PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akne vulgaris atau yang lebih dikenal dengan jerawat adalah penyakitkulit
kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai
dengan
adanya
komedo,
papul,
pustul,
nodul dan
Akne yang terjadi pada usia pubertas dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: meningkatnya kadar hormon androgen, penggunaan kosmetik, stres dan
pola hidup yang tidak sehat seperti tidur larut malam. (Vgontzas, A.N., et al 2006
dan Goklas 2001). Tidur terlalu larut malam diperkirakan dapat mengakibatkan
aktivitas hormon androgen meningkat. Hormon androgen berperan penting dalam
regulasi mekanisme produksi sebum. (Harper, J.C., and Fulton, J.J. 2008)
Produksi sebum yang berlebihan akan menyebabkan kulit menjadi
sangat berminyak. Kulit berminyak cenderung lebih mudah terjadi akne
dibanding kulit normal dan kulit kering, sehingga produksi sebum yang
berlebihan akan menimbulkan sumbatan pada kelenjar pilosebasea yang
mengakibatkan timbulnya akne. (Eun Do, E., et al. 2008)
Tidur merupakan sesuatu yang diperlukan tubuh sebagaimana makanan
dan udara yang memiliki efek baik pada jiwa dan raga. Tidur pada malam
hari, mulai jam 22.00 WIB - 06.00 WIB terjadi proses regenerasi kolagen,
selain itu pada jam 23.00 WIB - 02.00 WIB terjadi sekresi peningkatan
hormon kortisol tubuh, dan setelah itu menurun dan kembali meningkat pada
jam 08.00 WIB. Kurang tidur dapat menyebabkan peningkatan faktor-faktor
inflamasi, penurunan imunitas tubuh, memicu resistensi insulin dan peningkatan
level stres.( Harper, J.C., and Fulton, J.J2008., Vgontzas, A.N., et al2004., dan
Hastings, M.2005)
Hasil studi
menyatakan bahwa tiga faktor yang paling sering memicu timbulnya dan
eksaserbasi akne adalah stres, kurang tidur dan keringat. (Kubota, Y., et al.
2010)
Faktor-faktor yang berperang penting dalam terjadinya akne pada remaja
adalah makanan, kosmetik, stress, kurang tidur dan hormonal. (Tan, H.H., et al,
2007).
Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penelitian yang setuju makanan
berpengaruh pada timbulnya akne, ada pula yang kontra. Jenis makanan yang
sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak
(kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan
beriodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Menurut yang pro, makanan dapat
merubah komposisi sebum dan menaikan produksi kelenjar sebasea (Cordain L,
Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B, Brand-Miller B, 2002; Smith, R N,
Mann N J, Braue A, Makelainen H, Varigos G A, 2007).
Penelitian tentang efek makanan terhadap akne vulgaris sebenarnya telah
berlangsung sejak tahun 1946 oleh Steiner yang melakukan observasi pada
penduduk Okinawa yang daerahnya terisolasi dari dunia luar dan tidak didapati
adanya akne vulgaris. Pada tahun 1967, Findlay melakukan pengamatan terhadap
prevalensi akne vulgaris pada penduduk Afrika Selatan yang tidak mengkonsumsi
dan yang mengkonsumsi makanan cepat saji dan didapati hasil 16% untuk
penduduk yang tidak mengkonsumsi dan 45% untuk yang mengkonsumsi.
Sulzberger, 1969, melakukan uji trial pertama terhadap efek coklat terhadap
eksaserbasi akne vulgaris, dan tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, tetapi belakangan penelitian
ini ditolak karena kandungan coklat bar dan plasebo yang digunakan sama. 1971,
Schaefer selama 30 tahun melihat adanya peningkatan prevalnsi akne pada Suku
Inuit di Eskimo setelah mereka mengadopsi gaya hidup barat. 1981, Bechelli
melakukan survei pada anak 6-16 tahum dengan responden sebanyak 9955, dan
hanya didapati prevalensi akne vulgaris sekitar 2,7%. Freye, 1998, melihat adanya
perbedaan prevalensi penduduk tradisional Suku Pruvian dengan penduduk
perkotaannya dan didapati perbedaan prevalensi sebesar 28% dan 43%. 2002,
Cordein melakukan pengamatan pada penduduk Kitavan, dan didapati prevalensi
akne sangat rendah. Penelitian terakhir pada tahun 2007, oleh Smith dengan suatu
uji trial terhadap pola makan dengan Glicemic load rendah ternyata dijumpai
adanya penurunan lesi akne yang significan (Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M,
Hill K, Eaton B, Brand-Miller B, 2002).
Di Indonesia sendiri, belum pernah dilakukan penelitian mengenai
hubungan pola diet, khususnya makanan cepat saji, terhadap timbulnya akne
vulgaris.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara waktu tidur malam dan konsumsi makanan siap
saji dengan timbulnya acne vulgaris pada mahasisiwi fakultas kedokteran UWKS
agkatan 2012?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan khusus
a.
Mengidentifikasi waktu tidur malam mahasiswa di fakultas
b.
c.
B. Manfaat Penelitian
1. Bagi petugas kesehatan
Penelitian ini bisa menjadi landasan baru yang lebih profesional dan
lebih akurat serta memberikan wawasan baru untuk dijadikan rujukan
terutama dalam masalah acne vulgaris yang berhubungan dengan
waktu tidur malam dan konsumsi makanan siap saji.
2.
Bagi Universitas
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi
mahasiswa kedokteran khususnya tentang permasalahan waktu
tidur malam dan konsumsi makanan siap saji yang dapat
b.
3.
b.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Akne Vulgaris
1. Definisi Akne Vulgaris
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan folikel menahun dengan
gambaran klinis berupa komedo, papul, pustule, nodus dan jaringan
parut yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
sendiri.Tempat predileksi adalah di muka, bahu, dada bagian atas dan
punggung. (Wisataatmaja,2008).Meskipun dapat sembuh sendiri, namun
sekuel bisa seumur hidup, yaitu berupa formasi jaringan parut
hipertropis ataupun berlubang (Zaenglein,2008).
Penyakit ini paling sering didapati pada usia remaja, dan hampir
semua remaja terkena penyakit ini. Meskipun begitu, penyakit ini juga
didapati ataubertahan pada usia dewasa. Akne vulgaris terjadi terutama
pada kulit yangberminyak (Odom,2000).
2. Epidemiologi
Penyakit ini mengenai hampir semua remaja di seluruh belahan
dunia.Umumnya insiden terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita, dan
16-19 tahun pada pria dan umumnya lesi yang predominan adalah
komedo dan papul. Pada wanita, akne dapat menetap lebih lama sampai
pada usia tiga puluh tahun atau lebih bila dibandinngkan dengan pria.
Namun derajat akne yang lebih berat justru didapati pada pria
(Wasitaatmadja,2008).
Diketahui bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang
menderita akne dibandingkan dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika)
(Wasitaatmadja,2008). Diketahui bahwa genetik memegang peranan
penting dalam kejadian akne vulgaris. Bila kedua orang tua menderita
akne maka 3 dari 4 anak akan menderita akne juga (Fulton,2009),. Dan
diketahui pasien dengan genotip XXY memiliki gejala yang lebih berat
(Zaenglein,2008).
(Webster,2002).
Tetapi
faktor
keturunan/genetik
menyebabkan
dilatasi
bagian
atas
folikel
rambut,
mengandung
antigen
karbohidrat
yang
menstimulasi
mengaktifasi
komplemen.Bakteri
ini
juga
memfasilitasi
4. Gejala Klinis
sering
mempengaruhi
kondisi
psikologis
pasien
dan
5. Gradasi
Ada berbagai kriteria gradasi akne yang ada saat ini, dan beberapa
diantaranya adalah:
a. Cunliie et al (James,2005)
1) Ringan: lesi utama berupa komedo. Papul dan pustul mungkin
ada, tetapi berukuran kecil dan sedikit (<10).
2) Sedang: papul dan pustul dalam jumlah sedang (10-40)
dandidapati komedo (10-40). Penyakit juga mungkin ditemukan
di badan.
FKUI/RSUPN
Dr.
Ciptomangunkusumo
(Wasitaatmadja,2008)
1) Ringan :
a) beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
b) sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
c) sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
2) Sedang :
a) banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
b) beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
c) beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
d) sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi.
3) Berat
a) banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
b) Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi
Catatan :
sedikit<5, beberapa5-10, banyak >10
6. Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris dibuat atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam (Wasitaatmadja,2008).
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak
spesifik berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea
dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah
menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum
bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas
(Wasitaatmadja,2008).
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai
peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun
hasilnya sering tidak memuaskan (Wasitaatmadja,2008).
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface
lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris
kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada
akneiformis
yang
disebabkan
oleh
induksi
obat,
8. Penatalaksanaan
kadang-kadang
tidak
dapat
dihindari
oleh
penderita
(Wasitaatmadja,2008).
ini
menormalkan
hiperkeratinisasi
dan
B.
Tidur
1. Fisiologi Tidur
Tidur merupakan kebutuhan dasar tubuh kita dan penting untuk
kesehatan kita, kualitas hidup yang bagus, dan melaksanakan aktifitas
dengan maksimal. Dan kita menghabiskan hampir sepertiga hidup kita
untuk tidur (WHO,2004).Dalam tulisannya, dr Iskandar Japardi (2002)
menuliskan bahwa semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan
yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang
seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian.Pusat
kontrol irama
hypothalamus.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi
terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang
disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat,
onus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ
akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada
laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang
dalam (Japardi,2002).
pada
C.
1.
Keseimbangan Energi
b.
Aktivitas fisik
c.
tahun dengan berat badan 65 Kg dan aktivitas ringan adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan energi untuk angka metabolism basal adalah (15,3 x 65) + 679
= 1674 kkal (lihat lampiran 4)
b. Kebutuhan energi total dengan aktivitas fisik adalah 1,56 x 1674 = 2611
kkal
Jadi taksiran kebutuhan energi seharinya adalah sebanyak 2611 kkal.
2.
(2005) 1 potong ayam goreng mengandung sekitar 515 Kkal, Cola 425 kkal,
nasi 216 kkal, ice cream 164 kkal dan kentang goreng 291 kkal. Sehingga
total kalori yang dikonsumsi untuk 1 porsi sekitar 1551 kkal. Apabila
seseorang sehari makan 3 kali, maka kalori yang dikonsumsi orang tersebut
sekitar 4653 kkal. Hal ini dapat meningkatkan hipersekresi insulin dalam
darah yang akan menyebabkan meningkatkanya androgen (USDA, 2005).
3.
2008).
Semakin tinggi GI, semakin tinggi kadar glukosa di dalam darah,
dan akan semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat
menyalurkan glukosa ke dalam sel. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan
yang sangat tinggi pada insulin, sehinga dapat terjadi inflamasi,
penambahan berat badan, peningkatan hormon, bahkan dapat menyebabkan
resistensi insulin.
D.
pada malam hari, menurunnya kadar kortisol pada pagi hari lalu meningkat pada
malam hari, peningkatan sitokin proinflamasi IL-6 dan/atau TNF sirkulasi,
dan meningkatnya kemungkinan menderita IGT dan DM.
Stress berhubungan dengan meningkatnya kerja kelenjar sebasea, baik
secara langsung ataupun melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis
(Wasitaatmadja,2008). Peningkatan produksi sebum berhubungan dengan
peningkatan asam lemak bebas yang bersifat komedogenik yangn merupakan
salah satu dasar pathogenesis akne (Zaenglein,2008). Jadi secara tidak langsung
kita dapat menyimpulkan kurangnya durasi tidur atau kehilangan waktu tidur
berperan terhadap timbulnya akne.
Meningkatnya kadar ghrelin serta menurunnya kadar leptin dalam plasma
pada malam hari memiliki pengaruh untuk seseorang mengkonsumsi lebih banyak
makanan pada malam hari. Dan ini bisa mengakibatkan keadaan hiperinsulinemia
akibat diet berlebihan. Dan kondisi hiperinsulinemia ini mengakibatkan
meningkatnya kadarinsulinlike growth factor-1 (IGF-1) dan menurunnya
insulinlike growth factor binding protein 3 (IGFBP-3). ). Kenaikan IGF-1
memiliki potensi yang tinggi untuk pertumbuhan semua jaringan, termasuk folikel
yang kemudian dapat menimbulkan akne.Insulin dan IGF-1 menstimulasi sintesis
androgen pada jaringan testis dan ovarium. Lebih lanjut, insulin dab IGF-1
menginhibisi sintesis sex hormone binding protein (SHBP) di hepar sehingga
bioavailability androgen meningkat (Cordain,2002).
Glukortikoid kortisol sering disebut stress hormone memiliki efek
metabolism (glukoneogenesis), meningkatkan resistensi terhadap stress dengan
sitokin
proinflamasi,
khususnya
TNF,
kemungkinan
berhubungan dengan kejadian akne melalui efek inflamasi yang ditimbulkan. Dan
pada penderita akne ditemukan peningkatan sekresi TNF seperti pada
uraian pathogenesis akne sebelumnya.
Makanan sendiri tidak dapat secara langsung menyebabkan akne. Setelah
diteliti ternyata terdapat faktor hormon yang memicu timbulnya akne vulgaris
yaitu androgen, insulin like growth factor, insulin like growth factor binding
protein 3 dan retinoid signaling pathway. Hormon androgen selain berperan besar
dalam memicu timbulnya hiperproliferasi folikular keratinosit, juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap aktivitas sel sebosit dalam memproduksi sebum.
Androgen yang terpenting dalam stimulasi produksi sebum adalah testosteron
yang akan diubah menjadi bentuk aktifnya oleh perantaraan enzim type I-5
reductase menjadi 5 DHT. Hal inilah yang memicu timbulnya akne pada masa
pubertas, dimana sudah umum diketahui bahwa pada usia pubertas terjadi
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A.
Kerangka Konsep
Tidur yang
kurang dan
makanan siap
saji
Akne
Vulgaris
Gambar 3.1 Kerangka hubungan tidur dana makanan siap saji dengan timbulnya
akne vulgaris
Variabel independen pada penelitian ini adalah tidur yang kurang dari tujuh
jam perhari serta makanan siap saji, sedangkan variabel dependen adalah kejadian
akne vulgaris.
B.
Hipotesis
Ada hubungan antara kurangnya kualitas dan kuantitas tidur dengan
timbulnya akne vulgaris.
DAFTAR PUSTAKA
Eun Do, E., et al, Psychosocial Aspects of Acne Vulgaris: A Communitybased Study with Korean Adolescents, The Korean Society for
Investigative Dermatology, PubMed, 2008.
Goklas, Hubungan Kualitas Dan Kuantitas Tidur Terhadap Timbulnya Akne
Vulgaris Pada Dokter Muda Di RSUP H. Adam Malik, Skripsi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011.
Harper, J.C., and Fulton, J.J., Acne Vulgaris, eMedicine Dermatology, 2008.
Hastings, M., The Brain, Circardian Rhythms, and Clock Genes, British Medical
Journal, 2005; Vol.317:1704-7.
Kubota, Y., Shirahige, Y., Nakai, K., Katsuura, J., Moriue, T., and Yoneda,
K., Community-Based Epidemiological Study of Psychosocial Effects of
Acne in Japanese Adolescents, Japanese Journal of Dermatology,
2010;Vol.37:617622.
Tan, H.H., Tan, A., Barkham, T., Yan, X.Y. and Zhu, M., CommunityBased Study
of Acne Vulgaris in Adolescents in Singapore, British Journal of
Dermatology, 2007;Vol.157:547-551.
Tjekyan, R.M.S., Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris, Jurnal
Kedokteran Media Medika Indonesia, 2008;Vol.43, No.1:37-43.
Vgontzas, A.N., et al., Adverse Effects of Modest Sleep Restriction on Sleepiness,
Performance, and Inflammatory Cytokines, The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism, 2004;Vol.89: 2119-2126.
_________________, Circardian Interleukin-6 Secretion and Quantity and Depth
of Sleep, Sleep Research and Treatment Center, 2006.
Wasiso, S.S., Perbandingan Antara Pemakaian Bedak Tabur dan Bedak Padat
dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Karyawati Toko Luwes Gading
Surakarta, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2010.
Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B, Brand - Miller B. Acne
vulgaris - a disease of Western civilization. Arch Dermatol. 2002; 138 :
1584-90.
Smith, R. N., Mann, N. J., Braue, A., Mkelinen, H., dan Varigos, G. A. 2007.
The Effect of A High-Protein, Low Glycemic-Load Diet Versus A
Conventional, High Glycemic-Load Diet on Biochemical Parameters
Gottlieb, D.J., Punjabi, N.M., Newman, A.B., Resnick, H.E., Redline, S.,
Baldwin, C.M., et al. 2005. Association of Sleep Time With Diabetes
Mellitus and Impaired Glucose Tolerance. Arch Intern Med
Foster GD, Wyatt HR, Hill JO, McGuckin BG, Brill C, Mohammed BS, et al
(2003). A randomized trial of a lowcarbohydrate diet for obesity. N Engl J
Med 348, 2082-2090
Rakel. 2008. University of Winconsin Hospital and Clinics: Glykemic Index.
Available from: http://mendosa.com/gilists.htm [Accesed 9
September 2015]
Jappe,U. 2003. Pathological Mechanisms of Acne with Special Emphasis on
Propinobbacterium Acnes and Related Therapy. Acta Derm Venereol 83.
241-248
Guyton A C, Hall J E. 2007. Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan
Adenosin Trifosfat. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11.
Jakarta: EGC, 871-874.
USDA. 2005. Nutrition Facts and Analysis for Rice. Diakses 9 September 2015,
dari United States Departement of Agriculture : http://www.usda.gov