Anda di halaman 1dari 24

SATUAN ACARA PENYULUHAN

HALUSINASI

Ns.Winarianti, S.Kep
DISUSUN OLEH
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Muthia Nanda Sari


Jansen Pangkawira
Bagus Febry Hariandi
Nur Indah Wahyuni
Lily Seftiani
Agung Tri Putra
Arief Widodo
Khairunnisa
Rima Putri A

I1032141001
I1032141013
I1032141014
I1032141016
I1032141021
I1032141028
I1032141033
I1032141034
I1032141043

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Topik Pembahasan

: Gangguan Sensori Persepsi

Sub Pokok Bahasan

: Halusinasi

Sasaran

: Klien dengan Halusinasi

Tempat
Waktu
I

II

: Ruang Melati
: Jumat, 21 oktober 2016
Tujuan Instruksional Umum
Setelah menerima terapi aktivitas kelompok selama 1x35 menit diharapkan pasien
mampu tentang cara mengenal halusinasi.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah menerima terapi aktivitas kelompok tentang halusinasi selama 1 kali x 35
menit, diharapkan pasien mampu :
A Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengenal Halusinasi
B Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengontrol Halusinasi
dengan Menghardik
C Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengontrol Halusinasi
dengan Kegiatan
D Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mencegah Halusinasi
dengan Bercakap-cakap
E Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengontrol Halusinasi

III
IV

dengan Minum Obat


Materi
A Infokus
Metode
A Ceramah
B Demonstrasi
C Tanya jawab
Pengorganisasian
1 Leader
: Rima Putri Ani
2 Co leader
: Nur Indah Wahyuni
3 Fasilitator
: Agung Tri Putra
4 Observer
: Siska Putri Utami, Lily Seftiani, Jannsen Pangkawira, Arief W
5 Klien
: Muthia Nanda Sari, Khairunnisa, Bagus Febry

VI

VII

Setting Tempat

Kegiatan

Keterangan
: Leader
: Co Leader
:Observer
:Klien
:Fasilitator

NO
VIII1

TAHAP

KEGIATAN

Persiapan

WAKTU
Menyiapkan Pasien

2 menit

Halusinasi
2

alu

Menyiapkan Alat dan

asi

Media
3

Perawat mempersiapkan

Orientasi

1
2
3

diri
Perkenalan
Menjelaskan tujuan
Kontrak waktu

3.

Kerja

1
2

SP 1 ( Mengenal Halusinasi)
SP 2 ( Mengontrol Halusinasi

dengan Menghardik)
SP 3 ( Mengontrol Halusinasi

3 menit

25 menit

dengan Kegiatan)
4 SP 4 ( Mencegah Halusinasi
5

dengan Bercakap-cakap)
SP 5 ( Mengontrol Halusinasi
dengan Minum Obat)

4.

Terminasi

Melakukan evaluasi secara subjektif


( perasaan pasien setelah mengikuti

pendidikan kesehatan)
2 Penyaji melakukan evaluasi secara
objektif(
3

perasaan

pasien

setelah

mengikuti pendidikan kesehatan)


Penyaji bersama pasien membuat
rencana tindak lanjut terkait topic
pendidian

kesehatan

mengaplikasikan
sehari-hari
kegiatan
1 Standart Persiapan

Ev

dalam

untuk
kehidupan

menit

2
3

a Menyiapkan terapi aktivitas kelompok


b Menyiapkan tempat
Standart Proses
Pasien dapat berkerja sama dalam melakukan terapi aktivitas kelompok
Evaluasi Hasil
a. Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengenal Halusinasi
b. Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengontrol Halusinasi
dengan Menghardik
c. Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengontrol Halusinasi
dengan Kegiatan
d. Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mencegah Halusinasi
dengan Bercakap-cakap
e. Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok pasien dapat mengontrol Halusinasi

IX

dengan Minum Obat


Lampiran
Materi

BAB I
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Stimulasi Persepsi Kognitif Halusinasi
1.1 Definisi

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,2001)
dikutip dari Cyber Nurse, 2009).Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa
yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang
dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan
gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
1.2 Manfaat TAK

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :


1. Umum
A. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain
B. Membentuk sosialisasi
C. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
D. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
2. Khusus
A. Meningkatkan identitas diri.
B. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
C. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.

D. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan


sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan
tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya. (Yosep, 2007)
1.3 Tahapan dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok
(Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).
1. Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,kriteria
anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.Wartono
(1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang idealdengan cara
verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 danmaksimum 10.
Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah
punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu
berat (Yosep, 2007).
2. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran
baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga
fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart
dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,storming, dan
norming.
3. Tahap orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,leader
menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
4. Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok

mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak


produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
5. Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan

lebih

intim satu sama lain (Keliat, 2004).

6. Fase Kerja Kelompok


Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis
(Keliat,2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan
kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).
7. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok
akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.Terminasi dapat
bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
1.4 TAK: Stimulasi Persepsi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat,2004).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004). Fokus terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami kemunduran
orientasi dengan karakteristik: pasien dengan gangguan persepsi; halusinasi, menarik
diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat
berkomunikasi verbal (Yosep, 2007).
1.5 Tujuan TAK Stimulasi Persepsi
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus
kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat mempersepsikan stimulus

yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan menyelesaikan masalah yang timbul
dari stimulus yang dialami (Darsana, 2007).

1.6 Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi


Dibagi menjadi 5 sesi yaitu :
Sesi pertama : Mengenal halusinasi
Tujuan:
1
2
3
4

Pasien dapat mengenal halusinasi.


Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi.
Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.
Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.

Langkah kegiatan:
1

Persiapan
A Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori
persepsi: halusinasi.
B Membuat kontrak dengan pasien
C Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

Orientasi
A Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada pasien.

Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).

Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).

B Evaluasi/ validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini.

C Kontrak

Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal


suara-suara yang didengar.

Terapis menjelaskan aturan main berikut


-

Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.

Lama kegiatan 25 menit

Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

Tahap kerja :
A Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suarasuara
yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan
perasaan pasien pada saat terjadi.
B Terapis meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang
membuat terjadi, dan perasaan pasien saat terjadi halusinasi. Mulai dari pasien
yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat giliran.
Hasilnya ditulis di whiteboard.
C Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.
D Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara yang

biasa didengar.
Tahap terminasi :
A Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
B Tindak lanjut
Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaanya jika
terjadi halusinasi.
C Kontrak yang akan datang

Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi

Menyepakati waktu dan tempat.

Sesi kedua : Mengontrol halusinasi dengan menghardik


Tujuan:
1

Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi

Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi.

Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi

Langkah kegiatan:
1

Persiapan

Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi.

Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

Orientasi
A Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada pasien.

Pasien dan terapis pakai papan nama.

Evaluasi/validasi

Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.

Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu, situasi, dan
perasaan.

Tahap kerja
A Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami
halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien mendapat
giliran.
B Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.
C Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat
halusinasi muncul.
D Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu Pergi jangan ganggu
saya, saya mau bercakap-cakap dengan
E Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum jam
sampai semua peserta mendapat giliran.
F Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan saat
setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.

Tahap terminasi
A. Evaluasi

Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

B Tindak lanjut

Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika
halusinasi muncul.

Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien.

C Kontrak yang akan datang

Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang berikutnya,


yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya

Sesi ketiga: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan


Tujuan:
1

Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya


halusinasi.

Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

Langkah kegiatan
1

Persiapan
A Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2.
B Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

Orientasi
A Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada pasien.

Pasien dan terapis pakai papan nama.

B Evaluasi/validasi

Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.

Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik halusinasi.

C Kontrak

Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan


melakukan kegiatan.

Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).

Tahap kerja
A Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Memberi
penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah
munculnya halusinasi.
B Terapis meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan setiap
sehari-hari, daan tulis di whiteboard.
C Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir
yang sama di whiteboard.
D Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan harian,
dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir,terapis
menggunakan whiteboard.
E Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
F Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah selesai
membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.

Tahap terminasi
A Evaluasi

Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal


kegiatan dan memperagakannya.

Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok.

B Tindak lanjut

Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi,


yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.

C Kontrak yang akan datang

Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu


mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.

Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.

Sesi keempat: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap


Tujuan:
1

Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah


munculnya halusinsi.

Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.

Langkah kegiatan:
1

Persiapan
A Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3.
B Terapis membuat kontrak dengan pasien.
C Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

Orientasi
A Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada pasien.

Pasien dan terapis mengenalkan nama.

B Evaluasi/validasi

Menanyakan perasaan pasien saat ini.

Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang telah


dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang terarah)
untuk mencegah halusinasi.

C Kontrak

Terapis

menjelaskan

tujuan,

yaitu

mengontrol

halusinasi

dengan

bercakapcakap.

Terapis menjelaskan aturan main (sama dengan sesi sebelumnya).

Tahap kerja
A Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol dan mencegah halusinasi.

B Terapis

meminta

tiap

pasien

menyebutkan

orang

yang

biasa

diajak

bercakapcakap.
C Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan
bisa dilakukan.
D Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul Suster,ada
suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster atau Suster,tentang kapan
saya boleh pulang.
E Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang di
sebelahnya.
F Berikan pujian atas keberhasilan pasien.
G Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran.
4

Tahap terminasi
A Evaluasi

Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.

Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

B Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap.
C Kontrak yang akan dating

Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu


belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

Terapis menyepakati waktu dan tempat.

Sesi kelima: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat


Tujuan:
1

Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat.

Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat.

Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

Langkah kegiatan
1

Persiapan

A Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4.


B Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2

Orientasi
A Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada pasien.

Terapis dan pasien memakai papan nama.

B Evaluasi/validasi

Menanyakan perasaan pasien saat ini.

Terapis menanyakan pengalaman pasien mengontrol halusinasi setelah


menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri
dengan kegiatan, dan bercakap-cakap).

C Kontrak

Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum


obat.

Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).

Tahap kerja
A Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh
karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.
B Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.
C Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar di whiteboard.
D Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum obat,
benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis obat.
E Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
F Berikan pujian pada pasien yang benar.
G Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard).
H Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat diwhiteboard).
I

Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah


halusinasi/kambuh.

Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan


kerugian tidak patuh minum obat.

K Memberi pujian tiap kali pasien benar.


4

Tahap terminasi
A Evaluasi

Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.

Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok.

B Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh minum
obat.
C Kontrak yang akan datang

Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.

Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi pasien.
(Keliat, 2004)

BAB II
Penyakit Gangguan Jiwa
Halusinasi
2.1.

Definisi
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima panca indra yaiyu
pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penciuman (Stuart & Laria, 2005).
Halusinasi adalah ketidakmampuan klien menilai dan merespon pada realitas klien tidak
dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal , tidak dapat membedakan lamunan
dan kenyataan, klien tidak mampu memberi respon secara akurat sehingga tampak
berlaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan (Keliat, 2006).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang
menimbulkannya atau tidak ada objek (Sunardi,2005).
Dari beberapa pengertian diatas disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu
persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa dari objek yang nyata. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu objek yang
sebenarnya tidak ada.
Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi :
1 Faktor prediposisi
A. Biologis
Abnormal perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

2.2.

neurobiologist yang maladatif baru mulai dipahami


B. Psikologis
Teori psikadinamika untuk terjadinya respon neurobiologist yang maladaptive
belum didukung oleh penelitian
C. Sosial Budaya

Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realitas seperti


kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi yaitu stress.
2

Faktor presipitasi
A. Biologis
Stress biologis ynag berhubungan dengan respon neuro biologis mal adatif
meliputi gangguan dalam komunikasi putaran balik otak
B. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya perilaku
C. Pemicu gejala
Pemicu merupakan stimulasi yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit, pemicu biasanya terdapat pada respon neurologis maladatif yang

2.3.

berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dna perilaku individu


D. Sumber koping
Sumber koping emmpengaruhi individu dalam menanggapi stressor.
Patofisiologi
Menurut varcarolis (2006), halusinasi dapat didefiniskan sebagai terganggunya
persepsi sensori, dimana tidak terdapat stimulus pasien merasa ada stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara bising dan mendengung, tetapi paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah
laku klien, sehingga klien menghasilkan respon tertentu seperti berbicara sendiri,
bertengkar, atau respon lain dengan mendengakan penuh perhatian pada orang lain yang

tidak bicara atau benda mati.


2.4.
Manifestasi klinis
Menurut keliat (2006), tahap tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku yang
ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi :
1 Tahap 1
Memberikan nyaman tingakat ansietas sedang, seacara umum halusinasi merupakan
sutu kesenangan :
Karekteristik:
A Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
B Mencoba berfokus pada fikiran yang menyebabkan ansietas
C Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran .
Perilaku klien :

A Tersenyum dan tertawa sendiri


B Menggerakan bibir tanpa suara.
C Penggerakan mata cepat
D Respon verbal yang lambat
E Diam dan berkonsentrasi
Tahap 2
Menyalahkan, tingkat kecemasan yang berat secara umum halusinasi menyebabkan
rasa antipasti :
Karakteristik
A Pengalaman sensori menakutkan
B Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
C Muali merasa kehilnagan control
D Menarik diri dari orang lain
Perilaku klien

A Terjadinya peningkatan denyut jantung, pernapasan, tekanan darah


B Perhatian dengan lingkunag kurang
C Kosentrasi dengan pengalaman sensorinya
D Kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita
Tahap 3
Mengontrol tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori, halusinasi tidak ditolak.
Karakteristik :
A Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
B Sulit untuk berhubungan dengan orang lain
C Kesepian bila pengalaman sesnorinya berakhir
Perilaku klien :
A
B
C
D
E

Perilaku panic
Sulit untuk berhubungan dengan orang lain
Berkeringat
Tremor
Tidak mampu mememnuhi perintah dari orang lain dan dalam kondisi sangat

menegangkan
F Perhatian dengan lingkungan kurang
Tahap 4
Menguasai tingkat kecederdasan, panic, secara umum diatur dan dipenuhi oleh
halusinasinya :
Karakteristik :
A Pengalaman sensori jadi mengancam
B Halusinasi dapat terjadi beberapa jam atau beberapa hari
Perilaku klien:

A
B
C
D

Perilaku panic
Potensial untuk bunuh diri atau membunuh
Tindakan kekerasan agitasi, menarik atau katasonik
Tidak mampu merespon lingkungan.
2.5.
Klasifikasi
Menurut Stuart dan Laraia (2005), adalah :
1 Halusinasi Pendengar atau auditori
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang yang berbicara mengenai
klien. Klien mendengar orang sedang membicarakan untuk melakukan sesuatu dan
2

kadang melakukan hal berbahaya.


Halusinasi Penglihatan atau visual
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya,
gambaran geometris, gambaran kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks.

Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.


3 Halusinasi Penghidu atau Penciuman
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atu bau yang menjijikan
seperti darah, urin, feses. Halusinasi khususnya yang berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang, dan dimensia.
4 Halusinasi Pengecap
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk , amis, dan menjijikan
5

seperti darah,urin,dan feses.


Halusinasi Peraba atau taktil
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak, tampak
stimulus yang terlihat merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati, atau

orang lain
Fase-fase Halusinasi
Menurut Stuart & Laraia (2005) :
1 Fase I
Pada fase ini individu mengalami rasa cemas (ansietas, stress, perasaan terpisah dan

2.6.

perasaan kesepian). Klien mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress, cara ini menolong untuk
sementara. Klien masih dapat mengontrol kesadaran nya dan mengenal pemikiran ini
2

sebagai dari bagian dari dirinya meskipun intensitas persepsi meningkat.


Fase II
Pada fase ini ansietas meningkat berhubungan dengan pengalaman eksternal dan
internal klien berada pada tingkat pendengaran halusinasinya (listening). Pemikiran
eksternal jadi lebih menonjol, gambaran halusinasi berupa suara dan sensasi berupa

bisikan yang tidak jelas, akan tetapi klien merasa takut apabila ada orang lain yang
mendengar atau memperhatikannya. Perasaan klien tidak efektif untuk mengontrol
pemikiran tersebut. Klien berusaha untuk membuat jarak antara dirinya dan
halusinasinya dengan memproyeksinya pengalamannya sehingga seolah-olah
3

halusinasinya datang dari orang lain atau temoat lain.


Fase III
Halusinasi lebih meninjol, menguasai dan mengontrol pemikiran klien, klien
menjadi terbiasa oleh halusinasinya dan tidak berdaya akan halusinasinya. Atau

halusinasinya tersebut menjadi kesenangan dan keamanan dan bersifat sementara.


Fase IV
Fase ini tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang
semula menyenangkan berubah mengencam, memerintah, memarahi, menyerang.
Klien tidak mampu berhubungan dengan orang lain karena sibuk deengan hayalan
nya. Klien mungkin berada pada dunia yang menakutkan dalam beberapa waktu yang
singkat, beberapa jam atau selamanya. Prosis ini akan menjadi kronik jika tidak

2.7.
1

dilakukan intervensi secepatnya.


Pentalaksanaan medis
Clorpromazine (CPZ)
A. Idikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realita,
kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial terganggu, berdaya berat dalam
fungsi-fungsi mental:waham, halusinasi, gangguan perasaan dan prilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
B. Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor panca sinap di otak khususnya sistem ekstra
piramida.
C. Efek samping
Angguan otonimik (hipotensi, antikolenergig/ parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan devekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra piramidal, gangguan
endokrin, hematologi, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
D. Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit ,epilepsi, kelaianan jantung, febris , tergantungan obat,

dan penyakit SSP.


Haloperidol (HLP)

A. Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari.
B. Obat anti psikosis
Dalam memblokade dopamin pada reseptor paska sinaptik neuron di otak
khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramida.
C. Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi, antikolenergig/
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan devekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
D. Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit ,epilepsi, kelaianan jantung, febris , tergantungan obat,
3

dan penyakit SSP.


Trihexypephemidyl (THP)
A. Idikasi
Segala jenis parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idopatik, sindrom
parkinson akibat obat-obat misalnya reserpina dan venotiazine.
B. Mekanisme kerja
Sinergis dan kinidin, obat anti depresan trisixlik, dan anti kolinergik lainya.
C. Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
kontisifasi, tacikardia, bilatasi, ginjal, retensi urine.
D. Kontra idikasi
Hipersentisif terhadap trihexypephemidly, glaucoma sudut sempit, pisokosis

2.8.
1
2
3

berat, psikoneurosis, hipertropi prostat dan obstruksi saluran cerna.


Prinsip Keperawatan Halusinasi
Bina hubungan saling percaya dengn mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
Adakan kontak sering singkat dan bertahap
Observasi tingkah laku klien, yang terkait dengan halusinasinya ; bicara, dan tertawa
tanpa stimulus, dan memandang ke kiri dan ke kakanan depan seolah ada yang

4
5
6
7

megajak berbicara
Diskusikan keluargapada saat keluarga berkunjung
Diskusikan dengan keluarga pada saat keluarga berkunjung pada kunjungan rumah
Ajarkan klien program pengobatan secara optimal
Menyamakan presepsi jika klien bertanya , nyatakan secara sederhana pada perawat

bahwa perwat tidka mengalami stimulus yang sama


Sarankan dan kuatkan penggunaan interpersonal dalam memenuhi kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika,
Yogyakarta.
Keliat, Budu Anna. 2004. Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok. EGC, Jakarta.
Keliat Budi Anna (2006), Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta : EGC
Purwaningsih, W, Karlina I. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika Press,
Jogjakarta.
Rasmun . 2001. Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga.
Jakarta : Fajar Interpratama
Riskesdes, (2013). Data Riset Kesehatan Dasar Jiwa. Jakarta
Stuart, G. W. and Laraia, M.T. 2001. Prinsip dan Praktik Keperawatan Psikiatrik.
Jakarta: EGC
Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV.Trans Info
Media.
Yosep, Iyus, (2008). Keperawatan Jiwa, edisi revisi., Bandung: PT. Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Reflika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai