Anda di halaman 1dari 108

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

Menunjuk Surat Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea


dan Cukai nomor KEP-46/PP.5/2012 tanggal 23 April 2012 hal Pembentukan Tim
Penyusunan Modul Pendidikan dan Pelatihan pada Pusdiklat Bea dan Cukai
Tahun Anggaran 2012, maka kepada Sdr. Dedi Abdul Hadi, S.H., M.Si telah
ditugaskan

menyusun

Modul

Operational

Certification

Procedure

untuk

Workshop Rules Of Origin.


Oleh karena modul sebagaimana terlampir telah diseminarkan dan telah
dilakukan perbaikan sesuai dengan masukan dan saran hasil seminar, serta
mengacu pada peraturan penyusunan modul yang berlaku, maka dengan ini
kami nyatakan Modul tersebut sah dan layak untuk menjadi Modul Workshop
Rules Of Origin di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada penyusun dan
semua pihak yang telah membantu penyelesaian modul tersebut.
Demikian kata pengantar dan pengesahan ini dibuat untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Jakarta,
Desember 2012
Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai

Agus Hermawan
NIP 19640817 199103 1 002

DAFTAR ISI
Daftar Isi ...................................................................................................................

Petunjuk Penggunaan Modul ................................................................................... iii


Peta Konsep ............................................................................................................. iv
A. Pendahuluan ........................................................................................................ 1
1. Deskripsi Singkat.............................................................................................. 1
2. Prasyarat Kompetensi ...................................................................................... 3
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ................................................... 4
4. Relevansi Modul ............................................................................................... 5
B. Kegiatan Belajar................................................................................................... 6

Kegiatan Belajar 1
PENERBITAN CERTIFICATE OF ORIGIN
1.1 Uraian dan Contoh ......................................................................................... 6
A. Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal ......................................... 7
B. Prosedur Penerbitan .................................................................................. 16
1.2 Latihan............................................................................................................ 24
1.3 Rangkuman .................................................................................................... 25
1.4 Tes Formatif 1 ................................................................................................ 26
1.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................................................................... 27

Kegiatan Belajar 2
PENERIMAAN CERTIFICATE OF ORIGIN
2.1 Uraian dan Contoh ......................................................................................... 29
A. Pengajuan Surat Keterangan Asal .............................................................. 30
B. Pemeriksaan surat keterangan asal oleh petugas pabean ........................... 30
C. Penolakan Pemberian Tarif Preferensi .........................................................

46

D. Penundaan Pemberian Tarif Preferensi ........................................................

50

2.2 Latihan............................................................................................................ 56
2.3 Rangkuman .................................................................................................... 58
2.3 Tes Formatif ................................................................................................... 59
2.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................................................................... 61


Modul OCP Workshop Rules of Origin

Kegiatan Belajar 3
Ketentuan Lain Lain
3.1 Uraian dan Contoh ......................................................................................... 63
A. Pengajuan Surat Keterangan Asal ........................................................... 64
3.2 Latihan............................................................................................................ 79
3.3 Rangkuman .................................................................................................... 83
3.3 Tes Formatif 3 ................................................................................................ 86
3.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..................................................................... 89
Penutup .................................................................................................................... 90
Tes Sumatif .............................................................................................................. 91
Kunci Jawaban ......................................................................................................... 85
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 99


Modul OCP Workshop Rules of Origin

ii

PETUNJUK PENGGUNAAN
MODUL
Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat
diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1
sampai dengan Kegiatan Belajar 3.
Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap
berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara
membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar
tersebut);
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali
ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus
perhatian pada kegiatan belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak
pada bagian akhir modul ini.
6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata
hasil Tes Formatif

peserta diklat memperoleh nilai minimal 71, maka

kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan belajar berikutnya, namun


apabila diperoleh angka di bawah 71, maka peserta diklat diharuskan
mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar selanjutnya dapat
diperoleh angka minimal 71.
7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan
belajar telah dilakukan.
8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini
9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila
ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 71 maka
peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari kegiatan belajar


Modul OCP Workshop Rules of Origin

iii

PETA KONSEP

Operational Certification
procedure


Certificate of Origin atau Surat
Keterangan Asal

PENERBITAN

CERTIFICATE OF
ORIGIN

Prosedur Penerbitan

PENERIMAAN

Pengajuan Surat Keterangan


Asal

CERTIFICATE OF

Pemeriksaan surat
keterangan asal oleh petugas
pabean

ORIGIN

Penolakan Pemberian Tarif


Preferensi

Penundaan Pemberian Tarif
Preferensi

Ketentuan Lain

Pengajuan Surat Keterangan


Asal

Lain


Modul OCP Workshop Rules of Origin

iv

A. PENDAHULUAN
1.

Deskripsi Singkat
Tiga modul yang coba penulis hadirkan diharapkan dapat mewakili teori

tentang perdagangan bebas dalam kaitannya dengan implementasi skema Free


Trade Agreement (FTA) yang saat ini telah diberlakukan di Indonesia, khususnya
keterlibatan Indonesia sebagai negara ASEAN. Modul pertama adalah Pengantar
FTA yang penulis harapkan dapat menjadi pintu masuk bagi setiap pegawai
DJBC khususnya, ataupun setiap yang berminat membaca pada umumnya, yang
akan mempelajari hal-hal terkait perdagangan bebas barang dalam skema FTA
yang menuju pada pemberian tarif preferensi.
Modul kedua adalah tentang Rules of Origin (ROO) yang merupakan
jantung dari perdagangan barang (Trade in Goods) dalam skema FTA. Tanpa
adanya ROO, maka dapat dikatakan bahwa perdagangan barang dalam skema
FTA adalah tidak ada. Modul kedua ini merupakan kekhususan dari skema FTA,
karena pada dasarnya banyak sekali yag diatur di dalamnya, dan salah satunya
adalah tentang ROO yang menjadi poin paling penting.
Setelah dua modul di depan, penulis mencoba melengkapinya dengan
membuat modul tentang implementasi dari ROO sehingga kemudian dapat
memperoleh tarif preferensi. Apabila kita masih ingat dengan tiga persyaratan
untuk mendapatkan tarif preferensi, yang terdiri dari 1) origin criteria, 2) direct
consignment criteria, dan 3) procedural provisions, maka modul ini merupakan
persyaratan yang ke-3 tersebut. oleh karena itu diharapkan modul ini menjadi
pelengkap dari dua modul sebelumnya.
Inti dari modul ketiga ini membahas seputar prosedur untuk mendapatkan
tarif preferensi, yang melibatkan instansi penerbit (issuing authority) dan
penerima

(receiving

authority)

dari

certificate

of

origin

(COO),

karena

sebagaimana telah diterangkan pada modul sebelumnya bahwa pembuktian


origin dari suatu barang harus dibuktikan dengan sebuah dokumen yang disebut

Modul OCP Workshop Rules of Origin

. Untuk mendapatkan

tentunya diperlukan sebuah prosedur yang harus

dipahami oleh para penerbit dan juga pihak perusahaan. Mengingat penerbitan
merupakan kewenangan negara pengekspor, maka sebaliknya juga diperlukan
prosedur bagi instansi yang akan menerimanya di negara importir.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka modul ketiga ini akan diawali
dengan prosedur penerbitan di negara pengekspor, kemudian dilanjutkan
dengan penerimaan di negara pengimpor. Selain itu juga akan dibahas hal-hal
khusus yang ada di dalam perjanjian pembentuk skema FTA terkait dua kegiatan
tersebut. Prosedur ini bagaimanapun merupakan bagian tidak terpisahkan dari
setiap perjanjian pembentuk skema FTA, dan biasanya diletakkan pada annex
(lampiran) tersendiri, yang disebut Operational Certification Procedures (OCP)
yang diterjemahkan menjadi prosedur pelaksanaan sertifikasi. Tetapi istilah OCP
sendiri sekarang lebih populer, karena sepertinya lebih mudah disebutkan.
Saat ini Indonesia telah terlihat di dalam 6 skema FTA, yaitu : ASEAN FTA,
ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-India FTA, ASEAN-AustraliaNew Zealand FTA, dan Indonesia-Japan EPA,

sehingga tentunya kita perlu

untuk memahami 6 (enam) buah OCP sebagai bagian dari masing-masing


perjanjian pembentuk skema FTA. Sekalipun substansi dari masing-masing OCP
kurang lebih sama, tetapi terdapat beberapa prosedur di dalam OCP yang
memiliki sedikit perbedaan. Penulis sendiri mempertanyakan, tentang adanya
substansi yang berbeda di dalam OCP masing-masing skema FTA, mengingat
hal ini akan cukup menyita waktu bagi petugas pabean dalam memahami
dan/atau melaksanakannya. Apa boleh buat, perjanjian telah ditanda tangani,
termasuk oleh Indonesia, sehingga tetap harus dijalankan. Namun demikian
dalam modul ini penulis tidak akan membahas satu persatu, melainkan hal-hal
yang bersifat umum saja, kecuali untuk hal-hal tertentu yang memerlukan
pembahasan detil sebagaimana juga di dalam perjanjian pembentuknya.
Perbedaan dimaksud misalnya terkait dengan penerbitan

yang dalam

beberapa OCP disebutkan misalnya :


at the time of exportation or no later than three (3) days from the
declared shipment date (ASEAN Trade in Goods-ASEAN FTA).

Modul OCP Workshop Rules of Origin

as near as possible to, but no later than three working days after, the
date of exportation (ASEAN-China FTA).
Bagaimanapun hal ini merupakan bagian penting yang akan menjadi acuan
administrasi pabean dalam mengimplementasikan skema FTA tersebut. Hal yang
menurut hemat penulis perlu dipertimbangakan disini adalah kemungkinan
munculnya prosedur yang berbeda untuk skema FTA, dimana seharusnya
administrasi pabean jangan dibebani hal-hal yang sebenarnya dapat dibuat lebih
sederhana. Namun demikian, mengingat bunyi dari perjanjian pembentuk skema
FTA-nya adalah seperti itu, maka bagaimanapun dalam mengimplementasikan
skema FTA setiap administrasi pabean dari negara yang terlibat harus tetap
mengacu pada perjanjian pembentuknya.
OCP pada dasarnya mengatur seluruh prosedur dari mulai penerbitan,
verifikasi, penyampaian ceritificate of origin, verifikasi oleh administrasi pabean,
sampai dengan fleksibilitas dalam skema FTA. Oleh karena itu untuk
memudahkan pemahaman dari OCP, penulis mencoba menyusunnya dalam
struktur sederhana, dengan diawali prosedur penerbitan

di negara eksportir,

prosedur penerimaan di negara importir, fleksibilitas terkait , dan kekhususan


dalam OCP.
Struktur dari OCP yang ada nampaknya tidak sama, sehingga penulis
mencoba untuk mengabaikan terlalu banyak perbedaan, dan mencoba mengurai
persamaan (kemiripan) dari klausula dalam masing-masing artikel terkait.
2.

Prasyarat Kompetensi
Evolusi peran administrasi pabean dari revenue collector menjadi trade

facilitator, bagaimanapun tidak lepas dari dinamika sistem perdagangan


internasional yang mengarah pada liberalisasi yang terjemahkan diantaranya
dengan pembentukan skema perdagangan bebas. Kondisi ini tentunya harus
diimbangi dengan kesiapan seluruh administrasi pabean, tidak terkecuali
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), untuk juga mempersiapkan diri
menyambut era baru yang telah dimulai beberapa tahun yang lalu.
Mempertimbangkan hal tersebut tentunya setiap petugas DJBC memiliki
kewajiban untuk memahami perkembangan tersebut, serta perubahan sistem

Modul OCP Workshop Rules of Origin

yang diakibatkannya, termasuk konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia di


dalam skema FTA yang telah terbukti memaksa DJBC untuk membuat aturan
khusus tentang hal tersebut. Hal yang perlu untuk diketahui secara kongkrit
tentunya prosedur atau tatacara penanganan importasi dengan menggunakan
skema FTA yang diatur dalam OCP.
Menyadari perlunya pemahaman dari seluruh petugas DJBC, maka idealnya
modul ini diharapkan dapat tersampaikan kepada seluruh petugas DJBC. Namun
demikian tentunya prosesnya tidak dapat dilakukan sekaligus, melainkan dengan
menggunakan skala prioritas yang mengutamakan petugas di lapangan yang
berhubugan langsung dengan masuknya importasi menggunakan skema FTA.
Dalam hal ini tentunya yang paling utama adalah Pejabat Fungsional Pemeriksa
Dokumen (PFPD) dan seksi pabean, mengingat pejabat pada posisi inilah yang
menentukan apakah suatu komoditi yang diimpor dapat memperoleh tarif
preferensi atau tidak. Petugas lainnya adalah yang berada di unit pengawasan
(P2 dan Audit), Client Coordinator, penyuluhan dan layanan informasi, dan
seterusnya. Prasyarat kompetensi untuk mengikuti workshop ini adalah:
a. Pegawai DJBC minimal golongan III
b. Berkemampuan bahasa Inggris
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Tidak sedang menjalani atau dalam proses penjatuhan
hukuman disiplin
e. Tidak sedang mengikuti diklat atau workshop lain
f. Ditunjuk oleh Sekretaris DJBC

3.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)


a. Peserta diharapkan dapat mengetahui tata cara penerbitan Certificate of
Origin oleh Issuing Authority.
b. Peserta diharapkan dapat mengetahui tata cara penerimaan Certificate of
Origin oleh Receiving Authority.
c. Peserta dapat memahami hal-hal khusus yang ada di dalam prosedur
penerbitan dan penerimaan Certificate of Origin.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

4.

Relevansi Modul
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa seiring dengan dinamika

sistem perdagangan internasional diharapkan agar administrasi pabean dapat


lebih fasilitatif dan dapat mengakomodir kepentingan dunia usaha, sehingga
proses pengiriman barang dari satu negara ke negara lainnya dapat terhindar
dari segala proses/prosedur serta kewajiban-kewajiban lainnya yang dianggap
sebagai barriers.
Inilah era perdagangan bebas, yang mana keterlibatan dari administrasi
pabean sedapat mungkin direduksi dengan dalih liberalisasi, dimana pergerakan
barang (logistic supply chain) tidak boleh dihambat dengan prosedur yang
kompleks. Oleh karena itu, mengingat bahwa skema FTA merupakan
kesepakatan antar pemerintah, maka untuk implementasinya menjadi tanggung
jawab dari setiap instansi terkait, termasuk DJBC.
Kondisi inilah yang selanjutnya menjadikan DJBC sebagai salah satu
tulang punggung mulusnya kerja sama internasional dalam rangka perdagangan
bebas barang, karena posisi dan perannya yang secara langsung menangani
pergerakan barang baik tujuan ekspor maupun impor. Oleh karena adanya
kewajiban bagi DJBC untuk memberikan keputusan apakah suatu barang yang
diimpor dapat diberikan preferential tariff atau tidak, menjadikan modul ini sangat
penting dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi pelaksanaan kerja di
lapangan, khususnya terkait penanganan masuknya barang-barang impor yang
menggunakan skema FTA.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

KEGIATAN
BEL AJAR

SATU
PENERBITAN CERTIFICATE OF ORIGIN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1) menjelaskan format Certificate of Origin untuk masing-masing skema
FTA;
2) menjelaskan hal-hal terkait prosedur penerbitan Certificate of Origin;
3) menjelaskan

hal-hal

penting

terkait

dalam

proses

penerbitan

Certificate of Origin.

1.1

Uraian dan Contoh


Dalam dua modul sebelumnya telah disinggung tentang keutamaan dari

skema FTA, yaitu adanya fasilitas dalam bentuk pemberian tarif istimewa atas
komoditi yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana disepakati dalam
perjanjian pembentuk masing-masing skema FTA. Tiga persyaratan yang wajib
dipenuhi sehingga berhak mendapatkan tarif preferensi adalah : kriteria origin,
pengiriman langsung, dan procedural provisions atau ketentuan prosedural yang
diatur di dalam OCP, yang biasanya disimpan sebagai lampiran dari perjanjian
tersebut.
Bagaimanapun sebuah prosedur tentunya akan terdiri dari rangkaian
kegiatan terpadu yang harus dilalui oleh siapapun yang berkepentingan atas apa
yang diatur di dalamnya. Dalam hal ini tentunya adalah pihak eksportir dan
importir, serta institusi pemerintah ataupun organisasi tertentu yang diberi

Modul OCP Workshop Rules of Origin

kewenangan oleh pemerintah untuk melaksanakan sebagian atau seluruh


kegiatan yang ada di dalam prosedur dimaksud.

A. Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal


Sebelum masuk dalam pembahasan tentang proses penerbitan certificate
of origin (selanjutnya akan digunakan surat keterangan asal) ada baiknya kita
kenali terlebih dahulu apa dan bagaimana surat keterangan asal tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar pada saat penyebutan surat keterangan asal, maka kita akan
langsung tertuju pada suatu dokumen tertentu yang sedang dibahas.
Dalam seluruh skema FTA yang diikuti oleh Indonesia, surat keterangan
asal menggunakan kertas berukuran A4 dan terdiri dari 3 (tiga) lembar, yaitu
lembar asli (original), lembar kedua (duplicate), dan lembar ketiga (triplicate).
Perlu dicatat bahwa khusus untuk skema AANZ-FTA tidak terdapat pengaturan
tentang kertas, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya dispute masalah ini.
Adapun penamaan masing-masing form adalah sebagai berikut :
Daftar Form FTA
NO

SKEMA FTA

NAMA FORM

JUMLAH LEMBAR

ASEAN FTA

Form D

3 (tiga) lembar

ASEAN-Korea FTA

Form AK

3 (tiga) lembar

ASEAN-China FTA

Form E

3 (tiga) lembar

ASEAN-India

Form AI

3 (tiga) lembar

ASEAN-Australia-New

Form AANZ

3 (tiga( lembar)

Form IJ

3 (tiga) lembar

Zealand
6

Indonesia-Japan CEP

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan surat keterangan asal? beruntung


bahwa World Customs Organization (WCO) telah memberikan batasan dari
pengertian

dokumen

ini

sehingga

memudahkan

siapapun

yang

akan

memanfaatkannya dan terstandar.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Menurut annex K the Revised Kyoto Convention disebutkan bahwa definisi


dari certificate of origin adalah :
certificate of origin means a specific form identifying the goods, in
which the authority or body empowered to issue it certifies expressly
that the goods to which the certificate relates originate in a specific
country. This certificate may also include a declaration by the
manufacturer, producer, supplier, exporter or other competent
person.
(certificate of origin/surat keterangan asal adalah form khusus yang
digunakan sebagai identitas dari suatu komoditi, dalam hal mana
instansi yang diberi kewenangan untuk menerbitkannya memberikan
pernyataan tentang origin barang dari suatu negara. Sertifikat ini juga
meliputi pernyataan yang dikeluarkan oleh pabrikan, produsen,
supplier, eksportir, ataupun pihak lain yang ditunjuk).
Menurut artikel di atas, jelas bahwa surat keterangan asal dapat berbentuk
dokumen yang diterbitkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Namun demikian,
disebutkan juga bahwa surat keterangan asal dapat juga berbentuk dokumen
yang diterbitkan oleh pabrikan, produsen, supplier, eksportir, ataupun pihak lain
yang ditunjuk. Akan tetapi dalam skema FTA yang diikuti oleh Indonesia, seluruh
surat keterangan asal masih dalam bentuk dokumen khusus dengan bentuk, isi,
dan ukuran yang telah disepakati.
Penggunaan format lain sangat dimungkinkan, karena bagaimanapun kita
harus dapat menyesuaikan dengan permintaan dunia usaha yang merupakan
stakeholder utama kita. Sebagai contoh penggunaan dokumen lain adalah self
certification, yang telah digunakan di beberapa negara maju, dan mereka
menganggap bahwa penggunaan hard copy dari surat keterangan asal telah
ketinggalan.
Tentunya kita tidak harus berkecil hati sekalipun penggunaan surat
keterangan asal dalam bentuk form khusus, karena masing-masing negara
memilliki kebijakan/standar sendiri. Artinya dokumen apapun yang digunakan
tetap berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan nasional. Khusus bagi

Modul OCP Workshop Rules of Origin

administrasi pabean hal ini harus disikapi secara hati-hati, karena tugas dan
fungsi pengawasan dan fasilitator melekat secara bersamaan. Oleh karena itu
tugas dan fungsi ini juga harus dijalankan secara seimbang. Dalam hal ini
utilisasi dari risk management harus diberdayakan semaksimal mungkin,
sehingga implementasi dari skema FTA dapat berjalan sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan di dalam lembar surat
keterangan asal adalah penggunaan nomor referensi khusus di setiap lembar
surat keterangan asal, serta 13 box di dalamnya, kecuali untuk skema IndonesiaJapan yang hanya terdiri 10 box.
Dalam hal uraian barang yang akan dimasukkan ke dalam surat
keterangan asal jumlah cukup banyak (multiple items), maka dapat digunakan
lembar lanjutan. Tetapi sejauh ini bentuk lembar lanjutan belum diatur secara
jelas, melainkan berupa common understanding bahwa lembar lanjutan harus
mencantumkan nomor referensi dan dibubuhi tanda tangan dari pejabat yang
berwenang

serta

stempel

yang

sesuai

dengan

spesimen

yang

telah

didistribusikan kepada seluruh peserta perjanjian pembentuk skema FTA. Begitu


juga dengan penentuan kriteria origin-nya harus berdasarkan jenis barang yang
akan diekspor (satu uraian barang harus memiliki satu kriteria origin).
Lebih lanjut tentang peruntukkan dari masing-masing lembar surat
keterangan asal adalah sebagai berikut :

Lembar pertama (original) diberikan kepada eksportir untuk kemudian


diteruskan kepada administrasi pabean di negara importir, agar atas barang
yang diekspor dapat diberikan tarif preferensi;

Lembar kedua (duplicate) disimpan sebagai arsip di instansi penerbit surat


keterangan asal (issuing authority);

Lembar ketiga (triplicate) diberikan kepada eksportir sebagai arsip di


kantornya.
Berikut adalah format masing-masing surat keterangan asal :

Modul OCP Workshop Rules of Origin

10

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Modul OCP Workshop Rules of Origin

11

12

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Modul OCP Workshop Rules of Origin

13

14

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Modul OCP Workshop Rules of Origin

15

B.

Prosedur Penerbitan
Secara prinsip seluruh skema FTA yang diikuti Indonesia memiliki prosedur

penerbitan yang kurang lebih sama, baik prosedur normal maupun prosedur
yang memuat adanya perlakuan khusus, sehingga untuk memahaminya tidak
terlalu sulit. Namun demikian adakalanya perbedaan tersebut cukup signifikan,
sehingga pada pelaksanaannya harus diperlakukan secara berbeda juga untuk
surat keterangan asal yang digunakan untuk setiap skema FTA.
Sebagai contoh misalnya tentang jenis kertas untuk dokumen surat
keterangan asal, dimana untuk beberapa skema diatur jenisnya, sedangkan pada
skema lain tidak terdapat pengaturan khusus. Hal ini menjadi masalah ketika
diterima

surat

keterangan

asal

yang

tidak

seperti

biasanya,

sehingga

menimbulkan pertanyaan dari para petugas di lapangan. Efek terburuk adalah


manakala sesama petugas lapangan mengambil keputusan yang berbeda untuk
masalah yang sama. Tentunya hal ini akan menjadi gambaran kurang bagus dari
sistem kepabeanan Indonesia.
Prosedur penerbitan surat keterangan asal dapat juga disebut sebagai
proses sertifikasi oleh instansi penerbit surat keterangan asal, yang diawali
dengan permohonan oleh pihak eksportir kepada instansi tersebut, kemudian
diakhiri dengan keputusan dari pihak penerbitan apakah disetujui atau tidak.
Layaknya

prosedur

sebuah

pekerjaan,

selalu

ada

pengecualian

untuk

mengantisipasi adanya kelalaian, force majeur, dan kemungkinan lain yang


menimpa. Oleh karena itu dalam setiap perjanjian pembentuk skema FTA telah
disiapkan aturan tentang pengecualian dimaksud.
Untuk memudahkan pemahaman tentang prosedur penerbitan, khususnya
karena adanya kemungkinan diperlukannya prosedur yang berbeda, maka
penulis membagi menjadi dua bagian, yaitu penerbitan umum dan penerbitan
khusus.

16

Modul OCP Workshop Rules of Origin

1.

Penerbitan Umum
Penerbitan umum adalah penerbitan surat keterangan asal dengan prosedur
normal dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Setiap perjanjian
pembentuk skema FTA mempersyaratkan jangka waktu tertentu untuk
penerbitan surat keterangan asal, yaitu sebelum atau pada saat tanggal
ekspor sampai dengan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan. Dalam hal
ini tidak terdapat pengaturan khusus terkait jangka waktu penerbitan
sebelum tanggal ekspor, apakah misalnya satu minggu, dua minggu, dan
seterusnya. Begitu juga dengan patokan tanggal ekspor atau tanggal
pengapalan, sebenarnya dokumen apa yang dijadikan referensi. Adapun
yang dimaksud dengan 3 (tiga) hari sesudah tanggal pengapalan contohnya
sebagai berikut :
Apabila sebuah pengiriman barang dilindungi dengan Bill of Lading yang
diterbitkan tanggal 1 Januari 2012, maka tiga hari sesudahnya adalah
tanggal 4 Januari 2012. Dengan demikian, mulai tanggal 5 Januari 2012
dianggap berada diluar jangka waktu penerbitan normal, sehinggal
dianggap sebagai penerbitan khusus.
Terkait dengan dokumen yang menjadi referensi dalam penetapan tanggal
ekspor dan tanggal pengapalan, berdasarkan hasil konsultasi dengan
Kementerian Perdagangan RI selaku unit FTA nasional, untuk Indonesia
sebagaimana contoh di atas disepakati menggunakan tanggal Bill of Lading
(B/L), sehingga memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
membuat acuan tanggal tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
untuk skema FTA yang ketentuan penerbitannya menyebutkan at the time
of exportation, maka tanggal penerbitan surat keterangan asal harus sama
dengan tanggal B/L.
Proses penerbitan surat keterangan asal secara umum adalah sebagai
berikut :
a)

Eksportir

mengajukan

permohonan

dilampiri

dengan

dokumen

pendukung dan form surat keterangan asal yang telah diisi dan ditanda
tangani oleh pejabat berwenang di perusahaannya, kecuali box 12 yang

Modul OCP Workshop Rules of Origin

17

merupakan approval area, yang harus diisi dan ditanda tangani oleh
pejabat di

issuing authority (untuk skema IJEPA, approval area-nya

adalah pada box 10).


b)

Atas permohonan tersebut issuing authority melakukan verifikasi atas


surat

keterangan

asal

yang

diajukan,

membandingkan

seluruh

komponen/informasi yang ada di dalam dokumen yang dilampirkan,


mengenai :
Surat keterangan asal yang diajukan oleh eksportir atau kuasanya
telah diisi dengan lengkap dan benar;
Kriteria origin dari barang yang akan diekspor telah sesuai dengan
kriteria yang berlaku untuk skema FTA yang akan digunakan;
Setiap informasi yang ada di dalam surat keterangan asal sesuai
dengan informasi yang ada di dalam dokumen pendukung, seperti :
jumlah dan jenis/uraian barang, jumlah dan jenis pengemas, satuan
barang, dan sebagainya.
Perlu diperhatikan tentang hal-hal yang dilakukan oleh issuing authority
di atas, merupakan informasi penting dan dapat dipahami bahwa hanya
atas informasi yang ada di dalam surat keterangan asal itulah yang
disetujui oleh issuing authority, termasuk jumlah dan jenis barang. Hal
ini akan menjadi patokan untuk penanganan selanjutnya, misalnya
dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan jumlah barang, atau
apabila terjadi perbedaan jenis barang antara surat keterangan asal
dengan fisik barang.
c)

Dalam hal dianggap perlu Issuing authority melakukan pemeriksaan fisik


barang, sebagai salah satu proses pemeriksaan untuk membuktikan
origin dari barang yang akan diekspor.

Namun demikian, untuk perusahaan tertentu (khususnya perusahaan


produsen) hanya mengekspor produk tertentu, sehingga dalam hal tidak
terdapat perubahan proses produksi atau tidak terdapat perubahan
spesifikasi barang hasil produksinya, maka dimungkinkan untuk tidak
dilakukan verifikasi dokumen seacra mendalam ataupun pemeriksaan fisik.
Dalam hal ini pihak issuing authority dapat menggunakan data-data atau
informasi sebelumnya sebagai patokan dan memberikan persetujuan
penerbitan surat keterangan asal.

18

Modul OCP Workshop Rules of Origin

d)

Dalam hal kedapatan sesuai, issuing authority memberikan approval,


dengan memberikan tanda tangan dan cap sesuai spesimen bagi skema
FTA yang telah ditetapkan.
Perlu diperhatikan bahwa dalam kerangka skema ASEAN-Australia-New
Zealand FTA (AANZFTA) dan Indonesia-Japan EPA (IJEPA), tanda
tangan dan cap dapat dilakukan secara elektronik. Maksudnya adalah,
pihak issuing authority dapat membubuhkan tanda tangan dan
stempelnya secara elektronik, tetapi lembar surat keterangan asal tetap
harus asli.

e)

Surat keterangan asal memiliki masa berlaku 12 (dua belas) bulan,


sejak tanggal penerbitan.

f)

Lembar asli dari surat keterangan asal diserahkan kepada eksportir


untuk dikirimkan kepada importir guna pengurusan permohonan
memperoleh tarif preferensi di negara importir.

2.

Penerbitan Khusus
Penerbitan khusus merupakan pengecualian dari prosedur di atas, termasuk
diantaranya penerbitan diluar periode yang telah ditetapkan (mulai sebelum
tanggal B/L, pada saat penerbitan B/L, sampai dengan 3 (tiga) hari setelah
tanggal B/L), adanya kesalahan penulisan informasi di dalam surat
keterangan asal, penerbitan surat keterangan asal oleh pihak kedua
(intermediate country), serta beberapa permasalahan lain yang memerlukan
prosedur khusus dalam penerbitan surat keterangan asal. Lebih jelas
tentang penerbitan khusus adalah sebagaimana istilah-istilah berikut ini :
a.

Issued Retroactively
Pada penerbitan surat keterangan asal di atas telah dijelaskan bahwa
jangka waktu penerbitan surat keterangan asal adalah sebelum atau
pada saat ekspor, sampai dengan 3 (tiga) setelah tanggal pengapalan.
Kemudian telah ditetapkan bahwa patokan dari tanggal ekspor maupun
tanggal pengapalan adalah tanggal bill of lading (B/L), sehingga terdapat
kepastian bagi semua pihak yang memiliki keterkaitan dalam bisnis ini.
Fakta menunjukkan bahwa terdapat beberapa kasus dimana surat
keterangan asal tidak dapat diterbitkan baik sebelum maupun 3 (tiga)

Modul OCP Workshop Rules of Origin

19

hari setelah tanggal B/L, melainkan setelahnya. Atas kejadian ini, dalam
OCP diberikan kelonggaran bahwa surat keterangan asal tetap dapat
diterbitkan, tetapi tidak boleh melebihi jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal B/L, dengan cara memberi centang atau X pada
tulisan issued retroactively di box 13.
Untuk form IJEPA, karena tidak disediakan tempat untuk melakukan
centang maupun tanda X, maka wajib memberikan tanda ISSUED
RETROACTIVELY pada surat keterangan asal-nya. Tanda tersebut
tidak diatur penempatannya, tetapi karena hal tersebut merupakan
kewenangan issuing authority, maka seyogyanya dituliskan/dibubuhkan
pada approval area.
Masa berlaku certificate of origin yang ISSUED RETROACTIVELY
adalah sama, yaitu 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. Namun demikian
penerbitannya tidak boleh lebih dari jangka waktu satu tahun sejak
tanggal B/L.
Perlu diingat bahwa proses pengajuan surat keterangan asal oleh
eksportir maupun kuasanya, dan proses verifikasi oleh issuing authority,
yang terjadi pada saat pengajuan surat keterangan asal yang issued
retroactively adalah sama dengan prosedur yang ditempuh pada saat
penerbitan secara umum.
Ada hal yang menarik terkait surat keterangan asal yang diterbitkan
kemudian atau issued retroactively, dimana sebenarnya barang telah
diberangkatkan terlebih dahulu ke tempat tujuan, tetapi persetujuan dari
issuing authority belum ada. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan,
bagaimana issuing authority dapat meyakini bahwa surat keterangan
asal yang akan dikeluarkan adalah benar-benar untuk barnag yang telah
diberangkatkan. Oleh karena itu, dalam hal terdapat surat keterangan
asal seperti ini ada baiknya dilakukan pemeriksaan yang lebih
mendalam oleh petugas di lapangan, atau jika dianggap perlu dapat
dimintakan retroactive check kepada issuing authority.

20

Modul OCP Workshop Rules of Origin

b.

Back-to-Back Certificate of Origin


Bagaimanapun perdagangan internasional memiliki banyak variasi
transaksi, sebagai dinamika sekaligus perkembangan dari sistem yang
telah ada, baik sistem ekonomi, politik, maupun teknologi. Satu hal yang
sebenarnya telah menjadi praktek yang lazim dalam perdagangan
internasional adalah keterlibatan middle-man atau perantara antara
pembeli dan penjual. Begitu juga dengan skema FTA perdagangan
barang, tidak tertutup kemungkinan adanya dinamika baru yang
kemudian dimasukkan sebagai bagian dari skema FTA tersebut.
Mekanisme Back-to Back certificate of origin adalah salah satunya.
Secara prinsip, back-to-back certificate of origin merupakan surat
keterangan asal yang diterbitkan oleh pihak perantara (intermediate
party) di negara yang berbeda, dimana data-datanya bersumber dari
surat keterangan asal yang diterbitkan oleh negara pertama asal
barang. Untuk memudahkan pemahaman mekanisme ini, berikut
beberapa kemungkinan (atau contoh) terjadinya back-to-back certificate
of origin adalah :
1)

Sebuah perusahaan di Singapore memesan barang ke Malaysia,


dan meminta supaya pengiriman barangnya dilindungi dengan Form
D. Setibanya di Singapore, ternyata terdapat pembeli lain di
Indonesia yang berminat atas barang yang dipesan oleh Singapore
tersebut. Mempertimbangkan keuntungan yang masuk akal dari
penawaran yang disampaikan oleh perusahaan di Indonesia,
perusahaan Singapore menerima tawaran tersebut.
Memenuhi

pesanan

tersebut

maka

perusahaan

Singapore

mengajukan permohonan surat keterangan asal kepada issuing


authority di negaranya, dengan melampirkan surat keterangan asal
yang diterbitkan oleh issuing authority di Malaysia. Surat keterangan
asal yang diterbitkan oleh issuing authority di Singapore inilah yang
disebut dengan Back-to-Back certificate of origin, yang kemudian
digunakan untuk diajukan kepada administrasi pabean di negara
importir.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

21

2)

Mengambil contoh transaksi pertama di atas, ternyata Malaysia


telah melakukan kesalahan pengiriman ke Singapore, yang
seharusnya sebagian dari barang yang dikirim tersebut adalah
tujuan Indonesia. Atas peristiwa ini, maka pihak Singapore dapat
membantu

pihak

Malaysia

untuk

mengajukan

permohonan

mendapatkan surat keterangan asal kepada issuing authority di


negaranya dengan juga dilampiri surat keterangan dari Malaysia.
Berdasarkan surat keterangan asal dari Malaysia tersebut, pihak
issuing authority dapat menerbitkan Back-to-Back certificate of
origin.
Prosedur untuk mendapatkan back-to-back certificate of origin
secara prinsip sama dengan prosedur yang ada di dalam penerbitan
umum surat keterangan asal, hanya saja tempat kejadiannya tidak
di negara pengekspor pertama, melainkan di negara pengimpor
pertama sebagaimana contoh di atas. Lebih jelas hal-hal yang perlu
dipahami tentang prosedur penerbitan back-to-back certificate of
origin adalah sebagai berikut :
1)

Tempat pengajuan adalah di negara pengimpor pertama (lihat


contoh di atas).

2)

Pengajuan surat keterangan asal dilakukan oleh pihak yang


semula bertindak sebagai importir, yang kemudian berubah
statusnya menjadi eksportir.

3)

Permohonan untuk mendapatkan back-to-back certificate of


origin wajib diajukan bersama-sama dengan surat keterangan
asal

yang

pengekspor

diterbitkan
pertama.

oleh
Hal

issuing
ini

untuk

authority

di

negara

memastikan

bahwa

informasi yang ada di dalam surat keterangan asal pertama


sama dengan yang diajukan oleh ekspotir kedua guna
mendapatkan back-to-back certificate of origin, kecuali untuk
beberapa hal yang memang dimungkinkan berbeda.
4)

Hal yang mungkin berbeda antara surat keterangan asal


pertama dengan back-to-back certificate of origin, misalnya
adalah :

22

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Nilai barang, yang tentunya adalah nilai dari yang diajukan


oleh eksportir kedua;
Nama pengirim dan penerima;
Pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar;
Nomor dan tanggal invoice;
Issuing authority dan spesimen-nya;
dan sebagainya.
5)

Dalam hal barang yang akan dikirim dengan menggunakan


back-to-back certificate of origin hanya sebagian, maka nilai
yang harus dicantumkan hanya sejumlah nilai dari barang yang
diekspor kembali tersebut.

6)

Back-to-back certificate of origin lembar satu (original) akan


dikirimkan oleh intermediate eksportir kepada importir di negara
ketiga, untuk diajukan ke kantor pabean agar barang yang
diimpornya dapat memperoleh tarif preferensi.

7)

Dalam hal informasi yang dicantumkan di dalam back-to-back


certificate of origin diragukan keabsahannya, maka administrasi
pabean yang ada di negara pengimpor kedua dapat meminta
surat keterangan asal yang diterbitkan di negara pengekspor
pertama. Dalam hal ini administrasi pabean dapat melakukan
permintaan retroactive check kepada issuing authority baik di
negara pengekspor pertama maupun negara pengekspor
kedua.

c.

Certified True Copy


Penerbitan surat keterangan asal certified true copy merupakan salah
satu kemungkinan dari penerbitan umum. Maksudnya, sebelumnya
surat keterangan asal telah diterbitkan oleh issuing authority sesuai
penerbitan umum di atas, tetapi kemudian terjadi hal-hal yang diluar
dugaan semua pihak, memerlukan surat keterangan asal yang baru.
Beberapa hal yang diluar dugaan menurut perjanjian pembentuk skema
FTA adalah : dicuri, hilang, atau rusak sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

23

Apabila terjadi hal-hal seperti tersebut di atas, maka eksportir dapat


mengajukan kembali permohonan untuk mendapatkan surat keterangan
asal kepada issuing authority di negaranya dengan melampirkan lembar
ketiga (triplicate) yang diterima sebelumnya.
Issuing authority kembali melakukan verifikasi atas permohonan
tersebut

dan

apabila

diyakini

kebenarannya,

pihaknya

dapat

menerbitkan surat keterangan asal dengan mencantumkan nomor dan


tanggal yang sama dengan surat keterangan asal yang hilang/rusak,
serta memberikan tanda CERTIFIED TRUE COPY pada box yang
telah disediakan (kecuali untuk form IJEPA, karena tidak disediakan
tempat

untuk

memberikan

tanda-contreng/X,

maka

dengan

menggunakan tulisan CERTIFIED TRUE COPY pada approval area).


Tulisan CERTIFIED TRUE COPY memiliki arti bahwa surat keterangan
asal tersebut merupakan pengganti dan disamakan dengan surat
keterangan asal yang hilang/rusak. Adapun masa berlakunya sama
dengan surat keterangan asal yang hilang/rusak tersebut.

1.2

Latihan 1

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang singkat, jelas dan
benar!
1. Dalam proses penanganan surat keterangan asal, terdapat dua instansi yang
paling berperan, yaitu issuing dan receiving authority. Jelaskan peranan
masing-masing kedua instansi tersebut, dan bagaimana dengan peran DJBC
sendiri ?
2. Secara prinsip penerbitan surat keterangan asal telah ditetapkan periodenya.
Namun demikian, dalam prakteknya ternyata terdapat prosedur lain yang
disediakan

oleh

perjanjian

pembentuk

skema

FTA,

dengan

mempertimbangkan dinamika sistem perdagangan internasional. Oleh karena


itu dalam modul ini dipisahkan antara prosedur penerbitan umum dan
prosedur penerbitan khusus. Jelaskan dengan contoh tentang periode
penerbitan umum dari surat keterangan asal !

24

Modul OCP Workshop Rules of Origin

3. Salah satu pengecualian dari penerbitan umum adalah adanya surat


keterangan asal yang diterbitkan diluar periode yang telah ditetapkan,
sehingga kemudian diberikan istilah ISSUED RETROACTIVELY. Apabila
dalam sebuah pengiriman barang dari negara A ke negara B diketahui tanggal
Bill of Lading (B/L) adalah 10 November 2012, tanggal berapakah penerbitan
paling cepat dari surat keterangan asal jenis ISSUED RETROACTIVELY?
Jelaskan!
4. Sebuah perusahaan di Indonesia memesan barang ke Thailand, dan dalam
surat pemesanannya disebutkan agar pengiriman barang dilindungi dengan
Form D. Pada saat tiba di Indonesia ternyata atas setengah dari jumlah
barang yang diimpor tersebut dipesan oleh perusahaan lain di Philippine, dan
juga meminta agar pengiriman ke negaranya dilidungi dengan Form D agar
dapat memperoleh tarif preferensi. Jelaskan tentang kemungkinan tersebut!
5. Apakah perbedaan dari dari Issued Retroactively dan Certified True Copy?
Jelaskan!

1.3

Rangkuman
Certificate of origin atau selanjutnya disebut surat keterangan asal adalah

form khusus yang digunakan sebagai identitas dari suatu komoditi, dalam hal
mana instansi yang diberi kewenangan untuk menerbitkannya memberikan
pernyataan tentang origin barang dari suatu negara. Sertifikat ini juga dapat
berbentuk pernyataan yang dikeluarkan oleh pabrikan, produsen, supplier,
eksportir, ataupun pihak lain yang ditunjuk.
Penerbitan surat keterangan telah ditetapkan periodenya, yaitu sebelum,
pada saat, atau 3 (tiga) hari setelah tanggal B/L. Namun demikian, sekalipun
telah ditetapkan periodenya, faktanya masih terdapat penerbitan yang dilakukan
diluar periode tersebut.
Para negosiator menyadari adanya kemungkinan kondisi ini, sehingga
kemudian disediakan fleksibilitas untuk penerbitannya, yaitu :

Modul OCP Workshop Rules of Origin

25

a.

Surat keterangan asal ISSUED RETROACTIVELY, yaitu surat keterangan


asal yang penerbitannya dilakukan setelah periode yang telah ditetapkan di
atas. Penerbitan jenis surat keterangan asal ini ditandai dengan pemberian
contreng atau tanda X pada box 13 surat keterangan asal. Khusus untuk
form IJEPA, mengingat tidak tersedia box untuk pemberian tanda itu, kiranya
dapat diberikan dengan memberikan tulisan ISSUED RETROACTIVELY
pada approval area dalam form IJEPA tersebut.

b.

Jenis surat keterangan asal lainnya yang penerbitannya diatur secara


khusus adalah back-to-back certificate of origin, yaitu surat keterangan asal
yang ditebitkan oleh issuing authority di negara kedua (intermediate country),
atas permohonan dari importir di negara tersebut yang kemudian berubah
statusnya menjadi eksportir kedua.

c.

Jenis lainnya adalah surat keterangan asal CERTIFIED TRUE COPY, yaitu
surat keterangan asal yang diterbitkan sebagai pengganti dari surat
keterangan asal sebelumnya yang hilang atau rusak. Surat keterangan asal
jenis ini diterbitkan atas permohonan eksportir dengan mengacu pada surat
keterangan pertama yang dimilikinya (lembar ketiga-triplicate) dan/atau arsip
yang ada di issuing authority (lembar kedua-dulicate). Jangka waktu surat
keterangan asal CERTIFIED TRUE COPY adalah sama dengan surat
keterangan asal yang hilang, sehingga tanggal surat keterangan asal yang
hilang tersebut wajib dicantumkan dalam dokumen pengganti tersebut.

1.4

Tes Formatif 1

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang singkat, jelas dan
benar!
1.

Dalam proses pengajuan permohonan untuk mendapatkan surat keterangan


asal, eksportir atau kuasanya wajib mengisi surat keterangan asal yang akan
digunakan sesuai dengan skema FTA yang akan digunakannya. Untuk
memastikan bahwa informasi yang disampaikan oleh eksportir adalah benar,

26

Modul OCP Workshop Rules of Origin

hal apakah yang dilakukan oleh eksportir atas surat keterangan asal
tersebut?
2.

Hal-hal apa saja yang dilakukan oleh issuing authority terkait permohonan
yang diajukan oleh eksportir atau kuasanya, sebelum memberikan
persetujuan pada box 12 surat keterangan asal dalam rangka kerja sama
ASEAN ? jelaskan!

3.

Bagaimanakah pengaturan jangka waktu penerbitan surat keterangan asal?

4.

Dalam hal jangka waktu penerbitan tersebut tidak dapat dipenuhi dan surat
keterangan asal baru dapat diterbitkan setelah jangka waktu yang diatur di
dalam

perjanjian

pembentuk

skema

FTA,

bagaimanakah

proses

penerbitannya kemudian oleh issuing authority?


5.

Adakalanya dalam dalam proses pengiriman surat keterangan asal dari


eksportir kepada importir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (diluar
kemampuan ekspotir untuk penanganannya), sehingga menyebabkan surat
keterangan asal yang telah diperolenya rusak atau bahkan hilang. Apabila
hal ini terjadi, siapakah yang harus bertindak kemudian agar atas komoditi
yang diekspor tetap memperoleh tarif preferensi?

1.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan materi yang sudah ada pada
pembahasan ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci sebagaimana rumus berikut.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman (TP) dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai:

Modul OCP Workshop Rules of Origin

27

91 %

s.d

100 %

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,99 %

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

Kurang

0%

s.d.

60,99 %

Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar

ini dengan baik. Untuk selanjutnya

Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

Jika belum mencapai

angka 81%, kami menyarankan agar anda mengulang kembali materi kegiatan
belajar ini.

28

Modul OCP Workshop Rules of Origin

KEGIATAN
BEL AJAR

DUA
PENERIMAAN CERTIFICATE OF ORIGIN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan :
1.

Dapat menjelaskan tatacara pengajuan surat keterangan asal untuk


memperoleh tarif preferensi;

2.

Dapat menjelaskan tata cara pemeriksaan surat keterangan asal; dan

3.

Dapat menjelaskan tata cara penolakan atau penundaan pemberikan


tarif preferensi ;

2.1

Uraian dan Contoh


Pada bab satu di atas dibahas tentang hal-hal yang harus dipahami dalam

rangka penerbitan surat keterangan asal oleh issuing authority. Proses


penerbitan surat keterangan sangat perlu diketahui oleh petugas administrasi
pabean untuk memastikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan oleh pihak
penerbit, sehingga dapat dijadikan sebagai bagian dari risk management pada
saat penerimaan dan penentuan apakah atas komoditiyang diekspor layak
mendapatkan tarif bea masuk atau tidak.
Pada bab dua ini akan dibahas tentang hal-hal terkait penerimaan surat
keterangan asal oleh administrasi pabean, termasuk Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai (DJBC), serta poin-poin penting dalam melakukan pemeriksaan surat
keterangan asal.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

29

A. Pengajuan Surat Keterangan Asal


Setelah surat keterangan asal diterbitkan oleh issuing authority, maka
lembar asli atau lembar pertama (original) dan lembar ketiga (triplicate)
diserahkan kepada eksportir. Lembar pertama selanjutnya diserahkan eksportir
kepada importir untuk diajukan kepada adminisitrasi pabean (kantor Bea dan
Cukai) di pelabuhan pemasukan negara importir. Sedangkan lembar ketiga
dijadikan arsip oleh ekspotir guna mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan dikemudian hari. Untuk lembar kedua (duplicate) tetap dipegang oleh
issuing authority untuk dijadikan arsip di kantornya.
Lembar kedua yang dipegang oleh eksportir dapat digunakan misalnya
pada saat lembar pertama hilang atau rusak, sehingga diperlukan surat
keterangan asal pengganti yang tentunya harus mengacu pada dokumen yang
telah diterbitkan sebelumnya. Oleh karena itu masing-masing pihak yang
mendapat salinan surat keterangan asal, issuing authority, eksportir, dan
receiving authority, diberikan kewajiban untuk menyimpan surat keterangan asal
yang diterimanya selama 3 tahun guna kepentingan administrasi tertentu.

1.

Saat pengajuan
Seluruh perjanjian pembentuk skema FTA mengatur bahwa pengajuan
surat keterangan asal dilakukan bersamaan dengan pengajuan import
declaration, yang mana untuk Indonesia mengacu pada Pemberitahuan
Impor Barang (PIB). Inilah yang disebut dengan asas presentasi menurut
para perunding skema FTA.
Indonesia berpedoman pada perjanjian pembentuk skema FTA untuk
melaksanakan ketentuan ini apa adanya sebagaimana isi dari perjanijan
tersebut, khususnya OCP. Oleh karena itu dalam hal terdapat pengajuan
surat keterangan asal untuk mendapatkan tarif preferensi yang diajukan
tidak bersamaan dengan pengajuan PIB tidak akan diberikan tarif preferensi.
Adakalanya barang tiba lebih dulu dibandingkan dengan surat
keterangan asal yang datangnya menyusul. Dalam kondisi seperti ini, maka
apabila importir masih mengharapkan agar barang yang diimpornya dapat

30

Modul OCP Workshop Rules of Origin

memperoleh tarif preferensi, maka pihaknya atau kuasanya jangan terlebih


mengajukan PIB, melainkan menunggu sampai dengan datangnya surat
keterangan

asal.

Dalam

beberapa

pertemuan/sidang

pembahasan

implementasi skema FTA, hal ini pernah dibahas dan administrasi pabean
Indonesia dianggap tidak akomodatif terhadap kondisi yang ada sehingga
dianggap kurang fasilitatif.
Menanggapi asumsi seperti ini, pihak Indonesia menyampaikan bahwa
inilah yang disebut dengan kepastian hukum, sehingga setiap pelaku usaha
akan dapat mudah memahami dan memprediksi/menyiapkan hal-hal yang
harus dilakukan. Poin yang paling penting adalah bahwa sikap Indonesia ini
tidak bertentangan dengan perjanjian yang mendasari implementasi skema
FTA.
Beberapa negara anggota ASEAN, seperti Thailand dan Singapore,
membuat aturan sedikit berbeda dengan Indonesia, dimana apabila terdapat
importasi ke negaranya, kemudian pengajuan surat keterangan asal
dilakukan setelah pengajuan import declaration, maka pihak pabeannya
akan menerima dan melakukan koreksi atas keputusan yang telah diambil
sebelumya.
Atas perbedaan sikap ini tentunya masing-masing pihak tidak dapat
saling menyalahkan, mengingat hal tersebut berangkat dari penafsiran atas
substansi perjanjian pembentuk skema FTA yang sama-sam atelah ditanda
tangani.
Sekalipun

importir

melakukan

pengajuan

surat

keterangan

asal

ISSUED RETROACTIVELY, yaitu surat keterangan asal yang terbitnya


terlambat, yakni setelah barang diberangkatkan, maka untuk mendapatkan
tarif preferensi pengajuan PIB tetap harus menunggu kedatangan surat
keterangan asal. Begitu juga apabila yang diajukan adalah surat keterangan
asal CERTIFIED TRUE COPY, tetap saja pengajuannya harus bersamaan
dengan PIB.
Dengan adanya kepastian seperti itu maka seyogyanya importir dapat
mempersiapkan segala sesuatunya, serta dapat mengkomunikasikan hal ini

Modul OCP Workshop Rules of Origin

31

kepada eksportir, sehingga dapat saling mendukung dalam transaksi


mereka.

2.

Masa berlaku surat keterangan asal


Surat keterangan asal yang berlaku saat ini, yaitu : form D untuk skema
ATIGA, form E untuk skema ASEAN-China FTA, form AK untuk skema
ASEAN-Korea, form AI untuk skema ASEAN-India, form AANZ untuk skema
ASEAN-Australia-New Zealand FTA, dan form IJEPA untuk skema
Indonesia-Japan, disepakati bahwa masa berlakunya adalah 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal penerbitan.
Masa berlaku ini berlaku juga untuk surat keterangan asal pengganti
yang hilang atau rusak, dengan tanda ISSUED RETROACTIVELY, dimana
masa berlakunya mengacu pada tanggal penerbitan surat keterangan asal
yang rusak atau hilang.
Khusus untuk surat keterangan asal yang diterbitkan kemudian, yaitu
back-to-back certificate of origin, masa berlakunya tidak mengacu pada
tanggal penerbitan, melainkan pada tanggal pengapalan, yang dalam hal ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas mengacu pada tanggal B/L. Penetapan
tanggal pengapalan (bukan tanggal penerbitan) tentunya merupakan
keputusan yang tepat, mengingat pada saat penerbitan surat keterangan
asal, barang yang akan diekspor sebenarnya telah berangkat.
Penetapan tanggal B/L sebagai referensi juga merupakan bagian dari
kepastian hukum di Indonesia, karena apabila kita hanya menyebutkan
tanggal pengapalan, tidak mudah untuk mencari dokumen yang harus
dijadikan referensinya.
Masa berlaku 12 (dua belas) bulan memiliki makna lain, yaitu setiap
mekanisme yang terkait dengan surat keterangan asal, seperti : proses
retroactive

check,

pelaksanaan

verifikasi

visit,

pengajuan

kepada

administrasi pabean, dan lain-lain harus mempertimbangkan jangka waktu


tersebut, sehingga hak dan kewajiban yang melekat pada surat keterangan
asal tersebut juga masih berlaku.

32

Modul OCP Workshop Rules of Origin

B. Pemeriksaan surat keterangan asal oleh petugas pabean


Setelah surat keterangan asal diajukan oleh importir atau kuasanya ke
kantor pabean yang mengawasi pelabuhan pemasukan barang-barang yang
diimpornya, maka selanjutnya adalah tugas dari para petugas pabean untuk
melakukan verifikasi atau pemeriksaan atas dokumen impor, termasuk surat
keterangan asal. Tentunya pejabat yang melakukan kegiatan tersebut adalah
pejabat

yang

memiliki

kewenangan

untuk

melakukan

aktivitas

terkait

pemeriksaan dokumen.
Terkait dengan pengajuan permohonan mendapatkan tarif preferensi,
tentunya fokus dari proses pemeriksaan tersebut adalah pemenuhan terhadap
ROO (ROO), yang meliputi 3 (tiga) hal sangat penting, yaitu : kriteria origin (lihat
modul kedua), kriteria pengiriman langsung, dan procedural provisions.

1.

Pemeriksaan Kriteria Origin


Pada modul 2 telah dijelaskan kriteria origin yang ada di dalam skema FTA
yang berlaku di Indonesia, yang meliputi :
v

Wholly Obtained atau Wholly Produced

Diproduksi secara khusus (PE)

Regional Value Content (RVC 40%), dan RVC 35% untuk ASEAN-India
FTA

Change Tariff Classification, yang terdiri : Change Tariff Heading (CTH)


dan Change in Tariff Sub Heading (CTSH)

Product Specific Rules (PSR)

Oleh karena itu di dalam modul ini tidak akan dijelaskan kembali tentang
masing-masing kriteria origin, melainkan hanya tata cara pemeriksaan keasal-an dari produk-produk yang masuk ke Indonesia dengan dilindungi
surate keterangan asal.
Agar lebih mudah melaksanakan pemeriksaan kriteria origin, maka ikutilah
langkah-langkah sebagai berikut :

Modul OCP Workshop Rules of Origin

33

a.

Skema FTA yang diajukan


Saat menerima PIB yang dilampiri surat keterangan asal, pastikan
bahwa kolom 19 PIB telah diisi dengan benar, dengan membandingkan
kode di dalam kolom tersebut dengan kode pada surat keterangan asal
yang diajukan, yaitu :
v Kode 06, berati surat keterangan yang diajukan adalan form D.
v Kode 54, berarti surat keterangan asal yang diajukan adalah form E.
v Kode 55, berarti surat keterangan asal yang diajukan adalah form AK.
v Kode 56, berarti surat keterangan asal yang diajukan adalah form IJEPA.
v Kode 57, berarti surat keterangan asal yang diajukan adalah form AI.
v Kode 58, berarti surat keterangan asal yang diajukan adalah form
AANZ.
Apabila pada kolom 19 PIB tidak ditemukan kode apapun sementara
importir melampirkan surat keterangan asal, ada baiknya ditanyakan
kembali kepada importir terkait keberadaan surat keterangan asal
tersebut, karena dikhawatirkan lupa memasukkan kode dimaksud pada
saat pengajuan PIB secara elektronik.
Namun demikian, mengingat pengisian kolom 19 adalah wajib dan
dilakukan secara elektronik, serta kebutuhan akan diperolehnya tarif
preferensi

merupakan

kepentingan

dari

importir,

maka

penulis

berpendapat bahwa dalam hal tidak ditemukan kode apapun dalam


kolom 19, petugas pabean dapat menganggap bahwa importir tidak
akan memanfaatkan surat keterangan asal yang telah dimilikinya. Hal ini
bisa terjadi karena tarif bea masuk MFN telah sama dengan tarif
preferensi sehingga importir tidak akan memperoleh manfaat apapun
dari fasilitas ini.
b.

Kriteria origin dalam skema FTA yang diajukan


Setelah mengetahui jenis surat keterangan asal yang diajukan (atau
dengan kata lain setelah mengetahui skema FTA yang digunakan dalam
importasi tersebut) maka langkah selanjutnya adalah memastikan
kriteria origin apa saja yang berlaku dalam skema FTA dimaksud. Hal ini

34

Modul OCP Workshop Rules of Origin

dapat diketahui dengan melihat overleaf notes dari surat keterangan


asal yang diajukan. Untuk meyakinkan kriteria apa saja yang berhak
digunakan dalam setiap skema FTA, petugas pabean sebaiknya telah
memiliki daftar tersendiri yang disusun sedemikian rupa berdasarkan
perjanjian pembentuk skem FTA-TIG masing-masing.
Kriteri origin harus dicantumkan dalam kolom atau box 8 untuk surat
keterangan asal dalam kerangka kerja sama regional (ASEAN atau
ASEAN dengan dialogue partners), dan box 5 untuk surat keterangan
asal dalam kerangka kerja sama Indonesia-Jepang.
Penulisan kode kriteria origin juga harus sesuai dengan apa yang telah
disepakati dan dimuat di dalam overleaf notes masing-masing surat
keterangan asal tersebut.
Contoh :
Dalam skema ATIGA, untuk kriteria origin Change in Tariff
Classification (CTC) ditulis : CC (dua digit); CTH (empat digit); dan
CTSH (enam digit). Oleh karena itu pada box 8 harus ditulis salah
satu dari kode di atas.
Apabila kriteria yang diajukan adalah wholly obtained, maka pada box
8 akan tertulis WO
c. Periksa daftar Product Specific Rules
Daftar Product Specific Rules (PSR) telah dijelaskan pada modul 2,
berupa sekumpulan produk yang hanya dapat menggunakan kriteria
origin yang disepakati sebagaimana yang tercantum pada daftar
tersebut. Untuk pengujian ke dalam daftar PSR diperlukan pos tarif yang
sesuai bagi barang yang diimpor.
Setelah penulisan kode pada box 8 (atau box 5 untuk skema IJEPA)
kedapatan sesuai, lihat pos tarif yang diberitahukan pada box 7 (atau
box 4

untuk skema

IJEPA). Pastikan

bahwa

kode

HS

yang

diberitahukan adalah sesuai dengan komoditi yang diimpor. Dalam hal


tidak ditemukan kode HS pada box tersebut, maka petugas pabean
harus memastikan terlebih dahulu kode HS yang tepat.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

35

Berdasarkan

kode

HS

tersebut,

petugas

pabean

melakukan

pemeriksaan apakah tercantum di dalam daftar PSR atau tidak.

Dalam hal kode HS atas barang yang diimpor tercantum di dalam


daftar PSR, maka pastikan kriteria origin apa saja yang dapat
digunakan untuk HS tersebut.

Dalam hal kode HS atas barang yang diimpor tidak tercantum di


dalam daftar PSR, maka atas produk tersebut tidak terdapat
pembatasan penggunaan kriteria origin.
Contoh :

Sebuah perusahaan di Jakarta mengimpor CARBON PASTE, kode


HS : 3801.90, dari China dengan menggunakan skema ACFTA.
Pada box 8 dituliskan bahwa kriteria origin dari produk tersebut
adalah WO. Artinya produk tersebut diperoleh sepenuhnya dari
China (wholly obtained/produced).

Berdasarkan penelitian pada daftar PSR ACFTA, kedapatan bahwa


untuk kode HS : 3801.90 tidak termasuk dalam daftar tersebut.

Mengingat kode HS dimaksud tidak termasuk dalam daftar PSR


ACFTA, maka atas penggunaan kriteria origin WO adalah
dimungkinkan.

Mengapa memungkinkan?, karena petugas pabean harus memiliki


keyakinan bahwa produk CARBON PASTE adalah benar-benar hanya
diproduksi di China, tanpa ada campuran bahan baku yang berasal dari
negara lain. Untuk contoh yang lain adalah :

Sebuah perusahaan di Jakarta mengimpor barang dari Australia,


yaitu : DECOLOURISED ANHYDROUS MILKFAT, kode HS
0405.90, dengan kriteria origin WO".

Berdasarkan pemeriksaan pada daftar PSR, kedapatan bahwa atas


kode HS tersebut terdapat pembatasan kriteria origin, yaitu hanya
dapat menggunakan kriteria : RVC (40) atau CTSH.

Mempertimbangkan hasil pemeriksaan pada daftar PSR di atas,


maka atas komoditi tersebut tidak dapat memperoleh tarif
preferensi, karena menggunakan kriteria origin yang berbeda
dengan ketentuan di dalam perjanjian pembentuk skema AANZFTA.

36

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam pemeriksaan kriteria origin
adalah apabila barang yang diimpor ternyata lebih dari satu jenis atau
satu item. Apabila demikian, sekalipun seluruh barang tersebut memilki
kode HS yang sama, maka masing-masing jenis/item barang wajib
mencantumkan kriteria origin-nya.
Contoh :
Apabila dalam satu pengiriman diketahui bahwa barang yang diimpor
berjumlah 5 (lima) jenis, maka tampilan dalam surat keterangan asal
yang melindungi barang tersebut tampilan pada box-box terkait uraian
barang dan kriteria origin adalah sebagai berikut:

5. Item
number

6. marks

and

7. number and tpe of packages,

numbers on

description of goods (including

criterion

packages

quantity

(see

and

HS

where

importing country)
1
2

N/M

appropriate

number

MALIMO

of

the

8. Origin

9. Gross 10. Numb


.......

er ....

Overleaf
Notes
X

HS CODE : 5603.14

3
4

NON WOVEN

HS CODE : 5602.10

CHEMICAL SHEET

HS CODE : 5602.10

MAGIC TAPE

HS CODE : 3919.10

THREAD

HS CODE : 8208.90

Modul OCP Workshop Rules of Origin

37

Apabila kedapatan surat keterangan asal dengan multi item seperti di


atas, dan hanya satu atau sebagian saja yang diberikan penjelasan
kriteria origin, hendaknya dimintakan penjelasan terlebih dahulu
kepada issuing authority dengan mengirimkan surat permintaan
retroactive check.

2.

Pemenuhan Kriteria Pengiriman Langsung


Pada modul 2 juga telah dijelaskan tentang kriteria bahwa suatu barang
yang ingin mendapatkan tarif preferensi harus dikirim langsung dari negara
produsen ke negara pengimpor. Pengertian pengiriman langsung memiliki
fleksibilitas yang disepakati, sehingga dimungkinkan untuk terjadinya transit
dan/atau transhipment di negara lain.
Untuk

membuktikan

apakah

suatu

barang

dalam

pengangkutannya

memenuhi kriteria tersebut, dokumen utama yang dapat dijadikan referensi


adalah dokumen pengangkutan, yaitu : Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill
(AWB).
Guna mendukung mekanisme ini, dalam perjanjian pembentuk skema FTA
diatur bahwa dokumen yang harus disampaikan kepada administrasi pabean
adalah :
a. A through B/L yang diterbitkan oleh negara pengekspor (negara asal
barang).
Berdasarkan definisi yang penulis ambil dari business dictionary, Through
B/L adalah :
B/L issued for containerized door-to-door shipments that have to use
different ships and/or different means of transportation (aircraft, railcars,
ships, trucks, etc.) from origin to destination.
Pengertian di atas dapat diterjemahkan secara bebas bahwa Through B/L
adalah B/L yang digunakan untuk pengangkutan barang kepada satu atau
lebih pemesan yang memerlukan pergantian moda transportasi, dari
negara asal ke negara tujuan.

38

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Jika demikian, maka di dalam B/L tersebut seharusnya tercantum negara


asal barang serta tujuan barang, sekaligus juga tempat-tempat lain yang
akan disinggahi oleh alat angkutnya.
b. Surat keterangan asal harus diterbitkan oleh issuing authority di negara
pengekspor.
Setiap pengajuan barang yang ingin memperoleh tarif preferensi, maka
wajib dilindungi dengan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh
negara dimana barang tersebut diproduksi. Hal ini mempertimbangkan
bahwa issuing authority di negara tempat barang diproduksi adalah yang
paling mengetahui ke-asal-an barang tersebut, baik bahan baku serta
proses produksinya, untuk membuktikan terpenuhinya kriteria origin yang
dapat digunakan.
Oleh karena itu, pengertian negara pengekspor hendaknya diartikan
sebagai negara tempat asal barang. Hal ini perlu diwaspadai dalam hal
terjadinya third country invoicing, dimana importir melakukan transaksi
dengan pihak lain yang bukan berdomisili di negara tempat barang
diproduksi. Sehingga eksportir-nya dalam hal ini sebenarnya adalah pihak
ketiga.
c. Copy original commercial invoice atas barang yang dikirim.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan original commercial invoice adalah
invoice yang dikeluarkan oleh pemilik barang yang sebenarnya, sebelum
terjadi proses transaksi antara importir dengan eksportir.
Contoh :
Perusahaan A di Indonesia memesan barang dari perusahaan B di
Singapore. Oleh karena perusahaan Singapore tidak memiliki barang
yang di pesan (karena bukan merupakan produsen atas barang yang
dimaksud), maka pihaknya melakukan transaksi dengan perusahaan C
(sebagai produsen) di Thailand.
Melihat kasus di atas, tentunya akan terbit dua invoice, yaitu invoice
yang diterbitkan oleh perusahaan B di Singapore untuk perusahaan A
di Indonesia, dan invoice yang diterbitkan oleh perusahaan C di

Modul OCP Workshop Rules of Origin

39

Thailand untuk perusahaan B di Singapore. Invoice yang kedua inilah


yang disebut dengan original commercial invoice, yaitu diterbitkan oleh
produsen di Thailand.
Dalam rangka pembuktian pengiriman langsung, maka invoice
yang diterbitkan oleh perusahaan C di Thailand wajib diajukan
kepada administrasi pabean di negara importir, untuk membuktikan
bahwa barang berasal dari negara produsen, dan dikirim langsung
ke negara importir.
d. Dokumen pendukung lainnya
Dalam perjanjian pembentuk skema FTA-TIG tidak dijelaskan dokumen
pendukung dimaksud, termasuk jenis-jenisnya. Hanya saja terdapat
penekanan

bahwa

dokumen

pendukung

tersebut

adalah

untuk

membuktikan bahwa ketentuan/ persyaratan dalam kriteria pengiriman


langsung dipenuhi.
Apabila tujuannya adalah sebagaimana tersebut di atas, maka penulis
dapat mengambil contoh dokumen yang digunakan oleh Singapore pada
saat

alat

angkut

transit

di

negaranya,

kemudian

melanjutkan

perjalanannya ke negara tujuan. Untuk membuktikan kegiatan apa saja


yang dilakukan terhadap barang yang akan diangkut kemudian, pihak
administrasi pabean Singapore mengeluarkan semacam surat yang
menjelaskan hal-hal terkait barang tersebut.
Hal-hal yang wajib dijelaskan dalam surat keterangan dimaksud adalah
sesuai dengan persyaratan yang melekat atas barang-barang transit/
transhipment, yaitu :
Barang tidak memasuki daerah pabean negara transit atau tempat
terjadinya transhipment;
Barang tidak mengalami proses perpindahan tangan (transaksi di
negara transit);
Barang tidak mengalami proses pengolahan apapun selain daripada
bongkar muat saja.

40

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Ada

baiknya

Indonesia

juga

dapat

menerbitkan

surat

keterangan semacam itu dalam rangka mendukung proses


terjadinya transit dan pembuktian formal bahwa barang tujuan
negara lain yang transit di Indonesia memenuhi persyaratan
pengiriman langsung sebagamana diatur dalam perjanjian
pembentuk suatu skema FTA.

3.

Pemenuhan Prosedur
Setelah kedua kriteria yang dipersyaratkan untuk mendapatkan tarif
preferensi, maka persyaratan terakhir adalah pemenuhan prosedur yang
telah disepakati. Artinya untuk mendapatkan tarif preferensi wajib melewati
prosedur yang diatur di dalam OCP.
Prosedur yang harus ditempuh sebenarnya sebagian besar telah dibahas
pada bagian awal dari modul ini, yang secara prinsip terdiri dari proses
penerbitan surat keterangan asal, sampai dengan proses pengajuannya
kepada administrasi pabean di negara importir, atau menurut istilah WCO
adalah sertifikasi dan verifikasi.
Sejak pengajuan surat keterangan asal oleh eksportir kepada issuing
authority di negara pengekspor, proses pemeriksaan kelengkapan dokumen,
pemeriksaan fisik, sampai dengan persetujuan penerbitan surat keterangan
asal, merupakan bagian dari prosedur sertifikasi.
Adapun pada proses pelaksanaan verifikasi oleh administrasi pabean di
negara importir terdiri dari pemeriksaan terhadap validitas, otentisitas, dan
akurasi dari surat keterangan asal yang diterimanya, yang diantaranya
meliputi :
a. Bentuk dan ukuran surat keterangan asal
Perjanjian telah menetapkan bentuk dan ukuran surat keterangan asal,
yaitu kertas A4, terdiri dari 13 box yang harus diisi lengkap (lihat contoh
surat keterangan asal dari masing-masing skema FTA sebagaimana
terdapat pada bab satu. Pengecualian dari bentuk dan ukuran tersebut
hanya berlaku pada surat keterangan asal skema AANZFTA dan IJEPA,

Modul OCP Workshop Rules of Origin

41

dimana pada pada skema AANZFTA tidak terdapat pengaturan khusus


tentang ukuran kertas yang digunakan. Adapun untuk surat keterangan
asal dalam skema IJEPA menggunakan bentuk dan ukuran kertas A4
tetapi hanya berisi 10 box di dalamnya.
Dalam skema AANZFTA, bentuk dan ukuran surat keterangan asal-nya
diserahkan kepada para pihak (parties).
Bagaimanapun
sebenarnya

penulis

dapat

menganggap

saja

bahwa

mengganggu

hal kecil seperti ini

kinerja

petugas

pabean.

Sebagaiknya untuk hal-hal yang tidak memiliki kekhususan dalam skema


FTA, disamakan saja pengaturannya sehingga dapat membentuk
percepatan proses kepabeanan. Bukan tidak mungkin terdapat kejadian
dimana penolakan atau keraguan terhadap surat keterangan asal
dilakukan karena perbedaan ukuran kertas. Tentunya kondisi ini tidak
terlihat bagus untuk sebuah implementasi dari sebuah perjanjian
internasional.

b. Kelengkapan pengisian
Seluruh box yang ada di dalam surat keterangan asal merupakan kolom
informasi atau data yang harus dipastikan telah terisi sesuai dengan
peruntukannya, serta saling mendukung (selaras) dengan dokumen
terkait.
Box pertama yang harus diperhatikan adalah sebelah kanan atas yang
memuat informasi reference number (Reference No. atau Certification No.
pada skema IJEPA). Hal ini sangat penting karena merupakan bukti
bahwa surat keterangan asal tersebut telah di-administrasi-kan di issuing
authority dan diberikan nomor tersebut. Sekalipun tidak diatur di dalam
perjanjian, tetapi diharapkan petugas pabean memiliki kejelian dalam
melakukan pemeriksaan nomor referensi yang seharusnya memiliki
standar antara satu surat keterangan asal dengan jenis dokumen yang
sama, yang diterbitkan oleh satu negara asal.

42

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Sekiranya terdapat perbedaan bentuk penomoran, tentunya hal ini patut


dipertanyakan dan petugas pabean dapat meminta klarifikasi kepada
issuing authority.

c. Pengirim dan Penerima


Informasi tentang pihak-pihak yang bertransaksi ada di box paling awal
seluruh surat keterangan asal, dan harus dipastikan bahwa informasi
tersebut sesuai dengan data yang tercermin dalam dokumen impor
lainnya, misalnya dengan invoice, packing list, bill of lading, dan
sebagainya (jika ada).
Apabila terdapat perbedaan informasi pengirim dan/atau penerima dalam
surat keterangan asal, maka dipastikan ada yang salah di dalam
dokumen tersebut.
Khusus untuk box pengirim barang atau eksportir, di dalam surat
keterangan asal terdapat dua box yang harus diisi dengan informasi yang
sama, yaitu pada box 1 dan box 11 (untuk surat keterangan asal yang
digunakan pada skema FTA lingkup regional : AFTA, ACFTA, AKFTA,
AANZFTA, dan AIFTA) atau pada box 9 untuk skema IJEPA. Walaupun
tampilannya keduanya berbeda, tetapi maksudnya adalah sama. Hanya
saja pada surat keterangan asal skema IJEPA, informasi yang
diberitahukan lebih detil, dimana eksportir tidak mencantumkan tempat,
tanggal, tanggal, dan tanda tangan eksportir sebagaimana pada surat
keterangan asal skema FTA lingkup regional, melainkan juga wajib
mencantumkan nama penandatangan dan nama perusahaan.

d. Pelabuhan muat
Sebagaimana telah disinggung di atas, barang harus diberangkatkan dari
negara

dimana

barang

tersebut

diproduksi

atau

negara

tempat

diterbitkannya surat keterangan asal. Oleh karena itu unsur pelabuhan


muat sangat membantu para petugas pabean dalam melakukan
pemeriksaan negara asal dikaitkan dengan kriteria origin.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

43

Dalam surat keterangan asal tidak secara jelas disebutkan tentang isian
untuk pelabuhan muat (port of loading). Akan tetapi apabila kita
perhatikan, baik pada surat keterangan asal untuk skema FTA regional
maupun IJEPA, terdapat keharusan pencantuman rute (route) dari alat
angkut. Dengan demikian, maka pada box ini sudah seharusnya
dituliskan pelabuhan muat dari produk yang akan dikirim.
Informasi pelabuhan muat dapat juga menimbulkan keraguan atau
penolakan pemberian tarif preferensi. Misalnya dalam kasus pengajuan
PIB untuk barang dengan menggunakan skema ACFTA, dimana pada
surat keterangan asal yang dilampirkan kedapatan bahwa pelabuhan
muat adalah HONGKONG, sedangkan Form E diterbitkan dari penerbit di
China.
Berdasarkan informasi tersebut di atas, setidaknya kita akan memiliki dua
keraguan, yaitu :
Bagaimana caranya issuing authority yang berada di China melakukan
pemeriksaan atas barang yang tidak ada di negaranya?
HONGKONG

merupakan

otoritas

ekonomi

sendiri

dan

bukan

merupakan bagian dari skema ACFTA.


Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka sebaiknya surat keterangan
asal yang diajukan langsung ditolak dan atas impor barangnya tidak dapat
memperoleh tarif preferensi.

e. Pemberian tanggal
Informasi tentang tanggal di dalam surat keterangan asal terdapat dalam
beberapa box, yaitu :
Untuk surat keterangan asal dalam kerangka skema FTA lingkup
regional : box 3 (tanggal keberangkatan), box 10 (tanggal invoice), box
11 (tanggal pengajuan oleh eksportir), dan box 12 (tanggal pemberian
persetujuan oleh issung authority).

44

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Untuk surat keterangan asal dalam kerangka skema IJEPA : box 7


(tanggal invoice), box 9 (pengajuan oleh eksportir), dan box 10
(tanggal pemberian persetujuan oleh issung authority).
Idealnya sebuah transaksi antara eksportir dengan importir adalah
sebagai berikut :
Eksportir dan importir mencapai kesepakatan untuk melakukan
transaksi, kemudian dituangkan dalam invoice (muncul tanggal invoice
pada box 10 untuk surat keterangan asal dalam skema FTA regional
atau box 7 pada skema IJEPA).
Eksportir mengajukan permohonan surat keterangan asal kepada
issuing authority, dilampiri dengan invoice sebagai salah satu dokumen
kelengkapannya (muncul tanggal pengajuan surat keterangan asal
atau tanggal deklarasi eksportir terkait kebenaran informasi dalam
formulir surat keterangan asal pada box 11 pada skema FTA lingkup
regional atau box 9 skema IJEPA ).
Issuing authority menyetujui penerbitan surat keterangan asal yang
diajukan oleh eksportir (muncul tanggal persetujuan/penerbitan pada
box 12 untuk surat keterangan asal dalam skema FTA lingkup regional
atau box 10 untuk skema IJEPA).
Barang diberangkatkan (muncul tanggal pengapalan pada box 3 surat
keterangan asal dalam skema FTA regional atau box 4 skeam IJEPA).
Memperhatikan kondisi ideal di atas, muncul pertanyaan, berapa lamakah
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing kegiatan di
atas? Mungkinkah seluruh kegiatan dapat terselesaikan dalam waktu satu
hari?
Berapapun

jumlah

waktu

(atau

hari)

yang

diperlukan

adalah

memungkinkan, sekalipun seluruh kegiatan dapat terselesaikan dalam


waktu satu hari. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap surat
keterangan asal yang masuk ke Indonesia, cukup banyak yang seluruh
kegiatan di atas terjadi dalam waktu satu hari, mulai penerbitan invoice
sampai dengan pemberian persetujuan surat keterangan asal. Artinya

Modul OCP Workshop Rules of Origin

45

walaupun seperti tidak mungkin dilaksanakan, tetapi faktanya banyak


impor dengan kondisi surat keterangan asal seperti itu.
Penulis hanya ingin menggugah peserta workshop bahwa untuk barangbarang tertentu sepertinya cukup sulit untuk diselesaikan dalam satu hari,
utamanya yang memerlukan proses produksi atau menggunakan kriteria
origin RVC atau CTC. Menurut penulis, issuing authority harus benarbenar

melakukan

pemeriksaan

fisik

atau

upaya

tertentu

untuk

membuktikan kebenaran kriteria origin. Adanya kondisi dimana seluruh


kegiatan dilakukan pada tanggal yang sama, penulis menganjurkan untuk
dimintakan penjelasan kepada issuing authority.

C.

Penolakan Pemberian Tarif Preferensi


Penggunaan

istilah

penolakan dalam

modul ini muncul sebagai

terjemahan dari istilah rejection (sebagaimana tertuang dalam OCP ATIGA),


denial (sebagaimana tertuang dalam OCP ACFTA), ataupun preferential
treatment not given (sebagaimana tercantum pada box 4 surat keterangan asal
yang digunakan pada skema FTA lingkup regional).
Perbedaan istilah di atas sedikit banyak telah menimbulkan persepsi yang
beragam, tidak saja di tingkat nasional, tetapi juga diantara para pihak peserta
masing-masing skema FTA, sehingga menimbulkan penafsiran yang tidak
seragam untuk tindak lanjut seandainya ada penolakan.
Dalam rule 13 (2) OCP ATIGA disebutkan :
in case when a Certificate of Origin (Form D) is rejected by the customs
authority of the importing Member State, the subject Certificate of Origin
(Form D) shall be marked accordingly in Box 4 and the original
Certificate of Origin (Form D) shall be returned to the issuing authority
within a reasonable period not exceeding sixty (60) days. The issuing
authority shall be duly notified of the grounds for the denial of tariff
prefrence.
Jelas sekali dalam rule 13 (2) OCP ATIGA diatur bahwa dalam hal surat
keterangan asal ditolak, maka box 4 dari surat keterangan asal yang diajukan
harus ditandai setentangnya, lalu dikembalikan kepada issuing authority.
Dalam rule 17 OCP AKFTA terdapat ketentuan :

46

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Except as otherwise provided in this Appendix, the importing Party may


deny claim for preferential tariff treatment or recover unpaid duties in
accordance with its laws and regulation, where the goods does not meet
the requirements of Annex 3, or where the relevant requirements of this
Appendix are not fulfilled.
Menurut aturan tersebut dijelaskan bahwa : kecuali telah diatur di dalam
lampiran dokumen ini, negara pengimpor dapat menolak permohonan untuk
memperoleh tarif preferensi atau penagihan atas bea masuk yang seharusnya
dibayar sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasionalnya, dalam hal
ketentuan pada annex 3 (Rules of Origin) atau persyaratan-persyaratan lain yang
telah ditetapkan dalam lampiran ini tidak dapat dipenuhi.
Sekilas pengaturan di atas seperti sama, dimana negara pengimpor
diberikan kewenangan untuk menolak memberikan tarif preferensi. Akan tetapi
dalam OCP AKFTA tidak terdapat ketentuan lebih lanjut tentang apa yang harus
dilakukan oleh administrasi pabean ketika terjadi penolakan tersebut.
Dalam skema ACFTA, istilah penolakan (denied) muncul pada saat issuing
authority tidak memberikan tanggapan atas permintaan retroactive check dari
administrasi pabean di negara importir, atau tidak memberikan tanggapan pada
saat menerima permintaan verification visit. Dalam kondisi seperti ini maka
administrasi pabean di negara importir dapat langsung memutuskan untuk tidak
memberikan tarif preferensi.
Berbeda lagi dengan OCP AANZFTA, yang sama sekali tidak mengatur
tentang kewenangan administrasi pabean di negara pengimpor untuk melakukan
penolakan pemberian tarif preferensi secara tegas.
Sekalipun seolah-olah substansi dari masing-masing skema FTA memiliki
pengaturan masing-masing sebagaimana tersebut di atas, tetapi terdapat hal
yang menarik dari seluruh skema FTA tersebut, khususnya apabila kita
perhatikan bentuk surat keterangan asal seluruh skema FTA yang sama-sama
memiliki box 4 yang memungkinkan bagi setiap administrasi pabean di negara
pengimpor untuk tidak memberikan tarif preferensi (preferential treatment not
given). Berikut adalah box 4 dari masing-masing skema FTA.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

47

Box 4 pada OCP ATIGA


4. For Official Use
Preferential Treatment Given Under ASEAN
Trade in Goods Agreement
Preferential Treatment Given Under ASEAN
Industrial Cooperation Scheme
Preferential Treatment Not Given (Please
state reason/s)

Signature of Authorised Signatory of the Importing
Country

Perlu dicatat bahwa pengaturan sebagaimana tersebut pada box 4 di atas


hanya ada pada skema FTA-TIG pada lingkup kerja sama regional. Adapun
untuk surat keterangan asal yang berlaku pada skema IJEPA tidak ditemukan
adanya pengaturan sebagaimana pada box 4 di atas.
Memperhatikan box di atas, maka penulis berpendapat bahwa sebenarnya
seluruh skema FTATIG yang ditanda tangani oleh Indonesia dalam statusnya
sebagai anggota ASEAN baik langsung atau tidak langsung meyepakati adanya
ruang bagi administrasi pabean di negara importir untuk tidak memberikan tarif
preferensi karena alasan tertentu.
Kriteria apa saja yang dapat menyebabkan tidak diberikannya tarif
preferensi, hal ini juga tidak diatur secara jelas, kecuali hal-hal yang bersifat
umum, sebagaimana dijelaskan di atas. Hal-hal seperti ini seharusnya dihindari
dalam

pembuatan

perjanjian

internasional,

karena

sangat

riskan

dan

mengundang dispute antara para pihak, yang tentunya dapat mempengaruhi


implementasi dari skema FTA-TIG yang telah ditanda tangani.
Selanjutnya

perlu

dipahami

juga

bahwa

ketentuan

tentang

tidak

diberikannya tarif preferensi berada di dalam pasal (rule atau article) yang
berbeda dengan suspension atau tertundanya pemberian tarif preferensi akibat
adanya keraguan ataupun kegiatan random yang dilakukan oleh administrasi
pabean. Disinilah salah satu beban berat yang dipikul oleh administrasi pabean
sebagai bagian dari kerangka kerja sama perdagangan internasional, karena

48

Modul OCP Workshop Rules of Origin

tuntutan untuk berperan sebagai fasilitator sangat tinggi. Sementara di sisi lain
administrasi pabean juga dituntut untuk menjadi pengawas lalu lintas barang.
Data menunjukkan adanya penyimpangan dalam skema FTA-TIG, yaitu
penggunaan surat keterangan asal palsu, yang diketahui setelah adanya
konfirmasi atas permintaan retroactive check kepada issuing authority. Tentunya
menjadi tidak efektif apabila seluruh surat keterangan asal yang masuk harus
dimintakan retroactive check. Oleh karena itu perlu ada penegasan, kapan box 4
tersebut diberdayakan, dan tidak perlu retro, melainkan langsung dikenakan tarif
preferensi.
Oleh karena ketiadaan peraturan yang jelas di tingkat nasional, tentunya
penulis cukup kesulitan membuat daftar hal-hal yang dapat dikategorikan
ditolak dalam modul ini, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas tidak sesuai
dengan aturan main di dalam perjanjian pembentuk skema FTA-nya, seperti :
Kesalahan pemberitahuan kriteria origin. Misalnya : untuk komoditi yang
diimpor ternyata masuk ke dalam daftar PSR, tetapi dalam box 8 diisi kriteria
origin yang tidak sesuai. Hal ini menurut penulis termasuk upaya untuk
mengelabui petugas administrasi pabean di negara importir.
Penggunaan kriteria origin yang tidak sesuai dengan skema FTA-TIG yang
digunakan. Maksudnya adalah : dalam setiap skema FTA-TIG telah
ditentukan kriteria origin apa saja yang dapat digunakan, sebagaimana dimuat
dalam overleaf notes masing-masing surat keterangan asal-nya. Apabila
terdapat pengajuan surat keterangan asal dengan kriteria origin yang tidak
tercantum pada overleaf notes, maka menjadi tidak syah, dan dapat ditolak
permohonan mendapatkan tarif preferensinya.
Contoh :
Dalam skema AKFTA terdapat kriteria origin salah satu kriteria origin yang
diperbolehkan adalah Rule 6 rules of origin. Apabila terdapat surat
keterangan asal yang diajukan dalam kerangka skema ACFTA menggunakan
kriteria origin Rules 6, maka secara otomatis dapat digugurkan.
Pejabat penandatangan tidak terdapat di dalam list of specimen (daftar
spesimen tanda tangan dan stempel masing-masing negara anggota skema
FTA-TIG). Tapi hal ini harus benar-benar dipastikan bahwa petugas pabean

Modul OCP Workshop Rules of Origin

49

telah melakukan pemeriksaan terhadap seluruh specimen yang valid dari


negara tempat diterbitkannya surat keterangan asal.

D.

Penundaan Pemberian Tarif Preferensi


Sebagaimana telah disinggung sedikit di atas, hasil dari penelitian surat

keterangan asal oleh petugas pabean adalah adanya mekanisme penolakan dan
penundaan pemberian tarif preferensi. Di atas telah dibahas tentang mekanisme
penolakan pemberian preferential tarif, dengan cara mengisi box 4 dari surat
keterangan asal yang diajukan, kemudian diberikan penjelasan penolakan
tersebut dan menandatanganinya. Selanjutnya asli dari surat keterangan asal
yang ditolak tersebut kemudian dikembalikan (dikirimkan kembali) kepada issuing
authority.
Berbeda dengan mekanisme penundaan pemberian surat keterangan asal,
dimana atas barang yang diimpor masih ada kemungkinan untuk mendapatkan
tarif preferensi, tetapi memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari issuing authority
dengan cara mengajukan permintaan retroactive check.
Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya penundaan pemberian tarif
preferensi adalah karena adanya keraguan dari petugas pabean atas ke-otentikan dan/atau ke-akurat-an dari surat keterangan asal yang diajukan oleh importir,
atau karena proses random yang dilakukan oleh adminsitrasi pabean di negara
importir.
a.

Surat keterangan asal diragukan


Untuk skema FTA-TIG yang diikuti oleh Indonesia, satu-satunya dokumen
yang digunakan sebaga bukti bahwa suatu komoditi telah memenuhi
ketentuan rules of orgin dari skema FTA-TIG tersebut, sehingga berhak
mendapatkan tarif preferensi, adalah surat keterangan asal (certificate of
origin).
Dalam rangka menguji apakah benar bahwa atas barang yang diimpor layak
(qualify) mendapatkan tarif preferensi, petugas pabean melakukan verifikasi
atau pemeriksaan terkait ke-otentik-an dan/atau ke-akurat-an dari dokumen
dan informasi yang ada di dalamnya, dengan dukungan dari dokumen lain
yang terkait dengan importasinya.

50

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Adanya pemeriksaan ini tidak berarti bahwa petugas pabean meragukan


proses sertifikasi yang dilakukan oleh issuing authority, melainkan sebagai
bentuk pelaksanaan kewenangan yang diberikan oleh perjanjian pembentuk
skema FTA-TIG.
Hal-hal apa saja yang dapat dijadikan dasar untuk meragukan sebuah surat
keterangan asal? Lagi-lagi perjanjian pembentuk skema FT-TIG tidak
memberikan panduan yang cukup dalam hal ini, sehingga tidak jarang terjadi
perbedaan pendapat antar sesama anggota skema FTA dalam menafsirkan
klausula-klausula dari perjanjian tersebut.
Seharusnya pemerintah, dalam hal ini seluruh instansi yang terkait dengan
proses perundingan skema FTA-TIG termasuk Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, dapat membuat batasan-batasan yang jelas tentang hal-hal yang
dapat meragukan.
Sejauh ini kewenangan penilaian keraguan lebih merupakan professional
judgement dari petugas pabean, sehingga sangat mungkin akan muncul
keputusan yang berbeda antara petugas pabean satu dengan petugas
lainnya. Tetapi tentunya hal ini akan menjadi terlihat tidak bagus dimata
partner kita, karena akan dinilai inkonsistensi dalam penerapan prosedur
pabean.
Beberapa hal yang menurut penulis dapat dijadikan alasan keraguan adalah
sebagai berikut :

Perbedaan format dokumen surat keterangan asal. Hal ini misalnya


terjadi

dimana

ketebalan

kertas

berbeda

dengan

yang

biasa

dipergunakan, atau tipe kertas yang seharusnya menggunakan A4 tetapi


kemudian dibuat dalam ukuran lain.

Bentuk tanda tangan yang tidak begitu mirip dengan yang ada di dalam
daftar spesimen sehingga menimbulkan keraguan.

Tanggal keberangkatan, tanggal invoice, tanggal pengajuan surat


keterangan asal, dan tanggal pemberian persetujuan oleh issuing
authority, seluruhnya sama. Hal ini dapat diasumsikan seluruh kegiatan
transaksi antara importir dan eksportir sampai dengan pemberian
persetujuan oleh issuing authority dilakukan pada tanggal yang sama.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

51

Perjanjian pembentuk skema FTA tidak melarang adanya aktivitas


seperti itu, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi administrasi pabean
untuk meminta penjelasan kepada issuing authority tentang akurasi dari
tanggal tersebut.

Informasi lain di dalam surat keterangan asal yang diajukan oleh


importir.

b.

Proses Random
Random artinya memilih secara acak atas surat keterangan asal yang
diajukan oleh importir, untuk dimintakan konfirmasi lebih lanjut kepada
issuing authority.
Beberapa perjanjian pembentukan skema FTA secara tegas mengatur
kemungkinan random dalam melakukan permintaan retroactive check.
Artinya beberapa perjanjian pembentuk skema FTA tidak menganjurkan
ataupun melarang. Hal inilah yang dapat dijadikan dasar oleh masingmasing negara anggota untuk dapat mengembangkan aturan nasionalnya
sehingga terdapat kepastian hukum bagi para pengguna jasa.
Random dapat dilakukan pada tahap manapun dalam prosedur kepabeanan,
mulai saat penerimaan dokumen sampai dengan post audit.

c.

Retroactive Check
Kegiatan retroactive check pada dasarnya merupakan proses verifikasi atau
pemeriksaan ulang oleh issuing authority atas permintaan administrasi
pabean di negara importir, yang disebabkan adanya keraguan terhadap
surat keterangan asal dan/atau keputusan random. Oleh karena itu kegiatan
retroactive check harus diawali dengan adanya permintaan secara tertulis
dari administrasi pabean di negara importir.
Dalam surat permintaan retroactive check tersebut, pihak receiving authority
atau administrasi pabean wajib menjelaskan alasan dimintakannya proses
verifikasi dimaksud, sehingga pelaksanaan pemeriksaan ulang oleh issuing
authority mengarah pada substansi yang diragukan.

52

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Untuk permintaan retroactive check dalam rangka random (dipilih secara


acak), maka dalam surat permintaan retroactive check cukup dijelaskan
bahwa permintaan yang diajukan adalah akibat sistem random yang berlaku
di dalam sistem pabean nasional. Hal ini lebih sederhana, karena pada
intinya pihak issuing authority hanya diminta untuk menegaskan apakah
surat keterangan asal yang terpilih secara acak tersebut valid atau tidak
valid.
Berbeda dengan permintaan retroactive check yang dilakukan akibat
random, pada permintaan retroactive check yang disebabkan adanya
keraguan, pihak administrasi pabean harus menjelaskan secara rinci hal-hal
yang menimbulkan keraguan dimaksud.
Sebenarnya permintaan retroactive check bersifat konfirmasi kepada issuing
authority oleh karena adanya keraguan petugas pabean terhadap surat
keterangan asal yang diterimanya. Hal yang dapat diragukan sebenarnya
tidak diatur di dalam perjanjian pembentuk skema FTA, sehingga sekecil
apapun yang kita ragukan atas format surat keterangan asal, spesimen,
stempel, dan informasi lainnya di dalam surat keterangan asal, menurut
perjanjian pembentuk skema FTA dapat dimintakan retroactive check.
Namun demikian tentunya setiap negara tidak akan melakukan hal
sewenang-wenang

dalam

mengajukan

permintaan

retroactive

check

tersebut, melainkan dengan pertimbangan yang matang dan meyakinkan


sehingga benar-benar perlu dilakukan.
Apabila yang menjadi materi keraguan terkait kriteria origin, misalnya, maka
ada baiknya di dalam surat yang akan dikirim kepada issuing authority
disebutkan box tentang kriteria origin, dasar munculnya keraguan, kemudian
hal-hal atau penjelasan/informasi/data-data yang diminta dari issuing
authority. Akan lebih bagus apabila juga disinggung artikel dalam perjanjian
pembentuk skema FTA-TIG yang mendasari dapat dilakukannya permintaan
retroactive check. Hal ini untuk mengingatkan sekaligus mempertegas
bahwa tindakan yang dilakukan memiliki dasar hukum.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

53

Contoh permintaan retroactive check adalah sebagai berikut :

Dalam contoh di atas dapat dilihat bahwa materi yang diragukan adalah
terkait kriteria origin yang ada di dalam box atau kolom 8, kemudian diikuti
dengan alasan munculnya keraguan. Selanjutnya pada paragraf terakhir
disinggung tentang hal yang mendasari proses retroactive check, yaitu
sebagaimana diatur dalam OCP.
Atas permintaan retroactive check tersebut, issuing authority melakukan halhal yang dianggap perlu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terkait
materi yang dipertanyakan. Tindakan untuk melakukan hal-hal yang
dianggap perlu inilah sebenarnya yang disebut dengan retroactive check.
Pihak issuing authority wajib memberikan jawaban atas permintaan
retroactive check dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak surat diterima
pihaknya.
Apabila issuing authority tidak dapat memberikan jawaban dan/atau
penjelasan atas permintaan retroactive check dari administrasi pabean di
negara importir, atau jawaban yang dikirimkan ternyata melewati batas
waktu yang telah ditetapkan tersebut, maka surat keterangan asal yang

54

Modul OCP Workshop Rules of Origin

dipermasalahkan menjadi batal dan permohonan untuk memperoleh tarif


preferensi dapat ditolak.
Sebaliknya, apabila issuing authority telah selesai melakukan retroactive
check, dan mengirimkan hasilnya sesuai dengan batas waktu yang telah
ditetapkan, maka pihak administrasi pabean di negara importir harus
memberitahukan lebih lanjut langkah-langkah yang akan diambil setelah
adanya hasil retroactive check tersebut.
Menurut OCP, dalam hal administrasi pabean di negara importir masih
belum dapat menerima penjelasan dari issuing authority, maka masih
disediakan prosedur lain yang dapat ditempuh yaitu yang disebut verification
visit. Penjelasan tentang verification visit akan dijelaskan pada sub bab
berikutnya.

d.

Verification Visit
Sesuai dengan istilah yang dipergunakan, verification visit merupakan
kegiatan verifikasi yang dilakukan oleh administrasi pabean negara importir
di negara tempat penerbitan surat keterangan asal.
Verifikasi ini dilakukan akibat dari ketidakpuasan negara importir, yaitu
administrasi pabean, atas penjelasan issuing authority dalam memberikan
jawaban atas permintaan retroactive check. Hal ini menjadi kewenangan
negara importir, apakah akan menerima atau tidak. Hanya saja, apapun
keputusan dari administrasi pabean negara importir terhadap komoditi yang
dilindungi dengan surat keterangan asal yang sedang dipertanyakan, harus
diinformasikan kepada issuing authority.
Pelaksanaan verification visit merupakan kewenangan dari administrasi
pabean negara importir. Akan tetapi pada prakteknya administrasi pabean
dapat melibatkan instansi lain yang dianggap relevan dan akan membantu
pelaksanaan verification visit.
Contoh :
KPU Tanjung Priok telah menerima jawaban permintaan retroactive check
dari issuing authority di China, atas keraguan kriteria origin produk STEEL
COLD ROLLED. Namun demikian, atas jawaban tersebut KPU Tanjung

Modul OCP Workshop Rules of Origin

55

Priok masih meragukan informasi yang disampaikan oleh pihak China,


sehingga diusulkan ke Kantor Pusat DJBC untuk dilakukan verification visit.
Menindaklanjuti permohonan KPU Tanjung Priok ini, Kantor Pusat DJBC
dapat menyiapkan hal-hal terkait verification visit, dengan anggota tim terdiri
dari :

Perwakilan KPU Tanjung Priok

Perwakilan Kantor Pusat DJBC sebagai fasilitator

Ahli baja, untuk proses pemeriksaan fisik barang serta proses


produksinya.

Pengacara, untuk mengantisipasi kemungkinan hal-hal yang tidak


diinginkan (tentative).

Perjanjian pembentuk skema FTA dalam OCP-nya memberikan keleluasaan


kepada para negara anggota untuk mengatur lebih rinci tentang bagaimana
penanganan barang-barang yang surat keterangan asal-nya diragukan,
apakah akan dikenakan jaminan atau diminta untuk melakukan pembayaran
terlebih dahulu berdasarkan tarif normal (MFN).
Sejauh ini Indonesia belum menerapkan prosedur mana yang akan
ditempuh, karena belum terdapat satu peraturan pun yang mengatur hal
tersebut.
1.2 Latihan 2
Jawablah dengan memilih salah satu jawaban yang tepat!
1.

Pada saat pengajuan surat keterangan asal, issuing authority harus


memastikan bahwa jumlah dan jenis barang yang akan dimintakan
preferensi tarif di negara importir sebagaimana diberitahukan, telah sesuai
(confom) dengan produk yang akan diekspor. Kondisi ini memiliki makna
bahwa :
a.

Eksportir tidak dapat mengajukan tambahan jumlah barang yang akan


diekspor, karena telah ditetapkan.

b.

Apa yang tertuang di dalam surat keterangan asal merupakan


informasi/data yang diketahui dan disetujui oleh issuing authority.

56

Modul OCP Workshop Rules of Origin

c.

Sepanjang jenis barang sesuai, maka apabila terdapat kelebihan jumlah,


tetap dimungkinkan untuk mendapatkan tarif preferensi.

d.

Administrasi pabean di negara importir tidak perlu lagi melakukan


pemeriksaan terdapat imformasi/data yang ada di dalam surat
keterangan asal, karena telah dilakukan pemeriksaan oleh issuing
authority terkait kebenarannya.

2.

Pelaksanaan pemeriksaan surat keterangan asal oleh administrasi pabean


sebaiknya dimaknai bahwa :
a.

Bentuk kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya penyalahgunaan


atas surat keterangan asal.

b.

Bentuk ketidakpercayaan negara pengimpor kepada negara penerbit


surat keterangan asal.

c.

Kewenangan tersebut merupakan amanat dari perjanjian pembentuk


skema FTA-TIG yang harus dilaksanakan, sehingga tercapai tertib
administrasi sesuai tujuan pembentukannya.

d.

Surat keterangan asal merupakan dokumen pendukung PIB sehingga


perlu dilakukan verifikasi dan validasi.

3.

Dalam pelaksanaan verification visit, sebenarnya tidak perlu terlalu banyak


melibatkan pihak-pihak yang akan dimasukkan ke dalam tim, melainkan
cukup terdiri dari pihak-pihak yang dianggap berkompeten dan memiliki
kemampuan terkait kegiatan yang perlu (urgent) untuk dilaksanakan di
negara tempat penerbitan surat keterangan asal, misalnya :
a. Perwakilan dari : Kementerian Perdagangan-Kementerian Koordinasi
bidang Perekonomian-Pakar Hukum.
b. Perwakilan dari : Bea dan Cukai-Pengusaha-Importir.
c. Perwakilan dari : Bea dan Cukai-Eksportir-Ahli Hukum.
d. Perwakilan dari : Bea dan Cukai-Ahli Barang-Penasehat Hukum.

4.

Dalam hal administrasi pabean tidak merasa puas dengan jawaban


permintaan retroactive check yang disediakan oleh issuing authority, maka
langkah selanjutnya yang dapat ditempuh adalah :
a. Negosiasi ulang.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

57

b. Perundingan ulang antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.


c. Pemanggilan importir untuk keperluan penyelidikan.
d. Pemberitahuan administrasi pabean di negara importir kepada issuing
authority tentang rencana verification visit.
5.

Dalam hal terdapat Form D yang melindungi satu komoditi dengan kriteria
Rule 6, apa yang akan Saudara lakukan ?
a. Rule 6 tidak termasuk dalam kriteria origin yang dapat digunakan dalam
skema ATIGA, sehingga langsung ditolak.
b. Menanyakan kepada importir tentang maksud penggunaan Rule 6 dalam
surat keterangan asal yang diajukannya.
c. Menerima surat keterangan asal dan memberikan tarif preferensi.
d. Meminta retroactive check kepada issuing authority, untuk mengganti
kriteria origin tersebut.

1.3 Rangkuman
Sekalipun administrasi pabean Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, tidak terlibat dalam penerbitan surat keterangan asal, akan tetapi
tetap memerlukan pemahaman atas penerbitan dari surat keterangan asal dalam
skema FTA-TIG. Hal ini sangat penting guna mengambil keputusan yang
mengacu pada tata cara penerbitan surat keterangan asal dimaksud oleh issuing
authority.
Proses penerbitan surat keterangan asal atau sertifikasi oleh issuing
authority akan memberi makna bahwa hanya atas jumlah dan jenis serta
informasi yang ada di dalam surat keterangan asal itulah yang telah disetujui oleh
issuing authority untuk kemudian menjadi dasar bagi administrasi pabean apakah
atas komoditi di dalamnya dapat diberikan tarif preferensi atau tidak.
Sebelum diberikannya tarif preferensi atas produk yang ada di dalam surat
keterangan asal, administrasi pabean diberikan kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan atau verifikasi atas surat keterangan asal tersebut, yang akan
menghasilkan 3 (tiga) keputusan alternatif, yaitu :
Dianggap memenuhi seluruh persyaratan yang ada di dalam ROO,
sehingga tarif preferensi diberikan.

58

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Diberikan penundaan pemberian tarif preferensi karena adanya


keraguan atas validitas surat keterangan asal.
Diberikan penolakan tarif preferensi, dan wajib mengisi box 4 surat
keterangan asal beserta penjelasan yang melatarbelakangi penolakan
tersebut, untuk kemudian dikirimkan kepada issuing authority.
Atas surat keterangan asal yang diragukan dan/atau kena pemeriksaan
acak, dapat dimintakan retroactive check kepada issuing athority, dengan
memberikan alasannya. Memenuhi permintaan retroactive check ini issuing
authority melakukan verifikasi di negaranya.
Dalam hal hasil retroactive check yang dikirimkan oleh issuing authority
tidak masih menyisakan keraguan administrasi pabean yang mengirimkan
permintaan retroactive check tersebut, maka prosedur berikutnya yang dapat
ditempuh adalah pengajuan verification visit, yaitu kegiatan verifikasi yang
dilakukan oleh negara pengimpor di negara penerbit surat keterangan asal.
Pelaksanaan verification visit dilakukan oleh perwakilan dari administrasi
pabean negara importir dengan didampingi oleh pihak-pihak terkait yang memiliki
kompetensi yang memenuhi persyaratan guna mendukung pelaksanaan
verification visit dimaksud.

1.4 Tes Formatif 2


Jawablah dengan memilih salah satu jawaban yang tepat!
1.

Kapan diantaranya permintaan retroactive check akibat pemilihan secara


acak (random) dilakukan?
a. Pada saat diajukan bersama-sama dengan PIB
b. Pada saat permintaan retroactive check baru dikirimkan.
c. Pada saat kapan saja, sejak surat keterangan asal diajukan.
d. Pada saat audit kepabeanan berlangsung

Modul OCP Workshop Rules of Origin

59

2.

Dalam hal penjelasan issuing authority dalam rangka retroactive check tidak
memuaskan, maka langkah berikutnya adalah :
a. Verification visit oleh penerbit surat keterangan asal ke perusahaan
importir.
b. Verification visit oleh pihak administrasi pabean negara eksportir ke
perusahaan pengirim barang.
c. Verification visit oleh administrasi pabean negara eksportir ke negara
importir.
d. Verification visit oleh administrasi pabean negara importir ke perusahaan
pengekspor.

3.

Permintaan retroactive check karena adanya keraguan petugas pabean atas


validitas surat keterangan asal harus menjelaskan alasannya, dengan
tujuan?
a. Memudahkan issuing authority melakukan retroactive check.
b. Memudahkan issuing authority untuk dalam melakukan komunikasi
dengan issuing authority di negara importir.
c. Memudahkan pihak eksportir memberikan jawaban yang dibutuhkan
kepada administrasi pabean negara partner.
d. Untuk kelengkapan administrasi saja.

4.

Apabila jumlah di dalam PIB lebih banyak dari jumlah komoditi yang ada di
dalam surat keterangan asal, maka jumlah yang dimungkinkan untuk
mendapat tarif preferensi adalah :
a. Yang tertera di dalam invoice, karena sejumlah itulah yang telah dibayar
oleh importir kepada eksportir, sehingga layak mendapatkan tarif
preferensi.
b. sejumlah yang diajukan oleh importir ke kantor pabean, bersama-sama
dengan pengajuan surat keterangan asal.
c. Hanya selisih jumlah barang yang ada di PIB dengan surat keterangan
asal.
d. Hanya sejumlah barang yang tertera di dalam surat keterangan asal,
mengingat hanya sejumlah itulah yang dilakukan pemeriksaan oleh
issuing authority.

60

Modul OCP Workshop Rules of Origin

5.

Pada saat petugas pabean melakukan penolakan untuk memberikan tarif


preferensi atas komoditi yang dilindungi dengan surat keterangan asal yang
diajukan oleh importir, maka langkah apakah yang harus dilakukan ?
a. Membuat surat pemberitahuan kepada importir bahwa surat keterangan
asal yang diajukannya tidak dapat diterima.
b. Mengisi box 4 dari surat keterangan asal yang diajukan, membuat
penjelasan

tentang

alasan

penolakan

tersebut,

kemudian

mengirimkannya kepada issuing authority.


c. Mengirimkan pemberitahuan kepada issuing authority agar membuat
surat keterangan asal baru dengan beberapa perbaikan, kemudian
mengirimkan kembali kepada importir.
d. Surat keterangan asal yang ditolak, diisi box 4-nya lalu di-file.

1.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan materi yang sudah ada pada
pembahasan ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci sebagaimana rumus berikut.
TP

= Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) dalam memahami materi yang sudah


dipelajari mencapai:
91 %

s.d

100 %

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,99 %

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

Kurang

0%

s.d.

60,99 %

Sangat Kurang

Modul OCP Workshop Rules of Origin

61

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar

ini dengan baik. Untuk selanjutnya

Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

Jika belum mencapai

angka 81%, kami menyarankan agar anda mengulang kembali materi kegiatan
belajar ini.

62

Modul OCP Workshop Rules of Origin

KEGIATAN
BEL AJAR

TIGA
KETENTUAN LAIN-LAIN
Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan :
1) Dapat menjelaskan ketentuan khusus yang ada di dalam perjanjian
pembentuk skema FTA perdagangan bebas;
2) Dapat menjelaskan perlakuan yang dianggap sejalan dengan
perlakukan khusus tersebut.

3.1 Uraian dan Contoh


Secara umum hal-hal terkait persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi
telah tercakup di dalam pembahasan sebelumnya, yang meliputi tiga kriteria,
yaitu : kriteria origin, kriteria pengiriman langsung, dan pemenuhan ketentuan
prosedural. Namun demikian dalam OCP masing-masing perjanjian pembentuk
skema FTA-TIG terdapat beberapa pengaturan atau prosedur yang dapat disebut
sebagai fasilitas tambahan ataupun fleksibilitas yang dapat dijadikan alternatif
oleh para pengusaha yang bermaksud memanfaatkan skema FTA-TIG dalam
menjalankan bisnisnya.
Hal ini semakin mempertegas bahwa free trade atau perdagangan bebas
memang diarahkan pada kebebasan pergerakan barang dalam perdagangan
internasional,

sehingga

segala

hal

yang

bersifat

menghambat

akan

diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Barangkali inilah yang kemudian disebut


era liberalisasi, dimana tarif sedapat mungkin diperkecil atau dihapus. Kemudian

Modul OCP Workshop Rules of Origin

63

prosedur-prosedur disederhanakan dan lebih fleksibel mengikuti tuntutan dunia


usaha.

A. Pengajuan Surat Keterangan Asal


Terkait saat pengajuan surat keterangan asal kepada administrasi pabean di
negara importir, di atas telah disinggung bahwa sesuai asas presentasi, surat
keterangan asal wajib diajukan bersamaan dengan PIB. Prosedur tersebut
merupakan interpretasi Indonesia dan akan diterapkan demikian, sebagai
konsistensi dalam penerapan skema FTA-TIG, sekaligus juga untuk kepastian
hukum bagi para pengguna jasa.
Berdasarkan informasi pada saat persidangan, ternyata terdapat beberapa
negara yang menafsirkan berbeda dengan posisi Indonesia di atas, dimana
pengajuan surat keterangan asal tidak harus selalu bersamaan dengan
pengajuan PIB (import declaration), melainkan dapat dilakukan kapan saja
sesuai dengan masa berlaku dari surat keterangan asal, yaitu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal penerbitan. Artinya surat keterangan asal dapat diajukan
setelah importir mengajukan PIB ke kantor pabean.
Pengajuan surat keterangan asal yang dilakukan setelah periode waktu
tersebut dapat dilakukan sepanjang adanya kejadian tertentu yang dianggap
force majeur ataupun kejadian lain yang dianggap valid dan diluar kemampuan
dari pihak eksportir. Persyaratan adanya kejadian tertentu memang dapat
diterima. Akan tetapi apabila tanpa ada batasan waktu yang jelas, maka penulis
menganggap bahwa apabila pemahaman tersebut diterapkan di Indonesia, maka
terlalu terbuka dan sepertinya terlalu merepotkan bagi petugas pabean sekaligus
juga sistem dan aplikasi yang telah dimiliki administrasi pabean saat ini. Lebih
lanjut, penerapan seperti ini cenderung memiliki resiko penyalahgunaan surat
keterangan asal, karena importir yang berniat tidak baik dapat memanfaatkan
kelemahan/kelalaian dari petugas pabean.
Secara sederhana dapat kita ilustrasikan sebagai berikut :
Sebuah perusahaan di Jakarta mengimpor satu paket barang dari Malaysia
tanpa dilindungi surat keterangan asal. Importir mengajukan PIB sebagaimana

64

Modul OCP Workshop Rules of Origin

prosedur yang diberlakukan untuk impor untuk dipakai dan tidak terdapat
masalah.
Satu bulan kemudian, importir yang sama mengajukan surat keterangan asal
atas satu paket barang di atas, dengan menunjuk nomor invoice, dan B/L
yang digunakan pada saat pengajuan PIB.
Dengan

pengajuan

ini,

secara

tidak

langsung

importir

mengajukan

permohonan agar atas importasi terdahulunya diberikan tarif preferensi


sekaligus juga mengajukan permohonan restitusi.
Memperhatikan kasus di atas, maka muncul beberapa pertanyaan, yaitu :
i. Bagaimana issuing authority dapat meyakini bahwa surat keterangan
asal yang diterbitkannya ditujukan untuk barang yang telah lama
diekspor, khususnya untuk penentuan kriteria origin ?
ii. Force majeur seperti apakah yang akan dijadikan alasan untuk
keterlambatan pengajuan surat keterangan asal tersebut ?
iii. Apakah sistem aplikasi DJBC telah dapat mengadop kasus seperti itu ?
dimana petugas pabean harus mengeluarkan kembali data yang telah
terekam sebelumnya, kemudian melakukan perubahan. padahal sangat
jelas, bahwa sistem yang kita miliki adalah self assessment, yang
pengisian dan pengajuan dokumen telah mandatory dilakukan secara
elektronik.
iv. Bagaimana petugas pabean dapat meyakini bahwa surat keterangan
asal yang diajukan adalah asli ? sekalipun hal ini dapat siasati dengan
melakukan permintaan retroactive check kepada issuing authority, tetapi
petugas pabean tidak dapat melakukan uji fisik barang karena barang
telah diberikan ijin keluar jauh hari sebelumnya.
v. Apakah

prosedur

restitusi

DJBC

dapat

menerima

permohonan

pengembalian dengan hanya berbekal surat keterangan asal seperti itu?


Jelas sekali bahwa apabila Indonesia memilih pemahaman seperti itu,
sistem dan prosedur yang telah berjalan akan terganggu, sekaligus juga
penyesuaian yang perlu dilakukan terlalu rumit dan memerlukan pengkajian
cukup dalam.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

65

Sekalipun terdapat perbedaan pemahaman atau penafsiran atas artikel di


dalam OCP, mengingat tidak adanya kejelasan dalam perjanjian pembentuk
skema FTA-TIG nya, maka negara lainpun dapat menerima pemahaman
Indonesia sebagaimana juga Indonesia dapat menerima penafsiran yang mereka
kembangkan.
1.

Pengecualian Penggunaan Surat keterangan asal


Dalam skema FTA-TIG berbasis pemberian tarif preferensi atau tarif
istimewa selain tarif umum, maka atas barang-barang yang ingin
mendapatkan tarif preferensi sebagaimana disepakati dalam perjanjian
pembentuknya, wajib memenuhi persyaratan ROO (ketentuan ke-asal-an),
yang dibuktikan dengan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh instansi
pemerintah atau organisasi swasta yang diberikan kewenangan oleh
pemerintahnya.
Dalam rangka memfasilitasi pergerakan barang, serta mempertimbangkan
sisi ekonomis dan kecepatan pengiriman, dalam perjanjian pembentuk
skema FTA-TIG disepakati adanya pengecualian penggunaan surat
keterangan asal atas produk yang diimpor tetapi tetap dapat diberikan tarif
preferensi sebagaimana halnya barang-barang yang dilindungi dengan surat
keterangan asal.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mekanisme seperti itu adalah dilihat
dari nilai barang yang diimpor, yaitu tidak lebih dari FOB USD. 200,00, serta
negara asal barang adalah anggota dari skema FTA-TIG yang ditanda
tangani oleh Indonesia. Artinya apabila terdapat importasi yang nilai
barangnya tidak lebih dari FOB USD. 200,00, dan berasal dari negara yang
menjadi

salah

satu

skema

FTA-TIG

dimana

Indonesia

juga

turut

menandatangani perjanjian pembentuknya, maka secara otomatis dapat


dikenakan tarif preferensi.
Untuk pembuktian negara asal, oleh karena tidak menggunakan surat
keterangan asal, maka eksportir dapat membuat semacam pernyataan
bahwa produk yang dikirimnya memenuhi ROO yang dipersyaratkan.

66

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Selain barang dengan kondisi seperti di atas, untuk barang yang dikirim
melalui kantor pos yang juga nilainya tidak melebihi USD FOB 200,00,
disepakati untuk diberikan tarif preferensi.
Namun demikian apabila barang tersebut tidak berasal dari negara anggota
skema FTA-TIG yang ditanda tangani Indonesia, maka berlaku ketentuan
impor umum.

2.

Kesalahan pada Surat Keterangan Asal


Tidak jarang terjadi bahwa dalam pembuatan surat keterangan asal terdapat
kesalahan tertentu sehingga memungkinkan munculnya keraguan atas
keabsahan dari surat keterangan asal tersebut. Dalam perjanjian pembentuk
skema

FTA

diatur

sedemikian

kesalahan-kesalahan

tersebut,

rupa

atas

dan

kemungkinan

memilahnya

munculnya
berdasarkan

penanganannya, yaitu :
a. Perbaikan
Penanganan dengan cara perbaikan atas kesalahan pada surat
keterangan asal, ditujukan untuk kesalahan penulisan atau hal-hal lain
yang dapat dilakukan koreksi langsung di dalam surat keterangan asal,
misalnya :
pada box 3 yang berisi informasi tentang alat transportasi/proses
pengangkutan, tertulis :
Departure date : 12 October 2012
Setelah diterbitkan, pihak issuing authority menyadari kesalahan
tersebut yagn seharusnya bulan Desember. Oleh karena itu pihaknya
dapat melakukan perbaikan dengan cara mencoret October dan
kemudian menggantinya dengan December.
Departure date : 12
Perlu

December

October 2012

diperhatikan

bahwa

setelah

melakukan

pencoretan

dan

penggantian dengan penulisan yang benar, issuing authority harus


memberikan tanda paraf dan stempel mini sesuai dengan yang ada di

Modul OCP Workshop Rules of Origin

67

dalam daftar spesimen yang telah dibagikan kepada seluruh negara


anggota.

b. Penggantian
Penanganan dengan cara penggantian tentunya lebih mudah dan surat
keterangan asal terlihat lebih rapih dan teratur. Dalam OCP tidak diatur
pada saat kapan sebuah surat keterangan asal dapat diganti dengan
yang baru, kecuali untuk mekanisme Ceritified True Copy sebagaimana
telah dibahas pada bab terdahulu.
Issuing authority Indonesia termasuk yang jarang atau bahkan tidak
pernah melakukan koreksi apabila terjadi kesalahan penulisan ataupun
kesalahan lain yang dapat ditangani dengan cara perbaikan. Artinya,
setiap terjadi kesalahan pada surat keterangan asal, Instansi Penerbit
Surat Keterangan Asal (IPSKA) yang tersebar di pemerintah propinsi,
pemerintah kabupaten, dan pemerintah kotamadya, secara langsung
menggantinya dengan yang baru. Apalagi sejak diberlakukannya sistem
pengajuan dan penerbitan surat keterangan asal secara elektronik (eSKA), pihaknya selalu mengganti dengan yang baru dalam hal terjadi
kesalahan.
Belajar dari prosedur yang diterapkan oleh IPSKA kita, maka Indonesia
secara tidak langsung telah mengambil sikap bahwa dalam hal terjadi
kesalahan, maka tidak akan dilakukan perbaikan melainkan langsung
menggantinya dengan yang baru.
Hal ini tentunya harus diantisipasi terkait dengan statistik penerbitan surat
keterangan asal, sehingga tidak terjadi duplikasi perhitungan surat
keterangan asal yang diterbitkan, karena akan menjadi patokan dalam
menghitung utilisasi surat keterangan asal.

68

Modul OCP Workshop Rules of Origin

3.

Third Country Invoicing


Salah satu fleksibilitas lain dalam skema FTA adalah adanya kesepakatan
keterlibatan pihak lain, selain dari importir dan produsen dari barang yang
kita pesan. Tetapi keterlibatan ini tidak diijinkan dalam hal penerbitan surat
keterangan asal, melainkan hanya sebatas invoice saja.
Penerbitan invoice oleh pihak ketiga dapat terjadi dalam dua mekanisme,
yaitu :
a.

Penerbitan invoice oleh perusahaan lain yang berada di negara anggota


skema FTA-TIG, yang kemudian dalam perjanjian pembentuk skema
FTA-TIG dikenal dengan istilah Third Party Invoicing (perlu dicatat
bahwa

penyebutan

party

dalam

hal

ini

hanya

untuk

tujuan

peyederhanaan dan memudahkan pemahaman, mengingat bahwa pada


beberapa perjanjian pembentuk skema FTA-TIG, penyebutan party
juga ditujukan untuk negara anggota).
Ilustrasi dari third party invoicing adalah sebagai berikut :
Company A
di Beijing
PT. Pangsaena
di Indonesia

Company B di
Shanghai

barang

Pada ilustrasi di atas dapat dijelaskan alur transaksi dan pengiriman


barang sebagai berikut :

Modul OCP Workshop Rules of Origin

69

PT. Pangsaena yang berlokasi di Indonesia melakukan transaksi


dengan memesan sejumlah barang ke company A di Beijing, China.
Transaksi berjalan mulus, dan company A segera menyiapkan
invoice-nya.
Ternyata company A bukan merupakan produsen dari barang yang
dipesan oleh PT. Pangsaena di Indonesia, melainkan hanya trader
yang menjadi agen company B di Shanghai, China, yang sebenarnya
merupakan pabrikan dari produk yang dipesan tadi. Oleh karena itu,
atas pesanan dari PT. Pangsaena diteruskan kepada company B.
Atas pesanan tersebut company A memberikan pesan agar barang
yang

dipesan

oleh

PT.

Pangsaena

dilindungi

dengan

surat

keterangan asal, agar dapat memperoleh tarif preferensi di Indonesia.


Company B menyetujui pesanan dari company A, dan segera
menyiapkan invoice sebagai tagihan kepada company A di Beijing,
China. Selanjutnya company B mengirim barang yang dipesan oleh
company A, secara langsung kepada PT. Pangsaena di Indonesia.
Melihat transaksi di atas, maka kita dapat mengetahui adanya dua
invoice, yaitu :
1) Invoice dari company A untuk PT. Pangsaena, dan
2) Invoice dari company B untuk company A (dalam satu negara).
Kedua invoice tersebut harus muncul di dalam surat keterangan asal
yang diterbitkan oleh issuing authority atas permohonan company B.

b.

Penerbitan invoice oleh perusahaan lain yang berada di negara bukan


anggota skema FTA-TIG, ataupun di negara

yang kemudian dalam

perjanjian pembentuk skema FTA-TIG dikenal dengan istilah Third


Country Invoicing.
Ilustrasi dari mekanisme third country invoicing adalah sebagai berikut :

70

Modul OCP Workshop Rules of Origin

B
Barang


Berdasarkan alur transaksi di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sebuah perusahaan A di Indonesia memesan barang kepada
perusahaan B di Singapore, yang merupakan marketing dari sebuah
produk yang berada di China.
Menindaklanjuti permintaan perusahaan A tersebut, perusahaan B
memberitahukan kepada perusahaan C di China, agar dapat
mengirimkan sejumlah pesanan dari perusahaan A, dengan pesan
khusus agar barang yang dikirimnya nanti dilindungi dengan surat
keterangan asal Form E.
Di sini kita dapat melihat sebenarnya perusahaan yang bertransaksi
adalah perusahaan A di Indonesia dan perusahaan B di Singapore.
Akan tetapi pengiriman barang dilakukan oleh perusahaan C di
China.
Dalam transaksi tersebut dapat dipastikan akan ada dua invoice,
yaitu invoice yang diterbitkan oleh perusahaan B di Singapore untuk
penagihan kepada perusahaan A di Indonesia, dan invoice dari
perusahaan C untuk penagihan kepada perusahaan B di Singapore.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

71

Pertanyaannya kemudian adalah, invoice manakah yang akan diajukan oleh


importir kepada administrasi pabean di Indonesia, dalam hal ini DJBC?
Apakah invoice dari perusahaan B kepada perusahaan A, atau invoice dari
perusahaan C kepada perusahaan B.
Menurut OCP dari perjanjian pembentuk skema FTA-TIG, dalam hal
ditempuh mekanisme third country invoicing maupun third party invoicing,
maka pihak administrasi pabean di negara importir harus terinformasikan
dengan baik, dengan mencantumkannya di dalam surat keterangan asal
yang mengiringi masuknya barang yang diimpor. Jika demikian, maka
pengekspor dan issuing authority harus bertanggung untuk hal ini.
Penerapan yang disepakati untuk mekanisme third country/party invoicing
adalah :

Pada box 10 surat keterangan asal skema FTA-TIG dalam lingkup


regional dituliskan invoice yang diterbitkan oleh pihak yang mengajukan
permohonan surat keterangan asal. Untuk skema IJEPA, ditulis pada
box 7.

Dalam hal invoice yang diterbitkan oleh pihak yang melakukan transaksi
dengan importir telah diketahui pada saat proses penerbitan surat
keterangan asal, maka :
1) Untuk skema FTA-TIG dalam lingkup regional, nomor invoice
dituliskan pada box 7 surat keterangan asal, sekaligus penjelasan
bahwa transaksi tersebut merujuk pada invoice pihak ketiga, atau
menggunakan mekanisme third country/party invoicing.
2) Untuk skema IJEPA, nomor invoice yang dikeluarkan pihak ketiga
dituliskan pada box 8, disertai penjelasan bahwa transaksi tersebut
menggunakan mekanisme third country/party invoicing.

Dalam hal invoice yang diterbitkan oleh pihak ketiga belum diketahui
oleh perusahaan yang mengajukan permohonan surat keterangan asal
kepada issuing authority, maka penanganannya kurang lebih sebagai
berikut :
1) Untuk skema FTA-TIG dalam lingkup regional, pada box 7 diberikan
penjelasan bahwa transaksi tersebut menggunakan mekanisme third

72

Modul OCP Workshop Rules of Origin

country/party invoicing yang akan disampaikan kemudian. Adapun


invoice

yang

diterbitkan

oleh

perusahaan

yang

mengajukan

permohonan surat keterangan asal tetap ditulis pada box 10.


2) Untuk skema IJEPA, pada box 8 yang bertuliskan remarks diberikan
penjelasan bahwa transaksi tersebut menggunakan mekanisme third
country/party invoicing yang akan diberitahukan kemudian. Adapun
invoice

yang

diterbitkan

oleh

perusahaan

yang

mengajukan

permohonan surat keterangan asal tetap ditulis pada box 7.


4.

Barang Pameran
Pameran diyakini telah menjadi salah satu strategi bisnis yang banyak
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun
multinasional. Bahkan untuk setingkat Usaha Kecil Menengah (UKM) pun
telah menjadi salah satu sarana untuk mengembangkan usahanya.
Oleh

karena

itu

dalam

kerangka

kerja

sama

internasional bidang

perdagangan, termasuk dalam skema FTA-TIG, telah dipertimbangkan


kemungkinan adanya dukungan terhadap kegiatan pameran ini.
Sekalipun barang-barang pameran, selain tidak termasuk dalam kategori
impor umum untuk dipakai, juga belum terjadi transaksi yang definitif antara
eksportir dan importir, tetapi para ahli perdagangan bebas telah berupaya
untuk memasukkan prosedur barang pameran eks impor dalam skema FTATIG ini. Hal ini dengan cara menciptakan perlakuan khusus atas barang
tersebut seandainya selama periode pameran terjadi transaksi yang definitif
dan pihak pembeli menginginkan agar atas barang yang dibelinya dapat
memperoleh tarif preferensi.
Hampir semua perjanjian pembentuk skema FTA memiliki ketentuan tentang
barang pameran yang kemudian diimpor untuk dipakai, karena adanya
kemungkinan transaksi selama periode pameran, antara pengunjung
pameran dengan pihak yang memasukkan/importir barang untuk tujuan
pameran tersebut.
Untuk mengantisipasi kemungkinan ini, lagi-lagi OCP dari perjanjian
pembentuk skema FTA-TIG tidak memberikan panduan yang jelas, apalagi

Modul OCP Workshop Rules of Origin

73

lengkap. Prosedur yang kemudian dipergunakan adalah merupakan


penafsiran dari masing-masing negara anggota terhadap artikel dalam OCP
yang mengatur tentang impor tujuan pameran tersebut.
Indonesia sampai saat ini belum memiliki prosedur yang khusus mengatur
hal tersebut. Oleh karena itu penulis mencoba memberikan penafsiran
berdasarkan komunikasi informal dengan beberapa rekan dari negara
ASEAN lain yang juga sebenarnya belum memiliki prosedur resmi, yaitu :
Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya transaksi selama pameran
berlangsung, maka seluruh barang yang diimpor untuk tujuan pameran
harus dilindungi dengan surat keterangan yang syah dan valid.
Sesuai asas presentasi, lembar origin surat keterangan asal tetap
diajukan ke kantor pabean sebagai lampiran dari pemberitahuan pabean,
sehingga pihak administrasi pabean mengetahui bahwa atas barangbarang yang dimasukkan untuk tujuan pameran tersebut dilindungi
dengan surat keterangan asal.
Proses verifikasi surat keterangan asal tetap dilakukan, meliputi : kriteria
origin, kriteria pengiriman langsung, dan kriteria prosedural. Selanjutnya
dalam hal dianggap valid, maka petugas pabean menyimpannya
bersama-sama dengan pemberitahuan pabeannya.
Dalam hal selama pameran terjadi transaksi, maka importir (pihak yang
memasukkan barang dari luar negeri) memberitahukan hal tersebut
kepada kantor pabean yang mengawasi.
Petugas pabean melakukan pemeriksaan dan memberikan persetujuan
untuk menggunakan tarif preferensi dalam transaksi tersebut.

5.

De Minimis
Pada modul dua, kita telah membahas tentang kriteria origin yang
dipergunakan dalam skema FTA-TIG yang ditanda tangani Indonesia, yaitu :

74

1)

Wholly Obtained/Produced yang pengkodeannya ditulis A/X/ WO;

2)

Produced Exclusively, ditulis PE;

Modul OCP Workshop Rules of Origin

3)

Regional Value Content ditulis RVC untuk kerja sama lingkup regional
atau QVC untuk skema IJEPA;

4)

Change in Tariff Classification (CTC) yang terdiri dari Change in Chapter


(ditulis CC), Change in Tariff Heading (ditulis CTH), dan Change in
Tariff Sub Heading (ditulis CTSH);

5)

Product Specific Rules atau PSR, ang merupakan kekhususan dari


kriteria origin, dalam bentuk daftar kriteria origin yang secara khusus
hanya digunakan atas kode HS dalam daftar tersebut.

6)

Rule 6, yaitu satu-satunya kriteria yang ada di dalam skema ASEANKorea FTA, yang ditujukan untuk mengakomodir hasil produksi suatu
wilayah di luar negara anggota, tetapi menggunakan bahan baku yang
berasal dari negara anggota.
Contoh :
Dalam skema ASEAN-Korea FTA, negara yang terlibat atau yang
disebut dengara anggota adalah 10 negara ASEAN ditambah Korea,
sehingga totalnya adalah 11 negara.
Dengan Rule 6, apabila Indonesia mengirimkan bahan baku origin
Indonesia ke wilayah diluar 11 negara di atas untuk tujuan produksi,
maka atas barang jadinya dapat dianggap sebagai produk Indonesia
dan berhak mendapatkan tarif preferensi dengan kriteria origin Rule
6.

Selain dari kriteria origin di atas, sebenarnya terdapat kriteria lain yang dapat
digunakan oleh eksportir terkait dengan keinginannya untuk mendapatkan
tarif preferensi walaupun tidak dapat berdiri sendiri, yaitu de minimis.
De minimis dapat digunakan dalam kriteria perubahan tarif (change in tariff
classification). Sebagaimana diketahui bahwa kriteria origin CTC ditujukan
untuk perubahan dari non origin material atau material yang tidak berasal
dari negara-negara anggota untuk diproses sehingga terjadi perubahan
substansi (substantial transformation) menjadi produk lain yang memiliki
kode HS atau klasifikasi barang berbeda dengan material pembentuknya.
Namun demikian, dalam proses tersebut ternyata tidak seluruh bahan baku

Modul OCP Workshop Rules of Origin

75

mengalami perubahan, melainkan oleh karena satu dan lain hal tetap baik
bentuk maupun kode HS-nya (klasifikasi barang tidak berubah).
Mempertimbangkan kondisi tersebut, perjanjian pembentuk skema FTA-TIG
mengisaratkan fleksibilitas lainnya, dimana kondisi tersebut dapat diterima
dan atas barang jadinya tetap masih memungkinkan untuk mendapatkan
tarif preferensi sepanjang persyaratan lain dipenuhi dan material yang tidak
berubah tersebut tidak lebih dari 10% dari seluruh barang jadinya, baik nilai
maupun volumenya.
Contoh :
Company A di Malaysia mengimpor beberapa jenis bahan baku dari
Jerman, China, dan Jepang.
Setelah selesai diproses, seluruh bahan baku mengalami perubahan
substansi sehingga terjadi perubahan klasifikasi barang (kode HS).
Company A melakukan kalkulasi untuk harga dari produk barang jadinya,
dan diperoleh nilai FOB USD. 1.000,00.
Tidak berapa lama, company B di Indonesia mengirimkan pesanan atas
barang tersebut, dan terjadilah transaksi antar keduanya. Atas pesanan
tersebut pihak company B meminta agar atas pengiriman barang
pesanannya nanti dilindungi dengan surat keterangan asal, Form D.
Company A menyanggupi pesanan dari company B, dan pihaknya telah
mempersiapkan untuk menggunakan kriteria origini change in tariff
heading (CTH). Akan tetapi berdasarkan analisa ulang, diketahui bahwa
di dalam produk barang jadi yang diproduksinya terdapat bahan baku
yang tidak mengalami perubahan substansi sehingga tidak terjadi
perubahan kode HS, senilai FOB USD. 5,00.
Berdasarkan ketentuan de minimis, dalam kriteria origin CTH, apabila
terdapat material yang tidak mengalami perubahan substansi tetapi
nilainya tidak lebih dari 10% nilai keseluruhan barang jadinya, maka
masih dimungkinkan untuk mendapat tarif preferensi sepanjang ketentuan
lain dipenuhi. Apabila kita bandingkan nilai material yang tidak mengalami
perubahan substansi tersebut, yaitu USD 5,00, dan nilai barang jadi

76

Modul OCP Workshop Rules of Origin

adalah USD 1.000,00, maka diketahui bahwa nilai material tersebut


adalah 5% dari total nilai barang jadi, atau kurang dari 10%.
Memperhatikan kalkulasi tersebut, mengingat persentase bahan baku
yang tidak mengalami perubahan substansi tersebut masih kurang dari
10%, maka atas barang jadi yang dipesan oleh company B di Indonesia
masih berhak mendapatkan tarif preferensi.

6. Partial Cummulation
Pada box 13 surat keterangan asal yang digunakan dalam skema ATIGA
(ASEAN Trade in Goods Agreement) terdapat satu kriteria yang disebut partial
cummulation, yaitu barang-barang hasil proses produksi satu negara ASEAN
yang diekspor ke negara ASEAN lainnya untuk dapat digabungkan dalam
proses produksi negara tersebut untuk kemudian nantinya dapat memperoleh
tarif preferensi.
Adakalanya barang yang diekspor oleh satu negara adalah merupakan hasil
produksi negara tersebut, tidak dalam bentuk bahan baku yang merupakan
produk asli negara tersebut, melainkan produk barang jadi yang dibentuk
melalui proses produksi dengan bahan baku dari berbagai negara (termasuk
kemungkinan menggunakan bahan baku yang bukan dari berasal dari negara
anggota skema FTA). Produk barang jadi di negara tersebut, bisa jadi
merupakan bahan baku untuk digunakan dalam proses produksi barang
lainnya di negara yang lain. Dalam rangka memfasilitasi adanya kondisi
barang setengah jadi yang diproduksi oleh negara anggota dengan
menggunakan campuran bahan baku dari negara bukan anggota (bahan baku
non origin) seperti ini maka kemudian dibuat kesepakatan untuk dapat
mengakomodirnya.
Lebih jelas gambaran tentang partial cummulation sebagaimana dimaksud
dalam ATIGA adalah sebagai berikut :
Company A di Indonesia memproduksi barang B-1, dengan menggunakan
bahan baku :

Modul OCP Workshop Rules of Origin

77

B-1a yang diimpor dari jepang (nilai tambah 20%)

B-1b yang diimpor dari China (nilai tambah 30%)

B-1c yang diimpor dari Australia (nilai tambah 25%)

B-1d eks lokal (nilai tambah 25%)

Company B di Malaysia memproduksi barang B, dengan menggunakan


bahan baku sebagai berikut :

B-1 diimpor dari Indonesia (25%)

B-2 diimpor dari China (25%)

B-3 diimpor dari Yunani (30%)

B-4 dibeli dari lokal Malaysia (20%)

Agar

produk

dapat

memperoleh

tarif

preferensi

pada

saat

mengekspornya kemudian dengan menggunakan skema ATIGA (Form D),


maka kriteria origin yang dapat digunakan adalah Regional Value Content
(RVC), karena adanya campuran lokal dan eks impor non origin (diimpor
dari negara bukan anggota skema FTA-TIG).
Apabila kita melihat komposisi produk B, maka origin material yang
terkumpul adalah bersumber dari komponen B-1 dari Indonesia yang
menyumbang 25% dari nilai FOB barang jadinya, kemudian komponen B-4
dari lokal Malaysia sendiri yang menyumbang 20%, sehingga totalnya
adalah 45% (diatas 40% sebagaimana dipersyaratkan dalam perjanjian
pembentuk sekema FTA-TIG.
Namun

demikian

hendaknya

diperhatikan

bahwa

sumbangan

dari

Indonesia bukan dalam bentuk bahan baku yang murni dihasilkan oleh
Indonesia,

melainkan

komponen

B-1

yang

diproduksi

dengan

menggunakan bahan baku campuran origin material dan non origin


material yang diimpor dari negara bukan anggota ATIGA, yaitu : Jepang,
China, dan Australia.
Menyikapi hal ini, berdasarkan ketentuan partial cummulation, atas
komponen B-1 masih dimungkinkan untuk dapat diterima sebagai salah
satu komponen (bahan baku/ origin material) dari produk B, apabila

78

Modul OCP Workshop Rules of Origin

memenuhi kriteria origin partial cummulation, yaitu nilai yang dikumpulkan


dari regional mencapai sedikitnya 20% (RVC minimal 20%), tetapi kurang
dari 40%, yang dinyatakan dalam surat keterangan asal. Dalam kasus ini,
oleh karena nilai origin material yang disumbangkan oleh lokal Indonesia
adalah 25%, maka atas komponen B-1 memenuhi syarat partial
cummulation. Selanjutnya di dalam surat keterangan asal Form D ditulis
PC 25%.
Sekalipun menggunakan surat keterangan asal, tetapi pada saat tiba di
Malaysia, atas barang tersebut tidak dapat memperoleh tarif preferensi.
Pemberian tarif preferensi akan diberikan kepada produk B buatan
Malaysia pada saat diekspor ke negara ASEAN lainnya, termasuk
Indonesia.

3.2

Latihan 3

1. Salah satu syarat agar barang untuk tujuan pameran dapat memperoleh tarif
preferensi pada saat terjadinya transaksi antara pembeli dengan pihak yang
memasukkan barang adalah :
a. Barang yang dimasukkan untuk tujuan pameran harus telah dilindungi
dengan surat keterangan asal yang syah dan valid.
b. Pada saat terjadinya transaksi, pihak yang memasukkan barang untuk
tujuan pameran meminta issuing authority di Indonesia untuk menerbitkan
surat keterangan asal berdasarkan dokumen impor.
c. Pihak pabean cukup melakukan verifikasi di tempat, guna memastikan
apakah barang yang diperjualbelkan memenuhi syarat untuk mendapatkan
tarif preferensi.
d. Barang dikirim kembali ke negara asal untuk disertifikasi oleh issuing
authority di sana.
2.

Dalam mekanisme third country/party invoicing, adakalanya perusahaan


yang mengajukan permohonan surat keterangan asal belum menerima
invoice dari pihak ketiga yang bertransaksi dengan importir. Atas kondisi ini
maka bagaimanakah surat keterangan asal diterbitkan ?

Modul OCP Workshop Rules of Origin

79

a. Dalam skema FTA-TIG lingkup regional, box 10 diisi dengan penjelasan


bahwa invoice akan diterbitkan menyusul oleh pihak ketiga yang
bertransaksi dengan importir.
b. Dalam

skema

IJEPA,

eksportir

tidak

terlebih

dahulu

mengajukan

permohonan surat keterangan asal, sampai dengan diterimanya invoice


dari pihak ketiga.
c. Petugas pabean membantu mengisi box 7 dari surat keterangan asal
dalam skema FTA-TIG lingkup regional, setelah diterimanya invoice dari
importir.
d. Perusahaan yang mengajukan permohonan surat keterangan asal mengisi
box 10 dengan nomor dan tanggal invoice yang diterbitkannya, kemudian
pada box 7 dijelaskan bahwa transaksi tersebut menggunakan mekanisme
third country/party invocing, dan menyebutkan perusahaan yang akan
menerbitkan invoice tersebut.
3.

Adakalanya eksportir dalam mengisi dokumen surat keterangan asal terjadi


kesalahan pengisian data/informasi pada box tertentu. Apabila hal ini
diketahui pada proses penerbitan, maka issuing authority dapat melakukan
hal sebagai berikut :
a. Menghapus informasi/data yang salah pada surat keterangan asal,
kemudian menulis ulang dengan informasi/data yang benar.
b. Mencoret informasi/data yang salah, kemudian membuat penjelasan dalam
kertas terpisah, sehingga memudahkan penerimaannya oleh administrasi
pabean di negara importir.
c. Mengganti surat keterangan asal yang salah dengan surat keterangan asal
yang baru, sehingga tidak terdapat coretan apapun.
d. Membiarkan kesalahan informasi/data tersebut, karena pihak administrasi
pabean akan menemukan informasi/data yang benar pada saat melakukan
verifikasi di negaranya.

4.

Dalam menafsirkan asas presentasi, posisi yang diambil Indonesia terkait


pengajuan surat keterangan asal setelah PIB diajukan ke kantor pabean
adalah sebagai berikut :

80

Modul OCP Workshop Rules of Origin

a. Petugas pabean akan menolaknya, karena surat keterangan asal harus


diserahkan bersama-sama dengan pemberitahuan pabean, sebagai bentuk
kepastian hukum bagi para pengguna jasa.
b. Petugas pabean akan menerimanya tetapi atas barang yang diimpornya
tidak diberikan tarif preferensi, melainkan tarif normal (MFN), sebagaimana
prosedur impor pada umumnya.
c. Petugas pabean akan menerimanya, dan menggabungkannya dengan
pemberitahuan pabean terkait, guna proses pemberian tarif preferensi
sebagaimana ketentuan yang berlaku.
d. Petugas pabean akan menolaknya, kemudian mengembalikan surat
keterangan

asal

yang

diterimanya

kepada

importir

untuk

dapat

dipergunakan pada impor berikutnya.


5.

Dalam skema IJEPA, penanganan third contry/party invoicing adalah


sebagai berikut :
a. Nomor dan tanggal invoice yang diterbitkan oleh eksportir dan pihak ketiga
dituliskan pada box 8, dengan penjelasan secukupnya, sehingga petugas
pabean dapat mengetahui bahwa atas barang yang diimpor menggunakan
mekanisme third country/party invoicing.
b. Nomor dan tanggal invoice yang diterbitkan oleh eksportir dan pihak ketiga
ditulis pada box 7, kemudian pada box 8 diberikan penjelasan bahwa atas
transaksi tersebut menggunakan mekanisme third country/party invoicing.
c. Nomor dan tanggal invoice dari pihak ketiga dituliskan di box 10, kemudian
penjelasan tentang mekanisme third country/party invoicing ditulis pada
box 7, bersama-sama dengan informasi/data tentang barang yang diimpor.
d. Dalam hal invoice dari pihak ketiga belum diterima sampai dengan
keberangkatan, maka mekanisme third country/party invoicing dapat
dibatalkan.

6.

Misalnya anda adalah seorang Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen di


KPPBC Tanjung Priok, dan menerima surat keterangan asal dari seorang
importir yang mengimpor beberapa produk dari Thailand. Berdasarkan
penelitian dokumen yang anda lakukan, kedapatan bahwa pada box 8
diberitahukan kriteria origin-nya adalah PC 38%. Pada kolom 19 PIB tertulis

Modul OCP Workshop Rules of Origin

81

kode 06 dan nomor referensi dari surat keterangan dimaksud, sehingga tarif
yang ditulis adalah berdasarkan tarif preferensi dalam rangka skema ATIGA.
Atas pengajuan PIB yang dilampiri surat keterangan asal tersebut, maka
langkah tepat yang harus diambil PFPD tersebut adalah :
a. Oleh karena persyaratan yang harus dilampirkan serta data yang
diberitahukan telah sesuai, maka diputuskan untuk memberikan tarif
prereferensi.
b. Menyiapkan surat permintaan retroactive check yang akan diikirimkan
kepada issuing authority, untuk memastikan kriteria origin tersebut.
c. Menerima permintaan importir untuk mendapatkan tarif preferensi, sesuai
dengan besaran yang ada di dalam peraturan menteri keuangan.
d. Menolak permintaan tarif preferensi, mengingat kriteria origin PC (partial
cummulation) tidak untuk mendapatkan tarif preferensi, melainkan hanya
sebagai pernyataan jumlah kandungan origin material yang berasal dari
regional, sehingga dapat diakumulasikan dalam proses pembuatan barang
jadi di negara importir.
7.

Melanjutkan pertanyaan nomor 6, apabila ternyata di dalam surat keterangan


asal Form D box 13-nya diberikan contreng third country invoicing, maka
tindakan yang harus dilakukan anda adalah :
a. Partial cummulation tidak berlaku untuk third country invocing, sehingga
atas Form D yang diajukan langsung ditolak.
b. Third country invoicing tidak mempengaruhi penggunaan kriteria origin,
sehingga atas penggunaannya dalam mekanisme partial cummulation
tetap diperbolehkan.
c. Jumlah kandungan lokal/regional di dalam barang yang diekspor masih
dibawah 40%, sehingga tidak layak menggunakan mekanisme third contry
invoicing. Oleh karena itu Form D ditolak dan dikembalikan kepada issuing
authority.
d. Atas Form D tersebut dimintakan retroactive check kepada issuing
authority tentang validitas penggunaan mekanisme third country invoicing.

82

Modul OCP Workshop Rules of Origin

1.3 Rangkuman
Program liberalisasi telah melanda dunia dan sepertinya seluruh negara
harus memberikan concern yang memadai terhadap skema perdagangan bebas
ini. Skema FTA-TIG yang dibangun sepertinya benar-benar diarahkan kepada
suatu kondisi dimana segala sesuatu yang dianggap sebagai hambatan dalam
pergerakan barang dari satu negara ke negara lainnya sedapat mungkin
dikurangi dan/atau dihilangkan.
Setiap perjanjian pembentuk skema FTA-TIG selalu menyediakan ruang
dimana setiap kesalahan selalu dapat diperbaiki, sehingga tarif preferensi dapat
diberikan. Selain itu juga terdapat fleksibilitas yang disediakan, sehingga para
pengguna jasa selalu dapat memiliki alternatif dalam menyelesaikan masalah
yang muncul, sekalipun pengaturan di dalam perjanjian pembentuk skema FTATIG tidak secara rinci menjelaskan fleksibilitas tersebut.
Beberapa fleksibilitas yang diatur tetapi tidak secara detil adalah :
1)

Penafsiran atas pengajuan surat keterangan asal ternyata tidak sama antar
negara anggota skema FTA-TIG. Dalam hal ini Indonesia mengambil sikap
bahwa surat keterangan harus diajukan bersamaan dengan pemberitahuan
pabean, baik pada saat masuk untuk dipakai maupun pemasukan ke gudang
berikat.
Penafsiran seperti di atas didasari oleh kesepakatan dalam perjanjian
pembentuk skema FTA-TIG, terkait asas presentasi yang mewajibkan surat
keterangan asal diajukan sebagai dokumen pendukung dari import
declaration.
Hal lain yang juga mendasari penetapan posisi tersebut adalah untuk
kepastian hukum bagi para pengguna jasa dalam memanfaatkan surat
keterangan asal.
Perbedaan penafsiran ini dapat diterima oleh negara anggota lainnya, yang
dapat menerima surat keterangan asal setelah pengajuan pemberitahuan
pabean kepada admisitrasi pabeannya. Penulis menilai bahwa dapat
diterimanya surat keterangan asal setelah pengajuan pemberitahuan pabean
kepada adminsitrasi pabean merupakan inkonsistensi terhadap substansi
dari perjanjian pembentuk skema FTA-TIG. Namun demikian, oleh karena
permasalahan ini terkait dengan penafsiran, tentunya setiap negara anggota

Modul OCP Workshop Rules of Origin

83

dapat menerapkannya sepanjang tidak memaksakan kehendaknya terhadap


negara anggota lainnya.
2)

Surat keterangan asal diajukan kepada administrasi pabean bersama-sama


dengan pemberitahuan pabean (PIB). Hal tersebut merupakan penafsiran
dari apa yang disebut dengan istilah asas presentasi, sehingga terdapat
kepastian hukum dan konsistensi dari negara anggota dalam menerapkan
hal tersebut.
Adanya negara lain yang menerapkan kebijakan yang berbeda, dimana surat
keterangan asal dapat diajukan setelah pengajuan PIB, tentunya harus
dihargai walaupun tidak terdapat penjelasan yang memadai dari negaranegara yang menerapkan prosedur tersebut.

3)

Bagaimanapun sempurnanya sebuah sistem penerbitan surat keterangan


asal, dalam beberapa hal ada saja terjadi kesalahan tidak disengaja baik
oleh eksportir maupun issuing authority.
Kesalahan yang dimaksud disini lebih pada ketidakbenaran pengisian
dokumen surat keterangan asal, yang diketahui sebelum surat keterangan
asal dikirimkan kepada importir. Artinya surat keterangan asal yang diajukan
oleh eksportir masih berada di issuing authority atau sudah diberikan
persetujuan oleh issuing authority, tetapi masih berada di tangan eksportir.
Untuk menangani permasalahan seperti itu, issuing authority dapat
melakukan dua hal, yaitu :
a)

Melakukan perbaikan dengan cara mencoret informasi yang salah,


kemudian menggantinya dengan yang benar, dengan diberikan paraf
dan stempel kecil, sesuai daftar spesimen dari kedua tools tersebut.

b)

Mengganti surat keterangan asal yang memiliki informasi yang salah


tersebut dengan surat keterangan asal yang baru, sehingga diharapkan
lebih bisa memberkan kepastian serta memudahkan penelitian oleh
administrasi pabean di negara importir nantinya.

4)

Idealnya sebuah transaksi perdagangan internasional adalah antara satu


eksportir dengan satu importir. Seiring dengan perkembangan teknologi
informasi dan sistem perdagangan internasional, dalam rangka perdagangan

84

Modul OCP Workshop Rules of Origin

bebas, telah disepakati adanya keterlibatan pihak ketiga untuk penerbitan


invoice.
Pihak ketiga yang dimaksud adalah perusahaan yang bertransaksi dengan
importir secara langsung. Hal ini biasanya perusahaan tersebut bertindak
sebagai komisioner atau agen/distributor/trader.
Meknisme seperti ini dalam skema FTA-TIG disebut sebagai third country
invoicing, apabila pihak ketiga yang menerbitkan invoice berada di negara
yang berbeda dengan penerbit surat keterangan asal, atau dalam beberapa
perjanjian pembentuk skema FTA-TIG disebut juga sebagai third party
invoicing, apabila perusahaan ketiga yang menerbitkan invoice berada di
negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya invoice.
Sekalipun terdapat mekanisme third country/party invoicing, akan tetapi
kriteria direct consignment atau pengiriman langsung tetap berlaku, yaitu
barang harus berangkat dari negara dimana surat keterangan asal
diterbitkan.
5)

Surat keterangan asal dapat juga dipergunakan untuk impor barang tujuan
pameran, sehingga apabila terjadi transaksi selama periode pameran
berlangsung antara pengunjung dan pihak yang memamerkan dan/atau
memasukkan barang-barang yang dipamerkan tersebut, dapat memperoleh
tarif preferensi.
Dengan demikian maka pembeli tersebut dimungkinkan untuk mendapatkan
harga lebih murah dengan tidak adanya unsur bea masuk serta
pengurangan pajak karena penghilangan unsur bea masuk.
Untuk mendapatkan tarif preferensi pada saat terjadi terjadi transaksi selama
pameran berlangsung, maka barang yang diimpor harus telah dilindungi
dengan

surat

keterangan

asal

dari

negara

eksportirnya,

sehingga

administrasi pabean negara importir telah mengetahui sejak awal bahwa


atas barang yang diimpor untuk tujuan pameran tersebut telah tercatat dan
memenuhi asas presentasi, karena diajukan bersama-sama dengan
permberitahuan pabean tujuan pameran.
6)

Guna mendukung terbentuknya kriteria origin Regional Value Content (RVC)


dari suatu komoditi yang diproduksi di satu negara anggota skema FTA-TIG,

Modul OCP Workshop Rules of Origin

85

maka negara tersebut dapat mengimpor barang dari negara anggota lainnya
untuk diolah menjadi komoditi dimaksud.
Barang yang dapat diekspor dari suatu negara dapat berbentuk bahan baku
yang menjadi produk unggulan negara pengekspor tersebut, atau dapat juga
dalam bentuk produk hasil manufacturing (nantinya akan berfungsi sebagai
barang setengah jadi) negara pengekspor yang menggunakan bahan baku
dari berbagai negara lain, baik negara anggota skema FTA-TIG maupun
bukan.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, dalam rangka mengakomodir bahan
baku eks negara pengekspor, maka disepakati penggunaan kriteria origin
Partial Cummulation, dimana apabila barang setengah jadi tersebut memiliki
kandungan lokal dan/atau regional lebih dari 20% dan kurang dari 40%,
maka berhak menggunakan surat keterangan asal, tetapi tidak memperoleh
tarif preferensi.

3.3 Tes Formatif 3


1.

Sebagai seorang PFPD di KPPBC Soekarno-Hatta, anda menerima


pengajuan Pemberitahuan Pabean untuk impor barang tujuan pameran
(exhibition). Importir memberitahukan kepada PFPD tersebut bahwa apabila
pada saat pameran nanti terdapat barang impor yang dibeli oleh
pengunjung, maka pihak eksportir telah menyanggupi akan mengirimkan
surat keterangan asal atas barang tersebut. Menanggapi pemberitahuan dari
importir tersebut, maka tindakan yang harus dilakukan oleh PFPD adalah :
a. Memberikan catatan pada Pemberitahuan Pabean yang diterimanya,
yang pada intinya untuk mengingatkan tentang rencana penggunaan
surat keterangan asal atas barang yang dibeli oleh pengungjung
pameran.
b. Menyimpan sementara dokumen Pemberitahuan Pabean tersebut pada
arsip khusus, untuk diproses setelah adanya transaksi antara pihak yang
memasukkan barang dengan pengunjung yang membeli barang.
c. Memberitahukan

kepada

importir

bahwa

untuk

mengantisipasi

kemungkinan adanya transaksi selama pameran, maka sesuai OCP dari

86

Modul OCP Workshop Rules of Origin

perjanjian pembentuk skema FTA-TIG, pada saat importasinya harus


telah dilampiri dengan surat keterangan asal.
d. Meminta importir untuk mengurus surat keterangan asal-nya segera,
sementara barang diproses secara normal sebagaimana prosedur untuk
impor tujuan pameran.
2.

Seorang importir di Indonesia berencana mengimpor satu produk elektronik


buatan China, melalui marketing-nya di Singapore. Atas transaksi ini pihak
importir meminta agar atas barang yang akan diimpornya dapat dilindungi
dengan surat keterangan asal, dan kemudian disepakati oleh pihak
perusahaan Singapore. Berdasarkan OCP, maka mekanisme yang dapat
ditempuh adalah :
a. Third country invicing.
b. Back-to-back ceritificate of origin.
c. True certified certificate of origin.
d. Issued retroactively.

3.

Untuk surat keterangan asal Form E yang digunakan untuk melindungi impor
barang dengan menggunakan mekanisme third country invoicing dalam
rangka skema ASEAN-China FTA-TIG, maka sebagaimana diatur dalam
OCP, perlakuan dalam surat keterangan asal-nya adalah sebagai berikut :
a. Box 10 hanya diisi dengan nomor dan tanggal invoice yang diterbitkan
oleh lawan transaksi importir, karena importir tidak melakukan transaksi
dengan perusahaan di negara penerbit surat keterangan asal.
b. Box 10 dalam surat keterangan asal harus diisi dengan dua nomor dan
tanggal invoice, yang diterbitkan oleh

pabrikan di negara tempat

penerbitan surat keterangan asal dan yang diterbitkan oleh lawan


transaksi importir. Informasi tentang third country invoicing tidak perlu
dicantumkan.
c. Box 10 tidak perlu diisi dengan nomor dan tanggal invoice manapun,
karena keduanya akan dilampirkan dan dijadikan sebagai sebagai
dokumen pendukung pemberitahuan pabean ketika diajukan kepada
petugas pabean di kantor pelayanan dan pengawasan.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

87

d. Box 10 harus diisi dengan nomor dan tanggal invoice yang diterbitkan
oleh perusahaan di tempat penerbitan surat keterangan asal dan juga
yang diterbitkan oleh lawan transaksi importir. Setelah itu penjelasan
tentang third country invoicing dan lawan transaksinya ditulis di box 7.
4.

Dalam sebuah surat keterangan asal yang diajukan importir melalui KPU
Tanjung Priok kedapatan bahwa pada box 7 terdapat sebagian dari uraian
barang yang dicoret, kemudian di atasnya terdapat uraian pengganti dari
yang dicoret tersebut. Tindakan anda sebagai pejabat yang melakukan
pemeriksaan dokumen adalah :
a. Memastikan bahwa coretan tersebut menggunakan tinta yang
sama dengan warna tinta yang dicoret, serta ditanda tangani
dengan jelas.
b. Memastikan bahwa atas coretan tersebut telah diberikan paraf
dan stempel oleh pejabat yang berwenang, sebagaimana tersebut
dalam daftar spesimen dari negara penerbit surat keterangan asal
tersebut.
c. Menerima

surat

keterangan

asal

tanpa

perlu

melakukan

pemeriksaan, sepanjang seluruh box telah diisi lengkap, serta box


12

telah

ditanda

tangani

oleh

pejabat

yang

berwenang

sebagaimana daftar spesimen yang telah dibagikan.


d. Mengembalikan surat keterangan asal yang diterimanya kepada
importir, dan meminta untuk mengganti dengan yang baru dengan
tanpa coretan apapun.
5.

Seorang pejabat pemeriksa dokumen di KPPBC Tanjung Perak mendapat


pengajuan PIB dengan dilampiri surat keterangan asal Form D dari Malaysia.
Pada box 8 surat keterangan asal tertulis tertulis PC 30%, yang artinya ?
a. Nilai 30% sama dengan nilai Regional Value Content atau RVC, sehingga
atas impor barang tersebut dapat diberikan tarif preferensi dalam skema
ATIGA.

88

Modul OCP Workshop Rules of Origin

b. Kriteria origin dari barang yang diimpor adalah partial cummulation 30%,
dan tidak berhak mendapatkan tarif preferensi.
c. Angka 30% menunjukkan bahwa sejumlah itulah bahan baku yang
digunakan oleh perusahaan di Malaysia untuk membuat barang tersebut,
yang berasal dari negara-negara bukan anggota skema FTA-TIG.
d. Angka 30% menunjukkan bahwa hanya sejumlah itulah bahan baku yang
bersumber dari Malaysia untuk pembuatan barang tersebut.

3.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan materi yang sudah ada pada
pembahasan ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini.
Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang
telah terinci sebagaimana rumus berikut.
TP

= Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) dalam memahami materi yang sudah


dipelajari mencapai:
91 %

s.d

100 %

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,99 %

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

Kurang

0%

s.d.

60,99 %

Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda
telah menguasai materi kegiatan belajar

ini dengan baik. Untuk selanjutnya

Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

Jika belum mencapai

angka 81%, kami menyarankan agar anda mengulang kembali materi kegiatan
belajar ini.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

89

PENUTUP
Saudara para peserta workshop Free Trade Area-Trade in Goods, Saudara
telah mempelajari seluruh kegiatan belajar yang meliputi KB-1 sampai dengan
KB-3 dengan materi penerbitan certifiate of origin atau surat keterangan asal,
penerimaan certificate of origin atau dikenal juga dengan verifikasi surat
keterangan asal oleh administrasi pabean di negara importir, dan hal-hal khusus
yang dalam implementasi skema FTA-TIG, yang seluruhnya difokuskan pada
tujuan untuk mendapatkan tarif preferensi.
Modul ini merupakan gambaran dari tata cara penanganan surat
keterangan asal, mulai dari penerbitan surat keterangan asal oleh issuing
authority di negara asal barang atau negara pengekspor, pemeriksaan oleh
petugas pabean di negara importir untuk menentukan apakah atas produk yang
diimpor berhak memperoleh tarif preferensi atau tidak, serta beberapa
ketentuan/prosedur khusus berupa fleksibilitas sebagaimana diatur dalam OCP.
Modul ini juga merupakan modul penutup dari tiga modul dalam rangka
workshop ROO, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pembelajaran
satu sama lain, sehingga untuk memahaminya harus memiliki bekal yang cukup
terkait pemahaman kedua modul sebelumnya.
Sebelum Saudara menyudahi mata pelajaran ini disarankan Saudara
mengerjakan test sumatif sebagaimana dibawah ini. Selanjutnya dengan
selesainya pembelajaran modul ini diharapkan Saudara telah benar-benar
memahami seluruh materi terkait pemahaman ROO, yang akan menjadi bekal
Saudara dalam menangani impor menggunakan skema FTA-TIG, dimanapun
Saudara ditempatkan.

90

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Diharapkan pemahaman yang telah Saudara peroleh pada workshop ini


dapat bermanfaat, tidak saja bagi Saudara sendiri, melainkan juga seluruh
pegawai bea dan cukai yang berada di kantor Saudara, bahkan tidak menutup
kemungkinan untuk dijadikan bahan sosialisasi kepada masyarakat luas yang
berminat mempelajari peran DJBC dalam skema FTA-TIG atau bahkan ingin
memanfaatkan skema tersebut.
Semoga sukses.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

91

TES SUMATIF
Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai.
1. Peran Direktorat Jendral Bea dan Cukai dalam skema FTA-TIG adalah
sebagai receiving authority, yaitu :
a.

Sebagai penerima (receiving) permohonan untuk mendapatkan surat


keterangan asal yang diajukan oleh eksportir yang berada di bawah
lingkup pengawasannya.

b.

Sebagai penerima (receiving) surat keterangan asal yang diajukan oleh


importir, bersama-sama dengan pemberitahuan pabean.

c.

Sebagai penerbit surat keterangan asal yang diajukan oleh eksportir


yang

menghendaki

agar

atas

barang

yang

diekspornya

dapat

memperoleh tarif preferensi pada saat diajukan oleh importir di


negaranya.
d.

Sebagai

penerima

(receiving)

surat

keterangan

asal,

kemudian

dilakukan pemeriksaan untuk menguji apakah atas barang yang diimpor


dengan dilindungi surat keterangan asal tersebut layak atau tidak untuk
memperoleh tarif preferensi.
2. Dalam penerbitan surat keterangan asal, dimungkinkan untuk dilakukan
sebelum atau setelah tanggal Bill of Lading. Bagaimanakah pengaturan
penerbitan umum dari surat keterangan asal tersebut ?
a.

Surat keterangan asal dapat diterbitkan sebelum tanggal B/L, pada saat,
maupun tiga hari setelah tanggal B/L tersebut, bergantung pada skema
FTA-TIG yang akan digunakan.

b.

Surat keterangan asal harus diterbitkan setelah lewat tiga hari tanggal
B/L dan selanjutnya diberikan contreng pada box 13.

c.

Surat keterangan asal dapat diterbitkan setelah pengajuan PIB kepada


administrasi pabeand di negara importir.

92

Modul OCP Workshop Rules of Origin

d.

Surat keterangan asal harus diterbitkan tepat bersamaan tanggalnya


dengan tanggal yang tertera pada B/L.

3. Salah satu pengecualian dari penerbitan umum adalah adanya surat


keterangan asal yang diterbitkan diluar periode yang telah ditetapkan, yang
kemudian dikenal dengan istilah :
a.

ISSUED RETROACTIVELY

b.

THIRD COUNTRY INVOICING.

c.

RETROACTIVE CHECK.

d.

VERIFICATION VISIT

4. Sebuah perusahaan di Indonesia memesan barang ke Thailand, dan dalam


surat pemesanannya disebutkan agar pengiriman barang dilindungi dengan
Form D. Pada saat tiba di Indonesia ternyata atas setengah dari jumlah
barang yang diimpor tersebut dipesan oleh perusahaan lain di Philippine, dan
juga meminta agar pengiriman ke negaranya dilidungi dengan Form D agar
dapat memperoleh tarif preferensi. Terkait hal tersebut, maka mekanisme
yang dapat dimanfaatkan adalah :
a.

Retroactive check Certificate of Origin.

b.

Back-to-Back Certificate of Origin.

c.

Certified True Copy Certificate of Origin.

d.

Certificate of Origin issued Retroactively.

5. Dalam mekanisme third country/party invoicing, adakalanya perusahaan yang


mengajukan permohonan surat keterangan asal belum menerima invoice dari
pihak ketiga yang bertransaksi dengan importir. Atas kondisi ini maka
bagaimanakah surat keterangan asal diterbitkan ?
a.

Dalam skema FTA-TIG lingkup regional, box 10 diisi dengan penjelasan


bahwa invoice akan diterbitkan menyusul oleh pihak ketiga yang
bertransaksi dengan importir.

Modul OCP Workshop Rules of Origin

93

b.

Dalam skema IJEPA, eksportir tidak terlebih dahulu mengajukan


permohonan surat keterangan asal, sampai dengan diterimanya invoice
dari pihak ketiga.

c.

Petugas pabean membantu mengisi box 7 dari surat keterangan asal


dalam skema FTA-TIG lingkup regional, setelah diterimanya invoice dari
importir.

d.

Perusahaan yang mengajukan permohonan surat keterangan asal


mengisi box 10 dengan nomor dan tanggal invoice yang diterbitkannya,
kemudian

pada

menggunakan

box

mekanisme

dijelaskan
third

bahwa

transaksi

country/party

tersebut

invocing,

menyebutkan perusahaan yang akan menerbitkan invoice tersebut.

94

Modul OCP Workshop Rules of Origin

dan

KUNCI JAWABAN
KEGIATAN BELAJAR I
Latihan 1
1. Dua instansi yang terlibat dalam proses penanganan surata keterangan
asal, yaitu :
a. Issuing Authority, yaitu instansi atau lembaga lain di negara eksportir
yang

diberi

kewenangan

oleh

pemerintah

sehingga

dapat

menerbitkan surat keterangan asal.


b. Receiving Authority, yaitu instansi di negara pengimpor yang diberi
kewenangan oleh pemerintahnya untuk dapat menerima surat
keterangan asal yang diterbitkan oleh issuing authority. Instansi
tersebut adalah administrasi pabean dari masing-masing negara
anggota skema FTA-TIG, seperti halnya DJBC di Indonesia.
2. Periode penerbitan surat keterangan asal secara umum maksudnya
adalah penerbitan yang dilakukan sebelum penerbitan B/L atau tiga hari
setelah penerbitan B/L.
Contoh :
Dalam sebuah shipment suatu produk dari Malaysia ke Indonesia, B/Lnya diterbitkan tanggal 20 Desember 2012. Untuk penerbitan surat
keterangan asal menggunakan prosedur umum, maka harus diterbitkan
sebelum tanggal 20 Desember 2012, atau setelah tanggal 20 Desember
2012 tetapi tidak lebih dari tanggal 23 Desember.
3. Issued retroactively yaitu penerbitan surat keterangan asal tiga hari
setelah tanggal B/L, sehingga apabila B/L terbit pada tanggal 10
November 2012, maka surat keterangan asal jenis issued retroactively

Modul OCP Workshop Rules of Origin

95

dapat diterbitkan sejak tanggal 14 November 2012 sampai dengan 12


bulan setelah tanggal B/L tersebut.
4. Atas pengiriman tersebut maka dapat digunakan mekanisme Back-toBack Certificate of Origin, yaitu surat keterangan asal yang diterbitkan
oleh issuing authority di negara pengimpor pertama berdasarkan
informasi yang ada di dalam surat keterangan asal dari Thailand sebagai
negara pengekspor pertama.
5. Issued Retroactively maksudnya adalah surat keterangan asal yang
diterbitkan setelah 3 (tiga) hari sejak tanggal B/L sampai dengan 12 bulan
sejak tanggal B/L tersebut. Adapun Certified True Copy maksudnya
adalah surat keterangan asal yang diterbitkan sebagai pengganti dari
surat keterangan asal yang hilang atau rusak, sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi.

Test Formatif 1
1. Eksportir wajib menandatangani surat keterangan asal yang diajukan pada
box yang telah disediakan, kemudian melampirkan seluruh dokumen
pendukung yang berhubungan dengan informasi/ data yang dimasukan dalam
surat keterangan asal dimaksud.
2. Issuing authority melakukan pemeriksaan dokumen dengan menguji seluruh
informasi yang ada di dalamnya dengan menggunakan dokumen pendukung
yang dilampirkan. Dalam hal dianggap perlu, issuing auhtority dapat
melakukan pemeriksaan fisik. Hal yang paling penting adalah, bahwa
informasi yang ada di dalam surat keterangan asal yang diterbitkan harus
sesuai (conform) dengan barang yang akan diekspor, sehingga kemudian
dianggap telah memenuhi ketentuan dalam Rules of Origin dari skema FTATIG yang diajukan.
3. Penerbitan surat keterangan asal terdiri dari dua cara, yaitu umum dan
khusus. Untuk penerbitan secara umum, dilakukan sebelum atau tidak lebih

96

Modul OCP Workshop Rules of Origin

dari tiga hari setelah tanggal B/L. Untuk penerbitan khusus, dilakukan mulai
tiga hari sampai dengan 12 bulan setelah tanggal B/L.
4. Proses penerbitan surat keterangan asal tetap dilakukan sebagaimana
pengajuan pada umumnya, tetapi pada box 13 harus di-contreng pada tanda
ISSUED RETROACTIVELY.
5. Dalam kondisi tertentu yang menyebabkan surat keterangan asal yang telah
diterbitkan rusak atau hilang, maka eksportir dapat menghubungi kembali
issuing

authority

yang

menerbitkan

sebelumnya,

dan

mengajukan

permohonan penerbitan surat keterangan asal pengganti. Dalam hal ini maka
surat keterangan asal dimaksud wajib diberikan contreng pada box 13, untuk
tanda CERTIFIED TRUE COPY.

KEGIATAN BELAJAR II
Latihan 2
1.
2.
3.
4.
5.

B
C
D
D
A

Test Formatif 2
1.
2.
3.
4.
5.

C
D
A
D
B

Modul OCP Workshop Rules of Origin

97

KEGIATAN BELAJAR III


Latihan 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

A
D
A
A
C
D
B

Test Formatif 3
1.
2.
3.
4.
5.

C
A
D
B
B

TES SUMATIF
1.
2.
3.
4.
5.

98

A
A
A
B
D

Modul OCP Workshop Rules of Origin

DAFTAR PUSTAKA
A.

Buku

Customs Modernization Handbook, editor : Luc De Wulf and Jose B. Sokol,


World Bank, Washington, 2005.
A Retrospective on the Bretton Woods System : Lessons for International
Monetary Reform, Michael D. Bordo and Barry Eichengreen, University of
Chicago Press, 1993.
International Business : Strategy, Management, and the New Realities, S. Tamer
Cavusgil, Gary Knight, John R. Riesenberger, Pearson prentice Hall, 2008.
Rules of Origin in International Trade, Stefano Inama, Cambridge University
Press, 2009.
Kerja Sama Perdagangan Bebas ASEAN dengan Mitra Wicara, Direktorat Kerja
Sama

Ekonomi ASEAN, Direktorat Jenderal Kerja

Sama

ASEAN,

Kementerian Luar Negeri, 2010.


B.

Literatur Tambahan (Jurnal)

Agreement on Rules of Origin, World Trade Organization, 1994.


A Guide to Determining the Origin of Goods Under TAFTA using the Change in
Tariff Classification Method, Juli 2004.
Rules of Origin and EPAs, Eckart Naumann, Associate, Trade Law Centre for
Southern Africa (tralac), 2008.
The Development of FTA Rules of Origin Functions, Hebei University, China,
2010.
World Trade in Rules of Origin, Certification and Verification, World Customs
Organization, 2011

Modul OCP Workshop Rules of Origin

99

Rules Of Origin And Origin Procedures Applicable To Exports From Least


Developed Countries, UNCTAD, 2011.
Revenue Package, World Customs Organization, 2012.
C. Lain-Lain
World Trade Organization Agreement on Rules of Origin, World Trade
Organization.
The Revised Kyoto Convention, World Customs Organization.
The Agreement On The Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme For
The ASEAN Free Trade Area (AFTA).
The Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation among the Government of the
Members Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the
Peoples Republic of China.
Agreement

on

Trade

in

Goods

under

the

Framework

Agreement

on

Comprehensive Cooperation among the Government of the Members


countries Of The Association Of Southeast Asian Nations And The Republic
Of Korea.
The Agreement on Trade in Goods under the Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of
Southeast Asian Nations and the Republic of India.
The Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic
Partnership.
The Agreement Establishing The Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area.

100

Modul OCP Workshop Rules of Origin

Anda mungkin juga menyukai