KLB DIFTERI
Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
Tri Yulia Indah Sari
Triani Septi RN
Ulimaz Pawestri
Utin Wahyu Oktavia
Wiranti Febrina
Yessi Dwisanti
Yoki Agus Kasandra
Zia Fahlefi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt karena berkat ridho dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul KLB Difteri tepat
pada waktunya. Semoga penulisan makalah ini dapat memenuhi syarat untuk tugas pada
mata kuliah Kegawatdaruratan.
Makalah ini dibuat berdasarkan beberapa sumber yang bersangkutan dengan
materi. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak menemukan berbagai hambatan
dan kendala karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami punya. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna baik secara penyajian ataupun
kelengkapannya. Oleh karena itu, kami siap menerima segala kritik dan saran demi
sempurnanya makalah-makalah yang lainnya.
Tak lupa, saya juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak di bidang farmasi dan bidang
kesehatan pada umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Pontianak,
Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Studi Kasus...................................................................................................3
B. Difinisi Difteri...............................................................................................4
C. Bakteri Penyakit............................................................................................6
D. Epidemiologi.................................................................................................7
E. Patogenesis....................................................................................................8
F.
Diagnosa pemeriksaan................................................................................12
J.
K. Pencegahan..................................................................................................14
L. Determinan..................................................................................................14
BAB III..................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................16
Kesimpulan.........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC,
Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu
penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah
akibat PD3I.
Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheriae, oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa
dengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh
kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan
kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap difteri
digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun
dengan drastis.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan
10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.
Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum
dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah
padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri
sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan
buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit
difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk
meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut.
Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap
penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah dari
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan maklah ini adalah :
1. Mengetahui apakah difteri itu.
2. Mengetahui bakteri penyebab difteri.
3. Mengetahui patogenesis penyakit difteri.
4. Mengetahui gejala penyakit difteri.
5. Mengetahui cara penularan difteri.
6. Mengetahui diagnosa pemeriksaan penyakit difteri.
7. Mengetahui cara mengobati difteri.
8. Mengetahui cara mencegah difteri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Studi Kasus
Dunia kesehatan masyarakat Indonesia dikejutkan oleh adanya penyebaran
penyakit difteri di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Sebanyak 11 anak meninggal
dunia dari 333 kasus difteri yang muncul selama tahun 2011. Karena itu,
pemerintah Provinsi Jatim menetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit
difteri sejak Jumat, 7 Oktober 2011 dan mulai berlaku 10 Oktober 2011.
Penetapan status KLB dilakukan mengingat kasus ini telah tersebar di hampir
seluruh kabupaten/kota se-Jawa Timur.
Kasus difteri telah menjangkiti 34 kota/kabupaten, dan hanya empat
daerah yang belum terjangkit seperti Ngawi, Pacitan, Trenggalek, dan Magetan.
Kasus difteri yang paling parah menyerang Surabaya, Bangkalan, dan Mojokerto.
Penularan penyakit difteri sudah mulai meningkat sejak 2008. Pada tahun 2010, di
wilayah Jatim memang tinggi angka kesakitan akibat penyakit difteri sebanyak
304 kasus pada 32 daerah dan mengakibatkan 21 anak meninggal. Sedangkan
tahun 2009, terdapat 140 kasus pada 24 daerah di Jatim dengan korban 8 orang
meninggal dunia. Peristiwa KLB difteri yang terjadi di Jatim memberikan
gambaran bahwa program imunisasi harus mendapat perhatian khusus.
Sejak Januari hingga Oktober 2011, korban penyakit difteri mencapai 328
orang. Pemprov Jatim-pun melakukan vaksinasi massal yang dimulai serentak
(10/10/2011) pada 11 kabupaten/kota yaitu Kota Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan,
Mojokerto, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pamekasan, Blitar, Gresik, dan
Banyuwangi dengan anggaran Rp10 miliar dari Rp13 miliar yang disediakan.
Kesebelas daerah itu merupakan daerah dengan jumlah persebaran difteri terbesar.
Dari 651 desa, 483 desa tanggungjawab Pemprov Jatim, 168 desa tanggungjawab
kabupaten kota. Pemprov menambahkan dana sebanyak Rp10 miliar yang
disalurkan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim
(beritajatim.com).
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala
komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan
anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang
dirasakan pasien :
C. Bakteri Penyakit
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan
difteri berupa infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas. Ia juga dikenal
sebagai basil Klebs-Lffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog
Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Lffler (1852-1915).
Klasifikasi ilmiah dari bakteri Corynebacterium diphtheriae adalah :
Kingdom
: Bakteri
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Order
: Actinomycetales
Keluarga
: Corynebacteriaceae
Genus
: Corynebacterium
Spesies
: Corynebacterium diphtheriae
Kuman difteri berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um,
tidak berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, dan tidak tahan asam. C.
Diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh
pada suasana aerob.
E. Patogenesis
Di alam, Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan,
dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang
membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan
individu yang peka. Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit
yang lecet, dan bakteri mulai menghasilkan toksin.
Pembentukan toksin ini secara in vitro terutama bergantung pada kadar
besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi 0,14 g/ml perbenihan tetapi
benar-benar tertekan pada 0,5 g/ml. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya
toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam amino, pH, dan tersedianya
sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.
Toksin difteri adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang
dapat mematikan pada dosis 0,1 g/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul
dapat terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B
tidak mempunyai aktivitas tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan
fragmen A ke dalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipeptida
(jika ada NAD) dengan menghentikan aktivitas faktor pemanjangan EF-2. Faktor
ini diperlukan untuk translokasi polipeptidil-RNA transfer dari akseptor ke tempat
donor pada ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2
dengan mengkatalisis reaksi yang menhasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu
kompleks adenosin difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa efek
nekrotik dan neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian sintesis
protein yang mendadak.
Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena yang
berbeda, yaitu :
1. Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi dan
proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang mekanisme
kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri menghasilkan beberapa
jenis pili. Toksin difteri juga mungkin terlibat dalam kolonisasi tenggorokan.
2. Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan kematian
sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam sel. Meskipun
10
Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak
sehat.
11
antitoksin
sangat
mempengaruhi
prognosa.
Diagnosa
harus
12
Diagnosis
klinis
bakteriologis
difteri
membutuhkan
konfirmasi
Antibiotik: Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau
eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan
membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi
difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit untuk perawatan.
13
Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat
menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan
imunisasi penyakit ini.
K. Pencegahan
Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak
hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri
biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang dikenal
sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis.
Versi terbaru dari vaksin ini dikenal sebagai vaksin DTaP untuk anak-anak dan
vaksin Tdap untuk remaja dan dewasa. Pemberian vaksinasi sudah dapat
dilakukan saat masih bayi dengan lima tahapan yakni, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan,
12-18 bulan dan 4-6 tahun.
Vaksin difteri sangat efektif untuk mencegah difteri. Tapi pada beberapa
anak mungkin akan mengalami efek samping seperti demam, rewel, mengantuk
atau nyeri pasca pemberian vaksin. Pemberian vaksin DTaP pada anak jarang
menyebabkan komplikasi serius, seperti reaksi alergi (gatal-gatal atau ruam
berkembang hanya dalam beberapa menit pasca injeksi), kejang atau shock. Untuk
beberapa anak dengan gangguan otak progresif - tidak dapat menerima vaksin
DTaP.
Pencegahan
penyebaran
penyakit
Difteri
juga
dilakukan
dengan
menerapkan pola hidup bersih dan sehat atau PHBS yang harus terus dilakukan
seperti mencuci tangan sebelum makan. Tujuan PHBS salah satunya agar
penyebaran penyakit menular itu bisa ditangkal. Lain lainnya adalah
memperhatikan asupan makanan yang bergizi dan seimbang juga harus terus
dijaga.
L. Determinan
Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian difteria
diantaranya :
14
1. Cakupan imunisasi, artinya dimana ada bayi yang kurang bahkan tidak
mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap. Berdasarkan penelitian Basuki
Kartono bahwa anak dengan status imunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap
beresiko menderita difteri 46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status
imunisasi DPT dan DT lengkap.
2. Kualitas vaksin, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang menjaga
Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitas vaksin.
3. Faktor Lingkungan, artinya lingkungan yang buruk dengan sanitasi yang
rendah dapat menunjang terjadinya penyakit Difteri. Letak rumah yang
berdekatan sangat mudah sekali menyebarkan penyakit difteria bila ada sumber
penularan.
4. Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana pengetahuan akan pentingnya
imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali secara dini gejala-gejala
penyakit difteria.
5. Akses pelayanan kesehatan yang rendah, dimana hal ini dapat dilihat dari
rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
racun corynebacterium diphtheria, dan lebih sering menyerang anak-anak. Bakteri
ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring.
Tetapi tidak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan
kerusakaan saraf dan juga jantung.
Penularan difteri dapat melalui kontak langsung seperti berbicara dengan
penderita, melalui udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan
sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Tetapi sejak diperkenalkan vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus),
penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anakanak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit
tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin akan lebih rentan terhadap
penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anda.Com,,2007,Difteriae,http://Medlineplus.com/Difteriae,2007
Biofarma, 2007, Vaksinasi, http:/www.biofarma.com,2007
Ditjen P2PL, Depkes RI, Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi
Penyakit),2007, Jakarta
Ditjen P2PL, Depkes RI, Panduan Praktis Surveilens Epidemiologi Penyakit,
2003, Jakarta,
Ditjen P2PL, Depkes RI, Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, 2005,
Jakarta
Kadun I Nyoman, 2006, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, CV
Infomedika, Jakarta
Kartono, 2008, Lingkungan Rumah dan Kejadian Difteri di Kabupaten
Tasikmalaya dan Kabupaten Garut, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol.2 No.5
Profil,2004, Profil Kesehatan ,http:// www.Bank Data/Depkes.go.id/,
KJ,2007.Difteri,http://.WWW.Balita
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr.Sulianti Saroso, 2007,
Imunisasi,http:/www.info@infeksi.com
Seksi P & SE, 2008, KLB Difteri Jatim, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Timur,2008
Supriyanto,dkk, 2008, Reaksi Kekebalan Anak Sekolah Terhadap Toksoid
Difteri.http:/www.kalbe.co.id/files/cdk/files/2008
Wijaya Kusuma, 2004, Difteri, Cara Mencegah dan Mengatasinya,
http:/Cyberhelath.com,2004
17