Referat Psikiatri
Referat Psikiatri
Referat Psikiatri
Oleh :
Bernard Harry Santoso-07120080066
Praisila Glory Florencia Jonathan-07120080090
FAKULTAS KEDOKTERAN
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
ABSTRAK...........................................................................................................................4
BAB IPENDAHULUAN...............................................................................................5
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................5
1.2 Tujuan..................................................................................................................................6
1.2.1 Tujuan Umum.............................................................................................................................6
1.2.2 Tujuan Khusus............................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................7
2.1 Terapi Konversi...............................................................................................................7
2.1.1 Definisi..........................................................................................................................................7
2.1.2 Kontroversi...................................................................................................................................7
2.1.3 Teknik............................................................................................................................................8
Ex-Gay Ministry........................................................................................................................................8
Psikoanalisis................................................................................................................................................8
Reparative Therapy (Terapi Konversi)..............................................................................................9
Sex Therapy..............................................................................................................................................10
2.2 Orientasi Seksual..........................................................................................................10
2.2.1 Psikoseksualitas........................................................................................................................11
2.2.2 Pengajaran seksual pada masa kanak-kanak...................................................................11
2.2.3 Faktor Psikoseksual.................................................................................................................12
2.2.4 Identitas seksual dan identitas jenis kelamin..................................................................12
2.2.5 Klasifikasi gangguan interseksual......................................................................................13
2.2.6 Orientasi Seksual......................................................................................................................14
2.2.7 Perilaku Seksual.......................................................................................................................14
Homoseksualitas......................................................................................................................................15
2.3 Terapi Konversi Dalam Mengubah Orientasi Seksual.................................20
Studi Spitzer..............................................................................................................................................21
Apakah Terapi Konversi Seksual Efektif?......................................................................................22
Sesuai Pengungkapan Informasi Relevan dengan Pasien..........................................................22
TerapiLainDalamMengubahOrientasiSeksual..........................................................24
CognitiveBehaviorTherapy.............................................................................................................24
KESIMPULAN...............................................................................................................29
ABSTRAK
Polemik mengenai variasi orientasi seksual hingga sekarang masih merupakan
topik yang sangat menarik untuk dibahas. Beberapa anggapan masih
mengklasifikasikan variasi ini sebagai perilaku atau pemikiran yang tidak wajar,
bahkan menurutnya adalah sebuah penyakit. Banyak pihak belum dapat menerima hal
ini, bahkan beberapa Negara mendiskriminasikan pemikiran ini. Hal ini menimbulkan
munculnya penanganan-penanganan yang dipikirnya mampu dalam Mengobati
orientasi dan berupaya dalam mengubah orientasi homoseksual dan biseksual menjadi
orientasi heteroseksual yang selama ini dianggap sebagai orientasi normal.
Sejak abad ke-19 berbagai macam metode dalam upaya mengubah orientasi
ini bermunculan, dan dilakukan penelitian diantaranya adalah terapi konversi. Hal
yang perlu dipertanyakan adalah, apakah terapi ini berhasil ?. Melalui analisa dari
berbagai penelitian, diantaranya: Changing sexual orientation: A consumers report.
Professional Psychology: Research & Practice; Can some gay men and lesbians
change their sexual orientation?: 200 subjects reporting a change from homosexual to
heterosexual orientation; Therapeutic antidotes: Helping gay and bisexual men
recover from conversion therapies. J. Gay & Lesbian Psychotherapy; What needs
changing? Some questions raised by reparative therapy practices, Menghasilkan dan
menyimpulkan bahwa melihat kompleksibilitas permasalahan yang ada dan juga
tingkat keberhasilan dari terapi konversi sexual menunjukkan banyaknya efek negatif
dan ketidak berhasilan terapi. Penelitian mengatakan penyelenggaraan terapi ini
secara etik tidaklah dapat ditoleransi, banyaknya kesalahan dalam pembuatan kriteria
inklusi, gagal dalam menginformasikan teori perkembangan sexual mengenai
terjadinya homoseksual, serta mengabaikan efek samping yang cukup signifikan yang
akan sangat berdampak pada pasien apabila pasien sangat ingin mengganti orientasi
sexualnya. Adapun apabila konversi terapi ini tetap akan dilakukan kelak, prinsip
pokok penyelenggaraan yang terpenting adalah do no harm atau janganlah hal
tersebut merugikan/mencelakai pasien.
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan praktek terapi konversi dalam
mengubah orientasi seksual
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Guna Mengetahui Pengertian, Jenis dan Mekanisme kerja dari
Terapi Konversi.
2. Guna Mengetahui Pengertian dan Jenis dari Orientasi Seksual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Kontroversi
The American Psychiatric Association tidak menyetujui perawatan kejiwaan yang
didasarkan pada asumsi bahwa homoseksualitas adalah gangguan mental, dan asumsi
bahwa pasien harus mengubah orientasi homoseksualnya.[11] Psikolog Douglas
Haldeman menulis bahwa terapi konversi terdiri dari upaya profesional kesehatan
mental dan penyedia pelayanan pastoral untuk mengkonversi homoseksual menjadi
heteroseksualitas dengan teknik-teknik seperti penerapan sengatan listrik ke tangan
dan/atau alat kelamin, atau pemberian obat perangsang mual, yang diberikan secara
bersamaan dengan stimulus homoerotik, rekondisi masturbasi, visualisasi, pelatihan
ketrampilan sosial, terapi psikoanalitik, dan intervensi spiritual.[12] Terapi ini
bertujuan untuk mengubah orientasi seksual agar sesuai dengan identitas gender
biologisnya. [13]
Organisasi Medis dan Ilmiah Mainstream Amerika telah menyatakan
keprihatinan atas terapi konversi dan menganggapnya berpotensi membahayakan.
[11] [14] [15] Kemajuan terapi konversi dapat menyebabkan kerusakan sosial dengan
memberikan penjelasan yang tidak akurat terhadap orientasi seksual kepada
masyarakat.[14]
Pan American Health Organization (PAHO) menyatakan bahwa layanan yang
dimaksudkan untuk menyembuhkan penderita non-heteroseksual merupakan ancaman
serius bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak. Ada pula
konsensus profesional yang mengatakan bahwa homoseksualitas adalah variasi alami
seksualitas manusia dan tidak dapat dianggap sebagai kondisi patologis [16].
2.1.3 Teknik
ModifikasiPerilaku
Douglas Haldeman menulis dalam "Terapi Konversi Orientasi Seksual untuk
Homoseksual" bahwa awal terapi konversi modifikasi perilaku terutama
menggunakan aversive conditioning techniques, yang melibatkan kejutan listrik dan
obat perangsang mual selama pemberian rangsangan homoerotik. Penghentian
aversive conditioning techniques itu biasanya disertai dengan pemberian rangsangan
heteroerotik, dengan tujuan untuk memperkuat perasaan heteroseksual. Haldeman
juga membahas metode sensitisasi rahasia, yang menginstruksikan pasien untuk
membayangkan muntah atau menerima sengatan listrik. Haldeman menyimpulkan
bahwa pengkondisian perilaku cenderung menurunkan perasaan homoseksual, namun
tidak meningkatkan perasaan heteroseksual. Pasien justru menjadi cenderung malu,
dan merasa takut tentang perasaan homoseksual mereka. Haldeman juga
menambahkan bahwa metode tersebut jika diterapkan pada siapa pun kecuali orang-
orang gay akan disebut penyiksaan.[17] Metode lain yang dapat dilakukan ialah
masturbasi rekondisi, visualisasi, dan sosial pelatihan keterampilan. Semua metode ini
didasarkan pada gagasan bahwa homoseksualitas adalah perilaku yang dipelajari yang
dapat direkondisi. [12]
Ex-Gay Ministry
Beberapa sumber menjelaskan ex-gay ministry atau yang disebut juga
transformational ministry sebagai bentuk terapi konversi, sementara yang lain
menyatakan bahwa ex-gay ministry dan terapi konversi adalah metode yang berbeda
untuk mengkonversi homoseksualitas menjadi heteroseksualitas [2] [14] [17]. Exodus
International mempercayai bahwa terapi reparatif dapat menjadi alat yang
menguntungkan [18], sedangkan Evergreen International menyatakan bahwa terapi
tersebut tidak dapat menghapus semua perasaan homoseksual, dan tidak mendukung
segala bentuk terapi [19].
Psikoanalisis
Douglas Haldeman menulis tentang pengobatan psikoanalitik
homoseksualitas. Mereka menganjurkan terapi jangka panjang, yang bertujuan untuk
menyelesaikan konflik masa kanak-kanak, yang secara tidak disadari dianggap
bertanggung jawab atas homoseksualitas.
Reparative Therapy (Terapi Konversi)
Teori psikoanalitik Nicolosi menunjukkan bahwa homoseksualitas adalah
bentuk perkembangan psikoseksual akibat dari "sebuah ikatan dan identifikasi yang
tidak lengkap dengan induk yang berjenis kelamin sama, yang kemudian secara
simbolis diperbaiki dalam psikoterapi". [12] Rencana intervensi Nicolosi ini
mengkondisikan seorang pria supaya berperan sesuai gender tradisional maskulin. Dia
harus :
1. berpartisipasi dalam kegiatan olahraga
2. menghindari kegiatan yang dianggap menarik bagi kaum homoseksual,
seperti museum, seni, opera, simfoni
3. menghindari wanita kecuali untuk kontak romantis
4. peningkatan waktu dihabiskan dengan laki-laki heteroseksual untuk
belajar untuk meniru cara laki-laki heteroseksual berjalan, berbicara,
dan berinteraksi dengan laki-laki heteroseksual lainnya
5. Menghadiri acara kelompok pria
6. menghadiri kelompok terapi reparatif untuk mendiskusikan kemajuan,
atau akan jatuh kembali ke dalam homoseksualitas
7. menjadi lebih percaya diri dengan perempuan melalui menggoda dan
kencan
8. mulai kencan heteroseksual
9. melakukan hubungan heteroseksual
10. masuk ke dalam pernikahan heteroseksual, dan menjadi seorang ayah
dari anak-anak yang dihasilkan[20]
Namun, Nicolosi menjelaskan bahwa interpretasi Haldeman tentang karyanya,
yang dikutip di atas, tidak akurat, Nicolosi menjelaskan bahwa beberapa laki-laki
yang temperamental lebih sensitif, dan tidak akan pernah dapat diharapkan untuk
bertindak dengan cara yang stereotip maskulin. Seperti apa yang Nicolosi katakan,
"Seorang anak laki-laki dengan gender yang tidak dapat dikonfirmasikan didapati
kepekaan yang lebih, baik hati, sosial, artistik, lembut, dan heteroseksual Dia bisa
menjadi seorang seniman, aktor, penari, koki, musisi. Hal ini merupakan keterampilan
artistik bawaan. Nicolosi menambahkan, "Dengan penegasan maskulin serta
dukungan yang tepat, mereka semua dapat dikembangkan dalam konteks kedewasaan
heteroseksual yang normal.". [21]
Sebagian besar pakar profesional kesehatan mental menganggap terapi
reparatif didiskreditkan, tetapi beberapa masih dipraktekkan oleh sebagian orang atau
organisasi. [22] Bahkan, mantan presiden American Psychological Association Robert
Perloff dan Nicholas Cummings mereka keduanya telah menjadi pembicara utama
pada konferensi NARTH baru-baru ini dan sangat mengecam upaya asosiasi
profesional kesehatan mental utama tersebut.
Sex Therapy
Masters and Johnson melihat homoseksualitas sebagai sebuah bloking dari
suatu proses pembelajaran sehingga menghambat respon heteroseksual yang
sepantasnya dimiliki. Dari studi 54 pria homoseksual yang tidak puas dengan orientasi
seksual mereka, 19 pria tidak kooperatif sehingga tidak dapat diubah orientasi
seksualnya.
Menurut Masters dan Johnson perbedaan antara konversi (membantu pria
homoseksual tanpa adanya pengalaman heteroseksual sebelumnya) dan reversi
(membatu pria homoseksual dimana sebelumnya memiliki pengalaman heteroseksual)
tidak bisa ditemukan. Dari penelitian ini hanya dapat disimpulkan bahwa lebih mudah
membuat orang biseksual menjadi heteroseksual, daripada homoseksual menjadi
heteroseksual.
Homoseksualitas
Definisi istilah homoseksual paling sering digunakan untuk menggambarkan
perilaku jelas seseorang, orientasi seksual, dan rasa identitas pribadi atau social.
Hawkin menulis bahwa istilah gay dan lesbian dimaksudkan pada kombinasi
identitas diri sendiri dan identitas social; istilah tersebut mencerminkan kenyataan
bahwa orang memiliki suatu perasaan menjadi bagian dari kelompok social yang
memiliki label sama. Homofobia adalah sikap negative atau ketakutan terhadap
homoseksualitas atau homoseksual. Heteroseksisme adalah keyakinan bahwa
hubungan heteroseksual adalah lebih disukai bagi semuanya; hal ini mengesankan
diskriminasi dan hukuman bagi mereka yang melakukan bentuk seksualitas lainnya.
[23]
Perkiraan Perilaku Homoseksual
NEGARA SAMPEL TEMUAN
Kanada 5.514 mahasiswa tahun 98% heteroseksual
pertama di bawah 25 1% biseksual
tahun 1% homoseksual
Norwegia 6.155 orang dewasa, 3,5% laki-laki dan 3%
usia 18-26 tahun perempuan melaporkan
pengalaman
homoseksual di masa
lalu
Prancis 20.055 orang dewasa Pengalaman
homoseksual selama
hidup: 4,1% pada laki-
laki dan 2,6% pada
perempuan
Denmark 3.178 orang dewasa, Kurang dari 1% laki-
usia 18-59 tahun laki adalah
homoseksual semata-
mata
Inggris 18.876 orang dewasa, 6,1% laki-laki
usia 16-59 tahun melaporkan
pengalaman
homoseksual di masa
lalu
Data dilaporkan oleh the Wall Street Journal (31 Maret 1993) dan the New York
Times (15 April 1993) dari penelitian riset tentang perilaku homoseksual. [23]
Masalah Teoritis
a. Faktor psikologis
Determinan untuk perilaku homoseksual adalah membingungkan. Freud
memandang homoseksualitas sebagai suatu penghentian perkembangan psikoseksual.
Ketakutan kastrasi pada laki-laki dan ketakutan penelanan maternal (maternal
engulfment) pada fase praoedipal dari perkembangan psikoseksual disebutkan.
Menurut teori psikodinamika, situasi kehidupan awal yang dapat menyebabkan
perilaku homoseksual laki-laki adalah fiksasi yang kuat dengan ibu, tidak adanya
pengasuhan ayah yang efektif, inhibisi perkembangan maskulin oleh orangtua, fiksasi
atau regresi pada stadium narsistik dari perkembangan, dan hilangnya kompetisi
dengan saudara laki-laki atau perempuan. Pandangan Freud tentang penyebab
homoseksualitas wanita adalah tidak adanya resolusi kecemburuan penis (penis envy)
yang disertai oleh konflik oedipal yang tidak terpecahkan.[23]
Freud tidak memandang homoseksualitas sebagai suatu penyakit mental.
Dalam Three Essays on the Theory of Sexuality, ia menulis bahwa homoseksualitas
adalah ditermukan pada orang yang tidak menunjukkan deviasi seris lain dari normal,
yang efisiensinya tidak terganggu dan sungguh-sungguh diberdakan oleh
perkembangan intelektual yang tinggi dan kultur etika. Dalam Letter to an
American Mother, Freu menulis, homoseksualitas jelas tidak memiliki manfaat
tetapi tidak memalukan, tidak buruk, tidak menyebabkan penurunan, tidak dapat
diklasifikasikan sebagai penyakit; kami menganggapnya sebagai variasi fungsi
seksual yang diakibatkan oleh perhentian tertentu pada perkembangan seksual.[23]
CognitiveBehaviorTherapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah istilah yang digunakan untuk
sekelompok perawatan psikologis yang didasarkan bukti-bukti ilmiah. Perawatan ini
telah terbukti efektif dalam mengobati banyak gangguan psikologis.
Terapi kognitif dan terapi perilaku biasanya berupa perawatan jangka pendek
(yaitu, antara 6-20 sesi) yang berfokus pada pengajaran keterampilan khusus pada
klien. CBT berbeda dari banyak pendekatan terapi lainnya, CBT berfokus pada
kognisi (yaitu, pikiran), emosi, dan perilaku seseorang, yang saling terhubung dan
mempengaruhi satu sama lain. Karena emosi, pikiran, dan perilaku semua terkait,
pendekatan CBT memungkinkan terapis untuk melakukan intervensi di berbagai titik
dalam siklus. Dalam CBT, terapis dan klien bekerja sama untuk mencapai tujuan
pribadi.
Tujuan mungkin melibatkan:
Cara bertindak : seperti belajar bagaimana untuk mengatasi diskriminasi;
Perasaan : seperti membantu seseorang mengatasi segala macam masalah yang
mengganggu
Cara berpikir : seperti belajar untuk mengevaluasi apakah dan bagaimana
"jalan keluar" dari suatu masalah;
Cara menangani masalah fisik atau medis : seperti belajar untuk mengelola
rasa takut dan kecemasan;
Cara untuk mengatasi : seperti belajar teknik untuk meningkatkan hubungan
dengan pasangan.
Terapi kognitif dan terapi perilaku (CBT) biasanya fokus pada situasi saat ini
daripada masa lalu. CBT berkonsentrasi pada pandangan seseorang dan keyakinan
tentang kehidupan mereka, bukan pada kepribadian mereka. Terapi perilaku dan
kognitif dapat digunakan untuk mengobati individu, orang tua, anak, pasangan, dan
seluruh keluarga. CBT membantu orang mendapatkan kontrol atas hidup mereka,
menggantikan cara-cara hidup yang tidak berjalan dengan baik dengan cara hidup
yang baik.
Pada pasien dengan homoseksual, CBT dapat berfungsi sebagai berikut :
membantu mempelajari keterampilan baru.
membantu meningkatkan hubungan dengan pasangan, keluarga, teman dan
rekan kerja. Sebagai contoh, hal ini dapat mencakup belajar cara-cara baru
berkomunikasi dengan orang, berpikir tentang hubungan, mengelola perasaan,
atau menangani situasi konflik.
CBT dapat menjadi pengobatan berguna untuk masalah kesehatan mental,
seperti depresi, kecemasan (termasuk kecemasan sosial), penyalahgunaan zat,
dan keinginan bunuh diri.
CBT dapat membantu mengatasi berbagai masalah hidup, baik berhubungan
maupun tidak berhubungan dengan seksual atau orientasi seksual atau terkait
dengan respon orang lain dengan orientasi seksual klien.
Dalam pelaksanaannya, NARTH membagi pengobatan CBT menjadi empat
fase. Fase-fase ini dianggap mudah beradaptasi dan fleksibel, serta mewakili aliran
umum terapi. Seperti semua terapi, syarat utama terapi ialah pasien harus memiliki
motivasi untuk memahami asal-usul ketertarikan homoseksual dan harus
berkomitmen penuh untuk proses terapi.
Fase 1
Prasyarat yang disebutkan di atas ditentukan selama fase pertama
pengobatan. Selama fase ini, dilakukan penilaian secara menyeluruh, dengan
mempertimbangkan kemungkinan adanya gangguan psikologis yang mungkin
menyertai orientasi homoseksual.
Gangguan psikologis yang sering muncul antara lain berbagai tingkat
narsisme, ketergantungan, histeria, kegelisahan, dan depresi. Sejarah sosial /
seksual adalah harus digali selama fase ini. Pada proses penggalian sejarah
seksual, pasien juga diminta perspektifnya mengenai orientasi seksual pasien
dalam kehidupan sosial.
Penekanan pada fase ini adalah fungsi pasien secara global, sosial dan
emosional, tidak hanya fokus pada homoseksualitas pasien. Seringkali, hal
tersebut akan memberikan informasi mengenai asal-usul dan pengobatan
homoseksualitas. Proses pembuatan journal dimulai pada fase ini dan digunakan
selama proses pengobatan.
Journal adalah cara yang berguna untuk membantu pria homoseksual
mengklarifikasi proses pemikiran mereka, melepaskan pengalaman dan perasaan
mereka, serta mengeksplorasi isu-isu dalam kehidupan mereka. Hal ini dianggap
lebih baik daripada membiarkan pikiran-pikiran tersebut menjadi dengungan di
kepala mereka.
Awalnya, dalam proses, sebagian besar pria menggunakan journal
sebagai cara untuk memantau pikiran homoseksual mereka, fantasi dan atraksi.
Kesadaran ini sering mengakibatkan penurunan atraksi homoseksual. Kemudian,
journal menjadi suatu bentuk pertolongan diri sendiri karena mereka mampu
membuat koneksi, membuat perubahan dalam persepsi dan menghadapi distorsi.
Pasien biasanya membeli dua notebook. Penulisan jurnal yang dibuat
dalam buku pertama akan diberikan kepada terapis untuk komentar. Kemudian
mereka mulai menulis dalam notebook kedua yang dipertukarkan dengan terapis
selama sesi berikutnya. Terapis akan membuat catatan yang cukup luas bagi
mereka untuk mempertimbangkan.
Satu keuntungan journal adalah bahwa hal itu tidak hanya mendorong
keterlibatan yang lebih besar dalam proses terapi, tetapi memberdayakan pasien
untuk mengatasi isu-isu signifikan tentang perjuangannya. Pada akhir perawatan,
pasien mengedit jurnal dan versi journal yang sudah diedit digunakan sebagai
sarana pencegahan kambuh.
Fase 2
Tahap II ditandai dengan pendekatan perilaku yang kuat. Tujuan dari
fase terapi ini adalah untuk membantu pasien mengatur dan menstabilkan
kehidupan mereka, karena mayoritas pasien homoseksual berada di situasi "di
luar kendali." Upaya tersebut dilakukan melalui strategi perilaku untuk
membantu mereka mendapatkan kendali. Dalam fase ini, kontrol perilaku
dipandang sebagai prasyarat untuk perubahan perilaku. Pasien dibantu untuk
menetapkan tujuan untuk meningkatkan perilaku sosial, intelektual, spiritual,
emosional, fisik, dan seksual. Intervensi tertentu mungkin mencakup pemantauan,
strategi penguatan, gangguan, pemodelan, emotional tracing, respons inhibisi dan
strategi paradoks. Pembentukan kontrol, penilaian keberhasilan dan derajat
stabilitas penting dalam fase pengobatan.
Tracing emosional adalah intervensi yang dirancang untuk
mengidentifikasi dan menanggapi kebutuhan terutama emosional. Terapis hanya
meminta pasien untuk mengeksplorasi apa yang pasien rasakan sebelum
mengalami ketertarikan homoseksual. Sering kali, mereka melaporkan perasaan
bosan, depresi atau kemarahan, yang terakhir paling sering menjadi reaksi untuk
menyakiti, nyeri, rasa takut atau frustasi. Terapis akan membuat pasien kembali
mengalami perasaan-perasaan sebelumnya, dan mengeksplorasi asal-usul mereka.
Sering, proses ini membantu mereka untuk mengklarifikasi asal-usul ketertarikan
homoseksual dan menghasilkan berkurangnya ketertarikan ini.
Fase 3
Tahap III berfokus dalam mengganggu pola gairah homoseksual.
Penekanan selama fase terapi adalah untuk membantu pasien mengeksplorasi,
mengganggu dan akhirnya merusak proses gairah homoseksual. Selama fase
pengobatan, fokus bergeser dari perilaku untuk penekanan kognitif. Intervensi
kognitif seperti relaksasi dan pembentukan citra diri, digunakan untuk membantu
pasien menjadi lebih sadar dan mendapatkan kontrol atas fantasi mereka dalam
kognisi dan perasaan.
Intervensi emosional, defragmentasi, dan diskriminasi dari perasaan
juga digunakan untuk mengganggu proses neuro-psikologis. Sebagian besar pria
yang mengalami kecanduan seksual dan merasa tertekan akibat perasaan tersebut
dibimbing untuk memperbaiki kepercayaannya yang salah, memberikan pilihan
yang luas, menangani kecemasan dan mengembangkan gaya hidup yang
kongruen dengan nilai-nilai pribadi. Pasien diajarkan bagaimana untuk meminta
bantuan dan bagaimana mengembangkan diri.
Pada sesi intervensi secara defragmentasi, terapis akan meminta pasien
untuk fokus pada hubungan masa lalu dan menganalisa ketertarikan mereka.
Atraksi ini sering terfokus pada sifat tertentu yang tidak familiar bagi pasien,
yang mereka lihat sebagai kekurangan pada diri mereka sendiri, dan membuat
mereka secara tidak sadar mengalami rasa iri yang sederhana. Pendekatan juga
dilakukan untuk mengembangkan hubungan yang wajar dengan laki-laki
heteroseksual yang signifikan.
Fase 4
Selama fase IV pengobatan, pihak yang berperan antara lain adalah
individu, kelompok dan keluarga. Penekanan selama fase pengobatan ditujukan
untuk membantu pasien lebih memahami dan terlibat dalam menjalin hubungan
yang tepat (yaitu, persahabatan, hubungan yang tidak mengarah pada keintiman
seksual dengan laki-laki).
Masalah dengan keintiman, harga diri, cinta terhadap diri sendiri, cinta
terhadap orang lain, cinta akan Tuhan, distorsi (hubungan yang tidak setara
dengan laki-laki maupun intensitas dalam hubungan), maskulinitas, rasa bersalah,
rasa malu, kesepian dan ditinggalkan dieksplorasi dan diselesaikan dalam konteks
terapi kelompok.
Sering, pada tahap ini, pasien diperkenalkan dengan pernikahan,
dimana pasangan hidup dapat berfungsi sebagai sahabat istimewa. Hasil yang
diinginkan berupa pengurangan atau penghapusan ketertarikan homoseksual,
kedamaian batin, dan pengembangan hubungan heteroseksual yang nyaman dan
sesuai. Intervensi spiritual (bukan religius) juga sering digunakan dalam fase ini
(meskipun dapat juga digunakan dalam fase lain).
Mayoritas pria homoseksual memiliki rasa ketidakterhubungan atau
keterasingan dari Tuhan. Freud menunjukkan bahwa Tuhan adalah perpanjangan
dari figur ayah. Ketika menjelaskan hubungan mereka dengan Tuhan, banyak
pasien menggambarkan sosok yang kejam dan menakutkan. Padahal hubungan
tersebut sangat berharga dalam mengatasi masalah-masalah seperti pengampunan.
Pada intervensi spiritual, dilakukan perbaikan citra diri dengan
melibatkan Tuhan sebagai seorang ayah yang penuh kasih, peduli, dan memiliki
cinta tanpa syarat.
Intervensi ini juga memungkinkan pasien menemukan kekuatan untuk
hidup mereka. Terapis dapat membantu pasien untuk memvisualisasikan diri
melalui meditasi secara teratur. Intervensi spiritual juga melibatkan isu-isu
integritas, pemberdayaan pribadi dan kontrol pribadi, membina hubungan dengan
orang lain, dan menemukan tujuan yang lebih besar dalam hidup. Melalui
intervensi spiritual inilah seorang pasien benar-benar mendapat kekuatan untuk
menyelesaikan perjuangan mereka atau dapat disebut "proses penyembuhan
pribadi."
KESIMPULAN