Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap lembaga atau tarekat mempunyai tradisi tersendiri di dalam
mengarahkan para muridnya, demikian pula halnya dengan apa yang
ada dalam ajaran Tarekat Alawiyyah. Mengenai ajarannya ada juga
perbedaan dalam amalan-amalan begitupula sistem yang digunakan.
Tarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat dari 41 lebih tarekat
Mutabarah yang ada di Indonesia dan telah diakui secara Internasional.
Nama lain Tarekat Alawiyyah ini adalah Tarekat Alawiyyin, meskipun
kata alawiyin lebih tepat jika disebut untuk para jamaahnya atau
mereka (muslim) yang telah mengapresiasikan amalan-amalan Tarekat
ini. Sebelum populer dengan sebutan Tarekat Alawiyyah, nama lain
Tarekat ini ialah Bani Alawi, BaAlawi, atau Al Abi Alawi yang ke tiganya
khusus sebagai penyebutan untuk penganut atau pengamal dari
kalangan keluarga Alawiyin itu sendiri. Berdasarkan penjelasan dari
Habib Abdullah Al-Haddad yang menerangkan bahwa Tarekat BaAlawi
ialah tarekatnya para sayyid dari keturunan Ali (Al-Alawiyyin) dari jalur
Imam Husain yang ada di Hadhramaut, Yaman Selatan, salah satu cicit
dari Rasulullah SAW. melalui menantunya, Ali bin Abu Thalib, suami
Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah SAW.
Dalam Tarekat Alawiyyah, kalangan Ba Alawi memahami kata
tarekat sebagai suatu suluk (cara ibadah) yang dilakukan oleh
seseorang yang dipandang mempunyai kredibilitas sebagai tokoh.
Ketokohan disini terkait dalam masalah-masalah keagamaan yang erat
hubungannya dengan masalah-masalah kemasyarakatan secara luas.
Pembeda
dari
Tarekat
Alawiyyah
dengan
tarekat
lainnya
ialah
dalam
Alawiyyah,
Silsilah
Khirqah
Kesufian
Tarekat
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Tarekat
Secara bahasa, kata tarekat dapat berarti berjalan, metode, system,
cara, pejalanan, aturan hidup, lintasan, garis, pemimpin sebuah suku
dan sarana. Tarekat dalam arti jalan, dapat kita temuakan di dalam
beberapa ayat Al-Quran, diantaranya adalah wahyu Allah berikut:
Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezki yang banyak). (QS. Al-Jin,72:16)
Tarekat berasal dari bahasa Arab yang berarti tata cara dan
perjalanan. Sedangkan menurut istilah, ilmu tasawuf dalam Islam ialah
ilmu tentang kebenaran sejati akan cita-cita Islam, bagaimana
hendaknya membersihkan atau memurnikan roh (hati) atau nafsu.
Dengannya, seseorang dapat menyucikan diri dari segala sifat-sifat
keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat dari akhlaq terpuji. Ilmu
tarekat merupakan suatu jalan khusus menuju makrifat dan hakikat
Allah SWT. Ia termasuk dalam ilmu mukasyafah dan merupakan ilmu
batin, ilmu keruhanian dan ilmu mengenal diri. Tarekat merupakan
intipati pelajaran ilmu tasawuf. Ilmu tersebut bersumber pada Allah
yang diwahyukan kepada diwahyukan kepada sekalian Nabi dan Rasul
terutama para Ulul Azmi.
Dari Abu Hurairah R.Adan Sayyidina Ali R.A., Sabda Nabi Muhammad
SAW.:
3
ku
(pendirianku)
dan
makrifat
itu
kepala
hartaku
(hasil
perolehanku)."
Riwayat lain tentang sabda Nabi Muhammad SAW. yang berkaitan
dengan tarekat ialah:
Syariat ialah kata-kataku (aqwali), tarekat ialah perbuatanku
(a`mali) dan hakikat (haqiqah) ialah keadaan batinku (ahwali),
Ketiganya saling terkait dan tergantung.
Dua hadits ini telah jelas disampaikan kepada kita bahwa tarekat itu
adalah perbuatan Nabi Muhammad SAW. Ini menjelaskan tentang
makna tarekat itu adalah sunnah Nabi Muhammad SAW. Pengertian
sunnah itu sendiri adalah percakapan, perbuatan, dan diam Rasulullah
SAW. Segala amalan-amalan yang dilakukan oleh baginda, adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk menjadi hamba yang
sebenar-benar hamba, hamba yang punya rasa kehambaan, hamba
yang sedar dan tahu bahawa dirinya adalah seorang hamba Allah,
bukan hamba syaitan dan selain itu.
Islam semakin berkembang dengan pesat di dunia. Amalan-amalan
Nabi Muhammad SAW. menjadi amalan masyarakat Islam pada
umumnya ketika Nabi masih hidup hingga sekarang. Semua amalan
Rasulullah SAW. diamalkan dan dikekalkan oleh seseorang atau
kelompok-kelompok
tertentu,
yang
akhirnya
lahirlah
kumpulan-
kumpulan tarekat yang masih kekal hingga kini. Salah satunya ialah
Tarekat Alawiyyah yang ajaran dan cara pengamalan agamanya
berdasarkan Al Quran dan Al Hadist yaitu lebih menekankan pada
aspek akhlaq dan amali dalam praktik kesufiannya.
B. Sejarah Tarekat Alawiyyah
Tarekat Alawiyyah, secara umum bisa dikaitkan dengan kaum
Alawiyyin, atau lebih tegas lagi dengan kaum saddah, kaum sayyid
keturunan Nabi Muhammad SAW.yang merupakan lapisan paling atas
4
awal
tarekat
ini
didirikan,
pengikut
Tarekat
Alawiyyah
perkembangannya,
Tarekat
Alawiyyah
dikenal
juga
pada
kehidupan
sosial
keagamaaan.
Selain
Nabi
sufism, terutama yang telah dilucuti dari karakter, ciri dan kandungan
ekstatik dan metafisik; dan sebaliknya, diganti dengan kandungan dan
praktik yang bersumber dari dan sesuai dengan ortodoksi Islam
(Rahman 1979:193-196,205-206)] yang memeberika penekanan kuat
bukan pada aspek teoritis-filosofis tasawuf (tassawuf falsafi), melainkan
lebih pada aspek akhlak dan amal (tasawuf akhlaki/tasawuf amali).
Kemudian, datang periode ketiga, abad ke-11 sampai abad ke-14
Hijriah (sekitar abad ke-17 sampai ke-20 Masehi) yang menurut Syed
Farid Alatas, merupakan masa imigrasi orang-orang Hadramaut ke India
dan Asia Tenggara. Pada masa inilah terbentuk kelompok-kelompok
yang disebut diaspora (kelompok-kelompok minoritas etnis yang
datang dari suatu wilayah dan menetap di negeri lain, tetapi tetap
mempertahankan ikatan emosional dan sentimental, dan bahkan
budaya
material
dengan
negeri
asal
mereka)
kaum
Hadrami
sini,
tarekat
mempunyai
beberapa
arti,
di
Maka
dapat
disimpulkan
disebut
dengan Tarekat
Haddadiyyah.
Sedangkan
suatu marga
yang berasal dari Syaikh Muhammad bin Alwi, yang dikenal dengan
julukan Ba Alawi, dan dia masih keturunan Nabi Muhammad Saw, dari
cucu beliu, Husain r.a. bin Fatimah r.a. Istilah Tarekat Alawiyyah ini,
menurut penulis berlaku sejak zaman Muhammad bin Alawi Ba Alawi,
atau pada daur yang kedua dalam sejarah kaum Alawiyyah di
Hadhramaut.
Dikalangan BaAlawi, kata tarekat dipahami sebagai suatu suluk
(cara
ibadah)
yang
dilakukan
oleh
seseorang
yang
dipandang
6
Khirqah
Kesufian
Tarekat
Alawiyah melalui
Jalur
SWT.
yang
kemudian
diperintahkan
kepada
Malaikat
Jibril
10.
lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H. Ayahnya, Isa bin Muhammad,
sudah lama dikenal sebagai orang yang memiliki disiplin tinggi dalam
beribadah dan berpengetahuan luas. Mula-mula keluarga Isa bin
Muhammad tinggal di Madinah, namun karena berbagai pergolakan
politik, ia kemudian hijrah ke Basrah dan Hadhramaut. Sejak kecil
hingga dewasanya Imam Ahmad sendiri lebih banyak ditempa oleh
ayahnya dalam soal spiritual. Sehingga kelak ia terkenal sebagai tokoh
sufi. Bahkan oleh kebanyakan para ulama pada masanya, Imam Ahmad
dinyatakan sebagai tokoh yang tinggi hal-nya (keadaan ruhaniah
seorang sufi selama melakukan proses perjalanan menuju Allah)
Imam Ahmad juga dikenal sebagai seorang saudagar kaya di Irak.
Namun semua harta kekayaan yang dimilikinya tak pernah membuat
Imam Ahmad berhenti untuk beribadah, berdakwah, dan berbuat amal
sholeh. Sebaliknya, semakin ia kaya semakin intens pula aktivitas
keruhanian dan sosialnya. Selama di Basrah, Imam Ahmad sering sekali
dihadapkan pada kehidupan yang tak menentu. Misalnya oleh berbagai
pertikaian politik dan munculnya badai kedhaliman dan khurafat. Sadar
bahwa kehidupan dan gerak dakwahnya tak kondusif di Basrah, pada
tahun 317 H Imam Ahmad lalu memutuskan diri untuk berhijrah ke kota
Hijaz. Dalam perjalanan hijrahnya ini, Imam Ahmad ditemani oleh
istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali al-Uraidhi,
dan putra terkecilnya, Abdullah. Setelah itu, ia hijrah ke Hadhramaut
dan menetap di sana sampai akhir hayatnya. Dalam sebuah riwayat lain
disebutkan, sewaktu Imam Ahmad tinggal di Madinah Al-Munawarrah, ia
pernah menghadapi pergolakan politik yang tak kalah hebat dengan
yang terjadi di kota Basrah. Pada saat itu, tepatnya tahun 317 H,
Mekkah mendapat serangan sengit dari kaum Qaramithah yang
mengakibatkan diambilnya Hajar Aswad dari sisi Kabah. Sehingga pada
tahun 318 H, saat Imam Ahmad menunaikan ibadah haji, ia sama sekali
tidak mencium Hajar Aswad kecuali hanya mengusap tempatnya saja
dengan tangan. Barulah setelah itu, ia pergi menuju Hadhramaut.
Syekh Umar al-Muhdhar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (833 H), Syekh
Abdullah al-Aidarus bin Abu Bakar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (880
H), dan Syekh Abu Bakar al-Sakran (821 H). Selama masa para syekh
ini, dalam sejarah Ba Alawi, di kemudian hari ternyata telah banyak
mewarnai terhadap perkembangan tarekat itu sendiri. Secara umum,
hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri melalui para tokoh maupun berbagai
ajarannya dari masa para imam hingga masa syekh di Hadhramaut
yaitu yang pertama, adanya suatu tradisi pemikiran yang berlangsung
dengan tetap mempertahankan beberapa ajaran para salaf mereka dari
kalangan tokoh Alawi, seperti Al-Quthbaniyyah, dan sebutan Imam Ali
sebagai Al-Washiy, atau keterikatan daur sejarah Alawi dan Ba Alawi.
Termasuk masalah wasiat dari Rasulullah SAW. untuk Imam Ali sebagai
pengganti Nabi Muhammad SAW. Kedua, adanya sikap elastis terhadap
pemikiran yang berkembang yang mempermudah kelompok ini untuk
membaur dengan masyarakatnya, serta mendapatkan status sosial
yang
terhormat
masyarakat.
hingga
Ketiga,
mudah
mempengaruhi
berkembangnya
tradisi
warna
para
sufi
pemikiran
kalangan
dan
makhluk
sebagai
hamba-hamba
yang
fuqara,
yang
selalu
itu
dikenal
dengan
kaum
fuqara-nya,
sedangkan
istri
ini
tidak
bisa
dipisahkan
karena
dialah
yang
banyak
Ashhab
Al-Yamin,
atau
tarekatnya
orang-orang
yang
menghabiskan waktunya untuk ingat dan selalu taat pada Allah dan
menjaganya dengan hal-hal baik yang bersifat ukhrawi. Dalam hal
suluk, al-Haddad membaginya ke dalam dua bagian.
Pertama, kelompok khashshah (khusus), yaitu bagi mereka yang
sudah sampai pada tingkat muhajadah, mengosongkan diri baik lahir
maupun batin dari selain Allah di samping membersihkan diri dari
segala perangai tak terpuji hingga sekecil-kecilnya dan menghiasi diri
12
dengan
perbuatan-perbuatan
terpuji.
Kedua,
kelompok
ammah
yang ada dalam tarekat ini. Dalam tarekat tijaniyah ada dua macam
wajibah, yaitu wajib syarI dan wajib nazar. Wirid lazimah ini termasuk
pada wajib nazar.
Kedua, Ratib al Haddad dan al Attas . Ratib ini pembacaannya
dilakukan biasanya setelah magrin sampai Isya. Bacaannya ialah bacaan
doa yang masing masing sebanyak 3 kali, sholawat 25 kali, tahlil 50 kali,
Jauharatul kamal (membaca shalawat dan melakukan wudhu terlebih
dahulu serta membacanya harus di tepat yang suci). Jika seseorang
membaca akan tetapi terlambat maka di maafkan sebagai mana ajaran
Tarikat Alawiyah ini adalah kesadaran diri sendiri.
Ketiga, Wirid Syakron. Wirid Syakron bacaan ini tidak wajib. Kenapa
diberi nama syakron karena pengarangnya adalah Habib Abu Bakar
Assyakran, syakron artinya mabuk, mabuk dalam artian cinta kepada
Allah SWT. Waktu dibacakan wirid ini, lebih afdhol jika malam hari yaitu
membaca tahlil.
)(Bacaan Rattib Al-Attas
,
.
(...
)
) (
(
)( )
)(
.
)(
)
.
) (
(
.
) (
) (
.
) (
.
) (
) (
.
)(
.
.
,
.
(
) (
)
14
)
(
.
)(
(
)
( .
.
) (
)
Kemudian membaca :
,
,
,
.
,
,
,
.
,
,
,
(
(
.
,
,
,
(
)
.
Kemudian membaca :
,
.
15
,
,
,
,
.
,
.
.
,
,
.
,
,
,
.
,
masalah,
banyak
dalam
mereka
tokoh-tokoh
antara
juga
menekankan
akan
pentingnya
amal.
Oleh
karena
itu,
dari
perbuatan
haram.
Ketiga,
semangat
yang
17
Bab III
Kesimpulan
Tarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat dari 41 lebih tarekat Mutabarah yang
ada di Indonesia dan secara Internasional diakui. Nama lain Tarekat Alawiyyah ini adalah
Tarekat Alawiyyin, meskipun kata Alawiyin lebih tepat jika disebut untuk para jamaahnya
atau mereka (muslim), yang telah mengapresiasikan amalan-amalan tarekat ini. Sebelum
populer dengan Tarekat Alawiyyah, nama lain tarekat ini ialah Bani Alawi, BaAlawi, atau
Al Abi Alawi yang ke tiganya khusus sebagai penyebutan untuk penganut atau pengamal dari
kalangan keluarga Alawiyyin itu sendiri, yang notabennya dari kalangan para sayyid atau
sayyidah keturunan Rasulullah SAW.
Tarekat Alawiyyah adalah suatu tarekat yang ditempuh oleh para
salafis sholeh. Dalam tarekat ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Quran)
dan As-Sunnah (Al-Hadist) kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan
suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan
kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah SAW. Penjelasan
18
di atas diambil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan
dari beberapa kitab lain. Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa
Tarekat As-Saadah Bani Alawi ini diwariskan secara turun temurun oleh
leluhur (salaf) mereka yaitu dari kakek kepada kepada ayah, kemudian
kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya, mereka
menyampaikan tarekat ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh
karenanya, tarekat ini dikenal sebagai tarekat yang langgeng sebab
penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati. Dari situlah
dapat diketahui, bahwasanya tarekat ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan
As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya.
Dalam
perkembangannya,
Tarekat
Alawiyyah
mengembangkan
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Al-Imam. Al-alam An-Nibros. Mesir: Isa Al-Khalabi.
Alaydrus, Muhammad. Jalan nan Lurus: Sekilas Pandang Tarekat Bani
Alawi. Surakarta: Taman Ilmu. 2006.
Ibrahim, Umar. Thariqah Alawiyyah. Bandung: Mizan Media Utama.
2001.
Wesite:
20
http://www.sufinews.com/index.php/Thoriqoh/tarekat-alawiyyah/Halaman2.suf
http://www.sufinews.com/index.php/Thoriqoh/thoriqoh/alawiyyah
http://www.iqra.net/site/RatibAlHaddadArabic
http://www.alhawi.net/ratib_al.htm
http://www.bamah.net/2011/05/thariqah-%E2%80%98alawiyyah
http://www.majelisrasulullah.org/index.php?
option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&id=24052&catid=10
21