Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BUDIDAYA TANAMAN KAKAO


(Theobroma cacao L.)

DISUSUN OLEH :

NAMA :

i
KATA PENGANTAR

Kakao merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup
nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan per-tanian, khususnya
dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong pengembangan wilayah, peningkatan
kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan/ devisa negara. Pengusahaan kakao di
Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Dalam dua dasawarsa terakhir ini
areal kakao
Nasional terus menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao nasional
juga menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao nasional juga meningkat
seiring dengan peningkatan luas arealnya, namun demikian produktivitasnya stabil bahkan
menurun.
Teknologi akan bermanfaat apabila dapat menjangkau dan diterapkan oleh pihak-
pihak yang membutuhkan. Hasil-hasil penelitian kakao yang telah dihasilkan oleh beberapa
instansi penelitian telah dirangkum dalam makalah ini dengan maksud untuk
memperkenalkan tanaman kakao dan memberikan pedoman kepada masyarakat cara
budidaya, pasca panen dan produk usahataninya. Kami menyampaikan penghargaan kepada
tim penyusun yang telah bersusah payah sehingga makalah ini dapat diterbitkan dan berharap
semoga makalah ini dapat menjadi acuan dalam mengembangkan usaha tani kakao.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... . 1
1. Latar Belakang................................................................................................... . 1
2. Rumusan Masalah 1
3. Tujuan Penyusunan . 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... .. 2
1. Klasifikasi......................................................................................................... .. 2
2. Morfologi........................................................................................................... . 2
3. Syarat Tumbuh.................................................................................................. ..... 5
4. Teknik Budidaya ............................................................................................ 7
` BAB III PENUTUP 12
1. Kesimpulan........................................................................................................ . 12
2. Saran 12

ii
BAB II
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di
dunia dan termasuk Negara I penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory-Coast dan Ghana,
yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/thn. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir,
perkembangan luas areal perkebunan kakao meningkat secara pesat dengan tingkat
pertumbuhan rata-rata 8%/thn dan saat ini mencapai 1.462.000 ha. Hampir 90% dari luasan
tersebut merupakan perkebunan rakyat. Tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di
Indonesia pada tahun 1560, tepatnya di Sulawesi, Minahasa. Ekspor kakao diawali dari
pelabuhan Manado ke Manila tahun 1825-1838 dengan jumlah 92 ton, setelah itu menurun
karena adanya serangan hama. Hal ini yang membuat ekspor kakao terhenti setelah tahun
1928. Di Ambon pernah ditemukan 10.000 - 12.000 tanaman kakao dan telah menghasilkan
11,6 ton tapi tanamannya hilang tanpa informasi lebih lanjut. Penanaman di Jawa mulai
dilakukan tahun 1980 ditengah-tengah perkebunan kopi milik Belanda, karena tanaman kopi
Arabika mengalami kerusakan akibat serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix).
Tahun 1888 puluhan semaian kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela, namun yang
bertahan hanya satu pohon. Biji-biji dari tanaman tersebut ditanam kembali dan
menghasilkan tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang besar. Tanaman tersebutlah
yang menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di Indonesia dan akhirnya di Jawa Timur dan
Sumatera.
Kakao Indonesia, khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasar Internasional masih
dihargai paling rendah karena citranya yang kurang baik yakni didominasi oleh bijibiji
tanpa fermentasi, biji-biji dengan kadar kotoran tinggi serta terkontaminasi serangga, jamur
dan mitotoksin. Sebagai contoh, pemerintah Amerika serikat terus meningkatkan diskonnya
dari tahun ke tahun. Citra buruh inilah yang menyebabkan ekspor kakao ke China atau negara
lain harus melalui Malaysia atau Singapura terlebih dahulu.
.
Masalah klasik yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas yang
secara umum rataratanya 900 kg/ha. Faktor penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman
yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah
serangan hama penyakit. Upaya yang dapat ditempuh untuk Masalah klasik yang hingga kini
sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas yang secara umum rataratanya 900 kg/ha.
Faktor penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, teknologi
budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah serangan hama penyakit. Upaya
yang dapat ditempuh untuk

2. Rumusan Masalah
A. Apa Klasifikasi tanaman kakao?
B. Apa Morfologi tanaman kakao?
C. Bagaimana Syarat Tumbuh tanaman kakao?
D. Bagaiman Teknik Budidaya tanaman kakao?

3. Tujuan Penyusunan
Untuk mengetahui mengenai tanaman kakao dan teknik budidaya yang benar sehingga
menjadi tanaman yang menghasilkan dan bernilai ekonomis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Klasifikasi
Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae,
yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman ini
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam sistem
taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat
populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota sub
jenis sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih dan keping bijinya berwarna ungu gelap.
Mutunya beragam tetapi lebih rendah daripada sub jenis cacao. Permukaan kulit buahnya
relatif halus karena alur-alurnya dangkal. Kulit buah tipis tetapi keras (liat). Menurut Wood
(1975), kakao dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan trinitario; sebagian
sifat criollo telah disebutkan di atas. Sifat lainnya adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya
hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang hama dan penyakit
permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjolbenjol dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal
tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak biji lebih rendah daripada forastero tetapi
ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Dalam tata niaga kakao
criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu kakao forastero
termasuk kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao trinitario merupakan hibrida criollo
dengan farastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan
mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario dapat masuk ke dalam kakao mulia dan
lindak, tergantung pada mutu bijinya.

2. Morfologi

A. Batang dan cabang


Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang
tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan
relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan
buahnya sedikit. Jika dibudidayakan dikebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8
3,0 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 7,0 meter (Hall, 1932). Tinggi
tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh
yang tersedia.
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas
yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau
chupan), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop
(cabang kipas atau fan).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9 1,5 meter akan berhenti
tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan
ortotrop ke plagitrop dan khas hanya pada tanaman kakao. Pembentukan jorket didahului

2
dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrof karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada
ujung tunas tersebut, stipula (semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun
serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3 6
cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0 60o dengan
arah horisontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrof). Pada
cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman
membentuk tajuk yang rimbun.
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau tunas air
(chupon). Dalam teknik budi daya yang benar, tunas air ini selalu dibuang, tetapi pada
tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk bantang dan jorket yang baru
sehingga tanaman mempunyai jorket yang bersusun.
Dari tunas plagiotrop biasanya hanya tumbuh tunas-tunas plagiotrop, tetapi juga
kadang-kadang tumbuh tunas ortotrop. Pangkasan berat pada cabang plagiotrop yang besar
ukurannya merangsang tumbuhnya tunas ortotrop itu. Tunas ortotrop hanya membentuk tunas
plagiotrop setelah membentuk jorket. Tunas ortotrop membentuk tunas ortotrop baru dengan
menumbuhkan tunas air.
Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman.
Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket, sedangkan pemupukan dengan
140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya jorket. Tanaman kakao membentuk
jorket setelah memiliki ruas batang sebanyak 60 70 buah. Namun batasan tersebut tidak
pasti, karena kenyataannya banyak faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar
dikendalikan. Contohnya, kakao yang ditanam di dalam polibag dan mendapat intensitas
cahaya 80% akan membentuk jorket lebih pendek daripada tanaman yang ditanam di kebun.
Selain itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil. Terbatasnya
medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut. Sebaliknya, tanaman kakao
yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan membentuk jorket yang tinggi sebagai efek
dari etiolasi (pertumbuhan batang memanjang akibat kekurangan sinar matahari).

B. Daun
Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu
7,5 10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm
(Hall, 1932). Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya.n
Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di
pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat
gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari.Bentuk helai daun bulat
memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing
(acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai
daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa
hijau tua bergantung pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10
cm.Permukaan daun licin dan mengilap.

Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi berkala.


Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu dinamakan pertunasan atau flushing. Pada saat itu
setiap tunas membentuk 3 6 lembar daun baru sekaligus. Setelah masa tunas tersebut
selesai, kuncup kuncup daun itu kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu.
Kuncup-kuncup akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan.
Ujung kuncup daun yang dorman tertutup oleh sisik (scales). Jika kelak bertunas lagi
sisik tersebut rontok meninggalkan bekas (scars) atau lampang yang berdekatan satu sama
lain dan disebut dengan cincin lampang (ring scars). Dengan menghitung banyaknya cincin
lampang pada suatu cabang, dapat diketahui jumlah pertunasan yang telah terjadi pada

3
cabang yang bersangkutan. Intensitas cahaya memengaruhi ketebalan daun serta kandungan
klorofil. Daun yang berada di bawah naungan berukuran lebih lebar dan warnanya lebih hijau
daripada daun yang mendapat cahaya penuh.

C. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar
lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah
(jeluk) 0 30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 11
20 cm, 14% pada jeluk 21 30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari
permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk.
Ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).

D. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas
ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin
membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushion).Bunga kakao
mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas
satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-
masing terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah
yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat
pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar.
Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 8 mm, terdiri
dari dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya
terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih.

E. Buah
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam
warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan
berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak
berwarna jingga (orange).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Pada
tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi lunak dan
permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit buah pada umumnya
halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari
panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama
perkembangan buah.

F. Biji
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20
50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua kotiledon
yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada poros lembaga (embryo axis).
Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis
dan diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah
terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao tidak
memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat
perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat
dipanen karena daging buahnya telah kering. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang
dan mengangkat kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut

4
fase serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan
memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat daun tersebut
sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak
tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara periodik dengan interval
waktu tertentu.

3. Syarat Tumbuh
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian
curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang
menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya
tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerahdaerah yang berada pada 100
LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum
berada pada daerahdaerah antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat
kaitannya dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
A. Curah Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao adalah
distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda
dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerahdaerah bercurah hujan
1.100 3.000 mm per tahun.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm per
tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat ditanami
kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi
akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman
perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerahdaerah yang tipe
iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di daerahdaerah
yang tipe iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao
karena bulan keringnya yang panjang.

B. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
matahari, dan kelembaban. Faktorfaktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan,
penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh pada
pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300320C (maksimum) dan 180210
(minimum). Temperatur yang lebih rendah dari 100 akan mengakibatkan gugur daun dan
mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan
memacu pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
C. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam
pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya
matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang
kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis
maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan
penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka

5
sempurna berada pada kisaran 330 persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen
cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi
lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.
D. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan
kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Kemasaman
tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan
sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif,
tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan
lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan kakao.
E. Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanaman yang memiliki pH 6 7,5;
tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter.
Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari Al, Mn,
dan Fe pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar
zat organik. Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa
sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 15 cm sebaiknya lebih
dari 3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat
menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah
sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per
tahun daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6
kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat
organik sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP,
56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanahtanah yang hendak ditanami kakao paling
tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram contoh tanah dan kalium
sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 15 cm.

F. Sifat Fisik Tanah


Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan
komposisi 30 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 20 persen debu. Susunan demikian akan
mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah
dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga
menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat
kurang menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung
berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.
Tanaman kakao menginginkan solum tanah menimal 90 cm. Walaupun ketebalan
solum tidak selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu dapat dijadikan
pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao.
Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu menciptakan
kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena itu, kedalaman efektif
berkaitan dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan
serapan hara. Untuk itu kedalaman air tanah disyaratkan minimal 3 meter.

G. Kriteria tanah yang tepat bagi tanaman kakao


Areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung fosfor antara
257 550 ppm berbagai kedalaman (0 127,5 cm), dengan persentase liat dari 10,8 43,3
persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur (ratarata 050 cm di atas) SC, CL, SiCL;
kedalaman Gley dari permukaan tanah 150 cm; pHH2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4

6
persen; K.T.K ratarata 050 cm di atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa ratarata 0 50 cm
di atas 50%.

4. Teknik Budidaya
A. Penanaman
a. Pengajiran
- Ajir dibuat dari bambu tinggi 80 - 100 cm
- Pasang ajir induk sebagai patokan dalam pengajiran selanjutnya
- Untuk meluruskan ajir gunakan tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama

b. Lubang Tanam
- Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan
- Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk TSP 1-5
gram per lubang
c. Tanam Bibit
- Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan naungan
sementara sudah berumur 1 tahun
- Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya
tumpang sari dengan pohon kelapa
- Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia ditanam
setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan
- Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna. Saat
pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda (flush)
B. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b. Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan cara dikoak. Pupuk dimasukkan dalam
lubang pupuk kemudian ditutup kembali. Dosis pupuk lihat dalam tabel di samping ini :
Tabel Pemupukan Tanaman Coklat
UMUR Dosis pupuk Urea TSP MOP/
(bulan) Makro (per ha) (kg) (kg) KCl (kg)
2 15 15 8 8
6 15 15 8 8
10 25 25 12 12
14 30 30 15 15
18 30 30 45 15
22 30 30 45 15
28 160 250 250 60
32 160 200 250 60
36 140 250 250 80
42 140 200 250 80

C. Pengendalian Hama & Penyakit


- Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili : Geometridae ), menyerang pada umur 2-4
bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat daunnya saja.
Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 - 10 cc / liter.
- Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ), ada bulu-bulu
gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda,
terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang ulatnya coklat atau

7
coklat kehitam-hitaman. Pengendalian dengan musuh alami predator Apanteles
mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.
- Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge), serangan dilakukan silih
berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara
meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian.
Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat kehidupan dan
bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida lebih
panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan PESTONA.
- Kutu - kutuan ( Pseudococcus lilacinus ), kutu berwarna putih. Simbiosis dengan
semut hitam. Gejala serangan : infeksi pada pangkal buah di tempat yang
terlindung, selanjutnya perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah terhambat
dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian : tanaman terserang dipangkas lalu
dibakar, dengan musuh alami predator; Scymus sp, Semut hitam, parasit
Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter air atau PESTONA.
- Helopeltis antonii, menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke dalam
buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas dan pucuk
daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya merah, bagian
menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan, kulit buah ada bercak-bercak hitam
dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan sangat keras serta jelek
bentuknya dan buah kecil kering lalu mati. Pengendalian dilakukan dengan
PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang), hari pertama semprot stadia
imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya dan pada hari ke-17 dilakukan
terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga pengendalian benar-benar efektif,
sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.
- Cacao Mot ( Ngengat Buah ), Acrocercops cranerella (Famili ; Lithocolletidae).
Buah muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam buah tidak dapat
mengembang dan lengket. Pengendalian : sanitasi lingkungan kebun, menyelubungi
buah coklat dengan kantong plastik yang bagian bawahnya tetap terbuka
(kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam dan jamur antagonis Beauveria
bassiana ( BVR) dengan cara disemprotkan, semprot dengan PESTONA.
- Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora), gejala serangan dari ujung buah
atau pangkal buah nampak kecoklatan pada buah yang telah besar dan buah kecil
akan langsung mati. Pengendalian : membuang buah terserang dan dibakar,
pemangkasan teratur, semprot dengan Natural GLIO.
- Jamur Upas ( Upasia salmonicolor ), menyerang batang dan cabang. Pengendalian :
kerok dan olesi batang atau cabang terserang dengan Natural GLIO+HORMONIK,
pemangkasan teratur, serangan berlanjut dipotong lalu dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum
mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida
kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO
810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

D. Pemangkasan
Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan
vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga dilakukan pemangkasan agar percabangan dan
daunnya tumbuh tinggi dan baik.
Pemangkasan ada beberapa macam yaitu :
Pangkas Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah muncul cabang primer (jorquet) atau
sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3 cabang primer yang baik dan letaknya simetris.

8
- Pangkas Pemeliharaan, bertujuan mengurangi pertumbuhan vegetatif yang
berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air (wiwilan) pada batang pokok atau
cabangnya.
- Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara langsung
sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan musim,
sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada musim
kemarau.Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman yang rusak dan memelihara
tunas airatau dapat dilakukan dengan side budding.

E. Panen
a) Ciri dan Umur Panen
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan
sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna
kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning
pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao
masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:a) Warna buah sebelum masak hijau,
setelah masak alur buah menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna
buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di
dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah
dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil
fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah
berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.
b) Cara Panen
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung
dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah.
Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat
dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan
pada periode berikutnya. Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor
mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500
buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan sistem 6/7
artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah matang
rendah, dipanen dengan sistem 7/14.
c) Periode Panen
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang
ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut pada periode
berbunga selanjutnya.
d) Prakiraan Produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi per hektar
dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.

F. Pascapanen
a) Pengumpulan
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikelompokkan
menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu bulat
yang keras.
b) Penyortiran/pengelompokkan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya:a)
Mutu A: dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir bijib) Mutu B: dalam 100 gram biji
terdapat 100-110 butir bijic) Mutu C: dalam 100 gram biji terdapat 110-120 butir biji.

9
c) Penyimpanan
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal yang
dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan cara sebagai
berikut:a) Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 75.b)
Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Aduk-aduk biji secara periodik (1 x 24 jam)
agar suhu naik sampai 50 derajat C.
d) Pengemasan dan Pengangkutan
Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni diisi 60
kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji cokelat kering tersebut
disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat
tersebut sudah segera bisa dijual dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya.
Penyimpanan di gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus
diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat.

G. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah
menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan mendapatkan
aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan, biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang
jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-700C
(60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %. Sortasi, untuk mendapatkan ukuran
tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi
maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas
kotoran.

H. Potensi Produksi
Kakao jenis Bulk pada umur 2 tahun sudah mulai panen permulaan, dan pada umur
sekitar 7 tahun mulai mencapai tingkat produksi yang tinggi. Pada kondisi yang sesuai
dengan tanaman kakao, maka potensi rata-rata dalam satu siklus hidup ( 25 tahun ) mencapai
sekitar 1000 kg biji kakao kering/hektar/ tahun.

Tabel Potensi Produksi Biji Kakao kering per hektar, dalam satu siklus hidup ( 25 tahun )
Biji Kering Kakao
Umur tanaman Keterangan
( dalam Kg/ha )
2-3 600
3-4 900
4-5 1.200
5-6 1.400
6-7 1.600
7-8 1..700
8-9 1..600
9 - 10 1.800
10 - 11 1.700
11 - 12 1.600
12 - 13 1.500
13 - 14 1.400

10
14 - 15 1.400
15 - 16 1.300
16 - 17 1.300
17 - 18 1.300
18 - 19 1.200
19 - 20 1.200
20 - 21 1.100
21 - 22 1.000
22 - 23 700
23 - 24 700
24 - 25 700
Jumlah 28.900
Rata - Rata Per
1.257
Tahun
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebuanan, Departemen Pertanian RI, 1982.

11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Didalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik dan benar agar
memperoleh produksi yang optimal, juga memperhatikan kondisi lingkungan dan agroklimat
di lokasi pembukaan kebun kakao harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao. Tetapi jika
faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan
hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor
pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.

2. Saran
Semoga karya tulis ilmiah yang kami buat, dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
para pembaca. Terutama untuk lebih mengetahui informasi mengenai cara pembudidayaan
tanaman Kakao. Serta dapat menjadi bahan acuan didalam pembudidayaan tanaman kakao.

12

Anda mungkin juga menyukai