125020300111050
125020307111003
125020307111031
125020307111076
BENTURAN KEPENTINGAN
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari investasi, asosiasi atau
hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik
mereka berkenaan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul
manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentingan yang dapat menimbulkan
kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Benturan kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan, petugas atau direktur,
atau seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan pribadi yang tidak layak sebagai
akibat dari kedudukannya dalam perusahaan. Apabila situasi semacam itu muncul, atau apabila
individu tidak yakin apakah suatu situasi merupakan benturan kepentingan, ia harus segera
melaporkan hal-hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan.
Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan
benturan kepentingan, mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada
komite pemeriksa.
Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan / organisasi dalam
menghindari benturan kepentingan :
1.
Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan
Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat
4.
5.
6.
Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah,
di luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.
7.
Tidak akan memegang jabatan pada lembaga-lembaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.
8.
Menghindarkan diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun non-keuangan
pada organisasi / perusahaan yang merupakan pesaing, antara lain :
Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan atau spekulasi atau
kecurigaan akan adanya benturan kepentingan.
Tidak akan melakukan investasi atau ikatan bisnis pada individu dan pihak lain yang
mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.ETIKA DALAM TEMPAT KERJA
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah
untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan
tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum
dapat
dinyatakan
sebagai
salah
satu
bentuk
kejahatan
kerah
putih.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan
berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1.
2.
3.
negara dan elemen civil society untuk memastikan implementasi prinsip akuntabilitas dalam
setiap kebijakan publik.
Berkaitan dengan kontrak sosial, sebuah proses akuntabilitas sosial idealnya bisa memberi
ruang bagi masyarakat untuk: pertama, bersuara. Artinya, masyarakat mempunyai kesempatan
untuk mengeluarkan pendapat sebagai perwujudan dari hak sipil dan politik yang dimilikinya.
Melalui
kesempatan
bersuara,
masyarakat
diharapkan
bisa
berpartisipasi
aktif
dan
menghilangkan berbagai sumbatan dalam proses komunikasi politik di setiap proses kebijakan
publik. Kedua, memilih. Artinya, masyarakat diberi kesempatan untuk memilih saluran
kepentingan yang sesuai dengan preferensinya masing-masing. Pada titik ini, masyarakat
didorong untuk dapat memaksimalkan kepentingannya melalui saluran yang mereka pilih dalam
setiap proses kebijakan publik. Ketiga, menentukan jalan ke luar. Artinya, masyarakat memilki
cukup ruang untuk menentukan jalan ke luar bagi setiap persoalan yang muncul dalam proses
kebijakan publik.
Guna mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial, secara umum, terdapat
sejumlah faktor yang sering dijadikan sebagai prasyarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas
sosial.
Faktor-faktor tersebut, antara lain:
1.
ini dibentuk tidak untuk pengendalian informasi, namun sebaliknya, justru untuk meniadakan
informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2.
Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk
Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat dari warga negara dan aktor-aktor Civil
Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah merupakan prasyarat penting bagi
terwujudnya akuntabilitas sosial. Dalam aras praksis, faktor ini acap kali berbenturan dengan
sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa
warga negara kurang berdaya.
3.
Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi demikian penting, sebab, hambatan terbesar bagi
perwujudan akuntabilitas sosial sering kali berasal dari keengganan para politisi dan birokrat
untuk membuka semua informasi serta mendengarkan setiap pendapat masyarakat. Banyak
pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap aspirasi
masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola
interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan, sehingga terbentuk sebuah pola
interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor baik yang berasal dari negara maupun
masyarakat.
4.
stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak
diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik .
Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan
berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana
organisasi dapat mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan
publik
Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan
publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah : Sebab umum :
gangguan kesejahtraan dan rasa aman tanggung jawab sosial diabaikan Sebab khusus :
kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah penurunan profit yang tajam
penyelewengan perubahan permintaan pasar kegagalan/penarikan produk regulasi dan
deregulasi kecelakaan atau bencana alam
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000): 1. Situasi Dahulu Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan
ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. 2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian
pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah
corporate social responsibility. 3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS. 4. Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari
universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN). 5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika
bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business,
Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo. karena kelompok profesional
merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses
pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh
rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat built-in
mechanism
berupa
kode
etik
profesi
dalam
hal
ini
jelas
akan
diperlukan
untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian