Pravelensi
Pravelensi
Evaluasi Pelaksanaan
Rehabilitasi Sosial Pada Panti Sosial:
PEMBINAAN LANJUT
Editor
Fentini Nugroho, MA, Ph.D
ISBN 978-602-8427-69-2
Editor
: Fentini Nugroho, MA, Ph.D
Penulis
: 1. Nurdin Widodo
7. Mulia Astuti
2. Alit Kurniasari
8. Agus Budi Purwanto
3. Husmiati
9. Setyo Sumarno
4. Indah Huruswati
10. Ruaida Murni
5. Hemat Sitepu
11. Sri Gati Setiti
6. Moh Syawie
12. Soeprapto Hadi
Design Cover
: Peneliti
Foto Cover
: Peneliti
Tata letak
: Kreasi
Cetakan Pertama : 2012
Penerbit
: P3KS Press (Anggota IKAPI)
Alamat Penerbit : Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta- Timur
Telp. (021) 8017126
Email. puslitbangkesos@depsos.go.id
Website: puslit.depsos.go.id
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana
di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT setelah
melalui beberapa tahapan, tersusunlah buku hasil penelitian Evaluasi
Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti sosial: PEMBINAAN
LANJUT (After Care Service) Pasca Rehabilitasi Sosial
Kecenderungan peningkatan kuantitas maupun kualitas
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) semakin nampak
bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang.
Upaya penanganan masalah kesejahteraan sosial yang dilakukan
pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial, baik yang melalui sistem
luar panti maupun sistem panti terus dilakukan pembenahan dari sisi
sarana prasarana, metode pelayanan maupun peningkatan kualitas
sumber daya pelaksananya.
Pada hakekatnya proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
dilakukan melalui sistim panti tidak berakhir pada saat penyandang
masalah selesai mendapatkan pelayanan didalam panti, namun
hingga yang bersangkutan kembali ke keluarga maupun masyarakat
lingkungannya yang dilayani dengan kegiatan pembinaan lanjut.
Keterbatasan dari berbagai aspek mengakibatkan pembinaan lanjut
belum dilakukan secara proporsional.
Penelitian Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Pada Panti
Sosial: Studi kasus Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca
Rehabilitasi Sosial, yang dilakukan Puslitbang Kesejahteraan Sosial ini
dimaksudkan untuk mengetahui realisasi pelaksanaan pelayanan dan
pembinaan lanjut yang telah dilakukan panti-panti sosial, termasuk
kendala yang dihadapi dalam pelayanan.
Sasaran pada penelitian ini adalah Panti Sosial UPT Kementerian
Sosial, dari berbagai jenis masalah yang terdapat di berbagai kota di
Indonesia.
iii
Guna memberikan manfaat yang optimal bagi setiap jenis panti yang
diteliti, maka hasil penelitian disampaikan secara terpisah dalam
bentuk bagian-bagian sesuai jenis panti.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan kebijakan
pengembangan pelayanan sosial dalam panti, khususnya unit teknis
di lingkungan Kementerian Sosial maupun pihak lain yang melakukan
pelayanan sosial dalam panti.
Menyadari akan segala keterbatasan dan kesempurnaan buku
hasil penelitian ini, maka saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca khususnya penggiat pembangunan kesejahteraan sosial
sangat diharapkan.
Jakarta, November 2012
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Kepala,
iv
PENGANTAR EDITOR
Penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial pada
Panti Sosial, khususnya mengenai Binaan Lanjut, sangatlah penting
mengingat keberhasilan rehabilitasi sosial terutama terletak pada
keberhasilan membuat klien mandiri setelah menjalanai rehabilitasi
sosial, yang terlihat dalam tahap binaan lanjut.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa peran pekerja sosial
masih relatif minim. Selayaknya pekerja sosial berperan sejak tahap
intake, assesment, proses rehabilitasi sampai pada tahap binaan
lanjut. Sesuai dengan semangat dalam Peraturan Menteri tentang
akreditasi lembaga kesejahteraan sosial, sudah saatnyalah setiap Panti
mendayagunakan secara maksimal pekerja sosial profesional . Pekerja
sosial di sini maksudnya adalah pekerja sosial yang mempunyai latar
belakang pendidikan pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial tingkat
DIV/Sarjana. Diharapkan dengan pelayanan yang didasarkan pada
ilmu/pengetahuan, nilai dan keterampilan pekerjaan sosial, kualitas
pelayanan akan dapat lebih ditingkatkan. Namun, disadari juga,
walaupun peran pekerja sosial profesional perlu dikedepankan, peran
relawan sosial maupun tenaga kesejahteraan sosial (dengan latar
belakang disiplin lain di luar pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial),
tetap sangat dibutuhkan. Diharapkan kerjasama yang baik dalam tim
akan membuat pelayanan lebih efektif.
Sebagaimana dikemukakan di atas, pembinaan lanjut sangat
esensial untuk menjamin kemandirian klien. Prinsip pelayanan sosial
adalah membantu orang agar mampu menolong dirinya sendri
(help people to help themselves). Disamping itu, perubahan paradigma
- pergeseran dari pendekatan panti menuju pendekatan keluarga/
komunitas - perlu juga direspon dengan seksama. Karena itu,
sebenarnya pembinaan lanjut dimana klien diintegrasikan ke keluarga
dan komunitasnya, selayaknya memperoleh perhatian lebih besar,
bukan hanya pada proses rehabilitasinya saja. Dengan demikian,
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iii
PENGANTAR EDITOR
DAFTAR ISI
vii
13
13
19
29
36
47
85
A. Pendahuluan
B. Pengertian Putus Sekolah
C. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Remaja
D. Pengalaman Mengikuti Seleksi PSBR Naibonat
E. Visi dan Misi PSBR Naibonat
85
89
91
92
96
vii
97
98
107
113
viii
151
159
164
165
173
175
179
179
187
195
202
205
Bagian 8 :
209
209
217
218
227
240
245
245
251
256
264
271
277
281
281
285
290
299
304
310
315
ix
322
323
325
329
332
343
345
346
349
354
DAFTAR PUSTAKA
357
362
INDEKS
371
Bagian 1
PERSPEKTIF PENANGANAN MASALAH
MELALUI PANTI SOSIAL
Panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteran sosial yang
memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan ke
arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial (Balatbangsos,
2004). Oleh sebab itu pelayanan melalui sistem panti pada hakikatnya
merupakan upaya-upaya yang bersifat pencegahan, penyembuhan,
rehabilitasi, dan pengembangan potensi klien, menjadi penting
peranannya.
Rencana Strategis 2010 - 2014 Kementerian Sosial RI menjelaskan
bahwa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Panti Sosial merupakan pusat
kesejahteraan sosial yang berada di baris paling depan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan kesejahteraan sosial
dan pilar intervensi pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PMKS. UPT
panti sosial adalah sebuah pilihan yang harus tersedia disamping
pilihan utama lainnya yakni pelayanan sosial berbasis keluarga dan
komunitas dan/atau swasta, sehingga masyarakat terutama PMKS
memiliki pilihan sesuai dengan kondisi mereka.
Panti sosial mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyebaran
layanan; pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi
kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari
lembaga rehabilitasi tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/
referral system) dan tempat pelatihan keterampilan. Sedangkan
prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan panti sosial dan atau lembaga
pelayanan sosial lain yang sejenis adalah: (1) memberikan kesempatan
yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan
pelayanan; menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien
dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota
masyarakat; (2) menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan
Kota
1.
Jakarta
2.
Bekasi
3.
Bogor
4.
Sukabumi
5.
Magelang
6.
Palembang
7.
Jambi
8.
Makassar
9.
Manado
10.
Kupang
10
11
12
Bagian 2
MONITORING DAN EVALUASI HASIL PEMBINAAN SEBAGAI
PEMBINAAN LANJUT DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK
(PSAA) ALYATAMA PROVINSI JAMBI
Alit Kurniasari
Keberhasilan suatu program pelayanan di Panti Sosial Asuhan
Anak (PSAA)-Alyatama dapat dilihat dari keberhasilan eks klien
setelah keluar dari panti, dan hal tersebut diketahui melalui kegiatan
monitoring dan evalusi hasil pembinaan. Kegiatan monitoring dan
evaluasi hasil pembinaan bagi petugas/pengurus di PSAA Alyatama
diasumsikan sebagai kegiatan pembinaan lanjut. Uraian dibawah ini
akan memberi gambaran tentang evaluasi Pelaksanaan Pembinaan
Lanjut (After Care Services) Eks Klien di PSAA dan mengapa kegiatan
monitoring dan evaluasi hasil pembinaan di PSAA Alyatama Prov.
Jambi diasumsikan sebagai pembinaan lanjut.
A. Pendahuluan
Permasalahan anak terlantar adalah masalah klasik, yang
dapat menjadi sumber timbulnya permasalahan anak lainnya,
karena ketidak hadiran orang tua dalam pengasuhan anak.
Status anak yatim piatu, yatim, dan piatu, serta anak yang
berasal dari rumah tangga sangat miskin, diasumsikan terlantar
dan membutuhkan kebutuhan layak bagi perkembangannya.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No.4 tahun 1979, dan
hal yang sama diamanatkan pada UU No. 23 Tahun 2002, yang
menyatakan bahwa anak terlantar, yakni anak yang kebutuhannya
tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental,
spiritual, maupun sosial. Dampak yang cukup menonjol dari
keterlantaran ini, anak tidak dapat melanjutkan sekolah atau drop
out sekolah karena tidak ada biaya untuk sekolah dan minimnya
kehidupan psikologis anak. Kemiskinan merupakan sumber
terjadinya keterlantaran, namun ketidak hadiran orang tua dan
13
15
16
17
18
19
20
21
Status
OT hidup
Yatim
Piatu
Yatim piatu
Jumlah
2009
58
4
20
8
90
2010
59
2
21
8
90
2011
58
19
5
82
Jumlah
175
6
60
21
262
Tahun
Total
1.
2009
51
39
90
2.
2010
50
40
90
3.
2011
Total
40
42
82
141
121
262
22
Asal Daerah
Dari desa/kel setempat
Dari kec. Setempat
Dari kab/kota setempat
Dari luar kab/kota
Dari luar provinsi *
Jumlah
2009
3
1
6
78
2
90
2010
6
1
7
75
1
90
2011
3
3
74
2
82
Jumlah
12
2
16
227
5
262
2011
Jumlah
9-11 thn
Usia Anak
12-14 thn
58
20
21
99
15-18 thn
23
64
56
143
>18 thn
16
90
90
82
262
Jumlah
2009
2010
23
24
25
26
Jenis keterampilan
2009
2010
2011
Menjahit
32
20
12
Operator komputer
13
20
14
32
29
Bengkel motor
Membatik
10
90
85
49
Jumlah
27
28
C. Pembinaan Lanjut
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pembinaan
lanjut di PSAA Alyatama disebut sebagai kegiatan monitoring
dan evaluasi hasil pembinaan, untuk menelusuri keabsahananya
maka akan diuraikan kebijakan yang mendasari, dan pemahaman
dari petugas/peksos maupun pengasuh serta pelaksanaannya:
1. Kebijakan
Pembinaan lanjut sebagai bagian dari tahapan proses
pelayanan, di PSAA Alyatama berupa kegiatan monitoring
dan evaluasi hasil pembinaan. Artinya eks klien akan dipantau
dan dievaluasi kondisinya baik secara fisik maupun psikologis
sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan dari
pembinaan.
Kebijakan yang mendasari kegiatan pembinaan lanjut,
sebelum terbitnya Permensos, No. 30/HUK/2011 tentang
Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan
Sosial Anak (LKSA), menggunakan petunjuk Teknis Pelayanan
dalam panti (2004). Pada petunjuk teknis dikemukakan bahwa
pembinaan lanjut sebagai bagian dari rangkaian pelayanan
sosial berbasis lembaga, dilakukan sesudah terminasi atau
pemutusan hubungan profesional antara PSAA dengan
anak, untuk memperkuat kemampuan yang pernah diperoleh
atau menangani masalah yang dihadapi anak dan belum
terselesaikan, terutama dalam menghadapi kehidupan
bermasyarakat dan saat kembali ke keluarga.
Kebijakan pembinaan lanjut pada Standar Nasional
Pengasuhan di LKSA, tidak secara eksplisit menyebut istilah
kegiatan pembinaan lanjut pasca terminasi, melainkan
kegiatan monitoring terhadap perkembangan anak, setelah
proses pengakhiran secara profesional atau terminasi.
Dengan catatan, setelah dipastikan keluarga siap menerima
kembali anak dalam kehidupan mereka.
29
30
Kabupaten/Kota
Kerinci
Merangin
Serolangun
Tebo
Bungo
Batanghari
Jambi
Sasaran
1 orang
3 orang
3 orang
4 orang
2 orang
3 orang
3 orang
31
8.
9.
10.
11.
12.
2 orang
1 orang
2 orang
1 orang
1 orang
25 orang
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
melihat teman yang dikawinkan usia muda, maka kondisi ini takut
terpengaruh pada dirinya.
Menjelang selesai pelayanan: biasanya perlakuan petugas
terhadap anak asuh, akan berbeda. Perhatiannya sudah mulai
berkurang apalagi setelah menghadapi UAN. Tidak ada lagi teguran,
meski melakukan pelanggaran, jarang diajak ngobrol lagi, jarang
diajak sharing, undangan dari pihak luar jarang diikut sertakan,
tanggung jawab sudah mulai dikurangi, tidak disuruh sholat tetapi
sangsi tetap berlangsung.
Saran terhadap panti :
a. Perlu diberi pengetahuan tentang kehidupan di
masyarakat, agar anak setelah keluar dari panti tidak terjadi
kebingungan dan tidak kelabakan, Diberi kesempatan
untuk bergaul atau terjun ke masyarakat, misalnya melalui
sholat Jumat bersama di masjid lingkungan masyarakat.
Terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan seperti saat
ada perayaan hari besar (17 Agustus). Jika kesempatan
ini diberikan maka setelah keluar dari panti dan hidup
bermasyarakat, anak asuh tidak mengadapi kebingungan
tidak tahu apa yang harus dibicarakan. tidak akan canggung dan
tidak ada rasa gak enak saat bergaul di masyarakat.
b. Bimbingan mental dan sosial perlu ditingkatkan terutama
pada bimbingan mental dan motivasi untuk maju dan
mampu menghadapi kehidupan di masyarakat.
2. Analisa Kondisi Eks Klien:
Mencermati kondisi eks klien, pasca pelayanan di PSAA
Alyatama, disandingkan dengan peran pembinaan lanjut
atau hasil monitoring dan evaluasi pembinaan panti, maka
dianalisis sbb:
a. Kondisi fisik, berbeda dibandingkan saat di dalam panti.
Penampilan kurus, kumal, tidak bersih. Kondisi ini lebih
menonjol pada eks klien yang belum bekerja, berbeda
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
Bagian 3
PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL ANAK NAKAL DAN
ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI PANTI SOSIAL
MARSUDI PUTRA (PSMP) ANTASENA MAGELANG
(Fokus pada Pembinaan Lanjut After Care Services)
Husmiati
A. Pendahuluan
Situasi krisis ekonomi dalam keluarga maupun dalam
masyarakat miskin, terlebih bagi anak-anak adalah awal mula
munculnya berbagai masalah sosial. Selain kondisi kemiskinan
yang makin parah, juga menyebabkan situasi menjadi semakin
sulit. Secara faktual, krisis ekonomi memang bukanlah satusatunya faktor yang menyebabkan anak-anak rawan terhadap
kenakalan, tetapi bagaimanapun krisis yang tak kunjung usai
menyebabkan daya tahan, perhatian dan kehidupan anak-anak
menjadi makin marjinal, khususnya anak-anak yang sejak awal
tergolong anak-anak rawan atau anak-anak yang rentan.
Anak yang rawan terhadap kenakalan adalah penggambaran
kelompok anak-anak yang karena situasi, kondisi, dan tekanantekanan kultur maupun struktur menyebabkan mereka belum atau
tidak terpenuhi hak-haknya, dan seringkali dilanggar hak-haknya.
Inferior, rentan, dan marjinal adalah beberapa ciri yang diberikan
pada anak-anak ini. Inferior karena mereka biasanya tersisih dari
kehidupan normal dan terganggu proses tumbuh kembangnya
secara wajar. Sedangkan rentan, karena mereka sering menjadi
korban situasi, dan bahkan terlempar dari masyarakat (displaced
children). Marjinal, karena dalam kehidupan sehari-harinya
biasa mengalami bentuk eksploitasi dan diskriminasi, mudah
diperlakukan salah, mudah melakukan kesalahan, dan seringkali
pula kehilangan kemerdekaannya.
53
55
56
57
58
59
61
e. Analisa Data
Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan akan dianalis
secara deskriptif kualitatif, meliputi reduksi data, penyajian,
penafsiran dan menyimpulkan. Analisis data mencakup
penelusuran kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan
kondisi yang ada, yakni membandingkan data eks-klien panti
sosial dengan kebijakan, program, kegiatan dan pelaksanaan
rehabilitasi sosial serta dan pembinaan lanjut yang dilakukan oleh
PSMP Antasena Magelang.
B. Gambaran Umum Panti Sosial
Fungsi PSMP Antasena adalah: (1) membuat penyusunan
rencana dan program, evaluasi dan laporan, (2) pelaksanaan
registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa, (3) pelaksanaan
layanan dan rehabilitasi yang meliputi mental, sosial, fisik dan
keterampilan, (4) pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan
lanjut, (5) pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi, (6)
pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan
rehabilitasi sosial, (7) pelaksanaan urusan tata usaha.
PSMP Antasena mempunyai visi pada tahun 2015 menjadi
pusat pengembangan pertolongan sosial pada anak nakal, pusat
studi atau penelitian dan pusat pelaksanaan sistem rujukan
berstandar nasional, profesional dan terpercaya. Sedangkan
misinya: (1) menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi
62
Jabatan
Jumlah
1.
Pejabat struktural
2.
10 orang
4 orang
3.
Pembimbing keterampilan
(dalam)
13 orang
12 orang
Staf
25 orang
Non organik
6 orang
63
64
65
7. Kunjungan kerja
8. Seminar/lokakarya
10. Pelatihan teknis
11. Studi banding
12. Memberi kesempatan perguruan tinggi/lembaga penelitian
melakukan riset
13.
Pengembangan lembaga dengan membuka unit usaha
produktif untuk umum (cuci dan servis mobil/motor,
pengelasan dan lainnya).
14. Pelayanan informasi dan konsultasi melalui website
15. Pendampingan terhadap ABH.
Kondisi klien
Prosedur penerimaan klien di PSMP Antasena melalui hasil
dari proses pendekatan awal ataupun penjangkauan langsung
yang datang dari PSMP Antasena melalui dinas atau instansi sosial
kabupaten/kota se Jawa tengah, Daerah istimewa Yogyakarta dan
Jawa Timur. Selain itu melalui yayasan/LSM/organisasi sosial
ataupun rujukan dari balai pemasyarakatan (BAPAS/LP Anak),
serta rujukan dari kepolisian, Kejaksaan maupun putusan /
tindakan hakim di pengadilan. Adapun persyaratan klien di PSMP
Antasena ditetapkan sebagai berikut: (1) anak atau remaja yang
dinyatakan nakal atas dasar hasil seleksi. (2) Umur 10 tahun
sampai dengan 18 tahun. (3) Anak atau remaja yang bermasalah
yang sudah atau belum melalui proses peradilan anak, (4) tidak
cacat jasmani dan mental. (5) tidak menderita penyakit menular/
kronis yang dibuktikan surat keterangan dokter.
Proses rehabilitasi sosial
Proses pelayanan sosial di PSMP antasena dengan sasaran
klien anak-anak yang bermasalah dengan perilaku putus sekolah
dan belakangan ditambah dengan kriteria anak yang bermasalah
dengan hukum (ABH). Dalam proses ini dilakukan koordinasi
66
67
7. Terminasi
Kegiatan dalam tahapan ini adalah melakukan rujukan. Rujukan
diberikan pada kepolisian apabila klien terutama dengan
status titipan kepolisian ataupun ABH tidak menunjukkan
adanya perubahan. Rujukan juga ditujukan pada rumah sakit
jiwa bagi klien yang mengalami gangguan mental.
tahapan dalam kegiatan ini dilaksanakan oleh seksi program
dan advokasi sosial (PAS), seksi rehabilitasi sosial, dan pekerja
sosial dibawah pengawasan langsung kepala panti.
C. Pembinaan Lanjut
Pemahaman tentang pembinaan lanjut
Pemahaman tentang pembinaan lanjut dari unit fungsional
maupun struktural di PSMP Antasena ternyata berbeda-beda. Bagi
unit struktural, pembinaan lanjut dilaksanakan untuk mengetahui
seberapa besar keberhasilan eks klien setelah keluar dari panti.
Indikator yang diukur diantaranya, keberadaan eks klien, aktivitas
yang dilakukan, perkembangan perilaku (mental, rohani, fisik,
kesehatan dan usaha kerja), serta meningkatnya kesiapan dan
kemampuan kerja. Selain itu, memonitoring kemandirian eks klien
dan apabila belum mandiri (belum mempunyai usaha sendiri), akan
diarahkan oleh petugas panti untuk mencari usaha yang tepat dan
sesuai dengan minat, serta diajarkan cara membuat proposal, dan
cara mengajukannya. Sedangkan menurut kelompok fungsional
pekerja sosial, pelaksanaan pembinaan lanjut masih belum
dipahami standar operasional (SOP) nya. Pengertian pembinaan
lanjut dan monitoring masih membingungkan pekerja sosial dan
petugas panti.
Pelaksanaan Pembinaan Lanjut
Dari hasil pengamatan dan wawancara, kegiatan pembinaan
lanjut di PSMP Antasena saat ini dilaksanakan oleh seksi
rehabilitasi sosial. Kegiatan pembinaan lanjut dilaksanakan dua
69
70
Faktor penghambat
Pelaksanaan pembinaan lanjut juga mengalami hambatan atau
kendala, diantaranya: (1) Tempat tinggal eks penyandang masalah
yang menyebar, beragam, dan cukup jauh, (2) ada beberapa dinas
sosial kabupaten yang kurang mendukung program panti, (3)
Koordinasi rutin belum dilaksanakan dengan semua stake holder,
(4) Sosialisasi rutin kurang dari 50%, (5) Anggaran terbatas, (6)
Pemahaman tentang pembinaan lanjut masih beragam, (7) Belum
tersedia panduan pembinaan lanjut yang representatif.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Profil eks klien
Tabel 8, menjelaskan kondisi sepuluh eks klien yang dijadikan
informan dalam penelitian. Mulai dari tahun masuk panti, jenis
program yang diterima didalam panti, sifat program yang diikuti
selama dalam panti, dan jenis bantuan yang diterima.
Tabel 8. Kondisi informan eks klien
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
informan
AF
AB
R
HA
NS
IR
W
AS
IY
N
Tahun masuk
2009
2009
2009
2009
2010
2010
2010
2010
2010
2010
Jenis Program
PBK
PBK
PBK
PBK
PBK
Sifat Program
day care
Reguler
Reguler
Reguler
Reguler
Reguler
Reguler
Reguler
Reguler
Reguler
Jenis Bantuan
UEP
UEP
UEP
UEP
UEP
UEP
71
72
AB
HA
3.
4.
AF
1.
2.
Inisial
No
KASUS
Keluyuran,
berkelahi,
komunikasi
dengan orang tua
buruk.
keluyuran,
begadang, ,
malas belajar,
komunikasi
dengan orangtua
sangat buruk.
Dusun Tanom,
Mabuk,minum
Tanjung Anom, minuman keras,
Kepil, Wonosobo begadang,
keluyuran,
komunikasi
dengan orangtua
sangat buruk.
Dusun Sepaten,
Mardigondo,
Kajoran,
Magelang
Dusun Tirto,
Grabag,
Magelang.
ALAMAT
Januari 2009
s/d Desember
2009 Program
reguler
Januari 2009
s/d Desember
2009 Program
reguler
Januari 2009
s/d Desember
2009 Program
reguler
Januari 2009
s/d Desember
2009 Program
day care.
MASA
PELAYANAN
BANTUAN AFTER
CARE
Bengkel
motor dan
toko onderdil
motor .
KEGIATAN /
KONDISI SOSIALUSAHA AFTER
PSIKOLOGIS
CARE
Bantuan UEP
Bengkel motor Sudah ada perubahan
kompresor dan
bekerjasama
perilaku,Stabil, sudah mampu
peralatan bengkel dengan teman. mandiri, sudah menikah dan
motor
memiliki anak. Menjadi panutan
anak muda disekitar tempat
tinggalnya.
Tidak menerima
Tidak ada
Lebih baik, sudah mempunyai
bantuan
kegiatan /
rasa tanggungjawab, rasa
usaha yang
bersalah jika tidak membantu
dilakukan.
orang tua,bisa membedakan
pergaulan yg baik atau salah.
Aktif membantu bila ada gotong
royong.
Bantuan UEP
Bengkel
Melanjutkan sekolah, ingin
perlengkapan
rekondisi
bantu orangtua, memilih teman
rekondisi bola
bola lampu di
bergaul,aktif di masjid.
lampu.
rumah.
73
IR
AS
7.
NS
6.
5.
Keluyuran
dengang gang,
begadang,
berkelahi, dan
melawan orang
tua.
kongkow
dengan sesama
pengangguran,
begadang,
melawan orang
tua, mencuri.
suka keluyuran,
begadang, malas
belajar, berkelahi,
dan melawan
orang tua.
Desa Beren,
begadang, minumKecamatan
minuman keras,
Kepil, Wonosobo penyalahgunaan
obat, berkelahi
dan mencuri
Dusun
Senggana, Desa
Campur Sari,
Kecamatan
Ngadirejo,
Temanggung.
Dusun
Sengganen,
Ngadirejo,
Temanggung.
Dusun Grogol,
Beran, Kepil,
Wonosobo
reguler
Januari 2010
s/d Desember
2010 Program
Januari 2010
s/d Desember
2010 Program
reguler
Januari 2010
s/d Desember
2010 Program
reguler
Januari 2010
s/d Desember
2010 Program
reguler
Tdak mendapat
bantuan UEP.
Bantuan UEP
kompresor
dan peralatan
standar bengkel
motor secara
berkelompok dan
kemudian dijual
hasil dibagi rata
untuk dijadikan
modal usaha
Usaha tambal
ban
Membantu
teman menjual
onderdil motor
bekas
Tidak menerima
bantuan
74
10.
9.
IY
Dusun Segetuk,
Kelurahan
Gondang,
Kecamatan
Ngadirejo,
Temanggung
Dusun Kemiri,
Desa Sukorejo,
Kecamatan
Mojotengah,
Wonosobo
Begadang,
mencuri
penyalahgunaan
obat, minum
minuman keras,
berkelahi dan
mencuri
Januari 2010
s/d Desember
2010
regular
Januari 2010
s/d Desember
2010 Program
Bantuan UEP
berupa gerobak
berdagang es dan
perlengkapan.
Menjual es dan
gorengan di
sekitar tempat
tinggal
Analisis kasus
Hal penting yang bisa dianalisis dalam hasil penelitian ini,
adalah sebagai berikut:
a. Pada umumnya klien mempunyai kasus yang bervariasi dari
kenakalan ringan sampai kenakalan berat bahkan sudah
mengarah pada tindak kriminal. Setelah menjalani program
rehabilitasi, pada umumnya klien telah mengalami perubahan
daripada kondisi sebelumnya. Perubahan tersebut ditunjukkan
dengan perilaku patuh pada orang tua, bersekolah kembali,
dan hidup bermasyarakat serta selektif dalam memilih teman
b. Eks klien yang dijadikan informan dalam penelitian ini secara
umum menunjukkan dapat berfungsi sosial dalam masyarakat.
Namun dari beberapa informan yang ada perubahan yang
dihasilkan bervariasi. Ada yang dianggap telah berfungsi
karena dapat mengembangkan usahanya dengan bantuan
UEP yang diterimanya, dan bagi mereka yang tidak dapat
membuat proposal dan tidak menerima bantuan UEP
ataupun tidak mempunyai modal untuk berusaha dianggap
gagal atau tidak dapat berfungsi sosial. Jika melihat situasi
dan kondisi ini, sebenarnya tujuan panti belum tercapai.
Hal ini karena keberhasilan seorang eks klien bukan diukur
dari apakah dia mendapat bantuan stimulan, ataupun dapat
melakukan usaha. Tetapi keberhasilan seorang eks klien
yang telah selesai menerima pelayanan rehabilitasi sosial di
dalam panti adalah apabila dia dapat melakukan fungsi-fungsi
sosialnya dengan baik sebagai warga masyarakat dan sebagai
warga negara. Dalam hal ini dia telah menyadari kesalahannya
dan mau berubah, telah dapat bersosialisasi dengan keluarga
maupun lingkungan tempat tinggalnya, ada keinginan untuk
mandiri, ada keinginan untuk sekolah lagi, dan lain-lain.
c. Program pembinaan lanjut memang merupakan bagian yang
integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak
dapat dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri
75
76
77
E. Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya;
1. Pemahaman petugas panti sosial terhadap kegiatan
rehabilitasi sosial cukup baik. Mereka telah melaksanakan
tiap tahapan sesuai dengan prosedur tetap kegiatan
rehabilitasi sosial. Akan tetapi pemahaman petugas tentang
tahapan pembinaan lanjut masih kurang tepat. Mereka masih
menggabungkan kegiatan monitoring dengan pembinaan
lanjut secara bersamaan. Padahal dari segi pengertian
maupun sasaran serta hasil yang diinginkan berbeda antara
monitoring dengan pembinaan lanjut.
2. Jumlah tenaga fungsional pekerja sosial yang berjumlah 10
(sepuluh) orang masih kurang, berbanding dengan jumlah
klien yang dilayani. Jumlah klien setiap angkatan lebih kurang
sekira 145 orang, artinya setiap pekerja sosial memiliki
tanggungjawab antara 14 sampai 15 orang klien. Kondisi
ini dapat menjadikan beban pagi pekerja sosial, mengingat
tingkat kesulitan dalam menangani anak nakal yang memiliki
beragam karakteristik dan tingkat kenakalan. Selain itu
kualitas pelayanan yang diberikan tidak maksimal.
3. Kebijakan yang terkait dengan program dan kegiatan
rehabilitasi sosial didasarkan Keputusan Menteri Sosial
Nomor 83/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti
Sosial di Lingkungan Departemen Sosial, Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Proses
pelaksanaan pembinaan lanjut diserahkan pada masingmasing Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau panti. Hasil yang
dirasakan setelah klien menerima pelayanan rehabilitasi
sosial di dalam panti, menurut keluarga sangat membantu
memereka memulihkan kondisi anak mereka yang tadinya
78
79
80
81
Kegiatan
No.
Bulan ke 3
pasca salur
Monitoring
Bulan ke
3 setelah
monitoring
Binjut 1
Bulan ke
3 setelah
binjut 1
Binjut uep 1
Binjut
uep 2
1 th
setelah
binjut 1
Lampiran :
Binjut
uep 2
1 th stlh
binjut
uep 1
82
Kegiatan
No.
Bulan ke 3
pasca salur
Monitoring
Bulan ke
3 setelah
monitoring
Binjut 1
Bulan ke
3 setelah
binjut 1
9 bulan
setelah
monitoring
Binjut uep 1
1 tahun
setelah
binjut
Binjut
uep 2
1 th
setelah
binjut 1
Binjut
uep 2
1 th stlh
binjut
uep 1
83
Kegiatan
No.
Bulan ke 3
pasca salur
Monitoring
Bulan ke
3 setelah
monitoring
Binjut 1
Bulan ke
3 setelah
binjut 1
Binjut uep 1
Binjut
uep 2
1 th
setelah
binjut 1
Binjut
uep 2
1 th stlh
binjut
uep 1
1 tahun
setelah
binjut
UEP
84
Bagian 4
PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) NAIBONAT:
TANTANGAN PENDIDIKAN MASA DEPAN
Indah Huruswati
85
86
87
88
Kegiatan ini ditujukan agar para remaja yang telah dibina dapat
beradaptasi dan berperan serta di dalam lingkungan keluarga,
kelompok, lingkungan kerja, dan masyarakat.
Dari pembinaan lanjut yang merupakan tahapan akhir dari
rangkaian proses pelayanan di panti, seringkali mengalami
berbagai kendala. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan
di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) pada tahun 2009 (Puslitbang
Kesos), menunjukkan bimbingan lanjut pada sebagian besar PSBR
dilaksanakan terbatas pada eks binaan yang terjangkau oleh
anggaran, atau dilakukan bersamaan dengan sosialisasi program
lainnya di daerah. Kondisi tersebut terjadi karena pelaksanaan
pelayanan belum sepenuhnya didukung oleh pedoman yang
baku sehingga belum seluruh kegiatan dapat terlaksana optimal,
yang berujung pada minimnya dukungan masyarakat termasuk
dunia usaha terhadap eks binaannya. Oleh karenanya untuk
mengetahui sejauhmana kegiatan pembinaan lanjut dilaksanakan
dan dipahami, baik oleh petugas PSBR dan eks binaannya, maka
penelitian terhadap PSBR Naibonat Kupang dilakukan. Tentunya
ini dilakukan sebagai masukan bagi lembaga dan sekaligus
menjadi bagian penting dari keberhasilan program pelayanan
panti terhadap binaannya.
Agar data dan informasi lebih akurat, peneliti melakukan
kunjungan ke beberapa eks binaan PSBR untuk juga melihat dan
mengamati hasil kerja mereka sebagai wujud keberdayaan mereka.
B. Pengertian Putus Sekolah
Dalam kehidupan masyarakat, setiap anak yang telah
memasuki usia sekitar 7 tahun tentunya akan membutuhkan
pendidikan, bisa didalam rumah tangga maupun dalam lingkungan
yang formal seperti sekolah, kursus atau bahkan dalam lingkungan
masyarakat.
Di sini pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
Pelatihan Otomotif yang dilakukan secara kelompok untuk setiap satuan pekerjaan.
Pelatihan Komputer & Pelatihan keterampilan mebeleir juga dilakukan perkelompok untuk setiap
satuan kegiatan.
ball, futsal, sepak takraw, tenis meja dan bulu tangkis.Kegiatan ini
dibimbing oleh petugas dari dalam dan luar panti dengan tujuan
membentuk fisik binaan menjadi sehat dan bugar.
Bimbingan keterampilan dilaksanakan setiap hari Senin
sampai dengan Jumat dari jam 09.00 - 12.45 (3,75 jam). Jenis
keterampilan yang diberikan dibedakan atas dua jenis keterampilan.
Keterampilan pokok, meliputi: menjahit, pertukangan kayu/
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
I. Penutup
1. Kesimpulan
a. Generasi muda tampaknya semakin melihat pentingnya
pendidikan bagi masa depan mereka, sehingga meskipun
kondisi orangtua tidak memungkinkan mereka untuk
memberi peluang melanjutkan pendidikan secara formal,
ada upaya meningkatkan peluang bagi PSBR Naibonat
untuk memberi alternatif pendidikan yang tidak hanya
bisa dilakukan melalui bangku sekolah. Pendidikan non
formal melalui bimbingan keterampilan, mental dan
sosial dianggap mampu membekali mereka untuk terjun
ke masyarakat bersaing dalam dunia usaha. Namun
sayangnya, program yang sangat bagus hanya dilakukan
dalam kurun waktu yang relatif singkat dengan anggaran
yang terbatas. Membina manusia kreatif dan dapat
bersaing dalam dunia kerja tidak cukup hanya dalam
waktu 6 bulan. Apalagi jika dalam waktu terbatas tersebut,
harus terbagi lagi dengan berbagai kegiatan yang sifatnya
penanaman mental spiritual, ditambah lagi dengan jumlah
binaan yang terlalu besar untuk pengajaran di setiap
satuan kegiatan.
b. Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dengan fasilitas
sarana prasarana diupayakan seoptimal mungkin oleh
pihak panti, tentunya juga dengan memikirkan kebutuhan
dan budaya lokal para binaannya. Hal ini terlihat dari
pemberian toolkit yang berkelompok dan sesuai dengan
yang dibutuhkan binaan dan kondisi tempat tinggal.
Hanya sayangnya lagi, faktor geografis tidak pernah
menjadi bagian pertimbangan sistem anggaran yang ada,
menyamaratakan alokasi anggaran untuk seluruh wilayah
nusantara tanpa memikirkan kesulitan jangkauan dan
kemudahan transportasinya.
113
114
115
116
Bagian 5
STUDI TENTANG PEMBINAAN LANJUT (AFTER CARE
SERVICES) DI PANTI SOSIAL BINA DAKSA (PSBD)
Nurdin Widodo
Hemat Sitepu
A. Pendahuluan
Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) merupakan unit pelaksana
teknis yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang
melaksanakan kegiatan operasional di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan untuk mempersiapkan mereka agar
memiliki berbagai keterampilan dan kesiapan mental, fisik, sosial
yang dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya secara wajar sebagai
warga Negara dan sebagai anggota masyarakat. Pelayanan
dan rehabilitasi sosial ini memadukan unsur-unsur pemulihan,
pembinaan dan pengembangan secara tuntas melalui pelayanan
akomodasi, bimbingan dan pelatihan, kesehatan dan terapi
penunjang lainnya sehingga penyandang disabilitas tubuh dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Panti Sosial dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan
Sosial (LKS) yakni organisasi sosial atau perkumpulan sosial
yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum. Menurut Harry Hikmat (dalam
http://isearch.babylon.com/ Analisis Kebijakan pengembangan
panti sosial, Harry Hikmat), tugas dan tanggungjawab panti
sosial mencakup empat kategori, meliputi: (1) Bertugas untuk
mencegah timbulnya permasalahan sosial penyandang masalah
dengan melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin ; (2)
Bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa
117
118
119
penerima
program
pelayanan
120
121
eks klien dari hasil pembinaan lanjut, ini akan dilakukan studi
terhadap 5 eks klien di setiap PSBD. Kasus-kasus yang menjadi
fokus penelitian ini pada rancangan awalnya dipilih berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1. Eks klien yang telah memperoleh pelayanan/rehabilitasi sosial
di panti sosial antara tahun 2009-2010
2. Lokasi tempat tinggal eks klien terdapat di 2 lokasi yang
berbeda (kabupaten atau kota
3. Sumber data tentang kondisi eks klien diperoleh dari eks
klien dan/atau keluarganya, pekerja sosial panti sosial, tokoh
masyarakat dan unit lainnya yang berperan dalam pembinaan
eks klien.
Dalam pelaksanannya, pemilihan informan
mengalami berbagai kendala, antara lain:
eks
klien
122
No.
1.
SD
2.
3.
4.
5.
6.
SLTP
SLTA
D3/Sarjana Muda
S1
S2
Jumlah
PSBD Budi
Perkasa
4 orang
3 orang
28 orang
3 orang
16 orang
2 orang
56 orang
PSBD Wirajaya
Jumlah
5 orang
9 orang
2 orang
10 orang
11 orang
35 orang
3 orang
69 orang
5 orang
38 orang
14 orang
51 orang
5 orang
122 orang
123
Jumlah
6 orang
1 orang
11 orang
2 orang
20 orang
124
125
126
untuk
biaya
127
128
129
130
131
133
134
semua
instansi
sosial
dapat
memantau
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
Pembinaan lanjut dapat dilakukan secara berulangulang (kontinue) hingga indikator keberhasilan bisa
149
150
Bagian 6
PELAKSANAAN PELAYANAAN DAN REHABILITASI SOSIAL
PADA PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA (PSBRW);
(Sinergi Petugas Pelaksana Pelayanan Menuju
Keberhasilan Kemandirian Eks Klien)
Moh. Syawie
A. Pendahuluan
Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat dalam resolusi PBB No.
61/106 tanggal 13 Desember 2006, Undang-undang Nomor 4
tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah
nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Penyandang Cacat, telah memberikan amanat untuk
memperhatikan aspek pendidikan, kesehatan, perlindungan
sosial, ketenagakerjaan, dan aksesibilitas. Pengukuhan eksisstensi
orang dengan kecacatan sesuai perangkat hukum yang ada
tersebut perlu mendapat dukungan dari semua pihak termasuk
orang dengan kecacatan itu sendiri (Pedoman Rehabilitasi Sosial
Orang Dengan Kecacatan (ODK) Rungu Wicara Dalam Panti, 2010).
Orang dengan kecacatan rungu wicara sebagai bagian dari
masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pemenuhan hak-hak
dasarnya dalam bidang kesejahteraan sosial. Melalui program
pembangunan kesejahteraan sosial, diharapkan tidak seorang
pun orang dengan kecacatan rungu wicara sebagai warga Negara,
tertinggal dan tidak terjangkau dalam proses pembangunan.
Dengan demikian kesamaan kesempatan orang dengan kecacatan,
khususnya orang dengan kecacatan rungu wicara pada seluruh
aspek kehidupan harus diwujudkan.
Undang-Undang Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009,
menyatakan bahwa penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
harus terarah, terpadu, dan berkelanjutan baik yang dilakukan
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
F. Penutup
1. Kesimpulan
a. Ada kesan kuat kedua panti tersebut telah melaksanakan
proses pelayanan rehabilitasi sosial sampai dengan
pembinaan lanjut kepada penyandang cacat rungu wicara
sesuai prosedur pedoman yang mereka buat dan disepakati
bersama (berdasarkan Standar Pelayanan PSBRW Efata
Kupang 2010 dan Pedoman Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial
Orang dengan Kecacatan Rungu Wicara PSBRW Melati Tahun
2010).
b. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Penyandang Cacat dalam
resolusi PBB No. 61/106 tanggal 13 Desember 2006, Undangundang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
dan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1998 tentang
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat,
ada kesan kuat PSBRW Efata Naibonat dan PSBRW Melati
Bambu Apus telah melaksanakan amanat untuk memberikan
dan memperhatikan pelayanan kepada klien dalam aspek
pendidikan (keterampilan), kesehatan, perlindungan sosial,
ketenagakerjaan, dan aksesibilitas sesuai dengan kebijakan
kedua panti tersebut.
2. Rekomendasi
a. Kendala yang dihadapi panti antara lain untuk PSBRW
Efata Naibonat adalah penerima pelayanan/anak didik
sebagaian besar buta huruf. Ada kecenderungan dalam hal
ini lewat assement memegang peranan penting, mengapa
karena untuk melihat konsistensi keahlian mengerjakan
alat tes (dalam prosesnya melambat atau lebih cepat).
Sehubungan dengan kondisi yang demikian, menurut
pandangan petugas pelayanan PSBRW Efata sebaiknya
perlu pengadaan Pendidik bidang Tuna Rungu Wicara
yang professional dari akedemisi, dengan maksud untuk
176
177
178
Bagian 7
EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL
MELALUI PANTI REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG
DISABILITAS NETRA (PSBN)
Mulia Astuti
A. Pendahuluan
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, dan perlindungan sosial (Undang-Undang Kesejahteraan
Sosial No.11 Tahun 2009). Melalui upaya tersebut diharapkan
tidak seorangpun warga negara termasuk penyandang disabilitas
tertinggal dan tidak terjangkau dalam proses pemenuhan
kebutuhan dasar dan hak-haknya.
Penyandang disabilitas netra sebagai individu pada
hakekatnya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.
Untuk mengembang kan potensi tersebut Kementerian Sosial RI
telah melaksanakan rehabilitasi sosial baik melalui sistem panti
maupun luar panti.
Panti Sosial Bina Netra (PSBN) sebagai unit pelaksana teknis
melaksanakan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan para
penyandang disabilitas netra agar memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk dapat hidup secara wajar sebagai warga
negara dan anggota masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya
Panti Sosial Bina Netra dilengkapi dengan berbagai fasilitas, baik
yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat keterampilan
kerja, tenaga pelaksana maupun petunjuk teknis pelaksanaannya.
179
Lokasi
Manado, Sulawesi Utara
Bekasi, Jawa Barat
Bandung, Jawa Barat
Bali
180
181
182
183
dan
184
185
harus
dapat
memaksimalkan
186
187
188
Status Kepegawaian
Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Kontrak
Pegawai Honor
Jumlah
Tumou Tou
F
%
27
61.4
13
29.5
4
9.1
44
100.0
F
49
15
64
Tan Miyat
%
76.6
23.4
100.0
Sumber: Informasi dari PSBN Tumou Tou Manado dan PSBN Tan Miyat Bekasi 2012
189
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SLTA Non Kessos
SLTA Jurusan Kessos
Sarjana Muda/DIII
S1Non Kessos
S1 Kessos
Paska Sarjana (S2)
Jumlah
Tumou Tou
F
%
3
11.1
5
18.5
4
14.8
4
14.8
8
29.6
3
11.1
27
100.0
Tan Miyat
%
3
6.1
5
10.2
10
20.4
3
6.1
7
14.3
6
12.2
11
22.5
4
8.2
49
100.0
Sumber: Informasi dari PSBN Tumou Tou Manado dan PSBN Tan Miyat Bekasi 2012
190
191
d. Sumber Dana
Semua sumber dana pada kedua panti berasal dari APBN,
namun dalam alokasi kegiatan tidak sama, demikian satuan
anggaran yang digunakan juga tidak sama. Pada panti Tumou
Tou kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar panti seperti
pendekatan awal, bimbingan lanjut dan terminasi dalam suatu
proses rehabilitasi sosial dikelompokkan dalam satuan biaya
umum (SBU), hanya kegiatan-kegiatan di dalam panti saja
yang termasuk satuan biaya khusus (SBK). Sedangkan pada
PSBN Tan Miyat seluruh kegiatan rehabilitasi sosial melalui
panti dikelompokkan kedalam SBK.
Bila dilihat dari pengalokasian pada setiap kegiatan proses
rehabilitasi, seperti bimbingan sosial, resosialisasi dan
bimbingan lanjut porsinya sangat kecil.
e. Kebijakan
PSBN Tumou Tou Manado
Kebijakan yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan
rehabilitasi sosial pada PSBN Tumou Tou Manado adalah; a)
Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Netra
Dalam Panti yang dikeluarkan Menteri Sosial RI cq Direktorat
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tahun 2010
sudah dimiliki, namun dalam pelaksanaan belum seluruhnya
diterapkan karena keterbatasan dana dan tenaga, b) Pedoman
Penilaian Jabatan Pekerja Sosial Tahun 2004, juga digunakan
oleh pekerja sosial sebagai acuan dalam melaksanakan tugas
sehari-hari terutama dalam menyusun instrument dalam
pelaksaan rehabilitasi sosial.
Permasalahannya menurut peserta FGD adalah
1) Nomenklatur penyandang cacat yang sering berubahubah seperti Permensos RI belum sempat disosialisasikan
sudah berubah menjadi ODK dan selanjutnya berubah
lagi menjadi penyandang disabilitas, sehingga membuat
192
193
Kelompok
Umur
Tumou Tou
F
Tan Miyat
%
9 14
2.86
29
24.17
15 -25
49
70.00
66
55.00
26 -30
14
2.00
16
13.33
31 -34/35
7.14
7.50
70
100.0
120
100
Jumlah
194
195
196
197
198
e. Resosialisasi
Menurut pedoman rehabilitasi sosial, resosialisasi adalah suatu
kegiatan untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi
dalam kehidupan bermasyarakat. Ada beberapa kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini yaitu: Pertama, bimbingan kesiapan
dan peran serta masyarakat, bertujuan menumbuhkan
kemampuan ODK netra dalam berintegrasi dimasyarakat
dan menumbuhkan kemauan masyarakat untuk menerima
kehadiran ODK netra dalam keluarga dan lingkungan sosialnya.
Kedua, bimbingan sosial hidup bermasyarakat, bertujuan
agar ODK netra mampu menyesuaikan diri dan melakukan
kegiatan hidup bermasyarakat. Ketiga, pembinaan bantuan
stimulans usaha ekonomis produktif, bertujuan agar klien
dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan
memperoleh permodalan dan peralatan usaha kerja. Keempat,
bimbingan usaha/kerja produktif, bertujuan agar klien mampu
menerapkan keterampilan/usaha/kerja serta memanfaatkan
stimulan dalam pelaksanaan usha kerja. Kelima, penyaluran,
bertujuan agar klien mampu mendapatkan lapangan usaha/
kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan perangkat
kerja yang ada.
Dalam pelaksanaannya pada kedua panti dapat dilihat pada
uraian berikut.
Pelaksanaan di PSBN Tumou Tou
Pada tahap ini seharusnya dilakukan bimbingan kesiapan
keluarga dan masyarakat tetapi tidak dilaksanakan oleh
kabupaten/kota/panti dan bimbingan kerja serta usaha,
dilaksanakan melalui kegiatan PBK selama 3 bulan. Pemberian
bantuan modal, hanya untuk beberapa siswa yang berprestasi.
Bimbingan hidup bermasyarakat, dilaksanakan secara praktis
tanpa modul/juknis. Kemudian penyaluran kerja, belum
bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Sebagian besar
dibantu oleh para alumni yang telah berhasil.
199
200
f. Bimbingan Lanjut
Menurut buku pedoman bimbingan lanjut adalah bimbingan
peningkatan kehidupan bermasyarakat dan berperan serta
dalam kegiatan pembangunan, tujuannya agar ODK netra
mampu berintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
berperan serta dalam kegiatan pembangunan
Pelaksanaan di PSBN Tumou Tou
Pada tahap ini dilakukan kegiatan peningkatan pemantapan
kerja, pemantapan stabilitas pelayanan rehabilitasi sosial,
dan kunjungan petugas dalam rangka motivasi, konsultasi
dengan menggunakan instrumen monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan di PSBN Tan Miyat
Pada PSBN Tan Miyat , kegiatan bimbingan lanjut merupakan
bagian dari tahapan resosialisasi. Bimbingan lanjut yang
dilakukan adalah berupa monitoring dan evaluasi dalam
rangka pemutusan hubungan
Bila dilihat dari pelaksanaan pada kedua panti, bimbingan
lanjut belum dilaksanakan secara maksimal sesuai pedoman.
Kegiatan pada buku pedoman juga belum dirumuskan sesuai
konsep yang dikemukakan oleh Seafor & Horejsi (2003) dan
Wrodside Mc Clam (2003). Sehubungan dengan itu buku
pedoman yang ada perlu dikaji lagi, karena secara konseptual
kegiatan ini adalah penting dan merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilah rehabilitasi.
g. Terminasi
Terminasi dilakukan setelah klien memenuhi persyaratan
yaitu telah mantap sumber penghidupannya, berkemampuan
dan berkemauan melaksanakan fungsi sosialnya serta mampu
berperan serta dalam pembangunan.
Di PSBN Tumou Tou pemutusan hubungan kerja dilakukan
setahun setelah bimbingan lanjut..
201
202
Tingkat
Keberhasilan
Identitas
Keterangan
Z-2008,
laki-laki Kota
Kotamubagu
Berhasil
2.
TT-2008, laki-laki
Kota Manado
Berhasil
3.
AR-2010, laki-laki
Kota Manado
Berhasil
4.
KP-2007,
Perempuan Kota
Kotamubagu
Kurang
berhasil
5.
SS-2007,
Perempuan Kota
Kotamubagu
Kurang
berhasil
Identitas
Tingkat
keberhasilan
Keterangan
1.
Berhasil
2.
SS-2010,
perempuan DII,
Kota bekasi
Berhasil
3.
4.
LS-2011,
perempuan, 33 th,
SMA, Kota Bekasi
Berhasil
5.
Ir-2011
Cukup
berhasil
203
sehari-hari
204
205
206
207
208
Bagian 8
PANTI SOSIAL BINA LARAS (PSBL) PHALA MARTHA,
SUKABUMI: PENANGANAN ORANG DENGAN
KECACATAN MENTAL EKS PSIKOTIK
Agus Budi Purwanto
Soeprapto Hadi
209
210
211
213
214
215
216
217
218
219
220
2. Penerimaan.
Dari hasil seleksi, pimpinan panti menetapkan calon klien yang
layak dan memenuhi persyaratan untuk diterima sebagai klien
definitif di PSBL Phala Martha. Bagi calon klien yang diterima
selanjutnya dilakukan kegiatan registrasi, penempatan dalam
program rehabsos dan orientasi.
Registrasi dilakukan untuk pencatatan ke dalam buku
induk register, dan pengisian beberapa formulir yang telah
disiapkan untuk melengkapi data-data klien dan data wali
atau penanggungjawab klien. Kegiatan selanjutnya adalah
pembuatan surat perjanjian kontrak antara pihak panti yang
dalam hal ini diwakili seksi Rehabsos dengan pihak klien
dan keluarganya dan disyahkan pimpinan panti. Isi surat
perjanjian tersebut pada intinya adalah bahwa pelayanan
rehabilitasi sosial yang diberikan oleh PSBL Phala Martha
maksimal selama 2 (dua) tahun. Selama klien menjalani
proses rehabilitasi sosial di PSBL Phala Martha, orangtua atau
wali penanggungjawab tetap bertanggung jawab dan turut
berpartisipasi dalam proses rehabilitasi sosial klien dengan
kewajiban menjenguknya selama pelayanan.
Selanjutnya klien ditempatkan dalam asrama untuk segera
memulai dan mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial.
Beberapa kasus pernah terjadi saat pengasramaan, meskipun
dalam persyaratan secara medis telah sembuh dari gangguan
psikotik yang dinyatakan surat keterangan dari rumah sakit
jiwa terpenuhi, namun dalam kenyataannya banyak klien yang
diterima masih mengalami gangguan psikotis yang cukup
serius, ditandai dengan mengamuk, berontak. Terhadap
klien demikian terpaksa terlebih dahulu ditempatkan pada
ruang isolasi dan setelah kondisi emosionalnya stabil baru
dipindahkan ke ruang asrama bersama klien lainnya.
Klien yang mengalami gangguan kestabilan emosinya, maka
mereka mengalami kesulitan dan gangguan penyesuaian
221
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
Masuk panti
Alamat
: TB, Dpk.
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
Bagian 9
PEMBINAAN LANJUT PADA PANTI SOSIAL KARYA WANITA
(PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO,
JAKARTA TIMUR
Setyo Sumarno
A. Pendahuluan
Tuna susila sebagai penyakit masyarakat, selalu muncul
dan merupakan masalah sosial yang sulit untuk ditangani.
Dikatakan masalah sosial karena didalam tindakannnya terdapat
penyimpangan-penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan
norma agama, adat istiadat, selain keberadaannya meresahkan
warga masyarakat
Sulitnya menangani masalah tuna susila ini disebabkan
berbagai faktor seperti : faktor ekonomi, sosial, moral, budaya
bahkan faktor psikologis. Kartini Kartono dalam Patologi Sosial
menyebutkan bahwa penyebab terjadinya tindak tuna susila antara
lain; 1) adanya dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan
seks diluar ikatan pekawinan; 2) komersialisasi dari seks; 3)
merosotnya norma-norma susila dan agama; 4) kebudayaan
eksploitasi; 5) faktor ekonomi. Sedangkan akibat yang ditimbulkan
dari tindak tuna susila yaitu; 1) penyebarluasan penyakit kelamin; 2)
merusak sendi-sendi kehidupan keluarga; 3) memberikan pengaruh
demoralisasi kepada lingkungan; 4) merusak sendi-sendi moral,
susila, hukum, agama; 5) adanya eksploitasi manusia oleh manusia
lainnya. Walaupun permasalahan tersebut sulit ditangani, namun
pemerintah dan masyarakat tetap berupaya untuk menangani
masalah tersebut melalui sistem panti maupun non panti.
Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya yang melakukan
pelayanan rehabilitasi eks tuna susila, setiap tahun panti ini
merehabilitasi klien sebanyak 220 orang terbagi dalam dua
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
6. Tahap Penyaluran
Pada tahap penyaluran terdapat empat pilihan untuk klien,
yaitu kembali ke pihak keluarga, menikah, rujuk dengan suami
bagi yang sudah menikah, dan bekerja. Bagi yang ingin bekerja,
panti menempatkan klien pada sektor usaha atau pekerjaan
produktif sesuai dengan jenis keterampilan kerja yang telah
diikuti. Kegiatan penyaluran disertai pemberian bantuan
stimulan usaha produktif sebagai modal hidup bermasyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan mata pencaharian
yang layak sebagai sumber penghasilan keluarga dalam
memperbaiki kualitas hidupnya. Kendala yang selama ini
dihadapi dalam penyaluran adalah pada waktu pemulangan
eks klien ketempat tujuan, belum sampai ditempat yang dituju
para germo atau mucikari atau orang yang mengkaryakan
mereka (klien) sudah terlebih dahulu menjemput yang
mengaku dirinya sebagai keluarga atau familinya. Mereka tahu
kapan waktu penyaluran dilakukan sehingga mereka mengikuti
pelepasan eks klien dari tangan petugas panti.
7. Tahap Bimbingan Lanjut dan Terminasi
Tahap ini dilaksanakan pada klien yang telah memperoleh
pelayanan rehabilitasi sosial dan reasosialisasi pada tahun
anggaran sebelumnya. Bimbingan lanjut merupakan upaya
untuk lebih memantapkan kemandirian bekas klien terutama
mereka yang karena berbagai sebab masih tetap memerlukan
bimbingan peningkatan/pemasaran dan sebagainya maupun
petunjuk yang bermaksud memperkuat kondisinya di
masyarakat. Bimbingan ini terdiri dari:
a. Bimbingan peningakatan kehidupan masyarakat dan
berperan serta dalam pembangunan. Kegiatan ini bertujuan
untuk memantapkan integrasi eks klien dalam kehidupan
bermasyarakat agar mereka mampu berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan bermasyarakat di lingkungan dimana
mereka menjadi warganya.
262
263
D. Pembinaan Lanjut
1. Kebijakan Teknis
Bimbingaan lanjut merupakan serangkaian kegiatan yang
diarahkan kepada eks klien, keluarga dan masyarakat guna lebih
dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian eks klien dalam kehidupan serta penghidupan
yang layak sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Pada
tahapan bimbingan lanjut tidak hanya melihat kondisi eks
klien setelah disalurkan ke masyarakat, sudah bekerja atau
belum, punya usaha atau tidak, tetapi lebih jauh lagi mengarah
pada serangkaian kegiatan yang menyangkut penyesuaian
diri klien dengan keluarga ataupun masyarakat, aktivitas apa
saja yang dilakukan, bimbingan keterampilan, bimbingan
usaha yang kesemuanya untuk membimbing eks klien kearah
kemandirian.
Di dalam pembinaan lanjut terdapat tiga kegiatan yaitu,
bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran
serta dalam pembangunan, bantuan pengembangan usaha
atau bimbingan peningkatan keterampilan, dan bimbingan
pemantapan kemandirian dan peningkatan usaha kerja.
Dalam kegiatan pembinaan lanjut tidak semua eks klien
yang telah disalurkan dilakukan pembinaan lanjut. Eks
klien yang disalurkan semuanya diberi toolkit sesuai dengan
bidang keterampilan yang diikuti selama dipanti. Pembinaan
lanjut dilakukan setelah 2-3 bulan dari proses penyaluran
dan hanya dilakukan satu tahun satu kali. Eks klien yang
mendapatkan pembinaan lanjut berkisar 10 % dari total
klien yang direhabilitasi selama satu tahun (220 orang)
karena keterbatasan anggaran. Pembinaan lanjut dilakukan
bersamaan dengan pemberian stimulan sebesar Rp 800.000,per eks klien. Dengan suntikan dana stimulan ini diharapkan
eks klien dapat mengembangkan usahanya untuk kemandirian
264
265
266
267
d. Dunia Usaha
Menyiapkan tempat untuk PBK: menyiapkan tempat untuk
bekerja eks klien dan memberi informasi kesempatan kerja
kepada pihak panti.
Dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita
Tuna Susila, PSKW Mulya Jaya Jakarta, memiliki Jaringan Kerjasama
yang cukup luas mendukung kegiatan bimbingan, meliputi:
1) Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP
dalam pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti
hasil razia yang dilaksanakan.
2) International Organizaton of Migration (IOM) dalam
penanganan lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap
terhadap korban trafficking/penjualan perempuan yang
dilacurkan.
3) Rumah Sakit POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan
penanganan medis korban trafficking perempuan.
4) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga
medis atau dokter spesialis kulit dan kelamin untuk pemeriksaan
danpengolahan PMS penerima pelayanan di panti.
5) Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri
Dewi dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk
meningkatkan mutu pelatihan keterampilan (vocational).
6) Aparat keamanan setempat (Polsek dan Koramil Pasar Rebo),
dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
7) Organisasi Wanita Aisyiyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan
Al Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan/
bimbingan mental agama.
8) Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan
Jurusan Psikologi, dalam membantu mengungkap dan
menangani permasalahan kelayan/ siswa.
9) Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa
269
270
panduan
pembinaan
lanjut
yang
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
Bagian 10
PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL TERHADAP
GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI PANTI SOSIAL BINA
KARYA (PSBK) PANGUDI LUHUR :
Studi Kasus Pembinaan Lanjut
Ruaida Murni
A. Pendahuluan
Gelandangan dan pengemis (Gepeng) merupakan fenomena
sosial di kota-kota besar, karena sulitnya kehidupan di pedesaan
sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan tanah garapan
yang semakin hari semakin berkurang. Sementara masyarakat
desa pada umumnya adalah para petani, yang sebagian besar
merupakan petani penggarap dan miskin. Mereka terpaksa
mencari tempat penghidupan lain yang diharapkan dapat
memberikan harapan masa depan yang lebih baik, dengan pergi
merantau ke kota. Daya tarik perkembangan pembangunan fisik,
sosial dan ekonomi di kota-kota yang cukup pesat, menimbulkan
arus perpindahan penduduk dari perdesaan ke daerah perkotaan.
Arus penduduk ini lebih lagi bertambah parah dengan adanya
daya dorong yakni pembangunan di perdesaan masih ketinggalan.
Urbanisasi ini mengakibatkan berbagai masalah sosial,
ekonomi, budaya, seperti meningkatnya kepadatan penduduk
di daerah perkotaan yang dapat menimbulkan benturan nilainilai sosial, karena sebagian besar urbanisan merupakan warga
miskin, tidak mempunyai keterampilan, pendidikan terbatas
sehingga tidak mampu menyesuaikan diri dengan pola kehidupan
perkotaan.
Akibat ketidak-mampuan dalam menyesuaikan diri dengan
tuntutan pekerjaan di kota-kota besar terutama di sektor
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
mengikuti kegiatan panti, minta keluar atau secara diamdiam keluar dari panti (kabur)
2. Penerimaan.
Pada tahap penerimaan dilakukan registrasi dan penempatan
dalam program rehabilitasi. Registrasi merupakan seleksi
yang kedua yang dilakukan oleh pekerja sosial dan psikolog,
untuk memastikan calon memenuhi syarat untuk diterima
sebagai WBS. Pada kesempatan ini pekerja sosial dan
psikolog berusaha menggali informasi dari WBS dengan
cara wawancara yang berkaitan dengan penempatan dalam
kegiatan keterampilan yang akan diberikan. Hasil wawancara
akan dijadikan data dasar untuk penempatan dalam program
rehabilitasi sosial sesuai dengan minat dan bakat yang
dimiliki masing-masing WBS dan tingkat pendidikan, serta
disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
PSBK. Beberapa permasalahan terkait dengan penerimaan
antara lain:
a. Seringnya WBS memaksakan untuk mengikuti jenis
keterampilan yang tidak sesuai dengan kemampuannya,
sehingga sering terjadi penumpukan WBS dalam salah
satu jenis keterampilan yang tidak mengharuskan
kemampuan dimaksud, seperti olah pangan, tahu tempe
dan pengolahan susu kedelai.
b. Petugas sering dihadapkan pada dilematis pada calon
WBS yang datang sendiri dalam kondisi mengidap
penyakit tertentu yang tidak memenuhi persyaratan
namun membutuhkan bantuan. Menghadapai hal ini
petugas mempertimbangkan latar belakang calon WBS,
jika gelandangan dan pengemis murni tetap diterima
sebagai WBS, dengan resiko pengobatan secara intensif
ke Puskesmas.
291
3. Asesmen
Assesmen atau pengungkapan dan pemahaman masalah
dapat dilakukan sepanjang WBS menerima bimbingan dan
rehabilitai sosial di PSBKPL. Asesmen yang dilakukan pada
awal penerimaan untuk menelusuri, menggali data WBS,
faktor-faktor penyebab masalahnya, tanggapannya serta
kekuatan-kekuatannya dalam rangka membantu dirinya
sendiri. Kemudian dikaji, dianalisa dan diolah oleh pekerja
sosial dan psikolog, untuk membantu upaya rehabilitasi
sosial dan resosialisasi bagi WBS. Selanjutkan berdasarkan
hasil registrasi dan asesmen, maka dilakukan penempatan
dalam program dan pondok. WBS yang berasal dari satu
daerah, tidak ditempakan dalam satu pondok. Asesmen juga
dilakukan apabila WBS bermasalah di panti, baik masalah
dalam keluarganya, maupun dengan tetangga sesama
WBS. Assesmen dilakukan oleh pekerja sosial, sedangkan
penyelesaian masalah dilakukan oleh pembimbing pondok,
namun jika melalui pembimbing belum terselesaikan, maka
akan diadakan Case Conference atau pembahasan kasus, yang
melibatkan pekerja sosial, struktural, psikolog, pembimbing
agama dan medis. Untuk mengupayakan penyelesaian masalah
WBS, tidak jarang dilakukan home visit, untuk mengetahui lebih
jauh kondisi keluarga sebelum masuk ke panti.
Kendala yang dihadapi dalam asesmen:
a. belum ada instrumen yang baku untuk melakukan asesmen
b. petugas asesmen/asesmentor belum memiliki ilmu
asesmen yang memadai sehingga hasil asesmen kadang
kala tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
WBS.
4. Pelaksanaan Bimbingan dan Rehabilitasi Sosial.
Pelayanan dan rehabilitasi terhadap gelandangan dan
pengemis di PSBKPL mencakup :
292
a. Bimbingan sosial
Bimbingan yang ditujukan kearah tatanan kerukunan dan
kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga diharapkan
dapat menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab
sosial baik di lingkungan keluarga maupun dilingkungan
masyarakat. Bimbingan sosial dilakukan melalui teori dan
praktek hidup berteman, berrelasi dan bersosialisasi;
hidup bermasyarakat, bergotong royong, bertanggung
jawab dan bertoleran; hidup tertib dan berprilaku sesuai
aturan dan tata nilai yang berlaku di masyarakat; hidup
selalu optimis, bekerja keras dan percaya diri; bimbingan
pengetahuan dasar; kesehatan, keluarga berencana;
kewirausahaan dan keteraturan bermasyarakat dan
taat hukum. Teori bimbingan sosial dilakukan secara
klasikal, WBS dikelompokkan berdasarkan latar belakang
pendidikan (SD, SMP, SMA). Kemudian diskusi kelompok
dan dinamika kelompok, serta terapi komuniti yang
dilakukan melalui pertemuan pagi, bimbingan kelompok,
curahan hati/ pengalaman hidup.
b. Bimbingan fisik dan kesehatan
Bimbingan fisik dan kesehatan merupakan bimbingan
atau tuntunan untuk pengenalan dan praktek cara-cara
hidup sehat secara teratur dan disiplin agar kondisi badan/
fisik selalu dalam keadaan sehat. Pelayanan dan kegiatan
yang mendukung bimbingan fisik dan kesehatan melalui
pelayanan menu makanan yang diberikan dalam bentuk
natura yang diberikan dalam 5 hari sekali. Bahan makanan
yang diberikan per WBS adalah beras 2,5 kg, ikan/daging/
sarden/ayam (diberikan bergantian), telur, teh, gula, kopi,
minyak goreng, indomi, garam, gas 3 kg dan lain lain yang
diperlukan. Kemudian bimbingan fisik berupa olah raga,
PBB, outbound, kebersihan ketertiban dan keindahan (K3)
dan SKJ. Selain itu bimbingan kesehatan juga dilakukan
293
294
295
296
297
298
D. Pembinaan Lanjut
1. Kebijakan.
Dalam melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi terhadap
gelandangan dan pengemis, PSBKPL menggunakan panduan
Standarisasi Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Gelandangan dan Pengemis tahun 2007, yang disusun
oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial.
Sampai saat ini PSBKPL belum memiliki acuan atau panduan
lain untuk melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi terhadap
gelandangan dan pengemis, baik yang disusun oleh instansi
lain maupun yang disusun oleh PSBKPL sendiri. PSBKPL
memiliki instrumen yang disusun oleh pekerja sosial dan seksi
Rehabilitasi sosial sehingga diperkirakan dapat memenuhi
tujuan pembinaan lanjut yang dimaksud panti.
2. Pemahaman dan Pelaksanaan Pembinaan Lanjut.
Pembinaan lanjut merupakan rangkaian kegiatan bimbingan,
yang berada dibawah koordinasi seksi Rehabiliasi Sosial
PSBKPL. Adanya kekurang pahaman antara pengertian
pembinaan lanjut dan monitoring evaluasi yang dilakukan
oleh PSBKPL, mengakibatkan pelaksanaan pembinaan lanjut
dan monev sering dilakukan secara bersamaan di lokasi yang
sama. Perbedaannya hanya saja lama waktu, pembinaan
lanjut dilakukan 4 hari, sedangkan monitoring dan evaluasi
dilakukan selama 3 hari. Bila mengacu kepada buku panduan,
pembinaan lanjut dan evaluasi memiliki pengertian yang
cukup jelas, yaitu merupakan rangkaian kegiatan bimbingan
yang diarahkan kepada eks WBS dan masyarakat, guna lebih
dapat memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan
kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang
layak. Evaluasi untuk memastikan apakah proses pelayanan
dan rehabilitasi berlangsung sesuai rencana yang telah
ditetapkan sehingga dapat dilakukan pengahiran pelayanan.
299
300
301
302
303
304
305
306
307
309
310
311
312
313
314
Bagian 11
EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL PANTI
SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) GALIH PAKUAN BOGOR.
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
meningkatkan perilaku sesuai dengan norma dan nilainilai agama yang berlaku dimasyarakat.
c. Bimbingan sosial, individu, untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kapasitas sosial dan psikososial klien untuk
mencapai kepulihan. Melalui konseling individu, terapi
psikososial, role play dan simulasi. Bimbingan kelompok,
sebagai media menumbuhkan dan meningkatkan
kapasitas psikososial.
d.
Bimbingan
pelatihan
keterampilan,
bertujuan
mengembalikan kehidupan klien agar memiliki dan
meningkatkan keterampilan sebagai bekal menyelesaikan
tugas-tugas kehidupan sehari-hari (personal skill)
Dana, sarana, tenaga professional: (psikolog, psikiater,
para medis, guru agama, instruktur, dokter) masih menjadi
kendala. Dalam pelaksanaan kegiatan masih banyak yang
perlu ditingkatkan seperti: (FSG, NA, SNA, parenting skill).
Kenyataannya: Banyaknya klien yang tidak mendapat
keterampilan (22,22 % tahun 2009, 27,77% tahun 2010, 32,22
% tahun 2011). Hal ini memberi gambaran bahwa pelayanan
belum dapat dilakukan secara maksimal.
5. Resosialisasi /reintegrasi sosial.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan eks klien, keluarga
dan lingkungan sosial dimana mereka tinggal. Dilakukan
untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan eks klien
berintegrasi ditengah kehidupan keluarga dan masyarakat
agar tidak terjadi pemberian stigma, sekaligus sebagai upaya
mencegah relapse. Kegiatannya berupa: family meeting dan
community meeting dengan tokoh.
Belum semua jenis dan sasaran kegiatan dilakukan maksimal.
Seperti Penjajagan PBK, pengantaran dan pelaksanaan PBK,
supervisi, bimbingan seting PBK. Kegiatan yang ditiadakan:
narcotic anonymous dan Saturday Night Activity. Ini berdampak
328
329
330
331
Kasus 1, RR.
RR, L, 28 th, dikenal dalam keluarga ia anak manis, tertib, rajin
dan tekun beribadah. Ayahnya pejabat salah satu Bank di Medan,
seorang pendeta yang disegani. Ia tumbuh sebagai remaja terdidik.
Lulus Sarjana, bekerja di Bank. Kariernya cemerlang. Keadaan
berubah total ketika ibundanya meninggal mendadak. Beberapa
hari ia mengurung diri. Tak ada yang berani dekat kecuali ayahnya
membawakan makanan sambil bertanya beberapa patah kata.
RR sangat terpukul, murung, marah, berontak, sampai depresi.
Berapa hari tak masuk kantor. Membuang suntuk, ia keluar kamar
mencari udara segar. Dalam sekejap RR didekati temannya sambil
bertanya suntuk ya?, sambil menawarkan obat penghilang
suntuk. nih coba penghilang suntuk. Dicobanya satu ampul, tidak
kerasa, dua ampul, ngak krasa sampai tiga ampul, terus berlanjut
sampai lima ampul. Sejak saat itu ia ketagihan, sekali menggunakan
perlu biaya Rp 500.000,- Celakanya, efek mengkonsumsi napza
terus meningkat. Setiap hari ia harus mengeluarkan uang sebesar
Rp 3.500.000,- sampai tabungan terkuras habis. Kebutuhan semakin
mendesak, kemudian, ia menilep uang nasabah sebesar Rp 20 juta.
Dan sempat berperkara, namun keluarganya buru-buru menutup
kasusnya. Hal itu, ia ulang kembali sampai akhirnya ia dipecat.
Saat menganggur kebutuhan akan naza tetap ada, maka ia mulai
mencuri uang orang tuanya, menjual barang-barang orang tuanya
sampai habis. Ayahnya tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan perilaku
RR menggunakan napza semakin meningkat. Untuk memenuhi
kebutuhannya akan napza, kemudian ia mulai mencuri, nyambret,
nodong, bahkan sempat merampok, sampai akhirnya tertangkap
dan dihukum satu setengah tahun. Orang tuanya merasa tidak
tega, melalui berbagai cara untuk meringankan hukumannya
dan berhasil hanya dihukum selama 7 bulan. Setelah keluar dari
penjara ia belum jera, kemudian melakukan tindak kriminal lagi,
sampai ditangkap dan kembali masuk penjara (LP di kaki gunung
Sibolangit). Hal itu ia lakukan berulang kali, sampai akhirnya
332
333
334
335
336
337
339
Kasus 6,
Klien re-entry, Q, Lelaki, 24 tahun, lulus Paket C, anak ke 1 dari 3
bersaudara, buruh jasa furniture (finishing). Saat ini S tinggal dengan
ayah dan ibu tiri serta ke 2 adik tiri adakalanya S tinggal bersama
ibu kandung, berhubung sedang bekerja dengan ayahnya maka
saat ini tinggal di rumah ayahnya. Kondisi rumahnya setengah
tembok, milik sendiri, berlantai ubin meski bagian belakang
rumahnya masih berdinding bilik, dengan penerangan listrik. Sejak
kelas 2 SMA, S, berada di jalan (jarang pulang ke rumah),sampai
4 tahun lamanya. Kehidupan S selama dijalan, kalo malam jadi
siang biasanya kegiatan pada malam hari kumpul-kumpul dengan
komunitas motor sambil minum-minuman keras, atau melakukan
balapan motor (track) yang dilakukan di jalan Pemda, mencuci
mobil dengan steam, menjadi tukang pungli pada supir truck yang
lewat malam hari. Namun kegiatan komunitas motornya namun S
tidak pernah mencoba menggunakan obat-obatan atau melakukan
tindak kekerasan sebagaimana dilakukan geng motor. Kebiasaan
hidup dijalanan diawali sejak ayah dan ibunya bercerai, Selama
hidup dijalanan, keluarganya (ayah.ibu maupun nenek) tidak pernah
mencarinya, karena pasti S akan pulang kerumah, meski hanya
sebentar. Sementara ini S tinggal di rumah sahabatnya yang menjadi
anggota komunitas motor. Setelah 4 tahun menjalani kehidupan
seperti demikian, seiring dengan meningkatnya usia, S mulai
timbul rasa jenuh, tidak mau gitu terus, kemudian atas informasi
dari teman (alumni) PSPP, Ia mengikuti pelayanan di PSPP (tahun
2008), mendaftar sendiri ke panti untuk memperoleh pelayanan,
serta menjalankan prosedur pendaftaran. Saat itu ayahnya tidak
setuju S masuk panti, karena ketidak tahuannya, namun akhirnya
dapat menerima Selama di PSPP, S mengikuti pelayanan mulai dari
fisik, mental sosial dan keterampilan. Kegiatan yang paling disukai
adalah kegiatan morning meeting serta bimbingan sosial lainnya,
karena hatinya menjadi tenang. Sementara keterampilan yang
diikuti adalah otomotif (bengkel motor).
340
341
342
343
344
Bagian 12
IMPLIKASI KEBIJAKAN
Nurdin Widodo
Alit Kurniasari
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
DAFTAR PUSTAKA
Alison, M. (1994). Pedagang jalanan dan Pelacur. Jakarta: LP3EK.
Arkan, A. (2006). Strategi Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak Remaja
Usia Sekolah.
Astuti, M. (2010). Penelitian Pola Asuh dalam Keluarga. jakarta: P3KS
Press.
Astuti, M. (2010). Penelitian Tentang Rehabilitasi Sosial di PSBG. Jakarta:
P3KS Press.
Bagong, S. a. (2011). Pekerjaan Anak di Sektor Berbahaya. Surabaya:
Lutfhansa Mediatama.
Campbell, H. R. (1970). Psychiatry Dictionary 14 ed. London: Oxford
University Press.
Cart, M. G. (2005). Child Walfare for teh Twenty First Century. Columbia:
Columbia University Press.
Fahrudin, A. (2002). Kerja Sosial dan Isu-Isu Terpilih. Sabah: Universitas
Malaysia.
Fahrudin, A. (2011). Kesejahteraan Sosial, sebuah Pengantar. Jakarta: P3KS
Press.
Gunarsa, S. G. (1980). Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Guning Mulia.
Harry, H. (2012). membangun Kebijakan Sosial, Perumusan, Mekanisme
dan Faktor yang Mempengaruhi.
Hepworth, D. R. (2001). Direct Social Practice, Theory and Skill 6 ed.
Pacific Grove: CA Brooks Cole Publishing.
Hermawati, I. (2001). Metode dan Tehnik Pekerjaan Sosial. Yogjakarta:
Adicita Karya Nusa.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development. Tokyo: Mc. Graw Hill
Kogakusha Ltd.
Iskandar, J. (2005). Dinamika Kelompok Organisasi dan Komunikasi Sosial.
Bandung: Puspaga.
Kartono, K. (2010). Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajagrafindo.
Khaerudin. (2003). Ilmu Pendidikan Islam. Makassar: Berkah Utami.
357
358
359
360
361
362
363
364
365
367
1989. Bekerja pada Kementerian Sosial sejak tahun 1970 pada BPPS
Yogyakarta. Saat ini bertugas pada Puslitbang Kesos Badiklit Kesos,
dan menduduki jabatan fungsional peneliti sebagai Peneliti Madya.
368
369
370
INDEKS
A
advokasi sosial, 64, 67, 68, 69, 106,
123, 161, 163, 166, 219, 257,
287, 364,
after care Service, b, v, viii, 5, 7, 10, 13,
53, 117, 121, 247, 318, 345
anak nakal, vii, 6, 10, 53, 55, 60, 63,
67, 77, 78, 367,
anak yang berkonflik dengan hukum, 77
asesmen, 2, 3, 19, 46, 56, 67, 88, 99,
100, 119, 125, 128, 145, 153,
181, 184, 185, 191, 196, 197,
203, 205, 218, 222, 23, 289,
292, 310, 312, 319, 327, 348
asesor, 128
ADL, 128, 197, 198, 202
APBD, 150, 206, 208
B
BLK, 147
body of knowledge, 216
body of skills, 216
body of values, 216
C
case conference, 220, 258, 292,
community based, 315
D
displaced children , 53
disabilitas, 10, 117, 127, 131, 137,
E
Ekstrakurikuler, 106
F
famili group suport, 298
focus group discussion, 8, 122, 134,
212, 250, 285
family based, 315
fenomena sosial, 281
G
guest house, 288
gelandangan, ix, 7, 11, 281, 282, 283,
284, 285, 289, 291. 293, 298,
299, 300, 304, 3055, 306, 307,
308, 312, 313
H
high Speed, 254, 257, 260, 271
home visit, 25, 31, 32, 33, 45, 49, 119,
133, 145, 149, 228, 229, 230,
259, 292. 329, 230
home care, 241, 298, 354
I
Identifikasi, 23, 62, 64, 65, 67, 99,
371
J
JICA, 128
K
kenakalan remaja, 54, 57, 58, 363
kriminal, 54, 55, 75, 333
kolaboratif, 114
keberfungsian sosial, 58, 88, 104,
105, 135, 143, 144, 152, 166,
209, 215, 283, 340, 353, 355
konsultasi, 25, 45, 65, 66, 67, 68, 97,
127, 134, 161, 162, 167, 177,
195, 201, 219, 224, 229, 232,
253, 290, 325, 326, 353
konseling, 25, 65, 196, 223, 225,
260, 328
kualitatif, 7, 9, 16, 60, 62, 121, 182,
183, 212, 213, 250, 251, 284,
285, 320, 321, 366
M
Massage, 198, 202
372
O
Observasi, 9, 16, 62, 64, 122, 213, 237,
240, 250, 285, 300
Orientasi, 24, 67, 96, 101, 161, 195,
196, 198, 219, 221, 222, 235,
290, 325
Output, 158, 181, 187, 349
out treach, 355
outcome, 181, 187, 206
otodidak, 287
over deg, 137
P
pembinaan Lanjut, iii, iv, vii, viii, ix, x, 2,
3, 4, 5, 7,, 8, 9, 10, 11, 13, 15,
16, 17, 18, 22, 29, 30, 31, 32, 33,
43, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 53, 56,
57, 59, 60, 61, 62, 664, 67, 68,
69, 70, 71, 75, 76, 77, 78, 79, 80,
81, 88, 89, 117, 119, 120, 121,
122, 126, 131, 132, 133, 134,
135, 136, 145, 146, 147, 148,
149, 150, 153, 154, 155, 156,
158, 159, 165, 166, 167, 169,
172, 173, 175, 176, 181, 182,
185, 206, 211, 227, 228, 233,
239, 245, 248, 251, 264, 266,
270, 271, 276, 279, 281, 284,
299, 300, 303, 310, 316, 319,
R
rehabilitasi sosial, iii, vii, viii, ix, x, 1, 2,
S
SBK, 99, 125, 192, 206,
speech therapy, 160, 164,
sosialisasi, 2, 23, 25, 38, 71, 79, 89,
92, 93, 98, 125, 127, 145, 147,
154, 161, 181, 185, 208, 268,
269, 290, 296, 308, 325, 344,
350, 354
sector formal, 282,
sertifikasi, 287, 360
373
T
Terminasi, 3, 17, 19, 28, 29, 32, 45,
59, 60, 69, 77, 79, 106, 108,
116, 119, 125, 131, 135, 145,
146, 149, 158, 159, 166, 169,
181, 184, 185, 186, 187, 192,
201, 206, 218, 227, 228, 246,
256, 262, 277, 295, 298, 300,
319, 320, 329, 343,
Treatment, 56, 75, 107, 153, 214, 317,
352,
Toolkit, 94, 103, 106, 107, 110, 111,
113, 143, 146, 164, 165, 167,
267, 272, 300, 302, 309, 310,
336, 350
374
U
Usaha Ekonomis Produktif, 70, 81, 82,
115, 199, 229
up-dating, 98
urbanisasi, 35, 47, 281, 282
V
Vokasional, 59, 67, 128, 138, 160, 162,
196, 198, 222, 227, 347
W
work ability, 163,
WBS, 284, 285, 286, 287, 288, 289,
290, 291, 292, 293, 294, 295,
296, 297, 298, 299, 300, 301,
302, 303, 304, 305, 306, 307,
308, 309, 310, 311, 312, 313
375