Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama 14 abad sejarah Islam, terdapat studi yang berkesinambungan tentang berbagai
isu ekonomi dalam pandangan syariah. Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut terkubur
dalam berbagai literature hukum Islam yang tentu saja tidak memberikan perhatian khusus
terhadap analisis ekonomi. Sekalipun demikian, terdapat beberapa catatan para cendekiawan
muslim yang telah membahas berbagai isu ekonomi tertentu secara panjang, bahkan di antaranya
memperlihatkan suatu wawasan analisis ekonomi yang sangat menarik.
Diantara pembahasan para cendikiawan adalah beberapa madzhab tentang
perekonomian islam pada era kontemporer, yaitu madzhab Iqtishaduna, madzhab Mainstream,
madzhab pemikiran alternatif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pola pemikiran ekonomi islam pada periode kontemporer?
2. Bagaiman pola pemikiran tokoh madzhab Mainstream?

BAB II
PEMBAHASAN
A. POLA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA PERIODE KONTEMPORER
Dalam perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat
dengan ekonomi perbankan secara islami, maka ekonomi islam mempunyai tantangan besar
dalam menghadapinya. Diantaranya adalah: pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan
keuangannya. Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat meningkatkan dan menjamin
kelangsungan hidup serta kesejahteraan umat, dapat menghapus kemiskinan dan pengangguran,
serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri. Ketiga, mengenai perangkat peraturan: hukum
dan kebijakan baik dalam skala nasional dan internasional.[1]
Ekonomi islam tidak bisa begitu saja terlepas dari ekonomi konvensional. Paradigma
ekonomi konvensional akan tetap berfungsi dalam membentuk paradigma ekonomi islam dan
pelaksanaannya. Terdapat beberapa pandangan/madzhab yang populer dalam era kontemporer
ini, diantaranya adalah madzhab iqtishaduna yang dipelopori oleh Baqr as-Sadr. Madzhab ini
memandang bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan hukum islam karena
keduanya berangkat dari folosofi yang bertolak belakang. Disamping itu teori-teori yang
dikembangkan oleh ekonomi konvesional akan ditolak dan tidak dipergunakan sama sekali,
sebagai gantinya madzhab ini menyusun teori-teori baru tentang ekonomi yang sumbernya
langsung dari al-Quran dan as-Sunnah.
Selanjutnya terdapat satu madzhab yang bertolak belakang dengan madzhab baqir,
yaitu madzhab Mainstream. Madzhab ini tidak meninggalkan teori konvesional secara sekaligus,

karena madzhab ini punya pandangan bahwa semua permasalahan ekonomi hampir tidak ada
bedanya dengan pandangan konvesional. Letak perbedaanya hanya terdapat di cara
menyelesaikan masalah ekonomi tersebut.
Berikutnya terdapat madzhab Alternatif, yang berpandangan bahwa analitis kritis tidak
hanya dilakukan di sistem ekonomi sosialisme dam kapitalisme saja, bahkan harus dilakukan di
ekonomi islam itu sendiri. Madzhab ini juga mengkritik madzhab-madzhab lainnya, madzhab
Baqr dianggap berusaha menemukan teori baru yang sebenarnya telah ditemukan orang lain.
Madzhab Mainstream dianggap sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik hanya saja di madzhab
ini menghilangkan unsur riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.[2]
Dalam hakikatnya nilai-nilai dasar ekonomi syariah dengan background tauhid harus
meliputi: kepemilikan (ownership), keseimbangan (equilibrium), dan keadilan (justice). Ketiga
nilai dasar tersebut dapat diperincikan sebagai berikut:[3]
1.
Kepemilikan (ownership)
Pemilikan terletak pada kemanfaatanya dan bukan mengusai secara mutlak terhadap sumbersunber ekonomi
Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia, jika orang itu mati maka harus didistribusikan
kepada ahlu warisnya menurut ketentuan islam. Sebagaimana firman Allah :

Diwajibkan atas kamu, jika seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara adil
dan baik, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.[4]
Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut
kepentingan umum atau hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau
dikuasai negara.
2. Keseimbangan (equilibrium), yang pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah
laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimory), dan
menjauhi keborosan (extravagance).
3. Keadilan (justice). Keadilan dalam masalah ekonomi:
a) Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak islam.
b) Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi. Artinya keadilan dalam produksi dan
konsumsi.
.
B. POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB MAINSTREAM
Ekonomi islam mempunyai dua sifat dasar yaitu, Rabbani dan Insani. Disebut
Rabbani karena ekonomi islam sarat dengan tujuan dan nilai-nilai Ilahiyyah sedang disebut
Insani karena sistem ekonomi islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan manusia.
Atas dasar hal ini maka muncullah konsep-konsep. Antara lain:
1.

Konsep tauhid

Konsep ini menjelaskan tentang keesaan Allah, yakni bagaimana hubungan manusia
dengan Allah serta hubungan dengan sesamanya dan alam sekitar. Sebagaiamana firman Allah:

.
Dan tidaklah aku jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk menyembah dan beribadah
kepaaku.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa hidup manusia penuh dengan pengabdian
kepada Allah SWT, bukan hanya pada ibadah khusus seperti sholat, zakat, dan haji, bahkan
mencakup seluruh aktivitas manusia termasuk aktivitas dibidang ekonomi.
2.

Konsep Rububiyyah
Peraturan yang ditetapkan Allah bertujuan untuk memelihara dan menjaga kehidupan
manusia ke arah kesempurnaan dan kemakmuran. Oleh karena itu manusia dituntut untuk
mencari dan menjaga rezeki yang diberikan Allah.

3.

Konsep Khalifah
Manusia sebagai kholifah di muka bumi adalah sebuah qodrat dari Allah SWT. Hal ini
merupakan rumusan untuk membina konsep ekonomi islam, dan sekaligus sebagai falsafah
ekonomi islam. Manusia yang telah diberi amanah sebagai kholifah haruslah merealisasika
kesejahteraan yang seharusnya menjadi tujuan ekonomi islam.

4.

Konsep Tazkiyah
Konsep ini adalah konsep yang membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlaq,
sebagaimana misi dari dakwah nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlaq.[5]
Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.


Dari keempat konsep tersebut seorang tokoh madzhab mainstream yang bernama Dr.
Monzer Kahf, ketua Economist Group Association of Muslim Social Scientist, USA, dan salah
seorang ekonom di Islamic Reserch dan Training Institute Islamic Devolepment Bank (IRTIIDB), mempunyai pandangan bahwa ekonomi adalah sebagai bagian tertentu dari agama. Beliau
juga adalah orang yang pertama mengaktualisasi analisis penggunaan beberapa institusi islam
(misal zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi, dan pendapatan.
[6]
Beliau mempunyai asumsi dasar yakni tetntang islamic man. Baginya, semua oarang
yang berkeinginan untuk menerima paradigma islam maka dia dapat disebut sebagai Islamic
Man. Jadi orang islam tidak harus muslim. Apabila seseorang terbiasa menerima tiga pilar
ekonomi islam maka pemikiran dan segala apa yang diputuskan akan berbeda dengan orang yang
menjalankan ekonomi konvesional. Adapun tiga pilar tersebut adalah:
Segala sesuatu adalah mutlak milik Allah, dan umat manusia sebagai kholifah-Nya (memiliki
hak / bertanggungjawab)
Tuhan itu satu, hanya hukum Allah yang dapat diperlakukan
Kerja adalah kebijakan, dan kemalasan adalah sifat buruk; oleh karena itu diperlukan sikap
memperbaiki diri sendiri.[7]

a.
b.
c.
d.

Teori konsumsi dalam ekonomi islam juga mengenal rasionalisme. Rasionalisme adalah
salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat
dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan.
Rasionalisme dalam islam dinyatakan sebagai alternative yang konsisten dengan nilai-nilai
Islam.
Seorang dapat dianggap rasional menurut islam apabila dia melakukan hal-hal berikut:
Menghindarkan diri dari sikap israf (berlebih-lebihan melampauhi batas)
Mengutamakan akhirat dari pada dunia
Konsisten dalam prioritas pemenuhan keperluan
Memperhatikan etika dan norma

Adapun konsep asas rasionalisme islam menurut Monzer Kahf adalah konsep
kesuksesan, jangka waktu perilaku konsumen, konsep kekayaan, konsep barang, etika konsumen.
Dan kelima konsep terebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Konsep kesuksesan
Dalam dunia islam tidak pernah mengungkiri orang menjadi sukses dalam perekonomian.
Namun kesuksesan tersebut tidak hanya kesuksesan duniawi saja akan tetapi juga kesuksesan
kelak hari kiamat yaitu mencapai ridlo ilahi. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur
dengan moral agama Islam.
Jangka waktu perilaku konsumen
Kehidupan manusia di dunia hanyalah sementara dan ada kehidupan yang lebih kekal yakni
kehidupan akhirat. Maka dalam mencapai kepuasan harus ada keseimbangan antara dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, keuntungan di dunia sanggup dikorbankan demi kepuasan di akhirat.
Konsep kekayaan
Dalam islam kekayaan adalah amanah dari Allah SWT untuk mencapai kesuksesan dan kepuasan
di hari kiamat kelak, kebalikannya konvesional memandang kekayaan sebagai hak individu dan
merupakan pengukur tahap pencapaian mereka di dunia.
Konsep barang
Dalam Al-Quran barang dibagi menjadi dua: at-thoyyibah (baik, bersih, dan suci serta berfaedah)
dan al-rizq (rezeki, anugrah, dan hadiah dari Allah) yang semuanya mengandung halal dan
haram. Sedang dalam pandangan ekonomi islam barang di bagi menjadi tiga: dloruriyyat (barang
primer), hajiyyat (barang sekunder), dan tahsiniyyat (barang tersier). Dalam penggunaan barangbarang tersebut harus memperhatikan maqoshid al-syarah (tujuan-tujuan syariah).
Etika konsumen
Agama islam tidak melarang manusia untuk menggunakan barang dalam mencapai kepuasan
selagi manusia itu tidak mengkonsumsi barang yang haram dan yang merusak dirinya. Tetapi
islam melarang menggunakan barang dengan niat isrof (pembadziran) dan tabdzir (spending in
the wrong way) misal, suap dan berjudi.[8]
Monzer kahf juga mengembangkan pemikirannya di bidang konsumsi islam dengan
memperkenalkan Final Spending (FS) sebagai variable standar dalam melihat kepuasan
maksimum yang diperoleh konsumen muslim. Salah satunya dimulai dengan melihat adanya
asumsi bahwa secara khusus institusi zakat diasumsikan sebagai sebuah bagian dari struktur
sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat merupakan keharusan bagi muzakki. Oleh karena
itu, meskipun zakat sebagai spending yang memberikan keuntungan, namun karena sifat dari

zakat yang tetap, maka diasumsikan di luar Final spending. Rumus Final Spending bagi individu
menurut analisa Kahf adalah:
FS = (Y-S) + (S-SZ)
FS = (Y-SY) + (SY-ZSY) atau
Fs = Y (I-ZS)
Keterangan : FS = Final Spending
s = Presentasi Y yang ditabung
Y = Pendapatan
S = Total tabungan
Z = Presentasi zakat
Semakin tinggi s maka semakin kecil FS.[9]

BAB III
KESIMPULAN
Dalam era kontemporer ada tiga madzhab dalam ekonomi islam. diantaranya adalah
iqtishaduna yang berpendapat ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa sejalan dengan islam.
Keduanya tidak pernah dapat disatukan karena berangkat dari filosofi yang saling kontradiktif,
mainstream yang berpendapat bahwa masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan
pandangan ekonomi konvensional. Hanya saja letak perbedaannya terletak pada cara
menyelesaikan masalah tersebut, alternatif yang berpendapat analitis kritis bukan saja harus
dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga tehadap ekonomi islam itu sendiri.
Dr. Monzer Kahf mempunyai pandangan bahwa ekonomi adalah sebagai bagian tertentu
dari agama. Beliau juga adalah orang yang pertama mengaktualisasi analisis penggunaan
beberapa institusi islam (misal zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi,
konsumsi, dan pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA
Hulwati, Ekonomi Islam, Jakarta: Ciputat Press Group, 2009

Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2010
Nor Chamidi, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Departemen Agama RI, Al-quran dan terjemahnya, Bandung: CV Penebit Jumanatul Ali, 2007
http://ke-kampus.blogspot.com/2009/06/sekilas-tentang-mahzab-dalam-ekonomi.html
www.google.com Konsep Asas Rasionalisme Islam Menurut Mozer Kahf
Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, ( Bandung: Alfabeta, 2010 ),
hlm. viii
[2] http://ke-kampus.blogspot.com/2009/06/sekilas-tentang-mahzab-dalam-ekonomi.html
[3] Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, ( Bandung: Alfabeta, 2010 ),
hlm.21
[4] Departemen Agama RI, Al-quran dan terjemahnya, (Bandung: CV Penebit Jumanatul Ali,
2007), hlm. 27
[5] Hulwati, Ekonomi Islam, ( Jakarta: Ciputat Press Group, 2009), hlm.1-3
[6] www.google.com Konsep Asas Rasionalisme Islam Menurut Mozer Kahf
[7] Nor Chamidi, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 386
[8] Ibid, hlm.389-390
[9] www.google.com Konsep Asas Rasionalisme Islam Menurut Mozer Kahf
[1]

Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer


PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER[1]
Oleh: Abdul Gafur[2]
Pemikiran ekonomi Islam kontemporer ini merupakan buah pikiran dari para ekonom
Muslim pada abad ke-20 Masehi. Jika dalam pemikiran ekonomi Islam klasik dibagi menjadi 3
fase, maka pemikiran ekonomi Islam kontemporer ini dibagi menjadi 3 aliran, yaitu aliran
Iqtishdun, aliran Mainstream, dan aliran Alternatif. Masing-masing dari ketiga aliran ini
memiliki corak pemikiran yang berbeda-beda.
1. Aliran Iqtishdun
Corak utama dari aliran ini adalah pemikirannya tentang masalah ekonomi yang muncul
karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat dari sistem ekonomi
yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki
akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara yang lemah tidak
memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu, masalah

ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang tidak terbatas, tetapi karena keserakahan
manusia yang tidak terbatas.
Aliran ini menolak pernyataan yang menyatakan bahwa masalah ekonomi disebabkan
oleh adanya keinginan manusia yang tak terbatas sementara sumber daya alam yang tersedia
jumlahnya terbatas. Karena hal tersebut bertentangan dengan firman Allah: Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Q.S. al-Qamar: 49).
Aliran ini dipelopori oleh Baqir Sadr. Nama aliran ini pun diambil dari nama karyanya
Iqtishdun. Menurutnya, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang dipilih oleh Islam untuk
dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah
ekonomi praktis sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. Baginya, Islam tidak mengurusi
hukum permintaan dan penawaran ... (tidak pula) hubungan antara laba dan bunga bank ... (tidak
pula) fenomena diminishing returns di dalam produksi, yang baginya merupakan ilmu
ekonomi. Jadi menurutnya, ekonomi Islam adalah doktrin karena ia membicarakan semua
aturan dasar dalam kehidupan ekonomi dihubungkan dengan ideologinya mengenai keadilan
sosial. Sebagai doktrin, sistem ekonomi Islam juga berhubungan dengan pertanyaan apa yang
seharusnya berdasarkan kepercayaan, hukum, konsep dan definisi yang diambil dari Al-Quran
dan Hadits. Di dalam doktrin ekonomi Sadr, keadilan menempati posisi sentral, sehingga
menjadi tolak ukur untuk menilai teori, kegiatan dan output ekonomi.
2. Aliran Mainstream
Corak utama dari pemikiran aliran ini adalah kebalikan dari aliran Iqtishdun dalam
memandang masalah ekonomi. Menurut aliran ini, masalah ekonomi timbul memang
dikarenakan kelangkaan (scarcity) Sumber Daya Alam sementara keinginan manusia tidak
terbatas. Untuk itu, manusia diarahkan untuk melakukan prioritas dalam memenuhi segala
kebutuhannya. Dan keputusan dalam menentukan skala prioritas tersebut tidak dapat dilakukan
semaunya sendiri karena dalam Islam sudah ada rujukannya sesuai dengan Al-Quran dan AsSunnah.
Aliran ini ditokohi oleh 4 tokoh utama, yaitu Muhammad Abdul Mannan, Muhammad
Nejatullah Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqvi, dan Monzer Kahf.
a. Muhammad Abdul Mannan.
Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya; Islamic Economics: Theory
and Practice (1970) dan The Making of Islamic Economic Society (1984). Ia mendefinisikan
ekonomi Islam sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ketika ekonomi Islam dihadapkan pada masalah
kelangkaan, maka bagi Mannan, sama saja artinya dengan kelangkaan dalam ekonomi Barat.
Bedanya adalah pilihan individu terhadap alternatif penggunaan sumber daya, yang dipengaruhi
oleh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurut Mannan, yang membedakan
sistem ekonomi Islam dari sistem sosio-ekonomi lain adalah sifat motivasional yang
mempengaruhi pola, struktur, arah dan komposisi produksi, distribusi dan konsumsi. Dengan
demikian, tugas utama ekonomi Islam adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
asal-usul permintaan dan penawaran sehingga dimungkinkan untuk mengubah keduanya ke arah
distribusi yang lebih adil.
b. Muhammad Nejatullah Siddiqi.
Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karya-karyanya; The Economic Enterprise in
Islam (1971) dan Some Aspects of The Islamic Economy (1978). Ia mendefinisikan ekonomi
Islam sebagai respon para pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi pada

zaman mereka masing-masing. Dalam usaha ini, mereka dibantu oleh Quran dan Sunnah, baik
sebagai dalil dan petunjuk maupun sebagai eksprimen. Siddiqi menolak determinisme ekonomi
Marx. Baginya, ekonomi Islam itu modern, memanfaatkan teknik produksi terbaik dan metode
organisasi yang ada. Sifat Islamnya terletak pada basis hubungan antarmanusia, di samping pada
sikap dan kebijakan-kebijakan sosial yang membentuk sistem tersebut. Ciri utama yang
membedakan perekonomian Islam dan sistem-sistem ekonomi modern yang lain, menurutnya,
adalah bahwa di dalam suatu kerangka Islam, kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi
merupakan sarana untuk mencapai tujuan spritual dan moral. Oleh karena itu, ia mengusulkan
modifikasi teori ekonomi Neo-Klasik konvensional dan peralatannya untuk mewujudkan
perubahan dalam orientasi nilai, penataan kelembagaan dan tujuan yang dicapai.
c. Syed Nawab Haidar Naqvi.
Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karyanya; Ethics and Economics: An Islamic
Synthesis (1981). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai perilaku muslim sebagai
perwakilan dari ciri khas masyarakat muslim. Ada 3 tema besar yang mendominasi pemikiran
Naqvi dalam ekonomi Islam. Pertama, kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari upaya
manusia yang lebih luas untuk mewujudkan masyarakat yang adil berdasarkan pada prinsip etika
ilahiyyah, yakni keadilan (Al-Adl) dan kebajikan (Al-Ihsn). Menurutnya, hal itu berarti bahwa
etika harus secara eksplisit mendominasi ekonomi dalam ekonomi Islam, dan faktor etika inilah
yang membedakan sistem ekonomi Islam dari sistem ekonomi lainnya. Kedua, melalui prinsip
Al-Adl wa Al- Ihsn, ekonomi Islam memerlukan suatu bias yang melekat dalam kebijakankebijakan yang memihak kaum miskin dan lemah secara ekonomis. Bias tersebut mencerminkan
penekanan Islam terhadap keadilan, yang ia terjemahkan sebagai egalitarianisme. Ini adalah
suatu butir penting yang sering kali ia tekankan dalam tulisannya. Dan ketiga adalah
diperlukannya suatu peran utama negara dalam kegiatan ekonomi. Negara tidak hanya berperan
sebagai regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia (supplier) kebutuhan dasar, tetapi juga
sebagai partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik di pasar barang maupun faktor
produksi, demikian pula negara berperan sebagai pengontrol sistem perbankan. Ia melihat negara
Islam sebagai perwujudan atau penjelmaan amanah Allah tatkala ia meletakkan negara sebagai
penyedia, penopang dan pendorong kegiatan ekonomi.
d. Monzer Kahf.
Pemikiran ekonominya dituangkan dalam karyanya; The Islamic Economy: Analytical of
The Functioning of The Islamic Economic System (1978). Ia tidak mengusulkan suatu definisi
formal bagi ekonomi Islam, tetapi karena ilmu ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia
dalam hal produksi, distribusi dan konsumsi, maka ekonomi Islam, menurutnya, dapat dilihat
sebagai sebuah cabang dari ilmu ekonomi yang dipelajari dengan berdasarkan paradigma (yakni
aksioma, sistem nilai dan etika) Islam, sama dengan studi ekonomi Kapitalisme dan ekonomi
Sosialisme. Dengan pandangannya ini, ia mencela kelompok-kelompok ekonom Islam tertentu.
Ia menengarai suatu kelompok yang mencoba untuk menekankan dengan terlalu keras perbedaan
antara ekonomi Islam dan Barat. Kelompok itu tidak memahami bahwa perbedaan antara
keduanya sebenarnya terletak pada filosofi dan prinsipnya, bukan pada metode yang digunakan.
Di pihak lain, terdapat juga kelompok lain yang secara implisit menerima asumsi-asumsi
ekonomi Barat yang sarat nilai. Kelompok lain yang ia tegur adalah mereka yang mecoba
menyamakan antara ekonomi Islam dan Fiqih Muamalat. Kelompok ini, menurutnya, telah
menyempitkan ekonomi Islam sehingga hanya berisi sekumpulan perintah dan larangan saja,
padalah seharusnya mereka membicarakan hal-hal seperti teori konsumsi atau teori produksi.
Semua kelompok tersebut tidak memahami posisi ekonomi Islam dalam kerangka atau

kategorisasi cabang ilmu pengetahuan serta tidak pula bisa memisah-misahkan berbagai seginya
seperti filosofinya, prinsip atau aksiomanya, serta fungsi aktualnya.
3. Aliran Alternatif
Aliran ini dikenal sebagai aliran yang kritis secara ilmiah terhadap ekonomi Islam, baik
sebagai ilmu maupun sebagai peradaban. Aliran ini mengkritik kedua aliran sebelumnya. Aliran
Iqtishdun dikritik karena dianggap berusaha menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya
sudah ditemukan tokoh-tokoh sebelumnya, sedangkan aliran Mainstream dikritik sebagai
jiplakan ekonomi aliran Neo-Klasik dan Keynesian dengan menghilangkan unsur riba serta
memasukkan variabel zakat dan akad, sehingga tidak ada yang orisinil dari aliran ini. Namun
aliran ini tidak hanya mengkritik ekonomi Islam saja, ekonomi konvensional pun juga telah
dikritik.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah Timur Kuran, Sohrab Behdad, dan Abdullah Saeed.
a. Timur Kuran.
Ia adalah seorang dosen ekonomi di Southern California University, USA. Pemikirannya
bisa ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; The Economyc System in Contemporary
Islamic Thought: Interpretation and Assessment, dalam International Journal of Middle East
Studies Volume 18 tahun 1986, dan On The Notion of Economic Justice in Contemporary
Islamic Thought, dalam International Journal of Middle East Studies Volume 21 tahun 1989.
b. Sohrab Behdad.
Pemikirannya dapat ditemukan dalam tulisan artikelnya yang berjudul Property Rights
in Contemporary Islamic Economic Thought: A Critical Perspective dalam jurnal Review of
Social Economy Volume 47 tahun 1989.
c. Abdullah Saeed.
Ia adalah seorang Profesor Studi Arab-Islam di University of Melbourne, Australia.
Pemikirannya bisa ditemukan dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; Islamic Banking in
Practice: A Critical Look at The Murabaha Financing Mechanism dalam Journal of Arabic,
Islamic & Middle Eastern Studies tahun 1993, dan The Moral Context of The Prohibition of
Riba in Islam Revisited dalam American Journal of Islamic Social Science tahun 1995.
d. Abu ala al- maududi
Abu ala al- maududi adlah seirang pemikir islam pada fase ke tiga ( 850-1350 H) yang biasa di
sebut dengan masa modern atau kontemporer. Beliau hanya membicarakan tentang sistem
ekonomi yang sekarang terkenal didunia yaitu perbedaan pada sistem kapitalis , komunis, dan
islam sistem ekonomi islam dan sendi- sendinya.
Abu a la dilahirkan pada 3 rajab 1321H/25september 1903 di Aurangbad, sebuah kota yang
terkenal di Hyberad ( Deccan). Beliau dilahirkan dalam keluarga yang religius dan masih
mempunyai hubungan erat dengan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama Abu hasan
seorang pengacara yang terkenal sebagai orang yang alim dan rajin beribadah.
Pendidikan Abu ala dimiliki di Madrasah Furqoniyah. Sebuah sekolah menengah yang
mencoba menerapkan sistem pendidikan naral modern dan islam tradisional. Ketika beliau
sedang melanjutkan pendidikan S-1di Darul Ulum Hyberad, perkuliahannya terganggu karena
kematian ayahnya
Setelah kematian ayahnya, beliau menekuni bidang penulisan. Tulisan beliau banyak mencakup
bidang politik, social, ekonomi, kebudayaan dan agama. Sekitar tahun 1920 Maududi
menunjukkan minatnya terhadap politik dengan menggabungkan gerakan khilafat yang mana
berasosiasi dengan tahrik e hijrat, sebuah perkumpulan yang menentang penjajahan Inggris di

India. Bagaimanapun ia merasakan bahwa kepemimpinan gerakan tersebut adalah salah satu
tujuan dan strategi gerakan. Melalui bukunya Al- jihad fil Islam beliau menceritakan
kehidupan yang dialaminya di perkumpulan tersebut. Pada tanggal 22 september 1979, beliau
meninggal dunia di kediamannya, Icha (Lahore) setelah penderitaan lama yang dialaminya
sejak tahun 1972.

Anda mungkin juga menyukai