Anda di halaman 1dari 11

BAB III

KOMUNIKASI DAN RETORIKA

2.1 RETORIKA SEBAGAI CIKAL BAKAL ILMU KOMUNIKASI

Retorika yang dalam bahasa latin rhetorica yang memiliki arti ilmu bicara..
Retorika merupakan cikal bakal ilmu komunikasi karena bahasa yang merupakan
lambang dari sebuah komunikasi itu tidak berdiri sendiri, yang memiliki pengertian
bahwa bahasa bertautan dengan komponen-komponen komunikasi seperti Komunikan
yang menggunakan bahasa itu, Pesan yang dibawakan oleh bahasa itu, Media yang
digunakan sebagai penerus pesan bahasa itu, Komunikan yang dituju oleh bahasa itu
serta Efek yang diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu. Cleanth
Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya yang berjudul Modern Rhetoric
mendefinisikan retorika sebagai seni dalam penggunaan bahasa secara efektif. Dengan
definisi tersebut banyak orang menganggap bahwa retorika adalah pidato, baik itu di
depan umum maupun lewat media dengan memperhatikan aspek yang ada
didalamnya
Dalam perkembangannya retorika dari masa ke masa tidak mengalami perubahan
yang banyak, dari dulu hingga sekarang tetap memiliki maksud dan tujuan yang
itu-itu saja, hanya saja ada perkembangan teknologi didalamnya seperti :
1.

Pada zaman Yunani dan Romawi


Pada zaman ini retorika sangat berpengaruh dan memiliki tempat yang lebih di

hati masyarakat karena pada waktu itu sudah berkembangnya demokrasi, dimana
setiap orang yang memiliki kemampuan dalam berbicara dan berbahasa bisa menjadi
seorang pemimpin, tidak mengherankan orang-orang pada masa itu mengartikan
retorika sebagai kemahiran berbahasa dan bicara untuk memperoleh kekuasaan dan
kemenangan tanpa melihat kebenaran atau bukti yang nyata, karena kebenaran dapat
dibuktikan dengan tercapainya kemenangan (demokrasi).
Maka munculah Aristoteles dan Marcus Tulius Cicero yang mengatakan
bahwa retorika tidak sekedar kemenangan dalam berbahasa dan berbicara tetapi harus
dapat di pertanggung jawabkan dan masuk akal (Logis, logika). Aristoteles
mengungkapkan bahwa bahasa dapat digunakan untuk empat hal yaitu :
1

1. Membenarkan (corrective)
2. Memerintah (corective)
3. Mendorong (sugestive)
4. Mempertahankan(defensive)
Sedangkan Marcus tulius Cicero dalam bukunya yang berjudul de Oratore
mangatakan bahwa dalam berbahasa memiliki dua tujuan pokok yaitu :
1. suasio (anjuran)
2. dissuasio (penolakan)
dan dalam berbahasa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Aspek dalam komunikasi
2

Memiliki Pengaruh

3. Maksud dari isi pidato

Bahkan Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi komunikan, seorang retor


harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan. Dalam
pelaksanaannya, retorika meliputi :
1. Investio
Mencari bahan dan tema yang akan dibahas dengan memperhatikan buktibukti dengan sikap pembicara harus :
1. Mendidik
2. Membangkitkan kepercayaan
3. Mampu menggerakan hati komunikan
2. Ordo Collactio
Ini mengandung arti menyusun pidato yang meminta kecakapan si pembicara
dalam memilih mana yang yang lebih penting, dan mana yang kurang penting.
Penyusun pidato juga meminta perhatian terhadap :
1. exordium (pendahuluan)
2. narratio (pemaparan)
3. confirmatio (pembuktian)
4. reputatio (pertimbangan)
5. peroratio (penutup)

2.

Pada Zaman Modern

Pada zaman inipun tidak jauh berbeda dengan zaman Yunani dan Romawai, disini
hanya membahas tentang penegertian retorika yang termasuk kekuatan mental dan
bukan kekuatan fisik. Tokoh-tokoh yang berpengaruh pada masanya seperti :
a. Cromwell, merupakan tokoh yang berpangaruh ketika masa sedang dalam
keadaan krisis dimana dia mengatakan bahwa dalam melaksanakan retorika
harus:
-

Mengulang hal-hal penting

Menyesuaikan diri dengan keadaan atau lawan

Tidak menyinggung persoalan

Membiarkan orang mengambil kesimpulan sendiri (demokrasi)

Menunggu reaksi (adanya reaksi)

b. Henry Bollingbroke
Mengatakan bahwa retorika merupakan kekuatan mental, bukan kekuatan
fisik.
c. Sir Wiston Churchill
Mampu membangkitkan semangat rakyat inggris berperang melawan Nazi
jerman
d. Adolf Hitler
Dengan bahasa yang mengunggulkan diri sendiri dan merendahkan orang lain
Hitler mampu membuat Nazi Jerman ditakuti olah negara lain.
e. Ir. Soekarno
Dengan semangat perjuangan, Bung Karno mampu membangkitkan semangat
rakyat Indonesia mengusir penjajah dan membawa Indonesia menjadi negara
yang merdeka.

3.

Retorika Ilmiah
Pada masa ini banyak bermunculan negara yang berkembang dan banyak

menganut demokrasi sehingga munculah scientific rhetorics atau retorika ilmiah yang
merupakan paduan ilmu komunikasi dengan ilmu kejiwaan. Herbert W Simons dalam
bukunya yang berjudul Persuasion Understanding, Practice and Analysis
mengatakan

bahwa

retorika

adalah

Komunikasi

yang direncanakan

untuk

mempengaruhi orang lain dengan mengubah kepercayaan, nilai, dan sikap


(psikis).sehingga apabila dalam berbahasa orang dikatakan berhasil dapat dilihat dari
3

opini dan tingkah laku. Namun pada zaman ini sudah banyak dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi sehingga tidak seperti zaman Yunani dan Romawi yang sebatas
orang disekitar wilayah tertentu, tetapi dengan kemajuan iptek kemampuan orang
dalam berbahasa dan berkomunikasi bisa meliputi seluruh negeri bahkan luar negeri
melalui media masa baik visual maupun audio visual.

2.2 RETORIKA DALAM KEPEMIMPINAN

1.

Faktor Ethos, Phatos, dan Logos


Dalam menyampaikan komunikasi dan bahasa selain harus memperhatikan

aspek komunikasi seorang orator dan komunikator harus memiliki aspek psikis,
teoritis dengan dilengkapi kegiatan praktek, tetapi juga harus memperhatiakn faktorfaktor ethos, phatos, dan logos dimana faktor tersebut adalah :

a. Ethos, merupakan sumber kredibilitas yang dimiliki seorang komunikator


seperti ilmu pngetahuan, pandidikan, persiapan sebelum melakukan pidato.
b. Phatos, imbauan emosional. Seorang komunikator harus mampu mengatur
tempo dan ritme dalam berbicara dengan kata-kata yang bervariasi sehingga
mampu menggerakan hati para pendengar(komunikan)
c. Logos, imbauan yang logis dengan pemikiran yang mantap yang mampu
Dimengerti oleh komunikan.

Menurut Jean Jaures mengatakan bahwa pidato itu ibarat air terjun yang mampu
membongkar kerasnya bukit-bukit karang. Dan Bung Karno mengatakan bahwa
pidato itu harus mampu mendirikan semangat, keinsafan, harapan, ideologi, artileri
kejiwaan yang menurut sejarah dunia merupakan satu-satunya artileri yang mampu
menghancurkan stelsel.
Bahkan sejarah mengatakan bahwa seorang pemimpin suatu ketika bisa
dikatakan pahlawan tetapi suatu ketika bisa dikatakan sebagai pengkhianat. Ini
menunjukan bahwa dalam berkomunikasi dan berbahasa harus didasari dengan logika
dan kebenaran, bukan hanya kepandaian dalam berbicara saja.

2. Retorika dan Kepemimpinan Orde Baru

Pada masa ini pemerintah telah memperkenalkan kepemimpinan gaya khas


Indonesia, yaitu kepemimpinan dengan mengacu kepada Penataran P-4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang sejak tahun 1979 telah diselenggarakan
secara meluas di seluruh Indonesia dengan nama Kepemimpinan Pancasila.
Bahkan menurut Ki Hajar Dewantara, kepemimpinan pancasila adalah :
-

Ing ngarso sung tulodo, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu menjadikan dirinya sebagai panutan bagi orang-orang yang
dipimpinnya melalui sikap dan perilaku perbuatannya.

Ing madya mangun karso, yang berarti seorang pemimpin harus


mampu

membangkitakn

semangat

pada

orang-orang

yang

dibimbingnya.
-

Tut wuri handayani, yang berarti seorang pemimpin harus mampu


mendorong orang-orang yang diasuhnya agar mampu berjalan didepan
dan sanggup bertanggung jawab.

Demikian Kepemimpinan Pancasila menurut Ki Hajar Dewantara, namun


semua itu harus memperhatikan norma kepemimpinan seperti berwibawa, jujur,
terpercaya, bijaksana, mampu mengayomi, berani, mampu melihat kedepan, mampu
mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas, bertanggung jawab, sederhana, penuh
pengabdian, dan berjiwa besar. Bahkan ABRI dalam Kepemimpinan Pancasila, telah
menambah dua butir yang memilik arti dan makna yang sangat besar dari seorang
pemimpin yaitu Taqwa, yang merupakan asas di atas segala asas, yang mengandung
suruhan dan larangan yang bersumber pada Tuhan. Sedangkan butir yang kedua yaitu
Legawa, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus rela menyerahkan jabatan
sebagai pemimpin kepada generasi penerus.
Dengan mampu mempraktekan dan memahami semua itu maka lengkaplah
kiranya seseorang dapat menjadi seorang Pemimpin.
2.3

Pidato dalam Praktek

1.

Persiapan Pidato
Di kalangan ahli pidato, dan orator terdapat sebuah ungkapan sebagai

pegangan sebelum berpidato yaitu :


Qui ascendit sine labore, descendit sine honore

Yang memiliki arti bahwa seorang yang naik (pidato) tanpa kerja, maka akan turun
tanpa kehormatan, jadi seseorang yang berpiadto tanpa persiapan akan mengalami
kegagalan, dan jika gagal maka kehormatannya akan jatuh. Oleh karena itu, seseorang
sebelum naik ke mimbar harus melakukan persiapan terlebih dahulu secara seksama.
Dalam berpidato terdapat dua jenis pidato yaitu pidato langsung dan pidato tak
langsung diamana pidato tak langsung merupakan pidato yang menggunakan media
sebagai alat perantara antara komunikator dan komunikan, sedangkan pidato langsung
yaitu pidato yang langsung bertatap muka dengan para hadirin.
Dalam berpidato langsung seseorang harus mampu menelaah secara seksama
apakah hadirin itu bersifat homogen atau heterogen, berjumlah banyak atau sedikit,
karena dalam berpidato langsung ada untung dan ruginya dimana para hadirin bisa
langsung menanggapi dari isi pidato tersebut, atau bahkan bisa langsung meminta
turun seseorang yang berpidato itu karena faktor tidak senang dan kurangnnya
kemampuan seorang pidato. Jadi dalam berpidato haruslah dipersiapkan terlebih
dahulu baik itu materi-materi yang akan disampaikan maupun gaya bahasa yang harus
disesuaikan dengan para komunikan, agar informasi yang disampaikan itu berhasil
dan sesuai dengan apa yang dinginkan oleh para hadirin.
Sebelum berpidato ada dua cara yang digunakan sebelum naik mimbar yaitu
dengan naskah atau tanpa naskah, dimana dalam penggunaannya haruslah
memperhatiakn situasi, sifat pertemuan, pesan yang akan disampaikan, dan hadirin
yang hadir.
a. Pidato tanpa Naskah
Pidato tanpa naskah dianggap paling baik karena antara mimbarwan dan
hadirin terjadi kontak pribadi dengan kedua belah pihak saling menatap, sehingga
timbulah rasa percaya terhadap mimbarwan karena semua yang keluar dari ucapan
mimbarwan merupakan hasil buah pikir dan ide dari mimbarwan itu sendiri. Pidato
tanpa naskah biasanya dilakukan dalam situasi yang tidak menimbulkan resiko seperti
pertemuan antara pmpinan dengan karyawan. Namun demikian dalam pidato ini tetap
harus dipersipkan terlebih dahulu apa yang akan disampaikan, hanya saja dalam
bentuk garis besarnya saja seperti pokok-pokok utama.
b. Pidato dengan Naskah
Pidato dengan cara ini memiliki sisi positif dan negatif, seperti dari sisi positif,
pidato akan lancar, susunan kalimat teratur, bahasa baik dan benar, kata-katanya tepat
dan terjamin. Sedangkan sisi negatifnya, sewaktu pidato berlangsung kepala terus
6

menunduk membaca naskah sehingga kontak pribadi dengan hadirin kurang atau
sama sekali tidak ada kontak, timbulah kurang percaya kepada mimbarwan dengan isi
pidato itu apakah buatan sendiri atau buatan orang lain.
Didalam pidato perlu memperhatikan empat bagian yaitu :

1.

Exordium (pendahuluan)

Protesis (latar belakang masalah)

Argumenta (pembahasan)

Conclusio (Penutup)

Exordium
Adalah bagian pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar ke pokok

masalah sebagai upaya untuk menyiapkan, membangkitkan perhatian, dan mental para
hadirin agar mereka antusias mendengarkan penjelasan berikutnya. Berbagai cara
dapat ditampilkan untuk memikat perhatian hadirin, seperti mengemukakan kutipan
,mengajukan pertanyaan dan lain-lain, tetapi jangan sekali-kali mengawali pidato
dengan permintaan maaf dan lelucon.
2.

Protesis
Merupakan latar belakang dari sebuah masalah yang dikemukakan sedemikian

rupa sehingga tampak jelas kaitannya dengan para hadirin, dengan menggunakan
bahasa yang benar memiliki makna pesan yang disampaikan agar timbul kayakinan
para hadirin.
3.

Argumenta
Adalah pembahasan yang mendukung pada bagian protesis, yang merupakan

pemaparan yang lebih luas dari bagian protesis.


4.

Conclusio
Merupakan akhir dari sebuah pidato, yang merupakan kesimpulan yang

singkat dan sederhana dari kesluruahan uaraian yang berisi penegasan, dan
pertimbangan yang mengandung justifikasi atau pembenaran menurut

penalran

mimbarwan tanpa mengemukakan fakta baru.


Dan yang penting sekali bagi seseorang yang akan muncul dalam suatu forum adalah
kehormatannya
2.

Sikap Sebelum, Sedang, dan Sesudah Pidato


Seseorang yang muncul diatas mimbar harus bersikap sedemikian rupa

sehingga sebelum,sedang dan sesudah berpidato mampu menarik segenap para


hadirin.
7

a. Sebelum Menuju Mimbar


Seseorang yang akan naik menuju mimbar perlu mempersiapkan segala hal
yang akan mendukung kelancaran dalam berpidato, baik itu materi, mental maupun
pakaian yang dikenakan oleh seorang mimbarwan. Dalam hal pakaian haruslah
disesuaikan dengan kondisi para hadirin dan jenis pertemuan tersebut apakah formal
atau resmi. Dimana sejak berdiri sampai duduk kembali harus bersikap hormat pada
hadirin, tenang dan percaya diri.
b. Cara Bersikap di Mimbar
Ketika berada di mimbar semua sorot mata tertuju pada satu arah yaitu
mimbarwan, bagi yang sudah berpengalaman sorotan mata itu hanya bersifat biasa
tetapi bagi yang pertamakali naik mimbar akan terjadi demam panggung yang
menyebabkan salah tingkah dan terpecahnya konsentrasi. Untuk mensiasati rasa
tersebut cobalah untuk bersikap tenang, menghirup nafas panjang dan dalam tanpa
terlihat oleh hadirin, dan menatap hadirin pada bagian atas matanya.
Sedangkan ketika memulai dan mengakhiri pidato perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Bersikap Orisinil
2. Bersikap sama-sama sederajat, tidak menggurui
3. Berbicara dengan rima
4. Mengatur tempo bicara
5. Adanya penekanan dalam bicara
6. Memelihara kontak pribadi dengan hadirin
7. Ekspresi wajah agar menarik simpati hadirin
Satu hal yang perlu diperhatikan oleh mimbarwan ketika berpidato adalah termasuk
kelompok hadirin kecil atau besar, karena apabila kelompok kecil maka isi pidato
akan langsung ditanggapi atau menilai secara rasional dan logis. Sedangkan kelompok
besar maka akan didominasi oleh luapan emosi, dimana akan timbul wabah mental
yakni apabila satu orang tepuk tangan maka yang lainpun akan ikut tepuk tangan,
apabila satu orang teriak turun maka seterusnya demikian, jadi seorang mimbarwan
harus mampu membaca situasi dan kondisi ketika berpidato.
c. Saat Meninggalkan Mimbar
Ketika selesai berpidato maka tetaplah bersikap tenang, dan tertib. Jika
pidatonya menggunakan naskah maka lipat dahulu naskah tersebut dan masukan ke
8

dalam saku baju. `Turunlah dari mimbar dengan wajah ceria disertai senyuman
dengan langkah mantap dan tenang, dan hormatilah semua hadirin sebelum anda
kembali duduk.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
2.4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uraian-uraian yang terdapat dalam pembahasan, maka kami
dapat dan menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.

Salah satu faktor terpenting dalam kehidupan adalah komunikasi,


bahasa dan gaya bicara.

2.

Komunikasi,

bahasa,

dan

gaya

bicara

mampu

menunjukan

kehormatan seseorang
3.

Seorang

Pemimpin

dituntut

untuk

mampu

berbicara

dan

berkomunikasi.
4.

Seseorang yang berdiri diatas mimbar sudah dengan sendirinya


merupakan sumber yang dapat dipercaya

5.

Seseorang yang berdiri diatas mimbar merupakan orang yang ahli


dibidangnya

6.

Seorang Pemimpin akan menjadi panutan apabila pemimpin itu


mampu memotivasi orang lain.

Jadi kita sebagai generasi penerus, cepat atau lambat kita semua akan menjadi seorang
pemimpin, dan abdi masyarakat dimana seorang pemimpin harus mampu dan selalu
siap untuk berpidato, karena kemampuan berpidato menyangkut wibawa, reputasi dan
kehoramatan seorang pemimpin dipertaruhkan. Maka pahamilah teori dan praktek
pidato sebelum kesempatan menjadi seorang pemimpin itu datang.
9

SARAN
Ada beberapa saran yang ingin kami sampaikan agar perbaiakn dan
penyempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini, sehingga dapat mencapai apa yang
kita inginkan dan harapkan, saran-saran tersebut adalah :
1. Pahamilah, dan persiapkan materi-materi pidato sebelum anda berpidato.
2. Berhati-hatilah dalam menggunakan bahasa karena pribahasa mengatakan
bahwa Perkataan lebih tajam dibandingkan sebilah pedang
3. Berusahalah untuk bersikap berani dalam kesempatan untuk berpidato.
Karena semakin banyak tampil semakin bisa anda untuk berpidato.
4. Berpikirlah secara logis dan kritis sebelum anda termakan oleh buaian bahasa
orang lain
5. Pergunakanlah moral dan etika ketika anda sedang berkomunikasi dan
berbahasa.
6. Pengalaman adalah guru yang terbaik
7.

KOMUNIKASI DAN PUBLISISTIK


A.PUBLISISTIK DARI MASA KE MASA.
Pada awal tahun 1980 an tidak diperegunakan di indonesia,
Yang pertama karena publisistik merupakan perkembangan retorika, di daratan eropa
terutama jerman,sedangkan komunikasi juga merupakan perkembangan retorika tetapi
terjadinya di amerika serikat.Dalam rangka memperluas wawasan ilmiah para mahasiswa
atau siapa saja yang berkecimpung dalam upaya memahami ilmu komunikasi sewajarnya
memahami pula masalah publisistik sebagi perkembangan retorika,tetapi di dunia
lain,sehingga dengan demikian dapat melakukan perbandingan dalam perkembangannya
sebagai akibat dari pengaruh sistem politik di negara kedua benua itu.
Yang kedua karena masyarakat indonesia yang sejak jaman merdeka mencari cari
ilmu yang mempelajari dan meneliti kegiatan media massa seperti pers, radio dan film
yang memang mudah beroprasi sejak jaman penjajahan,ternya ilmu publisistik yang
mula mula diperkenelkan oleh para pakar bangsaindonesia.

Publisistik terjemahan dari bahasa jerman publizistik,dan bahasa belanda

publicistiek yang memiliki derajat ke ilmuan merupakan perkembangan dari ilmu

10

persuratkabaran. Dalam bahasajerman Zeitungswissenschaft dan dalam bahasa belanda


Dagbladwetenshaft.

11

Anda mungkin juga menyukai