Anda di halaman 1dari 21

Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap lembaga atau tarekat mempunyai tradisi tersendiri di dalam
mengarahkan para muridnya, demikian pula halnya dengan apa yang
ada dalam ajaran Tarekat Alawiyyah. Mengenai ajarannya ada juga
perbedaan dalam amalan-amalan begitupula sistem yang digunakan.
Tarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat dari 41 lebih tarekat
Mutabarah yang ada di Indonesia dan telah diakui secara Internasional.
Nama lain Tarekat Alawiyyah ini adalah Tarekat Alawiyyin, meskipun
kata alawiyin lebih tepat jika disebut untuk para jamaahnya atau
mereka (muslim) yang telah mengapresiasikan amalan-amalan Tarekat
ini. Sebelum populer dengan sebutan Tarekat Alawiyyah, nama lain
Tarekat ini ialah Bani Alawi, BaAlawi, atau Al Abi Alawi yang ke tiganya
khusus sebagai penyebutan untuk penganut atau pengamal dari
kalangan keluarga Alawiyin itu sendiri. Berdasarkan penjelasan dari
Habib Abdullah Al-Haddad yang menerangkan bahwa Tarekat BaAlawi
ialah tarekatnya para sayyid dari keturunan Ali (Al-Alawiyyin) dari jalur
Imam Husain yang ada di Hadhramaut, Yaman Selatan, salah satu cicit
dari Rasulullah SAW. melalui menantunya, Ali bin Abu Thalib, suami
Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah SAW.
Dalam Tarekat Alawiyyah, kalangan Ba Alawi memahami kata
tarekat sebagai suatu suluk (cara ibadah) yang dilakukan oleh
seseorang yang dipandang mempunyai kredibilitas sebagai tokoh.
Ketokohan disini terkait dalam masalah-masalah keagamaan yang erat
hubungannya dengan masalah-masalah kemasyarakatan secara luas.
Pembeda

dari

Tarekat

Alawiyyah

dengan

tarekat

lainnya

ialah

perbedaan diantara tokoh-tokoh mereka dalam banyak hal, salah


satunya dalam hal pengamalan ajaran tarekatnya yaitu wirid. Namun
seiring berjalannya waktu, beberapa tokoh dari keturunan salaf Ba
Alawi ini membuat ajaran Tarekat Alawiyyah ini lambat laun menjadi
sebuah ajaran tarekat yang utuh tetapi tidak merubah dasar ajarannya

yang berdasarkan Al-Quran dan As- Sunnah, dan dari riwayat-riwayat


yang benar maupun ajaran para salaf mereka yang mulia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Tarekat Alawiyyah?
2. Siapa saja tokoh besar yang berpengaruh dalam pembentukan
Tarekat Alawiyyah ?
3. Apa yang menjadikan Tarekat Alawiyyah berbeda dengan tarekat
lainnya?
C. Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk:
1. Mengetahui sejarah terbentuknya Tarekat Alawiyyah.
2. Mengetahui
tokoh-tokoh
besar
yang
berpengaruh

dalam

pembentukan Tarekat Alawiyyah.


3. Mengetahui perbedaan Tarekat Alawiyyah dengan tarekat lainnya.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri atas empat bab. Bab I merupakan bagian
Pendahuluan yang terdiri atas Latar Belakang Masalah, Rumusan
Makalah, Tujuan Makalah, dan Sistematika Penulisan. Bab II berisi
tentang Pembahasan yang terdiri atas Pengertian Tarekat, Sejarah
Tarekat

Alawiyyah,

Silsilah

Khirqah

Kesufian

Tarekat

Alawiyah melalui Jalur Mursyiduna Al Habib Umar Bin Hafid Bin


Syeikh Abu Bakar, Biografi Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir,
Perkembangan Tarekat Alawiyyah oleh Muhammad bin Ali, Peranan
Syekh Abdullah al-Haddad dalam Tarekat Alawiyyah, AmalanAmalan Tarekat Alawiyah, dan Perbedaan antara Tarekat Alawiyyah
dengan Tarekat lain. Sementara Bab III adalah Penutup yang berisi
tentang Kesimpulan makalah.

Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Tarekat
Secara bahasa, kata tarekat dapat berarti berjalan, metode, system,
cara, pejalanan, aturan hidup, lintasan, garis, pemimpin sebuah suku
dan sarana. Tarekat dalam arti jalan, dapat kita temuakan di dalam
beberapa ayat Al-Quran, diantaranya adalah wahyu Allah berikut:

Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezki yang banyak). (QS. Al-Jin,72:16)
Tarekat berasal dari bahasa Arab yang berarti tata cara dan
perjalanan. Sedangkan menurut istilah, ilmu tasawuf dalam Islam ialah
ilmu tentang kebenaran sejati akan cita-cita Islam, bagaimana
hendaknya membersihkan atau memurnikan roh (hati) atau nafsu.
Dengannya, seseorang dapat menyucikan diri dari segala sifat-sifat
keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat dari akhlaq terpuji. Ilmu
tarekat merupakan suatu jalan khusus menuju makrifat dan hakikat
Allah SWT. Ia termasuk dalam ilmu mukasyafah dan merupakan ilmu
batin, ilmu keruhanian dan ilmu mengenal diri. Tarekat merupakan
intipati pelajaran ilmu tasawuf. Ilmu tersebut bersumber pada Allah
yang diwahyukan kepada diwahyukan kepada sekalian Nabi dan Rasul
terutama para Ulul Azmi.
Dari Abu Hurairah R.Adan Sayyidina Ali R.A., Sabda Nabi Muhammad
SAW.:
3

"Bermula syariat itu beberapa perkataanku dan bermula tarikat itu


beberapa perbuatanku (amalanku) dan bermula hakikat itu beberapa
hal

ku

(pendirianku)

dan

makrifat

itu

kepala

hartaku

(hasil

perolehanku)."
Riwayat lain tentang sabda Nabi Muhammad SAW. yang berkaitan
dengan tarekat ialah:
Syariat ialah kata-kataku (aqwali), tarekat ialah perbuatanku
(a`mali) dan hakikat (haqiqah) ialah keadaan batinku (ahwali),
Ketiganya saling terkait dan tergantung.
Dua hadits ini telah jelas disampaikan kepada kita bahwa tarekat itu
adalah perbuatan Nabi Muhammad SAW. Ini menjelaskan tentang
makna tarekat itu adalah sunnah Nabi Muhammad SAW. Pengertian
sunnah itu sendiri adalah percakapan, perbuatan, dan diam Rasulullah
SAW. Segala amalan-amalan yang dilakukan oleh baginda, adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk menjadi hamba yang
sebenar-benar hamba, hamba yang punya rasa kehambaan, hamba
yang sedar dan tahu bahawa dirinya adalah seorang hamba Allah,
bukan hamba syaitan dan selain itu.
Islam semakin berkembang dengan pesat di dunia. Amalan-amalan
Nabi Muhammad SAW. menjadi amalan masyarakat Islam pada
umumnya ketika Nabi masih hidup hingga sekarang. Semua amalan
Rasulullah SAW. diamalkan dan dikekalkan oleh seseorang atau
kelompok-kelompok

tertentu,

yang

akhirnya

lahirlah

kumpulan-

kumpulan tarekat yang masih kekal hingga kini. Salah satunya ialah
Tarekat Alawiyyah yang ajaran dan cara pengamalan agamanya
berdasarkan Al Quran dan Al Hadist yaitu lebih menekankan pada
aspek akhlaq dan amali dalam praktik kesufiannya.
B. Sejarah Tarekat Alawiyyah
Tarekat Alawiyyah, secara umum bisa dikaitkan dengan kaum
Alawiyyin, atau lebih tegas lagi dengan kaum saddah, kaum sayyid
keturunan Nabi Muhammad SAW.yang merupakan lapisan paling atas
4

dalam strata masyarakat Hadhramaut. Oleh karena itu, pada masamasa

awal

tarekat

ini

didirikan,

pengikut

Tarekat

Alawiyyah

kebanyakan dari kaum sayyid (kaum Hadhrami), atau kaum Ba Alawi.


Namun disamping itu ada juga yang bergabung dengan tarekat ini
seperti orang-orang Hadramaut dari strata lain, yakni masyayikh dan
muwallad (peranakan). Bahkan dibeberapa tempat, Tarekat Alawiyyah
juga menerima pengikut dari kalangan Muslim non-Hadrami. Namun
dalam

perkembangannya,

Tarekat

Alawiyyah

dikenal

juga

dengan Tarekat Haddadiyah, yang dinisbatkan kepada Sayyid Abdullah


al-Haddad, selaku generasi penerusnya. Sementara nama Alawiyyah
berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Kemudian
perkembangan lebvih lanjut di kalangan para sayyid yang berorientasi
kepada tassawuf, dari dalam Tarekat Alawiyyah muncul semacam
cabang-cabangnya: Tarekat Aidarusiyyah, Tarekat Aththasiyyah, dll.
Menurut Alatas (1999:30-31, 1997:6-7), perkembangan ulama kaum
Alawiyyin dapat dibagi menjadi tiga periode penting. Periode pertama,
dari abad ke-3 sampai ke-7 Hijriah (sekitar abad ke-9 sampai ke-13
Masehi) yang meliputi sejumlah pemimpin besar yang berperan besar
dalam pembentukan tradisi keagamaan dan sosial kaum Alawiyyin dan,
juga kemudian, di Hadramaut. Tokoh-tokoh tersebut mencakup Imam
Ahmad Al-Muhajir, putra keduanya (Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir),
dan cucunya (Alawi bin Ubaidillah). Imam Ahmad Al-Muhajir sendiri
semula terlibat dalam perjuangan bersenjata dan politik melawan
penindasan yang mereka alami sejak masa Dinasti Umayyah dan
Abasiyyah. Berpindah ke Hadramaut pada 952 M yang masih dikuasai
kaum Ibadhiyah, Imam Ahmad Al-Muhajir memusatkan perhatian dan
kegiatannya

pada

kehidupan

sosial

keagamaaan.

Selain

Nabi

Muhammad SAW. Sendiri, Imam Ahmad Al-Muhajir kemudian dipandang


sebagai nenek moyang, kaum sayyid di kalangan masyarakat
Hadrami.
Periode kedua, tahap pengembangan dan konsolidasi Tarekat
Alawiyyah yang berlangsung pada abad ke-7 sampai ke-11 Hijriah
(sekitar abad ke-13 sampai ke-17 Masehi). Tarekat ini merupakan
tarekat neo-sufisme [tasawuf yang telah diperbaharui/reformed
5

sufism, terutama yang telah dilucuti dari karakter, ciri dan kandungan
ekstatik dan metafisik; dan sebaliknya, diganti dengan kandungan dan
praktik yang bersumber dari dan sesuai dengan ortodoksi Islam
(Rahman 1979:193-196,205-206)] yang memeberika penekanan kuat
bukan pada aspek teoritis-filosofis tasawuf (tassawuf falsafi), melainkan
lebih pada aspek akhlak dan amal (tasawuf akhlaki/tasawuf amali).
Kemudian, datang periode ketiga, abad ke-11 sampai abad ke-14
Hijriah (sekitar abad ke-17 sampai ke-20 Masehi) yang menurut Syed
Farid Alatas, merupakan masa imigrasi orang-orang Hadramaut ke India
dan Asia Tenggara. Pada masa inilah terbentuk kelompok-kelompok
yang disebut diaspora (kelompok-kelompok minoritas etnis yang
datang dari suatu wilayah dan menetap di negeri lain, tetapi tetap
mempertahankan ikatan emosional dan sentimental, dan bahkan
budaya

material

dengan

negeri

asal

mereka)

kaum

Hadrami

diperantauan, termasuk anak benua India dan Asia Tenggara.


Tarekat Alawiyyah berasal dari dua kosakata, yaitu Tarekat dan
Alawiyyah. Di

sini,

tarekat

mempunyai

beberapa

arti,

di

antaranya: cara, jalan, sirah (sejarah atau perjalanan hidup, biografi)


atau mazhab pemikiran atau tradisi, dan ada juga yang menyamakan
antara

pengertian tarekat dengan suluk .

Maka

dapat

disimpulkan

bahwa kata tarekat dapat berarti kebiasaan atau tradisi (sunnah) ,


sejarah kehidupan (sirah), dan suatu organisasi (jamaah). Oleh karena
itu, dari pengertiaan bahasa sebagaimana diatas, penulis memandang
ajaran-ajaran Syaikh Al-Haddad yang selama ini sudah memasyarakat
bias

disebut

dengan Tarekat

Haddadiyyah.

Sedangkan

kosakata Alawiyyah berasal dari kata Ba Alawi, yakni

suatu marga

yang berasal dari Syaikh Muhammad bin Alwi, yang dikenal dengan
julukan Ba Alawi, dan dia masih keturunan Nabi Muhammad Saw, dari
cucu beliu, Husain r.a. bin Fatimah r.a. Istilah Tarekat Alawiyyah ini,
menurut penulis berlaku sejak zaman Muhammad bin Alawi Ba Alawi,
atau pada daur yang kedua dalam sejarah kaum Alawiyyah di
Hadhramaut.
Dikalangan BaAlawi, kata tarekat dipahami sebagai suatu suluk
(cara

ibadah)

yang

dilakukan

oleh

seseorang

yang

dipandang
6

mempunyai kredibilitas sebagai tokoh. Ketokohan disini terkait dalam


masalah-masalah keagamaan dan hubungannya dengan masalahmasalah kemasyarakatan secara luas. Tarekat Alawiyyah juga boleh
dikatakan memiliki kekhasan tersendiri dalam pengamalan wirid dan
dzikir bagi para pengikutnya, yakni tidak adanya keharusan bagi para
murid untuk terlebih dahulu dibaiat atau ditalqin atau mendapatkan
khirqah jika ingin mengamalkan tarekat ini. Dengan kata lain ajaran
Tarekat Alawiyyah boleh diikuti oleh siapa saja tanpa harus berguru
sekalipun kepada mursyidnya. Demikian pula, dalam pengamalan
ajaran dzikir dan wiridnya, Tarekat Alawiyyah termasuk cukup ringan,
karena tarekat ini hanya menekankan segi-segi amaliah dan akhlak
(tasawuf amali, akhlaqi). Sementara dalam tarekat lain, biasanya
cenderung melibatkankan riyadlah-riyadlah secara fisik dan kezuhudan
ketat.
C. Silsilah

Khirqah

Kesufian

Tarekat

Alawiyah melalui

Jalur

Mursyiduna Al Habib Umar Bin Hafid Bin Syeikh Abu Bakar


Keberadaan seorang guru memang sangat penting dan setiap orang
harus mempunyai seorang guru. Tanpa guru, tak seorang pun dapat
mengalami kemajuan dan tak seorang pun bisa menemukan jejak dan
jalur yang harus dituju. Bahkan Rasulullah SAW dan seluruh Rasul yang
diutus oleh Allah SWT. ke dunia ini juga mempunyai guru. Rasulullah
SAW. mendapat bimbingan Jibril AS dalam proses pencarian Tuhan.
Itulah sebabnya kita harus mempunyai seorang guru yang akan
menunjukkan jalan kepada Rasulullah SAW. dan seterusnya kepada
Allah SWT. Berikut adalah silsilah kekuatan Tarekat Alawiyyah yaitu dari
Allah

SWT.

yang

kemudian

diperintahkan

kepada

Malaikat

Jibril

Alaihissalam, lalu kepada:


1. Nabi Muhammad SAW
2. Al-Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah
3. Assayyid Husein bin Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah
4. Assayyid Ali Zaenal Abidin
5. Assayyid Muhammad Al-Baqir
6. Assayyid Jafar Asshodiq
7. Assayyid Ali AlUryadh
8. Assayyid Muhammad Annaqib
9. Assayyid Isa Arrumy
7

10.

Assayyid Ahmad Almuhajir (Leluhur Alawiyin Di Hadramaut;

Hijrah dari Iraq)


11.
Assayyid Ubaydillah bin Ahmad Almuhajir
12.
Assayyid Alawy bin Ubaydillah (Asal mula nama Tarekat
Alawiyah adalah dari nama beliau)
13.
Assayyid Muhammad bin Alawy
14.
Assayyid Alawy bin Muhammad
15.
Assayyid Ali bin Alawy Kholi Qosam
16.
Assayyid Muhammad Shohibul Mirbath
17.
Assayyid Ali bin Muhammad
18.
Al-Imam Faqihil Muqoddam Muhammad bin Ali (Pencetus
Thariqah alawiyah menjadi sebuah Tarekat Sufi yang utuh)
19.
Habib Alawy Alghoyyur bin Faqihil Muqoddam
20.
Habib Ali bin Alawy Alghoyyur
21.
Habib Muhammad Maula Addawilah
22.
Habib Abdurrahman Asseqaf bin Muhammad Maula Addawilah
23.
Habib Abu Bakar Assakran
24.
Habib Ali bin Abu Bakar Assakran
25.
Habib Abdurrahman bin Ali
26.
Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahaabuddin
27.
Habib Abu Bakar bin Salim Fakhrul Wujud
28.
Habib Husein bin Abu Bakar
29.
Habib Umar bin Abdurrahman Al Atthas
30.
Habib Abdullah bin Alawy Alhaddad
31.
Habib Ahmad bin Zein Alhabsyi
32.
Habib Hamid bin Umar BaAlawy
33.
Habib Umar bin Seqaf Asseqaf
34.
Habib Abdulloh bin Husin bin Thohir
35.
Habib Abdurrahman Almasyhur
36.
Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi
37.
Habib Abdullah bin Umar Assyathiry
38.
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Asseqaf
39.
Habib Umar bin Hafiz

D. Biografi Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir


Alasan mengapa pentingnya pembahasan tentang biografi Imam
Ahmad bin Al-Muhajir ini ialahh karena beliau adalah tokoh penting
yang selalu berkaitan dengan Tarekat Alawiyyah. Sebagai leluhur
tarekat ini, Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir ialah keturunan Nabi
Muhammad SAW. dari cucunya yang melalui garis Husein bin Sayyidina
Ali bin Abi Thalib dan ibunya Fathimah Azzahra binti Rasulullah SAW. Ia
8

lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H. Ayahnya, Isa bin Muhammad,
sudah lama dikenal sebagai orang yang memiliki disiplin tinggi dalam
beribadah dan berpengetahuan luas. Mula-mula keluarga Isa bin
Muhammad tinggal di Madinah, namun karena berbagai pergolakan
politik, ia kemudian hijrah ke Basrah dan Hadhramaut. Sejak kecil
hingga dewasanya Imam Ahmad sendiri lebih banyak ditempa oleh
ayahnya dalam soal spiritual. Sehingga kelak ia terkenal sebagai tokoh
sufi. Bahkan oleh kebanyakan para ulama pada masanya, Imam Ahmad
dinyatakan sebagai tokoh yang tinggi hal-nya (keadaan ruhaniah
seorang sufi selama melakukan proses perjalanan menuju Allah)
Imam Ahmad juga dikenal sebagai seorang saudagar kaya di Irak.
Namun semua harta kekayaan yang dimilikinya tak pernah membuat
Imam Ahmad berhenti untuk beribadah, berdakwah, dan berbuat amal
sholeh. Sebaliknya, semakin ia kaya semakin intens pula aktivitas
keruhanian dan sosialnya. Selama di Basrah, Imam Ahmad sering sekali
dihadapkan pada kehidupan yang tak menentu. Misalnya oleh berbagai
pertikaian politik dan munculnya badai kedhaliman dan khurafat. Sadar
bahwa kehidupan dan gerak dakwahnya tak kondusif di Basrah, pada
tahun 317 H Imam Ahmad lalu memutuskan diri untuk berhijrah ke kota
Hijaz. Dalam perjalanan hijrahnya ini, Imam Ahmad ditemani oleh
istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali al-Uraidhi,
dan putra terkecilnya, Abdullah. Setelah itu, ia hijrah ke Hadhramaut
dan menetap di sana sampai akhir hayatnya. Dalam sebuah riwayat lain
disebutkan, sewaktu Imam Ahmad tinggal di Madinah Al-Munawarrah, ia
pernah menghadapi pergolakan politik yang tak kalah hebat dengan
yang terjadi di kota Basrah. Pada saat itu, tepatnya tahun 317 H,
Mekkah mendapat serangan sengit dari kaum Qaramithah yang
mengakibatkan diambilnya Hajar Aswad dari sisi Kabah. Sehingga pada
tahun 318 H, saat Imam Ahmad menunaikan ibadah haji, ia sama sekali
tidak mencium Hajar Aswad kecuali hanya mengusap tempatnya saja
dengan tangan. Barulah setelah itu, ia pergi menuju Hadhramaut.

E. Perkembangan Tarekat Alawiyyah oleh Muhammad bin Ali


Tonggak perkembangan Tarekat Alawiyyah dimulai pada masa
Muhammad bin Ali, atau yang akrab dikenal dengan panggilan Al-Faqih
al-Muqaddam (seorang ahli agama yang terpandang) pada abad ke-6
dan ke-7 H. Pada masanya, kota Hadhramaut kemudian lebih dikenal
dan mengalami puncak kemasyhurannya. Muhammad bin Ali adalah
seorang ulama besar yang memiliki kelebihan pengetahuan bidang
agama secara mumpuni, di antaranya soal fiqih dan tasawuf. Di
samping itu, konon ia pun memiliki pengalaman spiritual tinggi hingga
ke Maqam al-Quthbiyyah (puncak maqam kaum sufi) maupun khirqah
shufiyyah (legalitas kesufian).
Mengenai keadaan spiritual Muhammad bin Ali ini, al-Khatib pernah
menggambarkan sebagai berikut: Pada suatu hari, Al-Faqih alMuqaddam tenggelam dalam lautan Asma, Sifat dan Dzat Yang Suci.
Pada hikayat ke-24, para syekh meriwayatkan bahwa syekh syuyukh
kita, Al-Faqih al-Muqaddam, pada akhirnya hidupnya tidak makan dan
tidak minum. Semua yang ada di hadapannya sirna dan yang ada
hanya Allah. Dalam keadaan fana seperti ini datang Khidir dan lainnya
mengatakan kepadanya: Segala sesuatu yang mempunyai nafs (ruh)
akan merasakan mati. Dia mengatakan, Aku tidak mempunyai nafs.
Dikatakan lagi, Semua yang berada di atasnya (dunia) akan musnah.
Dia menjawab, Aku tidak berada di atasnya. Dia mengatakan lagi,
Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah-Nya (Dia). Dia menjawab,
Aku bagian dari cahaya wajah-Nya. Setelah keadaan fana-nya
berlangsung lama, lalu para putranya memintanya untuk makan
walaupun sesuap. Hingga menjelang akhir hayatnya, para putranya
memaksakan untuk memasukkan makanan ke dalam perutnya. Dan
setelah makanan tersebut masuk, mereka mendengar suara (hatif).
Kalian telah bosan kepadanya, sedang kami menerimanya. Seandainya
kalian biarkan dia tidak makan, maka dia akan tetap bersama kalian.
Setelah wafatnya Muhammad bin Ali, perjalanan Tarekat Alawiyyah
lalu dikembangkan oleh para syekh. Di antaranya ada empat syekh
yang cukup terkenal, yaitu Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf (739),
10

Syekh Umar al-Muhdhar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (833 H), Syekh
Abdullah al-Aidarus bin Abu Bakar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (880
H), dan Syekh Abu Bakar al-Sakran (821 H). Selama masa para syekh
ini, dalam sejarah Ba Alawi, di kemudian hari ternyata telah banyak
mewarnai terhadap perkembangan tarekat itu sendiri. Secara umum,
hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri melalui para tokoh maupun berbagai
ajarannya dari masa para imam hingga masa syekh di Hadhramaut
yaitu yang pertama, adanya suatu tradisi pemikiran yang berlangsung
dengan tetap mempertahankan beberapa ajaran para salaf mereka dari
kalangan tokoh Alawi, seperti Al-Quthbaniyyah, dan sebutan Imam Ali
sebagai Al-Washiy, atau keterikatan daur sejarah Alawi dan Ba Alawi.
Termasuk masalah wasiat dari Rasulullah SAW. untuk Imam Ali sebagai
pengganti Nabi Muhammad SAW. Kedua, adanya sikap elastis terhadap
pemikiran yang berkembang yang mempermudah kelompok ini untuk
membaur dengan masyarakatnya, serta mendapatkan status sosial
yang

terhormat

masyarakat.

hingga

Ketiga,

mudah

mempengaruhi

berkembangnya

tradisi

warna

para

sufi

pemikiran
kalangan

khawwash (elite), seperti al-jamu, al-farq, al-fana bahkan al-wahdah,


sebagaimana yang dialami oleh Muhammad bin Ali (Al-Faqih alMuqaddam) dan Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf. Keempat, dalam
Tarekat Alawiyyah, berkembang suatu usaha pembaharuan dalam
mengembalikan tradisi tarekat sebagai Thariqah (suatu madzhab
kesufian yang dilakukan oleh seorang tokoh sufi) hingga mampu
menghilangkan formalitas yang kaku dalam tradisi tokoh para sufi.
Kelima, bila pada para tokoh sufi, seperti Hasan al-Bashri dengan zuhdnya, Rabiah al-Adawiyah dengan mahabbah dan al-Isyq al-Ilahi-nya,
Abu Yazid al-Busthami dengan fana-nya, al-Hallaj dengan wahdah alwujud-nya, maka para tokoh Tarekat Alawiyyah, selain memiliki
kelebihan-kelebihan itu, juga dikenal dengan al-khumul dan al-faqrunya. Al-khumul berarti membebaskan seseorang dari sikap riya dan
ujub, yang juga merupakan bagian dari zuhud. Adapun al-faqru adalah
suatu sikap yang secara vertikal penempatan diri seseorang sebagai
hamba di hadapan Khaliq (Allah) sebagai zat yang Ghani (Maha Kaya)
11

dan

makhluk

sebagai

hamba-hamba

yang

fuqara,

yang

selalu

membutuhkan nikmat-Nya. Secara horizontal, sikap tersebut dipahami


dalam pengertian komunal bahwa rahmat Tuhan akan diberikan bila
seseorang mempunyai kepedulian terhadap kaum fakir miskin.
Penghayatan ajaran tauhid seperti ini menjadukan kehidupan
mereka tidak bisa dilepaskan dari kaum kelas bawah maupun kaum
tertindas (mustadlafin). Syekh Abd. Al-Rahman Al-Saqqaf misalnya,
selama

itu

dikenal

dengan

kaum

fuqara-nya,

sedangkan

istri

Muhammad bin Ali terkenal dengan dengan ummul fuqara-nya.


F. Peranan Syekh Abdullah al-Haddad dalam Tarekat Alawiyyah
Syekh Abdullah bin Alwi al-Haddad atau Syekh Abdullah al-Haddad
tidak dapat dipisahkan dalam sejarah Tarekat Alawiyyah. Nama AlHaddad

ini

tidak

bisa

dipisahkan

karena

dialah

yang

banyak

memberikan pemikiran baru tentang pengembangan ajaran tarekat ini


di masa-masa mendatang. Ia lahir di Tarim, Hadhramaut pada 5 Safar
1044 H. Ayahnya, Sayyid Alwi bin Muhammad al-Haddad, dikenal
sebagai seorang yang saleh. Al-Haddad sendiri lahir dan besar di kota
Tarim dan lebih banyak diasuh oleh ibunya, Syarifah Salma, seorang
ahli marifah dan wilayah (kewalian).
Peranan al-Haddad dalam mempopulerkan Tarekat Alawiyyah ke
seluruh penjuru dunia memang tidak kecil, sehingga kelak tarekat ini
dikenal juga dengan nama Tarekat Haddadiyyah. Peran al-Haddad itu
misalnya, ia di antaranya telah memberikan dasar-dasar pengertian
Tarekat Alawiyyah. Ia mengatakan, bahwa Tarekat Alawiyyah adalah
Thariqah

Ashhab

Al-Yamin,

atau

tarekatnya

orang-orang

yang

menghabiskan waktunya untuk ingat dan selalu taat pada Allah dan
menjaganya dengan hal-hal baik yang bersifat ukhrawi. Dalam hal
suluk, al-Haddad membaginya ke dalam dua bagian.
Pertama, kelompok khashshah (khusus), yaitu bagi mereka yang
sudah sampai pada tingkat muhajadah, mengosongkan diri baik lahir
maupun batin dari selain Allah di samping membersihkan diri dari
segala perangai tak terpuji hingga sekecil-kecilnya dan menghiasi diri
12

dengan

perbuatan-perbuatan

terpuji.

Kedua,

kelompok

ammah

(umum), yakni mereka yang baru memulai perjalanannya dengan


mengamalkan serangkaian perintah-perintah as-Sunnah. Dengan kata
lain dapat disimpulkan bahwa Tarekat Alawiyyah adalah tarekat
ammah, atau sebagai jembatan awal menuju tarekat khashshah. Oleh
karena itu, semua ajaran salaf Ba Alawi menekankan adanya hubungan
seorang syekh (musryid), perhatian seksama dengan ajarannya, dan
membina batin dengan ibadah. Amal shaleh dalam ajaran tarekat ini
juga sangat ditekankan, dan untuk itu diperlukan suatu tarekat yang
ajarannya mudah dipahami oleh masyarakat awam.
Al-Haddad juga mengajarkan bahwa hidup itu adalah safar (sebuah
perjalanan menuju Tuhan). Safar adalah siyahah ruhaniyyah (perjalanan
rekreatif yang bersifat ruhani), perjalanan yang dilakukan untuk
melawan hawa nafsu dan sebagai media pendidikan moral. Oleh karena
itu, di dalam safar ini, para musafir setidaknya membutuhkan empat
hal. Pertama, ilmu yang akan membantu untuk membuat strategi.
Kedua, sikap wara yang dapat mencegahnya dari perbuatan haram.
Ketiga, semangat yang menopangnya. Lalu keempat, moralitas yang
baik yang menjaganya.
G. Amalan-Amalan Tarekat Alawiyah
Amalan-amalan dalam Tarekat Alawiyyah ada beberapa macam.
Pertama, al- Wiridul Latif. Ada beberapa macam :
1. Wirid Latif pagi dimulai dari setelah subuh sampai sebelum ashar.
2. Wirid Latif sore dimulai dari setelah subuh sampai waktu magrib.
3. Wirdul Kabir Al Mubarok dibaca sebelum subuh, dianjurkan di baca
pada waktu pagi dan sore.
Jika pembacaan wirid latif, contohnya pembacaan wirid ashar lewat
dari waktu subuh atau jika lupa untuk membacanya, bukan menjadi
sebuah masalah karena tujuan Tarekat alawiyah adalah menjadikan
seseorang Islam yang berdasarkan cinta dan bukanlah kekangan.
Seseorang yang masuk kedalam tarekat Alawiyyah harus memahami
tarekat Alawiyyah tersebut. Seseorang bernadzar untuk mengabdikan diri
kepada tarekat ini sampai mati dan melakukan semua amalan-amalan
13

yang ada dalam tarekat ini. Dalam tarekat tijaniyah ada dua macam
wajibah, yaitu wajib syarI dan wajib nazar. Wirid lazimah ini termasuk
pada wajib nazar.
Kedua, Ratib al Haddad dan al Attas . Ratib ini pembacaannya
dilakukan biasanya setelah magrin sampai Isya. Bacaannya ialah bacaan
doa yang masing masing sebanyak 3 kali, sholawat 25 kali, tahlil 50 kali,
Jauharatul kamal (membaca shalawat dan melakukan wudhu terlebih
dahulu serta membacanya harus di tepat yang suci). Jika seseorang
membaca akan tetapi terlambat maka di maafkan sebagai mana ajaran
Tarikat Alawiyah ini adalah kesadaran diri sendiri.
Ketiga, Wirid Syakron. Wirid Syakron bacaan ini tidak wajib. Kenapa
diberi nama syakron karena pengarangnya adalah Habib Abu Bakar
Assyakran, syakron artinya mabuk, mabuk dalam artian cinta kepada
Allah SWT. Waktu dibacakan wirid ini, lebih afdhol jika malam hari yaitu
membaca tahlil.
)(Bacaan Rattib Al-Attas



,





















.

(...
)







) (










(






















)( )







)(









.

)(







)





.
) (
(




.







) (
) (
.
















) (
.
) (

) (




.






)(

.

.




,

.










(


) (


)

14




)
(




.


)(




(

)



( .




.
) (
)






























Kemudian membaca :













,
,









,











.

,
















,










,




.












,


















,

,

(

(





















.





,

,


,










(
)




.







Kemudian membaca :

,





.













15







,







,
,
,


.































,






.







.









,










,











.


,











,















,













.




,














H. Perbedaan antara Tarekat Alawiyyah dengan Tarekat lain


Perbedaan antara Tarekat Alawiyyah dengan tarekat lainnya adalah
tidak adanya kekangan terhadap semua amalan serta tidak diwajibkan
pembaiatan. Saat setelah menerapkan bacaan wirid-wiridnya maka
secara langsung dia termasuk pengikut Tarekat Alawiyyah. Nilai yang
dijaga oleh Tarekat Alawiyyah adalah menjaga apa yang sudah
diwajibkan oleh Allah kepada kita dan melakukan sunnah-sunnah yang
ada, maqom (kedudukan) bukanlah sebuah yang dicari-cari untuk
menjadi pemimpin sebuah tarekat, akan tetapi kebersihan hati dan
baiknya amal perbuatanlah yang ditekankan dalam tarekat ini.
Perbedaan pendukung lainnya terletak pada adanya perbedaan di
diantaranya

masalah,

banyak

dalam

mereka

tokoh-tokoh

antara

tentang masalah wirid. Hampir setiap tokoh mempunyai wirid sendiri,


dan ini tidak ditemukan dalam tradisi tarekat-tarekat yang ada. Selain
itu, tidak ada aturan khusus dalam mengamalkan wirid tersebut.
Seandainya ada syarat mendapat ijazah dalam mengamalkan suatu
wirid, itu hanya merupakan afdhaliyyah (keutamaan), bukan suatu
keharusan. Disini tampak secara jelas bahwa Tarekat Alawiyyah bukan
tarekat, hanya suatu tradisi dari kalangan Ba Alawi dari Hadhramaut,
Yaman Selatan.
16

Dilihat dari pendapat Hb. Abdullah Al-Haddad yang menerangkan


bahwa Tarekat BaAlawi ialah tarekat-nya para sayyid dari keturunan
Ali (Al-Alawiyyin) dari jalur Imam Husain yang ada di Hadhramaut.
Tarekat mereka berdasarkan Al-Quran, Al- Sunnah, riwayat-riwayat
yang benar, dan ajaran para salaf yang mulia. Para salaf BaAlawi
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan lainnya karena mereka
mendapatkan ajaran sesuai dengan urutan nasab mereka, yakni dari
anak, ke ayah, kakek, dan begitu seterusnya kepada Nabi Saw.
Syaikh Al-Haddad juga melihat bahwa dari semua ajaran salaf
BaAlawi, dapat disimpulkan secara umum bahwa ajaran tarekat
mereka ialah menekankan adanya hubungan dengan seorang syaikh
(guru pembimbing dalam ibadah), perhatian secara seksama dengan
ajarannya, dan membina batin/sirr (dengan ibadah). Selain itu, tarekat
ini

juga

menekankan

akan

pentingnya

amal.

Oleh

karena

itu,

dibutuhkan suatu tarekat yang ajarannya mudah dilakukan dan


dipahami oleh masyarakat awam (pada umumnya). Secara terperinci
Syaikh Al-Haddad mengatakan bahwa hidup ini adalah safar (sebuah
perjalanan menuju Tuhan). Safar adalah suatu cara untuk melakukan
perlawanan terhadap hawa nafsu, dan sebagai media pendidikan moral.
Seorang Musafir membutuhkan empat hal. Pertama, ilmu yang akan
membantu untuk membuat strategi. Kedua, sikap wara yang dapat
mencegahnya

dari

perbuatan

haram.

Ketiga,

semangat

yang

menopangnya. Lalu keempat, moral yang baik yang menjaganya.


Syaikh Ahmad bin Zain Al-Habsyi mengatakan bahwa Tarekat
Alawiyyah menekankan pada ilmu dan amal, wara dan khauf (takut),
serta ikhlas hanya untuk-Nya. Kelima ajaran ini merupakan bagian
penting dalam tahapan awal seseorang menjadikan hatinya bersih dari
berbagai macam penyakit hati hingga diterima oleh Tuhannya.

17

Bab III
Kesimpulan

Tarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat dari 41 lebih tarekat Mutabarah yang
ada di Indonesia dan secara Internasional diakui. Nama lain Tarekat Alawiyyah ini adalah
Tarekat Alawiyyin, meskipun kata Alawiyin lebih tepat jika disebut untuk para jamaahnya
atau mereka (muslim), yang telah mengapresiasikan amalan-amalan tarekat ini. Sebelum
populer dengan Tarekat Alawiyyah, nama lain tarekat ini ialah Bani Alawi, BaAlawi, atau
Al Abi Alawi yang ke tiganya khusus sebagai penyebutan untuk penganut atau pengamal dari
kalangan keluarga Alawiyyin itu sendiri, yang notabennya dari kalangan para sayyid atau
sayyidah keturunan Rasulullah SAW.
Tarekat Alawiyyah adalah suatu tarekat yang ditempuh oleh para
salafis sholeh. Dalam tarekat ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Quran)
dan As-Sunnah (Al-Hadist) kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan
suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan
kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah SAW. Penjelasan
18

di atas diambil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan
dari beberapa kitab lain. Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa
Tarekat As-Saadah Bani Alawi ini diwariskan secara turun temurun oleh
leluhur (salaf) mereka yaitu dari kakek kepada kepada ayah, kemudian
kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya, mereka
menyampaikan tarekat ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh
karenanya, tarekat ini dikenal sebagai tarekat yang langgeng sebab
penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati. Dari situlah
dapat diketahui, bahwasanya tarekat ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan
As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya.
Dalam

perkembangannya,

Tarekat

Alawiyyah

mengembangkan

metode Taqarubilallah (Pendekatan Diri) ini melalui Awrad/ wirid, Ahzab/


Hizib, Adzkar/ Dzikir, serta ritual seremonial seperti salah satu contohnya
yaitu Maulid Nabi, melalui hal-hal tersebut mereka diharapkan lebih
mencintai yang disertai mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Selain
itu, tarekat ini juga mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah
(bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama
Allah (Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian
dari As-Saadah Bani Alawi pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar
ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang
menjadi ulama besar dan panutan umat di zamannya. Banyak pula dari
mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan
Allah, mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan
penuh kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat
berpedoman pada Al-Quran dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan
keluhuran akhlak dari para pendiri dan penerusnya, tarekat ini mampu
mengatasi tantangan zaman dan tetap eksis sampai saat ini.

19

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Al-Imam. Al-alam An-Nibros. Mesir: Isa Al-Khalabi.
Alaydrus, Muhammad. Jalan nan Lurus: Sekilas Pandang Tarekat Bani
Alawi. Surakarta: Taman Ilmu. 2006.
Ibrahim, Umar. Thariqah Alawiyyah. Bandung: Mizan Media Utama.
2001.

Wesite:

20

http://www.sufinews.com/index.php/Thoriqoh/tarekat-alawiyyah/Halaman2.suf
http://www.sufinews.com/index.php/Thoriqoh/thoriqoh/alawiyyah
http://www.iqra.net/site/RatibAlHaddadArabic
http://www.alhawi.net/ratib_al.htm
http://www.bamah.net/2011/05/thariqah-%E2%80%98alawiyyah
http://www.majelisrasulullah.org/index.php?
option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&id=24052&catid=10

21

Anda mungkin juga menyukai