Anda di halaman 1dari 12

Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah :

Dari Perumusan Kebijakan Ke Pelaksanaan


Pendahuluan
Sebagaimana diketahui bersama Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun
2010 adalah merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah. Mengenai pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan
daerah, secara khusus diatur dalam salah satu bab dari peraturan tersebut. Adapun tujuan
dari pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah ini adalah untuk
mewujudkan konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan dan hasil rencana
pembangunan daerah, konsistensi antara rencana pembangunan jangka panjang daerah
dengan rencana jangka panjang nasional dan rencana tata ruang wilayah nasional, konsistensi
antara rencana pembangunan jangka menengah daerah dengan rencana jangka panjang
daerah dan rencana tata ruang wilayah daerah, konsistensi antara rencana kerja pemerintah
daerah dengan rencana jangka menengah daerah, dan kesesuaian antara capaian
pembangunan daerah dengan indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut diatur bahwa pengendalian dan evaluasi terhadap perencanaan
pembangunan daerah, meliputi pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan perencanaan
pembangunan daerah, pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana
pembangunan daerah, dan evaluasi terhadap hasil rencana pembangunan daerah. Dalam hal
perencanaan jangka panjang dan jangka menengah, dokumen rencana yang dihasilkan
memberikan arah kebijakan jangka panjang hingga program pembangunan daerah jangka
menengah. Jika perhatian diarahkan pada pelaksanaan pembangunan yang diselenggarakan
lebih nyata, maka akan berkaitan dengan rencana pembangunan jangka pendek atau tahunan.
Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah rencana yang disusun benar-benar dipedomani
sebagai acuan untuk penyelenggaraan pembangunan, fokus perhatian perlu diarahkan pada
perencanaan pembangunan jangka pendek atau tahunan.
Untuk lingkup pelaksanaan rencana, sasaran dari pengendalian dan evaluasi adalah : (1)
prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2) rencana program dan kegiatan
prioritas daerah; serta (3) pagu indikatif telah disusun dalam beberapa dokumen proses
penetapan anggaran pembangunan seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan
Prioritas Anggaran Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Beberapa penelitian menggambarkan pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah
khususnya dalam proses penetapan APBD adalah titik yang paling kritis. Bias antara rencana
dan pelaksanaan sangat sering terjadi pada titik ini. Sebuah rencana yang telah disusun
sedemikian rupa secara teknokratis, ternyata dapat berubah menjadi sebuah penjabaran dari
kebutuhan yang muncul pada proses di luar rencana. Sugiarto (2010) menyimpulkan bahwa
penyusunan RAPBD pasca Musrenbang Kabupaten sepenuhnya di tangan tim anggaran
eksekutif dan tim anggaran legislatif. Sementara, Bastian (2008) melakukan pantauan di
lapangan dan menyimpulkan bahwa : (1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS telah terjadi
secara luar biasa; (2) Konsensus prioritas program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS
sering tidak dianggap dalam proses penyusunan RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam
pembahasan KUA dan PPAS ini telah menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3)
Setelah pembahasan di tingkat komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD,
perubahan program dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan

proses penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal. Sobari, 2007
(dalam Satries, 2011) menyimpulkan bahwa pemerintah daerah dan DPRD belum bisa
menjamin bahwa seluruh usul masyarakat dalam Musrenbang akan direalisasikan dalam
APBD. Hasil penelitian Satries (2011) mengarah pada kesimpulan adanya stigma bahwa
pembangunan hanya tanggung jawab pemerintah daerah dan peran serta masyarakat
khususnya dalam proses perencanaan pembangunan kerap diabaikan dengan alasan
keberadaan wakil masyarakat sebagai representasi utuh seluruh masyarakat.
Apa yang terjadi dalam Proses Implementasi Kebijakan?
Grindle (1980) memperkenalkan model implementasi kebijakan sebagai proses politik
dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh beragam aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi
program yang telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks
politik administratif. Dalam analisanya terhadap praktek implementasi kebijakan publik di
beberapa negara Dunia Ketiga, Grindle menjelaskan bahwa salah satu faktor penting yang
menentukan hasil penerapan suatu kebijakan adalah kandungan kebijakan itu sendiri. Dari
contoh beberapa kasus, ternyata kandungan kebijakan dan program ini sering menjadi faktor
kritis karena dampak potensial yang mungkin ditimbulkannya dalam tatanan sosial,
ekonomi, dan politik yang ada. Memperhatikan kemungkinan tersebut, maka pertimbangan
konteks atau lingkungan dimana suatu tindakan administratif ditetapkan merupakan hal yang
penting.
Dalam proses mengadministrasikan setiap program, beberapa aktor akan membuat
pilihan-pilihan atas alokasi-alokasi spesifik dari sumberdaya publik, sementara lainnya
berupaya untuk mempengaruhi keputusan yang diambil. Setiap aktor mungkin mempunyai
kepentingan tersendiri dan berupaya untuk mendapatkannya. Seringkali tujuan para aktor itu
saling bertentangan, maka dari itu hasilnya kemudian akan ditentukan oleh strategi,
sumberdaya, dan posisi kekuatan masing-masing aktor yang terlibat. Apa yang
diimplementasikan kemudian adalah hasil perhitungan politis dari berbagai kepentingan dan
kelompok-kelompok yang berkompetisi untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas,
respon aparat pelaksana, dan sikap elit politik, semuanya kemudian berinteraksi dalam
konteks kelembagaan yang ada. Maka, analisa mengenai implementasi kebijakan dapat
berarti menilai kapabilitas kekuatan aktor yang terlibat, kepentingan-kepentingan mereka,
strategi untuk mendapatkannya, serta rejim dimana mereka berinteraksi.
Di pihak lain, Quick (1980) sampai pada kesimpulan bahwa di negara-negara Dunia
Ketiga kebijakan publik seringkali tidak jadi dilaksanakan sama sekali, dan mereka yang
berhasil mengaturnya melalui proses implementasi yang berliku-liku sering melihat sangat
berbeda dari apa yang dimaksudkan sejak awal oleh para perumus kebijakan yang
bersangkutan. Secara ringkas ada beberapa proposisi yang disimpulkan Quick tentang
pengambilan keputusan pada organisasi yang berupaya mengimplementasikan kebijakan
yang tidak terdefinisi secara jelas tetapi secara politis penting :
a. Organisasi yang memiliki tujuan yang kurang jelas, bermakna ganda dan tidak terukur
akan sulit mengembangkan solusi teknis rasional untuk permasalahan implementasi/
pelaksanaan kebijakan. Organisasi seperti ini tidak dapat menetapkan prioritas dan
merumuskan kegiatan yang diperlukan, karena bagi organisasi ini kegiatan apapun yang
dijalankan dapat menjadi berasalasan untuk banyak tujuan.
b. Jika dengan adanya tekanan politis sebuah organisasi tidak bisa melakukan penolakan,
organisasi itu akan terpaksa menggunakan kriteria politis untuk menetapkan prioritas dan
merumuskan kegiatan. Beberapa kriteria membutuhkan penyederhanaan struktur tujuan

c.

d.
e.

f.

g.

operasional organisasi, menghapus beberapa tujuan yang tidak bisa diukur atau tujuan
jangka panjang, serta hasil-hasil yang terukur.
Organisasi yang mengimplementasikan program-program yang bertujuan banyak akan
menjadi rapuh akibat ketidakmampuan mereka untuk mencapai seluruh tujuan mereka
dan kerapuhan ini meningkatkan kepekaan mereka terhadap keinginan dan harapan
pemberi pengaruh politis mereka.
Politisasi kepemimpinan dalam sebuah organisasi akan menghambat operasi proses
umpan balik dan pembelajaran yang normal.
Popularitas politik akan mengisolasi sebuah organisasi dari umpan balik aktor birokratik
yang tidak berani mengkritisi bagian yang populer atau khawatir jika kritisi mereka
dapat menghancurkan lawan populernya. Dalam kedua kasus tersebut, organisasi yang
mengimplementasikan kebijakan akan mendapatkan sedikit bantuan dari organisasi yang
lain dalam upaya memperbaiki kinerja tugasnya.
Ketersediaan sumberdaya menghambat proses umpan balik, karena membiarkan
organisasi yang bersangkutan untuk menunda pengujian kritis pada setiap tindakannya.
Membelanjakan lebih banyak uang adalah alternatif yang mudah dan tidak menyakitkan
dari pengawasan mandiri yang kritis.
Popularitas meningkatkan kemampuan organisasi dan menurunkan kepekaannya terhadap
lingkungan. Informasi kritis tidak perlu didengarkan karena sangat tidak relevan dalam
menentukan status atau penganggaran (budget) sebuah organisasi. Organisasi yang
populer akan sanggup untuk tidak belajar dari kesalahan mereka.

Uraian di atas menunjukkan bagaimana karakteristik program ideologis tertentu dapat


melemahkan keefektifan implementasi atau pelaksanaan program, Popularitas politis
mendorong adanya ketidakjelasan tujuan dan menghambat proses pengendalian dan evaluasi
normal dalam organisasi pelaksana kebijakan.

Tantangan Bagi Evaluasi Rencana Untuk Menghasilkan Perencanaan yang Lebih Baik
Tidak mudah untuk menilai kualitas sebuah rencana. Perencana sering dapat
membedakan rencana dengan kualitas tinggi dari rencana yang berkualitas rendah. Tetapi,
mereka akan sangat mengalami kesulitan mendefinisikan secara eksplisit karakteristik kunci
untuk menilai kualitas rencana. Literatur perencanaan ternyata juga sangat jarang membahas
apa yang merupakan kualitas perencanaan yang baik. Profesi perencana umumnya
menghindari pertanyaan normatif ini, sebaliknya lebih terfokus pada metoda dan proses
pembuatan rencana. (Berke dan French,1994, 237-8 dalam Baer, 1997).
Ternyata pekerjaan merencana dalam konteks kultur perencananya juga akan
mendefinisikan kualitas perencanaan dengan cara berbeda. Rasmussen, et.al (2009)
mengadakan penelitian untuk mengkaji persamaan dan perbedaan mental model perencanaan
antara perencana operasional Amerika dan Inggris. Penelitian ini melakukan wawancara
analisis jaringan budaya dengan 14 perencana operasional yang berpengalaman di Amerika
Serikat dan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara cara
perencana ahli Amerika dan Inggris mempertimbangkan sebuah rencana berkualitas tinggi.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa model perencana Amerika terfokus pada
spesifikasi tindakan untuk mencapai sinkronisasi, memberikan otonomi yang kecil di tingkat
pelaksanaan, dan mempunyai keyakinan bahwa meningkatkan pengungkapan berbagai
kemungkinan dalam perencanaan akan mengurangi risiko. Berbeda dengan model perencana
Amerika, model para perencana Inggris menekankan kesesuaian internal rencana untuk
mendukung munculnya kesadaran situasional bersama, dan oleh karenanya terdapat

fleksibilitas di tingkat eksekusi. Model Inggris juga menekankan keyakinan bahwa


mengurangi jumlah asumsi dalam rencana akan menurunkan risiko. Kesimpulan penelitian
menunjukkan bahwa bahkan mitra yang memiliki budaya yang sangat mirip seperti Amerika
Serikat dan Inggris, tetap akan mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana
memproses pembuatan keputusan dan rencana. Selain itu, terdapat pelajaran bahwa proses
dan sistem perencanaan harus dikembangkan sehingga dapat secara fleksibel disesuaikan
untuk dapat beroperasi dengan baik pada situasi kebiasaan pengambilan keputusan yang
berbeda secara kultural diantara semua mitra koalisi yang terlibat dalam proses perencanaan.
Evaluasi yang dimulai dari saat persiapan penyusunan rencana dapat diharapkan
menghasilkan perencanaan yang lebih baik, dikarenakan sesungguhnya perencanaan adalah
sebuah proses. Untuk mengevaluasi rencana, William Baer (dalam Waldner, 2004)
mengidentifikasi empat makna dari istilah "evaluasi rencana" berdasarkan yang melakukan
evaluasi, pada titik apa dalam proses perencanaan, dan dengan metode apa. Evaluasi
meliputi: (1) penilaian rencana (menjamin bahwa rencana menggambarkan kriteria rencana
itu sendiri), (2) pengujian dan evaluasi rencana (mengevaluasi cara-cara alternatif untuk
mencapai tujuan rencana itu), (3) kritik rencana (review subjektif sebuah rencana oleh
perencana lain, mirip dengan review film), (4) penelitian perbandingan dan evaluasi
profesional (membandingkan berbagai rencana, dengan atau tanpa mempertimbangkan hasil/
outcome), dan (5) evaluasi post hoc atas hasil/outcome rencana.
Baer, 1997 memperjelas bahwa untuk semua fase yang berbeda tersebut terkadang
digunakan kata yang sama. Untuk membedakannya, perlu dikenali siapa yang
menyelenggarakan evaluasi dan hubungan mereka dengan penyusun rencana; kapan evaluasi
dilakukan (yaitu pada tahap apa, selama persiapan rencana atau sesudah rencana
terselesaikan); dan akhirnya evaluasi tentang apa. Beberapa bentuk mengenai apa
diantaranya adalah :
1. Substansi alternatif rencana; dan/atau
2. Paket rencana- termasuk dokumen yang mengkomunikasikan (a) tujuan dan sasaran, (b)
kebutuhan dan permasalahan, (c) asumsi dan metoda penalaran, (d) usulan spesifik, bisa
jadi, (e) alat-alat implementasi (peraturan, penganggaran, dan lain-lain), dan/atau
3. Hasil/outcome pelaksanaan rencana.
Berbagai jenis evaluasi rencana yang dapat diselenggarakan pada beberapa tahapan
dalam proses pembuatan rencana.dapat dilihat pada gambar 1. Sementara, gambar 2
menunjukkan berbagai jenis evaluasi rencana post hoc. Sebenarnya dapat pula disimpulkan
bahwa, kriteria yang tepat untuk mengevaluasi sebuah rencana secara implisit ada dalam
konsep atau gagasan pembuatan rencana yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, konsep
sebuah rencana dapat diterangkan hanya dengan mempertimbangkan kriteria untuk menilai
rencana itu sendiri. Setiap kali sebuah rencana disiapkan, penyusunnya harus memperjelas
kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi rencana tersebut. Upaya ini secara
langsung akan mempertajam pengertian mereka terhadap apa yang akan mereka lakukan.
Kriteria-kriteria ini akan tergambar dan direpresentasikan dalam dokumen rencana yang
dibuat, diantaranya adalah :
1. Penjelasan menyangkut konteks dokumen. Dalam dokumen rencana sebaiknya
terdapat keterangan mengenai konteks dan latarbelakang. Hal ini perlu dijelaskan karena
tidak tergambar dengan sendirinya secara nyata dan jelas untuk publik. Termasuk dalam
hal ini antara lain adalah :

Apakah konteks politis dan aspek legal dijelaskan dalam dokumen (misalnya,
apakah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki organisasi, adanya dikusi dan

pertimbangan publik dalam mewujudkan rencana, adanya topik yang menjadi


prioritas utama) ?
Apakah informasi yang menjadi latar belakang disajikan dalam rencana (seperti
alasan mengenai penyajian rencana) ?
Apakah rencana itu jelas-jelas menggambarkan siapa tujuan dari rencana (seperti
untuk masyarakat, untuk pemerintah daerah, untuk dunia swasta) ?
Apakah maksud rencana telah diutarakan (seperti untuk studi, informasi,
keputusan, rencana tindak) ?
Apakah terdapat gambaran mengenai kebutuhan persiapan rencana (seperti
jumlah orang/hari, orang/minggu, dlsb.) ?

Intinya kriteria ini menyangkut pertanyaan-pertanyaan apa dan bagaimana dokumen,


karena rencana dimaksud tidak dapat membuktikan dirinya sendiri kepada publik.
2. Pertimbangan model rasional. Dokumen rencana sebaiknya dapat menunjukkan
pertimbangan perencanaan dasar yang mengacu pada landasan teori serta kriteria tertentu.

Apakah permasalahan dapat ditemukenali secara spesifik dalam dokumen rencana


yang dibuat?
Apakah tujuan dan sasaran secara eksplisit telah diidentifikasi dalam dokumen
rencana yang dibuat?
Apakah ada beberapa alternatif yang dikemukakan atau paling tidak
dipertimbangkan dalam dokumen rencana yang dibuat ?

3. Keabsahan prosedural. Dokumen rencana sebaiknya menjelaskan siapa pembuat


rencana dan bagaimana pembuatan rencana, yang memberi informasi pada pembaca
tentang apa yang terjadi dalam pembuatan rencana tersebut. Termasuk dalam hal ini
beberapa pertanyaan berikut :

Siapa saja yang terlibat dalam perumusan perencanaan (staf dari beberapa
organisasi, kelompok masyarakat, politisi) ?
Bagaimana mereka dipilih untuk terlibat (karena keahlian, perhatian, sukarela,
atau pertimbangan lainnya) ?
Bagaimana bentuk keterlibatan mereka (dalam kelompok diskusi, pertemuan
publik, atau bentuk lain) ?
Bagaimana persoalan-persoalan teknis ditransformasikan ke dalam kebijakan
yang direkomendasikan (melalui pengetahuan biasa, pengalaman, pelatihan) ?

4. Ketepatan ruang lingkup. Dokumen rencana selayaknya menunjukkan bagaimana


rencana dihubungkan dengan lingkup yang lebih luas.

Apakah semua permasalahan telah dipertimbangkan (misalnya, aspek fisik, sosial,


ekonomi, politik, budaya) ?
Apakah hal yang menyangkut efisiensi dan keefektifan telah dipertimbangkan ?
Apakah distribusi biaya dan manfaat diantara berbagai kelompok telah
dipertimbangkan ?
Apakah implikasi-implikasi yang mungkin muncul juga dipertimbangkan ?

5. Arahan untuk implementasi. Hampir semua rencana dimaksudkan untuk dilaksanakan.


Oleh karenanya perlu dipertimbangkan instrumen-instrumennya (arahan, peraturan,
penganggaran, penjadualan, dll.), organisasinya, dan orang-orang yang bertanggungjawab
membuat rencana bisa dijalankan.

Apakah ada prioritas dalam implementasi rencana ?


Apakah ada rentang waktu pelaksanaan implementasi rencana ?

Apakah ada penjadwalan dan rencana koordinasi dalam rencana ?

6. Pendekatan, Data, dan Metodologi. Dimaksudkan untuk memperjelas basis teknis


rencana , jika ada, asal data dan bagaimana penggunaannya, sedemikian hingga orang
lain dapat memeriksa kerangka pikir rencana menggunakan sumber yang sama

Apakah rencana didasarkan pada sprektrum data yang luas dan layak ?
Apakah rencana cukup fleksibel yang memungkinkan data dan temuan baru dapat
dimasukkan ?
Apakah sumber data dikutip dari suatu sumber rujukan tertentu ?
Apakah sumber metodologi dikutip dari sumber rujukan tertentu ?
Apakah level agregasi data relevan dengan studi yang dilakukan ?

7. Kualitas Komunikasi. Memperjelas komunikasi di atas semuanya adalah perlu untuk


mendengar yang lain secara adil.

Apakah klien atau publik pembaca dikenali ?


Apakah gagasan-gagasan didorong untuk disampaikan ?
Apakah penalaran di balik keputusan telah ditunjukkan secara efektif ?
Apakah proposal/rekomendasi/kesimpulan konsisten terhadap sasaran ?
Apakah kriteria terindikasi melaluia rencana yang ditujukan untuk dinilai ?

8. Format Rencana

Apakah ukuran dan format bersesuaian dengan tujuan penggunaannya ?


Apakah tanggal publikasi ditunjukkan ?
Apakah perumus rencana ditunjukkan untuk menjelaskan tanggung jawab
profesional ?
Apakah ada daftar tabel ?
Apakah halaman-halaman dokumen diberi nomor ?
Apakah grafik-grafik digunakan untuk makdud terbaiknya ?
Apakah tata letak isi dokumen menarik ?

Dengan mengenali kriteria-kriteria tersebut dalam dokumen rencana yang akan disusun,
maka diharapkan akan diperoleh rencana yang lebih baik. Walaupun demikian, perlu pula
dipahami bahwa kriteria yang tepatpun belum tentu dapat dengan mudah digunakan.
Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut Permendagri
No. 54 Tahun 2010
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 menyampaikan definisi bahwa
pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah adalah upaya mengendalikan
dan menilai kegiatan perencanaan pembangunan daerah agar terarah, sinergis, terpadu
mewujudkan pembangunan daerah dan pada akhirnya pembangunan regional dan nasional
menuju suatu kinerja tertentu yang diharapkan menyelesaikan masalah pembangunan yang
dihadapi.
Dalam hal perencanaan tahunan, maka fokus perhatian sebagai lingkup kajian di
arahkan pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Berikut adalah matriks yang
menunjukkan ringkasan kegiatan pengendalian dan dan evaluasi yang diinstruksikan
peraturan menteri di atas.

Tabel 1. Perbandingan Aspek, Lingkup, Sasaran, Metoda, dan Waktu Pelaksanaan


Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah Sesuai
Permendagri No. 54 Tahun 2010
Aspek

Lingkup
Sasaran

Metoda

Waktu

P&E terhadap kebijakan


perencanaan pembangunan
daerah
Perumusan kebijakan RKPD
perumusan permasalahan
pembangunan daerah
perumusan rancangan
kerangka ekonomi daerah dan
kebijakan keuangan daerah
prioritas dan sasaran
pembangunan (RKPD) sesuai
program pembangunan daerah
(RPJMD);
rencana program dan kegiatan
prioritas (RKPD) sesuai
indikasi rencana program
prioritas (RPJMD);
rencana program dan kegiatan
prioritas (RKPD) sesuai
prioritas pembangunan
provinsi terutama program/
kegiatan yang mencakup atau
terkait dengan dua wilayah
kabupaten/kota atau lebih,
maupun pada wilayah
perbatasan antar
kabupaten/kota;
rencana program dan kegiatan
prioritas daerah (RKPD) dalam
rangka pencapaian sasaran
pembangunan jangka
menengah daerah serta
pencapaian sasaran
pembangunan tahunan
provinsi;
sesuai dengan tahapan dan tata
cara penyusunan RKPD
Pemantauan & supervisi dari
tahap penyusunan rancangan
awal sampai dengan RKPD
ditetapkan dengan Peraturan
Bupati
Januari Juni Tahun berjalan

P&E terhadap pelaksanaan


perencanaan pembangunan
daerah
Pelaksanaan RKPD
kebijakan umum anggaran
telah mengacu prioritas dan
sasaran pembangunan tahunan
daerah (RKPD)
program dan kegiatan dalam
prioritas dan plafon anggaran
sementara (PPAS) mengacu
pada rencana program dan
kegiatan prioritas dalam RKPD
plafon anggaran dalam PPAS
mengacu pada pagu indikatif
dalam RKPD
pedoman penyusunan APBD
mencantumkan informasi
terkait KUA dan PPAS bagi
SKPD dalam menyusun
rencana kerja dan anggaran
(RKA)
program dan kegiatan serta
indikator kinerjanya dalam
renja SKDP tercantum dan
diakomodasi lebih baik dan
akurat dalam RKA

Evaluasi terhadap hasil


perencanaan pembangunan
daerah
Hasil RKPD
Memastikan bahwa target
rencana program dan kegiatan
prioritas daerah dalam RKPD
dapat dicapai dalam rangka
mewujudkan visi pembangunan
jangka menengah daerah dan
mencapai sasaran pembangunan
tahunan daerah

Pemantauan dan supervisi


pelaksanaan RKPD

Penilaian hasil pelaksanaan


RKPD

Juni September Tahun berjalan

Per Triwulan dengan


menggunakan hasil evaluasi
Renja OPD

a. Pengendalian dan Evaluasi Terhadap Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah


Perumusan kebijakan yang antara lain berkaitan dengan perumusan permasalahan
pembangunan daerah, rancangan kerangka ekonomi daerah, kebijakan keuangan daerah
membawa pada perumusan prioritas dan sasaran pembangunan tahunan serta perumusan
rencana program dan kegiatan prioritas. Dalam hal ini, Permendagri dimaksud
mengarahkan agar semua rumusan tersebut sesuai dengan dokumen rencana jangka
menengah, prioritas pembangunan pada wilayah yang lebih tinggi (yaitu pada wilayah
provinsi atau nasional), juga harus dalam kerangka upaya pencapaian sasaran
pembangunan jangka menengah daerah dan pencapaian sasaran pembangunan

provinsi/nasional. Kemampuan teknokratis lembaga perencana dipertaruhkan dalam


proses perumusan kebijakan ini. Sementara, Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tidak
menjelaskan batasan ukuran kesesuaian yang dimaksud kecuali kesesuaian hanya melalui
pemeriksaan ada atau tidak adanya jenis kegiatan tertentu dalam penyusunan kebijakan
perencanaan pembangunan tahunan. Hal ini dapat dilihat dari formulir-formulir yang
digunakan dalam kegiatan pengendalian dan evaluasi. Jenis-jenis kegiatan yang
diarahkan untuk dinilai ukuran kesesuaiannya melalui keberadaannya atau ada dan tidak
adanya ditunjukkan pada matriks berikut.
Tabel 2. Jenis-Jenis Kegiatan dalam Perencanaan Pembangunan
Tahunan Daerah Yang Diarahkan Permendagri No. 54 Tahun 2010
Untuk Dinilai Kesesuaiannya Melalui Kriteria Keberadaan.
1. Pembentukan tim penyusun RKPD Daerah
penyusunan rencana kerja.
2. Pengolahan data dan informasi.

dan

3. Analisis gambaran umum kondisi daerah


4. Analisis ekonomi dan keuangan daerah.

5. Evaluasi kinerja tahun lalu.

6. Penelaahan terhadap kebijakan pemerintah.

7. Penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD.

8. Perumusan permasalahan pembangunan daerah.


9. Perumusan rancangan kerangka ekonomi daerah dan
kebijakan keuangan daerah.

10. Perumusan RKPD sesuai dengan visi, misi, arah


kebijakan dan program Gubernur/Bupati/Walikota yang
ditetapkan dalam RPJMD.

11. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah.

12. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah


tahunan telah berpedoman pada kebijakan umum dan
program pembangunan jangka menengah daerah .
13. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah
tahunan telah mengacu pada RKP/ RKPD Provinsi
14. Perumusan program prioritas beserta pagu indikatif.

15. Pelaksanaan forum konsultasi publik.


16. Penyelarasan rencana program prioritas daerah beserta
pagu indikatif.

17. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah


tahunan telah berpedoman pada kebijakan umum.
18. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah
tahunan telah berpedoman pada program pembangunan
jangka menengah daerah.
19. Perumusan prioritas dan sasaran pembangunan daerah
tahunan telah mengacu pada RKP atau RKPD Provinsi.
20. Perumusan rencana program dan kegiatan prioritas
daerah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan
jangka menengah daerah.
21. Perumusan rencana program dan kegiatan prioritas
daerah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan
jangka menengah daerah.
22. Perumusan rencana program dan kegiatan prioritas
daerah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan
tahunan nasional atau provinsi.
23. Pendanaan program dan kegiatan prioritas berdasarkan
pagu indikatif untuk masing-masing SKPD telah
memperhitungkan prakiraan maju
24. Musrenbang RKPD yang bertujuan :
a. Menyelaraskan program dan kegiatan prioritas
pembangunan daerah dengan arah kebijakan,
prioritas dan sasaran pembangunan nasional atau
provinsi serta usulan program dan kegiatan hasil
musrenbang kabupaten/kota atau kecamatan.
b. Mengklarifikasi usulan program dan kegiatan yang
telah disampaikan masyarakat kepada pemerintah
daerah pada musrenbang RKPD kabupaten/kota/
kecamatan dan/atau sebelum musrenbang RKPD
provinsi/kabupaten/kota dilaksanakan;
c. Mempertajam indikator dan target kinerja program
dan kegiatan pembangunan provinsi/kabupaten/
kota.
d. Menyepakati prioritas pembangunan daerah serta
rencana kerja dan pendanaan.
25. Berita Acara Hasil Musrenbang RKPD provinsi/
kabupaten/kota.
26. Sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan RKPD
yang diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri
No.54 Tahun 2010.
27. Dokumen RKPD yang telah disyahkan.

b. Pengendalian dan Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah


Pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan tahunan
dilakukan melalui perbandingan antara dokumen rencana pembangunan daerah tahunan
dengan dokumen pelaksanaannya seperti kebijakan umum anggaran (KUA), prioritas dan
plafon anggaran sementara (PPAS), rencana kegiatan dan anggaran (RKA) SKPD, serta
laporan triwulan. Pertanyaan kunci untuk menilai relevansi atau kesesuaian antara RKPD
dan Renja terhadap APBD sebagai berikut :
Apakah kebijakan umum anggaran mengacu pada prioritas dan sasaran pembangunan
dalam RKPD? Apakah informasi tersebut telah sepenuhnya mengadopsi prioritas dan
sasaran pembangunan dalam RKPD?
Apakah penjabaran program dan kegiatan dalam PPAS mengacu pada atau
sepenuhnya telah mengadopsi rencana program dan kegiatan prioritas dalam RKPD?
Apakah plafon anggaran dalam PPAS mengacu pada pagu indikatif dalam RKPD?
Apakah pedoman penyusunan APBD mencantumkan informasi terkait KUA dan
PPAS bagi SKPD dalam menyusun RKA? Apakah program dan kegiatan telah dipilah
dengan jelas bagi tiap SKPD? Apakah target kinerja program dan kegiatan prioritas
telah dicantumkan dengan jelas bagi SKPD? Apakah plafon sementara tercantum
dengan jelas bagi setiap SKPD?
Apakah program dan kegiatan serta indikator kinerjanya dalam Renja SKPD
tercantum dan diakomodasi lebih baik dan akurat dalam RKA SKPD?
c. Evaluasi atas Hasil Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah
Evaluasi terhadap hasil rencana pembangunan daerah bertujuan untuk mewujudkan
kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan indikator kinerja yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja yang dimaksud adalah indikator kinerja yang ditetapkan
dalam lingkup nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Hasil evaluasi ini selanjutnya
menjadi umpan balik bagi perumusan kebijakan gubernur/bupati/walikota dalam
mewujudkan:
Konsistensi antara kebijakan dengan pelaksanaan dan hasil rencana pembangunan
daerah di wilayah kabupaten/kota;
Konsistensi antara RKPD kabupaten/kota dengan RPJMD kabupaten/kota; dan
Kesesuaian antara capaian pembangunan daerah dengan indikator-indikator kinerja
yang telah ditetapkan secara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dalam penilaian kinerja tersebut melalui evaluasi hasil perencanaan, gradasi nilai
(skala intensitas) kinerja suatu indikator dapat dimaknai sebagai berikut:
Hasil Sangat Tinggi dan Tinggi. Gradasi ini menunjukkan pencapaian/realisasi
kinerja capaian telah memenuhi target dan berada diatas persyaratan minimal
kelulusan penilaian kinerja.
Hasil Sedang. Gradasi cukup menunjukkan pencapaian/realisasi kinerja capaian telah
memenuhi persyaratan minimal.
Hasil Rendah dan Sangat Rendah. Gradasi ini menunjukkan pencapaian/realisasi
kinerja capaian belum memenuhi/ masih di bawah persyaratan minimal pencapaian
kinerja yang diharapkan.

Kesimpulan
Mengkaji apakah sebuah kebijakan yang telah dirumuskan akan dilaksanakan adalah
sebuah hal penting. Pada titik ini terhubung antara kebijakan dan pelaksanaannya. Seperti
telah diutarakan di awal, bisa saja sebuah kebijakan yang dirumuskan dengan tujuan besar
untuk kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan proses bottom-up, melalui upaya yang
rumit, dan cukup melelahkan, tidak terlaksana atau tidak terimplementasikan. Beberapa hal
bisa menjadi penyebabnya, mulai dari permasalahan pengaruh politik dan kepentingan,
masalah popularitas, cara pandang para pembuat keputusan yang berbeda dengan para
perumus kebijakan, kapasitas mengartikulasikan sebuah rumusan kebijakan, pemasalahan
kultur perencanaan, hingga kualitas rencana itu sendiri.
Peraturan Menteri Dalam Negeri dengan No 54 Tahun 2010 sebagaimana diringkaskan
di atas menilai perumusan kebijakan rencana pembangunan tahunan melalui proses
perencanaannya, yaitu menilai apakah jenis-jenis kegiatan dan keluarannya dalam
perencanaan pembangunan tahunan daerah ada atau tidak ada (tabel 2). Pendekatan
pengendalian dan evaluasi rencana melalui prosesnya sejalan dengan pendapat Baer (1997).
Menurutnya, dimungkinkan sebuah bentuk evaluasi yang menilai rencana dari perwujudan
dokumen rencana itu sendiri. Sehubungan dengan itu, perencana harus menemukan kriteria
untuk menilai rencana dalam tahap ini dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman penuh
atas apa yang mereka lakukan ketika menyiapkan rencana. Juga disarankan perlunya
memperhitungkan kriteria bagi rencana sebagai sebuah dokumen, termasuk bagaimana
perlunya mempertimbangkan kompetensi profesional rencana tersebut. Minimalnya, kriteria
ini harus dapat menjaga agar tidak terjadi error kelalaian serius dalam sebuah pendekatan
yang aman terhadap kegagalan. Kriteria positif harus tersedia agar rencana memenuhi standar
praktis yang disetujui secara profesional. Baer berhasil mengumpulkan daftar-daftar dari
berbagai kriteria parsial dari literatur dan membentuknya dalam daftar gabungan
sebagaimana diuraikan dalam 8 (delapan) butir klasifikasi dasar yang telah diuraikan
sebelumnya.
Pengkayaan pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang diatur oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 dengan pemahaman kriteria
pengendalian dan evaluasi sebagaimana dirangkum dalam tulisan ini dalam perjalanannya
dapat menumbuhkan paksaan untuk penyelenggaraan kegiatan perencanaan yang dapat
menghasilkan keluaran perencanaan yang bermutu atau bernilai lebih baik. Pemahaman atas
berbagai aspek yang berkaitan dengan aktor-aktor serta popularitas politik yang
mempengaruhi pengambilan keputusan di dalam proses pelaksanaan/implementasi kebijakan
dapat dituangkan dalam kriteria pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang
dikembangkan oleh perumus rencana yang sedang disusun. Hal ini tentu saja dapat
menumbuhkan harapan baru dengan membaiknya tingkat pelaksanaan suatu rumusan
kebijakan yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah tahunan ke dalam KUA, PPAS,
dan APBD setiap tahun.

Daftar Pustaka :
___________. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan PeraturanPemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Alexander, Ernest R. 1992. A Transaction Cost Theory of Planning. Journal od the American
Planning Association 58,2:190-200.
Bastian, Indra. 2008, Keterlambatan APBD Dalam Analisis Siklus. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. Volume7, Nomor 2, September 2008, hlm 115-130.
Baer, William C. 1997. General Plan Evaluation Criteria: An Approach to Making Better
Plans. Journal of the American Planning Association 63 (3): 329-344.
Berke, Philip dan Steven P. French. 1994. The Influence of State Planning Mandates on
Local Plan Quality. Journal of Planning Education and Research 13,4:237-50.
Grindle, Merilee S. 1980. Policy Content and Context in Implementation. Politics and
Policy Implementation in The Thirld World. page : 3-39. editor :Grindle, Merilee S.
Princeton : Princeton University Press
Quick, Stephen A. 1980. The Paradox of Popularity. Politics and Policy Implementation in
The Thirld World. page : 40-63. editor :Grindle, Merilee S. Princeton : Princeton
University Press
Rasmussen, Louise J. dan Winston R. Stick. dan Paul Smart. 2009. What Is a Good Plan?
Cultural Variations in Expert. Journal of Cognitive Engineering and Decision
Making, Volume 3, Number 3, Fall 2009, pp. 228249.
PlannersConcepts of Plan Quality
Rittel, Horst W. J. & Webber, Melvin M. 1973. Dilemmas in General Theory of Planning.
Policy Sciences 4 (1973), 155 169.
Satries, Wahyu Ishardono. 2011, Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi
Dalam Penyusunan APBD melalui pelaksanaan Musrenbang 2010. Jurnal Kybernan.
Volume 2, Nomor 2, September 2011. hlm 89-130.
Sobari, Wawan.2007.Peningkatan Partisipasi Publik di Era Otonomi Daerah-Masih Sebatas
Instrumen. Artikel pada berita Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD), Jakarta.
Sugiarto, Bowo. 2010, Membuka Diri Setengah Hati:Ruang Keterlibatan Warga dalam
Penyusunan APBD. Jurnal UNAIR. Tahun 2010, Volume 23, Nomor 4. hlm 269-270.
Waldner, Leora Susan. 2004. Planning to Perform : Evaluation Models For City Planners.
Berkeley Planning Journal, 17. 1-28
Penulis :
Elisabeth Yuniarti, Ir, MT
NIP. 196306011989012001
Perencana Madya pada Bappeda Kabupaten Cianjur

Gambar 1. Beragam Tahap Evaluasi Pada Proses Perencanaan


(Model proses perencanaan diadopsi dari Alexander [1992] dalam Baer [1997])

Gambar 2. Evaluasi Post Hoc


(Model proses perencanaan diadopsi dari Alexander [1992] dalam Baer [1997])

Anda mungkin juga menyukai