proses penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal. Sobari, 2007
(dalam Satries, 2011) menyimpulkan bahwa pemerintah daerah dan DPRD belum bisa
menjamin bahwa seluruh usul masyarakat dalam Musrenbang akan direalisasikan dalam
APBD. Hasil penelitian Satries (2011) mengarah pada kesimpulan adanya stigma bahwa
pembangunan hanya tanggung jawab pemerintah daerah dan peran serta masyarakat
khususnya dalam proses perencanaan pembangunan kerap diabaikan dengan alasan
keberadaan wakil masyarakat sebagai representasi utuh seluruh masyarakat.
Apa yang terjadi dalam Proses Implementasi Kebijakan?
Grindle (1980) memperkenalkan model implementasi kebijakan sebagai proses politik
dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh beragam aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi
program yang telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks
politik administratif. Dalam analisanya terhadap praktek implementasi kebijakan publik di
beberapa negara Dunia Ketiga, Grindle menjelaskan bahwa salah satu faktor penting yang
menentukan hasil penerapan suatu kebijakan adalah kandungan kebijakan itu sendiri. Dari
contoh beberapa kasus, ternyata kandungan kebijakan dan program ini sering menjadi faktor
kritis karena dampak potensial yang mungkin ditimbulkannya dalam tatanan sosial,
ekonomi, dan politik yang ada. Memperhatikan kemungkinan tersebut, maka pertimbangan
konteks atau lingkungan dimana suatu tindakan administratif ditetapkan merupakan hal yang
penting.
Dalam proses mengadministrasikan setiap program, beberapa aktor akan membuat
pilihan-pilihan atas alokasi-alokasi spesifik dari sumberdaya publik, sementara lainnya
berupaya untuk mempengaruhi keputusan yang diambil. Setiap aktor mungkin mempunyai
kepentingan tersendiri dan berupaya untuk mendapatkannya. Seringkali tujuan para aktor itu
saling bertentangan, maka dari itu hasilnya kemudian akan ditentukan oleh strategi,
sumberdaya, dan posisi kekuatan masing-masing aktor yang terlibat. Apa yang
diimplementasikan kemudian adalah hasil perhitungan politis dari berbagai kepentingan dan
kelompok-kelompok yang berkompetisi untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas,
respon aparat pelaksana, dan sikap elit politik, semuanya kemudian berinteraksi dalam
konteks kelembagaan yang ada. Maka, analisa mengenai implementasi kebijakan dapat
berarti menilai kapabilitas kekuatan aktor yang terlibat, kepentingan-kepentingan mereka,
strategi untuk mendapatkannya, serta rejim dimana mereka berinteraksi.
Di pihak lain, Quick (1980) sampai pada kesimpulan bahwa di negara-negara Dunia
Ketiga kebijakan publik seringkali tidak jadi dilaksanakan sama sekali, dan mereka yang
berhasil mengaturnya melalui proses implementasi yang berliku-liku sering melihat sangat
berbeda dari apa yang dimaksudkan sejak awal oleh para perumus kebijakan yang
bersangkutan. Secara ringkas ada beberapa proposisi yang disimpulkan Quick tentang
pengambilan keputusan pada organisasi yang berupaya mengimplementasikan kebijakan
yang tidak terdefinisi secara jelas tetapi secara politis penting :
a. Organisasi yang memiliki tujuan yang kurang jelas, bermakna ganda dan tidak terukur
akan sulit mengembangkan solusi teknis rasional untuk permasalahan implementasi/
pelaksanaan kebijakan. Organisasi seperti ini tidak dapat menetapkan prioritas dan
merumuskan kegiatan yang diperlukan, karena bagi organisasi ini kegiatan apapun yang
dijalankan dapat menjadi berasalasan untuk banyak tujuan.
b. Jika dengan adanya tekanan politis sebuah organisasi tidak bisa melakukan penolakan,
organisasi itu akan terpaksa menggunakan kriteria politis untuk menetapkan prioritas dan
merumuskan kegiatan. Beberapa kriteria membutuhkan penyederhanaan struktur tujuan
c.
d.
e.
f.
g.
operasional organisasi, menghapus beberapa tujuan yang tidak bisa diukur atau tujuan
jangka panjang, serta hasil-hasil yang terukur.
Organisasi yang mengimplementasikan program-program yang bertujuan banyak akan
menjadi rapuh akibat ketidakmampuan mereka untuk mencapai seluruh tujuan mereka
dan kerapuhan ini meningkatkan kepekaan mereka terhadap keinginan dan harapan
pemberi pengaruh politis mereka.
Politisasi kepemimpinan dalam sebuah organisasi akan menghambat operasi proses
umpan balik dan pembelajaran yang normal.
Popularitas politik akan mengisolasi sebuah organisasi dari umpan balik aktor birokratik
yang tidak berani mengkritisi bagian yang populer atau khawatir jika kritisi mereka
dapat menghancurkan lawan populernya. Dalam kedua kasus tersebut, organisasi yang
mengimplementasikan kebijakan akan mendapatkan sedikit bantuan dari organisasi yang
lain dalam upaya memperbaiki kinerja tugasnya.
Ketersediaan sumberdaya menghambat proses umpan balik, karena membiarkan
organisasi yang bersangkutan untuk menunda pengujian kritis pada setiap tindakannya.
Membelanjakan lebih banyak uang adalah alternatif yang mudah dan tidak menyakitkan
dari pengawasan mandiri yang kritis.
Popularitas meningkatkan kemampuan organisasi dan menurunkan kepekaannya terhadap
lingkungan. Informasi kritis tidak perlu didengarkan karena sangat tidak relevan dalam
menentukan status atau penganggaran (budget) sebuah organisasi. Organisasi yang
populer akan sanggup untuk tidak belajar dari kesalahan mereka.
Tantangan Bagi Evaluasi Rencana Untuk Menghasilkan Perencanaan yang Lebih Baik
Tidak mudah untuk menilai kualitas sebuah rencana. Perencana sering dapat
membedakan rencana dengan kualitas tinggi dari rencana yang berkualitas rendah. Tetapi,
mereka akan sangat mengalami kesulitan mendefinisikan secara eksplisit karakteristik kunci
untuk menilai kualitas rencana. Literatur perencanaan ternyata juga sangat jarang membahas
apa yang merupakan kualitas perencanaan yang baik. Profesi perencana umumnya
menghindari pertanyaan normatif ini, sebaliknya lebih terfokus pada metoda dan proses
pembuatan rencana. (Berke dan French,1994, 237-8 dalam Baer, 1997).
Ternyata pekerjaan merencana dalam konteks kultur perencananya juga akan
mendefinisikan kualitas perencanaan dengan cara berbeda. Rasmussen, et.al (2009)
mengadakan penelitian untuk mengkaji persamaan dan perbedaan mental model perencanaan
antara perencana operasional Amerika dan Inggris. Penelitian ini melakukan wawancara
analisis jaringan budaya dengan 14 perencana operasional yang berpengalaman di Amerika
Serikat dan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara cara
perencana ahli Amerika dan Inggris mempertimbangkan sebuah rencana berkualitas tinggi.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa model perencana Amerika terfokus pada
spesifikasi tindakan untuk mencapai sinkronisasi, memberikan otonomi yang kecil di tingkat
pelaksanaan, dan mempunyai keyakinan bahwa meningkatkan pengungkapan berbagai
kemungkinan dalam perencanaan akan mengurangi risiko. Berbeda dengan model perencana
Amerika, model para perencana Inggris menekankan kesesuaian internal rencana untuk
mendukung munculnya kesadaran situasional bersama, dan oleh karenanya terdapat
Apakah konteks politis dan aspek legal dijelaskan dalam dokumen (misalnya,
apakah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki organisasi, adanya dikusi dan
Siapa saja yang terlibat dalam perumusan perencanaan (staf dari beberapa
organisasi, kelompok masyarakat, politisi) ?
Bagaimana mereka dipilih untuk terlibat (karena keahlian, perhatian, sukarela,
atau pertimbangan lainnya) ?
Bagaimana bentuk keterlibatan mereka (dalam kelompok diskusi, pertemuan
publik, atau bentuk lain) ?
Bagaimana persoalan-persoalan teknis ditransformasikan ke dalam kebijakan
yang direkomendasikan (melalui pengetahuan biasa, pengalaman, pelatihan) ?
Apakah rencana didasarkan pada sprektrum data yang luas dan layak ?
Apakah rencana cukup fleksibel yang memungkinkan data dan temuan baru dapat
dimasukkan ?
Apakah sumber data dikutip dari suatu sumber rujukan tertentu ?
Apakah sumber metodologi dikutip dari sumber rujukan tertentu ?
Apakah level agregasi data relevan dengan studi yang dilakukan ?
8. Format Rencana
Dengan mengenali kriteria-kriteria tersebut dalam dokumen rencana yang akan disusun,
maka diharapkan akan diperoleh rencana yang lebih baik. Walaupun demikian, perlu pula
dipahami bahwa kriteria yang tepatpun belum tentu dapat dengan mudah digunakan.
Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut Permendagri
No. 54 Tahun 2010
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 menyampaikan definisi bahwa
pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan daerah adalah upaya mengendalikan
dan menilai kegiatan perencanaan pembangunan daerah agar terarah, sinergis, terpadu
mewujudkan pembangunan daerah dan pada akhirnya pembangunan regional dan nasional
menuju suatu kinerja tertentu yang diharapkan menyelesaikan masalah pembangunan yang
dihadapi.
Dalam hal perencanaan tahunan, maka fokus perhatian sebagai lingkup kajian di
arahkan pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Berikut adalah matriks yang
menunjukkan ringkasan kegiatan pengendalian dan dan evaluasi yang diinstruksikan
peraturan menteri di atas.
Lingkup
Sasaran
Metoda
Waktu
dan
Kesimpulan
Mengkaji apakah sebuah kebijakan yang telah dirumuskan akan dilaksanakan adalah
sebuah hal penting. Pada titik ini terhubung antara kebijakan dan pelaksanaannya. Seperti
telah diutarakan di awal, bisa saja sebuah kebijakan yang dirumuskan dengan tujuan besar
untuk kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan proses bottom-up, melalui upaya yang
rumit, dan cukup melelahkan, tidak terlaksana atau tidak terimplementasikan. Beberapa hal
bisa menjadi penyebabnya, mulai dari permasalahan pengaruh politik dan kepentingan,
masalah popularitas, cara pandang para pembuat keputusan yang berbeda dengan para
perumus kebijakan, kapasitas mengartikulasikan sebuah rumusan kebijakan, pemasalahan
kultur perencanaan, hingga kualitas rencana itu sendiri.
Peraturan Menteri Dalam Negeri dengan No 54 Tahun 2010 sebagaimana diringkaskan
di atas menilai perumusan kebijakan rencana pembangunan tahunan melalui proses
perencanaannya, yaitu menilai apakah jenis-jenis kegiatan dan keluarannya dalam
perencanaan pembangunan tahunan daerah ada atau tidak ada (tabel 2). Pendekatan
pengendalian dan evaluasi rencana melalui prosesnya sejalan dengan pendapat Baer (1997).
Menurutnya, dimungkinkan sebuah bentuk evaluasi yang menilai rencana dari perwujudan
dokumen rencana itu sendiri. Sehubungan dengan itu, perencana harus menemukan kriteria
untuk menilai rencana dalam tahap ini dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman penuh
atas apa yang mereka lakukan ketika menyiapkan rencana. Juga disarankan perlunya
memperhitungkan kriteria bagi rencana sebagai sebuah dokumen, termasuk bagaimana
perlunya mempertimbangkan kompetensi profesional rencana tersebut. Minimalnya, kriteria
ini harus dapat menjaga agar tidak terjadi error kelalaian serius dalam sebuah pendekatan
yang aman terhadap kegagalan. Kriteria positif harus tersedia agar rencana memenuhi standar
praktis yang disetujui secara profesional. Baer berhasil mengumpulkan daftar-daftar dari
berbagai kriteria parsial dari literatur dan membentuknya dalam daftar gabungan
sebagaimana diuraikan dalam 8 (delapan) butir klasifikasi dasar yang telah diuraikan
sebelumnya.
Pengkayaan pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang diatur oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 dengan pemahaman kriteria
pengendalian dan evaluasi sebagaimana dirangkum dalam tulisan ini dalam perjalanannya
dapat menumbuhkan paksaan untuk penyelenggaraan kegiatan perencanaan yang dapat
menghasilkan keluaran perencanaan yang bermutu atau bernilai lebih baik. Pemahaman atas
berbagai aspek yang berkaitan dengan aktor-aktor serta popularitas politik yang
mempengaruhi pengambilan keputusan di dalam proses pelaksanaan/implementasi kebijakan
dapat dituangkan dalam kriteria pengendalian dan evaluasi perencanaan pembangunan yang
dikembangkan oleh perumus rencana yang sedang disusun. Hal ini tentu saja dapat
menumbuhkan harapan baru dengan membaiknya tingkat pelaksanaan suatu rumusan
kebijakan yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah tahunan ke dalam KUA, PPAS,
dan APBD setiap tahun.
Daftar Pustaka :
___________. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan PeraturanPemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Alexander, Ernest R. 1992. A Transaction Cost Theory of Planning. Journal od the American
Planning Association 58,2:190-200.
Bastian, Indra. 2008, Keterlambatan APBD Dalam Analisis Siklus. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. Volume7, Nomor 2, September 2008, hlm 115-130.
Baer, William C. 1997. General Plan Evaluation Criteria: An Approach to Making Better
Plans. Journal of the American Planning Association 63 (3): 329-344.
Berke, Philip dan Steven P. French. 1994. The Influence of State Planning Mandates on
Local Plan Quality. Journal of Planning Education and Research 13,4:237-50.
Grindle, Merilee S. 1980. Policy Content and Context in Implementation. Politics and
Policy Implementation in The Thirld World. page : 3-39. editor :Grindle, Merilee S.
Princeton : Princeton University Press
Quick, Stephen A. 1980. The Paradox of Popularity. Politics and Policy Implementation in
The Thirld World. page : 40-63. editor :Grindle, Merilee S. Princeton : Princeton
University Press
Rasmussen, Louise J. dan Winston R. Stick. dan Paul Smart. 2009. What Is a Good Plan?
Cultural Variations in Expert. Journal of Cognitive Engineering and Decision
Making, Volume 3, Number 3, Fall 2009, pp. 228249.
PlannersConcepts of Plan Quality
Rittel, Horst W. J. & Webber, Melvin M. 1973. Dilemmas in General Theory of Planning.
Policy Sciences 4 (1973), 155 169.
Satries, Wahyu Ishardono. 2011, Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Kota Bekasi
Dalam Penyusunan APBD melalui pelaksanaan Musrenbang 2010. Jurnal Kybernan.
Volume 2, Nomor 2, September 2011. hlm 89-130.
Sobari, Wawan.2007.Peningkatan Partisipasi Publik di Era Otonomi Daerah-Masih Sebatas
Instrumen. Artikel pada berita Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD), Jakarta.
Sugiarto, Bowo. 2010, Membuka Diri Setengah Hati:Ruang Keterlibatan Warga dalam
Penyusunan APBD. Jurnal UNAIR. Tahun 2010, Volume 23, Nomor 4. hlm 269-270.
Waldner, Leora Susan. 2004. Planning to Perform : Evaluation Models For City Planners.
Berkeley Planning Journal, 17. 1-28
Penulis :
Elisabeth Yuniarti, Ir, MT
NIP. 196306011989012001
Perencana Madya pada Bappeda Kabupaten Cianjur