Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN STUDI KASUS ASGIZ 3

PAGT PADA PASIEN CELULLITIS PEDIS

DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Disusun oleh :

Magnalia Morena Ruth

22030113130091

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

DEPARTEMEN ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................i
Identitas Pasien............................................................................................................................................ii
I. Latar Belakang.................................................................................................................................1
II. Skrinning.........................................................................................................................................1
III. Assesment........................................................................................................................................3
IV. Diagnosis Gizi.................................................................................................................................7
V. Intervensi Gizi.................................................................................................................................8
VI. Perencanaan Monitoring Evaluasi Gizi.......................................................................................11
VII. Pembahasan...................................................................................................................................12
VIII. Kesimpulan....................................................................................................................................19

i
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Usia : 57 tahun
Jenis kelamin : Pria
Pekerjaan : Koordinator keamanan
Status Pasien : Rawat Inap
Diagnosa penyakit : Celullitis pedis
Berat badan : 85 kg
BB sebenarnya : BB sekarang BB oedema/ascites
85 2,2
82,8 kg
Lingkar lengan : 31 cm
Tinggi Lutut : 52 cm
Tinggi badan : 59,01 + [2,08 52]
59,01 + 108,16
167,2 cm
BBI : TB 100 10% (TB 100)
167, 2 100 10% (167,2 100)
67,2 6,72 = 60,5 kg
IMT : BB/TB2
82,8/1,672
29,7 kg/m2 (Obes I/ Gemuk sekali)

ii
I. Latar Belakang
Tn.B (57 tahun) datang ke RS dengan keluhan badan lemas, bengkak dan luka pada
kaki bagian kanan. Keluhan pada kaki kanan dialami sejak 1 bulan yll perlahan menjadi
merah kehitaman dan bengkak disertai luka terbuka pada jari ke 4 kaki kanan. Jari kanan
pasien terluka dan diperban tertutup (piting edema skor +4). Diagnosis medis dari dokter
ketika masuk RS adalah celullitis pedis. Berdasarkan keterangan dari pasien, beliau
menderita DM tipe 2 sejak tahun 1995 dan mengalami luka pada bagian jari ke 4 kaki
kanan. Pasien sudah mendapatkan edukasi gizi sebelumnya mengenai diet DM.
Pasien memiliki tinggi lutut 52 cm, dan BB sebelum masuk RS (ketika kaki
bengkak) 85 kg. Lingkar lengan atas sebanyak 31 cm. Pasien menerima obat ciprolaxin,
ketorolac, ranitidin, ceftriaxson, clindamisin, heparin. Data laboratorium hemoglobin 10,5
g/dL, hematokrit 28,5%, eritrosit 3,5106/uL, MCH 29,4 pg, MCV 88,1 fL, trombosit
379103/uL, leukosit 19,4103/uL, albumin 2,6 g/dL, ureum 107 mg/dl, kreatinin 3,44
mg/dl, GDS 154 mg/dl, Na 133 mmol/L, K 5,3 mmol/L, Cl 101 mmol/L. Tekanan darah
120/70, nadi 76x/menit, RR 18x/menit, suhu 36C. Pasien juga merupakan perokok aktif.
Pasien akan mendapat program persiapan operasi amputasi pada jari kanan pasien.
Tn B bekerja sebagai koordinator keamanan. Sebelum masuk RS, pasien hanya
mengkonsumsi nasi 5 sdm, telur ayam 0,5 butir, ayam 0,5 porsi, dan sayur 1 sop 1 penukar.
Pasien juga minum teh manis 2x sehari dengan gula 3 sdm. Pasien mengkonsumsi gula
karena menganggap pola makannya baik dan tidak ada masalah dengan penyakit DM.
Sebelum masuk RS pasien mengkonsumsi jamu brotowali atau kunir asem 3x/minggu.

II. Skrinning
A. Pemilihan metode Skrinning
Skrinning gizi dilakukan dengan menggunakan formulir gizi MST (Malnutrisi
Skrinning Tolls) karena pasien adalah usia dewasa. Didalam formulir skrinning gizi MST
ini terdapat 2 parameter untuk mengukur status gizi dengan melakukan wawancara secara
langsung dengan pasien. Parameter tersebut adalah penurunan berat badan yang dialami
selama 6 bulan terakhir dan penurunan asupan makan.
B. Pengisian Kuesioner
Pengisian kuesioner skrinning gizi dengan dua parameter didapatkan hasil yaitu
Parameter pertama, penurunan berat badan didaptkan bahwa Tn. B tidak mengalami
penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir. Sehingga kondisi ini diberikan skor 0
Parameter ke-dua, Tn B mengatakan mengalami penurunan nafsu makan, tetapi Tn. B
mengonsumsi gula setiap hari, sebelum masuk RS Tn. B hanya mengonsumsi setengah
porsi. Keadaan seperti ini diberikan skor 1.
C. Kesimpulan Kuesioner
Berdasarkan hasil skrinning didapatkan total skor 1 yang berarti Tn. B tidak beresiko
malnutrisi, tetapi hal ini bertolak belakang dengan kondisi Tn. B saat ini, karena
berdasarkan perhitungan IMT Tn. B termasuk dalam kategori Obesitas I, sehingga pasien
memerlukan asuhan gizi secara mendalam oleh Ahli Gizi sesuai dengan kondisi pasien
saat ini dan diagnosis gizi yang telah ditetapkan.
III. Assesment
A. Pengkajian Antropometri (AD)
Domain Data Interpretasi
AD 1.1.1 167,2 cm
Tinggi badan
AD 1.1.2 85 kg BB ideal = 60,5 kg
Berat badan
AD 1.1.5 30,5 kg/m2 Obesitas II
Indeks massa tubuh
Lingkar lengan 31 cm

B. Pengkajian Data Biokimia (BD)


Domain Data Interpretasi
BD 1.2.1 8 25 mg/dL
107 mg/dL
Ureum Tinggi
BD 1.2.2 0,6 1,3 mg/dL
3,44 mg/dL
Kreatinin Tinggi
BD 1.2.5 135 145 mEq/L
233 mmol/L
Natrium Tinggi
BD 1.2.7 3,5 5 mEq/L
5,3 mmol/L
Kalium Tinggi
BD 1.2.6 94 111 mEq/L
101 mmol/L
Klorida Normal
BD 1.5.2 125 140 mg/dL
154 mg/dL
GDS Tinggi
BD 1.10.1 14 -18 g/dL
10,5 g/dl
Hemoglobin Rendah
BD 1.10.2 40 48%
28,5%
Hematokrit Rendah
BD 1.10.3 80 96 fL
88,1 fL
MCV Normal
BD 1.11.1 3,8 5,1 gr/dL
2,6 g/dL
Albumin Rendah
6
Eritrosit 3,510 /Ul 4,6 6,2 jt/mm3
Domain Data Interpretasi
Rendah
MCH 27 31 pg
29,4 pg
Normal
Trombosit 2105 - 4105
379103/uL,
Normal
Leukosit 4103 10 103 mm3
19,4103/uL,
Tinggi
Kesimpulan: Glukosa Darah Sewaktu tinggi, Kadar Hb, albumin rendah

C. Pengkajian Data Klinis/ Fisik (PD)


Domain Data Interpretasi
PD 1.1.1 Lemas, bengkak dan luka pada
Penampilan keseluruhan kaki bagian kanan
PD 1.1.5 Mengalami penurunan nafsu
Sistem Digesti makan
PD 1.1.8 Bengkak dan luka terbuka pada
Kulit kaki kanan, bekas luka berubah
menjadi merah kehitaman.
Jari kanan terluka dan terdapat
piting eodema + 4
PD 1.1.9
Tanda Vital :
Tekanan darah 120/70 mmHg Normal
Nadi 76/menit Normal
Respiratory Rate 18/menit Normal
Suhu 36C Normal

D. Pengkajian Riwayat terkait Gizi/Makanan (FH)


Domain Data Interpretasi
FH-1.1.1.1 518,9 kkal 25% Kebutuhan
Asupan energi total Kurang
FH 1.2.2.2 Konsumsi teh manis 2 sehari
Jenis makanan dengan gula 3 sdm,
Konsumsi jamu brotowali/
Domain Data Interpretasi
kunir asem 3seminggu
FH 1.2.2.3 Pola makan biasa, tidak
Kebiasaan makan membatasi gula
FH-1.5.1.1. 15 gr 24% Kebutuhan
Total asupan lemak Kurang
FH-1.5.2.1 13,5 gr 20% Kebutuhan
Total asupan protein Kurang
FH-1.5.3.1 85,1 gr 25% Kebutuhan
Total asupan karbohidrat Kurang
FH-1.5.4.1 3,5 gr 11% Kebutuhan AKG
Total asupan serat Kurang
FH 1.6.1.1 539,8 g 90 % Kebutuhan AKG
Total asupan vitamin A Cukup
FH 1.6.1.2 3 mg 3% Kebutuhan AKG
Total asupan vitamin C Kurang
FH 1.6.1.4 0 mg 0% Kebutuhan AKG
Total asupan vitamin E Kurang
FH 1.6.2.1 43,3 mg 4% Kebutuhan AKG
Total asupan kalsium Kurang
FH 1.6.2.3 0,1 mg 1% Kebutuhan AKG
Total asupan zat besi Kurang
FH 3.1.1 Ciprolaxin
Preskripsi penggunaan obat Ketorolac, Ranitidin,
Ceftriaxson, Clindamisin,
Heparin
Kesimpulan : Asupan makan kurang dari kebutuhan AKG, apabila kondisi ini
berkelanjutan akan menjadi beresiko malnutrisi

E. Pengkajian Data Riwayat Pasien (CH)


Domain Data Interpretasi
CH 1.1.1 Umur 57 tahun
CH 1.1.2 Jenis Kelamin Pria
CH 3.1.6 Pekerjaan Koordinator Keamanan
IV. Diagnosis Gizi
Domain Diagnosis Kalimat P E S
NI 2.1 Asupan oral inadekuat Asupan oral inadekuat berkaitan
dengan lemas dan penurunan nafsu
makan ditandai dengan asupan energy
23%, lemak 24%, protein 16% dan
Karbohidrat 25% dari kebutuhan
NI 5. 1 Peningkatan Kebutuhan Peningkatan kebutuhan zat gizi
Zat gizi berkaitan dengan kondisi pasien pre
post operasi ditandai dengan
perubahan fungsi GI
NC 2.2 Perubahan nilai Perubahan nilai laboratorium
laboratorium terkait gizi berkaitan dengan adanya riwayat DM
tipe 2 ditandai dengan GDS 154
mg/dL
DIAGNOSIS UTAMA
NI 2.1 Asupan oral inadekuat Asupan oral inadekuat berkaitan
dengan lemas dan penurunan nafsu
makan ditandai dengan asupan energy
23%, lemak 24%, protein 16% dan
Karbohidrat 25% dari kebutuhan
V. Intervensi Gizi
A. Perencanaan Intervensi
Tujuan Intervensi
1. Memberikan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
2. Membantu memperbaiki data laboratorium terkait gizi pasien
3. Meningkatkan pengetahuan pasien terkait penyakit dan diet yang diberikan (dan
pengetahuan mengenai diet DM
4. Pasien dan keluarga mampu mengimplementasikan diet yang diberikan yaitu diet
DM
B. Preskripsi Diet
a. Jenis Diet : Diet DM, Rendah sisa
b. Bentuk makanan : Makanan biasa
c. Jadwal Pemberian Makan : 3 kali makanan utama dan 2 kali selingan
d. Rute Pemberian Makan : Oral
e. Rekomendasi Modifikasi Diit:
Rekomendasi asupan energy diberikan sebesar 2040,61 kkal
Rekomendasi asupan protein diberikan sebesar 66,24 gram
Rekomendasi asupan lemak diberikan sebesar 61,8 gram
Rekomendasi asupan karbohidrat diberikan sebesar 334 gram
Rekomendasi asupan serat diberikan sebesar 33 gram
f. Modifikasi kebutuhan zat gizi mikro:
Kalsium : 1000 mg
Zat Besi : 13 mg
Vitamin A : 600 g
Vitamin E : 15 mg
Vitamin C : 90 mg
Modifikasi gula atau pemanis
g. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jika
jumlahnya kecil dan digunakan sebagai bumbu. Pemanis alternatif dapat digunakan
sebagai pengganti gula asal tidak melebihi batas konsumsi aman harian (Accepted
Daily Intake).
C. Implementasi
1. Pemberian Makanan / Terapi Diet
Terapi diet yang diberikan kepada pasien berupa diet DM. Tujuan pemberian
diet ini adalah memberikan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
saat ini, mempertimbangkan pembatasan zat gizi tertentu terkait penyakit yang diderita
pasien yaitu gula atau pemanis. Asupan kebutuhan energy diberikan sebear
2040,61kkal/hari, protein sebesar 66,24 gram/hari, lemak sebesar 61,8 gram/hari,
karbohidrat 334 gram/hari. Sumber karbohidrat didapatkan dari karbohidrat kompleks
atau berasal dari makanan pokok seperti: beras, jagung, ubi, singkong, kentang. Jenis
lemak yang direkomendasikan berupa lemak jenuh dan tak jenuh sepert: minyak sayur,
margarin dan untuk sumber protein didapatkan dari bahan makanan yang merupakan
sumber protein hewani dan protein seperti: daging, ayam, tahu, tempe, telur. Asupan
zat gizi mikro diantaranya kalsium sebesar 1000 mg, zat besi sebesar 13 mg, Vitamin
A sebesar 600 g, Vitamin E sebesar 15 mg, Vitamin C sebesar 90 mg. Bahan makanan
seperti buah buahan dan sayuran merupakan sumber utama memperoleh zat gizi
mikro tersebut.
Asupan diberikan secara oral dan dalam bentuk biasa. Frekuensi pemberian
makanan sebanyak 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan
2. Edukasi Gizi
Edukasi gizi mengenai Diabetes Mellitus, tanda dan gejala, cara pengobatan, kebutuhan
zat gizi dan jenis diet yang dapat diaplikasikan ketika dirumah secara mandiri
a. Sasaran : Pasien dan Keluarga
b. Tempat : Ruang rawat inap
c. Waktu : 10 15 menit
Isi materi:
1) Kebutuhan zat gizi pasien
2) Pentingnya pengaturan makanan terutama penggunakan gula murni dan pemanis
3) Rekomendasi bahan makanan yang dianjurkan dan dihindari
4) Penalaksanaan diet DM yang mudah diaplikasikan dirumah

Tujuan :
1) Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit dan diabetes mellitus
2) Mengetahui pembatasan pengguanaan gula murni dan pemanis yang diberikan kepada
pasien
3) Mengetahui bahan makanan yang direkomendasikan dan yang dihindari untuk
mendukung kesembuhan pasien
4) Mengetahui dan memahami mengenai diet DM agar pasien dan keluarga dapat
mengaplikasikan diet secara mandiri ketika dirumah
5) Memotivasii pasien dan keluarga untuk menjalankan diet DM dan pasien mampu
menerapkan diet DM yang diberikan untuk mencukupi kebutuhan asupan makanan
3. Konseling Gizi
Konseling gizi dilakukan untuk membantu kelaurga pasien dalam mengenali dan
memecahkan masalah terkait gizi pasien melalui pengaturan makan dan minum pasien.
Konselor membantu pasien dan memberikan motivasi kepada pasien agar pasien bersedia
untuk menjalani terapi gizi

4. Koordinasi dengan Tim Kesehatan Lain


Koordinasi dilakukan bersama dengan tim ahli kesehatan lain seperti dokter, perawat,
dan ahli gizi rumah sakit untuk mendiskusikan penanganan yang terbaik bagi pasien.
1) Pertemuan
Ahli gizi melakukan pertemuan dengan tenaga kesehatan lain untuk mengetahui
kondisi terkini pasien dan penanganan apa saja yang telah dilakukan.
2) Koordinasi dengan tenaga kesehatan lain
a. Dokter
Berkolaborasi dengan dokter untuk mengetahui diagnosis medis terbaru,
perkembangan medis terbaru dan penanganan medis yang dilakukan pada pasien
b. Perawat
Berkolaborasi dengan perawat untuk mengetahui pemantauan pada pasien secara
aktif yang selanjutnya dikoordinasikan dengan tenaga kesehatan lain untuk
memberikan intervensi yang tepat.
c. Ahli gizi
Berkoordinasi dengan ahli gizi yang lebih senior mengenai penanganan diet yang
tepat pada pasien serta mengetahui karakteristik setiap pasien yang dirawat.

VI. Perencanaan Monitoring Evaluasi Gizi


A. Antropometri
Berat badan pasien sebelum masuk RS adalah 85 kg dengan adanya pembengkakan pada
kaki, ketika di RS dilakukan skrinning didapatkan berat badan actual dari pasien adalah
82,8 kg yang dikurangi dengan beban pembengkakan. Selama di RS dilakukan
monitoring dengan menimbang berat badan secara rutin setelah dilakukan intervensi
untuk mengetahui perubahan berat badan selama di RS. Ketika sudah mencapai/
mendekati dengan berat badan ideal dipertahankan agar tidak meningkat ataupun
menurun karena akan mempengaruhi kebutuhan zat gizi
Tujuan Intervensi Monitoring Evaluasi
Mencapai status gizi Pemantauan status gizi Membandingkan status gizi
optimal melalui pasien melalui pengukuran pasien pada awal intervensi
peningkatan asupan antropometri pada awal dan dengan pada akhir intervensi
makan secara bertahap akhir intervensi

B. Biokimia
Pengecekan data biokimia secara rutin, dan membandingkan data ketika awal
datang ke RS hingga pada hari terakhir. Data biokimia yang harus dievaluasi adalah kadar
Gula darah sewaktu yang masih tinggi karena pasien belum menerapkan diit yang pernah
diberikan sebelumnya. Tujuan dari pengecekan data biokimia yaitu untuk menurunkan
kadar gula darah sewaktu pasien dan memantau bagaimana perubahan kadar gula darah
sewaktu. Evaluasi nya adalah mebandingkan data biokimia terutama kadar gula darah
sewaktu sudah lebih baik

C. Klinis/ Fisik
Pada saat pertama kali datang ke RS, kondisi pasien lemas dengan adanyanya
pembengkakan pada kaki dan luka pada tangan yang hanyaditutup dengan perban.
Memonitoring kondisi pasien dengan memantau tekanan darah, nadi, tingkat respirator
dan suhu tubuh yang dilakukan secara berkala. Apabila terjadi perubahan yang drastis
segera memperbaiki kondisi pasien agar kembali normal. Evaluasi yang diberikan adalah
kondisi pasien lebih baik dibandingkan ketika masuk RS, serta status gizi yang sudah
lebih baik

D. Asupan Makanan
Intervensi yang diberikan dari asupan makanan adalah makanan biasa. Pada
pembedahan minor tidak diperlukan perubahan bentuk makanan, tetapi diberikan
secepat mungkin pada bentuk biasa, dan dengan memantau kondisi pasien. Asupan
makan diberikan secara 3 kali makanan besar dan 2 kali snack. Evaluasi yang diberikan
adalah pasien mampu mengasup makanan yang disajikan, tidak mengalami penurunan
nafsu makan., bertujuan agar status gizi pasien menjadi lebih baik dibandingkan ketika
datang ke RS.

VII. Pembahasan
A. Selulitis

Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan
subkutan.1 Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis,
biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus
betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah peradangan pada jaringan kulit
yang mana cenderung meluas kearah samping dan ke dalam .
Selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam. Dengan karakteristik
sebagai berikut :
Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
Mengenai pembuluh limfe permukaan
Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas

Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:


1) Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang
tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak
dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
2) Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi
bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan
spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh
bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh
dalam mengontrol infeksi.
3) Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
a. Ludwigs Angina
b. Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
c. Selulitis Senators Difus Peripharingeal
d. Selulitis Fasialis Difus
e. Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
4) Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya
virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan
selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa
drainase.
5) Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwigs .
Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual,
submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia
pharingeal . Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya
mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya negatif
anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium. Infeksi odontogenik pada
umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob
maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis.
Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses periapikal,
osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang
bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan
dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis),
fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi
sekunder dari oral malignancy.
Penyebab dari selulitis menurut Isselbacher adalah bakteri streptokokus grup A,
streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.2
Patogenesis
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada
orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang
pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada ke
dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang
karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus
grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait
berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses
lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang
disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk
dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.3
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat
mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan
peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
Faktor yang Memperparah Perkembangan Selulitis
a. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang
pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti
selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan..
b. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
c. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem
immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah
pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan
masuk bagi bakteri penginfeksi.
d. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
e. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
f. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah resiko
bakteri penginfeksi masuk
g. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h. Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
i. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah
timbulnya penyakit ini.
B. Skrinnig Gizi
Langkah awal yang dilakukan dalam menangani kasus Tn B. adalah
melakukan skrining dengan menggunakan formulir skrining gizi untuk menentukan
derajat risiko malnutrisi dan menentukan penanganan selanjutnya. Skrining gizi
bertujuan untuk mengidentifikasi apakah seseorang malnutrisi atau berisiko
malnutrisi, menentukan apakah pasein membutuhkan pengkajian gizi lebih
mendalam, dan sebagai tindakan preventif untuk menghindari komplikasi kondisi
pasien lebih buruk.
Dalam kasus ini, skrining gizi dilakukan dengan metode MST (Malnutrisi
Skrining Tools). Skrining dilakukan mengikuti formulir skrining gizi MSY dari
dengan mempertimbangkan kesesuaian data yang dipakai dengan kondisi penyakit
pasien. Skrining MST merupakan metode skrining yang sederhana dan relatif
mudah diterapkan. Skrining MST terdiri dari 2 kriteria yaitu, pertanyaan apakah
terdapat penurunan berat badan dan apakah terdapat penurunan nafsu makan. Setiap
kriteria tersebut memiliki skor dan akan diberikan skor tergantung pada standar
yang ditetapkan, kemudian skor-skor tersebut dijumlahkan. Jika jumlah skor adalah
nol, maka individu tersebut risiko malnutrisinya adalah rendah. Bila skor > 2 dan
atau pasien dengan diagnosis / kondisi khusus maka ditentukan berisiko terjadi
malnutrisi dan perlu diberikan proses asuhan gizi terstandar oleh tim ahli gizi.
Skrinning gizi yang dilakukan pada Tn. B didapatkan hasil ang
menunjukkan bahwa pasien tidak beresiko malnutrisi dengan total skor 1.
C. Assesment Gizi
Pengkajian gizi atau asesmen gizi merupakan kegiatan mengumpulkan,
mengintegrasikan, dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang
terkait dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis, dan aspek perilaku
lingkugan serta penyebabnya. Data pengkajian gizi yang digunakan dalam kasus ini
meliputi :

1) Client History/ Riwayat Pasien


Pasien diketahu berusia 57 tahun mengalami cellulitis pedis, pasien juga
menderita DM tipe 2 sejak tahu 1995 sudah pernah mendapatkan edukasi gizi
mengenai diet DM, pasien sering konsumsi teh manis 2 kali sehari dengan gula
sebanyak 3 sdm, pasien menganggap bahwa pola makannya sendiri tidak
bermasalah dengan DM yang diderita. Pasien merupakan perokok aktif
2) Riwayat Makan
Riwayat maka diambil dari hasil recall yang dilakukan sebelum masuk ke RS.
berdasarkan hasil recall didiapatkan bahwa asupan makan pasien tidak
memenuhi kebutuhan zat gizi pasien. Hal ini dikarenakan pasien mengalami
penurunan nafsu makan. Sebelum masuk RS pasien mengkonsumsi jamu
brotowali atau kunir asem 3 kali seminggu
3) Tanda Fisik
Pasien saat datang ke RS dalam kondisi lemas, luka dan bengkak pada kaki
bagian kanan, serta luka pada jari kanan dan diperban tertutup dengan piting
edema + 4
4) Antropometri
Berat badan pasien ketika datang yaitu 85 kg, tinggi lutut 52 cm dan lingkar
lengan 31 cm
5) Data Biokimia
Dari hasil pemeriksaan biokimia diketahui bahwa kadar Gula darah sewaktu
pasien masih tinggi yaitu 154 g/dL hal ini dikarenakan pasien sering konsumsi
teh manis 2 kali sehari dengan gula 3 sdm.
D. Diagnosis Gizi
Pada kasus ini didapatkan 3 diagnosis gizi yang ditemukan yaitu:
1. Asupan oral inadekuat berkaitan dengan lemas dan penurunan nafsu makan
ditandai dengan asupan energy 23%, lemak 24%, protein 16% dan Karbohidrat
25% dari kebutuhan
2. Peningkatan kebutuhan zat gizi berkaitan dengan kondisi pasien pre post operasi
ditandai dengan perubahan fungsi GI
3. Perubahan nilai laboratorium berkaitan dengan adanya riwayat DM tipe 2
ditandai dengan GDS 154 mg/dL

Diagnosis utama yang digunkana adalah Asupan oral inadekuat (NI 2.1)
berkaitan dengan lemas dan penurunan nafsu makan ditandai dengan asupan
energy 23%, lemak 24%, protein 16% dan Karbohidrat 25% dari kebutuhan

Diagnosis NI-2.1. dijadikan diagnosis utama karena intervensi dapat diberikan


secara langsung dan dapat mencakup tujuan dari dua diagnosis terakhir.

E. Intervensi
Interversi adalah langkah ke 3 yang dilakukan dalam proses asuhan gizi. Ada 3
tujuan intervensi yang dilakukan yaitu:
a. Memberikan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
b. Membantu memperbaiki data laboratorium terkait gizi pasien
c. Meningkatkan pengetahuan pasien terkait penyakit dan diet yang diberikan (dan
pengetahuan mengenai diet DM
d. Pasien dan keluarga mampu mengimplementasikan diet yang diberikan yaitu
diet DM

Tujuan tersebut diberikan untuk memonitoring perkembangan pasien. Implementasi


yang diberikan adalah pemberian diit pasien, edukasi, dan kerja sama dengan tenaga
medis lain. Salah satu modifikasi yang dilakukan dalam pemberian diit pasien
adalah nasi biasa. Pasien akan melakukan operasi minor dimna pasien dengan
kondisi paska oprasi minor sesegera mungkin diberikan makanan biasa. Kebutuhan
kalori yang diberikan adalah 2040,61 kkal, namun diberikan secara bertahap
tergantung pada kondisi pasien, agar zat gizi yang diasup terpenuhi sesuai
kebutuhan.
Selanjutnya dilakukan edukasi, edukasi dilakukan dengan tujuan
a. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga mengenai diabetes mellitus
serta bagaimana peran gizi dalam membantu menangani kondisi tersebut
b. Memotivasi pasien dan keluarga untuk melaksanakan diit yang direncanakan
dan mengasup makanan sesuai dengan kebutuhan pasien disesuaikan dengan
kondisi penyakit pasien
Edukasi dilakukan untuk mendukung peningkatan asupan gizi dan memberi support
pada pasien. Media yang digunakan adalah leaflet yang berisi bahan makanan apa
yang baik dikonsumsi, yang dihindari dan dibatasi.
F. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring berat badan agar berat badan bisa berangsur angsur menurun hingga
mendekati berat badan ideal, ini dilakukan karena pasien termasuk kategori obes
tipe 1 dan harus segera ditangani.
Monitoring data biokimia seperti kadar gula darah sewaktu agar bisa berangsur
angsur menurun, dikarenakan pasien sudah lama menderita DM namun tidak
memperhatikan pola makan dan masih sering mengkonsumsi teh manis 2 kali sehari
yang menggunakan gula 3 sdm.
VIII. Kesimpulan
Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan
subkutan. Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem
immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada
ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
Pemberian intervensi gizi terkait dengan DM dapat membantu dalam memperbaiki
keadaan pasien secara bertahap. Ketaatan dalam menjalankan iet yang diberikan pasien dan
dukungan dari keluarga untuk menjalankan diet juga mempengaruhi kondisi pasien dan
kondisi penyakit pasien sendiri.

LAMPIRAN

LEAFLET
PERHITUNGAN KEBUTUHAN ZAT GIZI
Kebutuhan Energi

Perhitungan Resting Energy Expenditure dengan menggunakan persamaan Mifflin.

1) REE = (10 BB) + (6,25 TB) (5U) 161


= (10 82,8) + (6.25 167,2) (5 57) 161
= 828 + 1045 285 161
= 1427 kal
2) Faktor Aktivitas Fisik = baring total = 1.1
3) Injury Factor = ambulasi = 1.3
4) TEE = REE AF IF
= 1427 1.1 1.3
= 2040,61 kkal
Asupan energy diberikan sebanyak 25% dibawah kebutuhan energy
Kebutuhan energy = 2040,61 25% = 2040 kkal
Kebutuhan Protein
Asupan protein diberikan sebanyak 1 g/kgBB/hari
Kebutuhan protein = 0,8g/kgBB/hari = 66,24 gr
Kebutuhan Lemak
Asupan lemak diberikan sebanyak 25% dari total kebutuhan energy
Kebutuhan Lemak = 25% 2226,12 = 556,53 kkal = 61,8 gram
Kebutuhan Karbohidrat
Asupan karbohidrat diberikan sebanyak 60% dari total kebutuhan energy
Kebutuhan karbohidrat = 60% 2226,12 = 1335,67 kkal = 334 gram

HASIL RECALL
Zat Gizi Hasil Recall Total
Energy (kkal) 65 46.5 71.2 104 232.2 518.9
Protein (gram) 1.2 3.8 6.7 1.8 0 13.5
Fat (gram) 0.1 3.2 4.7 7 0 15
KH (gram) 14.3 0.3 0 10.5 59.9 85.1
Vit. A (g) 0 57 9.8 473 0 539.8
Vit. C (mg) 0 0 0 3 0 3
Vit. E (mg) 0 0 0 0 0 0
Ca ( mg) 14.5 37.8 45.5 213 1.2 312
Besi (mg) 0.1 0.4 0.3 1.1 0.1 2

Kecukupan Zat gizi

Zat Gizi Recall Kebutuhan Presentase


Energi 518.9 2040.61 25%
Lemak 15 61.8 24%
Protein 13.5 66.24 20%
KH 85.1 334 25%
Serat 3.5 33 11%
Vitamin A 539.8 600 90%
Vit. C 3 90 3%
Vit E 0 15 0%
Kalsium 43.3 1000 4%
Zat Besi 0.1 13 1%

Formulir Skrinning MST


PARAMETER SKOR
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak
direncanakan / tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir ?
Tidak 0
Tidak Yakin (ada tanda-tanda baju menjadi lebih longgar)
Ya, Ada penurunan BB sebanyak :
a. 1 5 kg
b. 6 10 kg
c. 11 15 kg
d. > 15 kg

2. Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan nafsu


1
makan / kesulitan menerima makanan ?
1
Tidak beresiko
Total Skor malnutrisi

DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges . Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. 2000
2. Mansjoer. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan.
SelembaMedika;Jakarta. 2000
3. Brunner dan Suddarth. Kapita selekta kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;Jakarta. 2000

Anda mungkin juga menyukai