Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan
sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kirakira
10% mioma yang masih tumbuh. Neoplasma jinak ini berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid (Prawirohardjo,
2008).
Penyebab pasti dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Hanya
saja, mioma uteri sangat jarang ditemukan pada penderita yang belum
memasuki usia pubertas. Hal ini mendasari bahwa pertumbuhan mioma
uteri dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Telah diketahui bahwa hormon
reproduksi, terutama estrogen, memiliki jumlah reseptor yang lebih tinggi
pada jaringan mioma dibandingkan dengan jaringan miometrium di
sekitarnya. Mioma uteri juga tumbuh lebih cepat saat penderita hamil atau
mengalami paparan estrogen, dan menghilang atau mengecil saat
mengalami menopause (Wiknjosastro, 2011).
Mioma uteri cenderung tidak menimbulkan gejala klinis yang berarti.
Walaupun seringkali asimptomatik, gejala yang ditimbulkan mioma uteri
sangat bervariasi dan dapat mengganggu serta menurunkan kualitas hidup
penderita. Karena sebagian besar tumor tidak menimbulkan gejala klinis,
maka mioma uteri sering kali ditemukan sudah pada kondisi multipel dan
ukuran yang besar. Kondisi ini akan meningkatkan risiko seorang penderita
untuk menjalani terapi yang invasif seperti histerektomi.
Prevalensi mioma uteri adalah sekitar 20%-30% dari seluruh wanita dan
terus mengalami peningkatan. Mioma uteri ini merupakan tumor
ginekologi kedua terbanyak di Indonesia. Umumnya ditemukan pada
wanita usia reproduksi dan hanya 10% mioma uteri yang masih tumbuh
setelah menopause. Kira-kira 60% asimtomatik dan hampir 50%
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik. Data di RSUP
1

dr. Moehammad Hoesin Palembang sendiri menunjukkan mioma uteri


sebagai tumor jinak uterus dengan angka kejadian paling tinggi pada
periode 1 Juli 2012-31 Juli 2015 yaitu sebanyak 307 penderita.
Sampai saat ini, pengobatan penderita mioma uteri sebagian besar oleh
terapi observasi dan terapi invasif seperti miomektomi dan histerektomi.
Kerugian juga ditimbulkan akibat penurunan produktifitas penderita
mioma yang harus dirawat setelah menjalani terapi invasif. Dari sebab itu,
terapi mioma uteri harus dimulai sedini mungkin dengan terapi yang paling
tidak invasif (Czuczwar dkk, 2015).

BAB II

STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTIFIKASI
a. Nama
: Ny. NA
b. Umur
: 41 tahun
c. Alamat
: Jl. Naskah III Rt. 12 Rw.04. Sukarami. Palembang
d. Suku
: Sumatera
e. Bangsa
: Indonesia
f. Agama
: Islam
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan
: Buruh
i. MRS
: 21 Oktober 2016
j. No. RM
: 976216
ANAMNESIS (Tanggal 22 Oktober 2016)
Keluhan Utama
Pasien semakin mudah lelah sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
1 minggu SMRS os mengeluh tubuh os semakin mudah lelah
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Os lalu berobat ke puskesmas.
Pada saat di puskesmas os dikatakan mengalami kekurangan darah dan
terdapat benjolan di perut bagian bawah. Os lalu dirujuk ke RS. Islam Siti
Khodijah dan dirujuk lagi ke RSMH Palembang.
3 bulan yang lalu os merasakan benjolan di perut bagian bawah
semakin membesar dan nyeri. Nyeri perut yang dirasakan terus menerus,
nyeri bertambah apabila batuk bersin. Nyeri tidak menjalar, nyeri paling
berat dirasakan di perut bagian kiri bawah.
1 tahun yang lalu os merasakan adanya benjolan di perut bagian
bawah, benjolan dirasakan semakin membesar, awalnya benjolan
dirasakan sebesar telur puyuh dan tidak nyeri. Perdarahan tidak terjadi
diantara siklus menstruasi. Saat menstruasi di hari pertama dan kedua
banyak ganti pembalut 5-6 kali/hari, lamanya menstruasi 7 hari. Nyeri
saat menstruasi (+), sampai mengganggu aktivitas, os juga mengeluh
mudah lelah , pandangan berkunang-kunang, BAK dan BAB normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


R/ darah tinggi(-)
R/ kencing manis (-)
R/ alergi (-)
R/ keganasan (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
R/ darah tinggi(-)
R/ kencing manis (-)
R/ alergi (-)
R/ keganasan (-)
Status Sosial Ekonomi dan Gizi
Status Perkawinan

: sedang
: menikah, 2 kali,
pernikahan pertama: 4 tahun
pernikahan kedua :18 tahun
: menarche usia 12 tahun, siklus haid
28 hari, lamanya 7 hari.

Status Reproduksi
Status Persalinan

III.

: P3A0
1.

: 1992

2.

: 1999

3.

: 2002

PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 24 Oktober 2016)


PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum

:Tampak sakit sedang

Kesadaran

:Compos mentis

BB

:54 kg

TB

:150 cm

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler

Respirasi

: 20x/menit, reguler

Suhu

:36,4oC

PEMERIKSAAN KHUSUS
4

Mata

:Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), edema


palpebra (-), pupil isokor 3 mm, refleks cahaya (+/+).

Hidung

: kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),


perdarahan (-).

Mulut

: Pucat (+), Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-),


mukosa mulut dan bibir kering (-), fisura (-), cheilitis (-).

Lidah

: Atropi papil (-).

Faring/Tonsil

: Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,


tonsil tidak hiperemis, detritus (-).

Kulit

: CRT < 3 s

LEHER
Inspeksi

: JVP 5-2 mmH2O, pembesaran KGB (-)

Palpasi

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

THORAX
Inspeksi

: simetris, retraksi intercostal, subkostal, suprasternal (-)

Palpasi

: Stem fremitus kanan=kiri

A. PARU
Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-).


B. JANTUNG
Inspeksi

: iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN
Abdomen cembung, tegang, simetris, fundus uteri teraba setinggi pusat
pusat.

EKSTREMITAS
Pucat (+), CRT <3, edema pretibial (-).
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo:
Portio tidak livide, OUE tertutup, Fluor (-), fluxus (+), E (-), L (-), P (-)
sondase 6 cm.
Vaginal touche:
Portio kenyal, OUE tertutup, CUT ~ 24 minggu, AP kanan/kiri lemas,
Cavum douglas tidak menonjol.

IV.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan Laboratorium (24 Oktober 2016)
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Diff. Count
Kimia klinik
Besi (Fe/Iron)
TIBC
Imunoserologi
Ferritin

Hasil

Nilai Normal

5.9 mg/dl
3,56 juta/m3
5,0 x 103/m3
23%
271.000/m3
0/3/51/40/6

11,2-15,5 mg/dl
4,2-4,5 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6//2-6/50-70/25-40/2-8

16
354

10.93-28.12 mol/L
240-474 g/dL

3.59

13-400 ng/mL

Pemeriksaan Ultrasonografi

Tampak uterus AF bentuk dan ukuran lebih besar dari ukuran normal
Endometrial line (+) 5 mm stratum basal reguler.
Tempak masssa hiperechoic berbatas tegas di corpus posterior dengan
ukuran 6,8 x 7,5 cm dan 7,8 x 6.9 cm yang kemungkinan mioma uteri

V.

intramural
Kedua ovarium dalam batas normal
Liver dan Ginjal dalam batas normal
Kesan: Mioma Uteri Intramural
DIAGNOSIS KERJA
Mioma Uteri Intramural dan Anemia Berat ( Anemia Defisiensi Besi)

VI.

PROGNOSIS
Prognosis

VII.

: dubia ad bonam

TATALAKSANA (Planning / P)
a. TERAPI
Observasi tanda vital
IVFD RL XX/menit
Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg iv.
R/Transfusi PRC s/d Hb 10 g/dl
Asam Folat 1x1 Tab
Sulfas Ferosus 2x1 Tab
R/ Histerektomi (03 November 2016)
b. MONITORING

Observasi tanda vital


VIII. FOLLOW UP
Tanggal (Jam)
25-10-2016

S
O
Kepala masih St present:

(06.20)

terasa pusing Kes: CM, TD: 100/70 Intramular


dan

A
Mioma

Uteri

Observas
IVFD RL
Injeksi T
R/Transf
Asam Fo
Sulfas Fe

badan mmHg, N: 80 x/m, RR: 20

lemas.

x/m, T: 36,50C

R/ Hister

26-10-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 110/70 Intramural +


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20 Anemia berat
x/m, T: 36,60c

27-10-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 110/70 Intramural +


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20 Anemia berat
x/m, T: 36,6c

28-10-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 110/70 Intramural +


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20 Anemia berat
x/m, T: 36,6c

29-10-2016
(08.00)

Tidak Ada

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 110/70 Intramural +


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20 Anemia sedang
x/m, T: 36,6c

Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
Asam Tr

Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer

Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer

Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
Inj. Ca G

30-10-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 120/70 Intramural +


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20 Anemia sedang
x/m, T: 36,6c

31-10-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 120/70 Intramural


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20
x/m, T: 36,6c

31-10-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 120/70 Intramural


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20
x/m, T: 36,6c

1-11-2016

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 110/70 Intramural

(08.00)

St present:

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 120/70 Intramural


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20

Tidak Ada

(08.00)

St present:

Observas
IVFD RL
Maltofer
R/ Lapar

Observas
IVFD RL
Maltofer
R/ Lapar

Observas
R/ Konsu
R/ Lapar

Observas
R/ Konsu
R/ Lapar
2016)

x/m, T: 36,6c
3-11-2016

2016)

x/m, T: 36,6c
Tidak Ada

Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer

2016)

mmHg, N: 80 x/m, RR: 21

2-11-2016

Mioma Uteri

Kes: CM, TD: 120/70 Intramural


mmHg, N: 82 x/m, RR: 20

Observas
R/ Lapar
Inj. Ceftr

x/m, T: 36,6c
4-11-2016

Habis operasi St present:

Post

(08.00)

angkat rahim, KU : Sakit sedamg

Histerektomi

flatus

(+), Kes: CM, TD: 110/70 totalis+


9

Observas
IVFD RL
Inj Ceftr

demam
Nyeri (-)

(-), mmHg, N: 72 x/m, RR: 20 Salpingektomi


x/m, T: 36,5c

bilateral

PL : Abdomen, lemas, prelaparotomi


simetris,
opsite,
usus

luka
tympani,

(+)

tertutup Hari I.
bising
Normal,

perdarahan pervaginam (-)


urin output : 1100 cc/12
jam, jernih.

10

Inj trama
Inj Asam
Inj Metro
Mobilisa
Diet bias

Pemeriksaan Laboratorium (30 Oktober 2016)


Pemeriksaan
Hematologi
Hb
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Diff. Count

Hasil

Nilai Normal

11.2 mg/dl
5.29 juta/m3
8.0 x 103/m3
38%
283.000/m3
0/4/56/34/6

11,2-15,5 mg/dl
4,2-4,5 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6//2-6/50-70/25-40/2-8

MCV
MCH
MCHC
LED

72.4*
21*
29*
33

85-95 fl
28-32 pg
33-35 g/dL
< 20 mm/jam

Pemeriksaan Laboratorium (02 November 2016)


Pemeriksaan
Faal Hemostasis
PT+ INR
Waktu Protombin (PT)
Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
Fibrinogen
Kontrol
Pasien
D-dimer
Kimia Klinik
Albumin
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium ( Na)
Kalium (K)

IX.

Hasil

Nilai Normal

12.90 detik
12.5 detik
0.90

12-18 detik
Nilai Kritis > 30 detik
9

29.5 detik
24.2 detik *

27-42 detik
Nilai Kritis : > 78 detik

321.0 mg/dl
388.0 mg/dl
0.65

200-400 mg/dl
Nilai kritis > 800 mg/dl
< 0.3 g/ml

4.1 g/dl
23 mg/dl
0.48

3.5-5.0 g/dl
<50 mg/dl
0.50-0.90 mg/dl

283.000/m3
4.1 mEq/L

150-450/m3
3.5-5.5 mEq/L

LAPORAN OPERASI

11

Hari/Tanggal

: Kamis/ 3 November 2016

Operator

: Dr. Hj.Amirah Novaliani, SpOG(K)

Diagnosa Pre-Bedah

: Mioma uteri intramural

Diagnosa Pasca Bedah

: Post-histerektomi totalis salpingooforektomi


bilateral a.i mioma uteri intramural

Jenis Operasi

: Histerektomi totalis + salpingooforektomi bilateral

Pukul 12.00 WIB operasi dimulai


Penderita posisi supine dengan anestesi umum, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada
daerah abdomen, vulva dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.

Dilakukan insisi mediana mulai 1 jari di atas simfisis sampai dengan 2 jari bawah
umbilikus sepanjang 12 cm insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus
peritoneum.

Dilakukan eksplorasi organ genitalia interna dan sekitarnya, didapatkan:


-

Tampak uterus sebesar kehamilan 24 minggu, permukaan rata

kedua ovarium dan tuba dalam batas normal

Diputuskan untuk melakukan histerektomi totalis + salpingooforektomi bilateral dengan cara


sebagai berikut:

Dilakukan pemasangan kateter besar basah sebanyak dua buah.

Memasang miom bor pada fundus uteri

Menjepit, memotong, dan mengikat ligamentum rotundum kanan dan kiri dengan PGA
no. 2.0

Membuka plica vesicouterina, kemudian vesika urinaria disisihkan ke bawah dan lateral
lalu dilindungi hak besar.

Menembus ligamentum latum kiri dari araj belakang kedepan secara tumpul.

Menjepit, memotong, dan mengikat meosalfing dan ligamentum ovarii propii dan tuba
kanan dan kiri dengan PGA no. 2.0

Menjepit, memotong, dan mengikat vasa uterina kanan dan kiri dengan PGA no. 2.0

Menjepit, memotong, dan mengikat jaringan paraservikal kanan dan kiri dengan PGA no.
2.0
12

Menjepit, memotong, dan mengikat ligamentum sakrouterina kanan dan kiri dengan PGA
no. 2.0

Dengan menggunakan klem 90, puncakvagina dipancung setinggi portio.

Dilakukan pencucian dengan povidone iodine 10%

Sudut tunggul vagina kanan dan kiri dijahit secara figure of eight dengan PGA no. 2.0.

Dilanjutkan penjahitan secara jelujur pada puncak tunggul vagina dengan PGA no. 2.0

Dilakukan pengikatan ligamentum rotundum kanan dan ligamentum infundibulo


pelvikum kanan dan kiri ke sudut tunggul vagina kanan dan kiri

Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya

Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah dan kassa besar dilepaskan

Setelah diyakini tidak ada perdarahan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis sbb
o Lapisan pritoneum dijahit jelujur dengan plain cutgut no. 2.0
o Lapisan otot dijahit jelujur dengan plain cutgut no. 2.0
o Fascia dijahit jelujur dengan PGA no. 1.0
o Subkutis dijahit jelujur dua lapis dengan PGA no. 2.0
o Kutis dijahit jelujur subkutikuler dengan PGA no. 3.0

Luka operasi ditutup dengan kassa dan perban kedap air.

Pukul 15.15 WIB operasi selesai

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibroid, fibromyoma,
fibroleiomyoma, leiomyofibroma, atau leiomyoma, merupakan neoplasma jinak
yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri
berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous,
sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan,
dan berkonsistensi lunak jika otot uterusnya yang dominan. Mioma uteri dapat
tumbuh solid atau multipel. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari korpus uteri
dan 5% berasal dari serviks (Decherney, 2007).
Epidemiologi
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun
yakni sebesar 40%, dan jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Mioma
uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche, sedangkan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologik yang dirawat.
Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada 20-25% wanita usia reproduksi dan
meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun (Wiknjosastro, 2011).
Etiologi
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat
ini, tetapi penelitian telah dilakukan

untuk memahami keterlibatan faktor

hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular dalam tumor
jinak ini (Parker,2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada
perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada
miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium,
perubahan hormonal, atau respon terhadap cedera iskemik ketika haid. Setelah
terjadi mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh
promoter (hormon) dan efektor (growthfactors).
14

Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih
belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor. (Hadibroto,2005).
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai
penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma. Konsentrasi reseptorestrogen pada mioma lebihtinggi dibanding dari
miometrium

sekitarnya

namun

konsentrasinya

lebih

rendah

dibanding

endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma


pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak
diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan
cara down-regulation apoptosis dari

tumor. Estrogen berperan dalam

pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler


(Hadibroto, 2005).

Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang diduga berperan penting sebagai faktor risiko
terjadinya mioma uteri yaitu:
a. Usia
Mioma uteri jarang terjadi sebelum usia pubertas, dan hampir tidak pernah
ditemukan pada perempuan menopause. Mioma uteri terjadi pada 20-25%
perempuan di usia reproduktif. Penyebab pastinya belum diketahui, namun
dicurigai akibat faktor hormon estrogen, dimana pada usia sebelum menarche
kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada
usia menopause. Walaupun biasanya asimptomatik, tumor paling banyak
menimbulkan gejala pada wanita usia 35-45 tahun. (Kumar dan Malhotra, 2008).
b. Ras
15

Ras kulit berwarna menjadi faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri.
Insidens mioma uteri 3-9 kali lebih banyak ditemukan pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 50 tahun terakhir, ditemukan hampir
50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna (Wiknjosastro, 2011).
c. Usia Menarche
Usia menarche berhubungan dengan produksi hormon estrogen endogen.
Usia menarche yang dini (<10 tahun) meningkatkan risiko untuk menderita
mioma uteri 1.24 kali lebih besar. Sebaliknya, usia menarche yang terlambat (>16
tahun) akan menurunkan risiko menderita mioma uteri sebesar 0.68 kali (Parker,
2007).
d. Obesitas
Wanita yang mengalami obesitas akan memproduksi estrogen lebih banyak
dalam tubuhnya. Hal ini disebabkan peningkatan konversi androgen menjadi
estrogen oleh jaringan adipose yang berlebih. Wanita dengan obesitas juga
menunjukkan penurunan produksi sex hormone binding globulin (SHBG) oleh
hati, yang menyebabkan peningkatkan kadar estrogen bebas (Hoffman dkk, 2011).
e. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama yang menderita mioma uteri
memiliki faktor risiko 1.5 lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak
memiliki riwayat keluarga penderita mioma uteri. Selain itu, wanita dengan 2
orang keluarga tingkat pertama yang menderita mioma uteri dilaporkan memiliki
ekspresi VEGF- (Growth factor yang memicu pertumbuhan mioma uteri) 2 kali
lebih besar daripada yang tidak. (Parker, 2007).
f. Paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma
uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal
ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan
peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium
postpartum berat, aliran darah dan bentuknya kembali menjadi asal melalui proses
apoptosis

dan

diferensiasi.

Proses

remodeling

ini

berkemungkinan

bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori lain mengatakan


bahwa pembuluh darah di uterus kembali pada keadaan atau ukuran awal saat
postpartum dan hal ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan
nutrisi untuk berkembang. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive
16

(25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma (Parker,


2007).
Pada wanita nullipara, kejadian mioma lebih sering ditemui salah satunya
diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi
oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil. Hampir semuanya adalah estriol,
suatu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium.
Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil dan melahirkan, estrogen
yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium yang
semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.
g. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan tidak berpengaruh langsung pada kejadian mioma uteri.
Menurut data yang dipublikasikan oleh CDC, wanita usia 25 tahun ke atas yang
memiliki latar belakang pendidikan lebih rendah daripada S1 lebih beresiko untuk
menjadi obesitas (39-43%) dibandingkan dengan yang berlatar belakang
pendidikan S1 atau lebih tinggi (25%).
h. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Pada wanita yang
merokok, akan terjadi hambatan konversi hormon androgen menjadi estrogen
akibat terhambatnya kerja enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

Klasifikasi
Mioma uteri terbanyak tumbuh di fundus dan korpus uteri, hanya 3% yang
terdapat di serviks. Mioma tumbuh soliter, multipel atau berdifusi . Menurut
tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi
menjadi 4: (Prawirohardjo,2008).

1. Mioma Submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di
jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan.
17

Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,


dengan adanya benjolan waktu kuret, di kenal sebagai Currete bump dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor
jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis.
2. Mioma Intramural
Terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma Subserosum
Mioma yang terjadi apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula
tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum
dan

kemudian

membebaskan

wandering/parasiticfibroid.

18

diri

dari

uterus,

sehingga

disebut

4. Mioma Intraligamenter.
Mioma

subserosa

yang tumbuh

pada

jaringan lain,

menempel
misalnya

ke

ligamentum

atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering / parasisic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja
dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran
serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorle like pattern)
dengan psoudo kapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
Patofisiologi

19

20

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari
selaput otot yang matur. Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor
merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk
di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari
transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang
persisten (Joedosaputro, 2007 & Link, 2001).

Manifestasi Klinis
Mioma uteri menimbulkan gejala hanya pada 35-50% kasus. Sebagian besar
penderita mioma uteri tidak menunjukkan adanya gejala. Gejala mioma uteri
tergantung pada lokasi, ukuran, jenis dan adanya kehamilan (Wiknjosastro, 2005
&Decherney, 2007)
1. Perdarahan Abnormal
Menorrhagi adalah pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum
karena mioma. Mioma submukosa bertangkai sering menyebabkan gejala
menorrhagi sebagai akibat ulserasi atau nekrosis. Perdarahan oleh mioma dapat
menyebabkan anemia berat. Mioma intramural juga dapat menyebabkan
perdarahan yang lama dan disertai dengan peningkatan jumlah perdarahan
(hipermenorrhoe) oleh karena adanya gangguan kontraksi otot uterus. Cavum
uteri yang meluas karena pertumbuhan mioma dengan sendirinya dapat
menyebabkan perdarahan banyak, terutama mioma subserosa yang disertai
dengan masalah perdarahan yang lebih sedikit daripada dua jenis lainnya.
21

2. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan
nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang
akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis cervikalis
dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi
pada mioma uteri bertangkai. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar
ke pinggang dan tungkai bawah.
3. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organorgan di sekitar uterus. Penekanan tergantung pada besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada vesica urinaria dapat menyebabkan pollakisuria dan dysuria.Bila
uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urin. Bila berlarut-larut dapat
menyebabkan hydrouretero nephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
4. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya
abortus karena distorsi rongga uterus.
Pada Mioma Geburt gejala yang menonjol berupa perdarahan per vaginam di
antara siklus haid yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan
masif. Darah yang keluar berupa darah segar dan kadang disertai nyeri sehingga
dapat diduga sebagai haid yang memanjang. Selain itu, mioma submukosa juga
dapat

menyebabkan

perdarahan

intermenstrual,

perdarahan vaginal terus-menerus atau dismenore.


Diagnosis
Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis:

22

perdarahan

post

coitus,

Teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah
panjang serta adanya riwayat perdarahan per vaginam terutama pada perempuan
pada usia lebih dari 40 tahun, kadang dikeluhkan juga perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan,
namun dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang bentuknya tidak
regular, tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-benjol yang keras pada
palpasi.
Pada pemeriksaan Ginekologik (PDV) teraba massa yang keluar dari OUE
(kanalis servikalis), lunak, mudah digerakkan, bertangkai serta mudah berdarah.
Melalui pemeriksaan inspekulo terlihat massa keluar OUE (kanalis servikalis)
berwarna pucat (Prawirohardjo, 2008).

3. Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar
Hemoglobin. Pemeriksaaan laboratorium lain disesuaikan dengan keluhan pasien.

Imaging
Pemeriksaaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan transvaginal
bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar
baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas
kontur maupun pembesaran uterus.

Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke


arah kavum uteri pada pasien infertil.

23

Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika


mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.

MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggambarkan


jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium
normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan
jelas, termasuk mioma submukos (Parker, 2007).

Tatalaksana
Tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan operatif, 55% dari semua
kasus mioma uteri tidak memerlukan pengobatan, terutama bila mioma masih
kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian perlu dilakukan
observasi setiap 3-6 bulan.
Penanganan

mioma

uteri

terbagi

atas

penanganan

konservatif,

medikamentosa, operatif dan radioterapi.


a. Konservatif
Tanpa melihat ukuran dari tumor, mioma uteri yang asimptomatik biasanya tidak
memerlukan tatalaksana. Namun, observasi secara teratur saat pemeriksaan
ginekologi perlu dilakukan untuk mengetahui progresivitas dari tumor tersebut.
Mioma uteri memiliki progresivitas yang lambat. Pertumbuhan ukuran tumor ratarata hanya 0.5 cm per tahun. Namun tingkat variasi laju pertumbuhan sangat
tinggi antar individu. Karena itu sangatlah sulit memprediksi kapan suatu tumor
harus diangkat atau hanya diberikan tatalaksana medikamentosa, sehingga
observasi adalah salah satu pilihan terbaik untuk individu yang asimptomatik. Jika
mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat,
terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.(Hoffman dkk, 2011).
b. Terapi medikamentosa
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH
24

agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi


estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan
memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti
kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan
tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2005).
c. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Medicine (ASRM) adalah:


Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
Sangkaan adanya keganasan
Pertumbuhan mioma pada masa menopause
Infertilitas kerana gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan
laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah
lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap
perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani
dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi
perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada
pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu (Hadibroto, 2005).

25

2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran
uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
1. Total abdominal hysterectomy (TAH)
2. Subtotal abdominal histerectomy (STAH).
Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. TAH
dilakukan untuk menghindari resiko

operasi yang

lebih

besar

seperti

perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan
rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada STAH, jaringan
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya
sekret vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi
pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus
dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas
operasi. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih
minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam teknik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 iaitu;
1. Histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted
vaginal histerectomy/LAVH)
26

2. Classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa


colpotomy.
Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik
dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah,
pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari
serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini
diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan
aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH
adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan
yang lebih minimal, waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih
minimal dan masa penyembuhan yang cepat.(Hadibroto, 2005).
Komplikasi
Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause
(Prawirohardjo, 2008).
Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal
ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang
mioma dalam rongga peritoneum (Prawirohardjo, 2008).
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang
dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore
27

dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo,
2008)

BAB IV
ANALISIS KASUS
A. Diagnosis
Penegakaan diagnosis pada pasien ini dapat diketahui dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatakan
Os yang bernama Ny. NA usia 41 tahun P3A0, 1 minggu SMRS os mengeluh
tubuh os semakin mudah lelah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Os lalu
berobat ke puskesmas. Pada saat di puskesmas os dikatakan mengalami
kekurangan darah dan terdapat benjolan di perut bagian bawah. Os lalu dirujuk ke
RS. Islam Siti Khodijah dan dirujuk lagi ke RSMH Palembang. 3 bulan yang
lalu os merasakan benjolan di perut bagian bawah semakin membesar dan nyeri.
Nyeri perut yang dirasakan terus menerus, nyeri bertambah apabila batuk bersin.
Nyeri tidak menjalar, nyeri paling berat dirasakan di perut bagian kiri bawah. 1
tahun yang lalu os merasakan adanya benjolan di perut bagian bawah, benjolan
dirasakan semakin membesar, awalnya benjolan dirasakan sebesar telur puyuh
dan tidak nyeri. Saat menstruasi di hari pertama dan kedua banyak ganti pembalut
5-6 kali/hari, lamanya menstruasi 7 hari. Perdarahan tidak terjadi diantara
siklus menstruasi. Nyeri saat menstruasi (+), sampai mengganggu aktivitas, os
28

juga mengeluh mudah lelah, pandangan berkunang-kunang,

BAK dan BAB

normal.
Berdasarkan hasil anamnesis, diperkirakan os telah menderita penyakit ini
sejak setahun yang lalu yaitu dimulai dengan timbulnya benjolan tanpa disertai
rasa nyeri. Os mengaku mengalami dismenorea di hari pertama dan kedua.
Biasanya dismenorea disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia
lokal miometrium. Os mengalami nyeri perut bawah 3 bulan SMRS.
Berdasarkan literatur, mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali
apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan
proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangka mioma atau
kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum
uteri.
Saat menstruasi di hari pertama dan kedua banyak ganti pembalut 5-6
kali/hari, lamanya menstruasi 7 hari. Os juga sering mengalami kelelahan,
pandangan berkunang sampai mengganggu aktivitas sejak 1 minggu yang lalu,
berdasarkan literatur yang ada mioma uteri bisa menyebabkan anemia defisiensi
besi karena perdarahan uterus abnormal. Patofisiologi perdarahan uterus abnormal
yang berhubungan dengan mioma uteri masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor
pertumbuhan dan reseptor reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi
vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan
vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler didalam uterus

yang

menyebabkan terjadinya venule ectasia.


Pemeriksaan fisik umum dan khusus menunjukan hasil dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dalam (inspekulo) Portio tidak livide, OUE tertutup, Fluor (-),
fluxus (+), E (-), L (-), P (-) sondase 6 cm teraba tahanan. Portio tidak livide
menandakan pasien tidak sedang hamil. Saat dilakukan sondase didapatkan
panjang uteri 6 cm (<normal) dan teraba tahanan. Hal ini menunjukkan
kemungkinan mioma sudah menonjol ke dalam cavum uteri sehingga ukuran uteri
menjadi lebih pendek dari normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan Vaginal touche
didapatkan Portio kenyal (pasien tidak sedang hamil), OUE tertutup (tidak terjadi
29

pembukaan), CUT~24 minggu (terdapat massa dalam cavum uteri), AP kanan/kiri


lemas (normal), Cavum douglas tidak menonjol (normal). Pada pasien ini
dilakukan juga pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan ultrasonografi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
dengan kesimpulan anemia berat ec anemia defisiensi besi. Sementara pada
pemeriksaan USG diadapatkan Tampak uterus AF bentuk dan ukuran lebih besar
dari ukuran normal, endometrial line (+) 5 mm stratum basal reguler, tempak
masssa hiperechoic berbatas tegas di corpus posterior dengan ukuran 6,8 x 7,5 cm
dan 7,8 x 6.9 cm yang kemungkinan mioma uteri intramural, kedua ovarium
dalam batas normal, liver dan ginjal dalam batas normal. Kesan: Mioma Uteri
Intramural
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan

penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri intramural
dan anemia berat ec anemia defisiensi besi.
B. Tatalaksana
Pada pasien ini tatalaksana berupa observasi tanda vital dan rencana
Histerektomi

Totalis

salpingo-ooforektomi

bilateral.

Histerektomi

adalah

Pengangkatan rahim keseluruhan yang dipertimbangkan pada wanita yang sudah


tidak menginginkan anak lagi, pertumbuhan mioma yang berulang setelah
miomektomi, dan nyeri hebat yang tidak sembuh dengan terapi konvensional.
Pada kasus dimana sudah dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim), maka
tidak akan timbul kekambuhan kembali.
Pada tanggal 03 November 2016 dilakukan operasi histerektomi totalis
salpingo-ooforektomi bilateral dan ditemukan mioma uteri solid. Selanjutnya
dilakukan tatalaksana post-operasi yaitu observasi tanda vital, perdarahan, dan
nyeri, injeksi Ceftriaxone 1 g/ 12 jam IV, injeksi tramadol 100 mg / 12 jam dalam
RL, injeksi Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam IV, injeksi Metronidazole 500 g / 12
jam Inf.
C. Prognosis
30

Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam. Pada pasien ini tidak
ditemukan komplikasi berupa degenerasi ganas atau torsi sehingga prognosis pada
pasien ini baik.

DAFTAR PUSTAKA

Czuczwar, P., S. Wozniak, P. Szkodziak, E. Wozniakowska, M. Paszkowski, W. Wrona, P. Milart,


T. Paszkowki, M. Popajewski. 2014. Predicting the results of uterine artery embolization :
correlation between initial intramural fibroid volume and percentage volume decrease.
Prz Menopauzalny. 13(4): 247252. (http://www.termedia.pl/Journal/-4/Streszczenie23465
Decherney, Alan.H; Goodwin, T.Murphy. 2007. Current Diagnosis and Therapy, 10th Edition.
Mc Graw Hill Medical Publishing. New York.
Hadibroto Budi R, 2005, Mioma Uteri. Dalam: Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38, No.
3, September 2005: 255-260.
Hoffman, B.L., J.I. Schaffer, L.M. Halvorson, J.O. Schorge, K.D. Bradshaw, dan F.G.
Cunningham. 2012. William Gynecology. Mc. Graw-Hill: New York.
Joedosaputro MS. 2007. Tumor jinak alat genital. Dalam: Sarwono Prawiroharjo,edisi kedua.
Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 338-345.
Kumar, P., N. Malhotra. 2008. Jeffcoates Principles o Gynaecology 7 th Edition. Jaypee Brothers
Medical Publishers : India.
31

Ling, Frank.W, et al. 2001. Obstetrics and Gynecology: Principles for Practice. Mc Graw
Medical Publishing, New York.
Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Fertility And
Sterility.

87:725-736

(http://www.sart.org/uploadedFiles/ASRM_Content/News_and_Publications/Selected_Ar
ticles_from_Fertility_and_Sterility/myoma_etiology.pdf
Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. Ilmu kandungan.Edisi 2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono; 2008.
Wiknjosastro, H., A.B. Saifuddin, dan T. Rachimhadhi. 2011. Ilmu Kebidanan Edisi ke-3.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai