BUDAYA PERUSAHAAN
OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Budaya
Perusahaan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Ibu Mila Karmila S.E M.M selaku Dosen mata kuliah Etika Bisnis
Universitas Perjuangan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita dalam mempelajari dan memahami pokok-pokok bahasan dalam
Budaya dan Etika Perusahaan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 7
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang budaya perusahaan
2. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk menjadi pemimpin yang efektif dan etis
3. Agar bisa membangun perusahaan sendiri berdasarkan nilai-nilai
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Budaya Perusahaan
Pengertian budaya perusahaan secara luas yaitu suatu sistem dari nilai-nilai yang
dipegang bersama tentang apa yang penting serta keyakinan tentang bagaimana dunia itu
berjalan.
Menurut Susanto, AB. (1997:3) budaya perusahaan adalah suatu nilai-nilai yang menjadi
pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan penyesuaian
integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami
nilai-nilai yang ada dan bagaimana meraka harus bertindak atau berperilaku.
Menurut Koentjoroningrat (1994 : 5), budaya itu sendiri memiliki tiga tingkatan yang
saling berinteraksi satu sama lain. Tingkatan yang pertama berupa benda-benda hasil
kecerdasan dan kreasi manusia (artefacts dan creation). Tingkatan kedua adalah nilai-nilai
dan ideologi yang merupakan aturan, prinsip, norma, nilai, dan moral yang menuntun
organisasi dan merupakan harta kekayaan yang ingin mereka penuhi. Tingkatan ketiga adalah
asumsi dasar yang tidak disadari mengenai keadaan kebenaran dan kenyataan, kemanusiaan,
hubungan manusia dengan alam, hubungan antar manusia, keadaan waktu dan alam semesta.
Menurut Hofstade, Geerst (1990:32), budaya perusahaan didefinisikan sebagai
perencanaan bersama dari pola pikir (collective programming mind) yang membedakan
anggota-anggota dari suatu kelompok masyarakat dengan kelompok dari suatu budaya yang
lain. Pola pikir ini pada dasarnya hanya ada dalam pikiran individu yang kemudian
mengalami kristalisasi dan memiliki bentuk. Pada gilirannya pola pikir bersama ini akan
meningkatkan sikap mental para anggota kelompok tersebut.
Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan diubah,
memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai
budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu
melalui transformasi budaya organisasi. Sosialisasi organisasi merupakan serangkaian
aktivitas yang secara substantif berdampak kepada penyesuaian aktivitas individual dan
keberhasilan organisasi, antara lain komitmen, kepuasan dan kinerja. Beberapa langkah
sosialisasi yang dapat membantu dan mempertahankan budaya organisasi adalah melalui
seleksi calon karyawan, penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penialian kinerja, berita,
pengakuan kinerja dan promosi. Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya
organisasi dan memastikan karyawan yang bekerja sesuai dengan budaya
5
organisasi memberikan imbalan sesuai dukungan yang dilakukan. Sosialisasi yang
efektif akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri
pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta kemungkinan keluar dari pekerjaan.
6
Kepemimpinan etis menunjukkan pemimpin yang etis. Sebaliknya pemimpin yang etis
menunjukkan model kepemimpinan etis. Standar pengukuran atau evaluasi kepemimpinan
etis terdapat dalam diri pemimpin itu sendiri. Yukl menyebutkan contoh standar moral yang
digunakan untuk mengevaluasi meliputi batasan di mana perilaku pemimpin melanggar UU
dasar masyarakat, menyangkal hak orang lain, membahayakan kesehatan dan kehidupan dari
orang lain, atau melibatkan upaya untuk menipu dan mengeksploitasi orang lain demi
keuntungan pribadi.
Prinsip Kepemimpinan Etis Diskusi-diskusi tentang kepemimpinan etis selalu melibatkan
konsep mengenai integritas personal. Integritas personal adalah sebuah atribut yang
membantu untuk menjelaskan efektivitas kepemimpinan. Dalam penelitian lintas budaya
tentang sifat-sifat esensial bagi efektivitas kepemimpinan, integritas dekat pada puncak daftar
dalam semua budaya yang telah dipelajari. Kebanyakan cendekiawan mempertimbangkan
integritas sebagai kebutuhan utama bagi kepemimpinan etis.
Kewajiban minimal yang menjadi bahan pertimbangan adalah prinsip tidak merugikan
orang atau pihak lain, dan kewajiban maksimalnya adalah membagikan keuntungan besar
yang didapat itu kepada pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam
bisnis yang sedang dijalankan. Secara moral kewajiban pertama atau kewajiban minimal itu
merupakan suatu keharusan etis. Semua para pelaku bisnis harus bisa memenuhi keharusan
itu. Harus ada komitmen tinggi (etis) untuk tidak merugikan orang atau pihak lain demi
perolehan keuntungan bagi diri sendiri (perusahaan). Tidak boleh ada yang dikorbankan
dalam usaha meraih tujuan pribadi atau perusahaan. Semua kerugian yang ditimbulkan akibat
beroperasinya bisnis di tempat itu haruslah ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Harus
memberikan ganti rugi yang layak, yang memenuhi rasa keadilan dan kebenaran. Limbah
yang dihasilkan oleh pabrik harus diolah agar tidak mencemarkan lingkungan. Segala usaha
ini haruslah maksimal, sehingga dijamin tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
dan masyarakat sekitar, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Kewajiban
maksimal tidak disebutkan sebagai keharusan mutlak, melainkan lebih sebagai imbauan,
ajakan moral untuk mau berbagi atas keuntungan yang didapatkan. Hal ini bisa dilakukan
dengan bermacam cara. Intinya adalah tidak sekedar untuk tidak merugikan melainkan mau
berbagi kesukaan. Kepemimpian etis sebagai dasarnya adalah integritas pribadi seorang
pemimpin yang menjalankan kepemimpinan dalam organisasi atau perusahan itu. Tanpa
kepemilikan integritas diri yang memadai, maka kepemimpinan etis tidak akan terwujud.
Semua berawal dan berdasar pada integritas personal.
7
2.3 Membangun Perusahaan Berdasarkan Nilai-Nilai
Masalah utama yang dihadapi banyak perusahaan adalah tidak terpikirkan untuk
menginternalisasikan nilai-nilai perusahaan ke dalam jiwa dan karakter karyawannya. Bila
nilai-nilai perusahaan sebatas slogan dan pengisi profile perusahaan, tanpa pernah
diinternalisasikan, maka nilai-nilai tersebut tidak akan berfungsi dan bermakna apa-apa.
Nilai-nilai akan menjadi budaya kalau sudah diinternalisasikan dan menjadi nyata dalam
organisasi.
Nilai sebagai budaya yang diinginkan dimulai dari rasa tanggung jawab pemilik
perusahaan, manajemen, dan karyawan untuk bekerja dalam budaya kuat. Rasa tanggung
jawab untuk membangun budaya perusahaan yang kuat dan positif haruslah diperlihatkan
dengan sikap, perilaku, karakter, dan kebiasaan kerja. Diperlukan kekuatan moralitas,
integritas, dan etika dalam memaknai nilai-nilai perusahaan. Jadi, apapun nilai yang dipilih
perusahaan sebagai nilai-nilai intinya, maka seluruh nilai pilihan tersebut wajib mengandung
makna moralitas, integritas, dan etika sehingga dapat diuraikan tentang apa yang boleh oleh
nilai tersebut, dan apa yang tidak boleh. Disamping itu, nilai-nilai harus bisa menggambarkan
tentang pembentukan masa depan yang lebih baik. Setiap individu di perusahaan harus
mampu meningkatkan semangat kolaborasi, membangun kehidupan nyata bersama nilai-nilai
8
tersebut, menjadi bertanggung jawab dan selalu berkomitmen untuk berperilaku seperti yang
dikehendaki oleh nilai-nilai inti perusahaan.
Nilai-nilai perusahaan layaknya sebuah kendaraan yang siap mengantar setiap orang
menuju tujuan. Nilai-nilai harus mampu mengkomunikasikan visi, sehingga setiap orang di
dalam perusahaan dengan mudah bergerak menuju visi. Nilai-nilai harus mampu
memproyeksikan ke masa depan, dan menggambarkan bagaimana setiap orang dapat
bergerak menuju masa depan dengan kreatif dan produktif.
Nilai-nilai memberikan perilaku yang keluar dari hati nurani untuk menciptakan budaya kerja
sesuai perintah nilai-nilai tersebut. Selain perilaku, nilai-nilai juga memberikan panduan
untuk menciptakan etos kerja.
Budaya organisasi yang kuat menghasilkan tata kelola terbaik yang sederhana, efisien,
efektif, murah, bebas stres, bahagia, dan berkembang. Nilai-nilai yang sudah terinternalisasi
akan membentuk budaya yang kuat, lalu memberdayakan setiap individu di tempat kerja
untuk bergerak selangkah demi selangkah menuju masa depan yang kaya kinerja.
9
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dikemukakan beberapa pokok kesimpulan sebagai
berikut :
1. Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya dikalangan anggota organisasi,
tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah
sekumpulan nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama oleh semua
anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya perusahaan sangat penting perannya dalam mendukung terciptanya suatu
organisasi atau perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan
dapat berperan dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi
dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku kerja bagi karyawan.
2. Kepemimpian etis sebagai dasarnya adalah integritas pribadi seorang pemimpin yang
menjalankan kepemimpinan dalam organisasi atau perusahan itu. Tanpa kepemilikan
integritas diri yang memadai, maka kepemimpinan etis tidak akan terwujud. Semua
berawal dan berdasar pada integritas personal.
10
DAFTAR PUSTAKA
11