Anda di halaman 1dari 12

Tujuan kehidupan adalah hidup selaras dengan alam

(The goal of life is living in agreement with nature.)


Zeno
Matematikawan bengal pencipta banyak paradoks
Zeno
(490 435 SM)
Riwayat
Zeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada halaman
pertama buku Parmenides karangan Plato. Diperkirakan bahwa saat itu
Zeno berumur 40 tahun, sedang Socrates masih remaja, kisaran usia 20
tahun. Dengan mengetahui bahwa Socrates lahir pada 469 SM, maka
diperkirakan Zeno lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno
mempunyai hubungan khusus dengan Parmenides. Catatan Plato
menyebutkan adanya gosip bahwa mereka saling jatuh cinta saat Zeno
masih muda, dan tulisan Zeno tentang paradoks digunakan untuk
melindungi filsafat Parmenides dari para pengkritiknya. Semua catatan itu
tidak pernah ada dan cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan
Aristoteles yang terdapat pada Simplicius - terbit ribuan tahun setelah Zeno
- digunakan sebagai acuan.
Zeno dari Elea, lahir pada awal mulainya perang Persia konflik antara
Timur dan Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf
Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6
paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh logika filsuf
terkemuka Yunani saat itu. Paradoks yang dilontarkan Zeno
membingungkan semua filsuf Yunani, namun tidak seorang pun dapat
menemukan kesalahan pada logika Zeno. Paradoks ini menjadi sangat
termasyur karena terus mengganggu pemikiran para matematikawan;
dan baru dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Dari enam
paradoksnya, yang paling terkenal, adalah paradoks lomba lari Achilles
dan kura-kura.
Latar belakang
Parmenides menolak faham pluralisme dan realitas dalam berbagai
macam perubahan: baginya segala sesuatu tidak dapat dibagi, realitas
tidak berubah, dan hal-hal yang tampak dan berbeda hanyalah ilusi belaka,
sehingga dapat dibantah dengan argumen/alasan. Tidak perlu disangsikan
lagi, faham ini mendapat banyak kritikan tajam.
Tanggapan terhadap kritik Zeno memicu sesuatu yang lebih nyata, namun
mampu memberi dampak mendalam bagi filsafat Yunani bahkan sampai
saat ini. Zeno berusaha menunjukkan bahwa suatu kemustahilan diikuti
oleh logika dari pandangan Parmenides. Segala sesuatu dapat menjadi
sangat kecil atau menjadi sangat besar. Paradoks ini sebagai bukti
kontradiksi atau kemustahilan akibat asumsi-asumsi yang (tampak) masuk
akal. Apabila dilihat lebih dalam maka paradoks mengarah kepada target
spesifik yaitu menyangkut lebih atau kurang: pandangan orang atau aliran
pemikiran tertentu. Zeno lewat paradoks - berusaha menyatakan bahwa
alam semesta ini tidak berubah dan tidak bergerak.
Mencoba menyingkap siapa yang menjadi target serangan Zeno relatif
lebih mudah daripada mencoba memecahkan paradoksnya. Tahun
kelahiran Zeno, menunjuk bahwa dunia remajanya dipenuhi dengan
pandangan Pythagoras (580 475 SM) dan para pengikutnya
(pythagorean). Tampaknya doktrin Pythagorean mau diserang Zeno,
meskipun dugaan ini masih terlampau dini untuk disebut karena topik ini
masih menjadi ajang perdebatan sampai sekarang.
Paradoks Zeno mengungkapkan problem-problem yang tidak dapat
diselesaikan oleh semua teknik matematika yang tersedia pada saat itu.
Penyelesaian paradoks Zeno baru dimulai pada abad 18 (atau lebih awal
dari itu). Paradoks itu mampu merangsang otak-otak kreatif
matematikawan dan memberi warna pada sejarah perkembangan
matematika.
Matematikawan hitam
Zeno (490 435 SM) dari Alea dan Eudoxus (408 355 SM) dari Cnidus
menghadirkan pertentangan dua kubu pemikiran matematika:
penghancuran kritikal dan pengembangan kritikal. Pertentangan kedua
pemikiran ini layak disebut dengan ajang pertempuran logika antara
matematikawan hitam dan matematikawan putih.
Duel aliran tidak hanya terjadi pada jaman kuno, matematikawan modern
juga mengekor atau menjadi pengikut salah satu idola mereka.
Penghancuran kritikal seperti pemikiran Zeno diteruskan oleh Kronecker
(1823 1891) dan Brouwer (1881 - 1966), sedangkan pemikiran Eudoxus
diteruskan oleh Weierstrass (1815 1897), Dedekind (1831 1916) dan
Cantor (1845 1918).
Paradoks Zeno
Ada 4 paradoks Zeno yang terkenal, meskipun yang paling terkenal adalah
paradoks kedua, perlombaan lari Archilles dan kura-kura.
1. Dikhotomi
Paradoks ini dikenal sebagai dikhotomi karena selalu terjadi pengulangan
pembagian menjadi dua. Gerak adalah tidak dimungkinkan, sebab apapun
yang terjadi gerak harus mencapai (titik) tengah terlebih dahulu sebelum
mencapai (titik) akhir; tapi sebelum mencapai titik tengah terlebih dahulu
mencapai seperempat dan seterusnya, suatu ketakterhinggaan. Jadi, gerak
tidak akan pernah ada bahkan pada saat untuk memulainya.
2. Perlombaan lari Achilles dan kura-kura
Achilles - kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba lari
dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura yang
berjalan lebih dahulu. Untuk memudahkan penjelasan, maka diberikan
ilustrasi dengan menggunakan angka pada paradoks ini.
Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik,
sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya,
meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari jarak yang
akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start
kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-
kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles
mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles
mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles
mencapai posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km.
Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?.
3. Anak panah
Anak panah bergerak (karena dilepaskan dari busur) pada waktu tertentu,
diam maupun tidak diam. Apabila waktu tidak dapat dibagi, panah tidak
akan bergerak. Apabila waktu kemudian dibagi. Tetapi waktu juga tersusun
dari setiap (satuan) saat. Jadi panah tidak dapat bergerak pada suatu saat
tertentu, tidak dapat bergerak pula pada waktu. Oleh karena itu anak
panah selalu diam.
4. Stadion
Paradoks tentang gerakan urutan orang duduk di dalam stadion. Urutan
[AAAA] yang diam diperbandingkan dengan urutan bergerak pada tempat
duduk stadion dari dua arah yang berlawanan, [BBBB]: urutan orang yang
bergerak ke kiri dan [CCCC]: urutan orang duduk yang bergerak ke kanan.
Paradoks tentang stadion ini dapat digambarkan sbb.:
AAAA: urutan berhenti
BBBB: urutan bergerak ke kiri
CCCC: urutan bergerak ke kanan
Semuanya bergerak dengan kecepatan tetap/sama.

Posisi I Posisi II
A A A A A A A A
B B B B B B B B
C C C C C C C C
Posisi I:
Urutan duduk AAAA, BBBB dan CCC terletak rapi, baris dan kolom sama.
Gerakan dimulai, dengan kecepatan sama, urutan BBBB dan urutan CCCC
bergerak. Urutan B paling kiri melewati 2 orang: C paling kiri dan A paling
kiri. Jarak B paling kiri dengan C paling kiri adalah 2 kali jarak B paling kiri
dengan A paling kiri, dengan waktu yang sama.
Zeno mempertanyakan mengapa dengan waktu yang sama dan kecepatan
sama ada perbedaan jarak yang ditempuh?

Pemecahan modern
Semua orang tahu bahwa dalam dunia nyata, Achilles pasti dapat
menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles tidak akan pernah
dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu
membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa
kesimpulan akhirnya adalah salah. Senjata filsuf hanya logika, dan
deduksi tidaklah berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya
masuk akal, dan jika semua prosedur sudah dijalani, bagaimana
kesimpulan yang didapat ternyata salah?
Mereka terperangah dengan problem tersebut, tetapi tidak memahami akar
permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini sama dapat terjadi apabila
anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64
dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya jelas, yaitu:
tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena ini
dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan
seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).
Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak mempunyai batas akhir;
mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak dapat dibedakan lagi.
Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan. Mereka berpikir
keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka) 0 sebagai
angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat menemukan
kalkulus.
Dua paradoks tambahan
Tidak puas dengan empat paradoks yang dilontarkan. Zeno menambahkan
dua paradoks lain yang tidak kalah rumitnya.
5. Paradoks tentang tempat
Paradoks ini cukup singkat, sehingga Zeno sulit menjelaskannya. Secara
garis besar dapat disederhanakan sbb.: keberadaan segala sesuatu benda
(misal: batu) adalah suatu tempat tertentu (misal: meja), sedangkan tempat
tertentu itupun (meja) memerlukan suatu tempat (misal: rumah) dan
seterusnya sampai ketakterhinggaan.
6. Paradoks tentang bulir gandum
Apabila anda menjatuhkan sebuah karung berisi gandum yang belum
dikupas kulitnya akan terdengar suara keras; tetapi suara itu adalah akibat
gesekan bulir-bulir gandum dalam karung; akibatnya setiap bagian dari
bulir-bulir gandum menimbulkan suara saat jatuh ke tanah. Kemudian
pertimbangkanlah menjatuhkan setiap bagian dari bulir gandum itu; kita
semua tahu bahwa tidak ada suara yang terdengar.

Zeno boleh mati, tetapi paradok tetap hidup
Karena kecerdikan sendiri, Zeno akhirnya menghadapi problem serius.
Sekitar tahun 435 SM, dia bersekongkol untuk mengulingkan tirani Elea
saat itu, Nearhus. Zeno membantu menyelundupkan senjata dan
mendukung pemberontakan. Sialnya, Nearchus mengetahui skenario itu,
dan Zeno akhirnya ditangkap. Berharap dapat mengungkap konspirasi itu,
Zeno disiksa. Tidak tahan oleh siksaan, Zeno menyuruh para penyiksanya
untuk menghentikan siksaan dan dia berjanji akan menyebutkan nama
rekan-rekannya.
Ketika Nearchus mendekat, Zeno meminta agar tiran itu lebih mendekat
lagi karena dia akan menyebutkan nama-nama komplotan rahasia itu
langsung di telinga Nearchus. Setelah telinga ada dalam jangkauan, tiba-
tiba Zeno menggigit telinga Nearchus. Nearchus menjerit-jerit kesakitan,
namun Zeno menolak untuk melepaskan gigitannya. Para penyiksanya
hanya dapat melepaskan gigitan Zeno dengan jalan menusuk mati Zeno.
Ini adalah akhir hayat, pencipta paradoks atau guru ketakterhinggaan.

Sumbangsih
Jasa Zeno paling besar adalah pengaruhnya bagi filsafat. Sasaran tembak
Zeno adalah pluraliti dan gerak sesuatu ditanamkan pada opini-opini
geometrikal yang lazim dikenal selain akal sehat, menyerang doktrin-
doktrin Pythagorean, ternyata mampu memberi inspirasi para teori
relativitas (paradoks keempat) dan fisika quantum. Kenyataannya ruang
dan waktu bukanlah struktur matematika utuh (continuum). Alasan bahwa
ada cara untuk melestarikan realitas gerak mengingkari bahwa ruang dan
waktu terbentuk dari titik-titik dan saat-saat.
Paradoks ini sangat terkenal, terutama paradoks Archilles dan kura-kura,
kelak dipecahkan oleh Cantor. Hampir seluruh buku matematika
mencantumkan nama Zeno pada indeksnya. Paradoks tidak hanya
merupakan pertanyaan terhadap matematika abstrak tetapi juga pada
realitas fisik. Memperkecil skala seperti halnya paradoks bulir gandum,
sampai tidak dapat dibagi memicu orang membedah suatu benda sampai
tingkat atom.
http://www.mate-mati-kaku.com/matematikawan/zeno.html

Empat Paradoks Zeno
7 KomentarPosted by sora9n pada Januari 28, 2011
Di dunia filsafat Yunani Kuno, terdapat satu set teka-teki yang disebut Paradoks Zeno . Paradoks ini pertama kali
dilontarkan oleh filsuf Zeno dari Elea , kira-kira pada abad kelima SM.

Zeno dari Elea (490-430 SM)
(image credit: Internet Encyclopedia of Philosophy )
Sebelum bicara tentang idenya, tentu ada baiknya berkenalan dengan filsufnya dulu. Oleh karena itu kita akan
sempatkan membahas tentang Bapak Zeno di atas.
* * *
Zeno dari Elea adalah seorang filsuf dari mazhab pemikiran Eleatik . Ia mengikuti jejak gurunya yang
bernama Parmenides , meyakini bahwa semua gerak dan perubahan di dunia bersifat semu. Baik Zeno maupun
Parmenides berpendapat bahwa alam semesta aslinya tunggal, diam, dan seragam. Hanya tampak luarnya
saja yang mengesankan perbedaan atau perubahan.
Meskipun begitu, di masa kini hampir tidak ada karya asli Zeno dan Parmenides yang bertahan. Hanya satu-dua
kutipan dari filsuf sepantaran mereka yang memberi petunjuk. Mengenai Zeno sendiri kisahnya agak
menyedihkan: dia disebut pernah punya buku berisi 40 buah paradoks, akan tetapi buku itu hilang dicuri orang.
Oleh karena itu data mengenai pemikiran Zeno teramat langka. Meskipun demikian kita beruntung: beberapa
filsuf, termasuk Aristoteles , sempat mencatat ide-idenya. Lewat catatan itulah orang dapat membaca berbagai
pemikiran Zeno.
Nah, termasuk di dalam salinan Aristoteles adalah Empat Paradoks Zeno.
[1]
Seperti apa ceritanya, akan segera
kita lihat.

Inti Pemikiran: Paradoks Zeno

Di bagian ini kita akan menampilkan dahulu esensi paradoks Zeno baru di bagian selanjutnya kita analisis.
Dalam catatan Aristoteles sebenarnya terdapat enam buah paradoks, akan tetapi kita di sini hanya akan
membahas empat.
[2]
Empat paradoks itu adalah:

1. Paradoks Dikotomi
Sebuah benda yang bergerak tidak akan pernah mencapai tujuan.
Pertama-tama benda harus menempuh segmen setengah perjalanan. Lalu sesudah itu dia masih harus melewati
banyak segmen: seperempat, seperdelapan, seperenambelas, sepertigapuluhdua . . . Sedemikian hingga jumlah
perjalanannya menjadi tak-hingga.

Karena mustahil melakukan perjalanan sebanyak tak-hingga, maka benda takkan pernah sampai tujuan.

2. Paradoks Achilles dan Kura-kura
Achilles dan Kura-kura melakukan lomba lari, meskipun begitu, kura-kura diizinkan start lebih awal.
Agar dapat menyamai kura-kura, Achilles menetapkan sasaran ke tempat kura-kura saat ini berdiri.
Akan tetapi, tiap kali Achilles bergerak maju, kura-kura juga bergerak maju. Ketika Achilles sampai di tempat
kura-kura, kura-kura sudah berjalan sedikit ke depan.
Lalu Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi setibanya di sana, kura-kura juga sudah
maju sedikit lagi.
Lalu Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi setibanya di sana, kura-kura juga sudah
maju sedikit lagi. Demikian seterusnya ad infinitum.

Jadi kesimpulannya: mustahil bagi Achilles untuk bisa menyamai kura-kura dalam balapan.

3. Paradoks Anak Panah
Misalnya kita membagi waktu sebagai deretan masa-kini. Kemudian kita lepaskan anak panah. Di setiap masa-
kini anak panah menduduki posisi tertentu di udara.
Oleh karena itu anak panah dapat dikatakan diam sepanjang waktu.

4. Paradoks Stadion
Terdapat tiga buah barisan benda A, B, dan C di lapangan tengah stadion.
Barisan A terletak diam di tengah lapangan. Sementara B dan C masing-masing terletak di ujung kiri dan kanan
A.
Kemudian B dan C bergerak saling mendekati dengan kecepatan yang sama (hendak bersejajar dengan barisan
A).

Antara Sebelum dan Sesudah, titik C paling kiri melewati dua buah B, tetapi cuma satu buah A.
Berarti waktu C untuk melewati B = setengah waktu untuk melewati A. Padahal A dan B adalah unit yang identik!
Mungkinkah setengah waktu = satu waktu?

Analisis: Tentang Gerak dan Ketakhinggaan

Secara umum, ada dua tema yang dominan dalam Paradoks Zeno, yaitu gerak dan ketakhinggaan.
Sebagaimana sudah disinggung di awal, Zeno menganggap bahwa perubahan di dunia bersifat semu. Pendapat
itu kemudian tercermin lewat empat buah paradoks di atas.
Dalam paradoks pertama (dikotomi), Zeno menyampaikan bahwa gerak benda antara dua titik bersifat
mustahil atau minimal, mengandung aspek filsafat yang misterius. Ada baiknya kalau kita simak lagi
paradoksnya di bawah ini.

Setengah, seperempat, seperdelapan, seperenambelas
Dalam grafik di atas terlihat segmen-segmen perjalanan antara dua titik (A dan B). Yang mengganggu Zeno di
sini bukan geraknya, melainkan bagaimanaketakhinggaan bisa begitu merepotkan. Dalam paradoks
dikotomi Zeno menyebut: karena segmen yang harus ditempuh berjumlah tak-hingga, maka mustahil dilintasi
oleh benda.
Ibaratnya begini. Apabila orang hendak berjalan menuju garis finis, maka lintasan jalannya dapat dibagi jadi
bagian kecil-kecil. Kemudian supaya bisa lewat, maka bagian kecil-kecil itu harus dijalani satu per satu.
Sedemikian hingga pada akhirnya orang sampai garis finis.
Akan tetapi problemnya adalah bahwa yang kecil-kecil itu jumlahnya amat banyak. Malah menurut Zeno:
jumlahnya mencapai tak-hingga.
Jadi sekarang sudut pandangnya berubah. Kita tahu orang bisa menempuh jarak kecil-kecil, tetapi, bisakah
orang menempuh jarak kecil-kecil itu tak berhingga kali? :-?
Di sinilah akal mengatakan bahwa itu mustahil. Oleh karenanya disebut sebagai paradoks.
Zeno sendiri akhirnya menilai bahwa gerak antara dua titik itu semu. Betul bahwa di dunia nyata orang dapat
melakukan dengan mudah, akan tetapi bukan tak mungkin itu sebenarnya ilusi.
* * *
Sekarang kita masuk ke paradoks dua, Achilles dan Kura-kura. Lewat paradoks ini Zeno menyatakan mustahil
orang yang telat balapan dapat menyamai lawannya.
Ini karena menurut Zeno terdapat sejumlah kemajuan kecil-kecil yang tak mungkin dikejar. Setiap Achilles
sampai di tempat kura-kura, kura-kura sudah melajusedikit lagi di depan. Lalu Achilles menyusul lagi, dan
sesampainya di situ kura-kura sudah melaju sedikit lagi. Pada akhirnya Achilles takkan mampu melewati kura-
kura.

Keterangan:
t0 melambangkan situasi pada saat pertama;
t1 melambangkan situasi pada saat kedua;
dan seterusnya
Masalahnya hal itu tidak berlaku di dunia nyata, makanya disebut paradoks. Siapapun yang pernah nonton balap
tahu faktanya. Pembalap yang start belakangan selalu bisa menyalip lawan di depannya. Memang kadang agak
sulit melakukannya, tetapi bukan tidak mungkin.
Sebagaimana halnya dengan paradoks pertama, Zeno berusaha menyampaikan kesemuan konsep gerak.
Pergerakan yang wajar jadi kacau jika dianalisis secara tak-hingga.
* * *
Sekarang kita masuk paradoks ketiga, Paradoks Anak Panah. Yang satu ini bahasannya agak berbeda.
Dalam paradoks ketiga ini Zeno membicarakan tentang waktu. Zeno berpendapat bahwa situasi gerak dan
diam itu sebenarnya mirip dan berhubungan.

Keterangan:
t0 melambangkan situasi pada saat pertama;
t1 melambangkan situasi pada saat kedua;
dan seterusnya
Zeno melihat waktu sebagai rangkaian masa-kini yang berkesinambungan. Oleh karena itu sebuah anak panah
yang meluncur memiliki berbagai versi masa-kini di perjalanannya. Ada masa-kini sesaat sesudah lepas dari
busur; masa-kini setelah beberapa detik di angkasa, dan seterusnya.
Problemnya adalah bahwa di tiap masa-kini itu anak panah mendiami tempat yang tetap. Persis seperti kalau
direkam kamera video. Di setiap frame tampak berbagai kondisi anak panah. Semua tampak diam. Akan tetapi
kalau videonya diputar, barulahterkesan bahwa anak panah itu sebenarnya bergerak.
Jadi di sini ada problem: bahwa anak panah itu diam sekaligus bergerak. :oPertanyaannya sekarang adalah,
apakah gerak itu?
Singkat cerita, Zeno menilai bahwa paradoks anak panah menunjukkan kebenaran filsafatnya. Bahwa gerak itu
aslinya semu suatu benda terkesan bergerak cuma oleh persepsi manusia saja.
* * *
Paradoks terakhir (Paradoks Stadion) adalah yang paling sederhana dan kurang bermutu dibandingkan dengan
yang lain. Meskipun begitu tetap ada baiknya jika dianalisis barang sedikit. So here goes.
Dalam Paradoks Stadion, Zeno mengetengahkan bahwa dua benda yang saling mendekati butuh waktu lebih
singkat untuk bisa bersejajar.

Ilustrasi Paradoks Stadion
Sebenarnya ini adalah penerapan dari relativitas Galileo yang diajarkan di bangku SMA kita dulu. Ada yang
masih ingat ceritanya? Kalau dua benda bergerak, yang satu bisa dianggap diam, sementara yang satu lagi
kecepatannya dijumlahkan. :D
Nah demikian juga dengan kasus Paradoks Stadion di atas. Ketika B dan C sama-sama bergerak, maka jumlah
waktu sebelum mereka saling bertemu juga akan mengecil, sebab kecepatannya saling menjumlahkan.
Sementara A (yang tidak bergerak) tidak mendapat keuntungan tersebut. Alhasil terlihat seolah yang satu lebih
cepat dari yang lain, padahal sebenarnya tidak.

Penutup: Infinity in finity

Sebagaimana sudah disebut beberapa kali di atas, Zeno adalah filsuf yang tidak percaya pada gerak dan
perubahan. Lewat empat paradoks di atas ia ingin memastikan hakikat kenyataan. Sebagai seorang Eleatik Zeno
berpendapat bahwa semua gerak benda itu semu. Untuk membuktikan keyakinannya dia lalu merancang
serangkaian paradoks.
Tentunya kemudian timbul pertanyaan, apakah pendapat Zeno itu benar atau salah? Meskipun begitu soal itu tak
akan kita bahas di sini. Biarlah diserahkan pada ahli filsafat sahaja. :mrgreen:
Saya pribadi amat tertarik dengan ide Zeno yang menghubungkan kesemuan gerak dengan konsep tak-hingga.
Ketika berbicara keseharian yang terbatas, dia menganalisisnya lewat serangkaian kecil-kecil yang berjumlah tak-
hingga. Pada akhirnya cara berpikir itu menghasilkan ide baru yang segar kalau tidak boleh dibilang absurd.
Jika ada di antara pembaca yang akrab dengan matematika, kemungkinan akan ngehbahwa ide-ide Zeno punya
bidang pembahasan tersendiri. Keanehan Paradoks #1 dan #2, misalnya, dapat dijelaskan lewat deret
konvergen . Dengan menggunakan kalkulus ahli matematika dapat menjumlahkan irisan-irisan kecil yang
mendekati tak-hingga. Menariknya: biarpun irisannya tak-hingga, kalau diintegralkan, ternyata jumlahnyafinite.
Pendekatan macam ini membantu menjelaskan paradoks buatan Zeno.
Bagaimana perkara keseharian yang terbatas (finite) dapat dianalisis menggunakan metode tak-hingga (infinite),
nah di situ menariknya. :D
Seiring dengan kemajuan ilmu matematika, konsep ketakhinggaan dalam berhingga (infinity in finity) jadi
mudah dicerna. Akan tetapi bukan berarti semua masalah Zeno sudah selesai. Masih ada pertanyaan-pertanyaan
filosofis yang perlu dijawab.
[3][4]

Masalahnya sendiri bukan bagaimana matematika menyelesaikan paradoks Zeno, melainkan, bagaimana
memahami filosofi di balik jalan pikiran Zeno. Apa itu gerak? Apa sebenarnya hakikat perubahan? Seperti apakah
realitas? Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah concern filsafat yang di luar jangkauan matematik.
Sebagaimana filsuf terkenal Bertrand Russell berkomentar secara khusus tentang Zeno,
Zenos arguments, in some form, have afforded grounds for almost all theories of space and time and infinity
which have been constructed from his time to our own.
[5]

Anda mungkin juga menyukai