Makalah Peritonitis 2013 DR DR Koernia Swa Oetomo SPB Peritonitis
Makalah Peritonitis 2013 DR DR Koernia Swa Oetomo SPB Peritonitis
PERITONITIS
Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Penyusun memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat mengerjakan makalah yang
berjudul Peritonitis. Makalah ini berisikan tentang anatomi, klasifikasi, patofisiologi,
diagnosis, tatalasana tindakan peritonitis, serta komplikasinya.
Selama penyusunan makalah ini, penyusun telah banyak mendapatkan
bantuan yang tidak sedikit dari beberapa pihak, sehingga dalam kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter sejawat
SMF Bedah lain yang telah memberikan bantuan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan sebagaimana mestinya.
Penyusun menyadari bahwa selama dalam penyusunan makalah ini jauh dari
sempurna dan banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.
Surabaya, Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB 2 ANATOMI ..................................................................................... 2
BAB 3 Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6
Peritonitis................................................................................................ 6
3.1 Definisi.................................................................................... 6
3.2 Etiologi.................................................................................... 6
3.3 Klasifikasi ............................................................................... 7
3.4 Patofisiologi ............................................................................ 8
3.5 Manifestasi Klinik .................................................................... 12
3.5.1 Gejala klinis ................................................................... 12
3.5.2 Tanda ............................................................................ 14
3.6 Pemeriksaan penunjang ......................................................... 16
3.6.1 Laboratorium ................................................................. 16
3.6.2 Radiologi ....................................................................... 17
3.7 Tata Laksana.......................................................................... 20
3.7.1 Pre Operatif ................................................................... 20
3.7.2 Operatif.......................................................................... 22
3.7.3 Post Operatif ................................................................. 24
3.8 Diagnosa Banding .................................................................. 24
3.9 Komplikasi .............................................................................. 25
3.10 Prognosis ............................................................................ 25
BAB 4 KESIMPULAN .............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 28
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Suatu kegawatan abdomen dapat digambarkan ke dalam keadaan klinik
akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagai keluhan utama.Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perdarahan, infeksi,
obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.1,2
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna,
komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.3,4
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil-kecilan.Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. 5
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung
dari kemampuan melakukan analisis pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. 2
BAB 2
ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai
lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak
sub kutan dan facies superfisial (facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut
m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum
abdominis, dan akhirnya lapis preperitoneum dan peritoneum, yaitu fascia
transversalis, lemak preperitonial dan peritoneum. Otot di bagian depan tengah
terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah
dipisahkan oleh linea alba.2
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.
Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan
ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi
peritoneum. 12
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu: 12
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Gambar 1. Peritoneum,
12
Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok
dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270 dengan
aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada
dinding ventral dan dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus
menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale
mendekati peritoneum parietale. Karena jirat usus berputar bagian usus disebelah
Peritonitis copyright 2013
oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian disebelah anal (kaudal) berpindah
ke kiri dan keduanya mendekati peritoneum parietale.12
Pada
tempat-tempat
peritoneum
viscerale
dan
mesenterium
dorsale
mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi
perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai
alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritoneum
sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat
penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum
parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei,
dengan demikian: 12
Jejenum
dan
ileum
terletak
intraperitoneal
dengan
alat
penggantung
mesenterium;
Colon
sigmoideum
terletak
intraperitoneal
dengan
alat
penggatung
mesosigmoideum;
colon
descendens
terdapat
recessus
paracolici.
Pada
colon
12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Peritonitis
3.1 Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum).Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.Lokasi peritonitis
bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis
disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat
daruratan yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut
peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus
(secondary
peritonitis).Apabila
tidak
ditemukan
sumber
infeksi
pada
3.2 Etiologi
Peritonitis yang merupakan suatu peradangan membran serosa rongga
abdomen dan organ-organ yang terkandung di dalamnya. Peritonitis bisa
terjadi karena proses infeksi atau proses steril dalam abdomen melalui
perforasi dinding perut, misalnya pada ruptur apendiks atau divertikulum
colon. Penyakit ini bisa juga terjadi karena adanya iritasi bahan kimia,
misalnya asam lambung dari perforasi ulkus gastrikum atau kandung empedu
dari kantong yang pecah atau hepar yang mengalami laserasi. Pada wanita,
peritonitis juga terjadi terutama karena terdapat infeksi tuba falopii atau ruptur
kista ovarium.
Sejak zaman dahulu, peritonitis yang tidak diobati dapat menjadi sangat
fatal. Tahun 1926 prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan operasi peritonitis
mulai dikerjakan. Hingga kini tindakan operatif merupakan pilihan terbaik
untuk menyelesaikan masalah peritonitis. Selain itu, harus dilakukan pula tata
laksana terhadap penyakit yang mendasarinya, pemberian antibiotik, dan
terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder akibat gagal sistem
organ6. Di Indonesia penyebab tersering dari peritonitis ini adalah : perforasi
Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling
sering kolon
volvulus,
kanker serta
Regio Asal
Penyebab
Boerhaave syndrome
Malignancy
Esophagus
Stomach
Duodenum
Biliary tract
common duct
Malignancy
Choledochal cyst (rare)
Small bowel
Crohn disease
Malignancy (rare)
Meckel diverticulum
Trauma (mostly penetrating)
Ischemic bowel
Diverticulitis
Malignancy
Ulcerative colitis and Crohn disease
Large bowel
Appendicitis
and appendix
Colonic volvulus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic
and ovaries
Malignancy (rare)
Trauma (uncommon)
Peritonitis tertier4,5,11
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan
akibat tindakan operasi sebelumnya
Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized
(peritonitis) dan localized (abses intra abdomen).
3.4 Patofisiologi5
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya menghilang
Peritonitis copyright 2013
menimbulkan
dan membran
akumulasi
mengalamikebocoran.
cairan
Jika
karena
defisit
kapiler
cairan
tidak
berbagai
dapat memulai
respon
mediator,
seperti
hiperinflamatorius,
misalnya
interleukin,
sehingga
membawa
curah jantung,
gagal begitu
terjadi
hipovolemia.5
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh
darah kapiler organ-organ tersebutmeninggi.Pengumpulan cairan didalam
rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ
intra
peritoneal
dan oedem
dinding
retroperitonealmenyebabkan
dengan adanya
kenaikan
abdomen
termasuk
hipovolemia.Hipovolemia
suhu,masukan
yang
jaringan
bertambah
tidak
ada,
serta
meningkatkan
usaha pernapasan
penuh
tekana
intra
menjadi
sulit
abdomen,
dan
membuat
menimbulkan
penurunan perfusi.5
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang
sampai
timbul
ileus
paralitik;
meregang.Cairan
dan
mengakibatkan
dehidrasi,
usus
elektrolit
kemudian menjadi
hilang
syok,
atoni
kedalam lumen
gangguan
dan
usus,
sirkulasi dan
Sumbatan
yang
lama
dapat menimbulkan
pada
ileus
usus
karena
atau
adanya
obstruksi
gangguan
usus
mekanik
Tifus
abdominalis
yang disebabkan
melalui mulut
kuman
dari
kuman dimusnahkan
keusus halus
dan
ileum terminalis
adalah
S.
makan
oleh
Typhi
asam
infeksi
yang
dan
mencapai
yang
penyakit
air
jaringan
mengalami
masuk
yang
lambung,
akut
usus
tubuhmanusia
tercemar.Sebagian
sebagian
limfoid
halus
lagi
plaque
hipertropi
masuk
peyer
ditempat
di
ini
tifus
biasanya
terjadi
pada
penderita
yang
demam
10
tukak
peptik
khas
ditandai
oleh
perangsangan
generalisata.Perforasi
bagian depan
menyebabkan
lambung
peritonitis
dan
akut.
duodenum
Penderita
yang
timbul
mendadak
terutama
dirasakan
di
daerah
enzim
pankreas.Kemudian
menyebar
keseluruh
apendisitis
biasanya
biasanya
disebabkan
oleh
karena
fibrosis
tersebut menyebabkan
mukus
mengalamibendungan,makin
namun elastisitas
sehingga menyebabkan
bakteri, ulserasi
apendiks
yang
mukosa,
bertambah kemudian
dinding apendiks
diproduksi
mukosa
tersebut
tekanan
banyak,
keterbatasan
intralumen
oedem,
vena
terganggu
dengan
sehingga
makin
mempunyai
obstruksi
arteri
diikuti
Obstruksi
mengakibatkan
dan
aliran
yang
dinding apendiks
mukus
peningkatan
limfe
neoplasma.
yang
lama
dinding
menghambat aliran
dan
dan
diapedesis
sehingga
akan
nekrosis
terjadi
atau
menimbulkan
udem
infark
ganggren
perforasi
dan
trauma
trauma tumpul
dengan sepsis
abdomen
abdomen
bila
baik
dapat
mengenai
trauma
tembus
mengakibatkan
organ
yang
abdomen
peritonitis
berongga
dan
sampai
intra
tersebut,
mulai
dari
gaster
yang
bersifat
kimia
11
sampai dengan
kolon
yang
berisi
feses.Rangsangan
kimia
misalnya
didaerah
lambung
maka
akan
terjadi
baru
setelah
24
jam
timbul
gejala
akut
abdomen karena
perangsangan peritoneum.5
3.5 Manifestasi Klinis6,7
Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di
dalam rongga abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa
faktor yaitu: lamanya penyakit, perluasan dari kontaminasi cavum
peritoneum dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat
kesehatan penderita secara umum.6
Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang
berasal dari awal peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik.
Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari
dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum
dan menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari
peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus. Penemuan sistemik
meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah,
dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok.7
3.5.1Gejala klinis
Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada
peritonitis.Nyeri biasanya dating dengan onset yang tiba-tiba, hebat
dan pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada
seluruh bagian abdomen.7
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terusmenerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul
dengan berbagai gerakan.Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah
dimana terjadi peradangan peritoneum.
12
meningkat
diserta
dengan
perluasan
daerah
nyeri
Facies Hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates.Gejala
ini termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata
cowong, kedua telinga menjadi dingin, dan muka yang tampak pucat.6
Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates
biasanya berada pada stadium pre terminal.Hal ini ditandai dengan
posisi mereka berbaring dengan lutut di fleksikan dan respirasi
interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat menyebabkan
nyeri pada abdomen.8
Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan
tingkat kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih
awal diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat
lebih banyak berkurang.6
Syok
Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua
factor.Pertama akibat perpindahan cairan intravaskuler ke cavum
peritoneum atau ke lumen dari intestinal.Yang kedua dikarenakan
terjadinya sepsis generalisata.6
Yang utama dari septikemia pada peritonitis generalisata
melibatkan kuman gram negative dimana dapat menyebabkan
terjadinya tahap yang menyerupai syok. Mekanisme dari fenomena ini
belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari
endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejalagejala yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia.6
13
3.5.2Tanda
Tanda Vital
Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau
normal
sebagai
mekanisme
kompensasi
untuk
Inspeksi
Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah
Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian.
Suara usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti
obstruksi intestinal sampai hamper tidak terdengar suara bising usus
pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara borborygmi dan
peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara
Peritonitis copyright 2013
14
perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada
abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus
yang mengalami strangulasi,6
Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman
Palpasi
Palpasi
adalah
bagian
yang
terpenting dari
pemeriksaan
15
spasme
secara
involunter
sebagai
mekanisme
dilakukan
adalah
termasuk
hitung
sel
darah
dan
Diagnostic
Peritoneal
Lavage.
Pada
peritonitis
Biopsi
peritoneum
per
kutan
atau
secara
laparoskopi
16
yang
menunjukkan
proses
intraabdomen.
Dengan
17
th
Sumber, Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9 Edition.
AppeltonCentury Corp, Hal 784-795
18
th
Sumber, Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9 Edition.
AppeltonCentury Corp, Hal 784-795
th
Sumber, Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9 Edition.
AppeltonCentury Corp, Hal 784-795
19
yang
menyeluruh
pada
membran
peritoneum
klinis
yang
ditandai
dengan
penurunan
demam
dan
20
21
cukup
diperlukan,
karena
pada
peritonitis
terjadi
22
o Kontrol Sepsis
Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk
menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi
penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali
pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik
operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi
dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang.
Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum
dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit
primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur
apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau
drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan
yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah
memasuki kavum peritoneum 7.
o Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3
liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan
fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan
irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi
(misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara
parenteral akan mencapai level bakterisidal pada cairan peritoneum
dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama lavage.
Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan aminoglikosida dapat
menyebabkan
depresi
nafas
dan
komplikasi
anestesi
karena
23
o Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan
peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari
kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan,
karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan
udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis
pada peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses,
bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase
berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan.
Drainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau
kavitas yang tidak dapat direseksi 8
untuk
perfusi
organ-organ
vital.,
dan
mungkin
24
3.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder,
dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,
yaitu :
Komplikasi dini
Syok hipovolemik
Komplikasi lanjut
3.10
Adhesi (perlengketan)
Prognosis
Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain
tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel
sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat
mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis,
pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada
pasien yang terdiagnosis lebih awal (Doherty, 2006).
25
48 jam : 20%
o Usia
o Komplikasi
26
BAB 4
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28