Sindrom Nefrotik Pada Anak
Sindrom Nefrotik Pada Anak
102011314
selfoneria@gmail.com
Pendahuluan
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan proteinuria yang
banyak dan edema. Penyakit ini sering terjadi pada anak usia kurang dari 14 tahun dan masih
belum diketahui penyebab pastinya. Secara garis besar, sindrom nefrotik dibagi menjadi 2,
yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer
merupakan sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan sindrom nefrotik
sekunder merupakan komplikasi dari penyakit-penyakit berat. Pada tinjauan pustaka ini,
penulis akan menjelaskan sindrom nefrotik primer yang dialami pada anak.
Anamnesis
Anamnesis pada pasien anak yang diduga mempunyai gangguan pada ginjal dan
saluran kemih dilakukan secara alloanamnesis. Perlu ditanyakan pula pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut identitas anak, riwayat imunisasi, riwayat perinatal, dan riwayat tumbuh
kembang.1,2
Pendekatan umum
Identitas pasien (nama, umur, alamat).
Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Riwayat penyakit dahulu
1
Dapat ditanyakan apakah sebelumnya anak pernah menderita gejala seperti yang
dikeluhkan dan penyakit-penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya.
Riwayat pengobatan
Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :
Air seni yang berwarna merah atau keruh, rasa nyeri yang menyertai saat buang air
kecil, frekuensi pembuangan air seni serta jumlahnya, dan tanyakan pancaran air seni
yang terbuang.
Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien
Rasa nyeri pada daerah pinggang atau daerah lain, gejala konstitusi (mual, muntah,
keringat dingin, lemas), pola makan anak, dan alergi.
Riwayat imunisasi dan tumbuh kembang
Imunisasi apa saja yang sudah diberikan kepada anak dan bagaimana riwayat tumbuh
kembangnya, untuk mengetahui adanya gagal tumbuh atau tidak.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hal pertama yang dapat dinilai adalah keadaan umum, keadaan
sakit, kesadaran, berat dan panjang badan, status gizi, lingkaran lengan atas, serta tingkat
perkembangan pada umumnya. Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah memeriksa
TTV berupa tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan. Pada sindrom nefrotik biasa
didapatkan tekanan darah meningkat. Selanjutnya kita juga harus melakukan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi akan terlihat adanya edema di kedua kelopak
mata, tungkai, adanya asites dan edema skrotum/labia.1-3
Pemeriksaan Penunjang
Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan
apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat
terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing enteropathy), dan edema dapat terjadi
tanpa adanya hipoalbuminemia (sepserti pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung
kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya :1-3
Urinalisis.
2
Pada hasil urinalisis pasien dengan syndrome nefrotik dapat ditemukan
hematuria. Hasil tersering adalah hematuria mikroskopis. Hematuria makrsokopis
jarang ditemukan pada kasus syndrome nefrotik. Proteinuria dapat ditemukan antara
3+ atau 4+, yang menunjukkan kandungan protein urin sekitar 300 mg/dL.1-3
Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau dengan
protein urin 24 jam.1-3
1. Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi
proteinuria orthostatik.
2. Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3 mg/mg.
3. Nilai protein urin 24 jam > 40 mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu
>100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.
4. Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.
Pemeriksaan darah1-3
1. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematocrit, LED)
2. Albumin dan kolesterol serum
3. Ureum, kreatinin serta bersihan kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
4. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan pada usia 1-8
tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun hasil dari
pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya kemungkinan SN sekunder atau SN
primer selain tipe lesi minimal. Biopsi ginjal diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun,
dimana SN kongenital lebih sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit
glomerular kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga
dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium mengindikasikan adanya SN
sekunder.1-3
Radiografi
Diagnosis
Working Diagnosis
Sindrom nefrotik idiopatik merupakan penyakit ginjal dengan gejala proteinuria masif
> 3 g/hari, hipoalbuminemia < 3 g/dl, edema, hiperlipidemia, lipiduria dan
hiperkoagulabilitas terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui.
1-3
Untuk menegakkan diagnosis anak dengan sindrom nefrotik, ada beberapa keadaan
yang dapat ditemukan. Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada
hematuria mikroskopis, tetapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin
normal atau menurun. Bersihan kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal
akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan kembali ke normal bila volume
intravaskuler membaik. Ekskresi protein melebihi 2 g/24 jam, kadar kolesterol dan trigliserid
serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dL, dan kadar kalsium serum total
menurun, karena penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.1-3
Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita
penyakit lesi-minimal yang berespons terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus
dimulai tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun
yang datang dengan sindrom nefrotik, tetapi glomerulonephritis membranosa dan
membranoproliferatif menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini
untuk menegakkan diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.1-3
Differential Diagnosis
4
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (<
16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata
2,5 tahun, 80% < 6tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak dari pada
wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata
30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. 1-3
Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus per 100.000 anak pertahun sedangkan pada dewasa 3
per 1000.000 pertahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan
oleh diabetes mellitus. 1-3
Pada sindrom nefrotik primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau
melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi.
Selain itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan sindrom nefrotik dengan respon
terapi yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan. 1-3
5
Sindroma nefrotik dengan glomerulosklerosis fokal
Glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut
segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop
immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami
sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut
segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler
glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada reflux vesicoureteral, dan
penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon
dengan terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat
melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end
stage renal disease) pada kebanyakan pasien.
Etiologi
Berdasarkan etiologi, sindrom ini dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik primer
(idiopatik) dan sindrom nefrotik sekunder.1-3
6
Berlainan dengan sindrom nefrotik primer, sindrom nefrotik sekunder jelas diketahui
penyebabnya, biasanya merupakan komplikasi dari penyakit berat. Beberapa penyakit atau
kelainan yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik antara lain penyakit infeksi, keganasan,
obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik,
penyakit familial, toksin, transplantasi ginjal, thrombosis vena renalis, stenosis arteri renalis,
serta obesitas masif.1-3
Epidemiologi
Insiden terjadinya sindrom nefrotik bervariasi dari umur, ras, dan letak geografis.
Insidens SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000
anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada
anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1-3
Patofisiologi
Kelainan patogenetik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat dari
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari keniakan permeabilitas
ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya
muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang
biasanya melebihi 2 g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada
dasanya adalah hipoalbuminemia. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum
turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L).4
7
transudasi cairan dari ruang intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal; mengaktifkan
sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal.
Penurunan volume intravaskuler juga mereangsang pelepasan hormon antidiuretic, yang
mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma
berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, mamperberat
edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema
dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai
volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar renin serta aldosterone plasma
normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek intrarenal dalam eksresi
natrium da air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding
kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.1,4
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan
lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian
penjelasan: 1. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein; dan 2. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.1,4
Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi-minimal (85%),
glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangial dan
matriks. Temuan-temuan mikroskop imunofluoresens khas negatif. Mikroskop electron
menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-
minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.1,4
Pada biopsi penderita yang menderita lesi sclerosis setempat (10%), sebagian besar
glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama
glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut
segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan
semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium-akhir pada kebanyakan penderita.
8
Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap kortikosterois atau terapi sitotoksik
ataupun keduanya. Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang ditransplantasikan. 1,4
Manifestasi Klinik
Sindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom
terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir dan usia satu tahun dan lazim pada
orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus
saluran pernapasan atas yang nyata. Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada
mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat
pitting edema. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan
berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin. Edemanya berkumpul
pada tempat-tempat tergantung dari hari-ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung
ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada
hipertensi.1-3
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
1-3,5
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.
9
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon. 1-3,5
Terapi pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis
prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam
4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3
dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien
dinyatakan sebagai resisten steroid. 1-3,5
Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti
tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat
diberikan sitostatik siklofosfamid (CPA) oral maupun siklofosfamid puls. Siklofosfamid
dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara
intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan
dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan
selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi
pemberian CPA puls adalah 6 bulan). 1-3,5
Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi.
Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps
dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif
kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten
steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.1-3,5
Siklosporin (CyA)
10
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak
20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.1-3,5
Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi
karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif. 1-3,5
Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls
selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu.
Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL
glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam. 1-3,5
Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah
vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur yang masih
sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di
Indonesia. 1-3,5
Untuk mengurangi proteinuria yang terjadi pada sindrom nefrotik, dapat digunakan
regimen untuk mengurangi pengeluaran protein di ginjal dengan mempengaruhi tekanan
osmotik maupun tekanan onkotik. 1-3,5
11
glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar TGF-1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada
SNRS, berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai risiko
untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS. Dalam kepustakaan dilaporkan
bahwa pemberian kombinasi ACE-I dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria lebih
banyak. 1-3,5
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk
diberikan ACE-I saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau
imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah: 1-3,5
Non-Medika Mentosa
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.
Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah. 1-3,5
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik,
perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.1-3,5
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%
12
dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari
segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin
dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat
dilakukan pungsi asites berulang.1-3,5
Prognosis
Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan
menjelang usia akhir sekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya
bahwa anak tersebut tidak akan menderita disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak
herediter, dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau
klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis sindrom nefrotik, ditekankan bahwa
selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas.
Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak
diperlukan.1-3,5
Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik antara
lain infeksi dan thrombosis arteri dan vena.1-3,5
Infeksi adalah komplikasi sindrom nefrotik utama, komplikasi ini akibat dari
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteriselama kambuh. Penjelasan yang diusulkan
meliputi penurunan kadar immunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media
perbiakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi imunosupresif,
13
penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor properdin
B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Belum jelas, mengapa peritonitis
spontan merupakan tipe infeksi yang paling sering; sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi
saluran kemih juga dapat ditemukan. Organisme penyebab peritonitis yang paling lazim
adalah S. pneumoniae; bakteri gram-negatif juga ditemukan. Demam dan temuan-temuan
fisik mungkin minimal bila ada terapi kortikosteroid. Oleh karenanya, kecurigaan yang
tinggi, pemeriksaan segera (termasuk biakan darah dan cairan peritoneum), dan memulai
terapi awal yang mencakup organisme gram-positif maupun gram-negatif adalah penting
untuk mencegah terjadinya penyakit yang mengancam jiwa. Bila dalam perbaikan, semua
penderita yang sedang menderita nefrosis harus mendapatkan vaksin pneumokokus polivalen.
1-3,5
Penutup
Daftar Pustaka
1. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadephia:
Elsevier Saunders. 2011. p.1801-6.
2. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric nephrology. Springer. 2009. p. 667-91
3. Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.h.528-67.
14
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. USA:
Saunders Elsevier. 2007. p. 517-50.
5. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom
nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2012. h. 2-15
15