PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot
rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan
sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kirakira
10% mioma yang masih tumbuh. Neoplasma jinak ini berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid (Prawirohardjo,
2008).
Penyebab pasti dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Hanya
saja, mioma uteri sangat jarang ditemukan pada penderita yang belum
memasuki usia pubertas. Hal ini mendasari bahwa pertumbuhan mioma
uteri dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Telah diketahui bahwa hormon
reproduksi, terutama estrogen, memiliki jumlah reseptor yang lebih tinggi
pada jaringan mioma dibandingkan dengan jaringan miometrium di
sekitarnya. Mioma uteri juga tumbuh lebih cepat saat penderita hamil atau
mengalami paparan estrogen, dan menghilang atau mengecil saat
mengalami menopause (Wiknjosastro, 2011).
Mioma uteri cenderung tidak menimbulkan gejala klinis yang berarti.
Walaupun seringkali asimptomatik, gejala yang ditimbulkan mioma uteri
sangat bervariasi dan dapat mengganggu serta menurunkan kualitas hidup
penderita. Karena sebagian besar tumor tidak menimbulkan gejala klinis,
maka mioma uteri sering kali ditemukan sudah pada kondisi multipel dan
ukuran yang besar. Kondisi ini akan meningkatkan risiko seorang penderita
untuk menjalani terapi yang invasif seperti histerektomi.
Prevalensi mioma uteri adalah sekitar 20%-30% dari seluruh wanita dan
terus mengalami peningkatan. Mioma uteri ini merupakan tumor
ginekologi kedua terbanyak di Indonesia. Umumnya ditemukan pada
wanita usia reproduksi dan hanya 10% mioma uteri yang masih tumbuh
setelah menopause. Kira-kira 60% asimtomatik dan hampir 50%
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik. Data di RSUP
1
BAB II
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTIFIKASI
a. Nama
: Ny. NA
b. Umur
: 41 tahun
c. Alamat
: Jl. Naskah III Rt. 12 Rw.04. Sukarami. Palembang
d. Suku
: Sumatera
e. Bangsa
: Indonesia
f. Agama
: Islam
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan
: Buruh
i. MRS
: 21 Oktober 2016
j. No. RM
: 976216
ANAMNESIS (Tanggal 22 Oktober 2016)
Keluhan Utama
Pasien semakin mudah lelah sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
1 minggu SMRS os mengeluh tubuh os semakin mudah lelah
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Os lalu berobat ke puskesmas.
Pada saat di puskesmas os dikatakan mengalami kekurangan darah dan
terdapat benjolan di perut bagian bawah. Os lalu dirujuk ke RS. Islam Siti
Khodijah dan dirujuk lagi ke RSMH Palembang.
3 bulan yang lalu os merasakan benjolan di perut bagian bawah
semakin membesar dan nyeri. Nyeri perut yang dirasakan terus menerus,
nyeri bertambah apabila batuk bersin. Nyeri tidak menjalar, nyeri paling
berat dirasakan di perut bagian kiri bawah.
1 tahun yang lalu os merasakan adanya benjolan di perut bagian
bawah, benjolan dirasakan semakin membesar, awalnya benjolan
dirasakan sebesar telur puyuh dan tidak nyeri. Perdarahan tidak terjadi
diantara siklus menstruasi. Saat menstruasi di hari pertama dan kedua
banyak ganti pembalut 5-6 kali/hari, lamanya menstruasi 7 hari. Nyeri
saat menstruasi (+), sampai mengganggu aktivitas, os juga mengeluh
mudah lelah , pandangan berkunang-kunang, BAK dan BAB normal.
: sedang
: menikah, 2 kali,
pernikahan pertama: 4 tahun
pernikahan kedua :18 tahun
: menarche usia 12 tahun, siklus haid
28 hari, lamanya 7 hari.
Status Reproduksi
Status Persalinan
III.
: P3A0
1.
: 1992
2.
: 1999
3.
: 2002
Kesadaran
:Compos mentis
BB
:54 kg
TB
:150 cm
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
Respirasi
: 20x/menit, reguler
Suhu
:36,4oC
PEMERIKSAAN KHUSUS
4
Mata
Hidung
Mulut
Lidah
Faring/Tonsil
Kulit
: CRT < 3 s
LEHER
Inspeksi
Palpasi
THORAX
Inspeksi
Palpasi
A. PARU
Perkusi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
Abdomen cembung, tegang, simetris, fundus uteri teraba setinggi pusat
pusat.
EKSTREMITAS
Pucat (+), CRT <3, edema pretibial (-).
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo:
Portio tidak livide, OUE tertutup, Fluor (-), fluxus (+), E (-), L (-), P (-)
sondase 6 cm.
Vaginal touche:
Portio kenyal, OUE tertutup, CUT ~ 24 minggu, AP kanan/kiri lemas,
Cavum douglas tidak menonjol.
IV.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan Laboratorium (24 Oktober 2016)
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Diff. Count
Kimia klinik
Besi (Fe/Iron)
TIBC
Imunoserologi
Ferritin
Hasil
Nilai Normal
5.9 mg/dl
3,56 juta/m3
5,0 x 103/m3
23%
271.000/m3
0/3/51/40/6
11,2-15,5 mg/dl
4,2-4,5 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6//2-6/50-70/25-40/2-8
16
354
10.93-28.12 mol/L
240-474 g/dL
3.59
13-400 ng/mL
Pemeriksaan Ultrasonografi
Tampak uterus AF bentuk dan ukuran lebih besar dari ukuran normal
Endometrial line (+) 5 mm stratum basal reguler.
Tempak masssa hiperechoic berbatas tegas di corpus posterior dengan
ukuran 6,8 x 7,5 cm dan 7,8 x 6.9 cm yang kemungkinan mioma uteri
V.
intramural
Kedua ovarium dalam batas normal
Liver dan Ginjal dalam batas normal
Kesan: Mioma Uteri Intramural
DIAGNOSIS KERJA
Mioma Uteri Intramural dan Anemia Berat ( Anemia Defisiensi Besi)
VI.
PROGNOSIS
Prognosis
VII.
: dubia ad bonam
TATALAKSANA (Planning / P)
a. TERAPI
Observasi tanda vital
IVFD RL XX/menit
Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg iv.
R/Transfusi PRC s/d Hb 10 g/dl
Asam Folat 1x1 Tab
Sulfas Ferosus 2x1 Tab
R/ Histerektomi (03 November 2016)
b. MONITORING
S
O
Kepala masih St present:
(06.20)
A
Mioma
Uteri
Observas
IVFD RL
Injeksi T
R/Transf
Asam Fo
Sulfas Fe
lemas.
x/m, T: 36,50C
R/ Hister
26-10-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
27-10-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
28-10-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
29-10-2016
(08.00)
Tidak Ada
St present:
Mioma Uteri
Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
Asam Tr
Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
Inj. Ca G
30-10-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
31-10-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
31-10-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
1-11-2016
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
(08.00)
St present:
Mioma Uteri
Tidak Ada
(08.00)
St present:
Observas
IVFD RL
Maltofer
R/ Lapar
Observas
IVFD RL
Maltofer
R/ Lapar
Observas
R/ Konsu
R/ Lapar
Observas
R/ Konsu
R/ Lapar
2016)
x/m, T: 36,6c
3-11-2016
2016)
x/m, T: 36,6c
Tidak Ada
Observas
IVFD RL
R/ Trans
Maltofer
2016)
2-11-2016
Mioma Uteri
Observas
R/ Lapar
Inj. Ceftr
x/m, T: 36,6c
4-11-2016
Post
(08.00)
Histerektomi
flatus
Observas
IVFD RL
Inj Ceftr
demam
Nyeri (-)
bilateral
luka
tympani,
(+)
tertutup Hari I.
bising
Normal,
10
Inj trama
Inj Asam
Inj Metro
Mobilisa
Diet bias
Hasil
Nilai Normal
11.2 mg/dl
5.29 juta/m3
8.0 x 103/m3
38%
283.000/m3
0/4/56/34/6
11,2-15,5 mg/dl
4,2-4,5 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6//2-6/50-70/25-40/2-8
MCV
MCH
MCHC
LED
72.4*
21*
29*
33
85-95 fl
28-32 pg
33-35 g/dL
< 20 mm/jam
IX.
Hasil
Nilai Normal
12.90 detik
12.5 detik
0.90
12-18 detik
Nilai Kritis > 30 detik
9
29.5 detik
24.2 detik *
27-42 detik
Nilai Kritis : > 78 detik
321.0 mg/dl
388.0 mg/dl
0.65
200-400 mg/dl
Nilai kritis > 800 mg/dl
< 0.3 g/ml
4.1 g/dl
23 mg/dl
0.48
3.5-5.0 g/dl
<50 mg/dl
0.50-0.90 mg/dl
283.000/m3
4.1 mEq/L
150-450/m3
3.5-5.5 mEq/L
LAPORAN OPERASI
11
Hari/Tanggal
Operator
Diagnosa Pre-Bedah
Jenis Operasi
Dilakukan insisi mediana mulai 1 jari di atas simfisis sampai dengan 2 jari bawah
umbilikus sepanjang 12 cm insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus
peritoneum.
Menjepit, memotong, dan mengikat ligamentum rotundum kanan dan kiri dengan PGA
no. 2.0
Membuka plica vesicouterina, kemudian vesika urinaria disisihkan ke bawah dan lateral
lalu dilindungi hak besar.
Menembus ligamentum latum kiri dari araj belakang kedepan secara tumpul.
Menjepit, memotong, dan mengikat meosalfing dan ligamentum ovarii propii dan tuba
kanan dan kiri dengan PGA no. 2.0
Menjepit, memotong, dan mengikat vasa uterina kanan dan kiri dengan PGA no. 2.0
Menjepit, memotong, dan mengikat jaringan paraservikal kanan dan kiri dengan PGA no.
2.0
12
Menjepit, memotong, dan mengikat ligamentum sakrouterina kanan dan kiri dengan PGA
no. 2.0
Sudut tunggul vagina kanan dan kiri dijahit secara figure of eight dengan PGA no. 2.0.
Dilanjutkan penjahitan secara jelujur pada puncak tunggul vagina dengan PGA no. 2.0
Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah dan kassa besar dilepaskan
Setelah diyakini tidak ada perdarahan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis sbb
o Lapisan pritoneum dijahit jelujur dengan plain cutgut no. 2.0
o Lapisan otot dijahit jelujur dengan plain cutgut no. 2.0
o Fascia dijahit jelujur dengan PGA no. 1.0
o Subkutis dijahit jelujur dua lapis dengan PGA no. 2.0
o Kutis dijahit jelujur subkutikuler dengan PGA no. 3.0
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibroid, fibromyoma,
fibroleiomyoma, leiomyofibroma, atau leiomyoma, merupakan neoplasma jinak
yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri
berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous,
sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan,
dan berkonsistensi lunak jika otot uterusnya yang dominan. Mioma uteri dapat
tumbuh solid atau multipel. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari korpus uteri
dan 5% berasal dari serviks (Decherney, 2007).
Epidemiologi
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun
yakni sebesar 40%, dan jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Mioma
uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche, sedangkan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologik yang dirawat.
Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada 20-25% wanita usia reproduksi dan
meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun (Wiknjosastro, 2011).
Etiologi
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat
ini, tetapi penelitian telah dilakukan
hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular dalam tumor
jinak ini (Parker,2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada
perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada
miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium,
perubahan hormonal, atau respon terhadap cedera iskemik ketika haid. Setelah
terjadi mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh
promoter (hormon) dan efektor (growthfactors).
14
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator
dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih
belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor. (Hadibroto,2005).
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai
penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma. Konsentrasi reseptorestrogen pada mioma lebihtinggi dibanding dari
miometrium
sekitarnya
namun
konsentrasinya
lebih
rendah
dibanding
Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang diduga berperan penting sebagai faktor risiko
terjadinya mioma uteri yaitu:
a. Usia
Mioma uteri jarang terjadi sebelum usia pubertas, dan hampir tidak pernah
ditemukan pada perempuan menopause. Mioma uteri terjadi pada 20-25%
perempuan di usia reproduktif. Penyebab pastinya belum diketahui, namun
dicurigai akibat faktor hormon estrogen, dimana pada usia sebelum menarche
kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada
usia menopause. Walaupun biasanya asimptomatik, tumor paling banyak
menimbulkan gejala pada wanita usia 35-45 tahun. (Kumar dan Malhotra, 2008).
b. Ras
15
Ras kulit berwarna menjadi faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri.
Insidens mioma uteri 3-9 kali lebih banyak ditemukan pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 50 tahun terakhir, ditemukan hampir
50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna (Wiknjosastro, 2011).
c. Usia Menarche
Usia menarche berhubungan dengan produksi hormon estrogen endogen.
Usia menarche yang dini (<10 tahun) meningkatkan risiko untuk menderita
mioma uteri 1.24 kali lebih besar. Sebaliknya, usia menarche yang terlambat (>16
tahun) akan menurunkan risiko menderita mioma uteri sebesar 0.68 kali (Parker,
2007).
d. Obesitas
Wanita yang mengalami obesitas akan memproduksi estrogen lebih banyak
dalam tubuhnya. Hal ini disebabkan peningkatan konversi androgen menjadi
estrogen oleh jaringan adipose yang berlebih. Wanita dengan obesitas juga
menunjukkan penurunan produksi sex hormone binding globulin (SHBG) oleh
hati, yang menyebabkan peningkatkan kadar estrogen bebas (Hoffman dkk, 2011).
e. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama yang menderita mioma uteri
memiliki faktor risiko 1.5 lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak
memiliki riwayat keluarga penderita mioma uteri. Selain itu, wanita dengan 2
orang keluarga tingkat pertama yang menderita mioma uteri dilaporkan memiliki
ekspresi VEGF- (Growth factor yang memicu pertumbuhan mioma uteri) 2 kali
lebih besar daripada yang tidak. (Parker, 2007).
f. Paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma
uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal
ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan
peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium
postpartum berat, aliran darah dan bentuknya kembali menjadi asal melalui proses
apoptosis
dan
diferensiasi.
Proses
remodeling
ini
berkemungkinan
Klasifikasi
Mioma uteri terbanyak tumbuh di fundus dan korpus uteri, hanya 3% yang
terdapat di serviks. Mioma tumbuh soliter, multipel atau berdifusi . Menurut
tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi
menjadi 4: (Prawirohardjo,2008).
1. Mioma Submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di
jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan.
17
kemudian
membebaskan
wandering/parasiticfibroid.
18
diri
dari
uterus,
sehingga
disebut
4. Mioma Intraligamenter.
Mioma
subserosa
yang tumbuh
pada
jaringan lain,
menempel
misalnya
ke
ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering / parasisic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja
dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran
serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorle like pattern)
dengan psoudo kapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
Patofisiologi
19
20
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari
selaput otot yang matur. Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor
merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk
di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari
transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang
persisten (Joedosaputro, 2007 & Link, 2001).
Manifestasi Klinis
Mioma uteri menimbulkan gejala hanya pada 35-50% kasus. Sebagian besar
penderita mioma uteri tidak menunjukkan adanya gejala. Gejala mioma uteri
tergantung pada lokasi, ukuran, jenis dan adanya kehamilan (Wiknjosastro, 2005
&Decherney, 2007)
1. Perdarahan Abnormal
Menorrhagi adalah pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum
karena mioma. Mioma submukosa bertangkai sering menyebabkan gejala
menorrhagi sebagai akibat ulserasi atau nekrosis. Perdarahan oleh mioma dapat
menyebabkan anemia berat. Mioma intramural juga dapat menyebabkan
perdarahan yang lama dan disertai dengan peningkatan jumlah perdarahan
(hipermenorrhoe) oleh karena adanya gangguan kontraksi otot uterus. Cavum
uteri yang meluas karena pertumbuhan mioma dengan sendirinya dapat
menyebabkan perdarahan banyak, terutama mioma subserosa yang disertai
dengan masalah perdarahan yang lebih sedikit daripada dua jenis lainnya.
21
2. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan
nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang
akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis cervikalis
dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi
pada mioma uteri bertangkai. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar
ke pinggang dan tungkai bawah.
3. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organorgan di sekitar uterus. Penekanan tergantung pada besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada vesica urinaria dapat menyebabkan pollakisuria dan dysuria.Bila
uretra tertekan bisa menimbulkan retensio urin. Bila berlarut-larut dapat
menyebabkan hydrouretero nephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
4. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya
abortus karena distorsi rongga uterus.
Pada Mioma Geburt gejala yang menonjol berupa perdarahan per vaginam di
antara siklus haid yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan
masif. Darah yang keluar berupa darah segar dan kadang disertai nyeri sehingga
dapat diduga sebagai haid yang memanjang. Selain itu, mioma submukosa juga
dapat
menyebabkan
perdarahan
intermenstrual,
22
perdarahan
post
coitus,
Teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah
panjang serta adanya riwayat perdarahan per vaginam terutama pada perempuan
pada usia lebih dari 40 tahun, kadang dikeluhkan juga perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan,
namun dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang bentuknya tidak
regular, tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-benjol yang keras pada
palpasi.
Pada pemeriksaan Ginekologik (PDV) teraba massa yang keluar dari OUE
(kanalis servikalis), lunak, mudah digerakkan, bertangkai serta mudah berdarah.
Melalui pemeriksaan inspekulo terlihat massa keluar OUE (kanalis servikalis)
berwarna pucat (Prawirohardjo, 2008).
3. Pemeriksaan Penunjang
-
Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar
Hemoglobin. Pemeriksaaan laboratorium lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
Imaging
Pemeriksaaan dengan USG (Ultrasonografi) transabdominal dan transvaginal
bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar
baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas
kontur maupun pembesaran uterus.
23
Tatalaksana
Tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan operatif, 55% dari semua
kasus mioma uteri tidak memerlukan pengobatan, terutama bila mioma masih
kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian perlu dilakukan
observasi setiap 3-6 bulan.
Penanganan
mioma
uteri
terbagi
atas
penanganan
konservatif,
25
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran
uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi),
vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
1. Total abdominal hysterectomy (TAH)
2. Subtotal abdominal histerectomy (STAH).
Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. TAH
dilakukan untuk menghindari resiko
operasi yang
lebih
besar
seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan
rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada STAH, jaringan
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya
sekret vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi
pada pasien yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum
yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus
dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas
operasi. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih
minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam teknik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 iaitu;
1. Histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted
vaginal histerectomy/LAVH)
26
dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo,
2008)
BAB IV
ANALISIS KASUS
A. Diagnosis
Penegakaan diagnosis pada pasien ini dapat diketahui dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatakan
Os yang bernama Ny. NA usia 41 tahun P3A0, 1 minggu SMRS os mengeluh
tubuh os semakin mudah lelah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Os lalu
berobat ke puskesmas. Pada saat di puskesmas os dikatakan mengalami
kekurangan darah dan terdapat benjolan di perut bagian bawah. Os lalu dirujuk ke
RS. Islam Siti Khodijah dan dirujuk lagi ke RSMH Palembang. 3 bulan yang
lalu os merasakan benjolan di perut bagian bawah semakin membesar dan nyeri.
Nyeri perut yang dirasakan terus menerus, nyeri bertambah apabila batuk bersin.
Nyeri tidak menjalar, nyeri paling berat dirasakan di perut bagian kiri bawah. 1
tahun yang lalu os merasakan adanya benjolan di perut bagian bawah, benjolan
dirasakan semakin membesar, awalnya benjolan dirasakan sebesar telur puyuh
dan tidak nyeri. Saat menstruasi di hari pertama dan kedua banyak ganti pembalut
5-6 kali/hari, lamanya menstruasi 7 hari. Perdarahan tidak terjadi diantara
siklus menstruasi. Nyeri saat menstruasi (+), sampai mengganggu aktivitas, os
28
normal.
Berdasarkan hasil anamnesis, diperkirakan os telah menderita penyakit ini
sejak setahun yang lalu yaitu dimulai dengan timbulnya benjolan tanpa disertai
rasa nyeri. Os mengaku mengalami dismenorea di hari pertama dan kedua.
Biasanya dismenorea disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia
lokal miometrium. Os mengalami nyeri perut bawah 3 bulan SMRS.
Berdasarkan literatur, mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali
apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan
proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangka mioma atau
kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum
uteri.
Saat menstruasi di hari pertama dan kedua banyak ganti pembalut 5-6
kali/hari, lamanya menstruasi 7 hari. Os juga sering mengalami kelelahan,
pandangan berkunang sampai mengganggu aktivitas sejak 1 minggu yang lalu,
berdasarkan literatur yang ada mioma uteri bisa menyebabkan anemia defisiensi
besi karena perdarahan uterus abnormal. Patofisiologi perdarahan uterus abnormal
yang berhubungan dengan mioma uteri masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari beberapa faktor
pertumbuhan dan reseptor reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi
vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan
vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler didalam uterus
yang
pemeriksaan
penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri intramural
dan anemia berat ec anemia defisiensi besi.
B. Tatalaksana
Pada pasien ini tatalaksana berupa observasi tanda vital dan rencana
Histerektomi
Totalis
salpingo-ooforektomi
bilateral.
Histerektomi
adalah
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam. Pada pasien ini tidak
ditemukan komplikasi berupa degenerasi ganas atau torsi sehingga prognosis pada
pasien ini baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ling, Frank.W, et al. 2001. Obstetrics and Gynecology: Principles for Practice. Mc Graw
Medical Publishing, New York.
Parker, W.H. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Fertility And
Sterility.
87:725-736
(http://www.sart.org/uploadedFiles/ASRM_Content/News_and_Publications/Selected_Ar
ticles_from_Fertility_and_Sterility/myoma_etiology.pdf
Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. Ilmu kandungan.Edisi 2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono; 2008.
Wiknjosastro, H., A.B. Saifuddin, dan T. Rachimhadhi. 2011. Ilmu Kebidanan Edisi ke-3.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
32