Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN STUDI LAPANGAN

PENGETAHUAN LINGKUNGAN

Di

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PAKUSARI DAN

PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO KEBUN RENTENG

JEMBER

Oleh

Kelas : Pengetahuan Lingkungan A

Kelompok :6

Anggota : 1. Melvia Eka Desita P (140210103026)

2. Ayu Rheina Firdauzi (140210103072)

3. Moch. Ichwan T (140210103092)

4. Febry Dwi Y (110210103075)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 3
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 19
3.1 TPA Pakusari 19
3.2 Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 23
3.3 Solusi 30
BAB 4. PENUTUP 40
4.1 Kesimpulan 40
4.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN-LAMPIRAN 42
Lampiran 1. Kegiatan Studi Lapangan 42
Lampiran 2. Daftar Nama Peserta Studi Lapangan 44
Lampiran 3. Bukti Kegiatan Studi Lapangan 47

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampah merupakan permasalahan yang sangat kompleks di kota-kota
utamanya di Indonesia, namun tidak hanya menjadi permasalahan bagi kota-
kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Kalimantan, Sumatera, dan kota-kota
besar lainnya melainkan juga menjadi permasalahan bagi kota-kota kecil
misalnya saja kota Jember dan kota kecil lainnya yang juga memiliki
permasalahan yang sama dan juga sangat kompleks mengenai sampah.
Sehingga efek dumping sampah kemungkinan dapat terjadi di areal luas yang
dikhususkan untuk menimbun sampah atau yang sering disebut dengan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Salah satu Tempat Pembuangan Akhir yang ada di kota Jember yaitu TPA
Pakusari yang berdiri sejak tahun 1991 yang terletak di Kecamatan Pakusari,
Jember. TPA Pakusari ini merupakan tempat penampung sampah masyarakat
dari dalam kota dan juga luar kota Jember, dimana sebenarnya hal ini menjadi
permasalahan masyarakat yang kompleks di kota Jember. Kunjungan yang
dilakukan di TPA Pakusari meliputi pengamatan jumlah sampah yang
dihasilkan masyarakat Jember per harinya yang ditampung di TPA Pakusari,
serta mengetahui bagaimana teknik pengolahan sampah yang ada di sana.
Permasalahan lain mengenai sampah yaitu mengenai limbah pabrik yang
juga mempunyai dampak yang sangat kompleks bagi kelangsungan hidup
masyarakat. Namun saat ini muncul pabrik-pabrik yang mampu mengolah
sampah atau limbah industrinya menjadi barang-barang yang bermanfaat dan
tidak terbuang percuma sehingga tidak merusak lingkungan. Pabrik industri
yang menerapkan cara seperti itu disebut dengan Green Factory yaitu
dengan memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh industri menjadi sesuatu
yang juga lebih bermanfaat serta memiliki nilai jual tinggi sehingga limbah
tidak harus dibuang ke lingkungan yang akhirnya dapat merusak lingkungan.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng, Jember merupakan
salah satu pusat penelitian yang ada di Indonesia dan terbesar di Asia yang

1
berdiri sejak 104 tahun yang lalu tempatnya pada tanggal 1 Januari 1911 yang
didirikan oleh bangsa Belanda. Pusat Penelitian ini menggunakan metode
Zero Waste yaitu 0% sampah yang dihasilkan dari pusat penelitian ini.
Sehingga pusat penelitian ini disebut dengan green factory karena limbah yang
dihasilkan dari pusat penelitian ini semuanya digunakan kembali dan dirubah
menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat serta memiliki daya jual tinggi,
sehingga pusat penelitian ini tidak mencemari lingkungan dengan limbah yang
dihasilkan oleh industrinya.
Berdasarkan penjelasan diatas, mata kuliah pengetahuan lingkungan
merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh dan wajib di berikan di era
modern ini selain hanya dengan pemberian wawasan melalui materi akan
tetapi dalam mata kuliah pengetahuan lingkungan diadakan kegiatan studi
lapangan yang dimaksudkan sebagai sarana bagi mahasiswa untuk menambah
wawasan secara kontekstual serta mahasiswa diharapkan mampu
mengaplikasikan materi yang telah diterima pada saat melakukan observasi
atau terjun langsung ke lapangan. Dilakukannya studi lapangan atau
kunjungan ke Tempat Pembuangan Akhir Pakusari dan Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Kebun Renteng, Jember di maksudkan untuk mempelajari lebih
lanjut mengeni masalah sampah yang terjadi di TPA Pakusari serta
penanganan limbah yang dilakukan oleh pabrik atau perusahaan yang
menerapkan Green Factory.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teknik Pengolahan sampah yang berada di TPA Pakusari,
Jember?
2. Bagaimana cara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember untuk
menerapkan Green Factory dan cara memanfaatkan limbah agar tidak
terbuang percuma ke lingkungan?
3. Bagaimana solusi dan cara mengatasi permasalahan lingkungan khususnya
mengenai sampah yang ada di TPA Pakusari dan Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao, Jember?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pengolahan sampah yang berada di Tempat
Pembuangan Akhir Pakusari, Jember.

2
2. Untuk mengetahui cara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember
menerapkan Green Factory dan cara memanfaatkan limbah industry
agar tidak terbuang percuma.
3. Untuk mengetahui solusi dan cara mengatasi permasalahan lingkungan
khususnya mengenai sampah yang ada di TPA Pakusari dan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao, Jember

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1 Sampah
2.1.1 Pengertian Sampah

3
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu
sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak
mempunyai nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah menyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-
hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat (Candra, 2007).
Ketidakpedulian terhadap permasalahan pengelolaan sampah berakibat terjadinya
degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk hidup,
sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan
sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena berdampak pada sisi
kehidupan terutama dikota-kota besar. Sampah akan terus ada dan tidak akan
berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan berbanding lurus
dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah dikota
besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah
menumpuk dan tidak dapat dikelola dengan baik.
Menurut Mifbakhuddin (2010: 1) sampah menjadi persoalan yang cukup
serius bagi masyarakat terutama di wilayah perkotaan. Selama ini masyarakat
membuang begitu saja sampah ke tempat-tempat sampah dan menyerahkan urusan
selanjutnya kepada petugas kebersihan dan urusan selesai. Tetapi sesungguhnya
permasalahan tidak selesai sampai di situ. Timbunan sampah di tempat
pembuangan akhir menjadi problem tersendiri, problem kesehatan, pencemaran
dan keindahan lingkungan.
2 Jenis Sampah
Jenis sampah terdiri dari beberapa macam yaitu sampah kering, sampah
basah, sampah berbahaya beracun.
a Sampah kering
Sampah kering yaitu sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai seperti
gelas, besi, dan plastik.
b Sampah Basah
Sampah basah yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sisa
sayuran, daun, ranting, bangkai binatang.

4
c Sampah berbahaya beracun
Sampah berbahaya dan beracun yaitu sampah yang karena sifatnya dapat
membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah
nuklir, batu baterai bekas.
Didalam sampah banyak terdapat kuman atau bakteri. Kuman atau bakteri
tersebut ada yang membahayakan kesehatan manusia. Sampah juga menarik
perhatian serangga dan tikus untuk mencari makan, sehingga sampah dapat
menjadi sumber penularan penyakit (Utami, 2014).
3 Sistem Pengelolaan Sampah Padat
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang
meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu
dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Kelima aspek
tersebut meliputi: aspek teknis operasional, aspek organisasi dan manajemen,
aspek hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat.
Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol
pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan
pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan
lingkungan. Proses pengelolaan sampah melalu beberapa proses sebagai berikut:
a Penampungan sampah
b Pengumpulan sampah
c Pemindahan sampah
d Pengankutan sampah
e Pembuangan akhir sampah
Sistem pengelolaan sampah mencakup sub sistem pemrosesan dan
pengolahan. Masing-masing perlu dikembangkan secara bertahap langsung
sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi, sehingga tercipta
keseimbangan dan keselarasan antar sub-sistem, baik dalam pengoperasian
maupun pembiayaannya. Pola pengelolaan sampah hendaknya dikembangkan
dengan pemrosesan lebih lanjut untuk menjadikan sampah sebagai sumber daya
yang dapat dimanfaatkan, baik di tingkat kawasan mapun di TPA, sehingga
sampah yang akan di urug ke dalam tanah di minimalkan. Dengan melihat
karakteristik dan komposisinya, sampah berpotensi memberikan nilai ekonomi,
misalnya bila diolah menjadi bahan kompos dan bahan daur ulang. Namun potensi

5
nilai ekonomi ini hendaknya harus dilihat secara proposional dan lebih
mengedepankan prinsip agar sistem yang dipilih dapat berkesinambungan
(Widyatmoko, 2002).
4 Metode Pengelolaan Sampah Padat
Teknik pengelolaan sampah yaitu dapat dilakukan dengan beberapa metode,
seperti:
a Metode Open Dumping
Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/menimbun
sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/pengolahan sehingga sistem
ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.
b Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)
Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang
dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.
c Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)
Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah
ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan
penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam
operasi.
d Metode Grinding system
Metode pembuangan limbah domestic khususnya limbah organik yang
dihasilkan dari aktivitas di dapur yaitu dengan proses menghancurkan limbah
yang dihasilkan menjadi bagian bagian kecil kemudian dialirkan ke aliran air utuk
selanjutnya akan mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme (Faizah,
2008).
2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
2.2.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.

6
Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah
dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat,
sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak
berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran
bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan
menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan (Widyatmoko,
2002).
2.2.2 Persyaratan Lokasi TPA
Menurut Widyatmoko (2002) mengingat besarnya potensi dalam
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus
dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat
rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah, yang diantaranya dalam
kriteria regional dicantumkan:
Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
gempa, dll).
Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air
tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan
sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi).
Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%).
Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal
1,5 3 km).
Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
2.2.3 Metoda Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya
yaitu:
a Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan
terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih
ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya
(manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya
potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan

7
Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
b Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara
periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam
operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Di
Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan
kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa
fasilitas diantaranya:
Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
Pos pengendalian operasional
Fasilitas pengendalian gas metan
Alat berat
c Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional
dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang
timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana
dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini
baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan (Widyatmoko, 2002).
2.2.4 Tahapan Operasi Pembuangan
Menurut Widyatmoko (2002) kegiatan operasi pembuangan sampah secara
berurutan akan meliputi:
a Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat dan
diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran.
b Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan;
dilakukan sesuai rute yang diperintahkan.
c Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang telah ditentukan
dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas.
d Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai
kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik
dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat.

8
e Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang
cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk
menyangga lapisan berikutnya.
f Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi control
atau sanitary landfill.
3 Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama
cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai
macam tetapi yang banyak dikembangkan sebagai tanaman perkebunan ada tiga,
yaitu: criollo, forastero, dan trinitario :
1 Criollo menghasilkan biji cokelat yang bermutu tinggi dan dikenal sebagai edel
cocoa atau cokelat mulia. Kulit buah berwarna merah atau hijau, berbintil-bintil
kasar dan lunak. Bijinya berbentuk bulat dan berukuran besar, kulit bijinya
(kotiledon) berwarna putih waktu masih basah, biasanya digunakan sebagai
bahan pembuatan cokelat bermutu tinggi.
2 Forastero menghasilkan cokelat yang bermutu sedang, dikenal dengan bulk
cocoa atau ordinary cocoa. Kulit buah berwarna hijau dan tebal. Bijinya tipis
atau gepeng dan kulit bijinya (kotiledon) berwarna ungu waktu masih basah.
3 Trinitario merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo dan forastero
sehingga cokelat jenis ini sangat heterogen baik warna kulit, bentuk biji,
maupun mutunya.
2.3.1 Morfologi Kakao
Batang dan Cabang
Warna batang coklat tua kehitaman, alur pada kulit batang utama teratur dan
rapi, sedangkan alur pada cabang kurang tegas. Permukaan batang utama kasar,
alurnya berwarna agak keputihan.
Daun
Bentuk daun ujungnya runcing, ada penyempitan pada pangkalnya (bottle
neck) warna daun hijau tua tegas, sedangkan daun muda merah. Daun muda
ditumbuhi bulu yang berwarna merah.
Bunga
Letak dan sebaran bunga pada batang dan cabang merata. Kuncup bunga
warna merah, tangkai berwarna merah dan bagian bawahnya agak kekuningan,
panjang tangkai bunga rata-rata 1,1 cm. Bunga mekar berdiameter 1,2 cm dan

9
tinggi mahkota bunga 0,8 cm. Kelopak bunga bagian atas dan bawahnya agak
kemerahan. Bunga memiliki 5 benang sari palsu.
Buah
Buah muda (pentil) berwarna merah agak mengkilat,ujung pentil runcing,
pangkal pentil tumpul. Buah masak berwarna merah jingga yang dimulai dari
alurnya. Ketebalan kulit pada alur terdalam 1cm dan ketebalan kulit pada
punggungnya 1-3 cm, kulit keras.
Biji
Warna kulit biji basah coklat kekuningan dengan alur pada kulit biji tegas,
jumlah alur pada kulit biji rata-rata 15,4. Jumlah biji per buah 30-35. Berat biji
basah tanpa pulp rata-rata 2,54 gram. Warna kotiledon biji dominan putih tetapi
tardapat beberapa biji ungu muda (Satriono, 2009).
Akar
Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar bisa sampai 8 meter ke
arah samping dan 15 ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetative
pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-
akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan
menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang (Siregar, 2000).
2 Tahapan Pengolahan Kakao
Menurut Sri (2005) tahap pengolahan kakao yaitu dari panen sampai
pengeringan. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir
kakao, karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon cita rasa khas kakao
dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat.
1 Panen
Kegiatan panen meliputi pemetikan dan sortasi buah, pemecahan buah, dan
sortasi biji. Indikator yang digunakan dalam memanen buah kakao adalah warna
kulit buah atau bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Buah yang telah
dipanen dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan kelas kematangannya.
2 Fermentasi
Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh
sehingga perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna
keping biji, peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji dan
untuk melepaskan selaput lendir. Selain itu untuk menghasilkan biji yang tahan
terhadap hama dan jamur. Biji kakao difermentasikan di dalam kotak kayu
berlubang, dapat terbuat dari papan atau keranjang bambu. Fermentasi

10
memerlukan waktu 6 hari. Dalam proses fermentasi terjadi penurunan berat
sampai 25%.
3 Perendaman dan Pencucian
Tujuan perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses
fermentasi dan memperbaiki kenampakan biji. Selama proses perendaman
berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut sehingga kulitnya lebih tipis dan
rendemennya berkurang. Setelah perendaman, dilakukan pencucian untuk
mengurangi sisa-sisa lendir yang masih menempel pada biji dan mengurangi rasa
asam pada biji.
4 Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan cara menjemur,
dengan menggunakan mesin pengering, dan kombinasi keduanya. Dengan sinar
matahari yang cerah dibutuhkan waktu 7- 8 jam/hari atau atau total waktu 7- 9
hari, Sedangkan dengan mesin pengering diperlukan waktu 40-50 jam.
5 Penyortiran/Pengelompokan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan
mutunya. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air seimbang,
sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak.
6 Penyimpanan
Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap karung goni diisi
60 kg biji kakao kering. Kemudian karung disusun diatas palet papan kayu
maksimum 6 karung. Kondisi gudang harus kering dan berventilasi.
4 Kopi
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi
dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari
spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia.
Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut
dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui
para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).
Menurut Aak (1980), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan,
yakni:
1 Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di dunia
maupun di Indonesia khususnya. Di Indonesia kopi ini dapat tumbuh dan

11
berproduksi pada ketinggian 1000 1750 m dari permukaan laut. Kopi ini
memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat.
2 Kopi Liberika
Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah Liberika.
Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memilki tingkat
kelembapan yang tinggi dan panas. Kopi ini memiliki kualitas yang lebih buruk
dari kopi Arabika baik dari segi buah dan tingkat rendemennya rendah.
3 Kopi Canephora (Robusta)
Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta dipergunakan
untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama botanis. Jenis kopi
ini berasal dari Afrika, dari pantai barat sampai Uganda. Kopi robusta memiliki
kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi dibandingkan jenis kopi Arabika
dan Liberika.
4 Kopi Hibrida
Kopi hibrida merupakan turunan pertama hasil perkawinan antara dua
spesies atau varietas sehingga mewarisi sifat unggul dari kedua induknya. Namun,
keturunan dari golongan hibrida ini sudah tidak mempunyai sifat yang sama
dengan induk hibridanya. Oleh karena itu, pembiakannya hanya dengan cara
vegetatif seperti stek atau sambungan
5 Limbah Industri
2.5.1 Pengertian Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Sedangkan limbah industri adalah limbah yang dihasilkan dari suatu industri.
Jenis dan karakteristik limbah industri sangat beragam sesuai dengan jenis industri
itu sendiri. Limbah industri membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung
senyawa pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan
atau paling tidak berpotensial menciptakan pencemaran. Untuk itu, diperlukan
teknologi-teknologi pengolahan limbah yang baik (Mahida, 1984).
2 Karakteristik Limbah Industri
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat dibagi menjadi empat
bagian:
a Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen
pencemaran air pada umumnya terdiri atas bahan buangan padat, bahan
buangan organik, dan bahan buangan anorganik.

12
b Limbah padat. Limbah padat adalah limbah yang sesuai dengan sifat benda
padat merupakan sampingan hasil proses produksi. Pada beberapa industri
tertentu, limbah ini sering menjadi masalah baru sebab untuk proses
pembuangannya membutuhkan satu pabrik pula.
c Limbah gas dan partikel. Limbah gas dan parikel adalah limbah yang
memanfaatkan udara sebagai media. Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel,
debu melalui udara, dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang
cukup luas. Gas, asap, dan lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara
basah mengakibatkan partikel tambah berat dan malam hari turun bersama
embun.
d Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Merupakan sisa suatu usaha atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung
dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk
mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan,
memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan
fungsi kualitas lingkungan.
3 Pengolahan Limbah
Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa
pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau
paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat
lebih dahulu dengan jalan mengidentifikasi sumber pencemaran, kegunaan jenis
bahan, sistem pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan bahan
beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik. Namun demikian, tidak
selamanya harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan. Ada limbah yang
langsung dapat dibuang tanpa pengolahan, ada limbah yang setelah diolah
dimanfaatkan kembali.
Pengolahan limbah berkaitan dengan sistem pabrik. Ada pabrik yang telah
mempergunakan peralatan dengan kadar buangan rendah sehingga buangan yang

13
dihasilkannya tidak lagi perlu mengalami pengolahan. Bagi pabrik seperti ini
memang telah dirancang dari awal pembangunan. Buangan dari pabrik berbeda
satu dengan yang lain.
Perbedaan ini menyangkut pula dengan perbedaan bahan baku dan
perbedaan proses. Suatu pabrik sama-sama mengeluarkan limbah air, namun
terdapat senyawa kimia yang berbeda pula. Karena banyaknya variasi pencemar
antara satu pabrik dengan pabrik lain maka banyak pula sistem pengolahan.
Demikian banyak macam parameter pencemar dalam suatu buangan,
akibatnya membutuhkan berbagai tingkatan proses pula. Limbah memerlukan
penanganan awal. Kemudian pengolahan berikutnya. Pengolahan pendahuluan
akan turut menentukan pengolahan kedua, ketiga, dan seterusnya (Fithri, 2012).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL
3.1.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari

14
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari merupakan salah satu TPA yang
berada di kota Jember. TPA ini tepatnya terletak di desa Kertosari Kecamatan
Pakusari Kabupaten Jember. TPA Pakusari berdiri sejak tahun 1991-sekarang
dengan luas area 6,8 hektar. Layanan TPA Pakusari mencakup seluruh sampah
yang berada di wilayah kota Jember dan sekitarnya, khusunya di tiga wilayah
kecamatan kota yaitu Patrang, Sumbersari, dan Kaliwates serta Pasar Tanjung.
Sedangkan untuk yang di luar kota meliputi Sukowono, Kalisat, Silo, Mayang,
dan Rambipuji.

Jumlah sampah yang dihasilkan dari luar kota mencapai rata-rata 600 m3

perhari, dengan dibantu 52 armada truk namun, untuk khusus penanganan sampah
ada 32 armada truk dengan dibantu armada umum. Di daerah Pasar Tanjung

perhari menghasilkan sampah mencapai 4 retasi yaitu rata-rata 10 m3 yang

3
mencapai 50 m perhari. Untuk wilayah seperti Sukowono penanganan sampah

berasal dari pelayanan TPA Pakusari sedangkan Pasar Tanjung Pelayanan dari
Dinas Pendapatan Daerah. Dahulu pengolahan sampah yang ada di TPA Pakusari
dijadikan kompos dan untuk sampah yang sudah 5 tahun keatas di ayak manual
untuk pembuatan pupuk, namun selama 2 terakhir ini pengolahan sampah di TPA
Pakusari vakum disebabkan karena investor tidak berjalan.
Macam-macam Jenis Sampah di TPA Pakusari:
1 Sampah Organik
Sampah organik yang terdapat di TPA Pakusari meliputi sampah sisa daun
kering, sampah sayuran, sampah kulit buah, sampah organik ini merupakan
sampah yang mudah dan dapat diuraikan.
2 Sampah Anorganik
Sampah anorganik meliputi botol plastik, tas plastik, metal, dan kaleng
minuman yang merupakan sampah yang sulit untuk diuraikan.
3 Sampah Khusus
Sampah khusus ini merupakan sampah sisa dari medis (rumah sakit) seperti
botol infus, jarum, obat-obatan dan lain sebagainya.
Manfaat TPA Pakusari

15
Sampah yang ditampung di Tempat Pembuangan Akhir Pakusari memiliki
manfaat bagi masyarakat dalam bidang ekonomi, dimana pada saat observasi
terlihat tenda-tenda pemulung sampah yang digunakan sebagai tempat istirahat
selama mereka bekerja untuk memulung sampah. Masyarakat yang mengambil
sampah di TPA Pakusari mendapatakan penghasilan dari memungut sampah
anorganik seperti kaleng, botol plastik yang biasanya mereka jual ke pengepul,
penghasilan para pemulung sampah tergantung dari banyaknya sampah yang
mereka pungut. Untuk sampah organik biasanya mereka ambil untuk pakan
ternak. Selain itu juga ada para pekerja tetap yang nantinya akan di gaji oleh pihak
TPA Pakusari. Selain mendapatkan penghasilan mereka juga mendapatkan
layanan kesehatan apabila terjadi kecelakan kerja seperti tekena paku, dan lain-
lain.
Pengolahan Sampah di TPA Pakusari
Pengolahan sampah yang ada di TPA Pakusari dilakukan dengan cara
Controlled Landfill yaitu sampah yang diratakan dengan ketinggian 1 m kemudian
diberi tanah uruk 20 cm dan terus seperti itu, sehingga menyerupai seperti kue
lapis. Selain itu pengolahan sampah bisa dari pemulung sampah yang memungut
sampah yang nantinya mereka jual ke pengepul biasanya sampah yang dijual
merupakan sampah anorganik seperti kaleng, botol plastik dan lain sebagainya.
Kemudian untuk sampah organik sebagian diambil masyarakat untuk pakan ternak
dan selain itu dijadikan sebagai pupuk kompos yang nantinya pupuk ini dapat
dijual. Untuk sampah yang sudah 5 tahun keatas diolah dengan ayak manual
menjadi pupuk. Kemudian untuk sampah khusus seperti sampah dari medis atau
rumah sakit seperti jarum suntik, botol infus, atau obat-obatan dan lain sebagianya
diolah dengan cara dibakar karena sampah rumah sakit berbahaya dan
mengandung virus atau bakteri lainnya yang harus segera ditangani dan tidak
boleh dibuang secara sembarangan. Jadi teknik pengolahan sampah yang di
lakukan di TPA pakusari masih menggunakan teknik pongolahan secara
sederhana dan sebagian di jadikan pupuk kompos.
Kendala TPA Pakusari
Saat ini jumlah penduduk tiap tahunnya mengalami peningkatan, tentu hal ini
juga mengakibatkan semakin banyaknya sampah yang dihasilkan oleh

16
bertambahnya penduduk. Sehingga hal ini mengakibatkan kendala dalam
penanganan sampah khusunya di TPA Pakusari. Yang menjadi kendala
penanganan sampah di TPA Pakusari yaitu masalah lahan dimana area
penampungan sampah di TPA Pakusari seluas 6,8 hektar untuk saat ini tidak
mampu menampung sampah yang semakin banyak sehingga area ideal dengan
proyeksi penambahan sampah dibutuhkan penambahan lahan area seluas 4,5
hektar. Penambahan lahan ini sudah diajukan oleh pihak TPA Pakusari kepada
pemerintah namun sampai saat ini masih belum ada tindak lanjut dari pemerintah
mengenai penambahan lahan. Kendala lain mengenai pengolahan sampah yang
dijadikan kompos untuk 2 tahun terakhir ini tidak dapat berjalan atau dapat
dikatakan vakum dikarenakan tidak berjalannya para investor.
3.1.2 Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng, Jember
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng, Jember berdiri sejak 104
tahun yang lalu yaitu tepatnya pada tanggal 1 Januari 1911. Dulu Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao berdiri dengan nama yaitu Besuki Prove Station. Kantor Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao terdapat di Jalan PB. Sudirman No. 90, Jember. Di
kantor Pusat Penelitian Kopi dan Kakao terdapat kegiatan laboratorium kultur
jaringan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman dengan simbiolik embisis
dan laboratorium pasca panen. Untuk segala kegiatan dan aktivitas yang sering
dilakukan para pekerja terdapat di kebun percobaan Kaliwining dengan ketinggian
45 m di atas permukaan air laut, dan juga terdapat dua tempat kebun percobaan
lain yang satu ada di Malang Selatan, Sumber Mancing Wetan, dengan nama
kebun percobaan Sumberasin dengan ketinggian 600 m di atas permukaan laut
dengan meneliti kopi robusta dan sebagian kecil kakao. Kebun percobaan kedua
terdapat di Bondowoso dengan nama kebun percobaan Andongsari, Kecamatan
Pakem dengan ketinggian 1100 m di atas permukaan air laut dengan meniliti kopi
arabika dan kopi luwak.

Kebun Percobaan Kaliwining

Kebun percobaan Kaliwining terletak di desa Nogosari, Kecamatan Kalipuji


dengan ketinggian 45 m diatas permukaan air laut dengan luas tanah 160 hektar

17
dengan tipe iklim D artinya yaitu memiliki iklim kering. Kebun percobaan
Kaliwining memiliki tugas dan fungsi sebagai tempat pembenihan untuk tanaman
kopi dan terutama kakao, yang kedua untuk pelestarian plasma nutfah dimana di
pusat penilitian ini memiliki banyak plasma nutfah kakao dan kopi, plasma nutfah
diperlukan untuk merakit atau mengkombinasikan jenis-jenis baru yang
dibutuhkan. Sebagai pusat penelitian kopi dan kakao maka diperlukan banyak
koleksi plasma nutfah. Di kebun percobaan Kaliwining ini digunakan sebagai
lokasi pohon induk dan juga lokasi kebun benih, kebun pembibitan dan juga
kebun produksi, selain itu juga kebun percobaan Kaliwining ini menjadi
Agrowidya wisata.

Tentang Tanaman Kakao (Theobroma cacao, L)


Tanaman Kakao berasal dari Amerika Tengah dari daerah hutan hujan tropis
yang terdapat di daerah sungai Amazon. Tanaman kakao ini tumbuh dibawah
tanaman-tanaman besar atau naungan. Dimana naungan dibagi menjadi 2 yaitu
naungan tetap dan naungan sementara, naungan tetap meliputi tanaman lamtoro
(Laucaena glauca), tanaman kelapa (Cocos nucifera), untuk mahoni (Swietenia
mahagoni) ditanam di pinggir berfungsi sebagai penahan angin, sedangkan untuk
naungan sementara meliputi tanaman kacang-kacangan (Mogania makrofila),
tanaman pisang, tanaman jagung dan juga tanaman tebu. Tanaman kakao
membutuhkan pencahayaan sebesar 30% maka untuk memilih naungan misalnya
seperti tanaman lamtoro hendaknya memilih tanaman lamtoro yang tidak berbiji
karena apabila memilih tanaman lamtoro yang berbiji akan tumbuh gulma.
Sehingga untuk yang 70% pencahayaan disaring dengan naungan.
Jenis tanaman kakao yang dibudidayakan tergantung dari perdagangannya,
ada yang menghendaki biji coklat warna ungu dan ada yang menghendaki biji
putih. Saat ini di Indonesia yang dikembangkan oleh para petani untuk tanaman
kakao 90 % yaitu lindak (biji coklat warna ungu) sedangkan kakao yang berbiji
putih dikembangkan oleh BTPN contohnya yang mengembangkan biji kakao
putih yaitu BTPN 12, biji kakao putih umumnya memiliki harga mahal dibanding

18
dengan biji kakao lainnya. Para petani Indonesia tidak mengembangkan biji kakao
putih karena produktivitasnya rendah dan tanamannya disukai hama penyakit.

Penanaman tanaman kakao ini yang cocok yaitu pada ketinggian dibawah
600 m dari permukaan air laut apabila berada diatas 600 m dari permukaan air laut
tanaman kakao dapat tumbuh akan tetapi masa produksinya lama dan masa
buahnya juga lama. Dengan PH tanah netral antara 6-7 serta curah hujan yang
dibutuhkan yaitu 1500-2500 apabila kurang dari batas yang ditentukan maka
tanaman kakao akan mati, produksinya rendah dan biaya produksinya tinggi.
Untuk pusat penilitian kopi dan kakao, Jember ini biaya produksinya tinggi hal ini
karena curah hujan yang rendah sehingga dibutuhkan penyiraman. Untuk itu
seharusnya hujan turun sepanjang tahun, untuk penanaman tanaman kakao yang
ideal yaitu terjadi hujan sepanjang tahun atau hujan keringnya terjadi kurang dari
3 bulan. Proses penyiraman yang dilakukan dengan cara penyemprotan melalui
lubang-lubang seperti biopoli yang berfungsi untuk menghemat air selain itu
dengan sistem palepan namun harus dihindari karena butuh banyak air.

Masa Panen Tanaman Kakao


Masa panen besar tanaman kakao terjadi 2 kali dalam setahun yaitu pada
bulan Mei, Juni, dan Juli serta pada bulan November, Desember, dan Januari.
Tetapi pada umumnya sepanjang tahun tanaman kakao berbuah. Untuk di wilayah
Jawa Timur masa panen besarnya 2 kali dalam setahun, tetapi untuk wilayah
seperti Sumatera yang ada di bagian utara garis Khatulistiwa berbuah sepanjang
tahun karena di wilayah tersebut curah hujannya sepanjang tahun. Jadi beda
tempat, beda iklim, juga beda masa panennya.

Produktivitas dan Hasil Produksi Kakao

Untuk hasil produksi tergantung pada pemeliharaan dan juga tergantung


klon atau varietas yang ditanam, kalau rata-rata produksi nasional 800 kg/hektar.
Perbanyakan kakao dapat berasal dari generative biji yang berasal dari kebun
benih. Benih yang ada di kebun percobaan Kaliwining yaitu benih yang berasal
dari penyerbukan buatan atau dibantu oleh manusia dan benih yang berasal dari

19
penyerbukan alami. Kakao mulai belajar berbuah dari usia 2,5-3 tahun, untuk usia
produktiv dari tanaman kakao yaitu sekitar 25 tahun apabila tanaman dipelihara
dengan bagus, apabila pemeliharaan tidak bagus maka usia produktiv tanaman
kakao hanya sekitar 20 tahun tanaman di bongkar. Biasanya apabila tanaman
kakao sudah tua, produktivitasnya rendah, namun secara fisik masih bagus dan
buahnya juga masih bagus maka disambung samping tanpa harus tanaman
dibongkar total. Jadi ada tanaman baru atau jenis-jenis tanaman baru yang
produktivitasnya tinggi jadi dari tanaman pokok yang memiliki perakaran kuat.
Apabila tanaman yang usianya sudah 20 tahun dibongkar maka perusahaan akan
rugi karena selama 3 tahun tidak produksi tapi jika di sambung samping maka
tanaman masih dapat produksi.

Penyakit atau Hama yang Menyerang Tanaman Kakao


Hampir seluruh bagian tubuh tanaman kakao ini seperti daun, buah, batang,
akar, dan lainnya diserang oleh penyakit. Daun merupakan bagian dari tanaman
kakao yang mudah diserang oleh penyakit seperti misalnya diserang oleh ulat
kilan yaitu daun yang masih muda, selain ulat penyakit lainnya seperti VSD
(Vascular Streak Dieback), jamur, dan holotutricum. Sedangkan untuk penyakit
yang menyerang buah yaitu helopeltis yaitu kepik penghisap buah kakao, apabila
buah yang masih kecil dihisap maka akan kering terus mati, namun apabila yang
dihisap buah yang besar maka akan muncul bentol-bentol atau burik pada buah
sehingga buah terlihat tidak menarik dampak dari adanya penyakit atau hama
yang menyerang buah maka akan mengurangi produksi. Penyakit yang menyerang
batang yaitu ulat pengebor atau siluburus, ulat penggerek dan kanker batang
(Phytopthora) selain menyerang batang juga dapat menyerang buah yang
menjadikan buah busuk sedang akarnya diserang penyakit jamur akar putih, jamur
akar coklat, untuk hama kutu putih tidak membahayakan tanaman kakao akan
tetapi pada saat musim kemarau kutu putih dapat menyerang bunga yang
menjadikan bunga kering.

Cara penanganan penyakit atau hama pada tanaman kakao yaitu dapat
menggunakan pestisida, daun mahoni, atau daun sirsak yang diekstrak, selain itu

20
dengan kultur teknis dengan cara mengurangi kelembapan kebun dan tanaman
dipangkas, apabila tanahnya basa dibuat saluran krenase. Buah kakao yang
berwarna hijau dengan nama klon Jaz 60 tidak tahan dengan penyakit VSD yang
menyerang daun sehingga menyebabkan daun rontok dan jamur menjalar ke
batang sehingga menyebabkan batang mati, jamur yang menjalar ke batang
tanaman kakao melewati pembuluh angkut xilem sehingga tanaman disambung
dengan buah kakao merah dengan nama klon Sulawesi 1 jadi digunakan untuk
menggantikan kanopi daunnya. Ciri-ciri buah kakao masak yaitu terdapat seleret
kuning atau warna kekuningan.

Untuk melakukan penyambungan maka perlu memilih jenis tanaman yang


tahan terhadap penyakit seperti buah kakao merah tahan resisten, dengan
melakukan penyambungan maka telah melakukan pengendalian teknik kultur
yang dapat menghemat biaya pestisida, selain kakao merah yang tahan terhadap
penyakit yang digunakan untuk penyambungan yaitu Sulawesi 1, ECA 6 yang
digunakan untuk mengganti daun bagian atas atau kanopi, jadi yang digantikan
merupakan klon yang memiliki produktivitas tinggi seperti Jaz 60 yang memiliki
produktivitas tinggi namun tidak tahan penyakit. Mengenai rasa dari buah kakao
ini sendiri tergantung dari selara masyarakat namun sebenarnya bauah kakao biji
putih yang memiliki rasa lebih enak. Namun permintaan pasar lebih banyak pada
kakao biji coklat warna ungu. Alasan pemilihan kakao lindak sebagai penilitian
karena petani Indonesia 95% lebih banyak menanam kakao lindak dan sehingga
dilakukan penilitian untuk memperbaiki pertanian rakyat.

Pertanian Tanpa Limbah


Pertanian tanpa limbah berbasis kakao dan kopi, tanaman kopi dan kakao
harus ada naungannya yang setiap saat juga harus dipangkas. Limbah dari
tanaman kakao dan kopi berasal dari pangkasan naungan, daun dari tanaman
kakao dan kopi itu sendiri, dan rumput atau gulma. Untuk limbah kakao yang
berasal dari pangkasan sebanyak 5 ton selama 1 tahun. Untuk pangkasan lamtoro
15 ton selama 1 tahun, jadi produksi yang hijaunya mencapai 20 ton per tahun.

21
Limbah kakao ini terbesar berasal dari kulit yakni sebesar 70% sedangkan yang
30% berasal dari bijinya. Melihat rata-rata produksi nasional yang mencapai 800
kg biji kering limbah yang dihasilkan 27,5 ton selama setahun. Pengelolaan
limbah biji, kulit, pangkasan rantai ini selain sebagai kompos, juga bisa digunakan
sebagai pakan ternak seperti hewan kambing dan sapi dengan cakupan limbah
kakao dengan luas satu hektar mampu mencakup pakan kambing sebanyak 15
ekor kambing dewasa. Sedangkan limbah kotoran hewan sebanyak 15 ekor
kambing menghasilkan sebanyak 8 ton. Untuk limbah kotoran kambing ini sendiri
nantinya dijadikan pupuk dalam penanaman kakao serta dapat dijadikan biogas
tak hanya itu kotoran kambing tadi juga bisa diolah menjadi pakan cacing dimana
nantinya cacing bisa digunakan untuk pakan ikan, oleh karenanya limbah yang
ada disini memang diolah secara efektif agar memiliki nilai dan kegunaan yang
membawa peningkatan ekonomi serta pengurangan limbah dalam kerusakan
lingkungan.
Pengelolaan Biji Kopi Secara Primer
Pusat Penilitian Kopi dan Kakao, Jember memiliki laboratorium pengujian
mesin, pusat penelitian kakao, unit pengolahan hulu, unit pengolahan hilir kopi
maupun kakao. Selain itu terdapat tempat pemanfaatan limbah, disamping itu juga
terdapat tempat pemanfaatan untuk pakan ternak, limbah pakan yang kemudian
masuk ke sistem biogas. Kemudian hasil biogas nantinya akan digunakan sebagai
sumber bahan bakar sangrai dan oven. Kemudian bisa masuk ke dalam pabrik
sabun dan pabrik coklat. Selain itu terdapat workshop tempat untuk memproduksi
mesin, proses pengujian mesin kristalisator untuk menghasilkan kopi instan.
Mesin yang sebelum dijual atau dikirim ke pemesan diuji terlebih dahulu sebelum
kita memproduksi di pabrik. Jadi bahan baku yang digunakan berasal dari pabrik.
Selain itu terdapat mesin pengayak yang berfungsi untuk menentukan mutu
berdasarkan size atau ukurannya. Mesin pengayak dan mesin sangrai yang dibuat
merupakan mesin yang sudah dipesan sebelumnya dan sudah siap untuk dikirim
kepada pemesan. Didalam laboratorium juga terdapat alat-alat diantaranya
pengatur suhu, pengatur kecepatan, pengukur pH, termasuk pengukur kontaminasi
untuk mutu mikrobiologi, yang bisa digunakan untuk meneliti TPC.

22
Pengolahan biji kopi primer, untuk biji kopi yang diolah merupakan biji
kopi yang berwarna merah. Sedangkan kopi yang berwarna kuning, hijau dan
hitam merupakan produk inferior. Pada kopi Arabica efek fermentasi sangat besar
terhadap cita rasa maupun aromanya, namun pada kopi robusta aromanya tidak
begitu menyengat. Proses pengolahan awalnya yaitu biji kopi yang telah dipanen
disortasi secara teliti untuk memisahkan buah yang superior (masak, bernas, dan
seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang, dan terserang
hama/penyakit). Buah merah terpilih (superior) diolah dengan metode pengolahan
basah supaya diperoleh biji kopi dengan HS kering dengan tampilan yang bagus,
sedang buah campuran hijau kuning diolah dengan cara pengolahan kering.

Proses basah diawali dengan pengupasan kulit buah dengan mesin


pengupasan kulit buah (pulper) tipe silinder. Pengupasan kulit buah berlangsung
di dalam celah diantara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan
pisau yang diam (stator). Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan dengan
menyemprotkan air ke dalam silinder bersama dengan buah yang akan dikupas.
Penggunaan air sebaiknya diatur sehemat mungkin disesuaikan dengan
ketersediaan air dan mutu hasil. Jika mengikuti proses pengolahan basah secara
penuh, konsumsi air dapat mencapai 7-9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Aliran
air berfungsi untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi di dalam silinder
dan sekaligus membantu membersihkan lapisan lender. Lapisan air juga berfungsi
untuk mengurangi tekanan geseran silinder terhadap buah kopi sehingga kulit
tanduknya tidak pecah.

Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi


Arabika dan tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi Robusta terutama
untuk kebun rakyat. Tujuan proses ini adalah untuk menghasilkan lapisan lender
yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Pada
kopi Arabika, fermentasi juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan
mendorong terbentuknya kesan Mild pada cita rasa seduhannya. Prinsip
fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan
lender oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses

23
fermentasi dapat dilakukan secara basah (merendam biji kopi di dalam genangan
air) dan secara kering (tanpa rendaman air).

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi


yang masih menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat
dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedang untuk kapasitas besar
perlu dibantu dengan mesin. Ada dua jenis mesin pencuci yaitu tipe batch dan tipe
kontinyu. Mesin pencuci tipe batch mempunyai wadah pencucian berbentuk
silinder horizontal segi enam yang diputar. Mesin ini dirancang untuk kapasitas
kecil dan konsumsi air pencuci yang terbatas, sekitar 50-60 kg. Mesin pencuci
kontinyu mempunyai kapasitas yang relative besar, yaitu antara 100-1000 kg biji
kopi.

Kemudian yaitu dilanjutkan dengan proses pengeringan yang bertujuan


untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi HS yang semula 60-65%
sampai menjadi 12%. Pada kadar air ini, biji kopi Hs relative aman untuk dikemas
dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
Proses pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan
kombinasi keduanya. Buah kopi arabika mutu rendah (inferior) hasil sortasi di
kebun sebaiknya diolah secara kering. Cara ini juga banyak dipraktekkan petani
untuk mengolah kopi jenis robusta. Tahapan proses ini relative lebih pendek
dibandingkan proses basah. Buah kopi hasil panen atau hasil sortiran langsung
dijemur dengan teknik penjemuran. Proses pengeringan dapat dilakukan melalui
dua tahap, yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20-25%
dan kemudian dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas
untuk proses pengeringan dapat lebih dijamin, sehingga buah atau biji kopi dapat
langsung dikeringkan dari kadar air awal 60-65% sampai kadar air 12% dalam
waktu yang lebih terkontrol. Pada proses pengeringan mekanik membutuhkan
peralatan mekanis yang yang relative lebih rumit, modal investasi yang relative
cukup besar dan tenaga pelaksana yang terlatih. Konsumsi minyak tanah pada
pengering mekanis berkisar antara3-4 liter per jam. Sedang konsumsi kayu bakar
untuk pengering berbahan bakar kayu adalah antara 15-20 kg per jam tergantung

24
pada kadar air kayu bakarnya. Pengeringan dengan cara kombinasi merupakan
salah satu alternative yang tepat untuk memperbaiki mutu dan sekaligus menekan
biaya produksi. Proses pengeringan dilakukan dalam dua tahap yaitu pertama,
pengeringan awal (predrying) biji basah di lantai semen samapi kadar airnya
mencapai 20-22% dan kedua pengeringan akhir (final drying) biji kopi di dalam
pengering mekanis pada suhu 50-600C selama 8-12 jam sampai kadarair 12%.

Pengukuran kadar air biji kopi merupakan salah satu tolak ukur proses
pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang
murah. Akhir dari proses pengeringan harus ditentukan secara akurat. Pengeringan
yang berlebihan (menghasilkan biji kopi dengan kadar air jauh dibawah 12%)
merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena terjadinya kehilangan
berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka kadar air biji kopi belum mencapai
titik keseimbangan (12%) sehingga biji kopi menjadi rentan terhadap serangan
jamur pada saat disimpan atau diangkut ke tempat konsumen.

Selanjutnya proses pengupasan kulit kopi, pengupasan ditujukan untuk


memisahkan biji kopi dengan kulit tanduk. Hasil pengupasan disebut dengan biji
kopi beras. Kulit tanduk akan terlepas karena gesekan antara permukaan rotor dan
terlepas menjadi serpihan ukuran kecil. Permukaan rotor mempunyai ulir dan
mampu mendorong biji kopi ke luar silinder, sedangkan serpihan kulit lolos lewat
saringan dan terhisap oleh kipas. Biji kopi beras harus disortasi secara fisik atas
dasar ukuran dan cacatnya biji. Selain itu, kotoran-kotoran non kopi seperti
serpihan daun, kayu atau kulit kopi, harus juga dipisahkan. Sortasi ukuran
dilakukan dengan ayakan mekanis tipe meja getar. Kapasitas ayakan antara 400-
1200 kg per jam tergantung pada kebutuhan. Mesin sortasi mempunyai tiga
saringan dengan ukuran lubang 5,5, 6,5, dan 7,5 mm. Untuk mesin sortasi tipe
getar, ayakan disusun bertingkat sedangkan tipe silinder putar ketiga ayakan
dipasang secara berurutan (seri). Masing-masing tingkat atau seri ayakan
dilengkapi dengan kanal untuk mengeluarkan (outlet) biji dengan ukuran yang
sesuai dengan lubang ayakannya.

25
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah
disortasi dalam kondisi yang aman sebelum di pasarkan ke konsumen. Beberapa
faktor penting pada penyimpanan biji kopi adalah kadar air, kelembapan relative
udara dan kebersihan gudang. Serangan jamur dan hama pada biji kopi selama
penggudangan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur
merupakan cacat mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena
menyangkut rasa dan kesehatan termasuk beberapa jenis jamur penghasil
okhratoksin. Udara yang humid pada gudang di daerah tropis merupakan pemicu
utama pertumbuhan jamur pada biji, sedangkan sanitasi atau kebersihan yang
kurang baik menyebabkan hama gudang akan cepat berkembang dan pada
akhirnya akan merusak biji kopi sebagai makanan. Kelembapan (RH) ruangan
gudang sebaiknya dikontrol pada nilai yang aman untuk penyimpanan biji kopi
kering, yaitu sekitar 70%. Pada kondisi ini, kadar air kesetimbangan biji kopi
adalah 12%. Jika kelembapan relative udara meningkat di atas nilai tersebut, maka
biji kopi akan mudah menyerap uap air di udara lembab di sekelilingnya sehingga
kadar airnya meningkat. Oleh karena itu, gudang penyimpanan biji kopi di daerah
tropis sebaiknya dilengkapi dengan sistem penerangan, sistem pengkondisian
udara dan alat pengatur sirkulasi udara yang cukup.

Unit Pengolahan Terpadu, yang dapat digunakan sebagai tempat


pengolahan coklat secara terpadu. Coklat yang telah dipecah kemudian
difermentasi lalu dikeringkan dengan memanfaatkan cahaya matahari, ini
merupakan konsep hybrid. Pada konsep hybrid ini menggunakan dua bahan bakar
yaitu panas matahari yang diserap ke bawah, sedangkan pada saat malam hari
(lembur) atau saat cuaca mendung menggunakan kayu bakar. Pengeringan secara
indirect/pengadukan manual bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar
supaya bekerja di pabrik sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi para
pengangguran dan menghemat penggunaan listrik. Rasa pada kakao kuncinya
terletak pada perlakuan suhu sehingga suhu harus benar-benar dijaga. Suhu pada
kakao biasanya sebesar 60oC, jika suhu yang diberikan terlalu tinggi maka bisa
merusak rasa dan berbau menyengat seperti terbakar, jadi suhu tidak boleh tinggi.

26
Membutuhkan waktu 37 jam sehingga kalau kita tidak menggunakan suhu yang
tadi akan merusak cita rasa kakao. Pada mesin pemeras lendir terdapat dua macam
yaitu mesin pemeras lendir manual dan mesin pemeras lendir mekanik (bekerja
sama dengan University Bohenhim di Jerman). Proses fermentasi ada yang secara
individual yang biasanya dilakukan oleh para petani, sedangakn fermentasi kakao,
biji pada kakao dipecah kemudian diperas lendirnya kemudian diletakkan pada
kotak pertama ( maksimal 40 kg). Ukuran yang ideal digunakan adalah 40 kg dan
membutukan waktu selama 3 hari kemudian dipindahkan ke dalam kotak bawah
selama 2 hari. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk proses fermentasi adalah selama
5 hari. Sebelum proses fermentasi biji kakao ada yang diperas lendirnya dan ada
pula yang tidak diperas lendirnya.

Pemerasan lendir sebagai improvisasi penggunaan lendir, lendir itu boleh


dikurangi untuk dimanfaatkan fulvanya tadi sebagai produk samping makanan
nata de cacao yang merupakan produk dari lendir tadi. Dengan berkurangnya
lendir bisa mempercepat proses fermentasi, bisa menjadi 4 hari saja dengan
kualitas yang sama. Proses fermentasi terjadi secara alami karena adanya gula,
serat, karbohidrat, dan sebagainya yang saling menempel. Kemudian ditutup
dengan karung goni, dan terdapat lubang karena nantinya akan terjadi proses
reaksi oksidasi secara eksotermis yang berfungsi untuk membantu proses senyawa
yang ada di luar biji yaitu lendir tadi masuk ke dalam, panas yang dihasilkan dari
reaksi eksotermis tadi keluar kemudian terakumulasi jadi suhunya tinggi sekitar
45oC-48oC. Suhu tinggi membantu proses difusi senyawa gula pada lendir
sehingga masuk kedaging biji. Sehingga terjadi perombakan kimia, jika melalui
proses fermentasi yang semula coklat itu tidak ada rasa coklat berubah menjadi
yang berasa coklat, semula yang warnanya ungu pejal nantinya akan berubah
warna menjadi coklat karena reaksi tadi. Jumlah biji kakao yang difermentasi
harus 40 kg agar akumulasi suhunya bisa tercapai.

Pengelolaan Biji Kopi Secara Sekunder

27
Untuk mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya
melakukan upaya untuk memperbaiki mutu biji kopi. Dengan cara melakukan
integrasi dengan pengembangan industry sekundernya. Dari total produksi biji
kopi nasional yang mencapai 600.000 ton per tahun, dan hanya 20% yang yang
diolah dan dipasarkan dalam bentuk sekundernya antara lain kopi sangrai, kopi
bubuk, kopi cepat saji dan beberapa produk turunan lainnya. Pengembangan kopi
yang seperti demikian dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka
peluang pasar dan menyerap tenaga kerja di pedasaan. Sehingga dengan hal
tersebut dapat memperkecil tingkat pengangguran dan dapat memanfaatkan suatu
hal yang kurang memiliki nilai jual. Tata cara pengolahan biji kopi yaitu sebagai
berikut:

1. Penyiapan bahan baku


Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu
(fisik kimiawi, kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi dengan ketat
karena menyangkut citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil(rendemen)
dan efisien produksi. Dari aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan
sangat baik jika biji kopi yang digunakan telah diolah secara baik. Untuk
melaksanakan uji ini diperlukan alat uji citarasa yang terdiri atas alat
sangrai dan pembubuk skala laboraturium.
Dari aspek kebersihan, biji kopi yang dipilih harus bebas dari
jamur dan kotoran yang dapat mengganggu kesehatan konsumen.
Kontaminasi jamur juga akan menyebabkan rasa tengik atau apek.
Sedangkan dari segi aspek efisiensi produksi, biji kopi dengan ukuran
yang seragam akan mudah diolah dan menghasilkan mutu produk yang
seragam pula. Kadar kulit, kadar kotoran dan kadar air akan berpengaruh
terhadap rendemen hasil. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan waktu
penyengraian lebih lama dan hal tersebut berdampak pada kebutuhan
bahan bakar yang semakin meningkat pula.
Proses pengolahan produk sekunder (kopi bubuk) sebaiknya juga
dilakukan secara berkelompok. Unit produksinya diharapkan menjadi
salah satu bagian integral dari kegiatan pengolahan produk primernya

28
sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin, baik dalam hal jumlah,
maupun mutu dan kualitasnya.
2. Penyangraian
Terdapat kunci pada proses produksi kopi bubuk yaitu
penyangraian. Sumber panas yang diperoleh dari pembakaran minyak
tanah (kerosene) dengan alat pembakar (burner). Proses ini merupakan
tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Selain keberadaan senyawa calon pembentuk
aroma dan citarasa, kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh dua
factor utama, yaitu panas dan waktu. Selama proses penyangraian, terdapat
tiga tahapan reaksi fisik dan kimiawi yang berjalan secara berurutan,
diantaranya yaitu penguapan air dari dalam biji, penguapan senyawa
volatile (senyawa yang mudah menguap).
Proses sangrai diawali dengan penguapan air dengan
memanfaatkan panas yang tersedia dan diikuti dengan reaksi pirolisis.
Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai diatas 180 0 C. proses ini
ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah yang banyak dari ruang
sangrai dan ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula
kehijauan menjadi kecoklatan. Setelah proses ini selesai, biji kopi yang
telah disangrai dimasukkan ke dalam bak silinder yang dilengkapi dengan
kipas pendingin. Proses ini disebut tempering. Selama pendinginan biji
kopi diaduk secara manual agar warna biji menjadi hitam.Penyangraian
diakhiri saat aroma dan citarasa kopi telah tercapai. Derajat sangrai dapat
dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai.
3. Pencampuran
Pencampuran biji kopi sangrai ditujukan untuk mendapatkan
citarasa dan aroma yang khas dengan mencampur beberapa jenis bahan
baku atas dasar jenis biji kopi berasnya (Arabia, robusta, exelsa). Ada
bbeberapa proses yang digunakan dalam hal ini yaitu proses kering, semi-
basah, basah. Serta asal bahan baku dapat dilihat berdasarkan ketinggian,
tranah dan agrolimat. Beberapa jenis bahan baku tersebut di sangrai secara
terpisah dan ditimbang dalam proporsi tertentu. Maksudnya dalam hal ini
yaitu berdasarkan uji citarasa, dan kemudian dicampur dengan

29
menggunakan alat pencampur putar tipe hexagonal. Dari campuran
tersebut diharapkan dapat diperoleh citarasa dan aroma kopi bubuk yang
khas.
4. Penghalusan/pembubukan biji kopi sangrai
Biji kopi yang telah disangrai dihaluskan dengan alat penghalus
(grinder) sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu.
Butiran kopi bubuk memiliki luas permukaan yang sangat besar sehingga
senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut kedalam
air panas. Mesin penghalus biji kopi sangrai yang umum digunakan oleh
industry kopi bubuk adalah type burr-mill seperti disajikan pada gambar
dibawah ini.
Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya gesekantara
pemukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesame biji
kopi sangra. Oleh karena itu mesin penghalus sebaiknya dioperasikan
secara terputus. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ukuran
ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesinpembubuk.
5. Rendemen bubuk kopi
Rendemen merupakan susut berat biji kopi beras selama disangrai
dan dihaluskan sampai menjadi kopi bubuk. Kehilangan biji kopi selama
penyangraian disebabkan oleh penguapan senyawa yang mudah menguap
yang ada di dalam biji dan juga disebabkan oleh penguapan air. Sedangkan
susut berat selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel
kopi bubuk yang sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya
sentripetal putaran pemukul mesin penghalusnya.
6. Pengemasan
Tujuan dari pengemasan yaitu untuk mempertahankan aroma dan
citarasa kopi bubuk selama transportasi di distribusikan ke konsumen.
Karena apabila dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi
bubuk tetap akan terjaga walaupun didiamkan untuk waktu yang cukup
lama. Faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama
dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai,
kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk dan kandungan oksigen di dalam

30
kemasan. Ada beberapa macam varian rasa pada pengolahan bubuk kopi
ini yaitu rasa jahe, rasa gingseng dan rasa kremer.
Beberapa jenis kemasan yang umum adalah plastik transparan,
alumunium foil, metal damn gelas.masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan baik dari aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan
harga.
7. Pengawasan proses
Kopi bubuk merupakan bahan minuman yang selain memberikan
kenikmatan harus juga aman bagi konsumen. Oleh karena itu, kriteria
mutu biji kopi sebagai bahan baku kopi bubuk yang meliputi aspek fisik,
cita-rasa, kebersihan serta aspek keseragaman harus dimonitor secara
regular dan berkelanjutan. Kriteria mutu harus didefinisikan secara jelas
sehingga pada saat terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang
tepat sasaran dapat segera dilakukan.
Menurut SOP, pada biji kakao yang masih basah, melewati proses
pengeringan, fermentasi yang kemudian dibawa ke pabrik dan semua yang masuk
ke pabrik pengolahan kakao dalam bentuk kering.Kakao unfermented atau tidak
terfermentasi biasanya kakao yang diolah oleh kebanyakan petani di Indonesia.
Saat ini kakao fermentasi dan tidak fermentasi harganya sama, hal ini terjadi
karena masih banyaknya mafia yang menjual cocoa tidak terfermetasi. Cocoa
yang diakui kualitasnya baik sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI)
adalah kakao yang sudah terfermentasi. Dari segi rasa, kakao yang terfermentasi
dan tidak terfermentasi berbeda namun lain halnya dengan nutrisi kimia yang ada
di dalamnya yang dengan kata lain dapat dikatakan berbeda. Kakao tidak hanya
untuk bahan makanan namun juga dapat digunakan sebagai bahan kimia, bahan
farmasi, sampai bahan kosmetik. Tetapi kakao yang digunakan untuk bahan kimia,
farmasi, dan kosmetik tersebut, lebih cenderung menggunakan kakao yang tidak
terfermentasi. Setelah proses fermentasi selesai, selanjutnya yaitu berlanjut pada
proses pengeringan. Pada proses pengeringan ini bertujuan mengeringkan biji
kakao yang telah difermentasi sampai kadar airnya hanya 7% dan dianggap sudah
aman untuk disimpan. Dan tahap selanjutnya adalah biji kakao yang sudah aman

31
untuk disimpan akan disortasi ukuran yang kemudian langusung dibawa ke pabrik
coklat.
Untuk sortasi biji kakao ada beberapa kelas ukuran besar diantaranya moto
AA, A, B, C, dan S. Ukuran S adalah ukuran yang paling kecil. Dalam
prakteknya, biji kakao yang berukuran AA adalah biji kakao yang dempet atau
yang disebut juga dengan cluster dan yang biasanya terserang PBK. Biji kakao
yang tidak terserang PBK merupakan biji kakao yang mempunyai kualitas bagus.
Biji kakao yang terserang PBK, diakibatkan oleh kakao yang kekurangan nutrisi.
Pembuatan sabun :
Pembuatan sabun ini memanfaatkan limbah dan produk inferior
undergrade termsuk kopi cluster yang terserang PBK. Adapun pembuatan produk
sabun dihasilkan dari pengolahan dari biji kakao yang mengalami kesalahan
proses dan biasanya ini diambil dari FAA (Free Fat Acid). Berbeda jika FFAnya
memenuhi standart masuk dalam kategori food. Jika tidak memenuhi standart
akan masuk dalam kategori nonfood. Ampas kopi juga bisa digunakan sebagai
produk sabun. Cara pembuatan sabun padat melalui ampas kopi, bahan yang
diperlukan berupa minyak kelapa, minyak kakao, dan larutan NaOH. Proses yang
pertama dilakukan yaitu minyak dipanaskan sampai suhu 600 C kemudian
ditambahkan larutan NaOH dengan suhu 400 C dan dicampur sampai homogen.
Setelah bahan mengental, kemudian dicetak di mesin pencetak (paralonisasi).
Setelah dicetak dan membeku dilakukan tempering selama 7 hari sampai pHnya
turun. Ditempering ini artinya mendiamkan bahan yang ada agar pH semakin naik
kemudian turun yang setelah itu diberi essence dan pewarna dan tak lupa
diambahkan EDTA agar tidak menjamur. Kelebihan pembuatan sabun
menggunakan campuran kopi dan cokelat yaitu mampu mengangkat sel kulit mati
sebagai scrub. Sedangkan ampas kopinya bermanfaat dalam menghilangkan
jerawat. Untuk membuat sabun yang transparan bisa dengan cara menambahkan
alkohol. Dan untuk penambahan larutan garam atau KOH, digunakan dalam proes
pembuatatn sabun cair. Dalam proses secara alami pembuatan sabun cair
menggunakan kulit cacao diproses melalui dibakar. Yang kemudian abu yang

32
dihasilkan dari pembakaran difiltrasi. Alasan dalam penggunaan KOH yaitu
larutan ini lembut di kulit.
Pembuatan biogas:
Biogas memanfaatkan limbah kulit dan limbah ternak. Biogas merupakan
campuran gas yang dihasilkan oleh peruraian senyawa organik dalam biomassa
oleh bakteri alami metanogenik dalam kondisi anaerobik. Pada umumnya biogas
merupakan campuran 50%-70% gas metana, 30%-40% gas karbon dioksida, 5%-
10% gas hidrogen, dan sisanya berupa gas-gas lain. Biogas memiliki berat 20%
lebih ringan dibandingkan udara dan mempunyai nilai panas pembakaran antara
4800-6700 kkal/m3. Nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai pembakaran gas
metana murni yang mencapai 8900 kkal/m3.
Selain dari kotoran ternak, gas metana juga dapat diproduksi dari
campuran beberapa jenis biomassa yang ada di perkebunan kopi/kakao,
sedangkan kotoran ternak merupakan bahan pencampur yang berfungsi untuk
mempercepat pertumbuhan mikroba. Beberpa sifat biomassa yang memiliki
engaruh nyata terhadap produksi bigas antaralain C/N rasio, pH, kadar air.
Kandungan total padatan dan ukurannya. Sedangkan faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap proses adalah suhu,laju pengumpanan,pengadukan dan
konsistensi masukan, serta waktu tinggal di dalam reaktor. Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia telah merekayasa dan menguji coba reaktor biogas skala
rumah pedesaan dengan bahan baku campuran kotoran ternak dan limbah kebun
kopi/kakao. Paket tersebut merupakan salah satu rangkaian dari suatu proses
pengelolaan ternak yang mengedepankan konsep zero waste.
Tahap awal proses produksi biogas adalah pengeceran dengan cara
mencampur kotoran ternak dengan air pada nisbah padatan dan air. Namun jika
kotoran ternak sudah kering, maka jumlah air harus ditambahkan lebih banyak,
sampai pada batas kekentalan yang diinginkan.
Untuk kapasitas kecil, bahan baku biogas dan air dapat dicampur secara
manual dalam ember plastik. Sedangkan untuk kapasitas besar, proses
pencampuran tersebut dilakukan dengan alat pencampur. Mesin pencampur
memiliki kapasitas maksimum 0,15 m3 per proses dengan waktu pencampuran

33
antara 5-10 menit tergantung karakteristik limbah yang digunakan. Campuran
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam reaktor biogas sampai menuup saluran
pemasukan dan pengeluaran, dan dibiarkan sampai gas yang dihasilkan stabil,
setelah itu pengisian dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali tergantung pada
kondisi lingkungan dan jenis bahan bakunya. Rancangan reaktor yang digunakan
adalah tipe fixed dome baik untuk skala individu maupun skala kelompok tani di
pedesaan.

Limbah peternakan

Kotoran lemak

Air Pengenceran nisbah

Homogensis

Reaktor biogas
(Digester) Gas bio

34
Konstruksi reaktor biogas memiliki 3 bagian penting, yaitu :

1.)cair
Pupuk Unit pencampur yang berfungsi untuk menampung campuran bahan
baku yang akan dimasukkan ke dalam reaktor
2.) Bagian utama reaktor yang merupakan tempat berlangsungnya proses
fermentasi secara anaerob untuk menghasilkan biogas
3.) Bagian pengeluaran campuran padatan dan air proses yang langsung
dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Proses Pengolahan Biji Kakao Menjadi Produk Cokelat
Setelah proses pengolahan primer selesai sekarang masuk ke dalam proses
pengolahan biji kakao sekunder, yaitu pengolahan biji kakao primer yang siap
dirubah menjadi produk-produk seperti aneka makanan coklat, coklat blok,
minuman coklat dan lain-lain.Pengolahan coklat secara sekunder ini hasilnya
adalah pasta coklat yang bisa diolah kembali menjadi produk aneka makanan
coklat dan produk aneka minuman coklat.Sebelumnya ada beberapa tahapan
proses dalam mendapatkan pasta coklat untuk dijadikan makanan olahan seperti
makanan coklat ataupun hanya coklat bubuk biasa.Tahapan prose pengolahan
coklat sendiri ada 5 tahapan yakni:
a. Penyangraian
b. Pengupasan Kulit ari
c. penggilingan
d. Pemastaan
e. penghalusan pasta atau adonan cokelat
Tahap pertama yaitu penyangaraian yakni menyangrai biji kakao dengan
menggunakan alat sangrai sederhana dengan silinder berputar yang dipanasi api.
Dimana tujuan proses penyangraian ini yakni memudahkan saat proses
pengupasan biji. Tahap kedua yaitu pengupasan biji, dalam tahap ini ada kriteria
sendiri sesuai standart SNI dimana pengupasan biji kakao sampai kulit ari yang
tertinggal sekitar 1,75%.Proses pengupasa kulit ari ini menggunakan mesin
desheller yang dilengkapi dengan ayakan pemisah kulit system winnowing. Lalu
tahap yang ketiga melakukan penggilingan biji kakao yang telah dikupas tadi
sampai menjadi keadaan yang agak basah, atau menjadi pasta coklat. Setelah
menjadi pasta coklat dilakukan pengepresan atau pengempaan dengan tekanan
3000 kg yang hasilnya berupa lemakkakao dan bungkil kakao.untuk hasil yang

35
berupa minyak kakao dan bungkil kakao dipisah lagi untuk menghasilkan produk
yang berbeda. Jika hasil pengempaan yang berupa bungkil kakao dihaluskan maka
akan dihasilkan produk berupa bubuk coklat.hasil dari bubuk coklat ini nantinya
bila ditambah gula atau krim akan menghasilkan olahan minuman coklat, seperti
milo. Berbeda halnya dengan hasil pengempaan berupa lemak kakao tadi, dimana
lemak kakao ini diproses lagi sedemikian rupa mulai dari penambahan susu dan
gula lalu melalui pencampuran dan penghalusan adonan dengan menggnakan
system ballmill. Kemudian setelah penghalusan dan pencampuran telah menjadi
satu adonan siap di cetak dan jadilah produk beraneka ragam olahan makanan
coklat, seperti coklat batang silverqueen, chungky bar, permen coklat dan lain-
lain. Untuk menjadi permen sendiri diperlukan proses tempering mengikuti
peringkat suhu kristalisai lemak kakao, lalu dicetak atau ditambah bahan-bahan
pengisi serta topping seperti kacang mente, kacang makadamina dan lain-lain.
Hingga akhirnya hasil cetakan yang diinginkan telah terbentuk dan siap dikemas.
Produk-produk yang telah jadi dan telah dikemas ini disebarkan
pemasarannya mulai dari sabang hingga merauke. Perlu diketahui juga perakitan
mesin juga dilakukan sendiri di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jadi
mulai dari pembibitan, perakitan mesin dan pengolahan produk seperti kopi instan
dan coklat di olah sendiri.Untuk produk dalam skala besar ini berarti telah ada
yang memesan misalnya dari ukuran 10-50 kg. Barang-barang serta produk yang
telah di packing dan dikemas nantinya sebelum disebarkan diletakkan dulu dalam
outlet lalu nanti dari outlet disebarkan kemana sesuai cabang pemasaran yang ada.

3.2 SOLUSI
Berdasarkan dari penjelasan diatas, serta melalui pengamatan dan observasi
langsung di lokasi kegiatan studi lapang yaitu di TPA Pakusari dan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng, Jember maka perlu adanya solusi
untuk menangani permasalahan mengenai sampah atau limbah yang dihasilkan
oleh perusahan serta limbah masyarakat.
Mengenai masalah penanganan pengelolaan sampah yang ada di TPA Pakusari
perlu adanya perhatian dari masyarakat sekitar serta khususnya pihak pemerintah
dan para investor agar pengelolaan sampah yang ada di TPA Pakusari dapat
berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dimana mengenai masalah lahan

36
tempat penampungan sampah yang saat ini tidak mencukupi atau tidak mampu
untuk menampung sampah yang semakin hari semakin bertambah banyak sudah
dilakukan pengajuan proposal untuk perluasan atau penambahan lahan dari pihak
TPA Pakusari kepada pemerintah akan tetapi masih belum ditindak lanjuti oleh
pemerintah, maka seharusnya pemerintah segera memproses proposal yang telah
diajukan agar sampah masyarakat yang berada di TPA Pakusari dapat ditampung
dan diolah sebagaimana mestinya. Selain masalah lahan masalah investor yang
tidak jalan yang membuat pengelolaan sampah menjadi vakum, seharusnya pihak
TPA Pakusari tidak boleh hanya mengandalkan para investor saja, sehingga
apabila pihak TPA hanya bergantung pada para investor jelas maka pengelolaan
sampah akan berhenti. Jadi seharusnya pihak TPA Pakusari memiliki cara untuk
menangani pengelolaan sampah apabila para investor tidak berjalan agar kegiatan
pengelolaan sampah tidak vakum, seperti misalnya saja pihak TPA memilah
sampah organic dan anorganik yang nantinya sampah organik ini dikelola sendiri
untuk dijadikan kompos sehingga kompos yang telah jadi nanti dapat dijual
kepada masyarakat untuk menambah pemasukan serta menambah biaya
pengelolaan sampah jadi sampah tidak dibiarkan saja saat investor tidak jalan,
selain itu juga untuk pengelolaan sampah di TPA Pakusari ini masih menggunakan
cara sederhana padahal tiap harinya sampah bertambah maka untu itu diperlukan
cara modern atau alat-alat modern yang digunakan untuk mengelola sampah.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember telah menerapkan metode Green
Factory, dimana di pusat penelitian kopi dan kakao memanfaatkan limbah
industrinya menjadi produk-produk yang bernilai ekonomis dan mampu bersaing
di pasaran. Hal ini jelas akan membantu untuk mengurangi permasalahan
mengenai sampah atau limbah. Semua limbah produksi dimanfaatkan menjadi
produk seperti biogas, sabun, makanan dan minuman, serta untuk pakan ternak.
Semua produk yang dihasilkan dari limbah industry diolah dengan menggunakan
teknik modern dan ada juga yang diolah dengan teknik sederhana. Untuk
menghasilkan produk yang lebih baik sebaiknya produk yang dihasilkan diolah
dengan teknik yang lebih modern sehingga dengan penggunaan teknik yang lebih

37
modern dapat membantu dan menunjang pemanfaatan limbah industry yang dapat
menghasilkan nilai jual tinggi.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari tepatnya terletak di desa


Kertosari Kecamatan Pakusari Kabupaten Jember, Layanan TPA Pakusari di bagi
atas tiga wilayah kecamatan kota yaitu Patrang, Sumbersari, dan Kaliwates serta
Pasar Tanjung. Sedangkan untuk yang di luar kota meliputi Sukowono, Kalisat,
Silo, Mayang, dan Rambipuji. Macam-macam sampah yang ada di TPA Pakusari
meliputi sampah organik, anorganik, dan sampah khusus (limbah medis). Teknik
pengolahaan sampah di TPA Pakusari dengan menggunakan Controlled Landfill

38
yaitu sampah diratakan dengan ketinggian 1 m kemudian ditutup dengan tanah
uruk, selain itu pengolahan sampah dengan cara dijadikan kompos untuk sampah
organik. Jadi pada TPA Pakusari masih menggunakan cara sederhana dalam teknik
pengolahan sampah. Yang menjadi kendala dalam penanganan pengelolaan
sampah yaitu masalah lahan area yang kurang luas, tidak jalannya investor, dan
kurangnya perhatian dari pihak pemerintah.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember merupakan suatu pabrik yang
menerapkan Green Factory yaitu dengan memanfaatkan semua bagian kopi
dan kakao menjadi produk yang bermanfaat tanpa adanya limbah yang dibuang
sehingga tidak dapat mencemari lingkungan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
memanfaatkan limbuh industry dengan cara mengubah kulit buah kakao dan buah
kopi menjadi produk-produk seperti pupuk organik kulit kakao, biogas, formula
pakan ternak, coklat batang, minuman dan sabun padat.

4.2 Saran

Dengan cara pemanfaatan limbah industry menjadi produk-produk yang


bernilai ekonomis dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu
dibutuhkan ide, kreativitas dan inovasi untuk dapat mengurangi pencemaran
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Aak.1980. Budidaya Tanaman Kopi. Yayasan Kanisius: Yogyakarta.

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC: Jakarta

Faizah. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis masyarakat (Studi


Kasus di Kota Yogyakarta). Universitas Diponogoro: Semarang. [Serial
Online] http://eprints.undip.ac.id/17313/1/faizah.pdf

Fithri, A, N. 2012. Pengolahan Limbah Industri. https://duniawarnaku.wordpress.


com /2012/10/01/pengolahan-limbah/ diakses tanggal 5 Juni 2015

Mahida, U. N., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah. Rajawali:


Jakarta

39
Mifbakhuddin, Salawati, T., Kasmudi, A. 2010. Gambaran Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga Tinjauan Aspek Pendidikan, Pengetahuan, dan Pendapatan
Perkapita di RT 6 RW 1 Kelurahan Pedurungan Tengah Semarang. J
Kesehat Masy Indones. Vol 6, No 1 Tahun 2010

Nasaruddin. 2004. Budidaya Kakao Dan Beberapa Aspek Fisiologinya. Fakultas


Pertanian Universitas Hasanuddin. Jurusan Budidaya Pertanian: Makassar.

Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan


Robusta. Penebar Swadaya: Jakarta

Satriono. 2009. Deskripsi Klon Kakao Mulia/Edel. http://nomist07.blogspot.


com/2009/11/pendahuluan-keberhasilan-budidaya-suatu.html. Diakses pada
tanggal 23 November 2010.

Siregar, S., Riyadi,S., Nuraeni, L. 2000. Budidaya Pengolahan Dan Pemasaran


Coklat. Penebar Swadaya: Jakarta.

Sri, M., Widyotomo, S., Misnawi, dan Suharyanto, E. 2005. Pengolahan Produk
Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia:
Jember.

Utami, F. 2014. Pengolahan Limbah Rumah Tangga. http://sharinginformasi


bersamarahmawati.blogspot.com/2014/08/tugas-pengelolaan-limbah.html
diakses 5 Juni 2015.

Widyatmoko, H., Moerdjoko, S. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan


Sampah. 2002. Abdi Tandur: Yogyakarta

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Kegiatan Studi Lapangan

A. LOKASI
- Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pakusari.
- Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng Jember.
B. WAKTU
Hari/Tanggal: Kamis, 21 Mei 2015
C. JUMLAH PESERTA

40
Mahasiswa : Seluruh mahasiswa Pendidikan Biologi khususnya penempuh
mata kuliah Pengetahuan Lingkungan tahun ajaran 2015
(104 mahasiswa)
Dosen : Drs. Wachju Subchan, M.S., Ph.D.
Ika Lia Novenda, S.Pd., M.Pd.
D. PELAKSANAANYA
a. Kegiatan ini dilaksanakan secara berkelompok dimana setiap kelompok
mencatat/merekam informasi yang disampaikan oleh pihak terkait (TPA
Pakusari dan Puslit Kopi Kakao Kebun Renteng) serta mengajukan
beberapa pertanyaan.
b. Peralatan atau Perlengkapan
1. Alat tulis menulis : pensil, bollpoint, karet penghapus, penggaris, buku
kerja.
2. Kamera untuk dokumentasi dan bisa dibuat merekam informasi
3. Alat sholat
4. Makanan dan minuman
5. Obat-obatan
E. JADWAL KEGIATAN
No. Waktu Kegiatan
1 06.00 Rombongan berkupul di depan FIKP Universitas
Jember
2 06.00-07.00 Pengarahan oleh Drs. Wachju Subchan, M.S., Ph.D.
Rombongan berangkat menuju lokasi pertama yaitu
TPA Pakusari
3 07.30 Rombongan tiba di TPA Pakusari
Persiapan mahasiswa
4 07.30-09.00 Pengarahan oleh pihak TPA Pakusari
5 09.00-10.00 Meninggalkan TPA Pakusari menuju lokasi kedua
yaitu Kebun Renteng
6 10.00-10.10 Rombongan tiba di Kebun Renteng
Persiapan mahasiswa
7 10.10-12.30 Pengarahan oleh pihak Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Kebun Renteng
8 12.30-13.30 Ishoma
9 13.30-14.30 Rombongan menuju ke Bus, kembali ke Universitas
Jember

41
Tiba di FKIP Universitas Jember

F. KEGIATAN STUDI LAPANGAN


Kegiatan I di TPA Pakusari :

2 Setiap kelompok membagi anggotanya untuk bertugas mendapatkan


semua informasi dan mengusahakan informasi bisa tertampung
semaksimal mungkin (ada bagian mencatat, merekam dan ada yang
mengambil gambar sebagai dokumentasi).
3 Mengajukan beberapa pertanyaan terkait sampah di TPA Pakusari.

Kegiatan II di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng

1 Setiap kelompok membagi anggotanya untuk bertugas mendapatkan


semua informasi dan mengusahakan informasi bisa tertampung
semaksimal mungkin (sebagian ada yang mencatat/merekam dan yang lain
mengambil gambar sebagai dokumentasi).
2 Setiap kelompok mencatat atau merekam penjelasan dari pihak Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng terkait pengetahuan tentang
kopi dan kakao, sedangkan anggota kelompok yang lain bertugas
mengambil foto.
3 Mengajukan beberapa pertanyaan terkait kegiatan industry Puslit kopi dan
kakao.
4 Mahasiswa melihat teknik pengolahan limbah yang diterapkan disana dan
pemanfaatan sumber energi alternatif ramah lingkungan.
5 Mahasiswa melihat cara pembuatan coklat.

G. TINDAK LANJUT
Setelah selesai melaksanakan studi lapangan, masing-masing kelompok
wajib membuat laporan kelompok untuk dievaluasi. Contoh bentuk laporan dapat
dilihat pada lampiran.

Lampiran 2. Daftar Nama Peserta Studi Lapangan

42
NO NIM NAMA
1. 140210103001 Anindita Kumalasari
2. 140210103002 Miftahul Mufid
3. 140210103003 Anisatul Masumah
4. 140210103004 Lia Rahmawati
5. 140210103005 Dzikry Maghfirah
6. 140210103006 Nuri Maharani
7. 140210103007 Leny Agestinigtyas
8. 140210103008 Rifka Sofiyatul Marwa
9. 140210103009 Bagus Widya Sasmito
10. 140210103010 Sindy Febriyanti
11. 140210103011 Walidatus Sholiha
12. 140210103012 Imelysia Darwis Saputri
13. 140210103013 Rusmala Evi Anggraeni
14. 140210103014 Ivatur Rohmah
15. 140210103015 Nurul Hidayah
16. 140210103016 Nia Bonis Mathidayah
17. 140210103017 Nikmatin Mabsutsah
18. 140210103018 Ayu Widiarti
19. 140210103019 Siti Rosida
20. 140210103020 Buyami
21. 140210103021 Luluk Mukarramah
22. 140210103022 Rizqi Aulia Hafifah
23. 140210103023 Linda Kusumawati
24. 140210103024 Tika Restu Amalia
25. 140210103025 Erika Arifiana
26. 140210103026 Melvia Eka Desita Putri
27. 140210103027 Oktavia Diah Avita
28. 140210103028 Sindi Ayu Astari
29. 140210103029 Chuck Nuris Alvinda
30. 140210103030 Hana Himatul Aliyah
31. 140210103031 Aditya Tanjung Yulitasary
32. 140210103032 Dwi Rani Prihandini
33. 140210103033 Rico Ghofar Harimukti
34. 140210103034 Vivi Meila Setyawanda
35. 140210103035 Tuhfatul Jannah
36. 140210103036 Shelfy Rahma Andi Sofyan
37. 140210103037 Nurul Aini
38. 140210103038 Nadya Grace M Respitosari
39. 140210103039 Nafi Tristiyani Putri
40. 140210103040 M. Amien Rais
41. 140210103041 Yulia Dwi Puspita
42. 140210103042 Ongki Yuwentin
43. 140210103043 Andiani Safitri

43
44. 140210103044 Desy Putri Islamiyah
45. 140210103045 Fertiangga Wahyu Budi Pratama
46. 140210103046 Rohmatul Islamiyah
47. 140210103047 Faizah Firdaus
48. 140210103048 Devi Ria Risafi
49. 140210103049 Elma Ayu Permatasari
50. 140210103050 Dewi Farida
51. 140210103051 Nanda Asta Rizki Mubarkah
52. 140210103052 Ramawati Dwi Wahyuningtiyas
53. 140210103053 Hesti Cahyaning Tyas
54. 140210103054 Desi Herawati Cintia
55. 140210103055 Anis Vitriyani
56. 140210103057 Syarifatul Luthfia
57. 140210103058 Rosita Veris
58. 140210103059 Dea Ayu Rahma Putri
59. 140210103060 Devi Alvionata
60. 140210103061 Raden Roro Diyah Murtiastuti P
61. 140210103062 Nury Qurrota Ayun M
62. 140210103063 Hartini
63. 140210103064 Rifqi Fuadatul Lathifa
64. 140210103065 Nafilah
65. 140210103066 Muhammad Rizqi Abdillah
66. 140210103067 Rahmat Bayu Suseno
67. 140210103068 Dita Paramytha A
68. 140210103069 Imam Faqih Asshiddiqi
69. 140210103070 Niken Istighfarini P
70. 140210103071 Indah Retuwati R
71. 140210103072 Ayu Rheina Firdauzi
72. 140210103073 Renny Ria Fitriani
73. 140210103074 Arinda Eka Lidiastuti
74. 140210103075 Lailatur Rahmatika
75. 140210103076 Mida Ayu Restanti
76. 140210103077 Fikri Ainur Risma Hardiyanti
77. 140210103078 Moh Firmansyah
78. 140210103079 Muhammad Rizaldi Akbar Rizqi
79. 140210103080 Merlin Masruroh
80. 140210103081 Noviyanti Nurlaily Musyafaah
81. 140210103082 Naning Tyas Anggraini
82. 140210103083 Ubait Hakim
83. 140210103084 Risnani Naovalia
84. 140210103085 Hasan Albana R
85. 140210103086 Dwi Wulandari
86. 140210103088 Ken Izmi Sasmi Afrik Rojanna
87. 140210103089 Alfi Nur Hikmah

44
88. 140210103090 Fiqih Ramadhan
89. 140210103091 Selly Widiana Arifin
90. 140210103092 Moch Ichwan T
91. 140210103093 Fiqih Zahrah
92. 140210103094 Nina Naurah Septiwanti
93. 140210103095 Ulyatul Maghfiroh
94. 140210103096 Army Iswandani
95. 140210103097 Sabrina Trie Haspari
96. 140210103100 Fatmawati Ningsih
97. 140210103101 Sovi Kurnia Fitri
98. 140210103102 Rindayu Putri K
99. 140210103103 Eka Desi Ardia
100. 140210103104 Elok Amanatul Hikmah
101. 140210103105 Asura Waemayi
102. 110210103075 Febry Dwi Yunandasari
103. 090210103078 Ernia Yanuarwati
104. 110210103028 Mimin Sudarwati

Lampiran 3. Bukti Kegiatan Studi Lapang

Lokasi TPA Pakusari, Jember

Gambar. Alat pengeruk sampah Gambar. TPA Pakusari

45
Gambar. Tenda-tenda Pemulung Gambar. Kunjungan ke TPA Pakusari

Lokasi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Kebun Renteng, Jember

Gambar. Kakao kebun Kaliwining

Gambar. Alat produksi, Hasil Produksi dan Cara Pengolahan Kopi dan Kakao

46

Anda mungkin juga menyukai