Anda di halaman 1dari 16

1

I. JUDUL PERCOBAAN YODO-YODIMETRI II. TUJUAN Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi. III. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur, buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, pipet ukur, filler, batang pengaduk, spatula, beker glass, gelas ukur, statip dan klem, corong pisah, gelas arloji, mortir dan pastle dan timbangan. Bahan-bahan yang digunakan yaitu kalium iodida, aqudes, yodium, natrium tiosulfat, indikator kanji, larutan tembaga sulfat, asam asetat, asam sulfat encer, HCl 0,1 N, vitamin C, metampiron (antalgin). IV. DATA PENGAMATAN Kelompok I Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri) No. Perlakuan Hasil Pengamatan 1. 3 ml CuSO4 + 2 ml as.asetat + 1,5 gr KI orange kecoklatan 2. Ditambah indikator kanji 3 tetes Timbul bau asam 3. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N Bening Perhitungan : N Na2S2O3 gram sampel V titran BM zat Ekivalensi BE zat % Kadar = ( % Kadar = ( = 3,017 % b/v )

= 0,1 N = 3x1000 ml = 7,25 ml = 249,685 =2 = )

Kelompok II Penetapan Kadar vitamin C (Metode Yodimetri) No. Perlakuan Pengamatan 1. Ditimbang 100 mg sampel Serbuk berwarna kuning 2. Dilarutkan dalam 25 ml air Larutan berwarna kuning 3. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N Larutan berwarna kuning 4. Ditambah indikator kanji Larutan berwarna kuning 5. Dititrasi dengan iodium 0,1 N Coklat kemerahan Perhitungan : N Iodium = 0,1 N gram sampel = 100 mg V titran = 9 ml BEzat =178 % Kadar = ( % Kadar = ( = 160,2 % b/b Kelompok III Penetapan Kadar Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O) (Metode Yodimetri) No. Perlakuan Pengamatan 1. Ditimbang 100 mg antalgin Serbuk berwarna putih 2. Dilarutkan dalam campuran 50 ml Keruh akuades dan 10 ml asam sulfat encer 3. Ditetesi dengan indikator amilum 1 ml Keruh 4. Dititrasi dengan larutan baku iodium Hijau kebiruan Perhitungan : N iodium = 0,1 N gram sampel = 100 mg V titran = 9,5 ml BM zat = 351, 37 Ekivalensi metampiron = 2 BE zat % Kadar = ( = ) ) )

% Kadar = ( = 166,90% b/b

Kelompok IV Pembuatan Larutan Baku Yodium 0,1 N No. Perlakuan 1. Ditimbang 20 gram kalium iodida 2. Dilarutkan dalam 30 ml akuades 3. Ditimbang 12,7 gram yodium dalam gelas arloji 4. Ditambahkan yodium pada larutan Kalium iodida 5. Ditambahkan akuades 1000 ml

Pengamatan Serbuk putih Tidak berwarna Kepinghitam keabuabuan Coklat kehitaman pekat Coklat kehitaman encer

Pembuatan Larutan Baku Natrium Tiosulfat 0,1 N No. Perlakuan Pengamatan 1. Ditimbang 24,82 gram natrium tiosulfat Kristal bening 2. Dilarutkan dalam 1000 ml akuades Larutan keruh V. PEMBAHASAN Yodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan larutan standaryodium ( I2 ) sebagai titran untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari sistem iodium-iodida, atau senyawasenyawa yang bersifat reduktor, seperti Vit. C, tiosulfat, arsenit, sulfida, sulfit, Sb (III), Sn ( II ), dan ferrosianida (Underwood, 1999). Yodometri adalah titrasi tidak langsung untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida, atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator, seperti CuSO4 (Gandjar, 2007). Titrasi yodo-yodimetri termasuk reaksi titrasi redoks. Titrasi redoks didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi yang berjalan secara kuantitatif. Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia yang terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Artinya, proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Berbagai macam titrasi redoks dapat berlangsung dengan cepat, dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan indikator warna ( Khopkar, 1990 ).

Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Underwood, 1999). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Underwood, 1999). Amilum atau kanji merupakan kombinasi amilosa yang memberikan warna biru jika bereaksi dengan yodium dan amilopektin yang memberikan merah violet jika bereaksi dengan yodium. Titrasi yodimetri, amilum sebaiknya ditambahkan saat mendekati titik ekivalen untuk mencegah kompleks berwarna biru antara amilum dengan yodium yang sukar larut dalam air dingin ( Khopkar, 1990 ). Alasan menggunakan indikator amilum / kanji yaitu : Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah.Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat. I2 + 2OH- <-> IO3- + I- + H2O Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam. 4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:

H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+ SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+ Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2IH2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+ Alasan: Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodium 0,1 N cukup intens sehingga iodium dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodiumkanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodiumMekanisme pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekul-molekul yodium tertahan di permukaan -amylose, suatu konstituen dari amilum. Larutan-larutan amilum dengan mudah didekomposisi oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi, seperti asam borat ditambahkan sebagai bahan pengawet(Underwood, 1999). Beberapa cara penerapan titrasi menggunakan sistem iodium iodida : a. Titrasi Langsung Iodium dapat digunakan untuk titrasi langsung senyawa dengan potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodium iodida ( reduktor kuat ), seperti pada vitamin C ( asam askorbat ). b. Titrasi tidak langsung Digunakan untuk menitrasi reduktor lemah, seperti kalomel, glukosa, dan K2Cr2O7. c. Titrasi iodium yang dibebaskan dari penambahan Kalium Iodida Digunakan untuk menitrasi senyawa yang bersifat oksidator ( potensial oksidasi lebih tinggi dari sistem iodium iodida ) seperti kuprisulfat (Khopkar,1990) Titrasi menggunakan yodium, ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan kesalahan analisa, yaitu : a. Hilangnya yodium karena mudah menguap b. Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara 4 I- + O2 + 4 H+ 2 I2 + H2O Hal tersebut dapat diatasi dengan cara : a. Penguapan iodium dapat dikurangi dengan kelebihan iodida karena terbentuk ion triodida. Sublimasi iodium dalam 4% KI, maka penguapan iodium dapat diabaikan asalkan titrasi tidak terlalu lama. I2 + II3b. pH dibuat netral untuk menghindari oksidasi iodida oleh udara dan mencegah pembentukan ion iodat (Khopkar, 1990).

Bahan - bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain : a. Aquades (H2O, BM 18,02)

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Pemeriannya cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau(Anonim, 1995). b. Asam asetat (CH3COOH)

Asam asetat mempunyai berat molekul 60,05. Asam aseat mengandung tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari 37,0 %b/b C2H4O2. Pemeriannya cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk, rasa asam yang tajam.Kelarutannya dapat bercampur dengan air, dengan etanol, dan dengan gliserol.Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995). c. Asam sulfat encer

Asam sulfat H2SO4 memiliki berat molekul 98,07 murni pereaksi. Asam sulfat encer (10%) dibuat dengan cara menambahkan secara hati-hati 57 ml asam sulfat p ke dalam lebih kurang 100 ml air, dinginkan hingga suhu klamar dan encerkan dengan air hingga 1000 ml (Anonim,1995). d. Metampiron (Antalgin)

Natrium 2,3-dimetil-1fenil-5-pirazolon-4-metilaminometanasulfonat C13H16N3NaO4S.H2O BM 351,37 Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemeriannya berupa serbuk hablur putih atau putih kekuningan. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup baik (Anonim,1995). e. Vitamin C (Asam Askorbat)

Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian serbuk atau hablur putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam.Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap.Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Berat molekulnya 176,13 gr/mol. Kelarutannya mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.Khasiat dan penggunaan antiskorbut (Anonim, 1979). f. Asam Klorida

Asam klorida encer mengandung tidak kurang dari 9,5% dan tidak lebih dari 10,5% HCl, dibuat dengan mencampurkan 274 bagian asam klorida dengan 726 bagian air. Pemerian cairan yaitu tidak berwarna, tidak berbau.Identifikasi memenuhi identifikasi yang tertera pada Acidum Hydrochloridum. Bobot per ml 1,034 g sampai 1,049 g. keasaman-kebasaan bereaksi asam kuat terhadap larutan lakmus P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995) g. Larutan atau Indikator Kanji Gerus 500 mg pati P atau pati larut P dengan 5 ml air dan tambahkan air secukupnya sambil terus diaduk hingga 100 ml, didihkan selama beberapa menit, dinginkan dan saring (Anonim, 1995).

h. Natrium Tiosulfat ( Na2S2O3.5H2O)

Natrium Tiosulfat mengandung tidak kurang dari 99,0% Na2S2O3 dihitung terhadap zat anhidrat, dengan berat molekul 248,17. Pemerian hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.Dalam udara lembab meleleh basah, dalam hampa udara pada suhu diatas 330 merapuh. Kelarutan larut dalam 0,5 bagian air dan praktis tidak larut dalam etanol (95%). Kadar air tidak kurang dari 32% dan tidak lebih dari 37%. Penetapan dilakukan dengan mengeringkan 1 g zat yang ditimbang seksama, dalam hampa udara pada suhu antara 400 dan 450 selama 16 jam. Penetapan kadar timbang seksama 800 mg, larutkan dalam 30 ml air. Titrasi dengan iodium 0,1 n menggunakan indikator larutan kanji. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat.Khasiat dan penggunaan antidotum sianida (Anonim, 1979). i. Kalium Iodida Kalium iodida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% KI, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki berat molekul 166,00. Pemerian hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran putih, higroskopik. Kelarutan sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam gliserol P. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan sebagai antijamur (Anonim, 1979). j. Yodium Iodium mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5% I. Pemerian keping atau granul, berat, hitam keabu-abuan, bau khas, berkilau seperti metal. Kelarutan sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam karbon disulfida, dalam kloroform, dalam karbon tetraklorida dan dalam eter, larut dalam etanol dan larut dalam iodida, agak sukar larut dalam gliserin. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995). k. Larutan Tembaga Sulfat (CuSO4.5H2O)

Tembaga sulfat mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% CuSO4.5H2O. Pemerian prisma triklinik, atau serbuk hablur, biru.

Kelarutan larut dalam 3 bagian air dan 3 bagian gliserol P, sangat sukar larut dalam etanol (95%) P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1979). 5.1. Pembuatan Larutan Baku Yodium 0,1 N Pembuatan larutan baku yodium dilakukan dengan 20 g kalium yodida dilarutkan dalam 30 ml air dalam labu bertutup. 12,7 g yodium ditimbang dalam gelas arloji, ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan kalium yodida pekat. Labu ditutup dan dikocok sampai yodiumnya larut.Diamkan larutan pada suhu kamar dan ditambah air hingga 1000 ml. Pembakuannya dilakukan dengan menimbang lebih kurang 100 mg arsentrioksida kemudian dilarutkan dalam 20 ml NaOH 1N, jika perlu dipanaskan. Setelah itu diencerkan dengan 40 ml air, ditambahkan 2 tetes jingga metil, dan asam klorida encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga. Kemudian ditambahkan 2 gram Na Bikarbonat, 20 ml air, dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan larutan baku yodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap. Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod,digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodide, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida . Untuk tepatnya ,semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2 , misal : I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62akan lebih akurat dari pada : I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Standarisasi yodium ini dilakukan agar larutan yodium menjadi larutan standar primer dan hal ini juga diperlukan agar kita dapat mengetahui konsentrasi larutan yodium tersebut yaitu sebesar 0,1N (Riana, 2009). Pemakaian yodium sebagai reagen karena harga E0 yodium berada pada daerah pertengahan, maka sistem yodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. Jika E0 tidak bergantung pH ( pH < 8,0 ) maka persamaan reaksinya : I2 + 2e2I- ( Khopkar, 1990 ). 5.2. Pembuatan Larutan Baku Natrium Tiosulfat 0,1 N Pembuatan larutan baku natrium tiosulfat dilakukan dengan menimbang natrium tiosulfat sebanyak 24,82 gram kemudian dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml. Hal ini artinya tiap 1000 ml lautan mengandung 24,82 gram Na2S2O3.5H2O. Penggunaan larutan standar yang mengandung kalium iodida dan kalium iodat karena larutan ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam IO3- + 5I- 3I2 + 3H2O

10

Pembakuannya dilakukan dengan lebih kurang 5 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N ditimbang seksama dalam Erlenmeyer bertutup kaca, diemcerkan dengan 50 ml aquadest. Ditambahkan2 g KI dan 5ml HCl encer, ditutup dan dibiarkan selama 10 menit. Diencerkan dengan 100 ml air dan dititrasi dengan yodium yang dibebaskan dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan menggunakan indikator larutan kanji dan menghasilkan warna kuning. Untuk volume titrasi yang dihasilkan pada proses standarisasi ini yaitu berubahnya warna dari coklat tua menjadi kuning muda, dan setelah ditambahkan amilum dan kemudian dititrasi kembali maka perubahan warna yang terjadi adalah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi thiosulfat ini dilakukan agar larutan natrium thiosulfat menjadi larutan standar primer dan hal ini juga diperlukan agar kita dapat mengetahui konsentrasi larutan natrium thiosulfat tersebut yaitu sebesar 0,1 N. 5.3. Penetapan kadar Cu dalam CuSo4 (metode Yodimetri) Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 0,1 N akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II). Tetapi bila ion iodida ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I) (Rivai, 1995). 2Cu2+ + 4I- 2CuI(s) + I2 Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan dengan menyiapkan lebih kurang 3 mL larutan tembaga sulfat (CuSO4.5H2O;BM=249,685), tambahkan 2 mL asam asetat dan 1,5 g KI menghasilkan warna orange kecoklatan, Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut : IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O kemudian titrasi yodium yang dibebaskan dengan larutan baku natrium tiosulfat 0.1 N menggunakan indicator kanji timbul bau asam menghasilkan warna bening. Larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodinkanji bertindak sebagai suatu indicator yang sensitif sehingga dapat dimaksudkan agar meerjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut (Khopkar, 1990). Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu

11

cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi dengan Na2S2O3 akan berubah menjadi bening (Basset, 1994). Reaksi yang terjadi : 2 CuSO4.5H20 + 4KI 2CuI2 +2K2SO4 2CuI2 2C2I2 +I2 I2 + 2 S2032- 2I- + S4O625.4. Penetapan Kadar Vitamin C (Metode Yodimetri) Untuk menetapkan kadar vitamin C dalam percobaan kali ini digunakan metode Yodimetri, langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain adalah sampel ditimbang seksama lebih kurang 100 mg, kemudian dilarutkan dalam 25 ml air untuk mempercepat terjadinya reaksi, dikarenakan pada penggunaan 50 mg sampel reaksi kurang terjadi secara sempurna (Gandjar, 2007), lalu ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N, larutan menjadi berwarna kuning. Penambahan HCl untuk memberikan suasana asam sehingga konsentrasi hidrogen bertambah besar (Gandjar, 2007). Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan Iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji yang akan memeberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir titrasi. Fungsi penambahan indikator kanji adalah untuk mendeteksi kelebihan iodium pada saat titrasi yang ditunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi biru tua selama 1-2 menit. Larutan dengan sesekali dikocok untuk mempercepat bercampurnya antara titran, titrat dan indikator (Roth, 1988) hingga terjadi warna biru mantap selama kurang lebih 2 menit. Diperoleh hasil larutan titrasi berwarna coklat kemerahan bukan berwarna biru mantap. Penentuan kadar vitamin C dalam percobaan ini diperoleh hasil 160, 2 %. Menurut literatur kadar vitamin C adalah Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6 (Anonim, 1995). Sehingga dalam percobaan ini hasil tidak sesuai dengan literatur. Tidak sesuainya hasil mungkin disebabkan karena indikator kanjinya sudah lama. Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi : I2 + 2E 2 I(Gandjar, 2007) Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dari pada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Reaksi yang terjadi : C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2 HI (Khopkar, 1990) Berdasarkan pernyataan Day & Underwood dalam bukunya Analisis Kimia Kuantitatif disebutkan bahwa untuk penentuan kadar senyawa vitamin

12

C (C6H8C6) metode yang baik digunakan adalah metode Yodometri, jadi apabila penentuan kadar Vitamin C dianalisis menggunakan metode Yodimetri maka hasilnya akan kurang akurat. Oleh karena itu, nilai kadar vitamin C yang kami dapat dari hasil percobaan tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam label kamasan (Underwood, 1999). 5.5. Penetapan Kadar Metampiron (Metode Yodimetri) Pada percobaan ini, digunakan metampiron sebanyak 100 mg yang akan dititrasi dengan menggunakan larutan iodin dan indikator kanji. Sebelum dititrasi, terlebih dahulu metampiron yang telah dilarutkan dengan 50 ml air, ditambah dengan 10 ml asam sulfat encer. Hal tersebut dilakukan agar larutan metampiron dapat dinaikkan keasamannya sehingga dapat dititrasi. Telah diketahui bahwa dalam metode titrasi, larutan yang diuji akan ditetesi dengan menggunakan larutan yang merupakan kebalikan dari asam-basanya. Untuk itulah perlu dinaikkan keasaman dari larutan metampiron tersebut.Metampiron digunakan sebagai titrat, sementara iodin digunakan sebagai titran.Penetapan metampiron pada percobaan ini dilakukan dengan analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi.Iodometri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya paling rendah dari sistem larutan iodium.Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasititrasi.Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator.Kelarutan dari iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian mengoksidasi metampiron (NaHSO) menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4.Titik akhir dari reaksi ini diindikasikan oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan membentuk warna biru gelap. Selama metampiron masih terdapat dalam larutan, triiodida secara cepat dikonversi menjadi ion iodida sehingga tidak ada warna biru gelap yang terbentuk dari reaksi antara iodin - pati. Namun ketika metampiron telah dioksidasi, maka triiodida berlebih dalam kesetimbangan dengan iodin akan membentuk warna biru gelap akibat reaksi dengan pati. Penambahan pati berfungsi sebagai indikator, di mana pati akan membentuk kompleks berwarna biru dengan I3-. Bila I3- sudah habis bereaksi menjadi I- maka warna biru yang terbentuk akan hilang (Kristian, 2009). Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i) bersifat tidak dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehinggakanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi (Ratri, 2007). Setelah terjadi perubahan warna, maka titrasi dihentikan.Perubahan warna tersebutlah yang menunjukkan adanya titik akhir titrasi. Pada percobaan

13

ini, larutan iod yang digunakan hingga titrasi dilakukan sebanyak 7,25 ml. Volume larutan iod yang digunakan ini, akan diperlukan dalam perhitungan kadar metampiron. 5.6. Hasil VS Pustaka Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur : Kelompok 1 2 Bahan Sampel Tembaga II Sulfat Metampiron Persyaratan Farmakope 25,20% 79,39% -79,61% 90% - 110% Dari kadar yang tertera dalam kemasan Hasil Praktikum 3,017% 166,90%

Vitamin C 50 mg

160,2%

(Anonim.1995) Kadar Tembaga II Sulfat, Vitamin C 50 mg, Metampiron, yang di dapat dari hasil praktikum tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain sebagai berikut : 1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan. 2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat. 3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat penimbangan. 4. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indicator 5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi. 6. Indikator kanji yang digunakan sudah lama sehingga larutannya tidak homogen lagi dan terdapat endapan amilum. VI. KESIMPULAN Kesimpulan yang kami peroleh setelah melakukan praktikum ini adalah : 1. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi langsung (yodometri) dan titrasi tidak langsung (yodometri). 2. Penetapan kadarvitamin C dapat dilakukan dengan metode yodimetri dengan menggunakan indikator kanji, penetapan kadar Cu dalam CuSO4 dapat dilakukan dengan menggunakan metode yodometri dengan menggunakan indikator kanji, dan penetapan kadar metampiron dengan metode yodimetri menggunakan indikator kanji.

14

3. Penetapan kadar vitamin C diperoleh hasil sebesar 160,2%, penetapan kadar Cu dalam CuSO4 sebesar 3,017% dan penetapan kadar metampiron sebesar 166,90 %. VII. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1979,Faramakope Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995,Faramakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Basset. J etc., 1994,Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas,Gramedia, Jakarta. Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik, Universitas Indonesia, Jakarta. Kristian, Mei, 2009, Penetapan Kadar Tablet Antalgin Secara Titrasi Iodimetri di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, Skripsi, Fakultas Farmasi Univerisitas Sumatra Utara, Medan. Mulyono, 2005, Membuat Reagen Kimia di Laboratorium, Bumi Aksara, Bandung. Ratri, E., Indah, AR., Ikoma, Y., Istina, T., Yuniarti, A., Nisa, V., Winda, Talitha, M., Sukma, A., Pratiwi, N., 2007, Iodimetri, Jurnal Kimia. Universitas Brawijaya, Malang. Riana, Septyaningrum, 2009, Proses Oksidasi dan Reduksi yang melibatkan Iod, http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/instrumenanalisis/iodometri/proses-oksidasi, Diakses tanggal 9 Desember 2012. Rivai, Harrizul, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Penerbit UI, Jakarta. Underwood, A. L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.

15

LAMPIRAN 1. Pembuatan Larutan Baku

Larutan Yodium 0,1 N

Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N

2. Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4

3 mL CuSO4 + 2 mL asam asetat + 1,5 gram KI

Cu hasil titrasi Cu + indikator kanji

3. Penetapan Kadar Vitamin C

Serbuk Vitamin C

Larutan Vitamin C

16

Larutan vit c + HCl+ indikator kanji 4. Penetapan Kadar Metampiron

Hasil Titrasi Vitamin C

Metampiron

Metampiron dalam akuades dan asam sulfat encer

Metampiron + indikator kanji

Hasil Titrasi Metampiron

Anda mungkin juga menyukai