.
7
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
4. Termometer (pembagian skala sampai 0,5 C saja) dipakai mengukur titik didih air (pada 1
atmosfer). Berapakah ketidakpastian mutlak pada pengukuran ini? Dan ketidakpastian
relatifnya? Berapakah ketelitian yang tercapai dalam pengukuran ini?
5. Stopwatch memiliki pembagian skala sampai 0,2 detik. Tentukanlah selang waktu yang dapat
diukur dengan ketelitian 5%; 1%.
6. Diameter pipa (lebih kurang 20 mm) harus diukur dengan ketelitian 1%. Dapatkah dipakai mistar
biasa? Jangka sorong? Jelaskan.
7. Suatu meter ampere mempunyai skala 0-5 A dengan pembagian skala sampai 0,1 A. Berapakah
ketelitian yang dicapai apabila alat dipakai pada skala penuh? Dan pada pertengahan skala?
8. Pada suatu saat barometer menunjukkan tepat 1 atmosfer. Berapakah ketelitian pembacaan itu
kalau nilai terkecil skalanya 1mm?
8
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB II
METODE PENENTUAN RALAT PENGUKURAN
II.1. Pengukuran Tunggal dan Taksiran Ralatnya
Dalam ilmu pengukuran, hasil yang baik dapat dicapai apabila pegukuran dilakukan berulang-
ulang namun tetap memberikan nilai ukur yang konsisten. Hal ini kadang-kadang sulit dicapai dalam
praktek pengukuran yang riil, karena ketidak sempurnaan obyek maupun kendala alat, dan lainnya
sehingga kadang pada kasus tertentu kita tidak dapat melakukan pengukuran berulang.
Khusus pada pengukuran yang hanya dapat dilakukan sekali (tidak bisa diulang) atau data
tunggal, nilai ralat pengukuran boleh ditaksir(diperkirakan) oleh pengamat, dengan mempertimbangkan
keadaan skala alat yang digunakan. Kita sadar bahwa nilai taksiran sangat subyektif terhadap siapa yang
menaksir, namun harus di-ingat bahwa pengamat yang boleh memberikan taksiran mempunyai
beberapa persyaratan yang terkait dengan kepakaran pada ilmu tentang pengukuran, paling tidak harus
mempunyai common senseyang tinggi dalam pengukuran.
Dalam hal ini, keadaan alat yang dimaksud adalah keadaan skala pada alat tersebut, kasar dan
halusnya skala pada alat akan menentukan besar dan kecilnya ralat penaksiran. Jarak terdekat dari dua
goresan skala pada alat yang menentukan halus dan kasarnya alat ukur. Batas pengelihatan normal mata
kita dapat melihat dengan jelas sekitar (1mm); sehingga rata-rata alat ukur ditampilkan dengan skala
terkecilnya 1mm. Mayoritas para ahli menyepakati bahwa dengan skala terkecil 1mm, diperbolehkan
mengambil nilai taksiran dengan setengahnya, namun bila skala terkecil lebih besar atau lebih kecil dari
1mm, maka nilai taksiran tidak harus setengahnya ( bisa 1 skala, atau bahkan skala) bergantung kasus
yang dihadapi.
Bagaimana dengan Skala NONIUS ?
Upaya pembacaan skala yang ada pada alat ukur agar memperoleh nilai yang lebih teliti,
digunakan tambahan skala-nonius. Adapun fungsi skala-nonius sebagai pembagi skala terkecil alat
menjadi bagian yang lebih kecil yang masih dapat diamati dengan baik.
Pada alat yang ada skala-nonius, berarti jarak skala terkecil alat yang dapat diamati berupa
skala-noniusnya. Jadi pengertian ralat penaksiran juga berdasar dari kondisi skala-noniusnya.
Angka taksiran tidak boleh hanya semata-mata mempertimbangkan keadaan skala alat, namun
karena ralat pengamatan mempunyai faktor yang lain seperti keadaan obyek, maka boleh juga nilai
HASIL ANALISA PENGUKURAN TUNGGAL BESARAN (X) SBB:
NILAI TERBAIK ( ) YANG MERUPAKAN NILAI RATA-RATA ADALAH:
NILAI PENGUKURAN TUNGGAL (X
1
); SEDANGKAN RALAT
PENGUKURAN BERUPA NILAI TAKSIRAN PENGAMAT.
DISAJIKAN : X = X
= X
1
RALAT (X) MERUPAKAN NILAI TAKSIRAN PENGAMAT
9
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
taksiran didasarkan dengan keadaan obyek, bahkan faktor pengamat juga sangat pengaruh, sehingga
dapat terjadi taksiran pengamat satu berbeda dengan pengamat lainnya.
Dalam hal pengukuran tunggal maka nilai benar (terbaik) adalah hasil ukur tunggal, dan ralatnya
adalah merupakan hasil taksiran pengamat yang tentunya ada unsure subyektifitas pengamat, namun
hal ini tidak perlu dikawatirkan karena pengamat yang sudah memiliki pengalaman panjang dengan
peralatannya akan tepat dalam penaksirannya, jadi tidak sembarang pengamat boleh menaksir kondisi
alat yang digunakan.
Catatan : dalam praktek pengukuran , lebih baik dilakukan pengukuran ber-ulang untuk mendapatkan
nilai yang baik, kecuali hal itu tidak memungkinkan maka boleh melakukan pengukuran tunggal, namun
kalau belum ahli dalam menaksir ralat, tanyakan pada ahlinya., prisipnya hindari pengukuran tunggal ,
kecuali ada keterbatasan.
II.2. Pengukuran Berulang
Dikatakan pengukuran berulang apabila pengamatan besaran suatu obyek terjadi pengulangan
pengukuran lebih dari satu kali (minimal 2 kali pengamatan), yaitu : 2 kali; 3 kali; 4 kali; dan seterusnya
smpai N kali. ( N = jumlah pengulangan pengukuran )
A). Khusus untuk N = 2 :
Misalnya dilakukan pengukuran besaran ( X ) diulang 2 kali, dengan hasil pengukuran sbb:
Pengukuran ke-i Hasil pengukuran ( X
i
)
1 X
1
2 X
2
HASIL ANALISA PENGUKURAN 2 KALI YAITU : X
1
DAN X
2
NILAI TERBAIK ( ) YANG MERUPAKAN NILAI RATA-RATA ADALAH:
= [ X
1
+ X
2
]
DAN RALAT PENGUKURANYA (X) ADALAH:
X = [ X
1
X
2
]
DISAJIKAN : X = X
(
ALAT UKUR YANG DILENGKAPI DENGAN SKALA NONIUS, BERARTI
SKALA TERKECIL PADA ALAT TERSEBUT ADALAH :
N = SKALA NONIUS
10
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
B). Untuk jumlah pengulangan N 3 :
Dalam hal ini, secara teori sudah dapat menggunakan kaidah statistic dengan rumusan deviasi
(S
x
); secara lengkap rumus-rumus deviasi akan dibahas pada sub-bab berikutnya. Namun secara praktek
jumlah pengulangan yang terlalu sedikit akan menyebabkan nilai ralat yang cukup besar, sehingga
terkadang berapa jumlah yang harus dilakukan pengulangan tergantung keputusan pengamat ( ada yang
cukup dengan 5 kali, 7 kali, 9 kali , dsb. ) namun tetap memperhatikan keadaan obyek pengamatan.
Mayoritas pengamat hampir merasa cukup dengan pengulangan sekitar 10 kali pengukuran untuk
menggunakan analisa dengan kaidah statistic ( N = 10 ).
II.3. Standar Deviasi dan Standar nilai rata-rata
Nilai ralat pengukuran (X) dengan jumlah data ( N ) yang sudah memenuhi kaidah statistic,
dapat didekati dengan nilai deviasi pada ilmu statistic. Telah dijabarkan dengan lengkap pada analisa
statistic yang memberikan hasil banyaknya model deviasi pada analisa data diantaranya :
1. Nilai deviasi (simpangan) terhadap nilai rata-rata ( )
Didefinisikan sebagai :
i
= [ X
i
]
2. Nilai deviasi rata-rata (
;nilai ini harus dimutlakkan agar memperoleh nilai positif, karena nilai ralat harus bernilai positif.
3. Nilai varian (
Didefinisikan sebagai :
SECARA TEORI ,PENGULANGAN PENGUKURAN 3 KALI
DAPAT MENGGUNAKAN NILAI DEVIASI (STATISTIK) DALAM
MENENTUKAN RALAT PENGUKURANNYA.
NAMUN SECARA PRAKTEK; MINIMAL PENGULANGAN SEKITAR 10 KALI,
HAL INI JUGA MEMPERTIMBANGKAN KEADAAN OBYEK YANG DIAMATI.
SECARA PRINSIP LEBIH BANYAK DATA PENGULANGAN AKAN
MEMBERIKAN NILAI RALAT SEMAKIN KECIL
X =
X
= NILAI TERBAIK ( RATA-RATA )
X = NILAI RALAT
11
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
4. Nilai deviasi baku atau simpangan baku atau terkenal dengan sebutan deviasi standar
semesta ( )
Didefinisikan sebagai :
= =
dengan X
0
sebagai nilai benar ( hal ini sulit didapatkan )
Semua definisi di atas dapat digunakan sebagai nilai ralat pengukuran, tergantung kasus yang dihadapi
pada analisa datanya ( ber-ragam model data yang akan dianalisa ); deviasi yang mana yang dirasa
sesuai dengan model analisa yang digunakan oleh pengamat.
Yang biasa digunakan oleh para pengamat adalah deviasi yang berupa deviasi standar universal
(), artinya jumlah data harus tak berhingga; dan hal ini tidak mungkin dicapai dalam eksperimen riil.,
dan nilai benar (X
0
) juga mustahil diperoleh. Dengan kajian teori statistic lanjut, dapat dihasilkan
persamaan yang memenuhi untuk data dengan jumlah tertentu ( N kali ), dengan nilai benar (X
0
)
didekati dengan nilai rata-rata dari jumlah data pengamatan yaitu ( ); menghasilkan nilai deviasi
standar-( S
n
) dan deviasi standar-( S
n-1
) ditulis sebagai :
Rumus deviasi standar dengan jumlah data ( N ) besar :
S
n
=
Rumus deviasi standar dengan jumlah data ( N ) tertentu; tidak terlalu besar(sekitar 10 data).
S
n-1
=
RUMUS UNTUK MENGHITUNG RALAT PENGUKURAN
DAPAT MENGGUNAKAN RUMUS (1) ATAU (2)
UNTUK DATA YANG JUMLAHNYA LEBIH DARI 10 DATA ,SELISIH
NILAINYA KEDUA RUMUS INI TIDAK BEGITU SIGNIFIKAN.
RUMUS (1) : S
n
=
RUMUS (2) : S
n-1
=
DENGAN (
); dan seterusnya ,
misal diulang sampai 10 kali ) sehingga ada 10 nilai rata-rata, seperti contoh table data berikut :
Data
ke: i
Pengamatan ke : i
( X
i
)
Nilai rata-
rata ke : i
(
)
1 11,4 12,5 12,1 12,8 11,3 12,4 12,5 12,0 12,1250
2 11,7 11,3 13,3 13,3 11,4 13,0 12,7 11,5 12,2750
3 11,0 12,5 10,9 13,0 10,6 12,7 11,4 12,0 11,7625
4 12,0 13,2 12,7 12,4 12,6 11,8 12,3 12,3 12,4125
5 9,7 11,4 12,0 11,6 13,7 12,5 13,5 12,7 12,1375
6 14,9 12,2 12,1 13,0 13,0 11,0 13,2 11,5 12,6125
7 13,1 12,3 12,3 12,3 12,2 13,1 11,2 12,0 12,3125
8 12,4 10,8 13,5 11,9 11,2 12,8 11,4 12,1 12,0125
9 14,9 12,2 12,1 13,0 13,0 11,0 13,2 11,5 12,6125
10 12,0 13,2 12,7 12,4 12,6 11,8 12,3 12,3 12,4125
Pengolahan data yang seperti contoh table diatas, memerlukan analisa yang bertingkat, yaitu
perlu dihitung lagi sebaran nilai rata-rata ( ) dan akan menghasilkan nilai standar deviasi dari nilai
rata-rata (
) dengan rumusan :
(
=
= 0,084
Dengan = 12,2675; sehingga hasilnya ditulis sebagai : X = 12,27 0,08
Rumusan model ralat yang terakhir ini yang akan menghasilkan nilai ralat paling kecil; namun
diperlukan data yang bertingkat seperti contoh diatas ( 8 x 10 ) data.
II.4. Program SD pada Calculator
Perkembangan teknologi computer yang begitu cepat, muncul alat-alat elektronik yang berbasis
komputasi semakin banyak dan mudah didapat, diantaranya mesin analitik berupa calculator yang sudah
memuat berbagai program aplikasi statistic, diantaranya dapat digunakan untuk menghitung nilai ralat
pengukuran berupa standar deviasi, baik yang nilai standar maupun nilai rata-rata, bahkan juga memuat
program regresi dan yang lainnya.
Proses analisa data biasanya diperlukan tingkat ketekunan, kecermatan, dan cepat bagi para
pengamat, hal ini dikarenakan data yang cukup banyak dan cukup rumit, apalagi biasanya pengamat
sudah kelelahan pada proses pengambilan datanya. Untuk itu sangat dianjurkan menggunakan alat
bantu seperti calculator dalam memproses datanya.
Yang perlu diperhatikan ketika menggunakan program calculator adalah, pengamat harus sudah
menguasai sisten operasianal calculator , disamping memahami kerja program yang digunakan dalam
13
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
menghitung. Hal ini penting karena bila operator salah ( tidak menguasai masalahnya ) hasil juga dapat
salah, meskipun mesin calculator sudah canggih.
CONTOH PROGRAM APLIKASI SD PADA CALCULATOR :
Misal mengadakan pengukuran besaran ( X ) dengan pengulangan 10 kali, data pada table berikut :
Data
Pengukuran ke : i
Hasil ukur : X
i
1 12,0
2 12,3
3 12.0
4 11,7
5 12,0
6 11,8
7 12,0
8 11,8
9 12,3
10 11,7
Setelah dilakukan analisa dengan program SD pada calculator diperoleh hasil :
S
n
=
= 0,2059
S
n-1
=
= 0,2170 =
= 11,96
CONTOH PROSEDUR ANALISA DATA
PROGRAM SD CALCULATOR
1. Aktifkan pada menu SD MODE 2
2. Hapus data lama yang mungkin masih tersimpan pada menu
tsb. SHIFT-CLR-1-(scl)=
3. Mulailah memasukkan data DT
4. Yakinkan bahwa data anda sudah masuk semua, cek jumlah
yang sudah masuk ( melihat nilai n = ? ) DT=
5. Teliti ulang data anda, jangan sampai salah.
6. Bila sudah benar, berarti tinggal menampilkan nilai yang anda
kehendaki pada proses analisa tsb.
7. Tampilkan nilai rata-rata () AC-SHIFT-[S-VAR]-1()=
8. Tampilkan nilai ralat (S
n
) AC-SHIFT-[S-VAR]-2(
)=
9. Tampilkan nilai ralat (S
n-1
) AC-SHIFT-[S-VAR]-3(
)=
CATATAN : CERMATI INTRUKSI MANUAL DARI CALCULATOR ANDA;
KARENA TYPE BEDA, AKAN MEMPUNYAI CARA INTRUKSI BEDA
PULA
SELAMAT BERLATIH !
14
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran sebuah besaran (x )sebanyak 5 kali, dengan hasil :
Data ke-i : 5, 7, 9, 7, 8
Hitunglah nilai rata-rata ( ) dan standar deviasinya (
x
) ?
2. Hitunglah nilai rata-rata dan standar deviasi dari data dibawah ini : lakukan dengan cara
menghitung biasa, dan juga dengan menggunakan program SD pada kalkulator anda ?
bandingkan kedua hasilnya, apakah ada perbedaan yang berari ? Jelaskan semuanya.
Data ; 86, 85, 84, 89, 86, 88, 88, 85, 83, 85.
3. Seorang mahasiswa menghitung waktu ayunan sebuah pendulum sebanyak 3 kali dan
mendapatkan hasil ( dalam detik ) sebagai berikut : (1,6) ; (1,8) ; dan (1,7)
a. Hitunglah nilai rata-ratanya dan standar deviasinya ?
b. Apabila dilakukan pengukuran waktu untuk keempat kalinya, berapa probabilitas hasil yang
didapatkan akan bernilai diluar rentang nilai (1,6 - 1,8) ?
4. Dengan menggunakan data di soal nomor-1, tentukan nilai rata-rata dan standar deviasinya
untuk besaran:
a. (x) ?
b. (5x
2
) ?
c. (10 X + 3X
3
)
5. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran kecepatan suara dengan : = f , dimana (f) adalah
frekuensi yang ditunjukkan oleh oscillator dan ( ) adalah panjang gelombang. Hasilnya adalah
= (11,2 0,1) cm dan f = 3000 Hz. Oscillator memiliki ketidakpastian sistem sebesar 1%.
a. Bagaimanakah hasil yang didapatkan untuk nilai () ?
b. Apakah nilai ketidakpastian 1% pada oscillator penting ?
15
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB III
METODE PERAMBATAN RALAT
Pada pembahasan bab yang lalu ,kita telah meyakini bahwa setiap pengukuran selalu
menghasilkan nilai yang mengandung ralat; kita telah mengenal jenis dan sumber-sumber yang
menyebabkan timbulnya ralat; juga telah mengetahui bagaimana cara menentukan nilai ralat dengan
berbagai model pengukuran yang dilakukan. Yang telah kita bicarakan di depan , semuanya menyangkut
persoalan besaran obyek yang dapat diamati ( diukur ) secara langsung.
Bagaimana jika besaran-besaran obyek tidak dapat diamati ( diukur ) secara langsung ? Misalnya
pengamatan gravitasi bumi dengan eksperimen ayunan matematis dengan rumus pendekatan teorinya
adalah :
g =
L
Besaran panjang tali bandul ( L ) dapat diukur langsung dengan alat ukur panjang, ( T ) besaran waktu
periode ayunan yang dapat diukur langsung dengan alat ukur waktu, tetapi kita tidak dapat langsung
mengukur besaran ( g) karena tidak ada alat ukurnya. Dengan demikian untuk menentukan besaran ( g )
melalui pengukuran besaran ( L ) dan ( T ); dengan kata lain penentuan ( g) melalui perambatan dari
besaran yang terukur langsung. Proses analisa semacam ini dinamakan proses perambatan.
Nilai ralatnya juga melalui proses perambatan ralat , yaitu dihitung dengan merambatkan nilai
ralat dari masing-masing besaran yang terukur secara langsung dengan alat ukur. Dalam contoh kasus
kita diatas, nilai ralat ( g ) dirambatkan terhadap nilai ralat ( L ) dan nilai ralat ( T ).
Dalam konteks persamaan matematik dapat dikatakan bahwa :
g = f ( L, T ) ; f = fungsi
Bagaimana cara perambatan dilakukan, dan seperti apa pengaruh dari keterkaitan ( korelasi ) antar
variable dalam kontribusi ralat perambatannya, hal ini akan diuraikan pada bab berikut.
III.1. Teori Perambatan
Misalkan besaran fisis ( V ) merupakan besaran yang nilainya bergantung dari besaran-besaran
variable ( x ); ( y ); ( z ); ( t ) ; dan seterusnya. Dalam bahasa matematik dapat ditulis bahwa :
V = f ( x,y,z,t, ) dengan f = fungsi
Karena variable ( x ); ( y ); ( z ); dan ( t ) merupakan variable yang dapat diamati secara langsung dengan
alat ukur, berarti nilai dari masing-masing besaran tersebut adalah :
x = x ; y = y
z = z ; dan t =
t
16
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Nilai besaran ( V ) dinyatakan sebagai :
V = V ; dan = f( ,
)
Deviasi dari besaran-V yaitu ( V ) juga dapat dinyatakan dalam persamaan :
V = f(x,y,z,t,) f( x; y; z;
t )
Persamaan terakhir ini merupakan persamaan perambatan yang cukup rumit dalam penyelesaian
matematiknya, namun kalau kita ambil logika tentang ralat pengukuran kita dapat menyatakan bahwa
V adalah sebuah ralat pengukuran tidak langsung dari besaran V. Selanjutnya dengan ketekunan kita
dalam olah rumusan matematik akan diperoleh rumusan penyelesaian untuk ralat perambatan.
III.2. Rumus-rumus Ralat Perambatan
Bila ralat besaran ( V ) yaitu (V) didekati dengan nilai deviasi standar ( S
V
); didapat
penyelesaian sebagai berikut :
Bila besaran ( V ) hanya bergantung variable tunggal ( x )
S
V
= |
| ; dengan (
)
(
) (
Dengan :
xy
= faktor korelasi antara besaran (x) dan (y), yang dirumuskan sebagai;
xy
=
nilai faktor korelasi ( yang sering disebut sebagai faktor kegayutan dalam perambatan ralatnya )
akan berkisar antara : nol ( 0 ) dan ( 1 ) yang mengandung pengertian sbb.:
Faktor korelasi : (
= 0 )
Berarti antara variable x dan y tidak saling ber-korelasi dengan kata lain pengaruhnya terhadap
ralat besaran V tidak ada ke-gayutan ( tak gayut / saling bebas ). Hal ini akan memberikan
penyelesaian rumus perambatannya :
S
V
= (
)
(
Faktor korelasi : (
= 1 )
Berarti antara variable x dan y ber-korelasi penuh dengan kata lain pengaruhnya terhadap ralat
besaran V tidak ber-gayutan ( gayut / saling terikat ). Hal ini akan memberikan penyelesaian
rumus perambatannya :
S
V
= |
17
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Bila besaran V bergantung dari banyak variable pengukuran ( x, y, z, t, ); maka secara umum
rumus ralat perambatan S
V
adalah :
A). RUMUS TAK-GAYUT ( SALING BEBAS )
S
V
= (
)
(
B). RUMUS BER-GAYUT ( SALING TERIKAT )
S
V
= |
|
|
III.3. Ralat Gayut dan tak-Gayut
Dalam praktek dapat dikondisikan apakah analisa yang digunakan gayut atau tak-gayut , hal ini
dapat diatasi dengan metode pengukuran yang dilakukan oleh pengamat. Namun secara umum rumus
perambatan ralat untuk variable-variabel bebas yang memeliki ralat secara rambang, mayoritas
pengamat menggunakan rumusan tak-gayut. Pengertian rumus gayut juga diperlukan untuk analisa
yang bersifat teoritik.
RALAT GAYUT :
Apabila dalam eksperimen yang kita lakukan tidak dapat menghindari adanya korelasi
antara variable satu dengan lainnya, seperti misalnya : pengukuran Volume benda berbentuk
balok dengan dimensi V( x; y; z ). Pengukuran besaran-besaran tersebut menggunakan alat yang
sama, dengan cara mengamatinya juga sama, dalam tempo yang sama; dilakukan oleh
pengamat yang sama; dsb. Hal ini sangat mungkin kontribusi ralat dari masing-masing variable (
x; y; z ) akan memberikan korelasi penuh terhadap ralat besaran volume (V) tsb. Kasus yang
sangat khusus ini; diperbolehkan pengamat menggunakan rumus perambatan ralat ber-gayut.
RUMUS UMUM RALAT BER-GAYUT
V = f ( X, Y, Z )
X ; Y; DAN Z MERUPAKAN BESARAN VARIABEL SEJENIS YANG
TERKORELASI (GAYUT); DENGAN NILAI MASING-MASING :
X = X ; Y =
Y DAN Z =
Z
V =
V
V = |
| |
| |
|
|
|
(
; |
|
(
; DAN |
|
(
= f (
18
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
RALAT TAK-GAYUT ( tidak terkorelasi )
Sedangkan bila fungsi besaran V yang bergantung dengan besaran variable ( x, y,z ),
namun besaran variable yang terukur langsung saling bebas antara satu dengan lainnya maka
ralat dari besaran ( V ) merupakan ralat perambatan yang tak-gayut atau tidak ada korelasi
sama sekali antara ralat X; ralat Y maupun ralat Z.
Sebagai contoh riil ; misalnya eksperimen yang menentukan nilai percepatan gravitasi bumi
dengan rumusan eksperimen :
g =
L
Pengukuran panjang tali ( L ) digunakan alat ukur panjang, dan pengukuran periode
ayunan ( T ) dengan alat ukur waktu. Kita mengetahui bahwa hasil ukur kedua besaran tidak
saling mempengaruhi, dapat dikatakan saling bebas. Alasan yang dapat diajukan misalnya kedua
besaran tersebut diukur dengan alat yang berbeda, disamping memang keduanya tidak sejenis,
hal ini akan memberikan nilai ralat masing-masing besaran yang saling bebas. Akibatnya ralat
dari besaran gravitasi ( g ) merupakan kasus ralat perambatan yang saling bebas atau tak-
gayut.
III.4. Rumus-rumus Khusus
Bila kita cermati rumus-rumus model perambatan selalu mengandung operator deferensial
parsial, sehingga diperlukan ketelitian tinggi dalam analisa disamping ketrampilan matematik tentang
deferensial. Untuk antisipasi bagi pengamat yang kurang trampil dalam olah matematik, maka
diturunkan rumus-rumus khusus dalam menghitung ralat perambatan sebagai berikut :
Rumus khusus yang dimaksud misalnya menyangkut persamaanpersamaan tentang fungsi
penjumlahan; pengurangan; perkalian; pembagian; pangkat; eksponesial; dan lainnya.
RUMUS UMUM RALAT TAK-GAYUT
V = f ( X, Y, Z )
X ; Y; DAN Z ,MERUPAKAN BESARAN VARIABEL YANG SALING BEBAS ;
DENGAN NILAI MASING-MASING :
X =
X ; Y =
Y DAN Z =
Z
V =
V
(
)
(
; DAN
= f (
19
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
RUMUS PENJUMLAHAN-PENGURANGAN
Misal : V = aX bY dengan : a ; b = konstanta
Rumus perambatan ralat dari besaran V menjadi :
) ;dengan ( a ) = konstanta
Rumus perambatan ralat dari besaran V menjadi :
)
RUMUS FUNGSI EKSPONENSIAL
Misal : V = a e
bX
; a dan b merupakan konstanta.
Rumus perambatan ralat dari besaran V adalah :
)
RUMUS FUNGSI LOGARITMA
Misal : V = a ln ( b X ) ; a dan b merupakan konstanta.
Rumus perambatan ralat dari besaran V adalah:
)
20
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Dalam sebuah eksperimen untuk mengetahui penyimpangan sudut momentum, mahasiswa
memperoleh hasil :
L (awal ) L (akhir) (L L)
3,0 0,3 2,7 0,6
7,4 0,5 8,0 1
14,3 1 16,5 1
25 2 24 2
32 2 31 2
37 2 41 2
Tabel menunjukkan momentum awal dan momentum akhir, tentukan selisih ( L L) dan
ketidakpastiannya. Apakah hasil tersebut sesuai dengan penyimpangan dari sudut momentum ?
2. Jika sebuah batu dilemparkan keatas dengan kecepatan( v), maka batu tersebut akan naik
setinggi (h), yang memenuhi persamaan : v
2
= 2gh. Dengan kata lain, (v
2
) seharusnya
sebanding dengan (h). untuk menguji hal ini, mahasiswa mengukur (v
2
) dan (h) untuk 7 kali
lemparan dengan hasil sebagai berikut :
(h) dalam meter
( semuanya ralatnya 0,05 )
(V
2
) dalam (m
2
/s
2
)
0,4 7 3
0,8 17 3
1,4 25 3
2,0 38 4
2,6 45 5
3,4 62 5
3,8 72 6
a. Buat grafiknya. Apakah grafik yang Anda buat konsisten dengan pernyataan bahwa (v
2
) lurus
terhadap (h )?
b. Apakah hasil Anda konsisten terhadap nilai : 2g = 19,6 m/s
2
? g=gravitasi bumi.
3. Untuk mengukur akselerasi dari sebuah kendaraan, mahasiswa mangukur kecapatan awal dan
akhir dari kendaraan tersebut ( v
i
dan v
f
), dan menghitung perbedaannya ( v
f
v
i
). Percobaan
dilakukan 2 kali. Semua hasil mempunyai ketidakpastian pengukuran sebesar 1 %. Hasil dapat
dilihat di tabel berikut :
v
i
( cm/s ) v
f
( cm/s )
Percobaan pertama 14,0 18,0
Percobaan kedua 19,0 19,6
a. Hitung ketidakpastian absolut dari semua pengukuran !
b. Hitung prosentase ketidakpastian untuk setiap ( v
i
v
f
) ?
21
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
4. 2 orang mahasiswa diperintahkan untuk mengukur tingkat emisi dari partikel- dari sampel
radioaktif tertentu. mahasiswa A menghitung selama 2 menit dan mendapatkan 32 partikel-.
Mahasiswa B menghitung selama 1 jam dan mendapatkan 786 partikel- (tingkat emisi
diasumsikan konstan selama pengukuran ).
a. Hitung ketidakpastian dari hasil yang didapatkan mahasiswa A ?
b. Hitung ketidakpastian dari hasil yang didaparkan mahasiswa B ?
c. Hitung emisi partikel per menitnya. Berapa hasil dan ketidakpastiannya ?
5. Dengan aturan yang ada, hitunglah hasilnya :
d. ( 5 1 ) + ( 8 2 ) ( 10 4 )
e. ( 5 1 ) x ( 8 2 )
f. ( 10 1 ) / ( 20 2 )
g. 2( 10 1 )
catatan: pada nomor soal 2.d., angka 2 dan merupakan tetapan yang tepat(dianggap
tidak mempunyai ralat).
6. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran dengan hasil sebagai berikut :
a = (5 1) cm
b = (18 2) cm
c = (12 1) cm
t = (3,0 0,5) detik
m =( 18 1) gram
dengan menggunakan aturan yang ada, hitung nilai dari persamaan berikut , sajikan masing-
masing dengan model ralat mutlak dan ralat relatifnya .
a. (a + b + c) c. (4a) e. (ct)
b. (a + b c) d. (b/2) f. (mb/t)
7. Seorang pengunjung dari sebuah istana abad pertengahan memutuskan untuk mengukur
kedalaman sebuah sumur dengan menjatuhkan sebuah batu dan mengukur waktu jatuhnya.
Hasil yang didapatkan adalah : t = (3,0 0,5) detik. Apa yang bisa dia simpulkan tentang
kedalaman sumur tersebut ?
8. Derivatif parsial (q/x) dari : q(x,y) didapatkan dari hasil diferensiasi dari (q) fungsi ( x) dengan
(y) konstan. Tuliskan derivative parsial (q/x) dan (q/y) dari ketiga fungsi berikut :
a. q(x,y) = x + y
b. q(x,y) = xy dan c. q(x,y) = x
2
y
3
22
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB IV
PENYAJIAN HASIL AKHIR & ANGKA BER-ARTI (ANGKA PENTING)
IV.1. Model Penyajian Hasil Akhir Pengamatan
Telah dibahas dengan detail pada bab didepan, bahwa suatu pengukuran dikatakan sempurna
dengan ditandai dengan kesempurnaan dalam tampilan hasil akhir yang disajikan. Model penyajian yang
memenuhi kaidah pengukuran adalah menuliskan hasil perhitungan yang terbaik disertai dengan
toleransi hasil pengukuran berupa ralat pengukuran, yang disajikan dalam :
X =
X
Dengan : X = symbol besaran yang diamati
) :
Merupakan nilai pengukuran tunggal bila metode pengamatannya hanya mampu satu kali
pengukuran.
Merupakan nilai rata-rata dari jumlah data pengukuran, bila metode pengamatannya berulang (
misal N data )
Merupakan nilai rata-rata berbobot bila dilakukan proses perbandingan antar metode ukur (
dibahas pada bab IX )
Toleransi pengukuran / Ralat ( X ) :
Merupakan nilai taksiran skala terkecil alat, bila metode satu kali pengukuran.
Merupakan nilai deviasi standar , bila metode pengukuran ber-ulang dengan N data
X =
Merupakan nilai deviasi standar rata-rata, bila metode pengukuran memenuhi data populasi (
data bertingkat )
X =
Merupakan nilai ralat berbobot bila pada proses analisa perbandingan metode ukur
( dibahas pada bab IX )
23
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
IV.2. Model Penyajian Mutlak (Absolut)
Bentuk penyajian akhir dari suatu pengukuran, akan memberikan gambaran penting dari
pengukuran tersebut. Dari bentuk penyajian dapat dimengerti apakah hasil pengukuran tepat atau
menyimpang jauh dari yang diharapkan.
Model penyajian akhir dalam bentuk angka mutlak yaitu : X =
X
Misal : pengukuran panjang yang disajikan dengan L = (6,400 0,005) mm adalah pengukuran yang
memiliki ketepatan lebih tinggi daripada yang disajikan dengan L = (6,40 0,05) mm, maupun L = (6,4
0,5) mm. Demikian pula hasil pengukuran arus yang disajikan dengan I = (6,4 0,1) A dikatakan
mempunyai ketepatan yang lebih tinggi daripada hasil yang dituliskan I = (6,4 0,3) A.
Model penyajian seperti diatas disebut sebagai model penyajian absolute atau mutlak yang
mengandung arti bahwa nilai angka ralat semakin kecil menunjukkan bahwa pengukuran dilakukan
semakin tepat.
Dapat diambil kesimpulan bahwa model penyajian hasil akhir dengan metode penyajian absolut
(mutlak); menunjukkan adanya tingkat akurasi pengukuran, hal ini sangat berhubungan dengan metode
pengukuran, misalkan pengulangan data yang banyak, kecermatan analisa, dan ketrampilan
pengamatan yang dimiliki pengamat.
IV.3. Model Penyajian Relatif
Model penyajian hasil dengan : X = (
)
Disebut sebagai model penyajian relative; dengan nilai dalam prosen (%).
Cara lain menyatakan ketidakpastian suatu besaran ialah dengan menyebut dengan
ketidakpastian relatifnya, yakni : (
X )
GRAVITASI: g = ( 9,82 0,02 )m/s
2
MAKIN KECIL NILAI RALAT MUTLAK
MENUNJUKKAN BAHWA PENELITIAN MENGHASILKAN
KETEPATAN MAKIN TINGGI
24
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Misal : Beda potensial
, haruslah (
= 0,5%, atau
)
NILAI TEGANGAN : V = ( 5 1% ) Volt
MAKIN KECIL RALAT RELATIF DISAJIKAN DALAM
PENGUKURAN
MENUNJUKKAN MAKIN TINGGI KETELITIAN PENGUKURAN
YANG DICAPAI ALAT UKURNYA
25
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
yang tercapai dalam pengukuran itu, yakni pada ralat pengukuan ( x ) dan harus disesuaikan dengan
nilai rata-rata pengukuran yang sudah tertentu .
Misalnya : x = 0,01, maka nilai ( x ) harus dilaporkan dengan dua angka desimal juga, jadi
disajikan x = (3,14 0,01); sebab dengan ketidakpastian x = 0,01 diartikan angka desimal kedua mulai
diragukan hingga pada x juga angka desimal kedua harus diragukan (yakni angka 4). Semua angka di
depan angka yang diragukan, diketahui dengan pasti; dalam contoh diatas adalah : angka 3 dan 1 pada (
3,14 ).
Dapat dikatakan bahwa penyajian besaran x = ( 3,14 0,01 ) disebutkan dengan nilai (x = 3,14)
terdiri dari 3 angka berarti (sering juga disebut angka penting).
Pengertian angka berarti mencakup semua angka yang diketahui dengan pasti dan angka
pertama yang diragukan. Angka selanjutnya yang lebih diragukan (sangat meragukan) tidak perlu
dituliskan dalam penyajian akhir.
Kalau karena sesuatu hal, misalnya pengulangan yang cukup banyak, sehingga memdapatkan
ralat x diketahui dengan lebih teliti, misalnya x = 0,003, maka hasil akhir nilai ( x ) dapat dilaporkan
sebagai : x = (3,143 0,003); jadi jumlah angka berarti adalah 4 angka yaitu : ( x = 3,143 )
Perhatikan nilai ( x = 3,1) dan ( x = 3,10 ) berbeda artinya dilihat dari sudut ketepatan,
pengukuran pertama (x = 3,1) berarti angka 3 diketahui dengan pasti tetapi angka 1 diragukan
sedangkan pada (x = 3,10) berarti angka 3, dan angka 1 diketahui dengan tepat/pasti ; sedangkan angka
ANGKA PENTING
ATAU
ANGKA BER-ARTI
ADALAH : SEMUA ANGKA YANG SUDAH PASTI DITAMBAH
SATU ANGKA YANG MULAI MERAGUKAN
X = 3,1428 0,0007
NILAI BESARAN (X) DISAJIKAN DENGAN 5 ANGKA PENTING
3,14285... 0,01
PADA ANGKA 3,14285 ,ANGKA 4 MULAI DIRAGUKAN
APALAGI ANGKA 2; 8; DAN ANGKA 5, SANGAT MERAGUKAN
SEDANGKAN ANGKA 3,1 PASTI KEBERADAANNYA
SEHINGGA PENYAJIAN HASIL AKHIR MENJADI
3,14 0,01
26
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
(0) diragukan keberadaannya. Namun dalam ilmu metode pengukuran; ( hasil: 3,10) lebih tepat
daripada yang menghasilkan (3,1).
Sering ketelitian pengukuran dinyatakan dengan (%), misalnya: x = (
1% )
Apa artinya? x =
= 1202
= 2,05
= 25
29
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB V
GRAFIK PENGAMATAN DAN ANALISA
Grafik merupakan bagian yang penting pada pengolahan data pengamatan, karena grafik
merupakan visualisasi data yang menggambarkan kelakuan hasil pengamatan terhadap variable yang
mempengaruhi. Dari visualisasi kelakuan ini, mengandung banyak informasi tentang fenomena fisis yang
sedang diteliti.
Untuk dapat menggambarkan hasil secara visual dari data pengamatan dengan benar,
diperlukan pengertian tentang alur data yaitu data-data yang telah terlukis pada sumbu-sumbu grafik
akan membentuk alur garis yang mempunyai fungsi tertentu.
Pengambaran grafik yang benar dan teliti, akan sangat mempengaruhi hasil analisa yang
diperoleh. Untuk itu seorang pengamat/peneliti harus menguasai tentang metode analisa grafik. Tidak
semua grafik dapat dipergunakan untuk dasar analisa, tergantung jenis pengamatan ( kelakuan fisis ).
Apakah kelakuan fisis merupakan variable-variabel yang berfungsi secara matematis, atau tidak
berfungsi. Grafik analisa biasanya mempunyai fungsi matematik tertentu. Dari keterangan tersebut
dapat dibedakan ada 2 jenis grafik yaitu :
1. Grafik ; sekedar tampilan data ( tanpa fungsi matematik )
2. Grafik; sebagai Sumber analisa data (Grafik-analisa); mempunyai fungsi matematik tertentu;
missal linear; eksponen; kwadrat; dsb.
Dalam tulisan ini, akan disampaikan / dibahas tentang jenis grafik analisa. Jenis grafik ini sangat sering
dijumpai pada dunia sain-tek; khususnya pengamatan fenomena-fenomena fisis.
V.1. Prosedur Pegambaran Grafik Analisa
Untuk memperoleh grafik yang benar yaitu merupakan visualisasi data yang mempunyai pola
persamaan garis tertentu, dan memgambarkan kelakuan data data fisis diperlukan beberapa langkah
dalam proses pembentukannya diantaranya :
Pertama :
Menentukan persamaan grafik ; yaitu persamaan yang menjadi dasar untuk menarik garis grafik setelah
data terlukis pada grafik. Persamaan grafik mengacu pada persamaan teori atau hypotesa yang di ajukan
pada penelitian. Apabila tidak/belum ada dasar persamaan teorinya, yang menjadi dasar penarikan garis
adalah alur data yang terjadi.
Kedua :
Menentukan sumbu-sumbu grafik dengan benar, sumbu mana sebagai sumbu vertical yaitu sumbu
tempat kedudukan data pengamatan, yang sering disebut sebagai sumbu akibat atau kodomain. Juga
sumbu mana sebagai sumbu horizontal yaitu sumbu tempat kedudukan data variable pengamatan,
yang sering disebut sumbu sebab atau domain.
30
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Ketiga :
Pemilihan skala grafik yang tepat, yaitu : (a). Angka skala sederhana, mudah dibaca misal : 1, 2, 3, dan
seterusnya, atau 0.1, 0.2, 0.3, dan seterusnya. (b). Jarak angka skala satu dengan lainnya cukup jelas. (c).
Titik-titik data pada grafik secara visual terlihat jelas, tidak saling berdepetan. (d). Titik data yang terlukis
pada grafik harus jelas, misal dengan tanda khusus (tebal) sehingga tidak tertutup oleh garis grafik.
Keempat :
Pengaturan skala grafik diperlukan juga untuk membuat penampilan garis grafik berada pada daerah
yang tepat/benar yaitu daerah yang sensitivitasnya tinggi. Sebagai grafik analisa garis grafik yang dapat
dipertanggungjawabkan adalah berada pada kemiringan antara * 30 (kemiringan) 60 +. Garis grafik
yang berada diluar daerah tersebut merupakan garis grafik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kecermatannya (tidak teliti).
Kelima :
Garis grafik merupakan garis yang dibentuk oleh Alur Data yang merupakan garis yang ditarik lewat
data secara halus (smooth) dan merata menelusuri daerah sebaran data pengamatan. Sebaliknya garis
yang ditarik secara patah-patah yaitu garis yang menghubungkan titik data satu dengan data yang
berdampingan lainnya secara berturutan, ini bukan merupakan garis grafik, artinya kita tidak dapat
menganalisa secara grafik dari model garis garfik yang patah-patah.
Keenam :
Kecermatan dalam menarik garis grafik sesuai dengan dasar persamaan grafik yang telah dirumuskan.
Pada grafik analisa, belum tentu garis grafik menenuhi (sesuai) dengan seluruh alur data yang terbentuk
(kemungkinan hanya sebagian alur yang sesuai dengan dasar persamaan grafik yang dirumuskan).
V.2. Manfaat Grafik Sebagai Analisa Data
Sebelum kita bahas tentang bagaimana cara menganalisa data lewat grafik, perlu dibahas
terlebih dahulu mengenahi fungsi/manfaat adanya grafik; diantaranya :
1. Visualisasi data
Maksudnya dengan melihat tampilan gambar grafik, pengamat sudah dapat mengambil
informasi, kelakuan variable data pengamatan. Hal ini tidak kentara ketika hanya melihat table
data pengamatan.
2. Grafik sebagai pembanding Eksperimen-Teori
Dengan tampilan grafik, dapat dengan jelas daerah keberlakuan teori cocok atau sesuai dengan
hasil pengamatan. Atau bias berlaku sebaliknya yaitu daerah mana hasil eksperimen sesuai
dengan pendekatan teorinya.
31
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
3. Grafik sebagai kurva kalibrasi besaran fisis satu dengan lainnya.
Apabila ada besaran fisis satu sama lain saling ada pengaruhnya, dan berapa besar factor
pengaruh tersebut, maka hal ini dapat dibuat grafik hubungan dua besaran yang saling
berpengaruh tersebut, dan dihitung faktornya lewat grafik yang ada.
4. Grafik sebagi penentuan rumus empiris besaran-besaran yang belum dipikirkan rumusan secara
teoritis.
V.3. Metode Grafik Sebagai Analisa Data
Grafik analisa merupakan grafik yang terbentuk dari hasil olahan data pengamatan, kemudian
di-plot sesuai dengan sumbu-sumbu yang dikehendaki yang akan menjadi dasar untuk menghitung/
menganalisa data.
Grafik analisa biasanya mempunyai fungsi (persamaan) teori; sehingga dalam penarikan garis
data pada grafik sudah mempunyai bentuk kurva tertentu, missal linear atau lainnya. Akan tetapi bentuk
garis linear lebih memberikan banyak informasi analisis, sehingga ketika persamaan teori bukan
persamaan linear, perlu dilakukan pe-linearan terlebih dahulu dalam penggambaran grafik analisa.
Kenapa garis linear lebih baik disbanding model grafik lainnya, hal ini karena garis linear lebih
mudah dilihat secara visual (tepat/menyimpang); juga garis linear mempunyai besaran-besaran grafik
paling komplit dan mudah dihitung. Besaran-besaran garfik yang ada pada garis linear berupa titik
potong dan gradient grafik; besaran-besaran inilah yang digunakan sebagai dasar analisa untuk
menghitung besaran fisis yang dikehendaki dalam pengamatan.
Beberapa contoh sederhana penggunaan grafik sebagai dasar analisa adalah :
1. Hukum Boyle : PV = k
Persamaan tersebut akan diselidiki dengan grafik linear, untuk itu perlu pelinearan menjadi : P =
k (
sebagai sumbu
horizontal grafik. Gradien grafik adalah = (k), dan grafik akan memotong di titik origin grafik.
2. Hukum Coulomb : F = k (1/r
2
)
Dengan memilih sumbu horizontal grafik sebagai (1/r
2
) dan sebagai sumbu vertical besaran (F) ;
maka grafik analisa berupa garis linear dengan gradient grafiknya adalah sama dengan (k), dan
grafik akan melalui titik origin grafik.
3. Persamaan pada rangkaian listrik sederhana yang terdiri atas battery (E) sebagai sumber
tegangan DC, hambatan luar (R
Variabel
) , hubungan tegangan (V) pada hambatan (R) yang dialiri
arus dari battery tersebut adalah :
32
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Dengan E = tegangan battery; r
1
= hambatan dalam battery. Untuk membuat grafik analisa
dipasang sebagai sumbu horizontal grafik adalah (
.
4. Persamaan umum : Y = a 10
kX
; dengan (a) dan (k) sebagai konstanta, dan variable (X) berada
pada eksponen. Untuk melakukan pelinearan persamaan tersebut diambil fungsi logaritma
sehingga didapat :
log Y = log a + k X
Dengan memasang (X) sebagai sumbu horizontal dan (log Y) sebagai sumbu vertical grafik, maka
akan diperoleh grafik lurus dengan gradient (k) dan titik potong grafik bernilai sama dengan (log
a).
5. Persamaan umum : Y = a L
P
; dengan a,P konstan
Perubahan persamaan agar menjadi linear dengan mengambil fungsi logaritmis sbb.
ln Y = ln a + P ln L
Diambil sumbu horizontal sebagai (ln L), sedangkan sumbu verticalnya (ln Y), sehingga diperoleh
grafik lurus dengan gradient (P) dan titik potongnya (ln a)
6. Persamaan : I = I
o
e
-d
; dan d merupakan tetapan.
Linear dari persamaan tersebut adalah : ln I = ln I
o
d , selanjutnya dengan memasang sumbu
grafik horizontal pada (d) dan sumbu vertical pada (ln I) ; maka didapat grafik linear dengan
gradient sama dengan (-) dan titik potong pada nilai (ln I
o
).
33
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
V.4.Ralat Grafik
Yang dimaksudkan ralat grafik adalah ralat yang menyangkut nilai dari besaran-besaran grafik
yaitu gradient dan titik potongnya. Jadi ralat grafik sama dengan ralat dari gradient grafik dan ralat titik
potong grafik.
Kenapa timbul ralat grafik ?
Jawabnya ya mesti ada ralat grafik, bukankah garis grafik terbentuk dari pasangan data pengamatan,
sedangkan kita telah bahas panjang lebar tentang ralat data pengamatan, sehingga logika mengakatan
bahwa kalau titik-titik data grafik mempunyai ralat maka garis grafik yang terbentuk dari titik-titik
tersebut pasti ber-ralat.
Perhatikan beberapa ilustrasi berikut, bahwa titik data yang ber-ralat akan memberikan dampak
terhadap garis grafik yang terbentuk dari titik-titik tersebut.
Pada gambar-A : ralat titik-titik data pada grafik cukup jelas tergambar dikarenakan nilai ralatnya
cukup besar sehingga secara keseluruhan fluktuasi titik tidak kelihatan pada garis grafik, namun lain
dengan gambar-B : karena ralat titik-titik data kecil sehingga fluktuasi data secara signifikan jelas terlihat
pada garis grafik yang diambil.
Karena garis grafik terbentuk dari alur titik-titik data, sedangkan titik-titik data mempunyai ralat
maka logika kita akan mengatakan bahwa garis grafik yang terbentuk juga akan menyimpang (ber-ralat).
Titik data yang ber-ralat digambarkan dengan suatu titik yang mempunyai batang (lihat gambar),
sehingga titik tersebut dapat dipandang sebagai sebuah titik yang nilainya terbentang antara nilai (max-
min).
GAMBAR TITIK DATA BER-RALAT
TITIK DATA DAPAT DIPANDANG SEBAGAI
SUATU TITIK YANG BERNILAI (MAX-MIN), PADA
GRAFIK DIGAMBAR SEBAGAI TITIK YANG
BERBATANG (BER-BENDERA)
34
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Akibat dari titik data yang secara visual pada grafik digambarkan sebagai titik yang bernilai max-
min, maka garis grafik yang dihasilkan juga garis-max dan garis-min.
Garis max-min pada grafik
Dalam grafik berbentuk garis lurus, hampir dalam semua keadaan, anda berkepentingan
memperoleh kemiringan (gradient) dan perpotongan dengan sumbu-sumbu koordinat. Juga ada baiknya
anda memberikan perkiraan ralat dari dua atau tiga besaran tersebut. Suatu cara yang sederhana dan
cepat ialah menarik garis ekstrim (garis batas) melalui pusat berat (center of gravity) dari titik-titik
data. (lebih detail akan dibahas pada mata kuliah Metode Analisa Grafik di program S1-Fisika; F.MIPA-
UGM)
Jika semua ralat pada titik data sama besar, maka pusat berat ini terletak di sekitar tengah-
tengah, jika ralat tidak sama besar, maka pusat berat ini tergeser ke arah titik-titik dengan ralat terkecil.
Kemiringan dan perpotongan dapat ditentukan secara grafis dari dua ekstrim ini. Garis terbaik
terletak kira-kira di tengah-tengah dua ekstrim ini.
Contoh grafik diatas, dengan metode analisa max-min diperoleh hasil :
Kemiringan : (0,8 0,2) gram/cm
Perpotongan dengan sumbu-x : -(1,2 1,2) cm
Perpotongan dengan sumbu-y : (0,8 0,8) gram
V.5. Pengertian Alur Data; Garis Grafik; dan Regresi
Grafik merupakan visualisasi data yang akan memberikan gambaran hubungan antara besaran
satu (pada sumbu vertical) terhadap besaran lainnya (pada sumbu horizontal). Dari gambar data-data
kemudian ditarik garis untuk mendapatkan fungsi kurva yang terjadi, yang akhirnya kurva inilah
merupakan hasil dari grafik tsb.
35
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Analisa grafik berarti melakukan analisa terhadap kurva grafik, bila diperoleh kurva linear maka
dianalisa sesuai dengan kaidah garis linear, bila diperoleh kurva eksponensial juga akan dianalisa dengan
aturan kurva tsb. dan seterusnya. Untuk itu sangat penting kita menguasai bagaimana cara menarik
garis grafik yang benar agar kurva yang dihasilkan menjadi benar. Hal ini diperlukan pengertian tentang
Alur data; Garis grafik juga garis regresi
Alur data : adalah pola yang terbentuk dari deretan data yang tergambar pada grafik, ini
merupakan kelakuan asli dari data pengamatan ( apakah akan terbentuk pola lurus, lengkung, fluktuatif,
atau acak ). Alur data akan terbentuk dengan jelas ketika jumlah deretan data banyak dan saling
berdekatan secara kontinyu. Sebaliknya alur data tidak tampak jelas bila deretan data sangat jauh satu
dengan lainnya.
Garis Grafik : merupakan garis analisa yang ditarik sesuai dengan kaidah teorinya dengan
mengacu pada bagian alur data yang sesuai, mungkin tidak seluruh garis grafik dapat sesuai dengan alur
data yang terjadi ( artinya keberlakukan garis grafik tidak selalu terpenuhi dengan data yang ada pada
grafik).
Apabila seluruh alur data yang terjadi sesuai (dapat dilalui) garis grafik, maka dapat dikatakan
bahwa hasil data pengamatan memenuhi kaidah teori yang ada, berarti tidak ada penyimpangan antara
teori dan eksperimennya.
Garis Regresi : garis yang dibentuk dari rumusan regresi sebagai fungsi dari pasangan data pada
sumbu horizontal (sb-X) dan sumbu vertical (sb-Y), bila dicermati garis ini akan merupakan garis yang
mengakomodasikan seluruh sebaran data, berupa rata-rata daerah sebaran yang ada. Sehingga data
dengan model alur apapun, bila diambil regresinya akan memberikan garis lurus.
Untuk itu diperlukan seleksi data yang ada pada grafik, apabila akan ditarik dengan regresi,
tentunya terbatas terhadap data-data yang memiliki alur linear saja yang dianalisa dengan rumus
regresi.
Dari ketiga pengertian garis tersebut (alur data, garis grafik dan garis regresi), dapat diambil
pengertian bahwa:
Alur data terbentuk secara alami dari data hasil pengamatan, penyimpangan terjadi bila
pengamatan tidak cermat, atau mengandung ralat besar.
Garis Grafik terbentuk, menurut pemilihan pengamat dengan mengacu pada landasan teori yang
ada pada eksperimen, juga memperhatikan alur yang ada sebagai acuan untuk menarik garis
tersebut.
Garis Regresi terbentuk dari analisa rumus regresi yang merupakan nilai rata-rata dari sebaran
data pengamatan yang ada, sehingga diperlukan kecermatn peneliti ketika menggunakan
metode ini.
Dalam situasi ideal akan dapat ditunjukkan bahwa ketiga garis tersebut berimpit, yaitu situasi yang
mana teori dan praktek tidak ada penyimpangan sama sekali.
36
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Impedansi rangkaian R-L adalah
+ 4
terhadap
= 2
= 2z z
123 4 7,4 0,2
158 8,4
194 9,1
200 9,6
229 10,3
245 10,5
269 11,4
292 11,9
296 12,2
b. Gambarkan semua titik percobaan dengan mengikutsertakan ketidakpastiannya.
c. Tentukan (dengan cara visual atau pun titik sentroid) garis lurus terbaik.
d. Dapatkah kemiringan garis itu dalam ketidakpastiannya (m m).
e. Dengan memakai = 3,142, hitunglah (L L) dengan memperhatikan jumlah angka
berarti yang tepat.
f. Tentukan (R R).
2. Dengan rumus bandul matematik T = 2
L dan T g
3 Pemuaian
dan t
4 Lensa tipis
- s dan
5 Tegangan permukaan
dalam kapiler
h =
dan g r dan h
6 Hukum Coulumb
F =
F dan r
7 Hukum Richardson J = A
k J dan T A dan Q
8 Hukum Ampere
F =
F, L,
dan r
9 Resonansi listrik
dan C L
10 Rumus impedansi
Z =
- dan Z R dan C
38
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Misal bandul matematik (no.2 dalam daftar di atas) :
L perubah bebas; T perubah tak bebas;
= 4
digrafikkan terhadap L, yang menghasilkan garis lurus melalui titik awal dengan sudut miring
() yang memenuhi : =
. maka (g =
).
4. Buatlah semacam instruksi pendek (secara garis besar saja) bagaimanakah melakukan
percobaan untuk memeriksa hukum Ampere dan rumus impendansi (no.7 dan 10 dalam daftar
di atas).
39
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB VI
PENGGUNAAN METODE REGRESI LINEAR PADA ANALISA DATA
VI.1. Pengantar
Metode regresi linear sering digunakan dalam analisa data hasil eksperimen dalam segala kasus,
bahkan apabila fenomena yang muncul tidak linear maka dalam analisa data dilinearkan dahulu
kemudian dianalisa dengan metode linear.( dilakukan proses pelinearan terlebih dahulu sebelum di
aplikasikan pada metode regresi linear ).
Sering didapati, bahkan banyak para penganalisa data yang menggunakan metode ini masih
kurang cermat ( ceroboh) bahkan cenderung salah dalam mengolah data eksperimen. Hal ini terjadi
karena data ( semua data ) langsung dianalisa dengan metode tersebut tanpa mengecek terlebih dahulu
apakah data data tersebut memenuhi kriteria linear sesuai teori yang diharapkan.
Kesalahan diatas menjadi fatal ketika eksperimenter hanya berpegang pada pendekatan teori
eksperimen, tidak ada upaya dengan baik waktu melakukan pengambilan data dengan teliti. Padahal
teori merupakan suatu pendekatan yang disederhanakan ( diidealkan ), sedangkan ekpserimen
merupakan feomena riil yang lebih kompleks, dan menggambarkan fenomena yang sebenarnya.
Contoh sederhana misalnya pada kasus osilasi bandul matematis, sebagai dasar teori diberikan
persamaan pendekatan :
)
Secara teori hubungan T
2
fungsi l merupakan hubungan yang linear, artinya berapa pun nilai l
akan memberikan fenomena linear pada nilai T
2
. Padahal bila diamati betul pada eksperimen tidak
semua variasi l akan memberikan nilai T
2
yang memberikan hubungan linear, hal ini bisa terjadi karena
sifat fisis ayunan yang akan dipenuhi untuk panjang tali tertentu ( terlalu panjang ayunan menjadi
sangat lambat, sedang terlalu pendek ayunan menjadi cepat dan segera berhenti ) atau adanya
kesalahan pengamatan.
Kasus lain misalnya fenomena fisis yang sederhana pada perubahan panjang pegas bermassa
dengan dasar persamaan :
(
)
Secara teori , berapapun nilai m dipasang pada sistem pegas, akan memberikan perubahan panjang l
yang memberikan hubungan yang linear. Akhirnya yang biasa dilakukan para penganalisa data, pasangan
data ( m ; l ) langsung dianalisa menggunakan metode regresi ( untuk semua data ). Padahal dalam
pengamatan eksperimen belum tentu semua nilai m akan memberikan fenomena linear pada l.
Perlu difahami bahwa teori regresi akan memberikan penyesesaian pasangan data (X
i
;Y
i
) untuk
dianalisa pada regresi yang diharapkan; untuk itu bila di-inginkan akan dianalisa dengan linear maka
data pasangan (X
i
;Y
i
) harus diyakinkan berfungsi linear ( secara visual dapat di tampilkan pada grafik
pengamatan). Bila pada persamaan teori belum secara langsung menggambarkan hubungan yang linear,
maka dilakukan proses pelinearan terlebih dahulu.
40
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
VI.2. Linearitas Persamaan
Dalam pengamatan penentuan variable pengamatan menjadi bagian pokok, yang mana sebagai
variable bebas dan variable terikat, hal ini yang akan menentukan bentuk persamaan eksperimen yang
selanjutnya akan menjadi dasar atas analisa datanya.
Kadang persamaan fisis yang menggambarkan suatu fenomena mempunyai varibel yang cukup
kompleks, namun dalam pengamatan eksperimen bentuk persamaannya dapat disederhanakan sesuai
dengan variable ukur yang dapat diamati ( variable yang observable ). Misal contoh kasus : fenomena
peluruhan zat radioaktif dengan persamaan :
M
t
= M
0
e
- t
Dengan: M
t
= massa sumber setelah meluruh selama t detik
M
0
= massa awal sebelum meluruh
= tetapan peluruhan
Persamaan tersebut merupakan persamaan eksponensial; bila diamati keadaan massa zat setiap
kurun waktu berjalan, maka akan menggambarkan hubungan / fungsi yang eksponensial. Bentuk ini
akan menjadi model hubungan yang linear apabila diambil fungsi logaritmisnya.
ln M
t
= ln M
0
t
Bila diubah Y=ln M
t
; dan ln M
0
= A (konstan); maka diperoleh persamannya menjadi linear sebagai :
Y = A - t
Contoh lainnya misal :
T = 2
diubah menjadi T
2
= 4
;
dengan diganti Y=T
2
dan (
( ,
diperoleh persamaan linear dalam bentuk :
Y = K L
Proses yang kita lakukan demikian itu merupakan proses pelinearan persamaan yang awalnya
belum linear diubah menjadi linear, dengan tujuan tertentu dalam eksperimen yang akan dilakukan.
Misalnya dengan menjadi persamaan linear kita dapat menentukan mana variable yang harus diukur
sebagai variable bebas, dan juga mana yang sebagai variable terikat. Hal ini sangat penting untuk dasar
analisa terutama dalam analisa model grafik.
41
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
VI.3. Rumus Regresi Linear
Persamaan regresi linear diturunkan untuk menghitung pasangan data X
i
dan Y
i
yang memenuhi
hubungan linear, yaitu :
Dalam penampilan grafik Y = f ( X ) sebagai berikut :
Gambar : Grafik fungsi Y = A X + B
Gradient grafik :
(
N = cacah data yang dianalis
Titik potong grrafik terhadap sumbu y :
Titik potong grafik terhadap sumbu x :
(
Teori regresi linear dapat dipergunakan untuk menentukan garis lurus terbaik dari sebaran data
pasangan ( x
i
: y
i
) yang secara eksplisit tidak membatasi, apakah pasangan data tersebut betul betul
nmembentuk garis lurus. Hal ini akan berakibat bahwa pasangan data ( x
i
; y
i
) sembarang dapat dipilih
garis lurusnya ( artinya teori regresi tetap akan dapat menginformasikan hasil linear ). Inilah yang sering
menimbulkan kesalahan dalam penggunaan analisa data eksperimen.
Untuk itu perlu kehati-hatian ketika rumus rumus regresi linear akan digunakan untuk analisa
pasangan data hasil eksperimen yang diharapkan akan memberikan hasil linear. ( perlu adanya cek! Data
melalui plot grafik agar dapat terlihat alur data yang memberikan garis linear )
A = Gradien
Y
X
0
B
- B/A
Y = A X + B
42
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Dengan kecermatan penganalisa data akhirnya dengan mudah pasangan data ( x
i
; y
i
) mana
yang layak untuk diregresikan, sehingga akan memperoleh hasil analisa yang tepat sesuai teori yang
diharapkan.
VI.4. Ralat Regresi Linear
Persamaan regresi yang secara umum ditulis sebagai :
Y = A X + B
Memberikan pengertian bahwa apabila dilakukan penggambaran grafik antara besaran ( Y ) dan
besaran variable ( X ) akan memberikan hubungan linear, dengan gradient grafiknya ( A ) dan titik
potong grafik terhadap sumbu-Y adalah ( B ). Nilai besaran gradient ( A ) dan titik potong ( B ) sudah
dijabarkan pada sub bab diatas; namun bagaimana dengan nilai toleransi ( ralat ) dari besaran-besaran
tsb.
Data yang diamati secara berturutan dari Y kita tulis sebagai ( Y
i
) dan tentunya hal ini karena
kita menentukan nilai variable bebas yang berturutan juga yaitu ( X
i
) sehingga persamaan regresi dapat
ditulis sebgai :
Y
i
= A X
i
+ B
Bila pasangan data ( X
i
, Y
i
) merupakan populasi data yang memenuhi distribusi normal pada statistic,
maka penyimpangan nilai- Y yaitu ( Y ) dapat didekati dengan deviasi (
)
Selanjutnya seperti pada proses penurunan rumus ralat deviasi standar ( S
N
) di bab II. diperoleh
pendekatan terbaik untuk nilai (
Dengan proses penjabaran matematik seperti pada metode penurunan rumus ralat statistic didepan,
untuk persamaan linear persamaan tsb. lebih baik dengan pendekatan ( lihat R. Taylor; chapter:8.3 )
sebagai :
S
y
=
= N
43
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
(
Keterangan : A = gradient ; B = titik potong
S
A
= ralat gradient ; S
B
= ralat titik potong
N = banyaknya data regresi
VI.5. Contoh penggunaan metode regresi linear
Sebagai salah satu contoh kasus sederhana pada fenomena pegas terbebani massa. Data
pengamatan berupa variasi massa beban m dan dicatat panjang pegas berbeban tersebut sebagai l
m
dengan dasar teori :, ditunjukkan dalam Tabel I.
)
Tabel I:Data Pengamatan Eksperimen Pegas
= 10 cm
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
m(g) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
l 0.05 0.1 0.2 0.4 0.75 1.13 1.5 1.8 2.0 2.25 2.40 2.70 2.85 3.10 3.25 3.60 3.75 4.10 4.25 4.50
Bila hanya berpedoman teori dan langsung menganalisa pasangan data m ; l
m
maka tidak dapat
diketahui alur data linear. Kalau hal ini terus dilakukan dengan data rumus regresi untuk mendapatkan
gradient ( g/k )dan titik potong ( l
0
) maka diperoleh :
0 0.
5
1.
0
1.
5
2.
0
m ( 10
2
g )
10
11
12
13
14
15
l
m
( cm
)
5
6
44
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
( g/k ) = 0,03 12 % cm/g
l
0
= 9,5 cm
Hasil ini menyimpang dari yang diharapkan. Mestinya l
0
= 10 cm ( sesuai data ).
INILAH ANALISA YANG SALAH
Dari penampilan grafik terlihat jelas alur linearnya baru dimulai dari data ke-6, sehingga data ke-1
sampai dengan data ke-5 tidak perlu dianalisa dengan regresi linear. Hasil analisa dengan rumus regresi
didapat nilai
( g/k ) = 0,02 1 % cm/g
l
0
= 10 cm
hasil ini akan sesuai dengan keadaan riil pegas ketika tidak ada beban yaitu l
0
= 10 cm ( lihat data ).
INILAH ANALISA YANG BENAR
Dari contoh kasus yang sederhana ini dapat ditemukan bahwa seorang penganalisa data tidak
boleh berbuat ceroboh , harus cermat menyikapi data pengamatan.
Dalam kasus kasus lainnya, penulis sering menemui kecerobohan para analis data dalam
menggunakan teori regresi linear.
Dalam kasus ini ( fenomena pegas ) apabila langsung semua data dianalisa dengan rumus regresi
akan menghasilkan nilai yang menyimpang bahkan bisa menjadi salah. Karena ternyata untuk massa m
)yang masih kecil, pegas belum terkontraksi secara kompak ( masih sebagian ). Hal ini akan memberikan
nilai tetapan pegas k yang belum tetap, seperti ditunjukkan oleh data ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5.
Pegas mulai terkontraksi seluruh bagiannya sejak dibebani sekitar 60 g yaitu ditunjukkan mulai
data ke-6 dan seterusnya. Artinya nilai tetapan pegas k mencapai tetap ( konstan ).
Nilai ( k ) pegas akan menjadi berubah lagi ketika beban sudah mencapai overload yaitu terjadi
deformasi bagian bagian pegas. Data data pada bagian ini juga akan menyimpang dari alur linear.
Dari pembahasan kasus sederhana ini jelas diperoleh informasi bahwa tidak semua titik data
pengamatan bisa dianalisa langsung dengan metode regresi linear, harus dilakukan seleksi data sesuai
dengan alur grafik yang diperoleh.
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Gunakan metode kwadrat terkecil untuk menemukan garis y = A + Bx ,yang paling memenuhi
untuk titik-titik (X
i
, Y
i
) sebagai :
(1, 12) ; (2, 13); (3, 18); (4, 19)
2. Sebuah kereta, diasumsikan berjalan dengan kecepatan konstan dihitung waktunya pada 4
posisi, dengan hasil :
Jarak ( feet ) 0 3000 6000 9000
Waktu ( detik ) 17,6 40,4 67,7 90,1
Dengan menggunakan metode kwadrat terkecil yang memenuhi garis d = d
0
+ vt, tentukan
estimasi kecepatan kereta dan ketidakpastiannya ?
3. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran tekanan ( P ) dari suatu gas pada temperatur ( T )
yang berbeda beda, dengan volume ( V ) tetap. Hasilnya adalah sebagai berikut :
45
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
P
i
( mm of mercury ) 79 82 85 88 90
T
i
( C ) 8 17 30 37 52
Data yang dihasilkan seharusnya memenuhi persamaan linear dari T = a + b P, dimana a
merupakan nilai temperatur absolute ( absolute zero ) dimana nilai yang diterima adalah -273C.
Tentukan :
a. Nilai yang memenuhi untuk data tersebut ?
b. Estimasi dari nilai temperatur absolute dan ketidakpastiannya ?
4. Nilai dari (R) pada sebuah sample bahan radioaktif berkurang secara eksponensial :
R = R
0
Dimana () adalah tetapan waktu dari sample. Seorang mahasiswa melakukan observasi selama
3 jam dengan hasil sebagai berikut :
t ( jam ) 0 1 2 3
R 13,8 7,9 6,1 2,9
Dengan menggunakan metode kwadrat terkecil yang memenuhi garis lurus : ln R = ln R
0
t/ ,
tentukan estimasi terbaik untuk () ?
5. Rumus atau hukum di bawah ini harus anda luruskan. Sebutkan besaran mana yang anda pilih
sebagai perubah bebas, dan mana perubah tidak bebas. Sebutkan juga bagaimanakah
menentukan nilai besaran yang dicari itu dari grafik yang anda peroleh.
Tabel :
No Hukum Rumus Diketahui Diukur Dicari
1 Hukum Ohm V = I R - V dan I R
2 Bandul matematik
T = 2
L dan T g
3 Pemuaian
dan t
4 Lensa tipis
- s dan
5 Tegangan permukaan
dalam kapiler
h =
dan g r dan h
6 Hukum Coulumb
F =
F dan r
7 Hukum Richardson J = A
k J dan T A dan Q
8 Hukum Ampere
F =
F, L,
dan r
9 Resonansi listrik
dan C L
10 Rumus impedansi
Z =
- dan Z R dan C
Misal bandul matematik (no.2 dalam daftar di atas) :
46
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
L perubah bebas; T perubah tak bebas;
= 4
digrafikkan terhadap L, yang menghasilkan garis lurus melalui titik awal dengan sudut miring
() yang memenuhi : =
. maka (g =
).
6. Buatlah semacam instruksi pendek (secara garis besar saja) bagaimanakah melakukan
percobaan untuk memeriksa hukum Ampere dan rumus impendansi (no.7 dan 10 dalam daftar
di atas).
47
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB VII
DISTRIBUSI NORMAL DAN FUNGSI GAUSSIAN
Suatu pengukuran tidak lepas dengan urusan tentang pengumpulan data pengamatan,
sedangkan bila dalam melakukan pengukuran dilakukan pengulangan-pengulangan akan berakibat
terjadi fluktuasi data. Keadaan ini bila dalam jumlah data yang sangat banyak (tak berhingga) akan
terjadi distribusi data yang akan terbentuk suatu kurva distribusi, di dalam ilmu statistic dikenal berbagai
jenis fungsi dari kurva distribusi, diantaranya : kurva frekuensi ( histogram ); distribusi Gauss; distribusi
ternormalisasi; distribusi Binomial; distribusi Poisson ; dsb.
Dengan mengetahui kurva distribusi data, kita akan dapat menemukan nilai benar dari besaran
yang diamati berulang atau kisaran nilai benar berada pada kurva tersebut. Salah satu kurva distribusi
yang banyak memenuhi data-data fisika adalah kurva distribusi Gauss. Hampir semua pengukuran
besaran fisis memenuhi hokum distribusi gauss, kecuali pengukuran besaran radioaktif yang dilakukan
dengan pencacah Geiger dan Scaler, menggunakan kaidah hokum distribusi Poisson.
VII.1. Histogram dan table frekuensi
Didalam usaha untuk mengetahui nilai benar dari jumlah data yang membentuk suatu distribusi
diperlukan pengolahan yang cermat, langkah-langkah untuk mengolah data yang jumlahnya sangat
banyak diperlukan adanya pengelompokan data yang sesuai, misalnya dikelompokkan dalam selang
tertentu, kemudian dihitung jumlah masing-masing selang dan dihitung frekuensi data pada selang
tersebut, sebagai contoh perhatikan table data berikut :
Tabel Data ( data asli, masih belum diolah )
75 94 98 100 103 105 105 107 112 117
79 94 98 101 103 105 105 108 112 117
82 95 98 101 103 105 106 108 113 118
84 95 99 101 103 105 106 108 113 118
86 95 99 101 103 105 106 108 114 119
87 96 99 102 104 105 106 109 114 120
91 96 99 102 104 105 107 110 115 121
92 97 100 102 104 105 107 110 115 122
93 97 100 102 104 105 107 111 115 124
93 97 100 103 105 105 107 111 116 124
Bila kita melihat kumpulan data pada table diatas, masih sangat sulit untuk menyimpulkan data
mana yang menjadi wakil untuk dipilih sebagai data terbaik, bahkan mendekati benar. Untuk itu perlu
ada usaha olahan yang lanjut. Misalnya kumpulan data tersebut dikelompokan lagi menjadi selang nilai
tertentu yaitu dalam table frekuensi.
48
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Tabel Frekuensi :
No Selang data
( X )
Frekuensi
(
)
Frekuensi relatif
(
)
1 71 80 2 2/100 = 2 %
2 81 90 4 4/100 = 4 %
3 91 100 21 21/100 = 21 %
4 101 110 51 51/100 = 51 %
5 111 120 18 18/100 = 18 %
6 121 130 4 4/100 = 4 %
)
Dengan mencermati pada table frekuensi tersebut; mulai terlihat bahwa nilai benar berada
dalam selang data ( 101 110 ) pada selang inilah nilai frekuensi paling besar yaitu f = 51, sedang pada
selang lainnya nilai frekuensi lebih rendah.
Sedangkan pada kolom frekuensi relative juga menyatakan peluang data berada pada selang
tertentu, misalnya peluang untuk mendapatkan nilai data (x) berada dalam selang ( 81 90 ) adalah 4 %;
sedangkan data yang berada dalam selang ( 111 120 ) adalah 18 %, dan seterusnya.
Cara lain untuk memperjelas analisa data tersebut adalah dengan menggambarkan grafik dari
table frekuensi tersebut. Model tampilan grafik seperti ini yang disebut sebagai Histogram, yaitu grafik
histogram frekuensi-mutlak (histogram-A) dan grafik histogram frekuensi-relatif (histogram-B).
Histogram-A Histogram-B
Pada histogram-A bila data pada grafik ini diperbesar sampai (N) maka nilai frekuensi pada
setiap tangga (selang data) akan semakin tinggi, sedangkan pada histogram-B hal ini tidak akan
mempengaruhi karena merupakan frekuensi relative ( selalu dibagi jumlah data). Keadaan seperti
histogram-B ini sangat bermanfaat , apalagi selang data semakin dipersempit dalam jumlah data yang
cukup banyak ,sehingga akan memberikan tampilan tangga yang semakin halus.
49
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Bila jumlah data menjadi limit tak hingga maka akan muncul kurva frekuensi-relatif yang kontiyu
dan inilah yang menjadi dasar teori untuk pendekatan dalam pengukuran yang riil.
VII.2. Fungsi Distribusi Gauss
Untuk memperoleh kurva distribusi data (X) sampai jumlah tak terhingga jelas tidak dapat
dicapai secara riil dalam pengukuran, lantas bagaimana cara mendapatkan nilai pengukuran yang
mendekati nilai benar ?
Marilah kita tinjau suatu fungsi distribusi gauss yaitu suatu fungsi teori yang menggambarkan
distribusi data secara rambang ( setiap data memiliki ralat yang kecil, dan jumlah yang banyak ), dan
masing-masing sama besar peluangnya terjadi deviasi positif maupun negative terhadap nilai benar.
Adapun bentuk fungsi Gauss adalah :
(
}
Bila fungsi tersebut dinormalisasi maka menjadi fungsi Gauss yang ternormalisasi yaitu :
(
}
(
Beberapa aplikasi dari adanya fungsi distribusi gauss tersebut dalam proses analisa data
pengukuran adalah sbb.:
( = fraksi suatu pengukuran berada pada ( x + dx )
(
f(X)
51
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
4. Kurva distribusi Gauss menjadi sangat penting dalam olah data, karena banyak gejala
dan fenomena pengamatan besaran-besaran fisis yang sesuai dengan kaidah ini, artinya
model distribusi data sesuai dengan pendekatan teori gauss.
VII.3. Probabilitas Pengukuran
Setelah didapat pendekatan teori distribusi yang sesuai, misalkan dalam kebanyakan data-data
fisis mayoritas mengikuti aturan Gauss dengan fungsi yang sudah dinormalisasi ke nilai = 1, yaitu bentuk
fungsi nya :
(
}
Hal ini mempunyai makna statistika bahwa persamaan Gauss dalam bentuk :
(
}
mengandung arti sebagai peluang (probabilitas) bagi suatu pengukuran untuk menghasilkan suatu nilai
berada antara batas (x) s/d (x+dx). Peluang ini bila dilukiskan pada grafik Gaussian merupakan bagian
luasan dibawah kurva (yang diarsir).
Selanjutnya probabilitas bagi suatu pengukuran untuk menghasilkan nilai (x) berada antara batas (x
1
) s/d
(x
2
) ditulis sebagai P(x
1
;x
2
):
P(x
1
;x
2
)= (
f(X)
X
( dx)
f(X)
52
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Penafsiran P(x
1
;x
2
) tersebut memang sudah tepat dan benar, sebab bila batas integral diambil dari ( - )
s/d (+ ) akan didapat P(- ; + ) = 1 atau ( 100% )
P(- ; +)= (
= 1 atau (100%)
Bentuk integral dari P(x;x), yang berhubungan dengan fungsi ralat pengukuran memang sangat sulit
untuk dihitung, kecuali batasnya menjadi takberhingga. Integral ini harus dihitung secara numeric
(pendekatan numeric), yakni integral didekati dengan suatu deret matematik yang konvergen, kemudian
deret ini diintegralkan suku demi suku (perlu ketelitian menghitung), beberapa misal hasilnya seperti
tercantum dalam table probabilitas berikut:
Batas bawah integral Batas atas integral P ( x
1
;x
2
)
x
o
x
o
0,00 = (0%)
x
o
0,1 x
o
+ 0,1 0,0797.= 8%
x
o
0,2 x
o
+ 0,2 0,1585 = 16%
x
o
0,3 x
o
+ 0,3 0,2358 = 24%
x
o
0,4 x
o
+ 0,4 0,3108 = 31%
x
o
0,5 x
o
+ 0,5 0,3829 = 38%
x
o
0,6 x
o
+ 0,6 0,4515 = 45%
x
o
0,7 x
o
+ 0,7 0,5161 = 52%
x
o
0,8 x
o
+ 0,8 0,5763 = 58%
x
o
0,9 x
o
+ 0,9 0,6319 = 63%
x
o
1,0 x
o
+ 1,0 0,6827 = 68%
x
o
1,5 x
o
+ 1,5 0,8664 = 87%
x
o
2,0 x
o
+ 2,0 0,9545 = 95%
x
o
2,5 x
o
+ 2,5 0,9876 = 98,8%
x
o
3,0 x
o
+ 3,0 0,9973 = 99,7%
Kita cermati pada P[ (x
o
1,0); (x
o
+ 1,0) + = 68%
(
= 68%
Ini mempunyai arti bahwa ada peluang sebesar 68% untuk sekali pengukuran menghasilkan nilai
yang berada dalam selang antara (x
o
- ) s/d (x
o
+); atau dengan kata lain: seandainya besaran (x) diukur
berulang 100x, maka 68 data dari 100 nilai pengukuran tsb. dapat diperkirakan akan berada pada selang
(x
o
).
X
(
f(X)
68%
53
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Begitu pula pada P[(x
o
2);(x
o
+2)+ = 95% ; berarti ada jaminan sebesar 95% bahwa satu kali
pengukuran jatuh pada daerah selang (x
o
2).
Karena selang batas di sekitar x
o
bertambah besar maka jaminan untuk melakukan pengukuran
menghasilkan nilai berada pada kisaran itu juga bertambah besar.
VII.4. Tabel Prosentase Probabilitas P() dan Q()
Fungsi Gauss yang telah kita bicarakan didepan merupakan fungsi yang menghasilkan kurva
yang simetri, sehingga penyelesaian integrasinya dapat dirumuskan sebagai :
Rumus- rumus Integral fungsi Gaussian :
(
Hal ini akan memberikan pendekatan model fungsi lain seperti adanya : error function (lihat
pada AppendixA dan Appendix-B; hal 244 s/d 247; John R. Taylor; An Introduction to Error Analysis;
University Science Books; Mill Valley, California; 1982.
X
(
f(X)
95%
X
b
f(X)
54
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Berikut hasil scanner (copy) dari buku referensi John R. Taylor; An Introduction to Error
Analysis; University Science Books; Mill Valley, California; 1982.
55
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
56
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
57
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
58
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Di bawah ini ditabelkan hasil pungutan 20 butir kelereng dari suatu kotak berisi sejumlah besar
kelereng putih dan merah, masing-masing dalam jumlah yang sama. Pada setiap pungutan
jumlah kelereng MERAH dicatat. Kedua puluh kelereng kemudian dikembalikan sebelum
pungutan berikutnya dilakukan. Setelah diadakan 100 x pungutan, hasilnya seperti tercantum
pada table dibawah ini :
10 10 10 10 10 8 10 10 10 10
11 8 10 8 8 9 10 9 11 10
10 10 11 11 10 11 11 10 10 11
11 10 9 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 9 10 11 10 10
10 11 10 10 8 9 11 10 13 10
10 10 9 10 9 11 9 10 12 10
9 13 11 12 9 10 10 7 7 11
10 10 10 8 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 9 11 11 12 10
a Buat tabel frekuensi dan histogram.
b Kalau jumlah pungutan sangat diperbanyak, nilai manakah anda ramalkan sebagai nilai
benar?
c Jika di antara nilai di atas terdapat satu nilai 19, akan anda sertakankah nilai itu atau
tidak? Apa alasan anda?
d Seandainya pada waktu anda mencatat jumlah kelereng merah, rekan anda mencatat
jumlah kelereng putih dari cabutan yang sama, hubungan apakah kiranya dapat anda
temukan antara histogram anda dan histogram rekan?
2. Data di bawah ini adalah suatu contoh populasi Gauss untuk besaran y.
34 35 45 40 46 38
47 36 38 34 33 36
43 43 37 38 32 38
40 33 38 40 48 39
32 36 40 40 36 34
59
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
a Buat histogram y.
b Tentukan rataan, median dan modus.
c Hitung simpangan baku.
d Berapakah y y menurut pengukuran ini?
e Kita ukur y sekali lagi dengan hasil
akan jatuh.
f Kita buat satu contoh lagi (dengan jumlah anggota yang sama) yang rataannya ternyata
= 4,8 dan
Q
= 0,4 ( semua dalam kalori ).
a. Dengan asumsi hasil pengukuran adalah terdistribusi normal, cari probabilitas hasil
pengukuran akan berada dalam (
X
f(X)
P(a;b)
62
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Integral fungsi distribusi normal diatas kita sebut sebagai integral fungsi error normal dan
probabilitas suatu pengukuran berada antara x=a dan x=b, ditulis sebagai :
P(a x b) = (
Bila : ( (
Maka dapat dikatakan bahwa probabilitas pengukuran berada didalam (t); t = angka tetapan ,
dituliskan sebagai :
P(dalam t) = P( (
P(t) =
}
P(t) =
Fungsi erf(t) secara numeric dapat dihitung dan hasil perhitungan secara lengkap sudah
ditabelkan pada Appendix-A maupun B.
P(t) =
Q(t) =
P(t)
Q(t)
KESIMPULAN
MISALKAN UNTUK : t=1
P(t) = 68%
Q(t) = 34%
P(t) = 2 Q(t)
63
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
VIII.3. Kriteria Penolakan Data
Deretan data pengukuran : x
1
; x
2
; x
3
; x
4
; x
5
; x
6
x
n
, mempunyai nilai terbaik yang didekati
dengan nilai rata-ratanya ( ); dan deviasi standar (), masing-masing rumusan sbb:
S
n-1
=
Data tersebut setelah dilakukan analisa yang cermat dengan mempertimbangkan hasil akhir
yang ingin lebih teliti lagi, maka perlu ada beberapa nilai x
i
yang ditolak dengan suatu criteria penolakan.
Setelah dilakukan penolakan kemudian dihitung ulang nilai ( ) dan () yang baru, langkah ini dapat
memberikan hasil akhir yang lebih baik.
Adapun criteria yang digunakan untuk penolakan ada banyak macamnya, kita sebagai pengamat
dapat memilih dan menentukan model penolakan yang digunakan. Dalam bab ini akan disajikan dua
macam metode penolakan data sbagai berikut :
1. Kriteria (t
Dalam criteria ini kita bebas menentukan nilai (t) misalkan kita pilih (t=1) berarti data yang
diterima dalam criteria kita adalah nilai data (x
i
) yang berada pada kisaran :
(
|
64
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
;sedangkan (x
7
) dengan P(x
7
) =95% = P(2) ; jadi data ini juga masih diterima.
Bagi pengamat dipebolehkan menentukan batasan criteria yang akan digunakan, hal ini lebih
disesuaikan dengan karakteristik dari data yang ada. Keadaan data, mudah dan sulitnya data
diamati, ketelitian alat, dan sebagainya yang lebih mengetahui adalah pengamat, inilah yang
menjadi bagian dari variable karakter datanya.
2. Kriteria Chauvenet
Pada criteria ini jumlah data merupakan bagian variable yang akan ikut berperan dalam
diterima/ditolaknya data pengamatan. Hal ini karena dasar penolakannya akan dibandingkan
dengan prosentase jumlah data.
Adapun aturan penolakan sebagai berikut :
Bila ada sederetan data pengukuran : yang jumlahnya (k); kemudian akan dicermati
beberapa data untuk di-cek , misalkan data (x
c
) akan di-cek; maka data tersebut akan diterima bila
memenuhi P(x
c
) (100% - k) atau Q(x
c
) (50%- k). Dengan bahasa penolakan dapat dinyatakan
bahwa (x) ditolak bila [ 100% - P(x
c
) + < k atau * 50% - Q(x
c
) + < k.
3. PROSEDUR PENOLAKAN DATA :
Misal data pengamatan x
1
; x
2
; x
3
; x
4
; dan x
5
, akan di-cek data mana yang ditolak dengan criteria
dibawah ini :
Kriteria (t) :
Tentukan nilai rata-rata :
(
dan ralatnya ()
Setelah dilakukan cek ternyata data x
3
ditolak, sehingga data tinggal 4 buah (tanpa x
3
)
Akhirnya hasil analisanya adalah :
(
|
65
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Kriteria Chauvenet :
Teliti data tersebut , tentukan data yang akan di-cek (x
c
) yaitu data yang terbesar dan
data terkecil. Misalnya x
1
(data terbesar) dan x
3
(data terkecil)
Cek data tersebut dengan criteria chauvenet, apabila ternyata ada salah satu yang
ditolak ( misal x
1
) maka data yang baru tinggal 4 buah tanpa x
1
.
Lakukan analisa ulang tanpa (x
1
) dan cek lagi data x
c
yang baru seperti langkan yll.
Kalau dengan x
c
yang besar diterima, maka cek x
c
yang kecil, bila juga diterima maka
berarti ke 4 data tersebut diterima dalam criteria
Akhirnya selesai analisa anda dan simpulkan hasil akhir yaitu : hitung nilai rata-rata
tebaru juga ralatnya.
VIII.4. Contoh Aplikasi :
Deretan data : 46, 48, 44, 38, 45, 47, 58, 44, 45, 43
1. Dihitung
; k=10 jadi (
); akan dicek x
c
= 58(data
terbesar) , nilai t=
(
);
kesimpulan bahwa data x
c
= 58 (DITOLAK)
2. Lakukan langkah sama dengan (1) untuk cek data x
c
=38; P(t)= 86,64% ternyata dengan
probabilitas itu data x=38 diteima ( silahkan coba !)
3. Data tinggal k=9 (tanpa data 58) nilai (
; cek data x
c
=38 dan t=
; cek data x
c
=43 yang merupakan data terkecil (lakukan langkah seperti
diatas akhirnya bahwa x
c
=43 DITERIMA); kemudian lakukan untuk x
c
=48 (data terbesar)
ternyata data ini juga DITERIMA pada criteria chauvenet.
5. KESIMPULAN : setelah dilakukan analisa data penolakan maka dari 10 data tersebut , 2 data
ditolak yakni x
c
=58 dan x
c
=38; sedangkan sisanya semua diterima; sehingga hasil akhir dari
analisa adalah ( x = 45,25 1,67 ) dengan pembulatan berarti : ( x = 45 2 )
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran panas ( Q ) yang dilepaskan oleh suatu proses
tertentu sebanyak 50 kali. Nilai rata-rata dan standar deviasi yang didapatkan adalah
= 4,8 dan
Q
= 0,4 ( semua dalam kalori ).
66
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
a. Dengan asumsi hasil pengukuran adalah terdistribusi normal, cari probabilitas hasil
pengukuran akan berada dalam (
Exp [(x-)
2
/2
2
]
Gambar-1: Kurva Gaussian
Kebolehjadian untuk mendapatkan hasil pengukuran X
i
, dipenuhi persamaan :
P
i
=
Exp [(x
i
-)
2
/2
i
2
]
Dengan : = nilai rata-rata populasi induk
= lebar distribusi Gaussian
f(x
i
)
x
x
x
i
70
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Dalam penggunaan pada pengukuran data , nilai didekati dengan nilai terbaik dari pengukuran yaitu
nilai rata-rata data pengukuran dan nilai merupakan nilai deviasi pengukuran ( deviasi standar ).
Sehingga persamaan di atas dituliskan :
P
i
=
Exp [(x
i
-X)
2
/2
i
2
]
Marilah kita tinjau persoalan ini dengan pendekatan yang sederhana, misal dua pengukuran yang sudah
memenuhi syarat kesesuaian dengan masing-masing hasil seperti pada persamaan (1), dengan indeks (I)
diganti (A) dan indeks (II) diganti (B); kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur x
A
berada dalam
distribusi induk Gaussian adalah :
P
A
=
Exp [(x
A
-X)
2
/2
A
2
]
Sedangkan kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur x
B
berada dalam distribusi induk Gaussian
adalah :
P
B
=
Exp [(x
B
-X)
2
/2
B
2
]
Kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur set data x
A
dan x
B
dalam distribusi induk Gaussian dapat
dituliskan sebagai :
P
AB
= P
A
P
B
P
AB
=
Exp [{(x
A
-X)/
A
}
2
+{(x
B
-X)/
B
}
2
]
Dapat dituliskan sebagai P
AB
sebanding dengan nilai eksponennya yaitu :
P
AB
1/
A
B
Exp [-
2
]
Nilai kebolehjadian P
AB
akan maximum apabila nilai eksponen yaitu
2
menjadi minimum, hal ini dapat
dipenuhi dengan syarat minimum adalah deferensial terhadap X sama dengan nol.
(d
2
/dX) = 0
Sehingga diperoleh hasil deferensial tersebut sebagai :
X = (x
A
/
A
2
+ x
B
/
B
2
) (1/
A
2
+ 1/
B
2
)
-1
Persamaan tersebut, disebut sebagai nilai rata-rata berbobot dari hasil kompromi dari nilai x
A
dan nilai x
B
yang sudah saling sesuai satu sama lain. Dengan factor bobot untuk masing-masing pengukuran adalah
w
A
untuk pengukuran x
A
dan w
B
untuk pengukuran x
B
, ditulis sebagai :
w
A
= 1/
A
2
dan w
B
= 1/
B
2
Selanjutnya persamaan (16) dapat ditulis menjadi :
X = (w
A
x
A
+w
B
x
B
) (w
A
+w
B
)
-1
71
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Bila ralat dari masing-masing pengamatan sama besar, akibatnya faktor bobot kedua
pengukuran bernilai sama; hal ini akan memberikan arti bahwa nilai rata-rata berbobot pada persamaan
diatas seperti nilai rata-rata dari kedua nilai x
A
dan x
B
ditulis :
X = ( x
A
+ x
B
)/2
pengukuran satu dengan lainnya memberikan ralat yang saling tidak gayut (saling bebas). Perambatan
dari persamaan (17) memberikan :
X
(berbobot) = [1/(w
A
+w
B
)]
-1/2
Secara umum untuk hasil pengukuran besaran fisis dengan berbagai metode ukur, dan telah
memenuhi criteria kesesuaian satu dengan lainya dengan hasil masing-masing : x
1
; x
2
; x
3
; . . . . . . x
N
,
akan mempunyai nilai rata-rata berbobot sebagai :
X
b
= w
i
x
i
/ w
i
dengan w
i
= 1/
i
2
Dengan ralat rata-rata berbobotnya :
x
= ( w
i
)
-1/2
Persamaan (20) juga memberikan nilai rata-rata biasa apabila dalam set pengukuran mempunyai ralat
sama, misal pengukuran x
i
mempunyai ralat sebesar
i
, nilai rata-rata menjadi :
X
b
= 1/n x
i
; n = jumlah set pengukuran
Dengan ralat rata-ratanya merupakan ralat nilai rata-rata biasa,
x
=
IX.4. Contoh Aplikasi Metode Berbobot
Pengukuran besaran fisis sering diamati dengan lebih dari satu metode ukur, kadang-kadang
hasil yang diperoleh metode satu dengan lainnya berbeda sehingga terjadi kesulitan mana metode yang
benar dan yang salah. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan cara menseleksi antara metode-
metode tersebut dengan cara membandingkan satu dengan lainnya. Hasil dari perbandingan akan dapat
menyimpulkan mana metode yang menyimpang dan yang saling sesuai, lebih lanjut persoalan ini akan
diselesaikan dengan metode berbobot untuk memperoleh hasil tunggal dari besaran fisis yang diamati.
Adapun langkah-langkah yang perlu dalam penggunaan metode berbobot sebagai berikut :
1. Membandingkan nilai dari beberapa metode, dengan cara meninjau diskrepansi antara nilai
metode satu dengan lainnya.
2. Dari langkah pertama, akan dapat dihasilkan metode-metode ukur yang saling sesuai dan
metode-metode ukur yang menyimpang.
72
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
3. Hasil-hasil dari metode yang saling sesuai dianalisa dengan metode berbobot, sedang yang
menyimpang perlu dilakukan kajian ulang tentang metode yang digunakan (perlu dicermati
kembali)
4. Dengan menggunakan rumus-rumus berbobot, diperoleh msing-masing nilai rata-rata berbobot
besaran fisis yang diamati dan ralat pengukuran berbobotnya.
5. Hasil yang didapat dengan analisa berbobot akan mempunyai nilai dengan tingkat validitas
tinggi, karena nilai ini merupakan kombinasi dari beberapa nilai dengan metode pengukuran
yang saling independen, dan masing-masing metode sudah terseleksi sehingga mempunyai nilai
yang saling ada kesesuaian secara ilmiah.
Akhirnya dengan menggunakan metode analisa berbobot, tidak akan ada yang menyatakan
metode yang paling benar, paling baik, merasa tidak tertandingi dengan lainnya , bahkan malah
sebaliknya harus mencari pembanding dengan hasil yang dilakukan lainnya untuk menguji
validitas hasil yang diperoleh. Semakin banyak pembanding, akan semakin meningkatkan
validitas hasil dari metode yang digunakan dalam pengamatan.
Contoh Membandingkan Metode : disini kita akan bandingkan beberapa topic eksperimen yang
masing-masing topic menggunakan lebih dari satu metode pengukuran.
TABEL : 1
Topik
Eksperimen
Hasil
Metode-1
Hasil
Metode-2
Hasil
Metode-3
Hasil
Metode-4
Eksperimen-A 975 5 960 15 990 20 1100 50
Eksperimen-B 140 5 150 15 130 15 -
Eksperimen-C 575 5
560 15
585 15
-
Eksperimen-D 100 10 85 15 110 10 -
Eksperimen-A
Nilai hasil pengamatan eksperimen-A pada metode-4 menunjukan bahwa nilai tersebut tidak
ada kesesuaian dengan nilai pada metode-metode lainnya, sehingga tidak ditampilkan pada grafik. Nilai-
nilai pada metode-1, metode-2, dan metode-3 terdapat saling sesuai antara satu dengan lainnya.
Skala :
9,75 0,05
9,6 0,15
9,9 0,2
10,1
10
9,9 9,8 9,7 9,6 9,5 9,4
73
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Eksperimen-B
Ketiga metode yang dihasilkan dari pengamatan eksperimen-B, menunjukkan adanya kesesuaian antara
nilai satu dengan lainnya. Hal ini ditunjukkan pada gambar grafik dibawah ini,
Skala :
Eksperimen-C
Ketiga metode yang dihasilkan dari pengamatan eksperimen-C menunjukkan hasil yang saling ada
kesesuaian satu dengan lainnya, seperti ditunjukkan gambar grafik di bawah ini,
Skala :
Eksperimen-D
Ketiga metode yang dihasilkan dalam pengamatan eksperimen-D, mempunyai nilai-nilai yang saling
bersesuaian satu dengan lainnya. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :
Skala :
1405
15015
13015
15 15
15
00,0 00,0 00,0 00,0 00,0
00,0 00,0
600
575 5
56015
15115
58515
5
590 580 570 560 550 540
Cp
1.0 + 0.1
0.85+ 0.15
1.1 0.1
1.3
1.2
1.1 1.0
0.9 0.8 0.7 0.6
74
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Perhitungan nilai berbobot untuk masing-masing metode pengukuran diperoleh hasil yang
dituliskan pada table-2 sebagai berikut :
TABEL HASIL AKHIR
TOPIK PENGAMATAN HASIL BERBOBOT
Eksperimen-A A = ( 9.74 0.02 )
Eksperimen-B B = ( 140 5 )
Eksperimen-C C = ( 574 5 )
Eksperimen-D D = ( 1.01 0.01 )
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Pengukuran kecepatan suara ( ) memberikan hasil : (334 1) m/s dan (336 2) m/s.
a. Apakah kedua hasil tersebut konsisten ?
b. Hitunglah nilai estimasi terbaik untuk ( dan ketidakpastiannya ?
2. Dua orang mahasiswa melakukan pengukuran hambatan dengan menggunakan metode yang
berbeda. Setiap mahasiswa melakukan 10 kali pengukuran dan menghitung nilai rata-rata dan
standar deviasinya dengan hasil sebagai berikut :
Mahasiswa A : R = (72 8) ohm
Mahasiswa B : R = (78 5) ohm
a. Berapakah nilai estimasi terbaik untuk R dan ketidakpastiannya ?
b. Berapa kalikah mahasiswa A harus melakukan pengukuran untuk memberikan hasil yang
sama dengan B ?
3. Tentukan nilai estimasi terbaik dan ketidakpastiannya berdasarkan hasil ke-4 pengukuran
berikut ini :
(1,4 0,5) ; (1,2 0,2); (1,0 0,25); (1,3 0,2)
75
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
BAB X
LAPORAN EKSPERIMEN
Bab ini membicarakan beberapa hal yang penting bagi pembuatan laporan suatu eksperimen.
Apakah tujuan suatu laporan? Tujuannya tidak lain ialah meneruskan hasil yang diperoleh dari
eksperimen kepada dunia luar. Maka persyaratan utama ialah laporan itu harus jelas, maksudnya, tujuan
cara mengukur, pengumpulan dan pengolahan data, serta penghitungan dan penyajian hasil percobaan
haruslah disusun dan ditulis sedemikian rupa hingga menjadi jelas bagi setiap orang yang membacanya.
Kalau ini tidak tercapai hingga orang malah bingung setelah membaca laporan, dapat dikatakan laporan
tersebut merupakan kegagalan besar (meskipun eksperimennya sendiri mungkin saja tidak). Gaya
penuturan yang menarik sangatlah penting, hal ini berlaku juga dalam laporan yang bersifat ilmiah dan
teknik seperti laporan penelitian.
Laporan jangan terlalu panjang, model penulisannya yang singkat dan jelas, jangan bertele-tele
karena hal ini hanya akan menjengkelkan pembaca. Panjangnya laporan disesuaikan dengan isi
eksperimen yang dilakukan; mungkin panjang dikarenakan banyaknya sampel pengamatan yang harus
dibahas, atau juga kedalaman dalam pembahasan.
Adakah suatu bentuk yang terbaik untuk laporan? Pertanyaan ini sukar dijawab, selera orang
berlainan. Pada setiap taraf penulisan laporan, kita haruslah bertanya pada diri kita sendiri: apakah
sesungguhnya yang hendak saya sampaikan di sini? Dengan sikap itu kita dapat mengharapkan laporan
kita akan bermutu cukup baik.
Suatu laporan eksperimen atau penelitian sebaiknya meliputi komponen berikut:
Judul / Topik Eksperimen
Tujuan Eksperimen
Dasar Teori / Hypotesis
Peralatan dan Metode Pengamatan
Pengolahan data dan Grafik pengamatan
Pembahasan dan Kesimpulan
Saran-saran ( bila ada )
X.1. Judul / Topik Eksperimen
Judul sebaiknya singkat saja karena sifatnya merupakan identifikasi atau tanda pengenal
laporan. Misalnya untuk eksperimen pemeriksaan Hukum Ohm cukuplah ditulis sebagai judul Hukum
76
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
Ohm, dan bukan Pemeriksaan Hukum Ohm dengan arus searah. Judul yang kedua terlalu panjang,
penjelasan yang lebih detail dari judul, dapat disampaikan pada bagian pendahuluan atau pengantar
laporan.
X.2. Tujuan Eksperimen
Dalam bagian tujuan diterangkan secara spesifik apa tujuan eksperimen kita itu. Dengan
mengambil judul eksperimen di atas yaitu Hukum Ohm, tujuan mungkin dapat berbentuk:
1. Pemeriksaan Hukum Ohm V = R I pada kawat Cu;
2. Pemeriksaan hubungan formula : Hambatan Serial dan Paralel
R
seri
= R
1
+ R
2
Sehingga seperti layaknya judul; tujuan eksperimen juga cukup singkat, namun jelas, ini akan lebih baik
dan menarik.
X.3. Dasar Teori / Hypotesis
Dasar Teori :
Di bagian teori diberikan uraian singkat tetapi lengkap tentang teori eksperimen. Uraian akan
bertambah jelas apabila disertai gambar, rangkaian, diagarm, dan sebagainya, hal ini untuk lebih
mempermudah pemahaman materi yang akan dikerjakan. Kalau ada beberapa rumus penting, sebaiknya
rumus itu diberi nomor urut. Rumus yang harus dibuktikan, kita beri buktinya, kalu perlu dengan
menyebut buku acuannya.
Teori pada instruksi praktikum, sebaiknya mengandung penjelasan tentang teori, yang disadur
dan dilengkapi dengan bahan yang diambil dari buku acuan; hal ini akan memudahkan praktikan untuk
JUDUL
SINGKAT; JELAS; MENGANDUNG MAKNA TENTANG MASALAH
YANG DIKERJAKAN DALAM PENELITIAN.
TUJUAN
MENGANDUNG APA YANG HENDAK DICAPAI DALAM
PENELITIAN YANG DILAKUKAN.
DAPAT MEMUAT LEBIH DARI SATU TUJUAN, ASALKAN SEMUA
DAPAT DITUNJUKKAN PADA HASIL PENELITIAN.
77
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
mendalami lebih jauh dan menambah wawasan ketika akan melakukan pembahasan dari hasil analisa
eksperimennya.
Hypotesis :
Hypotesis merupakan dugaan secara ilmiah berdasarkan gejala-gejala yang dapat teramati, dan
kebenarannya baru akan terungkap bila hasil analisa data pengamatan menunjukkan adanya kecocokan.
Hypotesis dapat berupa ramalan hubungan fungsi matematik yang menghubungkan besaran fisis satu
dengan lainnya, juga dapat berupa statemen yaitu kalimat yang menjelaskan sesuatu yang ilmiah dan
berlandasan hukum ilmu pengetahuan yang jelas.
Misalkan : Fenomena fisis pada getaran dawai gitar, dari gejala yang ada dapat dibuat suatu
hypotesa rumusan : bahwa frekuensi bergantung dari panjang dawai, diameter dawai, jenis bahan
dawai, tegangan dawai, dsb. Sehingga dalam rumusan hypotesa ditulis :
. . .
Dengan : f = frekuensi dawai
L = panjang dawai ( jarak antar dua simpul )
d = diameter kawat dawai
= rapat jenis bahan dawai
T = tegangan dawai
w; x; y; z = merupakan angka tetapan
Dengan data pengamatan yang menghubungkan (f) terhadap besaran-besaran variable (L); (d);
(); dan (T), diperoleh nilai tetapan-tetapan pangkatnya yaitu : w; x; y; dan z. Bila hal ini dapat
ditemukan dengan eksperimen maka terbuktilah kebenaran yang diajukan.
ISI DASAR TEORI DALAM LAPORAN
URAIAN MASALAH SECARA SINGKAT; JELAS; TETAPI CUKUP
LENGKAP.
GAMBAR; SKEMA; RANGKAIAN; YANG BERKAITAN DENGAN
MASALAHNYA.
RUMUS-RUMUS PENTING DAN PENJABARANNYA.
DIBERIKAN BAHAN ACUAN.
78
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
X.4. Peralatan dan Metode Pengamatan
Peralatan :
Peralatan yang dipakai boleh dijelaskan secara singkat. Pertama, megenai ketelitiannya.
Terutama alat yang memegang peran penting dalam eksperimen itu, uraikan dengan detail dalam usaha
mengurangi timbulnya kesalahan sistematis dan kesalahan pengamatan yang disebabkan oleh alat
tersebut, hal ini sangat penting karena alat yang pokok dalam pengambilan data. Beri keterangan
singkat-jelas bagaimana pengukuran dilaksanakan, sehingga orang lain yang membaca cukup dapat
meniru dengan baik tanpa ada keraguan prosedur. Data yang dihasilkan dicatat beserta ketidakpastian
dan satuan/unit dari besaran yang diamati. Data ini jangan diolah dahulu, tetapi sajikan dalam bentuk
yang menarik, misalnya dalam bentuk tabulasi. Beri nomor urut apabila diperlukan daftar lebih dari satu.
Metode Pengamatan :
Suatu langkah-langkah yang menjelaskan secara urut mengenai tata cara untuk memperoleh
data pengamatan. Hal ini harus diuraikan dengan rinci dan berurutan, apalagi mengenahi persoalan
angka yang harus dicermati dalam pengukurannya. Kadang perlu kata perhatian misalnya : tunggu 5
menit kemudian campurkan bahan berikut ; dsb.
X.5. Pengolahan Data dan Grafik Pengamatan
Pengolahan Data :
Pengolahan data atau perhitungan dilakukan dan dilaporkan langsung tanpa banyak komentar,
sebutkan bentuk rumus yang menjadi dasar pengamatan , dan data yang berkenaan serta hasil
perhitungan langsung diisikan ke dalam laporan. Uraikan metode perhitungan ketidakpastian atau ralat
pengukuran anda. Hasil terakhir yang merupakan hasil penyajian nilai dan ralatnya ditulis dengan jelas,
PERALATAN
DIDISKRIPSIKAN DENGAN RINCI PERALATAN YANG
UTAMA DIGUNAKAN ( TUNJUKKAN SPESIFIKASI ALAT
DENGAN JELAS )
GAMBARKAN SUSUNAN / RANGKAIAN ALAT SECARA
KOMPLIT DAN JELAS , DAN TERANGKAN CARA KERJA
MASING-MASING ALAT DALAM SUSUNAN TSB.
FOTO ALAT SEBAGAI PELENGKAP KETERANGAN.
79
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
dengan angka berarti yang tepat, agar percobaan dapat dinilai dengan akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam perhitungan awal (sebelum final) sebaiknya seluruh angka perhitungan diikutsertakan
(jangan melakukan pembulatan). Baru pada akhir perhitungan akhir, jumlah angka yang penting kita
tentukan (hal ini perlu memperhatikan nilai ralat pengukurannya).
Kalau hasil akhir didapatkan dengan metode grafik, perhitungan dilakukan dengan grafik,
sehingga diperlukan gambar grafik yang benar (memenuhi kaidah grafik analisa). Nilai skala pada grafik
memegang peran terhadap analisa, sehingga pemasangan skala yang teliti akan banyak mempengaruhi
analisa hasilnya.
Grafik Pengamatan :
Grafik pengamatan menjadi bagian yang sangat penting apabila analisa data dilakukan dengan
metode grafik. Dalam hal ini grafik bukan sekedar sebagai tampilan data, namun benar-benar
merupakan fenomena dari gejala yang teramati untuk di analisa, sehngga cara menggambaran grafiknya
harus benar, memenuhi kaidah grafik analisa. ( hal ini sudah dibahas secara detail pada bab V).
X.6. Pembahasan dan Kesimpulan
Pembahasan :
Pembahasan merupakan tanggapan dari pengamat untuk menelaah apakah hasil sesuai dengan
harapan ilmiah; atau ada penyimpangan. Bila ternyata sudah sesuai namun belum mencapai ketelitian
yang tinggi, maka perlu dijelaskan titik-titik kelemahannya, dan kenapa hal itu tidak dapat tercapai
dengan baik atau sempurna. Apa kendala-kendala untuk mencapainya. Sebaliknya apabila hasil yang
diperoleh menyimpang jauh dari harapan ilmiah, maka harus dapat menunjukkan sumber kesalahan,
dan usaha yang sudah dilakukan untuk mengatasi sumber kekurangan tsb. Dengan demikian pembaca
tidak kecewa dan tetap mengapresiasi kita dalam melakukan eksperimen, dan tidak menganggap
kesalahan yang kita lakukan karena kita bodoh; tetapi karena terhambat oleh keterbatasan peralatan
GRAFIK ANALISA
CARA MELUKIS HARUS BENAR ; SKALA GRAFIK TEPAT;
GARIS GRAFIK SESUAI DENGAN ALUR DATA YANG
DIPERLUKAN DALAM PENGAMATAN; VISUAL GRAFIK
HARUS BERADA PADA DAERAH SENSITIF UNTUK
DIANALISA; PENGAMAT HARUS MENGUASAI METODE
ANALISA GRAFIK
80
BAHAN AJAR MPF-S1; Sunarta.
yang ada. Sehingga ketika alat yang lebih baik/teliti/canggih kita dapatkan, maka problem kita dapat
diatasi.
Kesimpulan :
Dalam kesimpulan mengandung beberaka keterangan yang isinya :
1. Apakah hasil eksperimen anda sudah dapat mencapai tujuan .
2. Tunjukkan hasil anda dan berapa ketelitian yang anda capai ?
3. Tunjukkan keunggulan dan kekurangan yang anda capai
4. Bandingkan dengan nilai referensi ( bila ada ); dan berikan keterangan bila terjadi
diskripansi yang besar.
Saran-saran :
Dalam hali ni tanggapilah hasil anda secara detail. Misalnya dapat dikemukakan saran
memperbaiki eksperimen, baik mengenai metoda ukuran, maupun peralatan yang dipakai. Atau kita
dapat menyarankan pengukuran atau eksperimen berikutnya yang diadakan sebagai tindak lanjut.
Intinya saran-saran yang kita sampaikan merupakan langkah penyempurnaan dari eksperimen yang kita
lakukan agar dikemudian hari dapat dilanjutkan untuk memperoleh nilai yang lebih sempurna.
TUGAS MENULIS KARYA ILMIAH :
Buatlah tulisan ilmiah yang susunannya sesuai dengan keterangan diatas berupa :
1. Laporan eksperimen ( judul bebas)
2. Makalah ilmiah ( judul bebas)