiknya : deposit IgG dan komplemen 3 (C3) disepanjang epitel basement membrane dan antobodi IgG yang bersirkulasi di epithelial basement membrane.

indirect fluorescence : positif pada 40% - 70% pasien yang terinfeksi lesi oral terjadi secara sekunder dalam 40% kasus terlihat sebagai gingivitis desquamative atau erosive dan lesi vesicular atau bullous perawatan faktor etiologi tidak diketahui, perawatannya dengan mengontrol tanda dan gejalanya saja perawatan primer : dosis sedang dari prednisone sistemik untuk lesi lokal bullous pemphigoid, diberikan steroid topical berpotensi tinggi atau tetracycline dengan atau tanpa nicotinamide

MUCOUS MEMBRANE PEMPHIGOID (CICATRICIAL PEMPHIGOID) kelainan auto-immune kronik vsico-bullous, dengan penyebab yang tidak diketahui lesi scarring dan kebanyakan terjadi di membran mukosa kebanyakan terjadi pada wanita berumur 50an, tetapi juga ditemukan pada anak yang masih muda kompleks antigen-antibodi terjadi di zona basement membrane, diikuti oleh aktivasi komplemen dan kemotaksis leukosit enzim proteolitik dilepaskan dan melarutkan zona basement membrane ada 5 subtipe cicatricial pemphigoid : (a) oral pemphigoid pemphigoid (c) anti-BP antigen mucosal pemphigoid (b) antiepiligrin (d) ocular pemphigoid (e)

multiple-antigens pemphigoi lesi ocular mata terpengaruh pada 25% pasien terjadi adhesi antara kelopak mata dengan bola mata (symblepharon), adhesi kedua sudut kelopak mata (ankyloblepharon) yang dapat mengarah kepada penyempitan jaringan palpebral lesi vesicular kecil dapat berkembang ke konjungtiva dan menyebabkan scarring, kerusakan kornea, dan kebutaan

lesi oral adanya gingivitis desquamative dengan area erythema, deskuamasi, ulserasi dari attached gingival bulla memiliki atap yang tebal dan akan pecah dalam waktu 2-3 hari, meinggalkan area ulserasi yang irregular penyembuhan lesi membutuhkan waktu 3 minggu atau lebih histopathology vesikulasi sub-epitel, dengan epitelium terpisah dengan lamina propria dibawahnya, meninggalkan lapisan basal yang utuh terpisahnya epitel dengan jaringan ikat terjadi pada zona basement membrane jaringan ikat mengandung infiltasi inflammatory seperti limfosit, sel plasma, neutrofil, dan eosinofil immunofluorescence IgG dan C3 yang terdapat pada basement membrane Indirect :<25 % yang (+) Differential diagnosis Dilakukan biopsy untuk melihat apakah ada perubahan acantholytic Tanda-tanda pada lesi vesicular dan ulseratif mirip dengan mucous membrane pepmhigus. Gingivitis desquamative juga terlihat sebagai manifestasi pada pemphigus Pada erythema multiforme : lesi vesicobullous dengan onset yang mengarah ke akut, keterlibatan labial parah, dan gingival biasanya tidak terpengaruh,dengan gingivitis desquamative yang tidak biasa (degenerasi stratum spinosum) Cicatricial pemphigoid : immunodeposit terjadi di epidermal sedangkan pada bullosa acquisita : di dermal Perawatan

Pemberian steroid topical :Flucinonide 0,05% dan clobetasol proprionate 0,05% dapat digunakan 3 kali sehari selama 6 bulan Jika penyakitnya tidak parah dan gejalanya ringan, diberikan kortikosteroid sistemik Jika mata juga terpengaruh, indikasi untuk kortikosteroid sistemik Jika lesi tidak merespon terhadap steroid, dapat diberikan dapsone sistemik, tetapi efek sampingnya dapat berupa hemolysis dan methemoglobulinemia Grafting jaringan ikat untuk menurunkan sensitivitas permukaan akar dan meningkatkan estetis dalam menangani resesi gingival pada pasien pemphigoid

3. PEMPHIGUS VULGARIS Grup dari kelainan auto-immune bullous yang menghasilkan membrane yang melepuh pada cutaneous dan mucus Merupakan kondisi yang lethal dan kronik, kebanyakan terjadi pada wanita usia 40an Epidermis dan membran mukosa melepuh terjadi ketika struktur adhesi sel ke sel rusak oleh aksi sirkulasi dan perlekatan auto-antibodi terhadap antigen pemphigus vulgaris Idiopathic, tetapi mediasi seperti penicilamine dan captoril dapat menyebabkan druginduced pemphigus 60% pasien pemphigus vulgaris, lesi oral merupakan tanda pertama yang dapat ditemukan

lesi oral bervariasi mulai dari vesikel kecil sampai ke bulla yang besar ketika bulla pecah, maka terbentuk area ekstensif besar yang ulseratif

yang paling sering terkena adalah palatum mole diikuti oleh mukosa buka, aspek ventral atau dorsum lidah, dan mukosa labial bawah. Jarang terdapat di gingival

histopathology karakteristiknya terdapat pemisahan intraepithelial, yang terjadi diatas lapisal sel basal vesikulasi intraepitel dengan bulla yang terlihat jelas dan mengandung air seluruh lapisan superficial epitelium telah hilang, hanya meninggalkan lapisan basal acantholysis, pemisahan lapisan epitel dari lower stratum spinosum, karakteristiknya sel bulat dibandingkan dengan sel polyhedral jaringan ikat diinfiltrasi oleh sel inflamastori kronis ringan sampai sedang jika vesikel atau bulla pecah, maka lesi ulserasi diinfiltrasi oleh PMN dan permukaannya menunjukkan supurasi

Sitologi sel acantholytik bulat yang banyak dengan border yang diperketat dan besar, nucleus hyperchromatic Electron Microscopy rusaknya zat semen interseluler epitel pada tahan pertama perkembangan acantholysis

Immunofluorescence tes positif jika diobservasi di ruang interseluler epitelium pipih berlapis mukosa

Differential diagnosis pemphigus vulgaris menunjukkan celah intraepithelial pada lapisan sel basal-spinous dengan acantholysis, dimana erythema multiforme menunjukkan mikrovesikulasi pada lapisan epitel superficial dan nekrotik keratinosit bullous pemphigoid dan mucouc membrane pemphigoid menunjukkan hilangnya perlekatan antara epitel dengan jaringan ikat dibawahnya, dibandingkan dengan lesi acantholytic pada pemphigus

pemphigus memiliki deposit immunoglobulin interseluler di epitelium

Perawatan kortikosteroid sistemik dengan atau tanpa tambahan agen immunosupresif tahap awal, dosis tinggi steroid untuk mengontrol penyakit, jika pasien merespon baik terhadap kortikosteroid maka dosis diturunkan jika pasien tidak merespon terhadap kortikosteroid, maka terapi yang digunakan : kombinasi steroid dan medikasi lainnya seperti : azathioprine, cyclophosphamide, cyclosporine, dapsone, gold, dan methotrexate, photoplasmapheresis, plasmapheresis untuk mengurangi risiko kematian dari penggunaan jangka panjang steroid, maka dapat digunakan kombinasi dengan topical steroid. Karena topical steroid dapat menyebabkan candidiasis, maka juga digunakan bersamaan dengan medikasi topical antifungal meminimalisasi iritasi oral dan oral hygiene yang optimal untuk mencegah flare up, pada fase maintenance, pasien harus menerima prednisone sebelum oral profilaksis dan bedah periodontal

4. CHRONIC ULCERATIVE STOMATITIS Ulserasi dan erosive oral kronik, kebanyakan terjadi pada wanita usia 40an

Lesi oral (Lecet/lepuhan kecil yang soliter, sakit) dan (erosi yang sekelilingnya erythema) pada gingival dan lateral border lidah, juga palatum durum Histopathology Hiperkeratosis, acanthosis, dan likuefaksi lapisan sel basal dengan area sub-epitel bercelah Immunofluorescence deposit nuclear IgG pada lapisan sel basal pada epitelium normal ada deposit fibrin pada pertemuan jaringan epitel-jaringan ikat

diagnosis mirip dengan erosive lichen planus diperlukan direct dan indirect immunofluorescence untuk differential diagnosis

perawatan untuk kasus ringan, digunakan topical steroid (fluocinonide, clobetasol proprionate) dan topical tetracycline. Dapat terjadi rekurensi untuk kasus parah, diberikan dosis sistemik kortikosteroid, pengurangan dosis kortikosteroid dapat menghasilkan kembalinya / rekurensi lesi hydroxychloroquinone sulfate 200-400 mg/ hari merupakan terapi yang paling tepat untuk penghilangan total jangka panjang

5. LINEAR IgA DISEASE (LINEAR IgA DERMATOSIS) Kelainan mucocutaneous yang tidak biasa, kebanyakan terjadi pada wanita Drug-induced LAD dipicu oleh angiotensinconverting enzyme (ACE) inhibitor Mempengaruhi kulit dari ekstremitas atas dan bawah, bahu, wajah, dan perineum LAD mirip seperti lichen planus baik secara klinis maupun histologis

Lesi oral Manifestasi berupa vesikel, ulserasi yang sakit, erythema yang intens atau erosi, dan gingivitis/cheilitis erosive yang paling sering terpengaruh adalah palatum durum dan mole diikuti oleh tonsilar pillar, mukosa bukal, lidah, dan gingival histopathology mirip dengan erosive lichen planus immunofluorescence LAD diobservasi di pertemuan jaringan epitel dan jaringan ikat Berbeda dengan pola granular yang ada di dermatitis herpetiformis

Differential diagnosis

Erosive lichen planus, chronic ulcereative stomatitis, pemphigus vulgaris, bullous pemphigoid, dan lupus erythematous. Perlu dilakukan eksaminasi mikroskopik dan immunofluorescence

Perawatan Perawatan primer : kombinasi sulfonades dan dapsone Sejumlah kecil prednisone 10-30mg/hari dapat ditambahkan jika respon awal tidak adekuat Alternatif : tetracycline 2g/hari dengan nicotinamide 1,5mg/hari

6. DERMATITIS HERPETIFORMIS Kondisi kronik yang berkembang pada dewasa muda, kebanyakan terjadi pada laki-laki 25% pasien dengan penyakit celiac memiliki dermatitis herpetiformis pada kasus yang parah, pasien komplain : disfagia, lemah, diare, kehilangan berat badan klinis : papula atau vesikel bilateral dan simetris terbatas pada area ekstrimitas, sacrum (paling sering), wajah, rongga mulut juga terpengaruh ulserasi sakit karena pecahnya vesikel atau bulla, disertai rasa gatal

histopathology lesi inisial : neutrofil dan eosinofil disepanjang deposit fibrin pada dermal

immunofluorescence direct : IgA dan C3 pada apica papillary dermal tidak ada auto-antibodi yang bersirkulasi pada basement membrane epitel

perawatan gluten-free diet untuk perawatan celiac dan dermatitis herpetiformis oral dapsone digunakan pada dermatitis herpetiformis yang baru terdeteksi untuk menurunkan gejala

7. LUPUS ERYTHEMATOSUS Penyakit auto-immune dengan 3 presentasi klinis yang berbeda : sistemik, chronic cutaneous, subacute cutaneous

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

Penyakit parah yang terjadi kebanyakan pada wanita yang mempengaruhi organ vital seperti jantung dan ginjal, juga kulit dan mukosa

Demam, kehilangan berat bada, dan arthritis (inflamasi pada sendi) merupakan gejala yang paling umum Lesi cutaneous klasik karakteristiknya : ada ruam pada area malar dengan distribusi butterfly Lesi oral pada SLE biasanya ulseratif atau sama dengan lichen planus Pada kasus ektsrem, lupus erythematous dapat terjadi pada oral mucous membrane tanpa lesi kulit

CHRONIC CUTANEOUS LUPUS ERYTHEMATOSUS Tidak memiliki tanda dan gejala sistemik, dengan lesi terbatas pada permukaan kulit dan mukosa Lesi kulit (discoid lupus erythematosus = DLE) DLE mendeskripsikan lesi scarring kronik, atrofi yang dapat berkembang menjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi di area penyembuhan Subacute lesion tidak menghasilkan scarring atau atrofi Lesinya lokal dan terdapat pada border , pembuluh darah berdilatasi, papula keputihputihan Pada tahap awal : ditengah lesi berbentuk cekung dan erosi dilapisi oleh permukaan epitelium yang merah kebiru-biruan menunjukkan scarring. Pada lesi yang sudah lbh lama : border erythematous menjadi kurang terlihat dan berubah menjadi zona penebalan epitelium perifer keputihan atau putih kebiruan Pada lidah : area halus, merah, papilla hilang Pada bibir : Bibir bengkak, berwarna merah kebiruan, dan sering pecah-pecah, bibir menjadi lembut dan sensitive. Penyakitnya lokal Scar yang cekung dapat diikuti oleh penyembuhan lesi yang lebih dalam Lesi menjadi membesar oleh ekstensi perifer mengakibatkan erosi dan ulserasi superficial diikuti oleh perubahan atrofi

Sensasi terbakar juga dirasakan pada erosi dan ulserasi yang lebih dalam

Histopathology Terdiri dari hiperkeratosis atau parakeratosis, acanthosis dan atrofi, dan degenerasi hidrofic pada lapisan basal epitelium Lamina propria diinfiltrasi oleh sel inflamasi kronis sama dengan lichen planus (limfosit T)

SUBACUTE CUTANEOUS LUPUS ERYTHEMATOSUS Karakteristiknya : lesi cutaneous yang memiliki kemiripian dengan DLE tetapi kurang perkembangan scarring dan atrofi Pada 50% pasien timbul gejala arthritis/arthralgia, demam, malaise, dan myalgia (muscle pain) Deposit immunoglobulin dan C3 pada junction dermal dan epidermal dan deposit granular IgG di sitoplasma

Perawatan ruam cutaneous dirawat dengan topical steroid, sunscreens, dan hydroxychloroquinone untuk arthritis dan pleuritis ringan, digunakan NSAID atau hydroxychloroquinone untuk keterlibatan organ sistemik yang parah, digunakan dosis sedang-tinggi prednisone untuk kasus parah pada SLE atau ketika muncul efek samping dari prednisone, digunakan obat immunosupresif seperti plasmapheresis dengan atau tanpa steroid untuk CCLE, digunakan topical steroid. Untuk pasien yang resisten terhadap terapi topical, digunakan obat sistemik antimalarial

8. ERYTHEMA MULTIFORME Penyakit inflamasi mucocutaneous macular (spot merah kecil dan datar) dan bullous akut dimana terjadi mekanisme immunopatologic

Lesi ulseratif pada kulit dan mukosa dikarenakan kompleks vasculitis immune diikuti oleh fiksasi komplemen yang mengarah pada destruksi leukocytoclastic dinding vascular dan oklusi pembuluh kecil, yang akhirnya terjadi ischemic necrosis epitelium dan jaringan ikat

Kondisi ringan (erythema multiforme minor) yang berlangsung selama 4 minggu Kondisi parah (erythema multiforme major / stevens-johnson syndrome) berlangsung sebulan atau lebih meliputi kulit, konjungtiva, mukosa oral, dan genitalia 3 faktor etiologi utama : (1) infeksi herpes simpleks (2) infeksi mycoplasma (3) reaksi obat : penicillins, sulfonamide, phenylbutazone, phenytoin 70% pasien dengan keterlibatan kulit, sangat jarang erythema multiforme berpengaruh di mulut

lesi oral ulser multiple, besar, dan dangkal dengan border erythematous. Dan dapat berpengaruh pada seluruh rongga mulut lesi sangat sakit ketika mengunyah dan menelan mukosa bukal dan lidah merupakan area yang paling sering terpengaruh diikuti oleh mukosa labial, area yang kurang terpengaruh adalah dasar mulut, palatum durum dan mole, dan gingival yang menghasilkan gambaran klinis gingivitis desquamative histopathology degenerasi likuefaksi upper epitelium dan perkembangan mikrovesikel epitel, tanpa acantholysis seperti pada pemphigus acanthosis, pseudoepitheliomatous hyperplasia, dan nekrotik keratinosit terdapat di epitelium perubahan degeneratif di basement membran, edema lamina propria, dilatasi vascular lapisan lebih dalam dari jaringan ikat diinfiltrasi oleh sel inflamasi akut, juga terdapat neutrofil dan eosinofil perawatan tidak ada perawatan spesifik, terkadang dapat sembuh secara spontan

pasien memiliki tanda dan gejala lesi ulserative atau bullous yang membutuhkan perawatan. Untuk gejala ringan, diberikan (1) antihistamin sistemik dan lokal bersamaan dengan anestesi topical dan (2) debridement lesi dengan agen oxygenating. Untuk gejala yang parah, diberikan corticosteroid

DRUG ERUPTIONS obat berperan sebagai allergen (sulfonamides, barbiturates, dan berbagai antibiotik) yang dapat mensensitisasi jaringan dan menyebabkan raksi alergi erupsi pada rongga mulut yang disebabkan oleh sensitivitas terhadap obat yang dikonsumsi dengan oral disebut stomatitis medicamentosa reaksi lokal dari penggunaan medikamen di rongga mulut, cth : aspirin burn, stomatitis sbg hasil dari topical penicillin disebut stomatitis venenata atau contact stomatitis kebanyakan lesi vesicular dan bullous, dan juga lesi macular berpigmentasi atau nonberpigmentasi erosi yang diikuti oleh lesi keunguan dengan ulserasi yang dalam juga terjadi lesi dapat dilihat di area yang berbeda didalam rongga mulut gingivitis desquamative juga dapat terjadi karena penggunaan pasta gigi tartar. Pyrophosphates dan agen flavouring merupakan agen kausatif alergi terhadap kayu manis, dapat menyebabkan erythema intens pada attached gingival yang merupakan karakter dari PLASMA CELL GINGIVITIS (karena reaksi alergi)

KONDISI LAIN YANG MIRIP DENGAN GINGIVITIS DESQUAMATIVE 1. fractitious lesions. Dengan sengaja dan sadar menyebabkan lesi di rongga mulut karena kebiasaan abnormal 2. candidiasis. Terbatas hanya pada jaringan gingival dan dapat menyerupai gingivitis desquamative 3. graft vs host disease. Terjadi pada pasien yang menerima transplantasi sumsum tulang

4. foreign body gingivitis. Lesi kronik merah atau merah dan putih, kebanyakan terjadi pada wanita usia 50an dikarenakan oleh material restoratif san abrasif 5. kindler syndrome. Cutaneous neonatal bullae, poikiloderma, photosensitivity, dan atrofi acral dapat menyerupai gingivitis desquamative 6. squamous cell carcinoma

C. Gingival Enlargement 1. Drug Associated Gingival Enlargement gingival overgrowth istilah yang digunakan sekarang ini menggantikan istilah yang dulu digunakan hiperttrofi gingiva dan hiperplasia gingiva karena overgrowth gingival tidak berhubungan dengan peningkatan jumlah sel atau peningkatan ukuran tetapi berkaitan dengan komponen inflamatori TIPE AGEN FARMAKOLOGI 1. anticonvulsants gingival enlargementl disebabkan oleh phenytoin (paling sering), asam valporic, carbamazepine, phenobarbitone, vigabatrin, natrium valproate (jarang) 2. calcium channel blockers obat anti-hipertensi, gingival enlargementl yang disebabkan oleh nifedipine (paling sering), diltiazem, verapamil. Pada kasus yang jarang disebabkan oleh amlodipine,oxodipine dan felodipine (jarang) 3. imunosuppresants immunosuppressant kuat seperti cyclosporine A (CsA) yang digunakan untuk mencegah penolakan pada pasien transplantasi dapat mengakibatkan gingival enlargementl PREVALENSI prevalensi rata-rata untuk tiap kategori obat sangat sulit dilakukan karena adanya perbedaan data. Hal ini disebabkan oleh : (1) kondisi sistemik yang sedang dirawat buruknya kontrol kondisi periodontal (2) umur pasien (3)

prevalensi gingival enlargementl yang disebabkan oleh

1. phenytoin : 50%,

2. nifedipine : 4. CsA

antara 15% dan 85%, 3. verapamil, diltiazem, felodipine, amlodipine : lebih kecil, : 25%-30%

FAKTOR RISIKO Plak keparahan gingival enlargementl dengan obat-obatan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh kontrol plak yang buruk dikategorikan sebagai penyakit gingival plaque-induced yang dimodifikasi oleh medikasi

faktor lain umur : lebihs erring terjadi pada usia yang lebih muda, karena metabolisme fibroblas yang lebih tinggi dan juga berkaitan dengan perubahan hormon selama puber jenis kelamin : 3 kali lebih rentan mengalami gingival lenlargement dosis : dibutuhkan dosis threshold dari obat untuk dapat mengaktivasi fibroblas gingival atau mengganggu homeostasis jaringan ikat. Tetapi keparahan gingival enlargement tidak berhubungan dengan dosis obat pasien yang mengkonsumsi CsA dan calsium channel blocker menghasilkan keparahan lesi gingival yang lebih tinggi dibanding pasien yang hanya mengkonsumsi CsA prevalensi gingival overgrowth pada pasien yang mengkonsumsi CsA dan amlodipine lebih tinggi dibanding mereka yang mengkonsumsi CsA dan nifedipine, CsA dan diltilazem menyebabkan gingival overgrowth yang kurang dibanding yang mengkonsumsi CsA dan nifedipine MANIFESTASI KLINIK GINGIVAL ENLARGEMENT gingival enlargement muncul 1-3 bulan setelah dimulainya konsumsi medikasi gingival overgrowth dimulai di papilla interdental dan lebih sering terjadi di anterior dibanding posterior secara gradual, lobulasi gingival terbentuk di area yang terinflamasi atau lebih fibrotic yang dapat membesar ke koronal dan mengganggu estetis, mastikasi, atau bicara, yang dapat mengarah pada kekurangan nutrisi dan sulitnya akses untuk oral hygiene sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oral, karies, dan penyakit periodontal

kebanyakan semua obat menyebabkan gingival enlargement yang tidak dapat dibedakan kecuali pada phenobarbitone dan CsA pada phenobarbitone : gingival membesar tanpa lobulasi di papilla interdental, dan kebanyakan terjadi di posterior dibandingkan anterior dan lebih sering terlihat di labial dibanding palatal pada CsA : timbul lesi papilari dengan lobulasi yang besar yang juga berhubungan dengan adanya hifa candida yang menginvasi epitelium. Gingiva terlihat lebih hiperemik dan mudah berdarah dibandingkan oleh jaringan yang terpengaruh oleh phenytoin

pembesaran papilla interdental meningkat dan papilla-papila yang lain terlihat seperti menyatu, sehingga meemberikan penampilan gingival yang berlobulasi overgrown gingival terlihat mulai dari penampilan yang non-inflamasi, kuat, dan fibrous sampai ke penampilan yang terinflamasi, hemorrhagic, oedematous

HISTOPATOLOGI LESI peningkatan volume jaringan gingival di jaringan ikat, adanya akumulasi berlebihan dari protein matriks ekstraseluler seperti kolagen atau zat dasar amorphous tipe sel inflamatori yang paling dominan menginfiltrasi adalah sel plasma, jumlah limfosit lebih sedikit epitelium parakeratinisasi dengan ketebalan yang bervariasi, irregular dan multilayered jaringan ikat sangat tervaskularisasi. Perubahan utama pada lamina propria adalah proliferasi fibroblas dan peningkatan pembentukan serat kolagen dan protein non-collagenous seperti glycosaminoglicans PATOGENESIS Peran fibrosis mekanisme yang memicu respon jaringan ikat gingival masih belum diketahui tetapi tidak semua pasien yang mengkonsumsi obat tsb dapat mengalami gingival enlargement, hal ini disebabkan oleh individu memiliki fibroblas dengan kerentanan abnormal terhadap obat karakteristik : tingginya level sintesis protein, yaitu kolagen

peran sitokin inflamatori meningkatnya sitokin inflamatori pada jaringan gingival yang terinflamasi CsA, nefipidine, phenytoin bersinergis dengan IL-1 untuk merangsang sekresi sitokin oleh fibroblas gingival

Sitokin memainkan peranan patogenik dalam penyakit fibrotic seperti pulmonary and gingival fibroses

Peran sintesis dan fungsi matrix metalloproteinase (MMP) Agen farmakologi yang menyebabkan gingival enlargement memiliki efek negatif pada influks ion kalsium melewati membran sel, yang dapat mengganggu sintesis dan fungsi kolagenase Pada pasien yang mengkonsumsi CsA, level MMP-1 dan MMP-3 turun, sehingga berkontribusi dalam akumulasi komponen matriks ekstraseluler

PENCEGAHAN DAN PERAWATAN GINGIVAL ENLARGEMENT Pencegahan Drug-associated gingival enlargement dapat disembuhkan tetapi tidak dapat dicegah, dengan eliminasi faktor lokal, kontrol plak, maintenance perawatan periodontal Maintenance setiap interval 3 bulan, setiap pertemuan meliputi instruksi oral hygiene detail, instruksi dan profilaksis periodontal, kalkulus supra dan subgingival. Pada pasien anak, orangtua juga diberikan instruksi oral hygiene Aplikasi topical 0,12% chlorhexidine dapat mengurangi keparahan gingival enlargement yang dipicu oleh CsA Perawatan 1. penggantian obat regresi spontan terjadi dalam 12 bulan jika pasien menjaga oral hygiene dan telah mengganti obat penggantian phenytoin dengan lomatrigine, gabapentin, sulthiame, topiramate, carbamazepine, ethosuximide, natrium valproate penggantian nifedipine dengan diltilazem, verapamil. Penggantian anti-hipertensif dari nifedipine ke kelas yang sama seperti isradipine yang dapat menyebabkan regresi gingival enlargement. Atau dengan mengganti calcium channel blocker dengan angiostensinconverting enzyme (ACE) inhibitor, enalapril, atelenol tacrolimus merupakan immunosuppressant alternatif

2. perawatan non-surgical debridement dengan scalling dan root planning

pada pasien emmunosuppressed kronik, lesi papillary pda permukaan gingival yang membesar dapat sembuh dengan pemberian medikasi topical antifungal gingival enlargement ringan sampai sedang karena medikasi CsA dirawat dengan 250500mg/ hari selama 3-5 hari azithromycin durasi efek azythromycin berkisar antara 3 bulan dan 2 tahun

3. perawatan periodontal surgical dengan external bevel gingivectomy yang dapat meminimalisasi sakit dan perdarahan postoperative penggunaan laser karbon dioksida pemberian antibiotik dan steroid pada pasien immunosuppresed jika tekanan darah terkontrol buruk, maka bedah harus ditunda karena dapat menyebabkan perdarahan setelah operasi 4. hasil perawatan dan rekurensi rekurensi gingival enlargement parah pada pasien CsA atau nifedipine setelah terapi periodontal adalah 40% setelah 18 bulan perawatan chlorhexidine (0,12%) 2 kali sehari dapat mencegah rekurensi overgrowth

2. Kondisi sistemik yang Menyebabkan Gingival Enlargement a. Leukemia Leukemia yang gejalanya dapat ditemukan pada rongga mulut ialah leukemia akut. Penampakan klinis yang tampak yakni gingiva berwarna merah kebiruan, margin gingiva membulat dan mengeras, perdarahan spontan pada gingiva, pembengkakakan biasa terjadi di daerah papilla interdental, pembengkakan bisa bertambah besar sampai menutupi mahkota. Penmapakan mikroskopis: leukosit yang belum dewasa menginfiltrasi attached gingiva dan marginal gingiva sel normal gingiba digantikan dengan sel-sel leukemia epitel menjadi lebih tibis atau hiperplastik terjadi interselular dan intraselular edema lapisan keratin berkurang Gejala lain yang tampak pada penderita meliputi lemah dan sesak nafas karena sel darah merah yang berkurang, infeksi dan demam karena sel darah putih dewasa yang berkurang,

perdarahan karena trombosit yang sedikit, nyeri tulang dan persendian karena sel-sel leukemia yang mendesak bone marrow, pembengkakan kelenjar limpa dan kesulitan bernafas (dyspnea).

D. Menentukan Prognosis Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana perawatan dilakukan. Jenis-jenis prognosis 1. Sangat baik (excellent prognosis) tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva sangat baik, kooperasi pasien baik dan tidak ada penyakit sistemik/faktor lingkungan tertentu. 2. Baik (good prognosis) jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan berikut sokongan tulang yang tersisa cukup, kemungkinan untuk mengontrol faktor etiologi dan merawat gigi geligi cukup, pasien cukup kooperatif, tidak ada faktor sistemik atau jika ada terkontrol baik. 3. Sedang (fair prognosis) jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan berikut sokongan tulang yang tersisa tidak cukup, beberapa gigi goyang, keterlibatan furkasi grade 1, memungkinkan perawatan yang baik, pasien cukup kooperatif, terdapat beebrapa faktor sistemik/lingkungan. 4. Buruk (poor prognosis) jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan berikut kehilangan tulang moderate-advance, mobilitas gigi, keterlibatan furkasi grade 1 dan 2, area tsb sulit dirawat dan/atau kooperasi pasien diragukan, ada faktor sistemik/lingkungan 5. Dipertanyakan (questionable prognosis) jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan berikut kehilangan tulang advanced, keterlibatan furkasi grade 2 dan 3, mobilitas gigi, area tsb tidak dapat diakses, ada faktor sistemik/lingkungan 6. Tidak ada harapan (hopeless prognosis) jika memenuhi satu atau beberapa ketentuan berikut kehilangan tulang advanced, area tsb tidak dapat dirawat, indikasi ekstraksi, ada faktor sistemik tidak terkontrol/lingkungan

E. Menentukan Rencana Perawatan Terapi Lokal Secara umum, penyebab gingivitis dan periodontitis adalah akumulasi plak pada permukaan gigi, yang berdekatan dengan jaringan periodontal.

Adapun akumulasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kalkulus, restorasi overhanging, dan food impaksi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa menghilangkan plak, beserta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam akumulasi plak merupakan hal utama yang harus dilakukan pada terapi lokal.

Terapi Sistemik Indikasi bagi terapi sistemik yang dilakukan bersamaan dengan terapi lokal adalah localized dan generalized aggressive periodontitis. Pada penyakit ini, antibiotik sistemik digunakan untuk menghilangkan seluruh bakteri yang menyerang jaringan gingiva dan dapat masuk kembali kedalam pocket setelah scaling dan root planing. Salah satu obat terapi sistemik yang dapat digunakan pada penyakit periodontal adalah alendronate, obat ini menghambat proses terjadinya resorpsi tulang, sehingga menghambat proses penyakit periodontitis secara keseluruhan. Selain itu, terdapat bukti yang memperlihatkan bahwa beberapa obat NSAID (nonsteroidal antiinflamatory drugs) seperti flurbiprofen dan ibuprofen dapat memperlambat perkembangan penyakit gingivits, serta hilangnya tulang alveolar dalam sebuah percobaan laboratorium.

F. Rencana Perawatan Periodontal bagi Pasien dengan Kelainan Sistemik 1. Coagulation Disorders Yang termasuk kategori ini adalah hemofilia A dan B dan von Willebrands disease Tidak semua coagulation disorders adalah herediter. Penyakit liver jg dapat mempengaruhi proses blood-clotting karena factor koagulasi disintetis dan diremoved oleh liver. Perawatan dental bagi pasien liver yang harus dilakukan : 1) Konsultasi dokter 2) Evaluasi Laboratorium (prothrombin time, bleeding time, jumlah platelet, dan partial thromboplastin time untuk pasien yg mengalami penyakit liver stadium lanjut) 3) Konservatif, nonsurgical terapi periodontal, kapanpun memungkinkan 4) Jika butuh rawat inap :

INR (prothrombin time) harus secara umum <2,0. Untuk operasi ringan, INR <2,5 cukup aman Jumlah platelet harus >80.000/mm3 Perawatan tersebut harus diikuti dengan hal-hal dibawah ini : 1) Berkonsultasilah dgn dokter pasien 2) Prosedur yg akan dilakukan harus sesuai INR yg dapat diterima. Infiltrasi anastesi , scalling, dan penanaman akar mungkin dilakukan pada pasien dgn INR <3,0. Blok anastesi , operasi minor periodontal dan ekstraksi simple biasanya membutuhkan INR <2,0. Operasi complex dan ekstraksi pd beberapa gigi butuh INR <1,5. 3) Konsultasi dengan dokter mengenai kemungkinan pengurangan obat antikoagulan demi mencapai angka INR yang dibutuhkan 4) Tekhnik yang hati-hati dan penutupan luka secara menyeluruh sangat penting

2. Agranulocytosis Pasien dengan agranulocytosis (cyclic neutropenia dan granulocytopenia) memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap infeksi. Pada penderita agranulocytosis, jumlah sel darah putih menurun dan leukosit granulasinya (netrofil, eosinofil, dan atau basofil) juga akan berkurang bahkan bisa juga tidak terdapat sama sekali. Kelainan ini merupakan tanda awal kerusakan severe periodontal. Jika memungkinkan, perawatan periodontal sebaiknya dilakukan selama periode pemusnahan penyakit. Gigi yang telah terpengaruh parah akibat penyakit ini sebaiknya dicabut. Perbaikan oral hygiene dapat dilakukan dengan penggunaan obat kumur chlorhexidine 2 kali sehari. Scaling dan root planing sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan disertai dengan penggunaan antibiotik.

3. Leukemia 1. Rujuk pasien untuk evaluasi medis dan treatment 2. Sebelum kemoterapi, seluruh rencana perawatan periodontal harus dibicarakan dengan dokter

3. Selama fase akut leukemia, pasien hanya boleh mendapatkan perawatan periodontal darurat 4. Ulserasi oral atau mucositis akan dirawat secara paliatif dengan agen seperti viscous lidocaine 5. Oral candidiasis wajar terjadi pada penderita leukemia dan bisa disembuhkan dengan nystatin (100.000U/ml 4 kali sehari) atau clotrimazole vaginal suppositories (10 mg 4-5 kali sehari) 6. Untuk pasien dgn leukemia kronik, scalling dan root planning dapat dilakukan tanpa komplikasi, tetapi bedah periodontal harus dihindari sebisa mungkin. Jumlah platelet dan bleeding time harus dihitung pada hari dilakukan prosedur tindakan, jika rendah tindakan ditunda terlebih dahulu dan dirujuk ke dokter.

4. Hipertensi Klasifikasi Tekanan systole (mmHg) Normal <130 darah Tekanan darah Modifikasi Perawatan Gigi

diastole (mmHg) <85 Tidak ada perubahan dalam

perawatan High normal 130-139 85-89 Tidak ada perubahan dalam

perawatan Hipertensi Stage 1 140-159 90-99 Tidak ada perubahan dalam dengan

perawatan meminimalkan stress.

Selective Stage 2 160-170 100-109

dental

care

(pemeriksaan rutin, profilaksis, restorasi, endodontic non-bedah dan periodontitic non-bedah

dengan meminimalkan stress.

Stage 3

>_180

>_110

Hanya perawatan

dapat

dilakukan emergency

(meredakan sakit, perdarahan, infeksi) dengan meminimalkan stress.

5.

Infective Endocardiatis

o Endokarditis infektif adalah penyakit dimana mikroorganisme berkolonisasi di endokardium atau katup jantung yang rusak o Penyakit ini bisa disebabkan oleh bakteri, fungi dan virus o Organisme yang paling umum ditemukan pada kasus endokarditis adalah -hemolytic streptococci ( Streptococcus viridans ). Bagaimanapun, organisme nonstreptococcal yang sering ditemukan di pocket periodontal juga ditemukan di endokarditis seperti Eikenella corrodens, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Canocytophaga, dan Lactobacillus species o IE dibedakan jadi dua : akut dan subakut o Bentuk akut melibatkan organisme virulen, umumnya non-hemolitik streptococci dan beberapa staphylococci, yang menyerang jaringan cardiac normal, meproduksi emboli septic dan menyebabkan infeksi yang berakibat fatal o Bentuk subakut merupakan kolonisasi pada endokardium atau katup jantung yang rusak oleh organisme patogenik tingkat rendah o Prosedur periodontal sangat berhubungan dengan pencegahan IE. American Heart Association merekomendasikan penggunaan prosedur periodonsi o OH yang buruk dan inflamasi periodontal parah juga dapat menyebabkan bakteremia o Agar pencegahan terhadap bakteremia berhasil para dokter gigi harus sebisa mungkin mengurangi populasi microbial dalam mulut o Tindakan pencegahan untuk mengurangi resiko IE harus terdiri dari : 1) Menetapkan pasien yang berisiko 2) Berikan instrkusi menjaga oral hygene antibiotik profilaktik sebelum dilakukan

3) Selama perawatan periodonsi, berikan antibiotic proflaktis kepada semua pasien yang beresiko 4) Perawatan periodonsi harus di desain untuk membatasi keterlibatan periodontal pasien dengan resiko IE

6. Diabetes Pasien penderita diabetes memerlukan tindakan pencegahan sebelum terapi periodonsi Dua tipe diabetes yang paling penting : tipe 1 (diabetes insulin-dependent), tipe 2 (noninsulin-dependent diabetes) Ciri-ciri klasik diabetes : polydipsia, polyuria, polyphagia Jika pasien diduga menderita diabetes yg tak terdiagnosis, maka perlu dilakukan prosedur berikut: a. Konsul ke dokter pasien b. Analisa hasil tes lab : fasting blood glucose, casual glucose dan postprandial blood glucose c. Singkirkan infeksi akut orofasial atau infeksi gigi parah dan lakukan penanganan darurat saja hingga diagnosis ditegakkan d. dapat didiagnosis menggunakan salah satu dari tiga metode lab yg berbeda. Apapun metodenya penggunaannya harus dikonfirmasi di kemudian hari menggunakan salah satu dari tiga metode di bawah ini: -Penderita diabetes nilai casual plasma glucosenya 200 mg/dl -Fasting plasma glucose 126 mg/dl (normal fasting glucose 70-100 mg/dl) -2hour postprandial glucose 200 mg/dl (normal <140 mg/dl) e. Jika pasien diketahui menderita diabetes sangat penting untuk mengetahui level kontrol gula darah sebelum melakukan perawatan. Tes yang dapat memperlihatkan kontrol gula darah dalam jangka waktu lama adalah glycosylated atau glycated hemoglobin assay Glycated Hemoglobin Assay (HbA1c): a. 4% - 6% b.<7% Normal Kontrol diabetes yang baik

c. 7% - 8% d.>8%

Kontrol diabetes moderat Diperlukan tindakan untuk meningkatkan control diabetes

Infeksi periodontal dapat mengacaukan kontrol glukosa dan harus ditangani secara agresif Pasien diabetes harus mendapatkan instruksi OH, mekanikal debridemen untuk menghilangkan faktor lokal dan regular maintenance Jika pasien memiliki kontrol diabetes yg buruk dan sangat memerlukan operasi maka antibiotic profilaktik dapat diberikan (yang paling sering diberikan penicillin) Komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mengonsumsi insulin adalah hipoglikemi. Hipoglikemi juga dapat terjadi pada pasien yg mengonsumsi obat-obatan pada table 38-4 Untuk mengantisipasi hipoglikemi, sebaiknya dijadwalkan janji dengan dokter gigi sebelum dan setelah periode puncak aktivitas insulin Hal ini memberikan informasi tentang farmakodinamik obat g dikonsumsi (dapat dilihat pada table 38-4) Insulin bekerja secara cepat, pendek, intermediate, lama (dilihat pada table 38-5) Kalau terjadi hipoglikemi pada pasien selama perawatan hal yg harus dilakukan adalah : 1) Berikan kira-kira 15 g karbohidrat kepada pasien : 4 - 6 oz jus atau soda 3 4 sendok makan gula Permen keras dgn 15 g gula Beri 25 ml 30 ml dextrose 50% IV Beri 1 mg glukagon IV Beri 1 mg glukagon IM (jika tdk secara IV)

2) Jika pasien tdk dapat makan atau minum, atau dibius :

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Berdasarkan hasil diskusi, hipotesis kami yang pertama yakni Pak Imam mengalami localized gingival enlargement yang disebabkan oleh trauma dan diperparah oleh konsumsi obat hipertensi tidak diterima karena localized gingival enlargement yang dialami oleh Pak Imam merupakan drug-induced gingival enlargemet, dalam hal ini obat yang menginduksi adalah obat hipertensi yang dikonsumsi oleh Pak Imam. Pembengkakan tersebut diperparah dengan adanya trauma tertusuk duri ikan, sehingga lesi tersebut mengalami secondary inflammatory enlargement. Hipotesis kami yang kedua yakni Yanti mengalami generalized gingival enlargement yang disebabkan oleh kelainan darah diterima karena, gejala yang dialami Yanti adalah gejala leukemia akut dan pembengkakan gingiva Yanti disebabkan oleh leukemia akut.

Daftar Pustaka

www.perio.org/resources-products/pdf/45-gingivalenlarge.pdf www.pmjn.org.np/index.php/pmjn/article/view/63/53

Anda mungkin juga menyukai