Oleh:
Nama : Veghy Nur Salindhry
NIM : B1J013115
Kelompok : 3
Rombongan : II
Asisten : Ichsan Dwiputra Sofiadin
A. Latar Belakang
Kultur mikroalga merupakan salah satu bioteknologi modern. Kultur uni alga
pertama dicapai oleh Beijerinck pada tahun 1890 dengan Chlorella vulgaris, dan
penggunaan budaya tersebut untuk mempelajari fisiologi tanaman dikembangkan
oleh Warburg di awal 1900-an. Massa kultur dari mikroalga benar-benar mulai
menjadi fokus penelitian setelah tahun 1948 di Stanford (USA), Essen (Jerman) dan
Tokyo dan buku klasik yang disunting oleh Burlew pada tahun 1953 dengan
merangkum banyak dari studi awal. Tujuan kultur alga diterapkan terus-menerus,
terutama dengan studi tentang penggunaan ganggang sebagai penukar gas
fotosintesis untuk perjalanan ruang angkasa dan sebagai sumber protein mikroba
(Perumal et al., 2012).
Kultur skala besar komersial mikroalga dimulai pada awal 1960-an di Jepang
dengan kultur Chlorella yang diikuti pada awal 1970-an dengan pendirian sebuah
pemanenan Spirulina dan fasilitas kultur di Danau Texcoco, Meksiko oleh Sosa
Texcoco SA pada tahun 1977 Dai Nippon Inc. dan Kimia Inc. didirikan pabrik
Spirulina komersial di Thailand, dan pada tahun 1980 ada 46 pabrik skala besar di
Asia memproduksi lebih dari 1000 kg mikroalga (terutama Chlorella) per bulan dan
pada tahun 1996 sekitar 2000 t Chlorella yang diperdagangkan di Jepang saja.
Tanaman Spirulina lainnya didirikan di Amerika Serikat (misalnya. Microbio di
California dan Cyanotech di Hawaii). Produksi komersial dari Dunaliella salina,
sebagai sumber β-karoten, menjadi industri mikroalga utama ketiga ketika fasilitas
produksi didirikan oleh Western Biotechnology Ltd dan Betatene Ltd (sekarang
Cognis Nutrition & Health) di Australia pada tahun 1986 (Perumal et al., 2012).
Ini segera yang diikuti oleh tanaman komersial lainnya di Israel dan Amerika
Serikat. Ganggang ini, Cyanobacteria (alga hijau-biru) produksi skala besar yang
dimulai di India pada waktu yang sama. Baru-baru ini beberapa memproduksi
tanaman Haematococcus pluvialis sebagai sumber astaxanthin telah dibentuk di
Amerika Serikat dan India. Dengan demikian dalam waktu singkat sekitar 30 tahun
industri bioteknologi mikroalga telah tumbuh dan diversifikasi secara signifikan
(Perumal et al., 2012).
B. Tujuan
Mikroalga laut adalah tanaman uniseluler mikroskopis terapung di air laut yang
umumnya hidup bebas, pelagis dan berbagai ukuran dari 2 sampai 20μm. Komponen
penting dari mikroalga adalah diatom, dinoflagellata, hijau alga, ganggang biru-hijau
dan coccolithophores. Kebanyakan mikroalga telah mendapat nilai besar merupakan
sumber yang kaya asam lemak esensial, pigmen, asam amino dan vitamin.
Mikroorganisme ini memainkan peran penting dalam budidaya pesisir dan laut ikan,
moluska, udang dan tiram. Fitoplankton ini memainkan peran penting dalam
budidaya untuk memenuhi kebutuhan gizi larva serta untuk bioencapsulation. Ini
adalah fakta menetapkan bahwa keberhasilan setiap operasi pembenihan akan
tergantung terutama pada ketersediaan sembako, fitoplankton. Pemeliharaan dan
pasokan dari spesies yang dibutuhkan pada waktu yang tepat membentuk masalah
utama yang dihadapi budidayawan alga. Prosedur untuk kultur fitoplankton
melibatkan aspek-aspek seperti isolasi spesies yang diperlukan, penyusunan media
kultur yang sesuai, pemeliharaan budaya dalam skala laboratorium, serta skala besar
dalam kondisi yang terkendali cahaya, suhu dan aerasi dan konstan mereka pasokan
dalam fase yang berbeda dari pertumbuhan (Perumal et al., 2012).
Chlorella sp. merupakan salah satu mikroalga yang sering dibudidayakan untuk
berbagai macam keperluan seperti obat, kosmetik, ataupun untuk energi alternatif
biodiesel. Chlorella sp. bersifat kosmopolit yang mampu hidup dimana mana kecuali
pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupanya. Kemudahan dalam mengkultur
mikroalga ini memungkinkan untuk dilakukan penelitian terhadap kandungan
lipidnya yang tergolong cukup tinggi untuk menghasilkan biofuel sebagai salah satu
solusi dalam mengatasi krisis sumber daya minyak (Widiyanto et al., 2014).
Suatu mikroalga merupakan sumber penting dari nutrisi dan digunakan secara
luas dalam budidaya organisme lain, baik secara langsung atau sebagai sumber
tambahan nutrisi dasar. Budidaya peternakan membesarkan larva moluska,
echinodermata, krustasea dan ikan menggunakan mikroalga sebagai sumber nutrisi.
Rendah bakteri dan biomassa alga mikro yang tinggi merupakan sumber makanan
penting bagi kerang akuakultur (Perumal et al., 2012).
Mikroalga dapat membentuk awal dari rantai proses budidaya lanjut. Misalnya,
mikroalga adalah yang penting sumber makanan di budidaya udang laut. Udang air
laut menghasilkan telur dorman, disebut kista, yang dapat disimpan dalam periode
yang lama dan kemudian menetas sesuai permintaan untuk memberikan bentuk yang
nyaman sebagai pakan hidup selama budidaya larva ikan dan krustasea (Perumal et
al., 2012).
Aplikasi lain dari mikroalga dalam budidaya termasuk meningkatkan daya
tarik estetika ikan bersirip yang dibiakkan di penangkaran. Salah satu contohnya
dapat dicatat dalam budidaya ikan salmon, di mana mikroalga yang digunakan untuk
membuat daging salmon menjadi lebih merah muda. Hal ini dicapai dengan
penambahan pigmen alami yang mengandung karotenoid seperti Astaxanthin
dihasilkan dari mikroalga yang Haematococcus untuk pola makan ikan budidaya.
(Perumal et al., 2012).
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
B. Metode
A. Hasil
Gambar 3.3.Perhitungan
Kepadatan Mikroalga
A. Kesimpulan
B. Saran