Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persiapan pendidikan keperawatan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan ASEAN
Economic Community (AEC) sangat penting untuk dianalisis karena tenaga perawat
merupakan salah satu profesi yang akan disertakan dalam mengikuti pasar ASEAN ini. Di
negara Indonesia terdapat sebanyak 600 perguruan tinggi yang membuka pendidikan D3
keperawatan, 309 perguruan tinggi menyelenggarakan keperawatan jenjang S1 (SEDirjen,
2011) dan antara pendidikan advokasi dan profesionalis masih terdapat perdebatan.
Pendidikan keperawatan masih perlu melakukan beberapa pembinaan dan perbaikan baik
dari segi kualitas, profesionalisme, dan perlindungan untuk turut serta dalam persaingan
pasar ASEAN karena jasa perawat yang ikut bersaing bukan hanya soal jumlah tetapi
kualitas dan perlindungan tenaga kerja perawat yang dinaungi oleh undang-undang yang
mengarah pada jaminan kesejahteraan dan keselamatan tenaga kerja perawat tersebut.
Pemerintah memiliki upaya-upaya penyetaraan kualitas tenaga kerja seperti melalui
upaya 3 pilar untuk menghadapi MEA yaitu Pertama, percepatan penerapan Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Kedua, dilakukan Pelatihan Berbasis Kompetensi
(PBK). Ketiga, Sertifikasi Kompetensi (Depkes, 2015). Pemerintah juga sudah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
merupakan peraturan pokok yang berisi pengaturan secara menyeluruh dan komprehensif
di bidang ketenagakerjaan.
Dasar dari pendidikan ini adalah bagaimana cara perawat menghadapi budaya yang
berbeda dalam menerapkan asuhan keperawatan di era MEA. Oleh karena itu, pentingnya
pendidikan keperawatan transkultural sebagai upaya di jenjang S1 diwujudkan dalam
kurikukum Indonesia. Berbagai ulasan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul
makalah Pengaruh Keperawatan Transkuktural dalam Menghadapi MEA.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan dampak dari MEA?
2. Apa yang dimaksud dari keperawatan transkultural?
3. Bagaimana pengaruh keperawatan transkultural dalam menghadapi MEA?
4. Apa saja upaya perawat dalam persiapan MEA ?

1
1.3 Tujuan Masalah
1. Tujuan umum
Dapat memperluas wawasan mengenai pengaruh keperawatan transkultural dalam
menghadapi MEA
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui definisi dan dampak dari MEA
b. Dapat menggambarkan maksud dari keperawatan transcultural
c. Dapat menjelaskan pengaruh keperawatan transkultural dalam menghadapi MEA
d. Dapat mendeskripsikan upaya perawat dalam persiapan MEA
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dapat memicu pengetahuan untuk berpikir kritis dalam mempersiapkan segala hal di
era MEA
2. Bagi Perawat
Dapat mengaplikasikan segala upaya dalam menembus pasar MEA
3. Bagi Dosen
Dapat meningkatkan program pembelajaran dalam menghadapi persaingan di era
MEA.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MEA
2.1.1 Definisi MEA
MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang
memiliki pola mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk
sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota
ASEAN. Para anggota ASEAN termasuk Indonesia telah menyepakati suatu
perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. MEA adalah istilah yang
hadir dalam Indonesia tapi pada dasarnya MEA itu sama saja dengan AEC
atau ASEAN ECONOMIC COMMUNITY.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari
integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada
konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam
dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan
batas waktu yang jelas dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka,
berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten
dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan
dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
MEA akan mulai membentuk ASEAN menjadi pasar dan basis dari
produksi tunggal yang dapat membuat ASEAN terlihat dinamis dan dapat
bersaing dengan adanya mekanisme dan langkah-langkah dalam memperkuat
pelaksanaan baru yang berinisiatif ekonomi, mempercepat perpaduan regional
yang ada disektor-sektor prioritas, memberikan fasilitas terhadap gerakan
bisnis, tenaga kerja memiliki bakat dan terampil, dapat memperkuat
kelembagaan mekanisme di ASEAN.
2.1.2 Bentuk Kerjasama MEA
 Pengembangan pada sumber daya manusia dan adanya peningkatan
kapasitas.
 Pengakuan terkait kualifikasi profesional.
 Konsultasi yang lebih dekat terhadap kebijakan makro keuangan dan
ekonomi.

3
 Memiliki langkah-langkah dalam pembiayaan perdagangan.
 Meningkatkan infrastruktur.
 Melakukan pengembangan pada transaksi elektronik lewat e-ASEAN.
 Memperpadukan segala industri yang ada diseluruh wilayah untuk dapat
mempromosikan sumber daerah.
 Meningkatkan peran dari sektor swasta untuk dapat membangun MEA
atau Masyarakat Ekonomi ASEAN.
2.1.3 Dampak MEA
Dampak Positif ASEAN Economic Community (AEC) 2015, yaitu :
 Perluasan pasar bagi produk dan jasa Indonesia.
 Terbukanya lapangan kerja bagi tenaga kerja terampil Indonesia.
Dampak Negatif ASEAN Economic Community (AEC) 2015, yaitu :
 Masuknya produk dan jasa dari luar negeri (ASEAN) ke Indonesia.
 Masuknya tenaga kerja terampil dari luar negeri (ASEAN) ke Indonesia,
bersaing dengan tenaga kerja lokal.
 Emigrasi tenaga kerja terampil berkualitas dari Indonesia ke negara-
negara ASEAN atau luar negeri.
2.2 Keperawatan Transkultural
2.2.1 Keperawatan
Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of
Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan
adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan
dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi
perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep
ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social –
spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada
tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
2.2.2 Budaya
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi
yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma ,
adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang
lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu

4
diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya .
Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi
dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir ,
pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada
pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach )
2.2.3 Keperawatan Transkultural
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang
berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai
budaya yang berbeda , ras , yang mempengaruhi pada seorang perawat saat
melakukan asuhan keperawatan kepada klien / pasien ).( Leininger ,1991 ).
2.2.4 Peran Perawat
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara
sistem perawatan yangdilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan
melalui asuhan keperawatan.Tindakan keperawatan yang diberikan harus
memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatanyaitu:
 Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan.Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevanyang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan
status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
 Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih
dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
 Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan.Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidakmerokok. Pola rencana

5
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
2.3 Keperawatan Transkultural Dalam Menghadapi MEA
2.3.1 Tantangan
. Tenaga kesehatan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi akan
dihadapkan pada dua pilihan yaitu 1. jadi tuan rumah di negeri sendiri, atau
tergusur. 2. Jadi tuan rumah di negeri sendiri serta tamu terhormat di luar
negeri.
Memasuki era MEA peluang kerja tenaga keperawatan antar lintas negara
ASEAN akan semakin terbuka dan tidak dapat dicegah, namun dengan
adanya MRA on nusing service yang menetapkan kualifikasi dan
standarisasi yang ketat, memunculkan tantangan tersendiri bagi tenaga
perawat Indonesia. Dengan demikian tergambar secara jelas bahwa hanya
perawat-perawat yang mempunyai daya saing tinggi yang memiliki
kesempatan untuk ikut andil dan mendapatkan keuntungan dalam ‘pasar’ jasa
perawat.
2.3.2 Masalah yang Akan Timbul
Masalah utama yang dihadapi perawat Indonesia adalah kualitas
Sumber Daya Ners (SDN) yang masih rendah. Di Institusi pelayanan
kesehatan kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sangat ditentukan
oleh pelayanan keperawatan.
Tuntutan kuantitas dan kualitas sebagai indikator perbaikan SDN. Pada
akhir tahun 2010, telah banyak dihasilkan SDN dengan pendidikan D3
maupun S1. Hanya saja, sejauh ini kontribusi perawat dalam sistem
pelayananan kesehatan masih dipertanyakan dan menjadi bahan perdebatan
sesama dan antar profesi kesehatan
Faktor pemicu lain adalah kurangnya rasa percaya diri bagi perawat.
Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi dari
klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena
rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang
memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan
perawat sebagai “second class citizen”, perawat dipandang belum cukup
memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan
keputusan di bidang pelayanan kesehatan.
6
Hal ini yang kemudian akan menjadi permasalahan perawat Indonesia
ketika bersaing dengan perawat dari negara-negara ASEAN, seperti Filipina
dan Thailand, yang notabene telah lebih dulu meningkatkan kualitas dan
kuantitas SDN-nya
Persaingan yang akan muncul terkait adanya kesepakatan perdagangan
bebas yaitu :
1. Cross Border Provider
Cross border provider adalah bebas melintas batas bagi semua
provider (penyedia layanan kesehatan atau keperawatan). Kondisi ini
melibatkan seluruh sarana dan metoda pelayanan kesehatan, termasuk
didalamnya adalah tele-health (pelayanan kesehatan jarak jauh). Dengan
kemajuan teknologi saat ini, pemberian telehealth sangat dimungkinkan,
sehingga bisa jadi suatu rumh sakit di Surabaya, melakukan tindakan
operasi khusus dengan instruktur dari luar negeri.
Keadaan ini digunkan untuk meningkatkan layanan rumah sakit di
Surabaya tetapi menjadikan pelayanan terstandar luar negeri. Oleh
karena itu, apabila rumh sakit tidak siap bersaing, maka kita akan
ditinggalkan oleh pelanggan. Jika memungkinkan setiap rumah sakit,
harus mampu memberikan pelayanan berstandar luar negeri, sehingga
operasi yang canggih sekalipun dapat dilaksanakan di Surabaya. Dengan
demikian kita sudah mampu bersaing dalam bidang cross border
provider.
2. Consumption Abboard
Budaya sebagian masyarakat Indonesia yang sedikit-sedikit
ketikasakit harus berobat ke Luar Negeri sepertinya merupakan budaya
yang sulit di cegah perkembangannya, apabila rumah sakit dalamnegeri
tidak segera meningkatkan standar mutu layanannya. Bagi para
pengusaha rumah sakit, buatlah pelayanan kita tidak kalah dengan luar
negeri. Jadikanlah rumah sakit kita menjadi rumah sakit yang bergengsi,
sehingga masyarakat bisa bangga apabila dirawat di rumah sakit yg
mempunyai ciri khas.
Dengan kesiapan ini, kita akan dapat meminimalkan budaya
berobat ke luar negeri, jika memang semua masalah dapat diatasi di
dalam negeri. Masyarakat kita saat ini sudah sangat jeli memilih
7
pelayanan, mahal tidak jadi hambatan. Bahkan mereka lebih suka
dirawat di rumah sakit yang sangat mahal, karena dapat mengindikasikan
status sosial ekonomi mereka. Buatlah rumah sakit kita menjadi rumah
sakit berdaya saing tinggi dan membuat bangga bagi pasien yang
dilayani.
3. Commercial Present
Commercial present merupakan suatu upaya penyedia jasa layanan
rumh sakit yang membuka usaha di Indonesia. Keadaan ini tidak dapat
kita halangi karena mutual recogmition agreement yang ada memang
telah mengijinkan kegiatan ini. Oleh karena itu, sekali lagi kemampuan
rumah sakit dalam negeri untuk mampu bersaing menjadi utama dalah
menghadapi tantangan commercial present.
4. Movement of Natural Person
Movement of natural person adalah kebebasan setiap orang untuk
mencari pekerjaan diamana saja sesuai dengan kesepakatan yang telah
terjadi dalam globalisasi. Berbagai persyaratan diperlukan untuk dapat
mengambil tantangan ini, antara lain kesiapan bahasa, budaya kerja,
mental dan keterampilan yang harus dimiliki. Belum lagi masalah
regulasi yang harus dijalani untuk mendapatkan pekerjaan di negeri yang
dituju.
Setiap negara mempunyai aturan yang berbeda, budaya kerja yang
berbeda, standar gaji yang berbeda, tetapi tetap sesuai kesepakatan
bersama, oleh karena itu, kesiapan tenaga kerja muda untuk bersaing
dalam kancah ini menjadi sangat penting. Bagi siapa yang menginginkan
memperoleh peluang lebih baik, harus menyiapkan diri lebih dariyang
lain. Inilah kunci utama meraih sukses dalam menghadapi tantangan
globalisasi.
2.3.3 Aspek yang di Pertimbangkan Dalam Menghadapi MEA
Paling sedikit ada ada tiga aspek non-profesi yang yang harus menjadi
pertimbangan yaitu bahasa, budaya, dan hukum.
Agar dapat bekerja di luar negeri, penguasaan bahasa merupakan
keharusan. Jika perawat Indonesia ingin bekerja di Singapura, bahasa Inggris
tentu mutlak harus dikuasai. Bahkan perawat Indonesia harus sudah
membuka diri kepada pemahaman bahasa lain seperti Thai, Tagalog, Khmer,
8
dan bahasa-bahasa digunakan di negara-negara ASEAN lainnya untuk dapat
mendapatkan peluang di negara-negara pengguna bahasa tersebut.
Penguasaan akan bahasa ini menjadi suatu prioritas yang utama karena
bagaimana mungkin asuhan keperawatan akan dapat diberikan secara
maksimal tanpa adannya komunikasi terapeutik yang terjalin antara perawat
dan klien, sesama perawat atau dokter, maupun dengan lingkungan di mana
mereka bekerja. Memperhatikan hal ini, perawat dan perguruan-perguruan
tinggi pelenggara pendidikan keperawatan harus mempersiapkan kemampuan
bahasa para mahasiswanya, baik melalui pendidikan formal maupun non-
formal. Hal ini akan memerlukan waktu yang tidak singkat, untuk itu harus
segera dimulai sekarang atau akan terlambat.
Faktor budaya di negara tujuan juga harus mendapat perhatian. Perawat
Indonesia hanya akan berhasil bekerja di negara asing jika mereka dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka bekerja. Hal yang
dapat dilakukan untuk menjadi pertimbangkan antara lain adanya program
magang atau pertukaran pelajar (student exchange)mahasiswa perawat
Indonesia ke negara-negara tujuan agar culture shockingakan dapat lebih
mudah dilalui. Program ini memang akan memerlukan biaya tambahan, tapi
keuntungan yang akan diterima di masa depan juga akan sangat menjanjikan.
Aspek penting lainnya tentunya adalah aspek perlindungan hukum.
Pemerintah harus mempersiapkan dalam membuat aturan yang jelas
mengenai kontrak kerja ataupun hubungan kerja bagi perawat Indonesia yang
akan bekerja di luar negeri untuk melindungi warga negaranya. Kontrak kerja
harus jelas diatur dan dengan tegas diminta harus dipatuhi oleh pemberi
kerja. Kontrak dan peraturan yang dibuat harus memberi keuntungan yang
nyata bagi tenaga kerja perawat Indonesia dan perwakilan pemerintah harus
dipersiapkan untuk dapat hadir dalam segala persoalan yang dihadapi warga
negaranya di luar negeri. Memang tidak mudah, karena masing-masing
negara memiliki otoritas masing-masing dan penerima kerja berada di posisi
yang lemah. Dalam hal inilah, pemerintah harus dapat mengambil perannya
karena negara berkepentingan untuk menjamin keselamatan warga negaranya
yang sedang melaksanakan tugas di negara asing tersebut.

9
2.3.4 Strategi
Semua profesi harus mematuhi segala kesepatan yang telah ditanda
tangani dalam memorandum yang berbentuk mutual recognition agreements /
arrangement (MRA), mulai dari kualifikasi tenaga, kompetensi yang
dipersyaratkan, prosedur untuk memperoleh movement of natural person
sampai berbagai aturan perekonomian serta pajak yang harus ditanggung
ketika menyelenggarakan movement of natural person. Indonesia sendiri
telah sepakat dengan isi smua MRA yang telah ditanda tangani. Telah
ditetapkan berbagai syarat tenaga kerja asing yang akan memasuki wilayah
Indonesia, antara lain diawali dengan tenaga ahli terlebih dahulu. Setiap
tenaga ahli yang masuk ke Indonesia, harus didampingi minimal 2 personal
ahli dari Indonesia untuk mendampingi dan menyebarkan keterampilan dan
keahlian kepada seluruh tenaga kerja Indonesia. Batas maksimal diijinkan
kerja di Indonesia adalah dua tahun, meskipun pada beberapa kondisi masih
boleh diperpanjang. Sebagian mempersyaratkan harus bisa bahasa Indonesia,
dan sebagainya.
Berikut ini beberapa strategi yang dapat menjadi daya saing bagi
perawat Indonesia dalam menghadapi peluang MEA:
 Kuasai keterapilan dasar keperawatan meliputi keterampilan intelektual,
teknikal dan interpersonal. Keterampilan intelektual adalah segala ilmu
yang mendasari asuhan keperawatan mulai dari ilmu-ilmu dasar (alam,
sosial dan perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu
dasar keperawatan, ilmu keperawatan klinik, dan ilmu keperawatan
komunitas, yang pada aplikasinya menggunakan pendekatan dan metoda
penyelesaian masalah secara saintifik, ditujukan untuk mempertahankan,
menopang, memelihara, dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan
dasar manusia.
 Semua ilmu dasar keperawatan ini mutlak harus ditingkatkan
penguasaannya oleh setiap perawat, jika ingin mampu bersaing dengan
para perawat dari sepuluh negara Asia Tenggara. Hal ini mutlak
diperlukan karena, obyek studi yang menjadi bidang garapan ilmu
keperawatan penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia, mulai dari kebutuhan biologis, psikologis, sosial, kultural
bahkan kebutuhan spiritual. Kebutuhan itu dipelajari mulai dari tingkat
10
individu utuh, mencakup seluruh siklus kehidupan sampai pada tingkat
masyarakat, yang juga mencerminkan pada tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar pada tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler.
 Penguasaan keterampilan intelektual membuat perawat dapat mandiri
dalam melaksanakan pekerjaan profesinya, dapat menjelaskan semua
masalah keperawatan yang terjadi, mencari alternatif solusi untuk
diwujudkan dalam berbagai tindakan dalam asuhan keperawatan.
Dengan penguasan keterampilan intelektual ini perawat menjadi profesi
yang handal dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia
akibat penyakit yang dialami. Meskipun demikian, penguasaan
keterampilan intelektual saja tidak cukup, perawat harus menambahkan
keterampilan teknikal.
 Profesi keperawatan adalah sebuah profesi yang menggunakan “Applied
Science”, suatu ilmu yang harus diterapkan. Oleh karena itu, hanya
menguasai kemampuan intelektual belum cukup, harus menguasai
kemampuan teknikalnya juga. Seorang perawat harus dapat menghitung
kebutuhan cairan elektrolit. Ketika diagnosis keperawatan sudah
ditegakkan dan harus diberikan tambahan cairan melalui pemberian
infus, maka sorang perawat dituntut mampu memilih pembuluh darah
vena yang akurat untuk memasukkan jarum infus, yakinkan sekali tusuk
tepat pada sasaran, jangan sampai ditusuk sampai tiga kali karena kurang
akuratnya pemilihan pembuluh darah vena dan kurang terlatihnya
perawat dalam memasukkan jarum infus. Perawat harus dapat
menghitung kebutuhan oksigenasi, harus mengetahui disistem atau organ
mana yang terganggu, tetapi juga harus mempu melaksanakan secara
teknis bagaimana membantu memenuhi kebutuhan oksigenasi vias
hidup, tenggorokan, dengan masker atau dengan teknik yang lain.
Perawat harus mengetahui adangan gangguan nutrisi, eliminasi, aktifitas
istirahat dan tidur, gangguan rasa nyaman dan nyeri, tetapi yakinkan
perawat dapat memenuhi tindakan teknikal dalam membantu memenuhi
kebutuhan dasar manusia yang terganggu tersebut.
 Perawat yang telah menguasai keterampilan intelektual dan teknikal
membuat dia menjadi perawat yang terbaik. Tetapi dua keterampilan ini
belum cukup, karena manusia bukanlah robot, ketika perawat
11
akanmemberikan bantuan tindakan asuhan keperawatan harus diadakan
komunikasi interpersonal yang memadai. Perawat harus menyadari
bahwa semua tindakan yang diberikan kepada pasien dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman atau nyeri, dipasang infus nyeri, di
suntik nyeri, rawat luka dan semua tindakan keperawatan nyaris
menimbulkan gangguan rasa nyaman pada pasien, oleh karena itu, dalam
melaksanakan keterampilan intelektual dan teknikal tadi masih harus
ditambahkan dengan keterampilan interpersonal yang baik. Sebelum
diberikan tindakan, ajaklah pasien untuk berbicara, tanyakan kondisi
pasien terahir sebelum tindakan diberikan, jelaskan tentang tindakan
yang akan diberikan, mulai dari jenis tindakan, cara melakukan,
mekanisme kerja asuhan keperawatan, manfaat dan kemungkinan
alternatif yang terjadi. Setelah yakin pasien dapat berkolaborasi secara
positif, barulah tindakan asuhan keperawatan dapat dilaksanakan. Jangan
lupa perhatikan aspek verbal dan non verbal pasien untuk memastikan
adanya kesesuaian antara apa yang dirasakan, diucapkan dan
diekspresikan oleh pasien. Dengan berbekal penguasaan 3 keterampilan
dasar ini Insya Allah perawat mampu bersaing di era global.
 Tantangan dan peluang akibat persaingan global ini bukan hanya sebatas
pada wilayah Negara Republik Indonesia, tetapi juga mencakup sepuluh
negara Asia Tenggara. Oleh karena itu, perawat jika menginginkan dapat
mengambil peluang kerja ke luar negeri, maka minimal harus ditambah
dengan penguasaan bahasa, budaya, dan sistem kemasyarakatan yang
berlaku di wilayah negara tujuan. Beberapa kemampuan tambahan yang
harus dimiliki perawat agar dapat bersaing di era MEA antara lain;
bahasa, pelayanan atau asuhan, dokumentasi, penampilan dan pemikiran.
 Bahasa, mutlak harus dikuasai perawat terkait dengan komunikasi dan
strategi pelaksanaan asuhan keperawatan. Ada beberapa bahasa yang
harus dikuasai perawat antarai meliputi bahasa daerah dimana perawat
akan bekerja dan memberikan asuhan keperawatan, dan bahasa
komunikasi antar tenaga kesehatan. Bahasa daerah dimana perawat akan
bekerja adalah bahasa sehari-hari dimana masyarakat akan dilayani.
Keadaan ini diperlukan agar perawat dapat melakukan pengkajian,
pemeriksaan fisik, dan melaksanakan asuhan keperawatan. Behasa
12
antara tenaga kesehatan umumnya adalah bahasa Internasional, dapat
menggunakan bahasa Inggris, Arab, atau bahasa yang disepakati sebagai
bahasa internasional. Apabila perawat tidak menguasai dua jenis bahasa
ini, dipastikan perawat akan sulit dapat bersaing dengan masyarakat
ekonomi Asean.
 Pelayanan atau asuhan harus memiliki ciri atau pendekatan khusus agar
perawat dapat bersaing. Dampak pertama yang akan muncul dalam
persaingan global adalah adanya cross border provider, termasuk disitu
adalah tele-health. Dengan keadaan ini, tidak bisa perawat memberikan
asuhan keperawatan hanya dengan kemampuan apa adanya, tetapi harus
dapat minimal sama dengan standar Internasional, bahkan harus lebih
tinggi dari kompetensi perawat dari negara tetangga yang juga merebut
persaingan. Sampai sejauh ini, menurut pengamatan kami adalah;
kemampuan intelektual, teknikal dan interpersonal perawat Indonesia
tidak kalah jika dibanding perawat dari negara tetangga, mayoritas
kekurangan perawat Indonesia adalah pada komponen bahasa.
 Dokumentasi pemberian asuhan keperawatan merupakan bukti autentik
kompetensi dan tindakan apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat.
Kemampuan penguasaan menuliskan dokumentasi asuhan keperawatan
menjadi sangat penting sebagai aspek legal dari tindakan yang telah
diberikan. Saat ini terdapat perkembangan pesat dari teknologi,
dampaknya penulisan dokumentasi perawatanpun harus beradaptasi
dengan perkembangan ini. Perawat harus menguasai dengan media apa
dia harus mendokumentasikan, tentang apa saja yang harus
didokumentasikan, bagaimana aspek tanggung jawab dan tanggung
gugat dokumentasi yang telah dibuat, serta bagaimana dokumentasi
asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat sebagai media informasi dan
komunikasi antar tenaga kesehatan yang sama-sama memberikan
pelayanan kepada pasien.
 Penampilan perlu diperhatikan agar dapat membat kesan khusus bagi
penerima asuhan keperawatan. Penampilan juga perlu digunakan sarana
komunikasi non verbal untuk menunjukkan bahwa perawat Indonesia
adalah merupakan sosok yang dapat dipercaya (trustworthy). Sosok yang
dapat dipercaya ini, dapat ditampilkan perawat melalui penampilan yang
13
mengesankan perawat adalah seorang yang jujur, tanggung jawab,
perhatian, peduli, caring, ramah dan komunikatif. Apabila perawat dapat
menampilkan dirinya sebagai seorang yang dapat dipercaya, insya Allah
perawat Indonesia akan mampu bersaing di kancah persaingan global.
 Pemikiran perawat yang ingin bersaing di era MEA harus disesuaikan
dengan azas terjadinya globalisasi yaitu adanya proses integrasi
internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk,
pemikiran, dan berbagai aspek budaya lainnya. Aspek dasar dari
globalisasi adalah pembebasan ilmu pengetahuan, perdagangan dan
transaksi, pergerakan modal, investasi, migrasi dan perpindahan
manusia. Apabila perawat tidak dapat meng-upgrade pemikiran, sudah
dipastikan akan kalah bersaing dengan para perawat asing yang dengan
pemikiran global.
 Peningkatan Jenjang Pendidikan Perawat
Solusi untuk menjawab masalah di atas adalah dengan berbenah diri.
Memperbaiki kualitas lulusan perawat melalui jenjang pendidikan
Perawat (S1 Keperawatan ditambah profesi ners), bukan hanya
menambah jumlah perawat tetapi memperbaiki kualitas perawat
melalui perbaikan insitusi pendidikan penyelenggara program Perawat.
Institusi harus memperhatikan PP 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, sebagai tindak lanjut berlakunya SISDIKNAS th. 2003.
Dengan memperhatikan 5M, yaitu man (kualitas tenaga pengajar),
material (kecukupan sarana prasaran pembelajaran), method
(kurikulum dan metode pembelajaran), money (anggaran untuk proses
belajar mengajar dan penyediaan resources) dan mutu atau marketing
(kualitas dan upaya institusi untuk menangkap peluang pasar).
Tanggung jawab moral institusi untuk lebih mengedepankan
profesionalisme, bukan untuk orientasi keuntungan semata. Bukan
hanya untuk menghantarkan lulusan perawat sampai ke pintu gerbang,
tetapi mengantarkan sampai ke gerbang memasuki dunia kerja.
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat profesional adalah
mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan
kesempatan kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2015, semua
14
pendidikan perawat yang bekerja di rumah sakit sudah memenuhi
kriteria minimal sebagai perawat profesional (ners)
 Penataan Praktek Keperawatan
Penataan praktek keperawatan merupakan bentuk penataan profesi
keperawatan menuju profesi yang sejajar dengan profesi kesehatan
yang lain, mengingat dengan menata bidang ini lingkungan praktek
keperawatan akan lebih jelas dan terarah dalam praktek sebagai
profesi, dan dalam penataan praktek keperawatan tersebut dapat
dilakukan dengan pengembangan dan pembinaan pelayanan asuhan
keperawatan secara profesional, penyusunan dan pemberlakuan standar
praktek keperawatan, serta penerapan model asuhan keperawatan
secara professional dengan memperhatikan beberapa kode etik
keperawatan yang berlaku dan dalam melakukan setiap tindakan
keperawatan menggunakan asuhan keperawatan.
 Peningkatan Kemampuan Berbahasa Inggris dan Penguasaan TI
Hal yang tak kalah penting bagi perawat Indonesia untuk dapat
bersaing dalam MEA adalah peningkatan kemampuan bahasa Inggris
dan penguasaan Teknologi Informasi (TI). Diharapkan, melalui
penguasaan TI dan bahasa Inggris, perawat Indonesia dapat
berkompetisi dengan perawat negara-negara ASEAN lainnya. Lebih
jauh lagi, guna menjadi pemenang di kancah regional MEA, ada
baiknya jika perawat Indonesia juga diberi bekal keterampilan bahasa
ASEAN lainnya, seperti bahasa Thai.
Dengan adanya beberapa strategi tersebut, diharapkan perawat
Indonesia akan mempu mempersiapkan diri untuk meningkatkan daya
saing dalam membidik peluang kerja di negara-negara ASEAN saat
memasuki era MEA.

15
2.4 Persiapan Perawat Indonesia Untuk Pergi Ke Luar Negeri
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) Nusron Wahid melaporkan, permintaan tenaga perawat Indonesia dari luar
negeri sebanyak 15.431 orang, hanya dapat dipenuhi sekitar sepertiganya yakni, 5.625
orang (37%). Belum terpenuhinya permintaan itu, lanjut Nusron, disebabkan perawat
Indonesia belum memiliki atau tidak lulus sertifikasi internasional seperti yang
dipersyaratkan oleh negara yang menjadi tujuan.
Sertifikasi internasional bagi perawat yang berlaku universal seperti National
Council Licensure Examination-Registered Nurse (NCLEX-RN) yang dikeluarkan di
Amerika, saat ini dapat diperoleh melalui pelatihan dan ujian di empat negara Asia,
yakni Filipina, Taiwan, Hongkong dan India.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan, perawat yang ingin bekerja di
luar negeri dan mendapatkan sertifikasi internasional harus memiliki pengalaman bekerja
selama minimal setahun, agar tidak mengganggu kebutuhan tenaga kesehatan di dalam
negeri.
Kemudian terkait pemenuhan sertifikasi internasional, Kemenkes saat ini sedang
membentuk sebuah lembaga yakni, Komite Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang
nantinya diharapkan dapat bekerjasama dengan lembaga sertifikasi internasional untuk
proses sertifikasi perawat-perawat Indonesia.
Disisi lain, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi menambahkan pentingnya
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan, baik yang dikelola pemerintah maupun
swasta, agar hasil lulusannya dapat dengan mudah melalui ujian sertifikasi internasional.
Berikut ini merupakan informasi tambahan untuk teman-teman perawat yang berminat
dan ingin mencoba untuk dapat bekerja di luar negeri :
1. Cara mencari peluang/lowongan kerja di luar negeri
• Mencari peluang penempatan melalui agency atau PJTKI di Indonesia yang selama
ini telah menempatkan perawat di LN seperti : PT.Binawan Inti Utama, PT Amri, dsb
• Menghubungi kedubes atau lembaga asing : British Council, AUSAID
• Aktif aplikasi on-line melalui internet, ]www.gunamandiri.com,
www.allnurses.com, www.perawat.blogspot.com, www.indonurse.blogspot.com,
• Mencari sponsor langsung bersifat individu, LSM atau kelembagaan
• Melalui pendidikan/sekolah di luar negeri

16
2. Test tulis keperawatan (NCLEX-RN Test dan CGFNS)
Untuk dapat mempersiapkan diri dalam test tulis keperawatan, maka secara
Internasional semua negara mengadopsi model NCLEX-RN (The National Council
Licensure Examination for Registered Nurses) dan CGFNS (The Commission on
Graduates of Foreign Nursing Schools), yang tentu saja perlu dipelajari oleh perawat
Indonesia.
Test NCLEX-RN dan CGFNS ini terdiri dari rangkaian pertanyaan simultan
dalam konsep keperawatan yang terdiri dari 5 tahapan proses keperawatan
(Pengkajian-Analisa-Perencanaan-Inplementasi-Evaluasi) dan 4 konsep katagori
kebutuhan manusia (Safe effective care environtment – Health promotion and
maintenance – Psychosocial integrity – Physiological Integrity).
NCLEX-RN test adalah test dasar entry-level untuk praktek keperawatan di 50
negara bagian USA, yang saat ini banyak diadopsi negara lain. Banyak buku-buku
tentang NCLEX seperti karangan Kaplan, Saunders, Mosby, dsb. Atau kunjungi
wesite www.nclex.com, www.kaptest.com, dsb. Secara umum test ini menggunakan
computer dengan model CAT (Computer Adaptive Test) dengan jumlah total
pertanyaan 75 – 265 pertanyaan berupa multiple choice, dengan waktu test maksimal
5 jam. Apabila anda dapat memenuhi mimimal kompetensi dan passing grade maka
dalam batas minimal 75 soal anda bisa dinyatakan lulus/tidak dan computer tersebut
akan memberikan penilaian langsung, atau dengan maksimal 265 soal/maksimal 5
jam waktu test. Apabila anda berminat test NCLEX hanya dapat dilaksanakan di
Hongkong(untuk kawasan Asia) atau langsung di USA. Jadual test ini bersifat
individu sesuai dengan hasil aplikasi masing-masing (tidak terjadual).
Semua negara bagian di USA mensyaratkan test NCLEX-RN dan untuk
lulusan S1 Keperawatan (BSN) dapat langsung untuk dapat menempuh test ini,
sedangkan mereka yang lulusan AKPER/D3 Keperawatan mereka harus menempuh
CGFNS test terlebih dahulu, untuk dapat bekerja di USA.
Untuk negara-negara di Timur tengah mereka hanya mengadopsi soal-soal test
keperawatan dari buku-buku NCLEX saja, dan tidak menggunakan test dengan model
CAT/computer.
Test CGFNS dapat diaplikasi melalui www.cgfns.or, untuk kawasan asia test
ini dapat dilaksanakan di Jakarta (kode 192), Bangkok, Manila dan Hongkong. Test
ini terjadual dan berlangsung 3 (tiga) kali setahun untuk 2 tahun terakhir (Desember
2005, Mei dan Agustus 2006, Januari, Mei dan September 2007).
17
Secara umum untuk negara lain diluar USA tidak mensyaratkan test ini, dan
setiap lulusan D3/AKPER perlu lulus test CGFNS sebelum menempuh NCLEX-RN
test (tidak semua negara bagian). Test CGFNS menggunakan model test tertulis biasa,
dengan total soal 270 soal yang harus diselesaikan dalam 4 jam.
3. Test bahasa Inggris (TOEFL, IELTS dan TOEIC)
Setiap negara memiliki ketentuan dan requirement yang berbeda-beda tentang
passing grade kemampuan bahasa Inggris perawat yang dibutuhkannya. Untuk
negara-negara di Timur Tengah dan Asia, mereka tidak memerlukan passing grade
hanya saja diharapkan kandidat perawat memiliki kemapuan TOEFL minimal diatas
400. Untuk negara-negara di Eropa, Amerika dan Australia diharapkan dapat minimal
score TOEFL 540, TOEIC 725 dan IELTS 6.5.
4. Pengurusan passport,visa dan keberangkatan
Ada baiknya setelah lulus proses seleksi lebih baik menggunakan
agency/PJTKI yang memang telah berpengalaman untuk negara tujuan. Yang
terpenting adalah mesti mensiapkan dokumen dan biaya, dan memiliki informasi
karena setiap agency/PJTKI memiliki link/pengalalaman yang berbeda-beda, karena
Agency “A” bisa masuk ke negara USA, tetapi mungkin tidak punya link ke timur
tengah, atau sebaliknya. Sehingga jangan sampai kita salah memilih agency/PJTKI
yang mestinya akan membantu kita.
5. Standart gaji/salary dan biaya hidup/living cost.
Perlu dipertimbangkan jangan hanya melihat besaran salary (rata2 U$ 1.000 –
U$ 5.000/month), pertimbangkan juga apakah negara tempat bekerja memberlakukan
tax (berapa prosentasenya), biaya hidup minimal/living cost meliputi flat/apartement
(biaya terbesar), makan dan trasportasi dan kebutuhan komunikasi dan
telekomunikasi.
Pertimbangkan juga kondisi negara tujuan menjebak kita menjadi lebih
berpikir bekerja diluar negeri sebagai “asset” atau malahan menjadi “liabilitas”
semata.
Usahakan mendapat informasi tentang berapa salary/hour, sistem tax, biaya
flat dan living costnya. Seperti kelebihan bekerja di negara-negara Timur tengah
adalah free tax dan umumnya disediakan akomodasi (flat, makan dan antar jemput,
serta tiket bahkan pendidikan untuk keluarga). Untuk negara-negara di Amerika,
Eropa dan Australia living cost, flat dan transportasi sebaiknya diperhitungkan dengan
matang.
18
6. Kesiapan fisik, mental,adaptasi sosio-kultural dan waktu tunggu/waktu keberangkatan.
Setelah perawat dinyatakan lulus seleksi, maka ada faktor penting yang perlu
dipertimbangkan melalui kesiapan fisik (lulus medical test) minimal Chest – XR
(bebas TB), HCV/HCB negatif dan HIV/AIDS negatif.
Kesiapan mental meliputi informasi awal tentang masing-masing keadaan
sosio-kultural negara tujuan adalah penting, namun secara umum kondisi bekerja
diluar negeri sangat berbeda dengan saat kita bekerja di Indonesia. Rata-rata jam kerja
hampir sama 40 – 48 jam kerja/minggu, namun tuntutan pelayanan kesehatan yang
professional, cepat dan akurat menuntut kita lebih disiplin dan kerja keras.
Perlu juga disiapkan contact person sebagai teman untuk membantu kita,
terutama di negara yang bersangkutan yang lebih dulu bekerja dan memahami
keadaan lingkungan sekitar tersebut. Dan culture shock, kendala bahasa, konflik di
tempat kerja, isolasi antar negara, dan perasaan jauh dari keluarga dan teman adalah
hal yang pasti akan dialami, tinggal bagaimana kita mensiasatinya kearah konstruktif.
Waktu tunggu saat mengikuti pelatihan hingga keberangkatan rata-rata 2 -5
tahun, sehingga saat memutuskan untuk bekerja diluar negeri tidak lantas berpikir
cepat untuk berangkat. Ada baiknya selama proses pelatihan – pemberangkatan,
diharapkan sambil tetap bekerja di Indonesia dengan asumsi tetap mendapatkan
pengalaman dan ada penghasilan selama mengikuti proses ini.
Dengan tetap berpikir positif, yakin dan percaya bahwa pilihan bekerja diluar
negeri sebagai exit plan adalah sebuah solusi semakin tingginya jumlah perawat kita
yang tidak bekerja. Diluar perlu adanya antisipasi pasca kontrak kerja berakhir, dan
adanya kemungkinan brain drain, dimana semakin banyak tenaga professional
perawat berpindah dari Indonesia ke luar negeri. Tetapi 2 sisi peningkatan
kesejahteraan dan peningkatan jenjang pendidikan perawat adalah kunci dari semua
permasalahan yang ada pada perawat Indonesia.
2.5 Budaya Negara ASEAN yang Menonjol dalam MEA
Budaya di Filiphina
 Etika Masyarakat Filipina
Saat orang yang lebih muda bertemu dengan orang yang lebih tua, biasanya
harus mencium punggung tangan orang yang lebih tua sebagai rasa hormat.
Wanita muda di Filipina ketika bertemu dengan yang lebih tua harus mencium kedua
belah pipinya sebagai rasa hormat.

19
Saat orang yang lebih muda bertemu dengan orang yang lebih tua, biasanya
harus mencium punggung tangan orang yang lebih tua sebagai rasa hormat.
Wanita muda di Filipina ketika bertemu dengan yang lebih tua harus mencium
kedua belah pipinya sebagai rasa hormat.
 Bahasa di Filipina
Dua bahasa resmi yang digunakan di Filipina yaitu :
Bahasa Tagalog
Bahasa Inggris
 Keperawatan di Filipina
Filipina memiliki sistem pendidikan keperawatan seperti di Amerika yaitu :
Memiliki board of nursing mengatur pelaksanaan ujian Registered Nurse (RN).
Memiliki lisensi untuk mengadakan ujian NCLEX secara mandiri .
Mengacu pada kurikulum yang dikeluarkan oleh Commission of High Education
Department.
NEGARA US$ RUPIAH

Singapura 2.951 35,8 juta

Brunei 1.339 16,26 juta

Malaysia 979,2 11,87 juta

Thailand 520,2 6,31 juta

Myanmar 367,6 4,5 juta

Filipina 351,88 4,3 juta

Vietnam 305,16 3,7 juta

Indonesia 3,67 juta

Kamboja 207,47 2,52 juta

Laos 175 2,12 juta.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memiliki pola
mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas
atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN. MEA akan mulai membentuk
ASEAN menjadi pasar dan basis dari produksi tunggal yang dapat membuat ASEAN
terlihat dinamis.
Keperawatan transkultural sangat mendukung upaya dalam menghadapi MEA. Di
dalamnya terdapat peran yang dapat meningkatkan kinerja dari perawat. Prinsip yang
dilakukan meliputi mempertahankan budaya, negosiasi budaya dan restrukturisasi
budaya.
Aspek yang diperhatikan dalam era ini meliputi tiga aspek non-profesi yang harus
menjadi pertimbangan yaitu bahasa, budaya, dan hukum. Di samping itu, khususnya
perawat perlu menyiapkan kompetensi dan ilmu intelektual yang tinggi baik dari sisi
ilmu perawat, bahasa maupun budaya.
Terdapat pula persyaratan dalam bekerja di luar negeri meliputi giat mencari
lowongan kerja luar negeri resmi (BNP2TKI.go.id), tes tulis UKOM lisensi internasional
(NCLEX-RN Test dan CGFNS), sertifikat lulus test bahasa Inggris (TOEFL, IELTS dan
TOEIC), pengurusan paspor dan visa, serta kesiapan fisik, mental dan biaya.
3.2 Saran
1. Sebagai mahasiswa seharusnya dapat memicu untuk belajar lebih giat dalam bidang
bahasa, budaya dan ilmu keperawatan.
2. Sebagai calon perawat internasional seharusnya dapat meningkatkan keterampilan
baik tulis maupun praktik.
3. Sebagai dosen seharusnya mengajarkan pembelajaran berbasis pengetahuan
internasional.

21
DAFTAR PUSTAKA
Andrew, M. M., & Boyle, J. S 1995. Trancultural Concepts in Nursing Care ( Edisi ke-2).
Philadelphia: J. B. Lippincott Company.

Dede Rahmat Hidayah, “Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015”,


http://dederahmathidayah.blogspot.com.html diakses tanggal 28 April 2015

Dini Kesrawati, “Sosialisasi tenaga kerja kesehatan ke keluar negeri”,


http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/652 sosialisasi-tenaga-kerja-kesehatan-
ke-luar-negeri, html, diakses tanggal 29 April 2015

Sudiharto. 2007. Asuhan keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural cetakan 1. Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai