menyusun
Modul
Operational
Certification
Procedure
untuk
Jakarta,
Desember 2012
Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai
Agus Hermawan
NIP 19640817 199103 1 002
DAFTAR ISI
Daftar Isi ...................................................................................................................
Kegiatan Belajar 1
PENERBITAN CERTIFICATE OF ORIGIN
1.1 Uraian dan Contoh ......................................................................................... 6
A. Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal ......................................... 7
B. Prosedur Penerbitan .................................................................................. 16
1.2 Latihan............................................................................................................ 24
1.3 Rangkuman .................................................................................................... 25
1.4 Tes Formatif 1 ................................................................................................ 26
1.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................................................................... 27
Kegiatan Belajar 2
PENERIMAAN CERTIFICATE OF ORIGIN
2.1 Uraian dan Contoh ......................................................................................... 29
A. Pengajuan Surat Keterangan Asal .............................................................. 30
B. Pemeriksaan surat keterangan asal oleh petugas pabean ........................... 30
C. Penolakan Pemberian Tarif Preferensi .........................................................
46
50
2.2 Latihan............................................................................................................ 56
2.3 Rangkuman .................................................................................................... 58
2.3 Tes Formatif ................................................................................................... 59
2.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................................................................... 61
Modul
OCP
Workshop
Rules
of
Origin
Kegiatan Belajar 3
Ketentuan Lain Lain
3.1 Uraian dan Contoh ......................................................................................... 63
A. Pengajuan Surat Keterangan Asal ........................................................... 64
3.2 Latihan............................................................................................................ 79
3.3 Rangkuman .................................................................................................... 83
3.3 Tes Formatif 3 ................................................................................................ 86
3.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................................................................... 89
Penutup .................................................................................................................... 90
Tes Sumatif .............................................................................................................. 91
Kunci Jawaban ......................................................................................................... 85
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 99
Modul
OCP
Workshop
Rules
of
Origin
ii
PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL
Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 3.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif
Modul
OCP
Workshop
Rules
of
Origin
iii
PETA KONSEP
Operational
Certification
procedure
Certificate of Origin atau Surat
Keterangan Asal
PENERBITAN
CERTIFICATE OF
ORIGIN
Prosedur Penerbitan
PENERIMAAN
CERTIFICATE OF
Pemeriksaan surat
keterangan asal oleh petugas
pabean
ORIGIN
Ketentuan Lain
Lain
Modul
OCP
Workshop
Rules
of
Origin
iv
A. PENDAHULUAN
1.
Deskripsi Singkat
Tiga modul yang coba penulis hadirkan diharapkan dapat mewakili teori
(receiving
authority)
dari
certificate
of
origin
(COO),
karena
. Untuk mendapatkan
dipahami oleh para penerbit dan juga pihak perusahaan. Mengingat penerbitan
merupakan kewenangan negara pengekspor, maka sebaliknya juga diperlukan
prosedur bagi instansi yang akan menerimanya di negara importir.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka modul ketiga ini akan diawali
dengan prosedur penerbitan di negara pengekspor, kemudian dilanjutkan
dengan penerimaan di negara pengimpor. Selain itu juga akan dibahas hal-hal
khusus yang ada di dalam perjanjian pembentuk skema FTA terkait dua kegiatan
tersebut. Prosedur ini bagaimanapun merupakan bagian tidak terpisahkan dari
setiap perjanjian pembentuk skema FTA, dan biasanya diletakkan pada annex
(lampiran) tersendiri, yang disebut Operational Certification Procedures (OCP)
yang diterjemahkan menjadi prosedur pelaksanaan sertifikasi. Tetapi istilah OCP
sendiri sekarang lebih populer, karena sepertinya lebih mudah disebutkan.
Saat ini Indonesia telah terlihat di dalam 6 skema FTA, yaitu : ASEAN FTA,
ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-India FTA, ASEAN-AustraliaNew Zealand FTA, dan Indonesia-Japan EPA,
yang dalam
as near as possible to, but no later than three working days after, the
date of exportation (ASEAN-China FTA).
Bagaimanapun hal ini merupakan bagian penting yang akan menjadi acuan
administrasi pabean dalam mengimplementasikan skema FTA tersebut. Hal yang
menurut hemat penulis perlu dipertimbangakan disini adalah kemungkinan
munculnya prosedur yang berbeda untuk skema FTA, dimana seharusnya
administrasi pabean jangan dibebani hal-hal yang sebenarnya dapat dibuat lebih
sederhana. Namun demikian, mengingat bunyi dari perjanjian pembentuk skema
FTA-nya adalah seperti itu, maka bagaimanapun dalam mengimplementasikan
skema FTA setiap administrasi pabean dari negara yang terlibat harus tetap
mengacu pada perjanjian pembentuknya.
OCP pada dasarnya mengatur seluruh prosedur dari mulai penerbitan,
verifikasi, penyampaian ceritificate of origin, verifikasi oleh administrasi pabean,
sampai dengan fleksibilitas dalam skema FTA. Oleh karena itu untuk
memudahkan pemahaman dari OCP, penulis mencoba menyusunnya dalam
struktur sederhana, dengan diawali prosedur penerbitan
di negara eksportir,
Prasyarat Kompetensi
Evolusi peran administrasi pabean dari revenue collector menjadi trade
3.
4.
Relevansi Modul
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa seiring dengan dinamika
KEGIATAN
BEL AJAR
SATU
PENERBITAN CERTIFICATE OF ORIGIN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1) menjelaskan format Certificate of Origin untuk masing-masing skema
FTA;
2) menjelaskan hal-hal terkait prosedur penerbitan Certificate of Origin;
3) menjelaskan
hal-hal
penting
terkait
dalam
proses
penerbitan
Certificate of Origin.
1.1
skema FTA, yaitu adanya fasilitas dalam bentuk pemberian tarif istimewa atas
komoditi yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana disepakati dalam
perjanjian pembentuk masing-masing skema FTA. Tiga persyaratan yang wajib
dipenuhi sehingga berhak mendapatkan tarif preferensi adalah : kriteria origin,
pengiriman langsung, dan procedural provisions atau ketentuan prosedural yang
diatur di dalam OCP, yang biasanya disimpan sebagai lampiran dari perjanjian
tersebut.
Bagaimanapun sebuah prosedur tentunya akan terdiri dari rangkaian
kegiatan terpadu yang harus dilalui oleh siapapun yang berkepentingan atas apa
yang diatur di dalamnya. Dalam hal ini tentunya adalah pihak eksportir dan
importir, serta institusi pemerintah ataupun organisasi tertentu yang diberi
SKEMA FTA
NAMA FORM
JUMLAH LEMBAR
ASEAN FTA
Form D
3 (tiga) lembar
ASEAN-Korea FTA
Form AK
3 (tiga) lembar
ASEAN-China FTA
Form E
3 (tiga) lembar
ASEAN-India
Form AI
3 (tiga) lembar
ASEAN-Australia-New
Form AANZ
3 (tiga( lembar)
Form IJ
3 (tiga) lembar
Zealand
6
Indonesia-Japan CEP
dokumen
ini
sehingga
memudahkan
siapapun
yang
akan
administrasi pabean hal ini harus disikapi secara hati-hati, karena tugas dan
fungsi pengawasan dan fasilitator melekat secara bersamaan. Oleh karena itu
tugas dan fungsi ini juga harus dijalankan secara seimbang. Dalam hal ini
utilisasi dari risk management harus diberdayakan semaksimal mungkin,
sehingga implementasi dari skema FTA dapat berjalan sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan di dalam lembar surat
keterangan asal adalah penggunaan nomor referensi khusus di setiap lembar
surat keterangan asal, serta 13 box di dalamnya, kecuali untuk skema IndonesiaJapan yang hanya terdiri 10 box.
Dalam hal uraian barang yang akan dimasukkan ke dalam surat
keterangan asal jumlah cukup banyak (multiple items), maka dapat digunakan
lembar lanjutan. Tetapi sejauh ini bentuk lembar lanjutan belum diatur secara
jelas, melainkan berupa common understanding bahwa lembar lanjutan harus
mencantumkan nomor referensi dan dibubuhi tanda tangan dari pejabat yang
berwenang
serta
stempel
yang
sesuai
dengan
spesimen
yang
telah
10
11
12
13
14
15
B.
Prosedur Penerbitan
Secara prinsip seluruh skema FTA yang diikuti Indonesia memiliki prosedur
penerbitan yang kurang lebih sama, baik prosedur normal maupun prosedur
yang memuat adanya perlakuan khusus, sehingga untuk memahaminya tidak
terlalu sulit. Namun demikian adakalanya perbedaan tersebut cukup signifikan,
sehingga pada pelaksanaannya harus diperlakukan secara berbeda juga untuk
surat keterangan asal yang digunakan untuk setiap skema FTA.
Sebagai contoh misalnya tentang jenis kertas untuk dokumen surat
keterangan asal, dimana untuk beberapa skema diatur jenisnya, sedangkan pada
skema lain tidak terdapat pengaturan khusus. Hal ini menjadi masalah ketika
diterima
surat
keterangan
asal
yang
tidak
seperti
biasanya,
sehingga
prosedur
sebuah
pekerjaan,
selalu
ada
pengecualian
untuk
16
1.
Penerbitan Umum
Penerbitan umum adalah penerbitan surat keterangan asal dengan prosedur
normal dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Setiap perjanjian
pembentuk skema FTA mempersyaratkan jangka waktu tertentu untuk
penerbitan surat keterangan asal, yaitu sebelum atau pada saat tanggal
ekspor sampai dengan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan. Dalam hal
ini tidak terdapat pengaturan khusus terkait jangka waktu penerbitan
sebelum tanggal ekspor, apakah misalnya satu minggu, dua minggu, dan
seterusnya. Begitu juga dengan patokan tanggal ekspor atau tanggal
pengapalan, sebenarnya dokumen apa yang dijadikan referensi. Adapun
yang dimaksud dengan 3 (tiga) hari sesudah tanggal pengapalan contohnya
sebagai berikut :
Apabila sebuah pengiriman barang dilindungi dengan Bill of Lading yang
diterbitkan tanggal 1 Januari 2012, maka tiga hari sesudahnya adalah
tanggal 4 Januari 2012. Dengan demikian, mulai tanggal 5 Januari 2012
dianggap berada diluar jangka waktu penerbitan normal, sehinggal
dianggap sebagai penerbitan khusus.
Terkait dengan dokumen yang menjadi referensi dalam penetapan tanggal
ekspor dan tanggal pengapalan, berdasarkan hasil konsultasi dengan
Kementerian Perdagangan RI selaku unit FTA nasional, untuk Indonesia
sebagaimana contoh di atas disepakati menggunakan tanggal Bill of Lading
(B/L), sehingga memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
membuat acuan tanggal tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
untuk skema FTA yang ketentuan penerbitannya menyebutkan at the time
of exportation, maka tanggal penerbitan surat keterangan asal harus sama
dengan tanggal B/L.
Proses penerbitan surat keterangan asal secara umum adalah sebagai
berikut :
a)
Eksportir
mengajukan
permohonan
dilampiri
dengan
dokumen
pendukung dan form surat keterangan asal yang telah diisi dan ditanda
tangani oleh pejabat berwenang di perusahaannya, kecuali box 12 yang
17
merupakan approval area, yang harus diisi dan ditanda tangani oleh
pejabat di
keterangan
asal
yang
diajukan,
membandingkan
seluruh
18
d)
e)
f)
2.
Penerbitan Khusus
Penerbitan khusus merupakan pengecualian dari prosedur di atas, termasuk
diantaranya penerbitan diluar periode yang telah ditetapkan (mulai sebelum
tanggal B/L, pada saat penerbitan B/L, sampai dengan 3 (tiga) hari setelah
tanggal B/L), adanya kesalahan penulisan informasi di dalam surat
keterangan asal, penerbitan surat keterangan asal oleh pihak kedua
(intermediate country), serta beberapa permasalahan lain yang memerlukan
prosedur khusus dalam penerbitan surat keterangan asal. Lebih jelas
tentang penerbitan khusus adalah sebagaimana istilah-istilah berikut ini :
a.
Issued Retroactively
Pada penerbitan surat keterangan asal di atas telah dijelaskan bahwa
jangka waktu penerbitan surat keterangan asal adalah sebelum atau
pada saat ekspor, sampai dengan 3 (tiga) setelah tanggal pengapalan.
Kemudian telah ditetapkan bahwa patokan dari tanggal ekspor maupun
tanggal pengapalan adalah tanggal bill of lading (B/L), sehingga terdapat
kepastian bagi semua pihak yang memiliki keterkaitan dalam bisnis ini.
Fakta menunjukkan bahwa terdapat beberapa kasus dimana surat
keterangan asal tidak dapat diterbitkan baik sebelum maupun 3 (tiga)
19
hari setelah tanggal B/L, melainkan setelahnya. Atas kejadian ini, dalam
OCP diberikan kelonggaran bahwa surat keterangan asal tetap dapat
diterbitkan, tetapi tidak boleh melebihi jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal B/L, dengan cara memberi centang atau X pada
tulisan issued retroactively di box 13.
Untuk form IJEPA, karena tidak disediakan tempat untuk melakukan
centang maupun tanda X, maka wajib memberikan tanda ISSUED
RETROACTIVELY pada surat keterangan asal-nya. Tanda tersebut
tidak diatur penempatannya, tetapi karena hal tersebut merupakan
kewenangan issuing authority, maka seyogyanya dituliskan/dibubuhkan
pada approval area.
Masa berlaku certificate of origin yang ISSUED RETROACTIVELY
adalah sama, yaitu 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. Namun demikian
penerbitannya tidak boleh lebih dari jangka waktu satu tahun sejak
tanggal B/L.
Perlu diingat bahwa proses pengajuan surat keterangan asal oleh
eksportir maupun kuasanya, dan proses verifikasi oleh issuing authority,
yang terjadi pada saat pengajuan surat keterangan asal yang issued
retroactively adalah sama dengan prosedur yang ditempuh pada saat
penerbitan secara umum.
Ada hal yang menarik terkait surat keterangan asal yang diterbitkan
kemudian atau issued retroactively, dimana sebenarnya barang telah
diberangkatkan terlebih dahulu ke tempat tujuan, tetapi persetujuan dari
issuing authority belum ada. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan,
bagaimana issuing authority dapat meyakini bahwa surat keterangan
asal yang akan dikeluarkan adalah benar-benar untuk barnag yang telah
diberangkatkan. Oleh karena itu, dalam hal terdapat surat keterangan
asal seperti ini ada baiknya dilakukan pemeriksaan yang lebih
mendalam oleh petugas di lapangan, atau jika dianggap perlu dapat
dimintakan retroactive check kepada issuing authority.
20
b.
pesanan
tersebut
maka
perusahaan
Singapore
21
2)
pihak
Malaysia
untuk
mengajukan
permohonan
2)
3)
yang
pengekspor
diterbitkan
pertama.
oleh
Hal
issuing
ini
untuk
authority
di
negara
memastikan
bahwa
22
6)
7)
c.
23
dan
apabila
diyakini
kebenarannya,
pihaknya
dapat
untuk
memberikan
tanda-contreng/X,
maka
dengan
1.2
Latihan 1
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang singkat, jelas dan
benar!
1. Dalam proses penanganan surat keterangan asal, terdapat dua instansi yang
paling berperan, yaitu issuing dan receiving authority. Jelaskan peranan
masing-masing kedua instansi tersebut, dan bagaimana dengan peran DJBC
sendiri ?
2. Secara prinsip penerbitan surat keterangan asal telah ditetapkan periodenya.
Namun demikian, dalam prakteknya ternyata terdapat prosedur lain yang
disediakan
oleh
perjanjian
pembentuk
skema
FTA,
dengan
24
1.3
Rangkuman
Certificate of origin atau selanjutnya disebut surat keterangan asal adalah
form khusus yang digunakan sebagai identitas dari suatu komoditi, dalam hal
mana instansi yang diberi kewenangan untuk menerbitkannya memberikan
pernyataan tentang origin barang dari suatu negara. Sertifikat ini juga dapat
berbentuk pernyataan yang dikeluarkan oleh pabrikan, produsen, supplier,
eksportir, ataupun pihak lain yang ditunjuk.
Penerbitan surat keterangan telah ditetapkan periodenya, yaitu sebelum,
pada saat, atau 3 (tiga) hari setelah tanggal B/L. Namun demikian, sekalipun
telah ditetapkan periodenya, faktanya masih terdapat penerbitan yang dilakukan
diluar periode tersebut.
Para negosiator menyadari adanya kemungkinan kondisi ini, sehingga
kemudian disediakan fleksibilitas untuk penerbitannya, yaitu :
25
a.
b.
c.
Jenis lainnya adalah surat keterangan asal CERTIFIED TRUE COPY, yaitu
surat keterangan asal yang diterbitkan sebagai pengganti dari surat
keterangan asal sebelumnya yang hilang atau rusak. Surat keterangan asal
jenis ini diterbitkan atas permohonan eksportir dengan mengacu pada surat
keterangan pertama yang dimilikinya (lembar ketiga-triplicate) dan/atau arsip
yang ada di issuing authority (lembar kedua-dulicate). Jangka waktu surat
keterangan asal CERTIFIED TRUE COPY adalah sama dengan surat
keterangan asal yang hilang, sehingga tanggal surat keterangan asal yang
hilang tersebut wajib dicantumkan dalam dokumen pengganti tersebut.
1.4
Tes Formatif 1
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang singkat, jelas dan
benar!
1.
26
hal apakah yang dilakukan oleh eksportir atas surat keterangan asal
tersebut?
2.
Hal-hal apa saja yang dilakukan oleh issuing authority terkait permohonan
yang diajukan oleh eksportir atau kuasanya, sebelum memberikan
persetujuan pada box 12 surat keterangan asal dalam rangka kerja sama
ASEAN ? jelaskan!
3.
4.
Dalam hal jangka waktu penerbitan tersebut tidak dapat dipenuhi dan surat
keterangan asal baru dapat diterbitkan setelah jangka waktu yang diatur di
dalam
perjanjian
pembentuk
skema
FTA,
bagaimanakah
proses
27
91 %
s.d
100 %
Sangat Baik
81 %
s.d.
90,99 %
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
Kurang
0%
s.d.
60,99 %
Sangat Kurang
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar
angka 81%, kami menyarankan agar anda mengulang kembali materi kegiatan
belajar ini.
28
KEGIATAN
BEL AJAR
DUA
PENERIMAAN CERTIFICATE OF ORIGIN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan :
1.
2.
3.
2.1
29
1.
Saat pengajuan
Seluruh perjanjian pembentuk skema FTA mengatur bahwa pengajuan
surat keterangan asal dilakukan bersamaan dengan pengajuan import
declaration, yang mana untuk Indonesia mengacu pada Pemberitahuan
Impor Barang (PIB). Inilah yang disebut dengan asas presentasi menurut
para perunding skema FTA.
Indonesia berpedoman pada perjanjian pembentuk skema FTA untuk
melaksanakan ketentuan ini apa adanya sebagaimana isi dari perjanijan
tersebut, khususnya OCP. Oleh karena itu dalam hal terdapat pengajuan
surat keterangan asal untuk mendapatkan tarif preferensi yang diajukan
tidak bersamaan dengan pengajuan PIB tidak akan diberikan tarif preferensi.
Adakalanya barang tiba lebih dulu dibandingkan dengan surat
keterangan asal yang datangnya menyusul. Dalam kondisi seperti ini, maka
apabila importir masih mengharapkan agar barang yang diimpornya dapat
30
asal.
Dalam
beberapa
pertemuan/sidang
pembahasan
implementasi skema FTA, hal ini pernah dibahas dan administrasi pabean
Indonesia dianggap tidak akomodatif terhadap kondisi yang ada sehingga
dianggap kurang fasilitatif.
Menanggapi asumsi seperti ini, pihak Indonesia menyampaikan bahwa
inilah yang disebut dengan kepastian hukum, sehingga setiap pelaku usaha
akan dapat mudah memahami dan memprediksi/menyiapkan hal-hal yang
harus dilakukan. Poin yang paling penting adalah bahwa sikap Indonesia ini
tidak bertentangan dengan perjanjian yang mendasari implementasi skema
FTA.
Beberapa negara anggota ASEAN, seperti Thailand dan Singapore,
membuat aturan sedikit berbeda dengan Indonesia, dimana apabila terdapat
importasi ke negaranya, kemudian pengajuan surat keterangan asal
dilakukan setelah pengajuan import declaration, maka pihak pabeannya
akan menerima dan melakukan koreksi atas keputusan yang telah diambil
sebelumya.
Atas perbedaan sikap ini tentunya masing-masing pihak tidak dapat
saling menyalahkan, mengingat hal tersebut berangkat dari penafsiran atas
substansi perjanjian pembentuk skema FTA yang sama-sam atelah ditanda
tangani.
Sekalipun
importir
melakukan
pengajuan
surat
keterangan
asal
31
2.
check,
pelaksanaan
verifikasi
visit,
pengajuan
kepada
32
yang
memiliki
kewenangan
untuk
melakukan
aktivitas
terkait
pemeriksaan dokumen.
Terkait dengan pengajuan permohonan mendapatkan tarif preferensi,
tentunya fokus dari proses pemeriksaan tersebut adalah pemenuhan terhadap
ROO (ROO), yang meliputi 3 (tiga) hal sangat penting, yaitu : kriteria origin (lihat
modul kedua), kriteria pengiriman langsung, dan procedural provisions.
1.
Regional Value Content (RVC 40%), dan RVC 35% untuk ASEAN-India
FTA
Oleh karena itu di dalam modul ini tidak akan dijelaskan kembali tentang
masing-masing kriteria origin, melainkan hanya tata cara pemeriksaan keasal-an dari produk-produk yang masuk ke Indonesia dengan dilindungi
surate keterangan asal.
Agar lebih mudah melaksanakan pemeriksaan kriteria origin, maka ikutilah
langkah-langkah sebagai berikut :
33
a.
merupakan
kepentingan
dari
importir,
maka
penulis
34
untuk skema
IJEPA). Pastikan
bahwa
kode
HS
yang
35
Berdasarkan
kode
HS
tersebut,
petugas
pabean
melakukan
36
Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam pemeriksaan kriteria origin
adalah apabila barang yang diimpor ternyata lebih dari satu jenis atau
satu item. Apabila demikian, sekalipun seluruh barang tersebut memilki
kode HS yang sama, maka masing-masing jenis/item barang wajib
mencantumkan kriteria origin-nya.
Contoh :
Apabila dalam satu pengiriman diketahui bahwa barang yang diimpor
berjumlah 5 (lima) jenis, maka tampilan dalam surat keterangan asal
yang melindungi barang tersebut tampilan pada box-box terkait uraian
barang dan kriteria origin adalah sebagai berikut:
5. Item
number
6. marks
and
numbers on
criterion
packages
quantity
(see
and
HS
where
importing country)
1
2
N/M
appropriate
number
MALIMO
of
the
8. Origin
er ....
Overleaf
Notes
X
HS CODE : 5603.14
3
4
NON WOVEN
HS CODE : 5602.10
CHEMICAL SHEET
HS CODE : 5602.10
MAGIC TAPE
HS CODE : 3919.10
THREAD
HS CODE : 8208.90
37
2.
membuktikan
apakah
suatu
barang
dalam
pengangkutannya
38
39
bahwa
dokumen
pendukung
tersebut
adalah
untuk
alat
angkut
transit
di
negaranya,
kemudian
melanjutkan
40
Ada
baiknya
Indonesia
juga
dapat
menerbitkan
surat
3.
Pemenuhan Prosedur
Setelah kedua kriteria yang dipersyaratkan untuk mendapatkan tarif
preferensi, maka persyaratan terakhir adalah pemenuhan prosedur yang
telah disepakati. Artinya untuk mendapatkan tarif preferensi wajib melewati
prosedur yang diatur di dalam OCP.
Prosedur yang harus ditempuh sebenarnya sebagian besar telah dibahas
pada bagian awal dari modul ini, yang secara prinsip terdiri dari proses
penerbitan surat keterangan asal, sampai dengan proses pengajuannya
kepada administrasi pabean di negara importir, atau menurut istilah WCO
adalah sertifikasi dan verifikasi.
Sejak pengajuan surat keterangan asal oleh eksportir kepada issuing
authority di negara pengekspor, proses pemeriksaan kelengkapan dokumen,
pemeriksaan fisik, sampai dengan persetujuan penerbitan surat keterangan
asal, merupakan bagian dari prosedur sertifikasi.
Adapun pada proses pelaksanaan verifikasi oleh administrasi pabean di
negara importir terdiri dari pemeriksaan terhadap validitas, otentisitas, dan
akurasi dari surat keterangan asal yang diterimanya, yang diantaranya
meliputi :
a. Bentuk dan ukuran surat keterangan asal
Perjanjian telah menetapkan bentuk dan ukuran surat keterangan asal,
yaitu kertas A4, terdiri dari 13 box yang harus diisi lengkap (lihat contoh
surat keterangan asal dari masing-masing skema FTA sebagaimana
terdapat pada bab satu. Pengecualian dari bentuk dan ukuran tersebut
hanya berlaku pada surat keterangan asal skema AANZFTA dan IJEPA,
41
penulis
dapat
menganggap
saja
bahwa
mengganggu
kinerja
petugas
pabean.
b. Kelengkapan pengisian
Seluruh box yang ada di dalam surat keterangan asal merupakan kolom
informasi atau data yang harus dipastikan telah terisi sesuai dengan
peruntukannya, serta saling mendukung (selaras) dengan dokumen
terkait.
Box pertama yang harus diperhatikan adalah sebelah kanan atas yang
memuat informasi reference number (Reference No. atau Certification No.
pada skema IJEPA). Hal ini sangat penting karena merupakan bukti
bahwa surat keterangan asal tersebut telah di-administrasi-kan di issuing
authority dan diberikan nomor tersebut. Sekalipun tidak diatur di dalam
perjanjian, tetapi diharapkan petugas pabean memiliki kejelian dalam
melakukan pemeriksaan nomor referensi yang seharusnya memiliki
standar antara satu surat keterangan asal dengan jenis dokumen yang
sama, yang diterbitkan oleh satu negara asal.
42
d. Pelabuhan muat
Sebagaimana telah disinggung di atas, barang harus diberangkatkan dari
negara
dimana
barang
tersebut
diproduksi
atau
negara
tempat
43
Dalam surat keterangan asal tidak secara jelas disebutkan tentang isian
untuk pelabuhan muat (port of loading). Akan tetapi apabila kita
perhatikan, baik pada surat keterangan asal untuk skema FTA regional
maupun IJEPA, terdapat keharusan pencantuman rute (route) dari alat
angkut. Dengan demikian, maka pada box ini sudah seharusnya
dituliskan pelabuhan muat dari produk yang akan dikirim.
Informasi pelabuhan muat dapat juga menimbulkan keraguan atau
penolakan pemberian tarif preferensi. Misalnya dalam kasus pengajuan
PIB untuk barang dengan menggunakan skema ACFTA, dimana pada
surat keterangan asal yang dilampirkan kedapatan bahwa pelabuhan
muat adalah HONGKONG, sedangkan Form E diterbitkan dari penerbit di
China.
Berdasarkan informasi tersebut di atas, setidaknya kita akan memiliki dua
keraguan, yaitu :
Bagaimana caranya issuing authority yang berada di China melakukan
pemeriksaan atas barang yang tidak ada di negaranya?
HONGKONG
merupakan
otoritas
ekonomi
sendiri
dan
bukan
e. Pemberian tanggal
Informasi tentang tanggal di dalam surat keterangan asal terdapat dalam
beberapa box, yaitu :
Untuk surat keterangan asal dalam kerangka skema FTA lingkup
regional : box 3 (tanggal keberangkatan), box 10 (tanggal invoice), box
11 (tanggal pengajuan oleh eksportir), dan box 12 (tanggal pemberian
persetujuan oleh issung authority).
44
jumlah
waktu
(atau
hari)
yang
diperlukan
adalah
45
melakukan
pemeriksaan
fisik
atau
upaya
tertentu
untuk
C.
istilah
penolakan dalam
46
47
pembuatan
perjanjian
internasional,
karena
sangat
riskan
dan
perlu
dipahami
juga
bahwa
ketentuan
tentang
tidak
diberikannya tarif preferensi berada di dalam pasal (rule atau article) yang
berbeda dengan suspension atau tertundanya pemberian tarif preferensi akibat
adanya keraguan ataupun kegiatan random yang dilakukan oleh administrasi
pabean. Disinilah salah satu beban berat yang dipikul oleh administrasi pabean
sebagai bagian dari kerangka kerja sama perdagangan internasional, karena
48
tuntutan untuk berperan sebagai fasilitator sangat tinggi. Sementara di sisi lain
administrasi pabean juga dituntut untuk menjadi pengawas lalu lintas barang.
Data menunjukkan adanya penyimpangan dalam skema FTA-TIG, yaitu
penggunaan surat keterangan asal palsu, yang diketahui setelah adanya
konfirmasi atas permintaan retroactive check kepada issuing authority. Tentunya
menjadi tidak efektif apabila seluruh surat keterangan asal yang masuk harus
dimintakan retroactive check. Oleh karena itu perlu ada penegasan, kapan box 4
tersebut diberdayakan, dan tidak perlu retro, melainkan langsung dikenakan tarif
preferensi.
Oleh karena ketiadaan peraturan yang jelas di tingkat nasional, tentunya
penulis cukup kesulitan membuat daftar hal-hal yang dapat dikategorikan
ditolak dalam modul ini, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas tidak sesuai
dengan aturan main di dalam perjanjian pembentuk skema FTA-nya, seperti :
Kesalahan pemberitahuan kriteria origin. Misalnya : untuk komoditi yang
diimpor ternyata masuk ke dalam daftar PSR, tetapi dalam box 8 diisi kriteria
origin yang tidak sesuai. Hal ini menurut penulis termasuk upaya untuk
mengelabui petugas administrasi pabean di negara importir.
Penggunaan kriteria origin yang tidak sesuai dengan skema FTA-TIG yang
digunakan. Maksudnya adalah : dalam setiap skema FTA-TIG telah
ditentukan kriteria origin apa saja yang dapat digunakan, sebagaimana dimuat
dalam overleaf notes masing-masing surat keterangan asal-nya. Apabila
terdapat pengajuan surat keterangan asal dengan kriteria origin yang tidak
tercantum pada overleaf notes, maka menjadi tidak syah, dan dapat ditolak
permohonan mendapatkan tarif preferensinya.
Contoh :
Dalam skema AKFTA terdapat kriteria origin salah satu kriteria origin yang
diperbolehkan adalah Rule 6 rules of origin. Apabila terdapat surat
keterangan asal yang diajukan dalam kerangka skema ACFTA menggunakan
kriteria origin Rules 6, maka secara otomatis dapat digugurkan.
Pejabat penandatangan tidak terdapat di dalam list of specimen (daftar
spesimen tanda tangan dan stempel masing-masing negara anggota skema
FTA-TIG). Tapi hal ini harus benar-benar dipastikan bahwa petugas pabean
49
D.
keterangan asal oleh petugas pabean adalah adanya mekanisme penolakan dan
penundaan pemberian tarif preferensi. Di atas telah dibahas tentang mekanisme
penolakan pemberian preferential tarif, dengan cara mengisi box 4 dari surat
keterangan asal yang diajukan, kemudian diberikan penjelasan penolakan
tersebut dan menandatanganinya. Selanjutnya asli dari surat keterangan asal
yang ditolak tersebut kemudian dikembalikan (dikirimkan kembali) kepada issuing
authority.
Berbeda dengan mekanisme penundaan pemberian surat keterangan asal,
dimana atas barang yang diimpor masih ada kemungkinan untuk mendapatkan
tarif preferensi, tetapi memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari issuing authority
dengan cara mengajukan permintaan retroactive check.
Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya penundaan pemberian tarif
preferensi adalah karena adanya keraguan dari petugas pabean atas ke-otentikan dan/atau ke-akurat-an dari surat keterangan asal yang diajukan oleh importir,
atau karena proses random yang dilakukan oleh adminsitrasi pabean di negara
importir.
a.
50
dimana
ketebalan
kertas
berbeda
dengan
yang
biasa
Bentuk tanda tangan yang tidak begitu mirip dengan yang ada di dalam
daftar spesimen sehingga menimbulkan keraguan.
51
b.
Proses Random
Random artinya memilih secara acak atas surat keterangan asal yang
diajukan oleh importir, untuk dimintakan konfirmasi lebih lanjut kepada
issuing authority.
Beberapa perjanjian pembentukan skema FTA secara tegas mengatur
kemungkinan random dalam melakukan permintaan retroactive check.
Artinya beberapa perjanjian pembentuk skema FTA tidak menganjurkan
ataupun melarang. Hal inilah yang dapat dijadikan dasar oleh masingmasing negara anggota untuk dapat mengembangkan aturan nasionalnya
sehingga terdapat kepastian hukum bagi para pengguna jasa.
Random dapat dilakukan pada tahap manapun dalam prosedur kepabeanan,
mulai saat penerimaan dokumen sampai dengan post audit.
c.
Retroactive Check
Kegiatan retroactive check pada dasarnya merupakan proses verifikasi atau
pemeriksaan ulang oleh issuing authority atas permintaan administrasi
pabean di negara importir, yang disebabkan adanya keraguan terhadap
surat keterangan asal dan/atau keputusan random. Oleh karena itu kegiatan
retroactive check harus diawali dengan adanya permintaan secara tertulis
dari administrasi pabean di negara importir.
Dalam surat permintaan retroactive check tersebut, pihak receiving authority
atau administrasi pabean wajib menjelaskan alasan dimintakannya proses
verifikasi dimaksud, sehingga pelaksanaan pemeriksaan ulang oleh issuing
authority mengarah pada substansi yang diragukan.
52
dalam
mengajukan
permintaan
retroactive
check
53
Dalam contoh di atas dapat dilihat bahwa materi yang diragukan adalah
terkait kriteria origin yang ada di dalam box atau kolom 8, kemudian diikuti
dengan alasan munculnya keraguan. Selanjutnya pada paragraf terakhir
disinggung tentang hal yang mendasari proses retroactive check, yaitu
sebagaimana diatur dalam OCP.
Atas permintaan retroactive check tersebut, issuing authority melakukan halhal yang dianggap perlu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait
materi yang dipertanyakan. Tindakan untuk melakukan hal-hal yang
dianggap perlu inilah sebenarnya yang disebut dengan retroactive check.
Pihak issuing authority wajib memberikan jawaban atas permintaan
retroactive check dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak surat diterima
pihaknya.
Apabila issuing authority tidak dapat memberikan jawaban dan/atau
penjelasan atas permintaan retroactive check dari administrasi pabean di
negara importir, atau jawaban yang dikirimkan ternyata melewati batas
waktu yang telah ditetapkan tersebut, maka surat keterangan asal yang
54
d.
Verification Visit
Sesuai dengan istilah yang dipergunakan, verification visit merupakan
kegiatan verifikasi yang dilakukan oleh administrasi pabean negara importir
di negara tempat penerbitan surat keterangan asal.
Verifikasi ini dilakukan akibat dari ketidakpuasan negara importir, yaitu
administrasi pabean, atas penjelasan issuing authority dalam memberikan
jawaban atas permintaan retroactive check. Hal ini menjadi kewenangan
negara importir, apakah akan menerima atau tidak. Hanya saja, apapun
keputusan dari administrasi pabean negara importir terhadap komoditi yang
dilindungi dengan surat keterangan asal yang sedang dipertanyakan, harus
diinformasikan kepada issuing authority.
Pelaksanaan verification visit merupakan kewenangan dari administrasi
pabean negara importir. Akan tetapi pada prakteknya administrasi pabean
dapat melibatkan instansi lain yang dianggap relevan dan akan membantu
pelaksanaan verification visit.
Contoh :
KPU Tanjung Priok telah menerima jawaban permintaan retroactive check
dari issuing authority di China, atas keraguan kriteria origin produk STEEL
COLD ROLLED. Namun demikian, atas jawaban tersebut KPU Tanjung
55
b.
56
c.
d.
2.
b.
c.
d.
3.
4.
57
Dalam hal terdapat Form D yang melindungi satu komoditi dengan kriteria
Rule 6, apa yang akan Saudara lakukan ?
a. Rule 6 tidak termasuk dalam kriteria origin yang dapat digunakan dalam
skema ATIGA, sehingga langsung ditolak.
b. Menanyakan kepada importir tentang maksud penggunaan Rule 6 dalam
surat keterangan asal yang diajukannya.
c. Menerima surat keterangan asal dan memberikan tarif preferensi.
d. Meminta retroactive check kepada issuing authority, untuk mengganti
kriteria origin tersebut.
1.3 Rangkuman
Sekalipun administrasi pabean Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, tidak terlibat dalam penerbitan surat keterangan asal, akan tetapi
tetap memerlukan pemahaman atas penerbitan dari surat keterangan asal dalam
skema FTA-TIG. Hal ini sangat penting guna mengambil keputusan yang
mengacu pada tata cara penerbitan surat keterangan asal dimaksud oleh issuing
authority.
Proses penerbitan surat keterangan asal atau sertifikasi oleh issuing
authority akan memberi makna bahwa hanya atas jumlah dan jenis serta
informasi yang ada di dalam surat keterangan asal itulah yang telah disetujui oleh
issuing authority untuk kemudian menjadi dasar bagi administrasi pabean apakah
atas komoditi di dalamnya dapat diberikan tarif preferensi atau tidak.
Sebelum diberikannya tarif preferensi atas produk yang ada di dalam surat
keterangan asal, administrasi pabean diberikan kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan atau verifikasi atas surat keterangan asal tersebut, yang akan
menghasilkan 3 (tiga) keputusan alternatif, yaitu :
Dianggap memenuhi seluruh persyaratan yang ada di dalam ROO,
sehingga tarif preferensi diberikan.
58
59
2.
Dalam hal penjelasan issuing authority dalam rangka retroactive check tidak
memuaskan, maka langkah berikutnya adalah :
a. Verification visit oleh penerbit surat keterangan asal ke perusahaan
importir.
b. Verification visit oleh pihak administrasi pabean negara eksportir ke
perusahaan pengirim barang.
c. Verification visit oleh administrasi pabean negara eksportir ke negara
importir.
d. Verification visit oleh administrasi pabean negara importir ke perusahaan
pengekspor.
3.
4.
Apabila jumlah di dalam PIB lebih banyak dari jumlah komoditi yang ada di
dalam surat keterangan asal, maka jumlah yang dimungkinkan untuk
mendapat tarif preferensi adalah :
a. Yang tertera di dalam invoice, karena sejumlah itulah yang telah dibayar
oleh importir kepada eksportir, sehingga layak mendapatkan tarif
preferensi.
b. sejumlah yang diajukan oleh importir ke kantor pabean, bersama-sama
dengan pengajuan surat keterangan asal.
c. Hanya selisih jumlah barang yang ada di PIB dengan surat keterangan
asal.
d. Hanya sejumlah barang yang tertera di dalam surat keterangan asal,
mengingat hanya sejumlah itulah yang dilakukan pemeriksaan oleh
issuing authority.
60
5.
tentang
alasan
penolakan
tersebut,
kemudian
s.d
100 %
Sangat Baik
81 %
s.d.
90,99 %
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
Kurang
0%
s.d.
60,99 %
Sangat Kurang
61
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar
angka 81%, kami menyarankan agar anda mengulang kembali materi kegiatan
belajar ini.
62
KEGIATAN
BEL AJAR
TIGA
KETENTUAN LAIN-LAIN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan :
1) Dapat menjelaskan ketentuan khusus yang ada di dalam perjanjian
pembentuk skema FTA perdagangan bebas;
2) Dapat menjelaskan perlakuan yang dianggap sejalan dengan
perlakukan khusus tersebut.
sehingga
segala
hal
yang
bersifat
menghambat
akan
63
64
prosedur yang diberlakukan untuk impor untuk dipakai dan tidak terdapat
masalah.
Satu bulan kemudian, importir yang sama mengajukan surat keterangan asal
atas satu paket barang di atas, dengan menunjuk nomor invoice, dan B/L
yang digunakan pada saat pengajuan PIB.
Dengan
pengajuan
ini,
secara
tidak
langsung
importir
mengajukan
prosedur
restitusi
DJBC
dapat
menerima
permohonan
65
salah
satu
skema
FTA-TIG
dimana
Indonesia
juga
turut
66
Selain barang dengan kondisi seperti di atas, untuk barang yang dikirim
melalui kantor pos yang juga nilainya tidak melebihi USD FOB 200,00,
disepakati untuk diberikan tarif preferensi.
Namun demikian apabila barang tersebut tidak berasal dari negara anggota
skema FTA-TIG yang ditanda tangani Indonesia, maka berlaku ketentuan
impor umum.
2.
FTA
diatur
sedemikian
kesalahan-kesalahan
tersebut,
rupa
atas
dan
kemungkinan
memilahnya
munculnya
berdasarkan
penanganannya, yaitu :
a. Perbaikan
Penanganan dengan cara perbaikan atas kesalahan pada surat
keterangan asal, ditujukan untuk kesalahan penulisan atau hal-hal lain
yang dapat dilakukan koreksi langsung di dalam surat keterangan asal,
misalnya :
pada box 3 yang berisi informasi tentang alat transportasi/proses
pengangkutan, tertulis :
Departure date : 12 October 2012
Setelah diterbitkan, pihak issuing authority menyadari kesalahan
tersebut yagn seharusnya bulan Desember. Oleh karena itu pihaknya
dapat melakukan perbaikan dengan cara mencoret October dan
kemudian menggantinya dengan December.
Departure date : 12
Perlu
December
October 2012
diperhatikan
bahwa
setelah
melakukan
pencoretan
dan
67
b. Penggantian
Penanganan dengan cara penggantian tentunya lebih mudah dan surat
keterangan asal terlihat lebih rapih dan teratur. Dalam OCP tidak diatur
pada saat kapan sebuah surat keterangan asal dapat diganti dengan
yang baru, kecuali untuk mekanisme Ceritified True Copy sebagaimana
telah dibahas pada bab terdahulu.
Issuing authority Indonesia termasuk yang jarang atau bahkan tidak
pernah melakukan koreksi apabila terjadi kesalahan penulisan ataupun
kesalahan lain yang dapat ditangani dengan cara perbaikan. Artinya,
setiap terjadi kesalahan pada surat keterangan asal, Instansi Penerbit
Surat Keterangan Asal (IPSKA) yang tersebar di pemerintah propinsi,
pemerintah kabupaten, dan pemerintah kotamadya, secara langsung
menggantinya dengan yang baru. Apalagi sejak diberlakukannya sistem
pengajuan dan penerbitan surat keterangan asal secara elektronik (eSKA), pihaknya selalu mengganti dengan yang baru dalam hal terjadi
kesalahan.
Belajar dari prosedur yang diterapkan oleh IPSKA kita, maka Indonesia
secara tidak langsung telah mengambil sikap bahwa dalam hal terjadi
kesalahan, maka tidak akan dilakukan perbaikan melainkan langsung
menggantinya dengan yang baru.
Hal ini tentunya harus diantisipasi terkait dengan statistik penerbitan surat
keterangan asal, sehingga tidak terjadi duplikasi perhitungan surat
keterangan asal yang diterbitkan, karena akan menjadi patokan dalam
menghitung utilisasi surat keterangan asal.
68
3.
penyebutan
party
dalam
hal
ini
hanya
untuk
tujuan
Company
B
di
Shanghai
barang
69
dipesan
oleh
PT.
Pangsaena
dilindungi
dengan
surat
b.
70
B
Barang
Berdasarkan alur transaksi di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sebuah perusahaan A di Indonesia memesan barang kepada
perusahaan B di Singapore, yang merupakan marketing dari sebuah
produk yang berada di China.
Menindaklanjuti permintaan perusahaan A tersebut, perusahaan B
memberitahukan kepada perusahaan C di China, agar dapat
mengirimkan sejumlah pesanan dari perusahaan A, dengan pesan
khusus agar barang yang dikirimnya nanti dilindungi dengan surat
keterangan asal Form E.
Di sini kita dapat melihat sebenarnya perusahaan yang bertransaksi
adalah perusahaan A di Indonesia dan perusahaan B di Singapore.
Akan tetapi pengiriman barang dilakukan oleh perusahaan C di
China.
Dalam transaksi tersebut dapat dipastikan akan ada dua invoice,
yaitu invoice yang diterbitkan oleh perusahaan B di Singapore untuk
penagihan kepada perusahaan A di Indonesia, dan invoice dari
perusahaan C untuk penagihan kepada perusahaan B di Singapore.
71
Dalam hal invoice yang diterbitkan oleh pihak yang melakukan transaksi
dengan importir telah diketahui pada saat proses penerbitan surat
keterangan asal, maka :
1) Untuk skema FTA-TIG dalam lingkup regional, nomor invoice
dituliskan pada box 7 surat keterangan asal, sekaligus penjelasan
bahwa transaksi tersebut merujuk pada invoice pihak ketiga, atau
menggunakan mekanisme third country/party invoicing.
2) Untuk skema IJEPA, nomor invoice yang dikeluarkan pihak ketiga
dituliskan pada box 8, disertai penjelasan bahwa transaksi tersebut
menggunakan mekanisme third country/party invoicing.
Dalam hal invoice yang diterbitkan oleh pihak ketiga belum diketahui
oleh perusahaan yang mengajukan permohonan surat keterangan asal
kepada issuing authority, maka penanganannya kurang lebih sebagai
berikut :
1) Untuk skema FTA-TIG dalam lingkup regional, pada box 7 diberikan
penjelasan bahwa transaksi tersebut menggunakan mekanisme third
72
yang
diterbitkan
oleh
perusahaan
yang
mengajukan
yang
diterbitkan
oleh
perusahaan
yang
mengajukan
Barang Pameran
Pameran diyakini telah menjadi salah satu strategi bisnis yang banyak
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun
multinasional. Bahkan untuk setingkat Usaha Kecil Menengah (UKM) pun
telah menjadi salah satu sarana untuk mengembangkan usahanya.
Oleh
karena
itu
dalam
kerangka
kerja
sama
internasional bidang
73
5.
De Minimis
Pada modul dua, kita telah membahas tentang kriteria origin yang
dipergunakan dalam skema FTA-TIG yang ditanda tangani Indonesia, yaitu :
74
1)
2)
3)
Regional Value Content ditulis RVC untuk kerja sama lingkup regional
atau QVC untuk skema IJEPA;
4)
5)
6)
Rule 6, yaitu satu-satunya kriteria yang ada di dalam skema ASEANKorea FTA, yang ditujukan untuk mengakomodir hasil produksi suatu
wilayah di luar negara anggota, tetapi menggunakan bahan baku yang
berasal dari negara anggota.
Contoh :
Dalam skema ASEAN-Korea FTA, negara yang terlibat atau yang
disebut dengara anggota adalah 10 negara ASEAN ditambah Korea,
sehingga totalnya adalah 11 negara.
Dengan Rule 6, apabila Indonesia mengirimkan bahan baku origin
Indonesia ke wilayah diluar 11 negara di atas untuk tujuan produksi,
maka atas barang jadinya dapat dianggap sebagai produk Indonesia
dan berhak mendapatkan tarif preferensi dengan kriteria origin Rule
6.
Selain dari kriteria origin di atas, sebenarnya terdapat kriteria lain yang dapat
digunakan oleh eksportir terkait dengan keinginannya untuk mendapatkan
tarif preferensi walaupun tidak dapat berdiri sendiri, yaitu de minimis.
De minimis dapat digunakan dalam kriteria perubahan tarif (change in tariff
classification). Sebagaimana diketahui bahwa kriteria origin CTC ditujukan
untuk perubahan dari non origin material atau material yang tidak berasal
dari negara-negara anggota untuk diproses sehingga terjadi perubahan
substansi (substantial transformation) menjadi produk lain yang memiliki
kode HS atau klasifikasi barang berbeda dengan material pembentuknya.
Namun demikian, dalam proses tersebut ternyata tidak seluruh bahan baku
75
mengalami perubahan, melainkan oleh karena satu dan lain hal tetap baik
bentuk maupun kode HS-nya (klasifikasi barang tidak berubah).
Mempertimbangkan kondisi tersebut, perjanjian pembentuk skema FTA-TIG
mengisaratkan fleksibilitas lainnya, dimana kondisi tersebut dapat diterima
dan atas barang jadinya tetap masih memungkinkan untuk mendapatkan
tarif preferensi sepanjang persyaratan lain dipenuhi dan material yang tidak
berubah tersebut tidak lebih dari 10% dari seluruh barang jadinya, baik nilai
maupun volumenya.
Contoh :
Company A di Malaysia mengimpor beberapa jenis bahan baku dari
Jerman, China, dan Jepang.
Setelah selesai diproses, seluruh bahan baku mengalami perubahan
substansi sehingga terjadi perubahan klasifikasi barang (kode HS).
Company A melakukan kalkulasi untuk harga dari produk barang jadinya,
dan diperoleh nilai FOB USD. 1.000,00.
Tidak berapa lama, company B di Indonesia mengirimkan pesanan atas
barang tersebut, dan terjadilah transaksi antar keduanya. Atas pesanan
tersebut pihak company B meminta agar atas pengiriman barang
pesanannya nanti dilindungi dengan surat keterangan asal, Form D.
Company A menyanggupi pesanan dari company B, dan pihaknya telah
mempersiapkan untuk menggunakan kriteria origini change in tariff
heading (CTH). Akan tetapi berdasarkan analisa ulang, diketahui bahwa
di dalam produk barang jadi yang diproduksinya terdapat bahan baku
yang tidak mengalami perubahan substansi sehingga tidak terjadi
perubahan kode HS, senilai FOB USD. 5,00.
Berdasarkan ketentuan de minimis, dalam kriteria origin CTH, apabila
terdapat material yang tidak mengalami perubahan substansi tetapi
nilainya tidak lebih dari 10% nilai keseluruhan barang jadinya, maka
masih dimungkinkan untuk mendapat tarif preferensi sepanjang ketentuan
lain dipenuhi. Apabila kita bandingkan nilai material yang tidak mengalami
perubahan substansi tersebut, yaitu USD 5,00, dan nilai barang jadi
76
6. Partial Cummulation
Pada box 13 surat keterangan asal yang digunakan dalam skema ATIGA
(ASEAN Trade in Goods Agreement) terdapat satu kriteria yang disebut partial
cummulation, yaitu barang-barang hasil proses produksi satu negara ASEAN
yang diekspor ke negara ASEAN lainnya untuk dapat digabungkan dalam
proses produksi negara tersebut untuk kemudian nantinya dapat memperoleh
tarif preferensi.
Adakalanya barang yang diekspor oleh satu negara adalah merupakan hasil
produksi negara tersebut, tidak dalam bentuk bahan baku yang merupakan
produk asli negara tersebut, melainkan produk barang jadi yang dibentuk
melalui proses produksi dengan bahan baku dari berbagai negara (termasuk
kemungkinan menggunakan bahan baku yang bukan dari berasal dari negara
anggota skema FTA). Produk barang jadi di negara tersebut, bisa jadi
merupakan bahan baku untuk digunakan dalam proses produksi barang
lainnya di negara yang lain. Dalam rangka memfasilitasi adanya kondisi
barang setengah jadi yang diproduksi oleh negara anggota dengan
menggunakan campuran bahan baku dari negara bukan anggota (bahan baku
non origin) seperti ini maka kemudian dibuat kesepakatan untuk dapat
mengakomodirnya.
Lebih jelas gambaran tentang partial cummulation sebagaimana dimaksud
dalam ATIGA adalah sebagai berikut :
Company A di Indonesia memproduksi barang B-1, dengan menggunakan
bahan baku :
77
Agar
produk
dapat
memperoleh
tarif
preferensi
pada
saat
demikian
hendaknya
diperhatikan
bahwa
sumbangan
dari
Indonesia bukan dalam bentuk bahan baku yang murni dihasilkan oleh
Indonesia,
melainkan
komponen
B-1
yang
diproduksi
dengan
78
3.2
Latihan 3
1. Salah satu syarat agar barang untuk tujuan pameran dapat memperoleh tarif
preferensi pada saat terjadinya transaksi antara pembeli dengan pihak yang
memasukkan barang adalah :
a. Barang yang dimasukkan untuk tujuan pameran harus telah dilindungi
dengan surat keterangan asal yang syah dan valid.
b. Pada saat terjadinya transaksi, pihak yang memasukkan barang untuk
tujuan pameran meminta issuing authority di Indonesia untuk menerbitkan
surat keterangan asal berdasarkan dokumen impor.
c. Pihak pabean cukup melakukan verifikasi di tempat, guna memastikan
apakah barang yang diperjualbelkan memenuhi syarat untuk mendapatkan
tarif preferensi.
d. Barang dikirim kembali ke negara asal untuk disertifikasi oleh issuing
authority di sana.
2.
79
skema
IJEPA,
eksportir
tidak
terlebih
dahulu
mengajukan
4.
80
asal
yang
diterimanya
kepada
importir
untuk
dapat
6.
81
kode 06 dan nomor referensi dari surat keterangan dimaksud, sehingga tarif
yang ditulis adalah berdasarkan tarif preferensi dalam rangka skema ATIGA.
Atas pengajuan PIB yang dilampiri surat keterangan asal tersebut, maka
langkah tepat yang harus diambil PFPD tersebut adalah :
a. Oleh karena persyaratan yang harus dilampirkan serta data yang
diberitahukan telah sesuai, maka diputuskan untuk memberikan tarif
prereferensi.
b. Menyiapkan surat permintaan retroactive check yang akan diikirimkan
kepada issuing authority, untuk memastikan kriteria origin tersebut.
c. Menerima permintaan importir untuk mendapatkan tarif preferensi, sesuai
dengan besaran yang ada di dalam peraturan menteri keuangan.
d. Menolak permintaan tarif preferensi, mengingat kriteria origin PC (partial
cummulation) tidak untuk mendapatkan tarif preferensi, melainkan hanya
sebagai pernyataan jumlah kandungan origin material yang berasal dari
regional, sehingga dapat diakumulasikan dalam proses pembuatan barang
jadi di negara importir.
7.
82
1.3 Rangkuman
Program liberalisasi telah melanda dunia dan sepertinya seluruh negara
harus memberikan concern yang memadai terhadap skema perdagangan bebas
ini. Skema FTA-TIG yang dibangun sepertinya benar-benar diarahkan kepada
suatu kondisi dimana segala sesuatu yang dianggap sebagai hambatan dalam
pergerakan barang dari satu negara ke negara lainnya sedapat mungkin
dikurangi dan/atau dihilangkan.
Setiap perjanjian pembentuk skema FTA-TIG selalu menyediakan ruang
dimana setiap kesalahan selalu dapat diperbaiki, sehingga tarif preferensi dapat
diberikan. Selain itu juga terdapat fleksibilitas yang disediakan, sehingga para
pengguna jasa selalu dapat memiliki alternatif dalam menyelesaikan masalah
yang muncul, sekalipun pengaturan di dalam perjanjian pembentuk skema FTATIG tidak secara rinci menjelaskan fleksibilitas tersebut.
Beberapa fleksibilitas yang diatur tetapi tidak secara detil adalah :
1)
Penafsiran atas pengajuan surat keterangan asal ternyata tidak sama antar
negara anggota skema FTA-TIG. Dalam hal ini Indonesia mengambil sikap
bahwa surat keterangan harus diajukan bersamaan dengan pemberitahuan
pabean, baik pada saat masuk untuk dipakai maupun pemasukan ke gudang
berikat.
Penafsiran seperti di atas didasari oleh kesepakatan dalam perjanjian
pembentuk skema FTA-TIG, terkait asas presentasi yang mewajibkan surat
keterangan asal diajukan sebagai dokumen pendukung dari import
declaration.
Hal lain yang juga mendasari penetapan posisi tersebut adalah untuk
kepastian hukum bagi para pengguna jasa dalam memanfaatkan surat
keterangan asal.
Perbedaan penafsiran ini dapat diterima oleh negara anggota lainnya, yang
dapat menerima surat keterangan asal setelah pengajuan pemberitahuan
pabean kepada admisitrasi pabeannya. Penulis menilai bahwa dapat
diterimanya surat keterangan asal setelah pengajuan pemberitahuan pabean
kepada adminsitrasi pabean merupakan inkonsistensi terhadap substansi
dari perjanjian pembentuk skema FTA-TIG. Namun demikian, oleh karena
permasalahan ini terkait dengan penafsiran, tentunya setiap negara anggota
83
3)
b)
4)
84
Surat keterangan asal dapat juga dipergunakan untuk impor barang tujuan
pameran, sehingga apabila terjadi transaksi selama periode pameran
berlangsung antara pengunjung dan pihak yang memamerkan dan/atau
memasukkan barang-barang yang dipamerkan tersebut, dapat memperoleh
tarif preferensi.
Dengan demikian maka pembeli tersebut dimungkinkan untuk mendapatkan
harga lebih murah dengan tidak adanya unsur bea masuk serta
pengurangan pajak karena penghilangan unsur bea masuk.
Untuk mendapatkan tarif preferensi pada saat terjadi terjadi transaksi selama
pameran berlangsung, maka barang yang diimpor harus telah dilindungi
dengan
surat
keterangan
asal
dari
negara
eksportirnya,
sehingga
85
maka negara tersebut dapat mengimpor barang dari negara anggota lainnya
untuk diolah menjadi komoditi dimaksud.
Barang yang dapat diekspor dari suatu negara dapat berbentuk bahan baku
yang menjadi produk unggulan negara pengekspor tersebut, atau dapat juga
dalam bentuk produk hasil manufacturing (nantinya akan berfungsi sebagai
barang setengah jadi) negara pengekspor yang menggunakan bahan baku
dari berbagai negara lain, baik negara anggota skema FTA-TIG maupun
bukan.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, dalam rangka mengakomodir bahan
baku eks negara pengekspor, maka disepakati penggunaan kriteria origin
Partial Cummulation, dimana apabila barang setengah jadi tersebut memiliki
kandungan lokal dan/atau regional lebih dari 20% dan kurang dari 40%,
maka berhak menggunakan surat keterangan asal, tetapi tidak memperoleh
tarif preferensi.
kepada
importir
bahwa
untuk
mengantisipasi
86
3.
Untuk surat keterangan asal Form E yang digunakan untuk melindungi impor
barang dengan menggunakan mekanisme third country invoicing dalam
rangka skema ASEAN-China FTA-TIG, maka sebagaimana diatur dalam
OCP, perlakuan dalam surat keterangan asal-nya adalah sebagai berikut :
a. Box 10 hanya diisi dengan nomor dan tanggal invoice yang diterbitkan
oleh lawan transaksi importir, karena importir tidak melakukan transaksi
dengan perusahaan di negara penerbit surat keterangan asal.
b. Box 10 dalam surat keterangan asal harus diisi dengan dua nomor dan
tanggal invoice, yang diterbitkan oleh
87
d. Box 10 harus diisi dengan nomor dan tanggal invoice yang diterbitkan
oleh perusahaan di tempat penerbitan surat keterangan asal dan juga
yang diterbitkan oleh lawan transaksi importir. Setelah itu penjelasan
tentang third country invoicing dan lawan transaksinya ditulis di box 7.
4.
Dalam sebuah surat keterangan asal yang diajukan importir melalui KPU
Tanjung Priok kedapatan bahwa pada box 7 terdapat sebagian dari uraian
barang yang dicoret, kemudian di atasnya terdapat uraian pengganti dari
yang dicoret tersebut. Tindakan anda sebagai pejabat yang melakukan
pemeriksaan dokumen adalah :
a. Memastikan bahwa coretan tersebut menggunakan tinta yang
sama dengan warna tinta yang dicoret, serta ditanda tangani
dengan jelas.
b. Memastikan bahwa atas coretan tersebut telah diberikan paraf
dan stempel oleh pejabat yang berwenang, sebagaimana tersebut
dalam daftar spesimen dari negara penerbit surat keterangan asal
tersebut.
c. Menerima
surat
keterangan
asal
tanpa
perlu
melakukan
telah
ditanda
tangani
oleh
pejabat
yang
berwenang
88
b. Kriteria origin dari barang yang diimpor adalah partial cummulation 30%,
dan tidak berhak mendapatkan tarif preferensi.
c. Angka 30% menunjukkan bahwa sejumlah itulah bahan baku yang
digunakan oleh perusahaan di Malaysia untuk membuat barang tersebut,
yang berasal dari negara-negara bukan anggota skema FTA-TIG.
d. Angka 30% menunjukkan bahwa hanya sejumlah itulah bahan baku yang
bersumber dari Malaysia untuk pembuatan barang tersebut.
s.d
100 %
Sangat Baik
81 %
s.d.
90,99 %
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
Kurang
0%
s.d.
60,99 %
Sangat Kurang
Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar
angka 81%, kami menyarankan agar anda mengulang kembali materi kegiatan
belajar ini.
89
PENUTUP
Saudara para peserta workshop Free Trade Area-Trade in Goods, Saudara
telah mempelajari seluruh kegiatan belajar yang meliputi KB-1 sampai dengan
KB-3 dengan materi penerbitan certifiate of origin atau surat keterangan asal,
penerimaan certificate of origin atau dikenal juga dengan verifikasi surat
keterangan asal oleh administrasi pabean di negara importir, dan hal-hal khusus
yang dalam implementasi skema FTA-TIG, yang seluruhnya difokuskan pada
tujuan untuk mendapatkan tarif preferensi.
Modul ini merupakan gambaran dari tata cara penanganan surat
keterangan asal, mulai dari penerbitan surat keterangan asal oleh issuing
authority di negara asal barang atau negara pengekspor, pemeriksaan oleh
petugas pabean di negara importir untuk menentukan apakah atas produk yang
diimpor berhak memperoleh tarif preferensi atau tidak, serta beberapa
ketentuan/prosedur khusus berupa fleksibilitas sebagaimana diatur dalam OCP.
Modul ini juga merupakan modul penutup dari tiga modul dalam rangka
workshop ROO, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pembelajaran
satu sama lain, sehingga untuk memahaminya harus memiliki bekal yang cukup
terkait pemahaman kedua modul sebelumnya.
Sebelum Saudara menyudahi mata pelajaran ini disarankan Saudara
mengerjakan test sumatif sebagaimana dibawah ini. Selanjutnya dengan
selesainya pembelajaran modul ini diharapkan Saudara telah benar-benar
memahami seluruh materi terkait pemahaman ROO, yang akan menjadi bekal
Saudara dalam menangani impor menggunakan skema FTA-TIG, dimanapun
Saudara ditempatkan.
90
91
TES SUMATIF
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai.
1. Peran Direktorat Jendral Bea dan Cukai dalam skema FTA-TIG adalah
sebagai receiving authority, yaitu :
a.
b.
c.
menghendaki
agar
atas
barang
yang
diekspornya
dapat
Sebagai
penerima
(receiving)
surat
keterangan
asal,
kemudian
Surat keterangan asal dapat diterbitkan sebelum tanggal B/L, pada saat,
maupun tiga hari setelah tanggal B/L tersebut, bergantung pada skema
FTA-TIG yang akan digunakan.
b.
Surat keterangan asal harus diterbitkan setelah lewat tiga hari tanggal
B/L dan selanjutnya diberikan contreng pada box 13.
c.
92
d.
ISSUED RETROACTIVELY
b.
c.
RETROACTIVE CHECK.
d.
VERIFICATION VISIT
b.
c.
d.
93
b.
c.
d.
pada
menggunakan
box
mekanisme
dijelaskan
third
bahwa
transaksi
country/party
tersebut
invocing,
94
dan
KUNCI JAWABAN
KEGIATAN BELAJAR I
Latihan 1
1. Dua instansi yang terlibat dalam proses penanganan surata keterangan
asal, yaitu :
a. Issuing Authority, yaitu instansi atau lembaga lain di negara eksportir
yang
diberi
kewenangan
oleh
pemerintah
sehingga
dapat
95
Test Formatif 1
1. Eksportir wajib menandatangani surat keterangan asal yang diajukan pada
box yang telah disediakan, kemudian melampirkan seluruh dokumen
pendukung yang berhubungan dengan informasi/ data yang dimasukan dalam
surat keterangan asal dimaksud.
2. Issuing authority melakukan pemeriksaan dokumen dengan menguji seluruh
informasi yang ada di dalamnya dengan menggunakan dokumen pendukung
yang dilampirkan. Dalam hal dianggap perlu, issuing auhtority dapat
melakukan pemeriksaan fisik. Hal yang paling penting adalah, bahwa
informasi yang ada di dalam surat keterangan asal yang diterbitkan harus
sesuai (conform) dengan barang yang akan diekspor, sehingga kemudian
dianggap telah memenuhi ketentuan dalam Rules of Origin dari skema FTATIG yang diajukan.
3. Penerbitan surat keterangan asal terdiri dari dua cara, yaitu umum dan
khusus. Untuk penerbitan secara umum, dilakukan sebelum atau tidak lebih
96
dari tiga hari setelah tanggal B/L. Untuk penerbitan khusus, dilakukan mulai
tiga hari sampai dengan 12 bulan setelah tanggal B/L.
4. Proses penerbitan surat keterangan asal tetap dilakukan sebagaimana
pengajuan pada umumnya, tetapi pada box 13 harus di-contreng pada tanda
ISSUED RETROACTIVELY.
5. Dalam kondisi tertentu yang menyebabkan surat keterangan asal yang telah
diterbitkan rusak atau hilang, maka eksportir dapat menghubungi kembali
issuing
authority
yang
menerbitkan
sebelumnya,
dan
mengajukan
permohonan penerbitan surat keterangan asal pengganti. Dalam hal ini maka
surat keterangan asal dimaksud wajib diberikan contreng pada box 13, untuk
tanda CERTIFIED TRUE COPY.
KEGIATAN BELAJAR II
Latihan 2
1.
2.
3.
4.
5.
B
C
D
D
A
Test Formatif 2
1.
2.
3.
4.
5.
C
D
A
D
B
97
A
D
A
A
C
D
B
Test Formatif 3
1.
2.
3.
4.
5.
C
A
D
B
B
TES SUMATIF
1.
2.
3.
4.
5.
98
A
A
A
B
D
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
Sama
ASEAN,
99
on
Trade
in
Goods
under
the
Framework
Agreement
on
100