Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma dibedakan jadi dua jenis, yakni asma bronkial dan kardial. Penderita asma bronkial,

hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang,

asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga

gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya,

risiko kematian bisa datang.

Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan

penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot

polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir

yang berlebihan.

Sedangkan asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung disebut asma kardial. Gejala

asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini

disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi dan diagnosis pengobatan asma kardial

1.3 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada patofisiologi dan diagnosis asma kardial
1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai

literatur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Asma kardial adalah asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung atau disebut juga

edema paru kardiogenik

2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya asma kardial karena terjadinya gagal jantung kiri

2.3 Patofisiologi

Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhir sistol. Dengan

berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa

darah yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa darah

ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri, sehingga tekanan akhir

diastole menjadi lebih tinggi.

Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul bendungan di daerah atrium

kiri. Tekanan darah di atrium kiri yang berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena

bendungan tersebut. Hal ini akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di

pembuluh darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa darah

terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk ke atrium kanan maka dalam waktu cepat
tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18

mmHg dan terjadilah transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula transudasi

di jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi

besarnya lumen bronchus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara

pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan fase ekspirasi

menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal

jantung. Bila tekanan di kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin

bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam saluran limfatik

dan kembali ke peredaran darah. Namun bilamana tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di

atas 25 mmHg, maka transudasi cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak

cukup untuk menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru dan

suatu saat akan memasuki alveoli.

Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga

proses pertukaran udara juga tergangggu. Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan

nadi yang cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru

dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan kalau

tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut kardiogenik, dimana

tekanan diastol sangat rendah, sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada

otot-oto jantung.

2.4 Diagnosis

Untuk mendiagnosis asma kardial kita perlu membedakannya dari asma bronchial dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Asma kardial merupakan


perjalanan penyakit dari gagal jantung karena itu disertai oleh gejala-gejala gagal jantung

lainnya.

1. Anamnesis

– Gejala – gejala berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat

beraktivitas atau rasa lemah atau tidak bertenaga.

Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dar gagal jantung, New York Heart

Association (NYHA) membagi HF menjadi empat klasifikasi.

Kelas I : sesak tinbul sdaat beraktivitas berlebih

Kelas II : sesak timbul saat aktivitas sedang

Kelas III : sesak timbul pada saat aktivitas ringan

Kelas IV : sasak timbul pada saat istirahat

– Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap duduk atau

berdiri (Ortopnue)

– Serangan sesak nafas terjadi pada malam hari, pasien yang sedang tertidur terbangun

karena sesak (Paroksismal Nokturnal Dispneu)

– Berkeringat dingin dan pucat


– Untuk membedakan dengan asma bronchial kita perlu menanyakan apakah sesak

nafasnya terjadi setelah suatu infeksi virus, olah raga, terpapar allergen, atau karena lonjakan

emosi

2. Pemeriksaan fisik

Ditemukannya gejala-gejala :

– suara nafas berbunyi pada saat ekspirasi (wheezing)

– terdengar bising ekspirasi

– fase ekspirasi menjadi lebih panjang

Ditemukan juga gejala-gejala gagal jantung kiri

– Takikardi >120/menit

– Kardiomegali

– Gallop S3

– Ronki paru

– Edema paru

– Penurunan kapasitas vital paru


2.5 Diagnosis Banding dengan Asma Bronchial

Kadang-kadang suit membedakan edema paru kardiogenik akut dengan Asma Bronkhial

yang berat, karena pada keduanya terdapat sesak nafas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih

enak posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi jantung. Pada asma

bronchial terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tau

penyakitnya. Selama serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia

arterial kalau ada tidak cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak

hiperekspansi, hipersonor, dan penggunaan otot pernafasan sekunder nampak nyata.

Wheezing nadanya lebih tinggi dan musika, suara tambahan seperti ronkhi tidak menonjol.

Penderita edema paru akut sering mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya

desaturasi darah arteri dan penurunan aliran darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak

ada hiperekspansi, pemakaian otot pernafasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain

wheezing terdengar ronkhi basah. Gambaran radiology paru menunjukkan adanya gambaran

edema paru yang membedakan dengan asma bronchial. Setelah penderita sembuh gambaran

edema paru secara radiology menghilang lebih lambat dibandingkan penurunan tekanan

kapiler paru.

2.6 Pengobatan

Ditujukan terhadap 3 hal yaitu :

A. Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut.

B. Pengobatan faktor presipitasi.


C. Pengobatan penyakit dasar jantungnya

Aminophyline :

Berguna apabila edema paru disertai bronkhokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas

edema paru oleh karena asma bronchial atau asma kardial, karena selain bersifat

bronchodilator juga mempunyai efek inotropik positif, venodilatasi ringan dan diuretic

ringan. Dosis biasanya 5 mg/kgBB intravena dalam 10 menit dan dilanjutkan drip intravena

0,5 mg/kgBB/jam. Dosis dikurangi pada orang tua, penyakit hati dan gangguan fungsi ginjal.

Setelah 12 jam dosis dikurangi menjadi 0,1 mg/kgBB/jam.

Anda mungkin juga menyukai