Anda di halaman 1dari 140

MAKALAH

SISTEM PERNAPASAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Farmakologi Sitem Organ

Farmasi 2-D

Anggota Kelompok :

Ai Cucu (31116151) Amelia Maulidasari (31116152)


Anggin Tiara L (31116153) Annisa Tresna A (31116154)
Asyfa Aziz (31116155) Candra Agustin (31116156)
Cindy Hermawati (31116157) Dede Maulana S (31116158)
Delita Retna P (31116159) Dian Arisnawati (31116160)
Dinia Mutiara A (31116161) Elin Siti S (31116162)
Erma Nuralfiana (31116163) Farha Lestari (31116164)
Fitrinalis (31116165)

PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA
2017/2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Alloh SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
khususnya kepada dosen pembimbing kami.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada tahap pembelajaran mahasiswa.
Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca
terlebih khususnya bagi penyusun.

Kami menyadari sepeuhnya di dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan pemahaman kami dalam penyusunan makalah ini.

Tasikmalaya, 25 April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Organ Sistem Pernafasan ....................................................................................


2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan ................................................................................................
2.3 Mekanisme Sistem Pernapasan ..........................................................................................
2.4 Golongan Obat-Obat Pada Sistem Pernapasan ................................................................
2.5 Efek Terhadap Organ Saluran Pernafasan .......................................................................
2.6 Contoh Obat Sistem Pernapasan Dan Dosisnya ...............................................................
2.7 Penyakit Sistem Pernapasan ...............................................................................................
2.8 Contoh Farmakoterasi Penyakit Sistem Pernapasan : Sinusitis .....................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sungguh besar keangungan Tuhan Yang maha Esa, yang telah menciptakan system
organ yang memungkinkan makhluk hidup menjalankan fungsinya, diantaranya pada sistem
pernapasan. Fungsi pernapasan akan bekerja sama dengan sistem transportasi agar proses
metabolisme pada tubuh dapat berjalan dengan baik. System respirasi atau pernapasan
merupakan salah satu study terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia.
Sistem respirasi atau sistem pernapasan terdapat pada manuasia dan hewan (seperti;
insekta, ikan, amfibi dan burung). Sedangkan sistem pernapasan pada manusia terjadi melalui
saluran penghantar udara yaitu alat-alat pernapasan yang terdapat dalam tubuh, dimana
masing-masing alat pernapasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk
pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk saluran
yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas.
Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem
pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja Anatomi Organ Sistem Pernafasan?
1.2.2 Bagaimana fisiologi dan mekanisme Sistem Pernafasan?
1.2.3 Golongan Obat-Obat apa saja yang berperan dalam Sistem Pernapasan?
1.2.4 Apa penyakit yang menyerang Sistem Pernapasan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Anatomi Organ Sistem Pernafasan
1.3.2 Memahami fisiologi dan mekanisme Sistem Pernafasan.
1.3.3 Mengetahui Golongan Obat-Obat yang berperan dalam Sistem Pernapasan.
1.3.4 Mengetahu penyakit yang menyerang Sistem Pernapasan dan cara
mengobatinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Organ Sistem Pernafasan
a) Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal dengan vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini
dilapisi epithelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat
sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam
rongga hidung.
Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah,
bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender, semua sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi epithelium silinder dan sel epitel
berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lender. Sekresi sel itu membuat permukaan
nares basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan konka, selaput lender ini paling tebal.
Tiga tulang kerang (konka) yang diseliputi epithelium pernapasan, yang menjorok
dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lender
tersebut. Sewaktu udara memasuki hidung, udara disaring oleh bulu bulu yang terdapat di
dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lender yang dilaluiny, udara menjadi
hangat, dan karena penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap.
(Pearce, 2013)
Hidung menghubungkan lubang-lubang sinus udara parasalis yang masuk ke dalam
rongga-rongga hidung, dan juga menghubungkan lubang-lubang nasolakrimal yang
menyalurkan air mata dari mata ke dalam bagian bawah rongga nasalis, ke dalam hidung.
Rongga hidung sendiri berfungsi sebagai berikut :
 Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.
 Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
 Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
 Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit
yang terdapat dalam selaput lendir atau hidung.
b) Faring
faring terdiri dari 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.
 Nasofaring
Adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal melalui dua
naris internal (koana), yaitu :
 Dua tuba eustachius (auditorik) yang menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
kendang telinga.
 Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak didekat
naris internal. Pembesaran pada adenoid dapat menghambat aliran darah.

c) Orofaring
Dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum
keras tulang.
 Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah
palatum lunak.
 Amandel palatum terletak pada kedua sisi orofaring posterior

d) Laringofaring
Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk system
respiratorik selanjutnya (Setiadi, 2007). Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring) dan dibelakang laring (faring-
laringeal). Nares posterior adalah muara rongga-rongga hidung ke nasofaring.

e) Laring
Laring (tenggorok) terletak dibagian depan terendah faring yang memisahkannya dari
kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian versikalis dan masuk ke dalam
trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh
ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah
depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan
leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung digaris tengah. Di tepi
atas terdapat lekukan berupa V. tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid , bentuknya
seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya di sebelah belakang (ini dalah tulang satu-
satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan
aritenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan aritenoid
yang menunjang disebelah belakang kikoid (Pearce, 2013).

f) Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus) dan
bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh
jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf (Syaifuddin, 2006).

g) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk
melapisi bagian dalam jalan nafas.

h) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang mempunyai
kelenjar lendir dan silia).

i) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori
dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.

j) Duktus alveolar dan sakus alveolar


Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.

k) Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) (Syaifuddin, 2006).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus (Syaifuddin, 2006).
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm
(Syaifuddin, 2006).
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa)
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru
dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006).

2.2 Fisiologi Sistem Pernafasan


Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutukan
okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan
mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan
kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia
serebralis (Syaifuddin, 2006).
a) Pernapaan paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui
mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah,
oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil
buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung (Syaifuddin, 2006). Empat proses yang
berhubungan dengan pernapasan pulmoner :
 Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
 Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
 Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat, yang
bisa dicapai untuk semua bagian.
 Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah
berdifusi dari pada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih
banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari seluruh tubuh
masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-
paru terjadi pernapasan eksterna (Syaifuddin, 2006).
b) Pernapasan sel
a) Transpor gas paru-paru dan jaringan
Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari
pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan
CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah. Akan tetapi jumlah kedua gas
yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak
larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga
CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan
udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas
pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam
darah mnjadi 17 kali (Syaifuddin, 2006).

b) Pengangkutan oksigen ke jaringan


Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke
dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan
kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi
dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang
larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik) hemoglobin (Syaifuddin, 2006).
Transpor oksigen melalui beberapa tahap (Pearce, 2007) yaitu :
a. Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik napas
tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda
dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.
b. Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil oksigen
yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40
mmHg. Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler
yang berhubungan dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat
berdifusi masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial
oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg.
c. Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh tubuh.
Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut dalam plasma
darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada
hemoglobin dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada
tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah
hemoglobin dalam darah.
d. Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui cairan
interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg.
Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial
oksigen dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang
cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.
e. Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20 mmHg. Oksigen dari
cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi
metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak,
dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi.

c) Reaksi hemoglobin dan oksigen


Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2. Hemoglobin
adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi
ferro. Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan
satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan
oksidasi (Syaifuddin, 2006).

d) Transpor karbondioksida
Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih
banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah
dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO2 karena adanya anhydrase (berkurangnya
sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma. Penurunan kejenuhan hemoglobin
terhadap O2 bila darah melalui kapiler-kapiler jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah
merah beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino
(senyawa karbondioksida). Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan
oleh selisih antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam
darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2 (Syaifuddin, 2006

2.3 Mekanisme Sistem Pernapasan


Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup udara) dan
ekpirasi (menghembuskan udara). Berdasarkan cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta
tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan
dada dan pernapasan perut. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan
di luar rongga dada lebih besar maka udara masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga
dada lebih besar maka udara akan keluar. Pernapasan yang dilakukan menyediakan suplai
udara segar secara terus menerus ke dalam membran alveoli. Keadaan ini terjadi melalui dua
fase yaitu inspirasi dan ekspirasi. Kedua fase ini sangat tergantung pada karakter paru dan
rongga torax. Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan energi maka
inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk ke paru-paru, tekanan di
dalam paruharus lebih rendah dari tekanan atmosfer. Tekanan yang rendah ini ditimbulkan
oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma dan m.intercosta. kontraksi ini
menimbulkan pengembangan paru, meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan
volume intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di dalam alveoli) dan
jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar
¼ dari 1% tekanan atmosfer, disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh dapat
bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai tekanan intrapulmonal seimbang kembali dengan
tekanan atmosfer.
Seperti halnya inspirasi, ekspirasi terjadi disebabkan oleh perubahan tekanan di dalam
paru. Pada saat diafragma dan m. intercostalis eksterna relaksasi, volume rongga thorax
menjadi menurun. Penurunan volume rongga thorax ini menyebabkan tekanan intrapulmoner
menjadi meningkat sekitar 2 mmHg diatas tekanan atmosfer (tekanan atmosfer 760 mmHg
pada permukaan laut). Udara keluar meninggalkan paru-paru sampai tekanan di dalam paru
kembali seimbang dengan tekanan atmosfer. Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana
di hasilkan akibat relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang
kuat dapat terjadi karena kontraksi yang kuat/aktif dari m.intercostalis interna dan m.
abdominalis. Kontraksi m. abdominalis mengkompresi abdomen dan mendorong isi abdomen
mendesak diafragma ke atas
a) Pernapasan dada
Proses inpirasi ini diawali dengan berkontraksinya muskulus interkotalis (otot
antartulang rusuk), sehingga menyebabkan terangkatnya tulang rusuk. Keadaan ini
mengakibatkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang
mengembang menyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih rendah dari
tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-paru. Coba kamu
perhatikan bagan alir berikut ini

Sebaliknya, proses ekspirasi berlangsung pada saat muskulus interkostalis berelaksasi


sehingga tulang rusuk turun kembali. Keadaan ini mengakibatkan rongga dada menyempit
dan paru-paru mengecil. Paru-paru yang mengecil menyebabkan tekanan udara dalam rongga
paru-paru menjadi lebih tinggi dari tekanan udara luar, sehingga udara keluar dari paru-paru.
Perhatikan bagan alir berikut mengenai proses ekspirasi pada pernapasan dada.

Untuk lebih jelas memahami mekanisme pernapasan dada, perhatikan dan pahami
gambar berikut :

b) Pernapasan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perut diawali dengan berkontraksinya otot
diafragma, sehingga diafragma yang semula melengkung berubah menjadi datar. Keadaan
diafragma yang datar mengakibatkan rongga dada dan paru-paru mengembang. Tekanan
udara yang rendah dalam paru-paru menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam paru-paru.
Perhatikan bagan alir di bawah ini
Proses ekspirasi terjadi pada saat otot diafragma berelaksasi, sehingga diafragma
kembali melengkung. Keadaan melengkungnya diafragma mengakibatkan rongga dada dan
paru-paru mengecil, tekanan udara dalam paru-paru naik, sehingga udara keluar dari paru-
paru. Perhatikan bagan alir proses ekspirasi pada pernapasan perut di bawah ini

Untuk lebih jelas memahami mekanisme pernapasan perut perhatikan dan pahami
gambar berikut :

Bagaimana proses pertukaran okigen dan karbon dioksida pada system pernapasan ?
(Campbell et al, 2003)
Pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida terjadi melalui proses difusi.
Proses tersebut terjadi di alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses difusi berlangung
sederhana, yaitu hanya dengan gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membrane sel
dari konsentrasi tinggi atau tekanan tinggi ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah.
Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai
alveolus. Di alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri paru-paru. Masuknya
oksigen dari luar menyebabkan tekanan parsial oksigen (PO2) di alveolus lebih tinggi
dibandingkan dengan PO2 di kapiler arteri paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi dari
daerah yang bertekanan tinggi ke derah bertekanan rendah , oksigen akan bergerak dari
alveolus menuju kapiler arteri paru-paru.
Oksigen di kapiler arteri diikat oleh eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai
jenuh. Makin tinggi tekanan parsial oksigen di alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat
oleh hemoglobin dalam darah. Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin akan membentuk
oksihemogblobin.
Reaksi antara hemoglobin dan oksigen berlangsung secara reversible (bolak-balik)
yang dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu suhu, pH, konsentrasi oksigen dan karbon
dioksida, serta tekanan parsial.
Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang kemudian akan
berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi. Di dalam sel-sel
tubuh atau jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk proses respirasi di dalam mitokondria
sel. Semakin banyak oksigen yang digunakan oleh sel-sel tubuh, semakin banyak
karbondioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut menyebabkan tekanan
parsial karbon dioksida atau PCO2 dalam sel-sel tubuh lebih tinggi dibandingkan PCO2 dalam
kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karena itu, karbon dioksida dapat berdifusi dari sel tubuh ke
kapiler vena sel tubuh yang kemudian akan dibawa oleh eritrosit menuju paru-paru. Di paru-
paru terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju alveolus. Proses tersebut terjadi karena
tekanan parsial CO2 pada kapiler vena lebih tinggi daripada tekanan parsial CO2 dalam
alveolu. Karbondioksida ahirnya akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.

2.4 Golongan Obat-Obat Pada Sistem Pernapasan


Jenis-jenis obat-obat respiratorik . Dapat dibedakan berdasarkan :
a) Tujuan pemberian :
 Anti asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)
 Obat anti batuk dan pilek
 Golongan dekongestan dan obat hidung lain

b) Efek terhadap organ saluran pernafasan


 Bronkodilator
 Anti inflamasi
 Penekan sekresi dan edema

1) Anti asma dan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)


Berdasarkan mekanismenya, kerja obat – obat asma dapat dibagi dalam
beberapa golongan, yaitu :

a) Antialergika

Adalah zat – zat yang bekerja menstabilkan mastcell, hingga tidak pecah dan
melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis
alergis (hay fever). Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat.
Kromoglikat merupakan obat profilaksis dan tidak mempunyai kegunaan pada
serangan akut. Kromoglikat mempunyai aksi antiinflamasi pada beberapa pasien (terutama
anak-anak), tetapi tidak mungkin memperkirakan pasien mana yang akan mendapatkan
manfaatnya. Kromoglikat harus diberikan secara teratur dan bisa membutuhkan waktu
beberapa minggu sebelum timbul efek yang menguntungkan. mekanisme kerja kromoglikat
tidak jelas. kromoglikat mungkin bekerja dengan menurunkan sensitivitas saraf sensoris
bronkus, menghilangkan refleks lokal yang menstimulasi inflamasi .

b) Bronchodilator

Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik sehingga memberikan
efek bronkodilatasi. Termasuk kedalamnya adalah :

 Adrenergika

Khususnya β-2 simpatomimetika (β-2-mimetik), zat ini bekerja selektif terhadap


reseptor β-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor β-1 (stimulasi jantung).
Aktivitas adrenoseptor β merelaksasikan otot polos melalui peningkatan cAMP intraselular
yang mengaktivasi suatu protein kinase. Kelompok β-2-mimetik seperti Salbutamol,
Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol. Sedangkan yang bekerja
terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah Efedrin, Isoprenalin, Adrenalin, dan lain-lain.

 Antikolinergika (Oksifenonium, Tiazinamium dan Ipratropium)

Dalam otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Bila
reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik menjadi dominan, segingga
terjadi penciutan bronchi. Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada
otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan, dengan efek
bronchodilatasi. Efek samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering, obstipasi,
sukar kencing, gangguan akomodasi. Efek samping dapat diperkecil dengan pemberian
inhalasi.

 Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin dan Kolinteofinilat)

Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase


dan meningkatkan kadar cAMP selular. Selain itu, Teofilin juga mencegah pengingkatan
hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis.
Bekerja dengan menghalangi kerja enzim fosfodiesterase sehingga
menghindari perusakan cAMP dalam sel, antagonis adenosin, stimulasi pelepasan
katekolamin dari medula adrenal, mengurang; konsentrasi Ca bebas di otot polos,
menghalangi pembentukan prostaglandin, dan memperbaiki kontraktilitas diafragma.
Teofilin dalam kadar rendah dapat memblokir reseptor adenosine A. Pada konsentrasi
terapi yang lebih tinggi akan terjadi penghambatan fosfodiesterase-kenaikan kadar cAMP.
Reaksi-reaksi yang dicetuskan oleh cAMP sebagai ‘secondmessenger´ mengakibatkan
relaksasi otot-otot bronchial dan penghambatan pengeluaran zat-zat mediator dari sel-sel mast
dan granulosit.
Suatu kombinasi dengan simpatomlmetik mengakibatkan obat ini sudah efektif
bahkan pada dosis yang sangta rendah sehingga suatu desensibilisasi dari reseptor dapat
dicegah.
Arteriol dan pembuluh-pembuluh kapasitas akan mengalami dilatasi. Pada jantung,
Teofilin bekerja inotrop positif dan kronotrop positif-pemakaian oksigen bertambah.
Peningkatan volume sekuncup jantung dan dilatasi pembuluh ginjalmengakibatkan kenaikan
filtrasi glomerular.
Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau gangguan fungsi hatidapat
menyebabkan perubahan kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilindalamdarah dapat
meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjutusia. Kadar teofilin
dapat menurun pada perokok, pengkonsumsi alkohol, danobat-obatan yang meningkatkan
metabolisme di hati.

c) Antihistamin (Loratadin, cetirizin, fexofenadin)


Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah bronchokonstriksi. Banyak
antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif. Antagonis yang mblok reseptor
histamin H1 digunakan pada terapi alergi seperti demam hay, urtikaria, ruam akibat
sensitivitas terhadap obat, pruritus, serta gigitan dan sengatan serangga.

d) Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Betametason)

Daya bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan reseptor β-2, melawan


efek mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama pada serangan asma akibat
infeksi virus atau bakteri. Penggunaan jangka lama hendaknya dihindari, berhubung efek
sampingnya, yaitu osteoporosis, borok lambung, hipertensi dan diabetes. Efek samping dapat
dikurangi dengan pemberian inhalasi.

e) Ekspektoransia (KI, NH4Cl, Bromheksin, Asetilsistein)

Efeknya mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat ini
berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran
napas sehingga menurunkan viskositas lendir. Sedangkan Asetilsistein mekanismenya
terhadap mukosa protein dengan melepaskan ikatan disulfida sehingga viskositas lendir
berkurang.

2) Obat Anti Batuk dan Pilek

Antitussiva (L . tussis = batuk) digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan
dapat di bagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka
ragam, yaitu :

1. Zat pelunak batuk (emolliensia, L . mollis = lunak ), yang memperlunak rangsangan


batuk, melumas tenggorokan agar tidak kering, dan melunakkan mukosa yang teriritz.
Banyak digunakan syrup (thyme dan althea), zat-zat lender (infus carrageen)
2. Ekspoktoransia (L . ex = keluar, pectus = dada) : minyak terbang, gualakol, radix
ipeca (dalam tablet / pelvis doveri) dan ammonium klorida (dalam obat batuk hitam)
zat-zat ini memperbanyak produksi dahak ( yang encer). Sehingga mempermudah
pengeluarannya dengan batuk.
3. Mukolotika : asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol, zat-zat ini berdaya
merombak dan melarutkan dahak ( L . mucus = lender, lysis = melarutkan), sehingga
viskositasnya dikurangi dan pengeluarannya dipermudah.
4. Zat pereda : kodein, naskapin, dekstometorfan, dan pentoksiverin (tucklase), obat-
obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk kering yang mengelitik.
5. Antihistaminika : prometazin, oksomomazin, difenhidramin, dan alklorfeniaramin.
Obat ini dapat menekan perasaan mengelitik di tenggorokan.
6. Anastetika local : pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan rangsangan batuk
ke pusat batuk.

3) Golongan Dekongestan Dan Obat Hidung Lain


Dekongestan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a) Dekongestan Sistemik, seperti pseudoefedrin, efedrin. Dekongestan sistemik diberikan


secara oral (melalui mulut). Meskipun efeknya tidak secepat topikal tapi
kelebihannya tidak mengiritasi hidung.

 Mekanisme kerja obat pseudoephedrine

 seudoephedrine bekerja langsung pada reseptor alpha dan, pada tingkat lebih rendah,
reseptor beta-adrenergik. Melalui aksi langsung pada reseptor alfa-adrenergik pada
mukosa saluran pernapasan, pseudoefedrin menghasilkan vasokonstriksi.
Pseudoephedrine melemaskan otot polos bronkial dengan merangsang reseptor beta2-
adrenergik. Seperti efedrin, pseudoefedrin melepaskan norepinefrin dari tempat
penyimpanan, efek tidak langsung. Ini adalah mekanisme utama dan langsung.
Noradrenalin pindahan dilepaskan ke sinaps saraf di mana ia bebas untuk
mengaktifkan reseptor adrenergik pasca-sinaptik.

 Aksi Langsung merangsang reseptor alfa-adrenergik mukosa pernapasan


menyebabkan vasokonstriksi; langsung merangsang reseptor beta-adrenergik
menyebabkan relaksasi bronkus, peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas.
 Mekanisme kerja ephedrin

Ephedrine adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis


reseptor adrenergik. Aksi utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor, yang merupakan
bagian dari sistem saraf simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi
utama. Pertama, efedrin mengaktifkan α-reseptor dan β-reseptor pasca-sinaptik terhadap
noradrenalin secara tidak selektif. Kedua, efedrin juga dapat meningkatkan
pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.

Dengan mekanisme tersebut, efedrin digunakan untuk beberapa


indikasi. Pertama,efedrin dapat digunakan untuk obat asma, sebagai bronkodilator (pelega
saluran nafas) karena ia bisa mengaktifkan reseptor beta adrenergik yang ada di saluran nafas.
Pengobatan asma tradisional atau jaman dulu masih banyak menggunakan efedrin dalam
racikannya, namun obat ini mulai banyak ditinggalkan karena efek sampingnya yang cukup
besar. Sifatnya yang tidak selektif di mana dapat mengaktifkan reseptor alfa adrenergik pada
pembuluh darah perifer dapat menyebabkan efek vasokonstriksi atau penciutan pembuluh
darah, yang bisa berakibat naiknya tekanan darah.

Namun di sisi lain, efeknya sebagai vasokonstriktor ini juga digunakan sebagai
mekanisme obat dekongestan (melegakan hidung tersumbat). Diketahui, ketika hidung
tersumbat, terjadi pelebaran pembuluh darah pada pembuluh2 kapiler sekitar hidung. Karena
itu, efedrin yang bersifat menciutkan pembuluh darah bisa berefek melegakan hidung
tersumbat. Hal yang sama terjadi pada pseudo-efedrin. Namun karena pertimbangan
keamanan, efedrin sudah jarang dipakai dalam komponen obat flu sebagai pelega hidung
tersumbat. Sebaliknya, yang banyak digunakan adalah pseudoefedrin. Mekanisme aksi
pseudoefedrin mirip efedrin, tapi aktivitasnya pada beta-adrenergik lebih lemah.
Pseudoefedrin menunjukkan selektivitas yang lebih besar untuk reseptor adrenergik alfa yang
terdapat pada mukosa hidung dan afinitas rendah pada reseptor adrenergik yang ada di sistem
saraf pusat ketimbang efedrin.
b) Dekongestan Topikal, digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput
lendir hidung. Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam, inhaler, tetes
hidung atau semprot hidung.Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa
digunakan yaitu oxymetazolin, xylometazolin yang merupakan derivat
imidazolin.Karena efeknya dapat menyebabkan depresi Susunan saraf pusat bila
banyak terabsorbsi terutama pada bayi dan anak-anak, maka sediaan ini tidak boleh
untuk bayi dan anak-anak.

2.5 Efek Terhadap Organ Saluran Pernafasan


1) Antiinflamasi

Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu :

a. Golongan Steroid

Contoh : Hidrokortison, Deksametason, Prednisone

b. Golongan AINS (non steroid)

Contoh : Parasetamol, Aspirin,antalgin/Metampiron,AsamMefenamat,


Ibuprofen

No. Golongan Obat Mekanisme Kerja

1. Steroid Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak


terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam
arakhidonat berarti tidak terbentuknya
prostaglandin.

2. AINS (Non Steroid) Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan


cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2
saja sehingga tidak terbentuk mediator-mediator
nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan

2) Penekan Sekresi Dan Edema


Furosemid adalah suatu diuretiks yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi
ion Na pada jerat Henle : inhibis reabsorpi natrium dan klorida pada jerat henle menarik dan
tubulus ginjal distal, mempengaruhi sistem kontraspor ikatan klorida, selanjutnya
meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium
2.6 Contoh Obat Sistem Pernapasan Dan Dosisnya

a) Golongan antihistamin
Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Antihistamin adalah zat-
zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan
memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan).
Contoh obatnya yaitu :
1. Loratadine
Loratadine adalah obat yang dapat mengobati gejala alergi, seperti bersin-bersin, ruam
kulit, pilek, hidung tersumbat, dan mata berair akibat paparan alergen (misalnya debu, bulu
hewan, atau gigitan serangga). Dosis pemberiannya yaitu: :
 Dosis lazim dewasa dan anak 12 tahun atau lebih
10 mg oral 1 x sehari atau 5 mg setiap 12 jam
 Dosis lazim anak
Anak usia 2 – 5 tahun : 5 mg oral 1 x sehari.
Anak usia 6 tahun atau lebih : 10 mg 1 x sehari atau 5 mg setiap 12 jam
2. Cetirizin
Cetirizine adalah obat golongan antihistamin yang dapat digunakan untuk mengatasi
gejala-gejala alergi, sseperti pilek, hidung tersumbat, mata berair, bersin-bersin, rasa gatal
pada mata atau hidung, serta ruam pada kulit. Dosis pemberiannya yaitu :
 Dewasa
Cetirizine hcl 5 – 10 mg secara oral atau diminum sekali sehari
 Anak 6 bulan sampai 2 tahun: Cetirizine sirup 2,5 mg oral sekali sehari, 12
bulan ke atas dapat ditingkatkan sampai 2,5 mg secara oral dua kali sehari.
 Anak 2-5 tahun
Cetirizine syrup 2.5 mg oral sekali sehari, dapat ditingkatkan sampai 5 mg /
hari dalam 1 sampai 2 dosis terbagi.
 Anak 6 tahun atau lebih
Cetirizine hcl 5 sampai 10 mg secara oral atau dikunyah sehari sekali
3. Fexofenadin
Fexofenadine adalah obat yang digunakan untuk meredakan gejala alergi, seperti
bersin, gatal, mata berair, dan hidung berair atau tersumbat. Fexofenadine juga bermanfaat
untuk meredakan gejala alergi pada beberapa kondisi medis, antara lain yaitu rinitis alergi
dan urtikaria atau biduran.
Dosis umum pemakaian fexofenadine untuk mengatasi rhinitis alergi pada orang dewasa
dan anak-anak di atas 12 tahun adalah tablet 120 mg sebanyak satu kali per hari. Sedangkan
untuk anak-anak di bawah usia 6-11 tahun adalah tablet 30 mg dua kali per hari.

b) Golongan Bronchodilator

Terdapat dua jenis golongan bronchodilator yaitu :

1. Adrenergik, contoh obatnya

1) Salbutamol

 Dosis
Dosis salbutamol yang standard untuk orang dewasa adalah 4 mg tiga atau empat kali sehari.
Dosis untuk orang lanjut usia atau pasien yang terkenal sensitif terhadap produk ini: dimulai
dengan 2 mg tiga atau empat kali sehari. Salbutamol sebaiknya tidak diberikan pada anak di
bawah 2 tahun.
 Dosis salbutamol untuk anak 2-6 tahun: 1-2 mg tiga atau empat kali sehari
 Dosis salbutamol untuk anak 6-12 tahun: 2 mg tiga atau empat kali sehari
 Dosis salbutamol untuk anak di atas usia 12 tahun: 2-4 mg tiga sampai empat
kali sehari

 Bentuk dan dosis sediaan salbutamol


 Solution 1 mg/mL; 2,5 mg/2,5 mL; ; 2 mg/mL; 5 mg/ 2,5 ml
 Accuhaler 200 mg
 Tablet 2 mg; 4 mg

 Efek Samping
Reaksi alergi seperti pembengkakan pada wajah, bibir, tenggorokan atau lidah, pucat atau
merah-merah yang tidak rata serta gatal parah, sulit bernapas, tekanan darah rendah, tidak
sadarkan diri. Nyeri pada dada, rahang atau bahu (yang dibarengi dengan napas pendek,
merasa sakit)

2) Fenoterol
 Dosis
 Dewasa
inhaler dosis rendah (100 mcg/dosis): 1 atau 2 kali tarik napas hingga 3-4 kali
penggunaan dalam sehari. Jika gejala belum teratasi, pasien dapat diberikan dosis
tinggi inhaler (200 mcg/dosis) pada 2 inhalasi sebanyak 3 kali sehari. Max: 1,6
g/24 jam.
 Melalui pembuluh darah
Dewasa: 1-3 mcg/menit melalui infus IV, dilanjutkan sampai kontraksi berhenti dan
diikuti oleh meminum obat 5 mg setiap 3-6 jam.

 Dosis fenoterol untuk anak-anak


Gangguan Saluran Napas Reversibel
 Anak: lebih dari 6 tahun
1 kali inhalasi 100 mcg 3 kali sehari. Inhaler dosis tinggi tidak dianjurkan
untuk
 anak-anak kurang dari 16 tahun. Larutan semprot: hirup 0.5-1 mg, dapat
diulang setiap 6 jam.

 Efek samping meliputi:


1. gemetaran pada otot atau tengkorak kepala
2. jantung berdebar
3. detak jantung yang tidak normal
4. saraf menegang
5. sakit kepala
6. vasodilatasi di sekeliling tubuh
7. kram otot (kadang-kadang)
8. batuk
9. iritasi lokal
10. bronkokonstriksi paradoks
11. berkeringat
12. tubuh lemas

c) Antikolinergik

1. Ipratropium Bromida
 Indikasi:
bronkospasme yang berkaitan dengan pada pasien yang diterapi dengan ipratropium
dan salbutamol.
 Interaksi:
derivat xantin, stimulan adrenoseptor beta, antikolinergik, penghambat beta, beta
adrenergik, penghambat MOA, antidepresan trisiklik, inhalasi hidrokarbon halogenasi.
 Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap ipratropium, turunan atropin, obstruksi hipertropi
kardiomiopati, takiaritmia.
 Dosis
 dewasa dan lansia
1 dosis UDV 3-4 kali sehari. Penderita obstruksi paru kronis yang memiliki
kebiasaan merokok, dianjurkan konseling dengan dokter untuk menentukan dosis
dan kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan jika tidak ada perbaikan pada
obstruksi paru kronis.

2. TIOTROPIUM BROMIDE
 Indikasi
Terapi pemeliharaan obstruksi paru kronik termasuk bronchitis dan emfisema kronik
dan dispnea yang menyertainya.
 Interaksi
Antikolinergik digunakan bersamaan dalam waktu lama, tidak direkomendasikan.
 Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap atropin atau derivatnya atau komponen penyusun produk.
 Efek Samping
Dehidrasi, pusing, sakit kepala, insomnia, penglihatan kabur, peningkatan tekanan
intraokular, glaukoma, takikardi, palpitasi, takikardi supraventikular, atrial fibrilasi,
bronkospasme, epistaksis, laringitis, faringitis, sinusitis, disfonia, batuk, obstruksi intestinal,
stomatitis, gingivitis, glositis, kandidiasis orofaringeal, refluks gastroesofagal, disfagia,
konstipasi, mulutkering, mual, karies gigi, reaksi hipersensitivitas, udema angioneurotik,
urtikaria, pruritus, kulit kering, ruam kulit, pembengkakan sendi, retensi urin, disuria.
 Dosis
 Dewasa (termasuk lansia)
1 kali sehari satu kapsul untuk inhalasi (22,5 mcg tiotropium bromide setara
dengan18 mcg tiotropium), tidak boleh ditelan, tidak boleh digunakan lebih dari 1
kali sehari.

3. Derivat Xantin
 Contoh obat
1) Aminophylline 200 Mg Inf
Kandungan : Tiap tablet mengandung aminofilina 200 mg.
 Cara Kerja :
Aminofilina merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek bronkodilator
dengan jalan melemaskan otot polos bronkus
 Indikasi
Untuk meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.
 Dosis
 Dewasa
1 tablet 3 kali sehari.
 Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ tablet 3 kali sehari.
Atau menurut petunjuk dokter.

 Efek Samping :
Gastrointestinal, misalnya : mual, muntah, diare, Susunan saraf pusat, misalnya : sakit
kepala, insomnia, Kardiovaskuler, misalnya : palpitasi, takikardi, aritmia, ventrikuler,
Pernafasan, misalnya : tachypnea, Rash, hiperglikemia.

4. TEOFILIN
 Indikasi
oobstruksi saluran napas reversibel, asma akut berat (lihat tabel).
 Peringatan
Penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan fungsi hati
(kurangi dosis, lihat Lampiran 2), epilepsi, kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui (lihat
Lampiran 5), lansia, demam, hindari pada porfiria.
 Efek Samping:
Takikardia, palpitasi, mual dan gangguan saluran cerna yang lain, sakit kepala,
stimulasi sistem saraf pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama bila diberikan melalui
injeksi intravena cepat.
 Dosis
 Dewasa
130-150 mg, jika diperlukan dapat dinaikkan menjadi 2 kalinya.
 Anak: 6-12 tahun
65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali sehari sesudah makan.
 Tablet lepas lambat
 1 tablet per hari tergantung respons masing-masing dan fungsi pernafasan

5. Golongan Kortikosteroid
1) Hidrokortison
 Dosis:
 Oral terapi pengganti
20 - 30 mg/hari dalam dosis terbagi
 Anak
10 - 30 mg.
 Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus
100 -500 mg, 3-3 kali dosis terbagi dalam 24 jam atau sesuai kebutuhan
 Aanak dengan injeksi intravena sampai dengan umur 1 tahun 25 mg, umur 1-5
tahun
50 mg, umur 6-12 tahun 100 mg.

2) Prednison
 Dosis:
Berikut ini adalah dosis prednison dalam bentuk tablet yang umumnya diberikan oleh
dokter untuk orang dewasa dan anak-anak:
Kondisi Dosis

Dewasa: 40 mg satu kali sehari selama 5-10


hari. Dosis dapat diturunkan menjadi 20mg
untuk 11 hari berikutnya hingga infeksi
hilang.Anak-anak: 1mg/kg satu kali sehari
selama 5-10 hari. Dosis dapat diturunkan
Pneumonia Pneumocystis (carinii) jirovecii menjadi 0.5 mg/kg untuk 11-21 hari
(sebagai terapi tambahan) berikutnya.

Dewasa: 40-60 mg/hari, dengan dosis yang


Penyakit paru-paru (termasuk tuberkulosis) akan dikurangi setelah 4-8 minggu kemudian.

Dewasa: 40-60mg satu atau dua kali sehari


selama 3-10 hari atau lebih.Anak-anak usia
0-11 tahun: 1-2mg/kg per hari selama 3-10
Asma akut hari. Dosis maksimal per hari adalah 60mg.

Dewasa: 30mg pada hari pertama, kemudian


dikurangi hingga 5mg setiap harinya hingga
Alergi mencapai konsumsi 21 tablet.

Dewasa: 200mg/hari selama seminggu,


dilanjutkan dengan 80mg tiap 2 hari sekali
Multiple sclerosis selama sebulan.

Dewasa: 10mg/hari. Dosis akan disesuaikan


Rheumatoid arthritis sesuai keparahan kondisi pasien.

Penyakit persendian dan otot Dewasa: 1-2mg/kg per hari.

3) Deksametason

 Dosis

 Dosis dexamethasone tergantung pada penyakit atau gejala yang ditangani.


Umumnya, dosis awal yang akan diresepkan dokter berada di antara 0.75-9
mg per harinya. Perlu diketahui bahwa dosis dexamethasone juga akan
disesuaikan dengan perkembangan penyakit atau gejala dan respons tubuh
pasien terhadap obat ini. Untuk anak-anak, berat badan menjadi salah satu
tolak ukur dalam menentukan dosis obat. Untuk informasi lebih lengkap,
tanyakan pada dokter.

4) Betametason
 Dosis:
 Oral
Umum 0,5 - 5 mg/hari
 Dewasa dan anak di atas 12 tahun
500 mcg dilarutkan dalam 20 mL air dan dibilas sekitar mulut 4 kali sehari,
tidak ditelan. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus, 4 -
20mg, diulangi sampai 4 kali dalam 24 jam
 Anak melalui injeksi intravena lambat, sampai umur 1 tahun 1 mg, umur 1-5
tahun 2 mg, umur 6-12 tahun 4 mg, diulangi sampai 4 kali dalam 24 jam
disesuaikan dengan respon.

6. Golongan Ekspektoransia
1) KI (Kalium iodida)
 Dosis
 batuk oral 3dd 0,5-1 g, maksimal 6 g sehari. Bagi pasien yang tidak boleh
diberikan kalium, obat ini dapat diganti dengan natrium iodida dengan khasiat
yang sama.

2). NH4Cl (Amonium klorida)


 Dosis
 Oral 3-4 dd 100-150 mg, maksimal 3 g seharinya

3).Bromheksin
 Dosis
 Oral diminum saat perut kosong (1 jam sebelum – 2 jam sesudah makan).
Tablet 8 mg atau sirup 4 mg/5mL:
 Dewasa dan anak-anak >10 tahun: 1 tablet atau 10 mL sirup 3 kali sehari,
 anak 5-10 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 3 kali sehari,
 anak 2-5 tahun: 1/2 tablet atau 5 mL sirup 2 kali sehari.
 Cairan injeksi 4 mg/2 mL: 1 ampul (waktu pemberian 2-3 menit) sebanyak 2-3
kali sehari, dapat diberikan sebagai cairan infus intravena bersama glukosa,
fruktosa, garam fisiologis, dan larutan ringer.

4). Asetilsistein
Dosis Asetilsistein yang dapat digunakan di antaranya:
 Dosis Asetilsistein inhalasi untuk mukolitik pada dewasa: penggunaan larutan
Asetilsistein 10% sebanyak 6-10 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL
setiap 2-6 jam bila perlu. Bila menggunakan larutan Asetilsistein 20% dapat
digunakan sebanyak 3-5 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 1-10 mL setiap
2-6 jam bila perlu.
 Dosis Asetilsistein inhalasi untuk mukolitik pada anak: penggunaan larutan
Asetilsistein 10% sebanyak 6-10 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL
setiap 2-6 jam bila perlu. Bila menggunakan larutan Asetilsistein 20% dapat
digunakan sebanyak 3-5 mL 3-4x sehari, dapat ditingkatkan menjadi 1-10 mL setiap
2-6 jam bila perlu.
 Dosis Asetilsistein inhalasi endotrakeal untuk mukolitik pada pasien dewasa
dengan trakeostomi: penggunaan larutan Asetilsistein 10% atau 20% sebanyak 1-2
mL setiap jam.
 Dosis Asetilsistein inhalasi endotrakeal untuk mukolitik pada pasien anak
dengan trakeostomi: penggunaan larutan Asetilsistein 10% atau 20% sebanyak 1-2
mL setiap jam.
 Dosis Asetilsistein oral untuk mukolitik pada pasien dewasa: Dosis tablet/kapsul
granul/tablet effervescent: 600 mg 1x sehari atau 200mg 3x sehari.
 Dosis Asetilsistein oral untuk mukolitik pada pasien anak: untuk anak usia 1
bulan sampai usia < 2 tahun: 100 mg 2x sehari; untuk anak usia 2-7 tahun: 200 mg 1x
sehari; untuk anak usia > 7 tahun: 600 mg 1x sehari atau 200 mg 3x sehari.
 Dosis Asetilsistein untuk keracunan parasetamol pada dewasa secara intravena:
Dosis awal yang diberikan adalah 150 mg/kgBB (maksimal 16,5 g) yang dilarutkan
dalam 200 mL cairan infus selama 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50
mg/kgBB (maksimal 5,5 g) yang dilarutkan dalam 500 mL cairan infus dan diberikan
dalam waktu 4 jam, kemudian dosis lanjutan berikutnya adalah 100 mg/kgBB
(maksimal 11 g) yang dilarutkan dalam 1L cairan infuse dan diberikan dalam waktu
16 jam.
 Dosis Asetilsistein untuk keracunan parasetamol pada anak secara intravena:
Untuk anak dengan berat badan <20 kg: Dosis awalan yang diberikan adalah 150
mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infuse sebanyak 3 mL/kgBB dan diberikan
dalam waktu 1 jam, diikuti dengan dosis lanjutan yaitu 50 mg/kgBB yang dilarutkan
dalam cairan infus sebanyak 7 ml/kgBB selama 4 jam, kemudian dosis lanjutan
berikutnya adalah 100 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 14
mL/kgBB dan diberikan selama 16 jam. Untuk anak dengan berat badan 20 – 40 kg:
Dosis awalan yang diberikan adalah 150 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan
infuse sebanyak 100 mL dan diberikan dalam waktu 1 jam, diikuti dengan dosis
lanjutan yaitu 50 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 250 mL
selama 4 jam, kemudian dosis lanjutan berikutnya adalah 100 mg/kgBB yang
dilarutkan dalam cairan infus sebanyak 500 mL dan diberikan selama 16 jam. Untuk
anak dengan berat badan > 40 kg dosis yang diberikan sama seperti dewasa.
 Dosis Asetilsistein untuk keracunan paracetamol pada dewasa secara oral: Dosis
awal 150 mg/kgBB, diikuti dengan dosis lanjutan 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 70
dosis.
 Dosis Asetilsistein untuk keracunan paracetamol pada anak secara oral: Dosis
awal 150 mg/kgBB, diikuti dengan dosis lanjutan 70 mg/kgBB setiap 4 jam sampai 70
dosis.
 Penggunaan Asetilsistein untuk tetes mata pada sindrom mata kering dewasa
yang disebabkan oleh produksi cairan mata yang abnormal: Menggunakan
larutan Asetilsistein 5% 1-2 tetes pada mata yang sakit 3-4 x sehari.

2.7 Penyakit Sistem Pernapasan


Sistem pernapasan dapat mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh
kuman, polusi udara atau faktor keturunan (genetik).

1. Berkurangnya jumlah hemoglobin.


Berkurangnya hemoglobin dalam darah akan menghambat proses penyampaian
oksigen ke dalam sel tubuh. Berkurangnya hemoglobin dapat disebabkan oleh anemia
atau pendarahan berat.
2. Keracunan gas CN (sianida) dan atau CO (karbon monoksida).
Keracunan gas-gas ini mengganggu proses pengikatan O2 oleh darah karena gas CO
dan CN memiliki daya ikat jauh lebih kuat terhadap hemoglobin dari pada daya ikat
oksigen. Jika 70%-80% hemoglobin dalam darah mengikat CO dan membentuk
HbCO maka akan menyebabkan kematian. Gangguan pengangkutan oksigen ke sel
tubuh/jaringan tubuh disebut asfiksi.
3. Kanker paru-paru.
Penyakit ini daapt dipicu oleh polusi udara dan polusi asap rokok yang mengandung
hidrokarbon termasuk benzopiren. Kanker paru-paru menyebabkan paru-paru rusak
dan tidak berfungsi lagi.
4. Emfisema.
Penyakit paru-paru degeneratif ini terjadi karena jaringan paru-paru kehilangan
elastisitasnya akibatnya gangguan jaringan elastik dan kerusakan dinding di antara
alveoli. Pada amfisema stadium lanjut, inspirasi dan ekspirasi terganggu dan beban
pernapasan meningkat sehingga timbul komplikasi seperti hipertensi pulmonal atau
pembesaran jantung yang diikuti gagal jantung. Emfisema umumnya disebabkan oleh
kebiasaan merokok, polusi asap rokok dan polusi udara.
5. Asma.
Penyakit ini terjadi karena penyempitan saluran pernapasan. Asma ditandai dengan
mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada secara berkala atau kronis.
Penyempitan saluran pernapasan dapat disebabkan oleh hal berikut: (a) Sumbatan
jalan napas yang sebagian reversible; (b) Radang jalan napas sehingga merusak sel
epitel saluran napas; (c) Reaksi yang berlebihan pada jalan napas terhadap berbagai
rangsang, misalnya reaksi alergi. Serangan asma biasanya lebih berat saat malam dan
dini hari, karena pada saat itu terjadi penyempitan pada bronkus akibat udara dingin.
Penderita asma biasanya diobati dengan obat-obatan yang disebut bronkodilator. Obat
ini tidak diminum atau disuntikkan ke penderita tetapi digunakan sebagai inhaler
(dihirup).
6. TBC (tuberkulosis).
TBC dapat mengganggu proses difusi oksigen karena timbulnya bintil-bintil kecil
pada alveolus yang disebabkan bakteri Myobacterium tunerculosis. Penderita
biasanya batuk berat, yang dapat disertai batuk darah dan badan menjadi kurus.
7. Pneumonia.
Infeksi bakteri Diplococcus pneumoniae menyebabkan penyakit pneumonia (radang
paru-paru atau radang dinding alveolus).
8. Radang.
Penyakit radang pada bronkus disebut bronchitis. Radang pada hidung disebut rintis.
Radang disebelah atas rongga hidung disebut sinusitis. Radang pada laring disebut
laryngitis, dan pada pleura disebut pleuritis. Adanya penyumbatan di rongga faring
dan laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus (kejang otot) sering ditanggulangi
dengan melakukan trakeostomi (melubangi trakea).
9. Tonsilitas.
Tonsilitas adalah peradangan pada tonsil (amandel), tonsil adalah kelompok jaringan
limfoid yang terdapat di rongga mulut. Jika terjadi infeksi melalui mulut atau saluran
pernafasan, tonsil akan membengkak (radang). Pembengkakan tonsil dapat
menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.
10. Bronkitis. Terjadi karena peradangan bronkus.
11. Influenza. Disebabkan oleh virus yang menimbulkan radang pada selaput
mukosa di saluran pernapasan.

2.8 Contoh Farmakoterasi Penyakit Sistem Pernapasan : Sinusitis


ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak
dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas.
Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus paranasal sampai dengan
selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala yang menetap yang
dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan
bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan
gejala yang berat adalah di samping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa
sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah sinusitis subakut dengan gejala
yang menetap selama 30-90 hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal
sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan2 . Sinusitis
kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.55 Sinusitis
bakteri dapat pula terjadi sepanjang tahun oleh karena sebab selain virus, yaitu adanya
obstruksi oleh polip, alergi, berenang, benda asing, tumor dan infeksi gigi. Sebab lain adalah
immunodefisiensi, abnormalitas sel darah putih dan bibir sumbing.
TANDA, DIAGNOSIS & PENYEBAB
Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental berwarna
hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah di area pipi, di
antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam tinggi, sakit
kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan, malaise.47 Penegakan diagnosis adalah
melalui pemeriksaan klinis THT, aspirasi sinus yang dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai
lebih dari 104 /ml koloni bakteri, pemeriksaan x-ray dan CT scan (untuk kasus kompleks).
Sinusitis viral dibedakan dari sinusitis bakteri bila gejala menetap lebih dari 10 hari atau
gejala memburuk setelah 5-7 hari. Selain itu sinusitis virus menghasilkan demam menyerupai
sinusitis bakteri namun kualitas dan warna sekret hidung jernih dan cair.24 Sinusitis bakteri
akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus saluran napas atas.25
Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi
pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya keterlibatan
bakteri anaerob dan S. aureus.
PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO
Penularan sinusitis adalah melalui kontak langsung dengan penderita melalui udara.
Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran sinusitis, dianjurkan untuk memakai masker
(penutup hidung), cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita. Faktor
predisposisi sinusitis adalah sebagai berikut :
• ISPA yang disebabkan oleh virus
• Rhinitis oleh karena alergi maupun non-alergi
• Obstruksi nasal
• Pemakaian “nasogastric tube”
KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat sinusitis yang tidak tertangani dengan baik adalah :
• Meningitis
• Septikemia
Sedangkan pada sinusitis kronik dapat terjadi kerusakan mukosa sinus, sehingga
memerlukan tindakan operatif untuk menumbuhkan kembali mukosa yang sehat.
RESISTENSI
Resistensi yang terjadi pada sinusitis umumnya disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae yang menghasilkan enzim beta-laktamase, sehingga resisten terhadap penicillin,
amoksisilin, maupun kotrimoksazol. Hal ini diatasi dengan memilih preparat amoksisilin-
klavulanat atau fluoroquinolon.

TERAPI
TERAPI POKOK : Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14
hari, kecuali bila menggunakan azitromisin. Secara rinci antibiotika yang dapat dipilih tertera
pada tabel 3.1. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotika dapat
diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang kompleks diperlukan tindakan operasi.
TERAPI PENDUKUNG: Terapi pendukung terdiri dari pemberian analgesik dan
dekongestan. Penggunaan antihistamin dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi
47, namun perlu diwaspadai bahwa antihistamin akan mengentalkan sekret. Pemakaian
dekongestan topikal dapat mempermudah pengeluaran sekret, namun perlu diwaspadai bahwa
pemakaian lebih dari lima hari dapat menyebabkan penyumbatan berulang.
OUTCOME Membebaskan obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan mengeradikasi
kuman.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pernapasan adalah pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara
sel-sel tubuh serta lingkungan. sistem pernapasan terdiri atas pernapasan Eksternal (luar) dan
internal (dalam). Oksigen dari udara diambil dan dimasukan ke darah, kemudian di angkut ke
jaringan. Karbondioksida (CO2) di angkut oleh darah dari jaringan tubuh ke paru-paru dan
dinapaskan ke luar udara. Struktur organ atau bagian-bagian alat pernapasan pada manusia
terdiri atas Rongga hidung, Faring (Rongga tekak), Laring (kotak suara), Trakea (Batang
tenggorok), Bronkus dan Paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, E. C. (2007). Anantomy dan Fisiology untuk paramedis. Jakarta: EGC.


Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Dr. Tambayong, Jan. 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Kedokteran
EGC
MAKALAH FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN
(SISTEM PENCERNAAN)
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah farmakologi sistem organ

Disusun Oleh :

Kelompok 2

 Gema Nurahman (31116166)


 Gilang Armanthio T (31116167)
 Gina Nurfaridah (31116168)
 Hanuf Hais Nurhasanah (31116169)
 Hilman Fitriaji S.P (31116170)
 Ilham Nanda Raudoh (31116171)
 Kintan Sri Komala Dewi (31116163)
 Lia meliana (31116174)
 Mediana (31116175)
 Mohamad Zaki Jauhari (31116176)
 Muhammad Azis Abdilah (31116177)
 Neneng Nur Asyifa (31116178)
 Nita Agustiani (31116179)
 Nuriawati (31116180)
 Osa Ladifa (31116181)
 Ratna Anggraeni (31116182)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
beserta lindungan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, secara khusus
makalah ini membahas tentang “Sistem Pencernaan”

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas perkuliahan, serta
membantu proses pembelajaran kami di STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak menghadapi hambatan, namun berkat
do’a, pengarahan, bantuan, kerja keras dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh
karena itu, kami harapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

Tasikmalaya, 26 April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ................................................................................................... 2


2.2 Penggolongan Obat-obat Sistem Pencernaan ............................................ 5
2.3 Anatomi Fisiologi Sistem Organ Pencernaan ............................................ 10
2.4 Mekanisme Kerja Sistem Pencernaan ........................................................ 20
2.5 Obat - obat Gangguan Sistem Pencernaan ................................................ 25
2.6 Contoh obat dari masing-masing golongan obat sistem pencernaan.......... 30
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Setiap mahluk hidup pasti membutuhkan makanan dan memiliki system pencernaan
sesuai denga kebutuhan hidupnya. Makanan di butuhkan mahluk hidup untuk tetap bertahan
hidup dan untuk melanjutkan keturunan. Makanan setiap jenis mahluk hidup berbeda-beda,
dari bahan organic maupun non organic, seperti planton ataupun unsure hara. Oleh karena itu
mahluk hidup ada yang dapat membut makanannya sendiri (autrotof) seperti tumbuhan hijau
dan euglena, dan ada yang tidak bisa membuat makanannya sendiri(heterotof) seperti
manusia dan hewan.

Sebagian besar hewan tidak dapat membuat makanannya sendiri, sehingga ada yang
di sebut dengan hewan pemakan tumbuhan(herbivora), hewan pemakan daging(karnivora),
dan hewan pemakan daging dan tumbuhan(omnivora). Berdasarkan hal tersebut system
pencernaan makanan pada hewan pun berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan dan tempat
hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pencernaan?


2. Bagaimana proses mekanisme kerja dari sistem pencernaan?
3. Apa saja golongan obat sistem pencernaan dan bagaimana mekanisme kerja, efek
samping, serta interaksi yang terjadi dari golongan obat-obat tersebut?
4. Apa saja contoh obat dari masing-masing golongan tersebut?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut.


1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari sistem pencernaan.
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari sistem pencernaan.
3. Untuk mengetahui golongan obat apa saja yang digunakan untuk sistem
pencernaan serta bagaimana mekanisme, efek samping dan interaksinya.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh obat dari masing-masing golongan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pengertian
Sistem pencernaan berurutan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya
untuk diproses oleh tubuh. Makanan dalam arti “Biologis” adalah tiap zat atau bahan
yang dapat digunakan dalam metabolisme guna memperoleh bahan-bahan untuk
membangun atau memperoleh tenaga (Energi) bagi sel. Untuk dapat digunakan dalam
metabolism, maka makanan itu harus ke dalam sel (Irianto,kus.2005).

Fungsi utama system pencernaan adalah menyediakan zat nutrisi yang sudah
dicerna secara berkesinambungan untuk didistribusikan kedalam sel melalui sirkulasi
dengan unsure – unsure air, elektrolit, dan zat gizi. Sebelum zat ini diserap oleh tubuh,
makanan harus bergerak sepanjang saluran pencernaan( Syafuddin. 2009 ).

Sistem pencernaan makanan dimulai didalam mulut dimana makanan dihaluskan


sambil diaduk dengan ludah yang mengandung suatu enzim amilase yaitu ptialin, yang
berfungsi menguraikan karbohidrat. Setelah itu ditelan dan adukan dilanjutkan dengan
gerakan peristaltik ke lambung dengan bantuan getah lambung yang terdiri dari asam
lambung dan pepsin, yaitu suatu enzim proteolitik yang disekresi oleh selaput lendir
lambung. Pencernaan dilanjutkan didalam usus yang dibantu oleh enzim-enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh pancreas dan mukosa usus. Setelah terbentuk zat-zat
gizi yang sangat halus dan mudah diserap oleh tubuh maka sisa makanan masuk ke usus
besar dan diolah oleh flora normal usus hingga siap untuk dibuang. Di seluruh lambung
usus inilah dapat timbul pelbagai gangguan penyakit baik yang disebabkan oleh
terganggunya produksi enzim pencernaan maupun yang disebabkan oleh infeksiinfeksi
usus oleh kuman dan cacing.

Proses pencernaan dibagi menjad dua yaitu :

1. Pencernaan mekanis
Pencernaan mekanis yaitu proses pengubahan molekul kompleks menjadi
molekular mekanis, misalnya penghancuran makanan dengan gigi atau oleh otot
lambung.

2. Pencernaan kimiawi
Pencernaan kimiawi adalah proses pengubahan senyawa organic yang ada dalam
bahan makanan dari bentuk yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana
dengan bantuan enzim (Anonim, 2011).

Saluran pencernaan pada manusia dimulai dari rongga mulut dan diakhiri oleh anus (
lubang pelepasan ). Adapun alat – alat dari system pencernaan yaitu terdiri dari :

1. Rongga Mulut
Rongga mulut dibagian depan dibatasi oleh bibir, dibagian belakang oleh
dinding faring posterior, dibagian lateral selaput lender bukalis dan tonsil, dibagian
atas palatum durum dan palatum molle dan dibagian bawah oleh dasar mulut.
Didalam rongga mulut terdapat gigi, lidah dan kelenjar pencernaan yaitu berupa
kelenjar ludah. Gigi dan lidah berguna untuk memecahkan makanan secara
mekanik. Kelenjar ludah menghasilkan enzim ptyalin yang mencerna hidrat arang.
Rongga mulut ( mouth cavity ) mempunyai panjang 15 – 20 cm dengan diameter
10 cm. Didalam mulut sudah mulai terjadi proses penyerapan dengan mekanisme
difusi pasif ( transport pasif ) dan transport konvelisif ( pori ). Dalam mulut
terdapat enzim ptyalin, maltase, dan musin. Sekresi air ludah 500 – 1500 ml per
hari dengan pH 6,4

2. Faring
Daerah faring merupakan persimpangan dari rongga mulut ke
kerongkongan dan dari rongga hidung ke tenggorok. Pada saat menelan makanan,
maka lubang ke saluran napas ditutup oleh anak tekak sehingga makanan akan
terdorong ke kerongkongan.

3. Esofagus
Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm
dan diameter 2 cm. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea,
anterior terhadap vertebrata, setinggi C6 menembus diafragma sampai torakal
11.Saluran pencernaan sesudah mulut adalah kerongkongan ( esophagus ).
Esofagus adalah saluran yang terdapat dibelakang rongga mulut yang
menghubungkan rongga mulut dengan lambung. Dinding kerongkongan dibentuk
oleh otot – otot melingkar yang bergerak tanpa kita sadari. Gerakannya disebut
gerak peristaltic, yaitu gerakan otot lingkar yang mengkerut – kerut seperti
meremas – remas sehinga makanan dapat masuk kedalam lambung. Esofagus
mempunyai Ph cairannya 5 – 6, tidak terdapat enzim maupun absorbs. Getah
lambung dihasilkan oleh kelenjar yang terdapat pada dinding lambung, dimana
dinding lambung menghasilkan asam lambung berupa asam klorida, pepsinogen,
rennin lipase lambung, dan mucin.

4. Lambung ( Ventrikulus )
Lambung atau perut besar merupakan organ yang terletak didalam rogga perut
yaitu terletak disebelah kiri atas, dibawah sekat rongga dada ( Diafragma ).
Lambung merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara esophagus
dan usus halus, sebelah kiri abdomen dan di bagian depan pancreas dan limpa
yang dibentuk oleh otot polos yang tersusun secara memanjang. Lambung
merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltic,
terutama didareah epigaster. Variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah
makanan yang masuk, adanya gelombang peristaltic tekanan organ lain dan postur
tubuh. Lambung disebut juga gaster yang panjangnya 20 cm dengan diameter 15
cm dan pHnya 1 – 3,5. Cairan lambung yang disekresi sekitar 2000 – 3000
ml/hari. Kapasitas lambung kira – kira 1,2 liter dan bila kosong 100 liter.

5. Usus halus ( Intestinum minor )


Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya sekitar 6 meter dan
merupakan saluran pencernaan yang paling panjang. Usus halus merupakan
kelanjutan dari saluran pencernaan setelah lambung. Bentuk dan susunannya
berupa pipa kecil yang berkelok – kelok didalam rongga perut diantara usus besar
dan dibawah lambung. Makanan dapat masuk karena adanya gerakan yang
memberikan permukaan yang lebih luas. Banyaknya jonjot – jonjot pada tempat
absorbsi memperluas permukaannya. Usus halus terdiri dari usus dua belas jari (
duodenum ) panjangnya sekitar 25 cm dengan diameter 5 cm dan pHnya 6,5 – 7,6,
usus kosong ( jejunum ) panjangnya 300 cm diameter 5 cm dengan pH 6,3 – 7,3,
usus penyerapan ( ileum ) panjangnya 300 cm diameter 2,5 – 5 cm dengan pH 6,3
– 7,3. Usus halus sebagai sistem pencernaan secara enzimatis menghasilkan enzim
– enzim yang diantaranya erepsin, maltase, sukrosa, dan laktase.

6. Usus besar ( Intestinum mayor )


Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas
atau berdiameter besar dengan panjang 1,5 – 1,7 meter dan penampang 5 – 6 cm.
Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun seperti huruf U
terbalik dan mengelilingi usus halus dari valvula ileoskalis sampai keanus. Usus
besar terdiri dari 3 bagian yaitu cecum, colon, dan rektum. Lapisan – lapisan usus
besar terbagi atas beberapa kolon yaitu asendens, transversum, desendens, dan
sigmoid.

7. Regtum
Regtum terletak dibawah kolon signoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pullvis didepan os sakrum dan os
koksigis. Regtum panjangnya 15 – 19 cm, diameter 2,5 cm dengan pH 7,5 – 8,0

8. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan regtum
dengan bagian luar atau sebagai tempa keluarnya feses (Anonim,2013).

Sistem pencernaan pada menusia ini sering terjadi gangguan dan penyakit,
sehingga kalau tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan kematian.
Gangguan dan penyakit pada sistem pencernaan tidak mengenal usia dan kelamin.
Mulai dari bayi, balita, remaja, dewasa dan orang tua, laki-laki atau perempuan.
Gangguan pencernaan (dispepsia atau sakit perut) merupakan suatu hal yang
menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan di perut bagian atas. Gangguan
pencernaan bukanlah penyakit, melainkan kumpulan gejala, termasuk kembung,
bersendawa dan mual.mestipun gangguan umum dirasakan oleh orang,namun di
setiap orag mengalai gangguan pencernaan yang berbeda-beda. (Darwis 2012 : 1)

2.2 Penggolongan Obat-obat Sistem Pencernaan


1. ANTASIDA
Antasida (anti = lawan, acidus = asam) adalah basa-basa lemah yang
digunakan untuk menetralisir kelebihan asam lambung yang menyebabkan
timbulnya penyakit tukak lambung atau sakit maag, dengan gejala nyeri hebat yang
berkala. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala, mempercepat
penyembuhan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis, mengatasigejala dyspepsia
(ulkus dan don ulkus), gastro-esophageal refluxdisease, hiperfosfatemia.
Efek samping
Konstipasi, mual, muntah, deplesi posfat, penggunaan dalam dosis besar dapat
menyebabkan penyumbatan usus, hipofosfatemia,hipercalciuria, peningkatan
resiko osteomalasia, demensia, anemiamikrositik pada penderita gagal ginjal.

Mekanisme Kerja
Aluminium hidroksida bekerja dengan cara menetralisir asam lambung yang ada.
Dengan demikian, obat ini melindungi dinding lambung dari peradangan akibat
asam yang berlebihan.
Interaksi Obat
Penyerapan aluminium hidroksida oleh tubuh akan meningkat jika dikonsumsi bersama
dengan vitamin C dan asam sitrat. Aluminium hidroksida dapat mengganggu
penyerapan penicillin, tetracycline, indometacin, phenylbutazone, quinidine, digoxin,
suplemen zat besi, naproxen, sejumlah vitamin, dan sulfonamide. Oleh karena itu,
pasien sebaiknya menunggu 2 jam sebelum atau sesudah menggunakan antasida ini
jika ingin mengonsumsi obat lain. Magnesium Hidroksida
Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis
Efek Samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan depresinafas,
mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus, hipotensi,mengantuk, lemah otot, nadi
melemah dan henti jantung (pada kelainanginjal yang berat).
Mekanisme Kerja
Magnesium Hidroksida adalah antasida yang digunakan bersama-sama dengan
Aluminium Hidroksida untuk menetralisir asam lambung. Hal ini mengingat dari
karakteristik Magnesium Hidroksida itu sendiri yang larut dalam asam encer. Di
dalam tubuh manusia, kelenjar lambung setiap harinya memproduksi cairan
lambung yang bersifat asam. Cairan ini mengandung HCl dengan konsentrasi
sekitar 0,03 M, hal ini menyebabkan lambung bersifat asam dengan pH sekitar 1,5.
Produksi asam lambung yang berlebihan akan menyebabkan penyakit tukak
lambung atau maag. Reaksi Magnesium Hidroksida di dalam lambung berlangsung
sebagai berikut:
Mg(OH)2 + 2 HCl → MgCl2 + 2 H2O
Magnesium Hidroksida bereaksi dengan asam lambung menghasilkan magnesium
klorida dan air. Selain menetralkan asam lambung, antasida juga meningkatkan
pertahanan mukosa lambung denagn memicu produksi prostaglandin pada mukosa
lambung, tetapi ketika jumlahnya berlebih akan menjadi obat pencahar yang
menyebabkan diare.
Interaksi Obat
Antikoagulan (misalnya warfarin) karena Magnesium Hidroksida meningkatkan
risiko efek samping antikoagulan. Antijamur azole (misalnya ketoconazole),
bisphosphonate (misalnya alendronate), resin pengganti kasion (misanya sodium
polystyrene sulfonate), cephalosporin (misalnya cephalexin), mycophenolate,
penicillamine, antibiotik quinolone (misalnya ciprofloxacin), atau tetracycline
(misalnya doxycycline) karena Magnesium Hidroksida dapat mengurangi
efektivitas obat.
Magnesium Trisilikat
Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, hiperasiditas gastrointestinal
Efek Samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan depresinafas,
mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus, hipotensi,mengantuk, lemah otot, nadi
melemah dan henti jantung (pada kelainanginjal yang berat).
Mekanisme Kerja
Netralisasi asam lambung
Interaksi Obat
Magnesium Trisilicate / Sorbitol dapat berinteraksi dengan obat dan produk
berikut ini: Abacavir, Aspirin, Dolutegravir, Lamivudine, Paricalcitol,
Raltegravir, Sodium polystyrene sulfonate
Kalsium Karbonat
Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, heartburn, hiperasiditas GI, Menghilangkan gangguan
lambung yang disebabkan oleh hiperasiditas, tukak lambung, ulkus duodenum,
gastritis
Efek Samping
Dapat terjadi konstipasi, kembung (flatulen) karena pelepasan karbondioksida
(CO2), dosis tinggi atau pemakaian jangka waktu panjang menyebabkan
hipersekresi asam lambung dan acid rebound, muntahdan nyeri abdomen (perut),
hiperkalsemia (pada gangguan ginjal atau setelah pemberian dosis tinggi),
alkalosis
Mekanisme Kerja
Kalsium karbonat merupakan garam organik dasar yang dapat menetralisir asam
hidroklorida dalam sekresi lambung. Senyawa ini membentuk kalsium klorida,
karbondioksida dan air setelah menetralisir hidroklorida. Sekitar 90 % kalsium
klorida akan dirubah dalam bentuk garam kalsium yang tidak larut yaitu kalsium
karbonat dan sedikit kalsium fosfat serta sabun kalsium pada usus halus. Kalsium
klorida bekerja sebagai antasid dengan cara menyeimbangkan asam basa di
lambung, menghambat kerja pepsin dengan meningkatkan pH serta meningkatkan
sekresi bikarbonat dan prostaglandin. Dalam bentuk suplemen, kalsium karbonat
bekerja secara langsung meningkatkan kadar kalsium dalam tubuh.

Interaksi Obat
Kalsium karbonat dapat menghambat penyerapan beberapa jenis obat seperti
antibiotik tetrasiklin (doksisiklin, minosiklin), antibotik jenis kuinolon
(ciprofloxacin, levofloxacin), obat jenis kortikosteroid, atenolol, besi, alendonate,
natrium flouride, zinc dan obat tipe kalsium channel blocker. Oleh karena itu
penggunaan bersamaan dengan beberapa jenis obat ini sebaiknya dihindari.
Konsumsi bersamaan dengan diuretik jenis thiazide dan vitamin D dapat
meningkatkan risiko sindrom milk-alkali dan hiperkalsemia. Dapat meningkatkan
efek negatif pada jantung jika dikonsumsi bersamaan dengan digitalis glycosides
dan dapat memperbesar risiko keracunan digitalis.
Bismuth Subnitrat
Indikasi
Astringen saluran pencernaan serta untuk mengatasi infeksi pada saluran
cerna.obat penenang,zat dan menyebabkan pergantian. digunakan di dispepsia
lemah, iritasi lambung (bentuk lebih ringan), pyrosis, gas-trodynia, ulkus
lambung,diare dari kelemahan, dll, laringitis kronis, epilepsi, kurap(dalam
bentuk salep) untuk lemak penyakit kulit kronis,klorosis, bila besi tidak
ditoleransi, dll.
Efek Samping
Gelap dari tinja, muntah, buang air kecil menurun, mulut kering, detak jantung
cepat, pusing
Mekanisme Kerja
Dapat membentuk lapisan pelindung yang menutupi tukak, lagipula berkhasiat
bakteriostatik terhadap Helicobacter pylori.

Interaksi Obat
Bismuth Subnitrate dapat berinteraksi dengan obat dan produk berikut ini:
Acetazolamide, Corticosteroids, Methotrexate, Valproic acid.

Natrium Bikarbonat
Indikasi
Menetralkan asam darah (pada keadaan asidosis) dan urine yang terlalu asam.
Pada orang-orang yang berisiko, urine yang terlalu asam dapat memicu
timbulnya batu ginjal. Selain itu, natrium bikarbonat juga dapat berperan
sebagai antasida, yaitu obat yang menetralkan asam lambung.
Efek Samping
Mual, perut kembung, kram perut darah menjadi basa (alkalosis), sehingga
menimbulkan keluhan kedutan pada otot, kaku, dan cepat marah, peningkatan
kadar natrium. Karena zat yang bersifat basa, natrium bikarbonat suntikan dapat
mengakibatkan trauma pada pembuluh darah dan sel, sehingga mengakibatkan
selulitis, luka, dan kematian jaringan.
Mekanisme Kerja
Natrium bikarbonat bekerja pada tubuh sebagai alkalizer sistemik. Dengan
meningkatkan plasma bikarbonat pada darah, senyawa ini menyangga
konsentrasi ion hidrogen berlebih sehingga meningkatkan pH darah. Selain itu,
senyawa ini juga bertindak sebagai alkalizer pada urin dengan meningkatkan
ekskeresi ion bikarbonat bebas dalam urin sehingga secara efektif meningkatkan
pH urin. Pada kondisi urin yang basa, penghancuran batu asam urat dapat
dilakukan. Senyawa ini juga bersifat antasida yang mampu menetralkan atau
menyangga kondisi lambung yang asam sehingga meningkatkan pH lambung
sehingga memberikan kelegaan pada gejala penyakit yang disebabkan oleh
meningkatnya asam lambung.
Interaksi Obat
Jika dikonsumsi secara bersamaan, beberapa obat dapat mempengaruhi kinerja
natrium bikarbonat dalam tubuh pasien. Beberapa obat tersebut adalah:
Memantine, Acetazolamide, Aspirin, Kortikosteroid.
Natrium bikarbonat dapat menurunkan efektivitas beberapa obat berikut ini:
Sukralfat, Pazopanib, Suplemen zat besi, Anti-jamur golongan Azole seperti
ketoconazole dan fluconazole, Ampicilin.
Antagonis Reseptor H2 (H2 Bloker)
Indikasi
Semua antagonis reseptor-H2 mengatasi tukak lambung dan duodenum
dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat penghambatan
reseptor histamin-H2. Obat ini dapat juga digunakan untuk mengatasi gejala
refluks gastroesofagus (GERD). Meskipun antagonis reseptor-H2 dosis tinggi
dapat digunakan untuk mengatasi sindroma Zollinger-Ellison, namun
penggunaan penghambat pompa proton lebih dipilih.
Efek Samping
Efek samping antagonis reseptor-H2 adalah diare dan gangguan saluran
cerna lainnya, pengaruh terhadap pemeriksaan fungsi hati (jarang, kerusakan
hati), sakit kepala, pusing, ruam dan rasa letih. Efek samping yang jarang
adalah pankreatitis akut, bradikardi, AV block, rasa bingung, depresi dan
halusinasi, terutama pada orang tua atau orang yang sakit parah, reaksi
hipersensitifitas (termasuk demam, artralgia, mialgia, anafilaksis), gangguan
darah (termasuk agranulositosis, leukopenia, pansitopenia, trombositopenia)
dan reaksi kulit (termasuk eritema ultiform, dan nekrolisis epidermal yang
toksik). Dilaporkan juga kasus ginekomastia dan impotensi, namun jarang
terjadi.
Mekanisme Kerja
Antagonis reseptor H2 menghambat secara sempurna sekresi asam lambung
yang sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat
secara parsial sekresi asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh
asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi dengan melihat kembali mekanisme
sintesis asam lambung di sel parietal. Antagonis reseptor H2 juga
menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh makanan, insulin,
kafein, pentagastrin, dan nokturnal. Antagonis reseptor H2 mengurangi
volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Seluruh senyawa yang termasuk
antagonis reseptor H2 efektif menyembuhkan tukak lambung maupun tukak
duodenum. Secara umum kekambuhan setelah terapi umumnya berhenti (60-
100%).
Interaksi Obat
Simetidin menghambat metabolisme obat secara oksidatif di hati dengan cara
mengikat sitokrom P450 di mikrosom. Penggunaannya sebaiknya dihindari
pada pasien yang sedang mendapat terapi warfarin, fenitoin dan teofilin (atau
aminofilin), sedangkan interaksi lain, mungkin kurang bermakna secara
klinis. Famotidin, nizatidin, dan ranitidin tidak memiliki sifat menghambat
metabolisme obat seperti halnya simetidin.
Penghambat Pompa Proton
a. Indikasi
Golongan obat maag yang digunakan untuk menurunkan asam lambung,
menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat sistem enzim
adenosin trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal
lambung. Penghambat pompa proton efektif untuk pengobatan jangka pendek
tukak lambung dan duodenum. Selain itu, juga digunakan secara kombinasi
dengan antibiotika untuk eradikasi H. pylori.
b. Efek Samping
Bisa dikatakan PPI adalah obat maag yang sangat ditoleransi dengan baik dan
aman, namun seaman-amannya obat, pastilah ada efek yang tidak diinginkan.
Bagaimana pun, asam lambung memiliki manfaat bagi tubuh, sehingga jika
produksinya ditekan, ini bisa memudahkan bakteri untuk berkembang di
antaranya Clostridium difficile yang menyebabkan diare. Beberapa patogen
pun bisa berkoloni di saluran atas pencernaan dan memicu pneumonia.
Pemakaian jangka panjang PPI juga bisa mengganggu penyerapan beberapa
nutrisi seperti magnesium, kalsium, vitamin B12, dan zat besi. Seiring
pemakaiannya yang sering dan cenderung berlebihan, sekelompok ahli baru-
baru ini mengeluarkan aturan baru tentang pembatasan penggunaan PPI.
c. Mekanisme Kerja
Obat maag jenis PPI bekerja dengan cara menghambat pompa asam sehingga
asam lambung tidak bisa dikeluarkan ke lumen lambung, dan mengurangi
produksi asam lambung secara signifikan.
Obat maag ini berfungsi meredakan gejala refluks asam atau GERD
(gastroesophageal reflux disease), mengobati tukak lambung dan usus (peptic
ulcer disease, luka pada mukosa lambung dan usus), dan mengobati kerusakan
esofagus bagian bawah yang disebabkan oleh refluks asam.
d. Interaksi Obat
PPI menghambat aktivitas beberapa enzim sitokrom P450 di hati dan
karenanya dapat menurunkan klirens benzodiazepin, warfarin, fenitoin dan
banyak obat lainnya. Dilaporkan bahwa terjadi toksisitas ketika disulfiram
diberikan bersamaan dengan PPI.
Golongan Obat Digestiva
Digestiva adalah obat-obat yang digunakan untuk membantu proses pencernaan lambung
usus terutama pada keadaan defisiensi zat pembantu pencernaan. Disebut juga obat-obat
pencernaan. Proses pencernaan makanan dipengaruhi oleh HCl (asam lambung), enzim
pencernaan dan empedu.
Adapun secara garis besar sediaan digestan yang bermanfaat adalah sebagai berikut:
Obat Yang Bekerja Pada Kandung Empedu
Empedu terdiri dari asam empedu (asam kolat) dan asam kenodeoksikolat serta
kolesterol dan fosfolipid. Zat empedu yang penting untuk manusia ialah garam natrium
asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Guna empedu yang berhubungan dengan
pencernaan dan absorbsi lemak yaitu :

Membantu proses emulsifikasi dan absorpsi lemak


Mempertinggi daya kerja lipase
Membantu peroses absrobsi vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K)
Guna preparat empedu peroral adalah :
Membantu pencernaan dan penyerapan dalam usus (lemak)
Merangsang pengeluaran empedu dari hati (cholereatic)
Melarutkan & mengeluarkan batu empedu (cholagoga)
Mengobati dan melindungi hati terhadap penyakit kuning dan hati yang mengeras.
Asam-asam empedu meningkatkan sekresi empedu dan disebut zat koleretik, garam
empedu kurang memperlihatkan aktivitas koleretik. Asam dehidrokolat suatu kolat
semisintetik terutama aktif untuk merangsang empedu dengan BM (Berat molekul)
rendah karena itu dinamakan zaat hidrokoleretik. Zat ini hanya merangsang pengeluaran
empedu dan bukan prosuksi empedu. Berbeda dengan asam kolat, asam kenodeoksikolat
menurunkan kadar kolesterol dalam empedu. Obat ini berguna untuk mengatasi batu
kolesterol kandung empedu pada pasien tertentu.
Asam kenodeoksikolat bekerja dengan menurunkan absorpsi kolesterol dari usus dan
menurunkan sintesis kolesterol. Bila kadar asam kenodeoksikolat mencapai 70 %
empedu total, maka larutan empedu yang tadinya jenuh kolesterol menjadi tidak jenuh.
Garam empedu menurunkan resistensi mukosa saluran cerna terhadap asam
lambung. Kenyataan ini diduga mempunyai implikasi terhadap terjadinya gastritis, tukak
peptik dan refluks esofagus. Efek samping yang umum terjadi diantaranya: Diare, sering
membaik secara spontan. Feses lembek. Nyeri abdomen parah pada bagian kanan atas.
Pengerasan jaringan hati. Gangguan fungsi hati yang parah. Pengerasan batu empedu
karena penumpukan kalsium. Ruam (urticarial). Kontraindikasi: batu radio-opak,
kehamilan, kontrasepsi bukan hormonal harus digunakan oleh perempuan usia
produktif), kandung empedu tidak berfungsi, penyakit hati kronik, penyakit radang dan
kondisi lain dari usus halus dan kolon yang mengganggu entero-hepatik garam-garam
empedu.
Enzym Pencernaan.
Yang sering digunakan adalah :
Asam hidroklorida (HCl)
Asam klorida (HCl) adalah suatu cairan yang dikeluarkan oleh dinding lambung
yang memiliki fungsi utama:
Mengubah pepsinogen yang dihasilkan selaput lambung menjadi pepsin
Membuat suasana lambung jadi asam sehingga mempermudah penguraian
protein menjadi peptida
Membantu proses absorpsi garam kalsium dan besi
Membantu merangsang pengeluaran getah lambung, pankreas dan hati.
Pada keadaan kekurangan asam lambung disebabkan aklorhidri, sehingga sebagai
pengganti perlu diberikan HCl dari luar. Pemakaian HCl tersebut harus dalam keadaan
cukup encer agar tidak menghancurkan selaput lendir lambung.
Enzym Lambung (pepsin)
Pepsin merupakan enzym yang disekresi mukosa lambung berfungsi
menguraikan protein menjadi peptida, enzym ini disebut juga protease.
Pepsin adalah enzim proteolitik yang kurang penting dibanding dengan enzim
pankreas. Pada defisiensi pepsin, tidak ditemukan gejala yang serius. Defisiensi
pepsin total ditemukan pada pasien aklorhidria. Kegagalan lambung untuk
mensekresi pepsin dan asam dengan rangsangan yang adekuat disebut akilia
gastrika, sering terjadi pada pasien anemia pernisiosa dan karsinoma lambung.
Enzym Pankreas (pancreatin)
Enzim pankreas dalam sediaan dikenal sebagai pankreatin dan pankrelipase.
Kedua zat tersebut mengandung amilase, tripsin (protease) dan lipase. Pankrelipase
berasal dari pankreas hewan, aktivitas lipasenya relatif lebih tinggi daripada
pankreatin.
Pankrelipase diindikasikan pada keadaan defesiensi sekret pankreas misalnya
pada pankreatitis dan mukovisidosis. Ennzim ini dirusak asam lambung sehingga
harus dibuat dalam bentuk tablet enteral.
Enzim pankreas sedikit sekali menyebabkan efek samping. Dosis tinggi dapat
menyebabkan mual dan diare dan juga hiperurisemia.
Penggantian enzym pankreas (pankreatin suplemen) diperlukan bila sekresi
pankreas terganggu (dapat karena pembedahan pankreas, tersumbatnya pankreas
atau karena kancer pankreas).
Enzym ini terdiri dari :
Amylase (pencernaan K- hidrat)
Trypsin-chemotrypsin (pencerna protein)
Lipase (pencerna lemak dengan bantuan empedu)

Tidak semua orang boleh menggunakan obat ini, penderita yang diketahui memiliki
kondisi di bawah ini tidak boleh menggunakan: Orang yang memiliki riwayat
hipersensitif terhadap kandungan obat ini. Penderita pankreatitis akut atau pankreatitis
akut dalam masa eksaserbasi. Efek samping yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu:
Mual, muntah dan tidak nyaman di perut. Iritasi pada area bukal dan perianal terutama
pemberian dosis tinggi pada anak-anak.

Penggolongan.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antasida dapat

digolongkan menjadi dua yaitu :

1) Anti Hiperaciditas

Obat dengan kandungan aluminium dan atau magnesium ini bekerja secara
kimiawi dengan mengikat kelebihan HCl dalam lambung. Magnesium atau
aluminium tidak larut dalam air dan dapat bekerja lama di dalam lambung sehingga
tujuan pemberian antasida sebagian besar dapat tercapai. Sediaan yang
mengandung magnesium dapat menyebabkan diare (bersifat pencahar) sedangkan
sediaan yang mengandung aluminium dapat menyebabkan konstipasi (sembelit)
maka biasanya kedua senyawa ini dikombinasikan. Persenyawaan molekul antara
Mg dan Al disebut hidrotalsit. (aluminium hidroksida, magnesium karbonat,
magnesium trisilikat, kompleks aluminium magnesium hidrotalsit). Obat dengan
kandungan natrium bikarbonat merupakan antasida yang larut dalam air, dan
bekerja cepat. Tetapi bikarbonat yang terabsorbsi dapat menyebabkan alkalosis bila
digunakan dalam dosis berlebih, terlepasnya CO2 dapat menyebabkan sendawa.
Obat dengan kandungan bismut dan kalsium dapat membentuk lapisan pelindung
pada luka di lambung tetapi sebaiknya dihindari karena bersifat neurotoksik
sehingga dapat menyebabkan encefalopatia (kerusakan otak dengan gejala kejang-
kejang dan kekacauan) juga cenderung menyebabkan konstipasi. Kalsium dapat
menyebabkan sekresi asam lambung berlebih, kelebihan menyebabkan hiper
kalsemia.

2) Perintang reseptor H2 (antagonis reseptor H2)

Semua antagonis reseptor H2 menyembuhkan tukak lambung dan


duodenum dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat hambatan
reseptor H2. Contoh perintang reseptor H2 adalah ratinidin dan simetidin sekarang
dikenal senyawa baru famotidin dan nizatidin. Pengobatan dengan obat-obatan
antasida bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, membuat penderita lebih tenang
dan dapat beristirahat, juga agar penderita tidak mengalami kembung. Antasida
sering dikombinasikan dengan:

a) Anti kolinergik, yaitu zat yang menekan produksi getah lambung dan melawan
kejang- kejang (contohnya ekstrak belladonae).

b) Obat penenang / sedativ, yaitu untuk menekan stress karena dapat memicu sekresi
asam lambung (contohnya klordiazepoksida)

c) Spasmolitik, yaitu untuk melemaskan ketegangan otot lambung – usus dan


mengurangi kejang-kejang (contohnya papaverin)

d) Dimetikon (dimetilpolisiloksan) berfungsi memperkecil gelembung gas yang


timbul sehingga mudah diserap dengan demikian dapat dicegah masuk angin,
kembung, dan sering buang angin (flatulensi).

2. DIGESTIVA
Digestiva adalah obat-obat yang digunakan untuk membantu proses pencernaan
lambung usus terutama pada keadaan defisiensi zat pembantu pencernaan. Disebut
juga obat-obat pencernaan.

Penggolongan

1) Obat yang bekerja pada kandung empedu

Empedu terdiri dari asam empedu (asam kolat) dan asam kenodeoksikolat
serta kolesterol dan fosfolipid. Guna empedu yang berhubungan dengan
pencernaan dan absorbsi lemak yaitu :

 membantu proses emulsifikasi dan absorpsi lemak


 mempertinggi daya kerja lipase
 membantu peroses absrobsi vitamin yang larut dalam lemak(A, D, E, K)
Guna preparat empedu peroral adalah :

 membantu pencernaan dan penyerapan dalam usus (lemak)


 merangsang pengeluaran empedu dari hati (cholereatic)
 melarutkan & mengeluarkan batu empedu (cholagoga)
 mengobati dan melindungi hati terhadap penyakit kuning dan hati yang
mengeras.
2) Enzym pencernaan.

Yang sering digunakan adalah :

 Asam hidroklorida (HCl)


 Enzym lambung (pepsin)
 Enzym pankreas (pancreatin)
Penggantian enzym pankreas (pankreatin suplemen) diperlukan bila sekresi pankreas
terganggu (dapat karena pembedahan pankreas, tersumbatnya pankreas atau karena
kancer pankreas).

Enzym ini terdiri dari :

1. Amylase (pencernaan K- hidrat)

2. Trypsin-chemotrypsin (pencerna protein)

3. Lipase (pencerna lemak dengan bantuan empedu)

Asam klorida (HCl) adalah suatu cairan yang dikeluarkan oleh dinding lambung yang
memiliki fungsi utama:

 mengubah pepsinogen yang dihasilkan selaput lambung menjadi pepsin


 membuat suasana lambung jadi asam sehingga mempermudah penguraian
protein menjadi peptida
 membantu proses absorpsi garam kalsium dan besi
 membantu merangsang pengeluaran getah lambung, pankreas dan hati.
Pada keadaan kekurangan asam lambung disebabkan aklorhidri, sehingga sebagai
pengganti perlu diberikan HCl dari luar. Pemakaian HCl tersebut harus dalam
keadaan cukup encer agar tidak menghancurkan selaput lendir lambung. Pepsin
adalah enzym yang disekresi mukosa lambung berfungsi menguraikan protein
menjadi peptida, enzym ini disebut juga protease.

3. ANTI DIARE
Antidiare adalah obat-obatan yang digunakan untuk menanggulangi atau
mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau kuman, virus, cacing atau
keracunan makanan. Gejala diare adalah buang air besar berulang kali dengan banyak
cairan kadang-kadang disertai mulai (kejang-kejang perut) kadang-kadang disertai
darah atau lendir. Diare terjadi karena adanya rangsangan terhadap saraf otonom di
dinding usus sehingga menimbulkan reflek mempercepat peristaltik usus, rangsangan
ini dapat ditimbulkan oleh :

 infeksi oleh bakteri patogen misalnya bakteri colie


 infeksi oleh kuman thypus (kadang-kadang) dan kolera
 infeksi oleh virus misalnya influenza perut dan “travellers diarre”
 akibat dari penyakit cacing (cacing gelang, cacing pita)
 keracunan makanan atau minuman
 gangguan gizi
 pengaruh enzym tertentu
 pengaruh saraf (terkejut, takut dan sebagainya)
Diare juga dapat merupakan salah satu gejala penyakit seperti kanker pada usus

Penggolongan

Obat – obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :

1. Kemoterapi

2. Obstipansia

3. Spasmolitik

Sebelum diberikan obat yang tepat maka pertolongan pertama pengobatan diare
akut seperti pada gastro enteritis ialah mencegah atau mengatasi pengeluaran cairan
atau elektrolit yang berlebihan (dehidrasi) terutama pada pasien bayi dan usia lanjut,
karena dehidrasi dapat mengakibatkan kematian. Gejala dehidrasi : haus, mulut dan
bibir kering, kulit menjadi keriput (kehilangan turgor), berkurangnya air kemih, berat
badan turun dan gelisah. Pencegahan dehidrasi dilakukan dengan pemberian larutan
oralit, yaitu campuran dari :

 NaCl 3,5 gram


 KCl 1,5 gram
 NaHCO3 2,5 gram
 Glukosa 20 gram
Atau dengan memberikan larutan infus secara intra vena antara lain

 Larutan NaCl 0,9 % ( normal saline )


 Larutan Na. Laktat majemuk ( ringer laktat )
Setelah itu dapat diberikan obat-obatan lain yang dipilih berdasarkan jenis penyebab
diare melalui pemeriksaan yang teliti.

1) Kemoterapi

Untuk terapi kausal yaitu memusnahkan bakteri penyebab penyakit digunakan


obat golongan sulfonamida atau antibiotika

2) Obstipansia

Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare, yaitu dengan
cara :

o menekan peristaltik usus, misalnya loperamid


o menciutkan selaput usus atau adstringen, contohnya tannin
o pemberian adsorben untuk menyerap racun yang dihasilkan bakteri atau
racun penyebab diare yang lain misalnya, carboadsorben, kaolin
o pemberian mucilagountuk melindungi selaput lendir usus yang luka
3) Spasmolitika

Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada
diare misalnya Atropin sulfat

Ada beberapa penyakit infeksi usus lain yang menyebabkan diare, antara lain:

 Kolera
Penyakit infeksi usus disebabkan bakteri Vibrio cholarae asiatica atau
Vibrio cholerae eltor. Gejala-gejala kolera adalah diare seperti air beras,
muntah-muntah dan kejang-kejang, anuria (terhentinya pengeluaran air seni).
Pengobatannya adalah dengan pemberian oralit atau teh susu untuk
menghindari bahaya dehidrasi disusul dengan pemberian antibiotik
(tetrasiklin, kloramfenicol) sebagai terapi kausal.
 Disentri basiler
Disebut juga shigellosis adalah penyakit infeksi usus yang diakibatkan
oleh beberapa jenis basil gram negatif genus shigella. Ciri-ciri penyakit :
- Kejang dan nyeri perut
- Mulas waktu buang air besar
- Diare berlendir dan berdarah
Obat-obat yang biasa dipakai antara lain :
- Golongan sulfonamida (sulfadiazin dan derivatnya serta kotrimoksazol)
- Golongan antibiotik (ampisilin, tetrasiklin)
 Thypus
Disebabkan oleh salmonella typhosa yang menyerang usus penderita dengan gejala
demam tinggi secara berkala, nyeri kepala, lidah menjadi putih dan bila terjadi
perforasi usus, terjadi diare berdarah.
Pengobatan thypus :
- Chloramfenicol : merupakan obat pilihan (drug of choice) . Efek samping
mengakibatkan anemia aplastis
- Kotrimoksazol merupakan obat pilihan lainnya pada pemakaian lama (lebih dari 14
hari) dapat menimbulkan gangguan darah.
- Antibiotik lain seperti ampisilin – amoksisilin dan tetrasiklin, baru digunakan bila
terjadi resistensi terhadap chlorampenicol atau kotrimoksazol.

Obat Golongan Antispasmodik


Antispasmodik tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat alergi terhadap
obat-obat spasmodik sebelumnya. Selain itu penggunaan antispasmodik juga perlu
diawasi pada penderita dengan kondisi berikut: Pembesaran prostat, masalah buang air
kecil, perdarahan yang aktif, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati.
Interaksi obat
Interaksi Antispasmodik dengan Antibiotik( golongan Peptida)
Golongan Peptida (Polimiksin B,Kolistin), Linkolisin dan Klindamisin.
Penderita dengan pengobatan salah satu Antibiotik di atas harus disertai
pertimbangan tentang : besarnya dosis,penggunaan garam Ca bila pernafasan
spontan tidak segera kembali.
Interaksi dengan obat lain
Antikolinestirase (neostigmin,piridostigmin,edrofonium). Atropin diberikan
bersama untuk mencegah perangsangan reseptor muskarinik. Antikolinesterase
bekerja sinergik dengan obat pelumpuh otot secara depolarisasi peristen
menghasilkan hambatan neuromuskuler.

Efek samping yang cukup sering ditemukan pada pemakaian obat antispasmodik ialah:

Sulit buang air besar (konstipasi);


Berkurangnya produksi keringat;
Pusing;
Mulut dan tenggorokan terasa kering;
Kulit kering.

Efek samping lainnya yang lebih jarang terjadi tetapi pernah dilaporkan adalah:

Perut terasa kembung.


Pandangan kabur.
Sulit buang air kecil.
Sakit kepala.
Mual.
Muntah.
Perasaan lemas.
Sakit tenggorokan.

Golongan Obat Antidiare


Golongan Antidiare
Kemoterapeutika

Pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa pengecualian
dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa
bakteri dan protozoa. Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya
diare dan mungkin mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk
terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare dengan antibiotika
(tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon)

Obstipansia untuk terapi simtomatis yang menghentikan diare dengan beberapa cara
yaitu:
Zat penekan peristaltik usus: Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas
saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Adsorbensia : Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah
mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi
permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat merusak
serta menembus mukosa usus.
Adstrigensia: Akan menciutkan selaput lendir usus
Spasmolitik

Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang


mengakibatkan nyeri perut pada diare.

Antimotilitas
Mekanisme
Loperamid: bekerja secara local pada ujung saraf dinding usus besar dengan
menurunkan peristaltik sehingga memperbesar ambilan cairan Opioid: Menstimulasi
aktivasi reseptor μ pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan
meningkatkan konduktansi kaliumnya sehingga menghambat pelepasan asetilkolin
dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus.

Efek Samping Antidiare

Seperti kebanyakan obat-obatan, antidiare juga memiliki beberapa efek samping.


Efek samping dari obat antidiare secara umum diantaranya adalah:

Muntah
Konstipasi
Kram abdomen
Pusing
Mengnatuk
Ileus paralitik
dan perut kembung
Interaksi Obat
Loperamid dan amiodaron dapat meningkatkan kadar loperamid di dalam darah dan
menyebabkan komplikasi yang serius.
Loperamid dan cintemidine dapat meningkatkan kadar loperamid di dalam darah dan
menyebabkan komplikasi yang serius.
Lopermaid pemberian bersama Transqulizer atau alkoho, monoamine oxydase harus
hati-hati
Loperamid dan Ritonavir akan meningkatkan kadar loperamid di dalam darah dan
menyebabkan komplikasi yang serius.

Golongan Obat Laksatif


Golongan Laksatif
Berikut golongan obat-obat pencahar yang biasa digunakan, antara lain:
Bulking agents (gandum, psilium, kalsium polikarbofil dan metilselulosa).
Dapat meningkatkan serat pada tinja. Penambahan serat ini akan merangsang
kontraksi alami usus dan tinja yang berserat lebih lunak dan lebih mudah
dikeluarkan. Bulking agents bekerja perlahan dan merupakan obat yang paling
aman untuk merangsang buang air besar yang teratur. Pada mulanya diberikan
dalam jumlah kecil. Dosisnya ditingkatkan secara bertahap, sampai dicapai
keteraturan dalam buang air besar. Jika menggunakan bahan-bahan ini harus
banyak minum air.
Cara kerja: pencahar ini membentuk gel di tinja yang membantu menahan
lebih banyak air di tinja. Tinja menjadi lebih besar, yang merangsang gerakan
di usus untuk membantu mengeluarkan tinja lebih cepat.
Pertimbangan penggunaan: Ketiganya sama efektif dalam meningkatkan
volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu yang lama tetapi
memerlukan asupan cairan yang cukup. Bulk-forming laxative adalah pilihan
yang baik untuk orang-orang dengan sembelit kronis. Namun, obat-obat ini
membutuhkan waktu lebih lama dari obat pencahar lainnya untuk bekerja.
Anda sebaiknya tidak menggunakannya secara terus-menerus selama lebih
dari satu minggu tanpa berbicara dengan dokter Anda.
Pelunak Tinja Dokusat
Meningkatkan jumlah air yang dapat diserap oleh tinja.
Cara kerja: Obat ini mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan dari tinja,
sehingga memungkinkan air menembus tinja dengan mudah dan menjadikannya lebih
lunak. Peningkatan jumlah serat akan merangsang kontraksi alami dari usus besar dan
membantu melunakkan tinja sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh
Pertimbangan penggunaan: Pelembut tinja cukup ringan untuk mencegah sembelit
dengan penggunaan biasa. Namun, ini adalah pilihan efektif untuk mengobati
sembelit. Pelembut tinja paling baik untuk orang dengan sembelit sementara atau
konstipasi ringan dan kronis.

Pencahar Lubrikan
Minyak mineral akan melunakkan tinja dan memudahkan tinja keluar dari tubuh.
Tetapi bahan ini akan menurunkan penyerapan dari vitamin yang larut dalam lemak.
Jika seseorang yang dalam keadaan lemah menghirup minyak mineral secara tidak
sengaja, bisa terjadi iritasi yang serius pada jaringan paru-paru. Selain itu, minyak
mineral juga bisa merembes dari rektum.
Cara kerja: minyak mineral melapisi tinja dan usus untuk mencegah kehilangan air.
Pencahar ini juga melumasi tinja untuk membantu bergerak lebih mudah.
Pertimbangan penggunaan: minyak mineral tidak untuk digunakan secara teratur. Hal
ini dapat mengganggu penyerapan vitamin larut lemak tubuh, seperti vitamin A, D, E,
dan K. Obat pencahar pelumas biasanya hanya merupakan pilihan yang baik untuk
menghilangkan sembelit jangka pendek.
Bahan Osmotik
Bahan-bahan osmotik mendorong air dalam jumlah besar ke dalam usus besar,
sehingga tinja menjadi lunak dan mudah dilepaskan. Cairan yang berlebihan juga
meregangkan dinding usus besar dan merangsang kontraksi. Pencahar ini
mengandung garam-garam (fosfat, sulfat dan magnesium) atau gula (laktulosa dan
sorbitol). Beberapa bahan osmotik yang mengandung natrium, menyebabkan retensi
(penahanan) cairan pada penderita penyakit ginjal atau gagal jantung, terutama jika
diberikan dalam jumlah besar. Bahan osmotik yang mengandung magnesium dan
fosfat sebagian diserap ke dalam aliran darah dan berbahaya untuk penderita gagal
ginjal.Pencahar ini pada umumnya bekerja dalam 3 jam dan lebih baik digunakan
sebagai pengobatan daripada untuk pencegahan. Bahan ini juga digunakan untuk
mengosongkan usus sebelum pemeriksaan rontgen pada saluran pencernaan dan
sebelum kolonoskopi.
Cara kerja: pencahar ini mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur
distribusi cairan dalam tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spon sehingga
tinja mudah melewati usus.
Pertimbangan penggunaan: Obat pencahar hiperosmolar juga dapat digunakan untuk
jangka waktu yang lebih lama dengan sedikit risiko efek samping. Seperti obat
pencahar pembentuk massal, ini adalah pilihan tepat bagi penderita sembelit kronis
dan mereka membutuhkan waktu lebih lama dari obat pencahar lainnya untuk bekerja.
Sebaiknya tidak menggunakannya secara terus menerus selama lebih dari satu minggu
Pencahar Perangsang
Secara langsung merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi dan
mengeluarkan isinya. Obat ini mengandung substansi yang dapat mengiritasi seperti
senna, kaskara, fenolftalein, bisakodil atau minyak kastor. Obat ini bekerja setelah 6-8
jam dan menghasilkan tinja setengah padat, tapi sering menyebabkan kram perut.
Dalam bentuk supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja
setelah 15-60 menit. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada
usus besar, juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus
menjadi malas berkontraksi (Lazy Bowel Syndromes). Pencahar ini sering digunakan
untuk mengosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan untuk mencegah atau
mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang memperlambat kontraksi
usus besar (misalnya narkotik).
Pertimbangan penggunaan: obat pencahar stimulan tidak boleh digunakan secara
teratur. Bila digunakan secara teratur, bisa menyebabkan dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit.
Efek Samping

Seperti kebanyakan obat-obatan, laksatif juga memiliki beberapa efek samping.


Mulai dari yang ringan hingga berat, namun biasanya efek ini akan berhenti segera
setelah penggunaannya dihentikan. Efek samping obat pencahar umumnya meliputi:

Kembung.
Nyeri perut, kram.
Kelebihan gas perut.
Dehidrasi, hingga membuat pusing, sakit kepala dan urin berwarna lebih gelap.
Kunjungi dokter untuk saran yang lebih lengkap jika Anda masih mengalami
konstipasi setelah minum obat pencahar lebih dari seminggu. Jangan biasakan
langsung mengonsumsi laksatif untuk mengurangi sembelit yang terjadi.
Penggunaan jangka panjang tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan diare
parah, hingga obstruksi usus (saluran usus terhalang oleh kotoran) serta terjadinya
ketidak seimbangan kadar garam dan mineral dalam tubuh.
Interaksi Obat
Beberapa laksatif dapat menimbulkan interaksi dengan obat lain (DRPs).
Parafin liquid dapat mengganggu penyerapan vitamin yang larut lemak.
Laktulosa dapat berinteraksi dengan furosemid, ondansentron bahkan laksatif
yang bergolongan sama seperti PEG. Sedangkan bisakodil memiliki interaksi
dengan beberapa obat yaitu furosemid, albuterol, prednison, trazodone. Dalam
suatu penelitian terdapat kemungkinan interaksi obat antara laksatif laktulosa
dengan diuretik furosemid. Suatu pustaka menyatakan bahwa penggunaan
furosemid bersamaan dengan obat yang memiliki efek laksatif harus
dikonsultasikan dahulu dengan dokter. Mengkombinasikan obat ini, terutama
dalam waktu lama, dapat menyebabkan resiko dehidrasi dan abnormalitas
elektrolit. Pada beberapa kasus berat, dehidrasi dan abnormalitas elektrolit dapat
berujung pada tidak teraturnya ritmik jantung, seizures, dan permasalahan pada
ginjal. Perlu segera menghubungi dokter apabila paien mengalami kemungkinan
gejala seperti deplesi elektrolit dan cairan seperti pusing, mulut kering, rasa
haus, kelelahan, kramp otot, berkurangnya urin, dan detak jantung.

Golongan Obat Kolagoga


Kolagoga adalah zat atau obat yang digunakan sebagai peluruh atau penghancur batu
empedu. Batu empedu merupakan penyakit yang terjadi di saluran atau kandung empedu.
Faktor pencetusnya meliputi Hiperkolesteromia, penyumbatan disaluran empedu dan radang
saluran empedu. Ukuran batu empedu yang dapat diluruhkan oleh obat - obatam kolagoga
adalah batu empedu dengan ukuran kecil hingga sedang.

a. mekanisme kerja

Ada 3 jenis obat - obatan kolagoga dengan dosis pemakaian yang berbeda yaitu:

Asam kenodeoksikolat

10-15 mg/kg bb/hari sebagai dosis tunggal menjelang tidur malam dan dalam dosis
terbagi selama 3-24 bulan (bergantung pada besarnya batu). Pengobatan diteruskan paling
tidak selama 3 bulan setelah batunya melarut. Dianjurkan melakukan diet kolesterol rendah
(meningkatkan laju pelarutan batu empedu sampai 2 kali lipat).

Asam ursodeoksikolat

Pelarutan batu empedu, 8-12 mg/kg bb sehari dalam dosis tunggal menjelang tidur atau
dalam 2 dosis terbagi sampai selama 2 tahun, obat diminum bersama dengan susu atau
makanan; pengobatan dilanjutkan selama 3-4 bulan setelah batunya melarut.

Sirosis empedu primer: 10-15 mg/kg bb sehari dalam 2-4 dosis terbagi.

Pemutusan pemberian asam ursodeoksikolat selama 4 minggu berarti pengobatan harus


dimulai lagi dari awal.

Asam kenat

15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, pagi dan malam sewaktu makan.

Mekanisme kerja dari asam kenodeoksikolat, asam ursodeoksikolat, dan Asam kenat
adalah melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun atas
kolesterol dengan menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi
desaturasi getah empedu.

b. Efek Samping

1) Asam kenodeoksikolat: diare terutama pada dosis awal yang tinggi (kurangi dosis selama
beberapa hari), gatal-gatal, gangguan hati ringan dan transaminase serum naik sementara.

2) Asam urodeoksikolat: mual, muntah, diare, kalsifikasi batu empedu; pruritus, ruam kulit,
kulit kering, keringat dingin, rambut rontok, gangguan pencernaan makanan, rasa logam,
nyeri abdominal, kolesistitis, konstipasi, stomatitis, flatulen, pusing, lelah, ansietas, depresi,
gangguan tidur, atralgia, mialgia, nyeri punggung, batuk, rinitis.

- Asam kenat: Kadang-kadang diare lemah.

c. Interaksi obat
Asam kenodeoksikolat

Lefluomide, teriflunomide, lomitapide, mipomersen,: seperti halnya asam kenodeoksikolat,


lefluomide dapat mempengaruhi hati. Hal ini menyebabkan kadar lefluomide dalam darah
meningkat untuk periode yang lama bahkan setelah pemakaian dihentikan. Hal ini membuka
kemungkinan terjadinya efek toksik pada pasien.

Selain beinteraksi dengan obat-obatan diatas, asam kenodeoksikolat juga memberikan efek
negative apabila dikombinasikan dengan obat – obatan yang mempengaruhi hati atau
beresiko hepatotoksik karena asam kenodeoksikolat merupakan obat yang memiliki
mekanisme kerja mempengaruhi organ hati.

Asam urodeoksikolat

Meskipun obat-obatan tertentu sama sekali tidak boleh digunakan bersamaan, pada kasus
lain dua obat-obatan yang berbeda dapat digunakan bersamaan meskipun interaksi dapat
terjadi. Pada kasus-kasus seperti ini, dokter mungkin akan mengganti dosis, atau pencegahan
lain yang diperlukan. Beritahu penyedia layanan kesehatan Anda apabila Anda menggunakan
obat resep atau nonresep lain.

Golongan Obat Hepatoprotektor

Hepatoprotektor adalah suatu senyawa obat yang dapat memberikan perlindungan pada
hati dari kerusakan yang ditimbulkan oleh obat, senyawa kimia, dan virus. Zat-zat beracun,
baik yang berasal dari luar tubuh seperti obat maupun dari sisa metabolisme yang dihasilkan
sendiri oleh tubuh akan didetoksifikasi oleh enzim-enzim hati sehingga menjadi zat yang
tidak aktif.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja obat hepatoprotektor antara laindengan cara detoksikasi senyawa racun
baik yang masuk dari luar maupun yang terbentuk didalam tubuh pada proses metabolisme,
meningkatkan regenerasi sel hati yang rusak, antiradang,dan sebagai imunostimulator.
Biasanya hepatoprotektor merupakan bahan yang memiliki sifatantioksidanj sehingga dapat
mengurangi reaksi oksidasi pada kerusakan hati.

b. Efek samping

Efek samping tergantung pada kandungan – lihat lembaran informasi mengenai masing-
masing jamu, bila ada. Sering kali produsen tidak menjelaskan apakah produknya dapat
menimbulkan efek samping.

c. interaksi obat

Belum diketahui interaksi apa pun antara hepatoprotektor dan obat atau jamu lain.
Namun belum diteliti interaksi antara hepatoprotektor dengan sebagian besar obat atau jamu
lain.
2.3 Anatomi Fisiologi Sistem Organ Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal


(mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam
manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri
dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum
dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

A. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam,
asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari


bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan


lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium

Tekak terdiri dari:

1. Bagian superior

Bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior disebut


nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga

2. Bagian media

Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media disebut


orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah

3. Bagian inferior

Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior disebut laring gofaring
yang menghubungkan orofaring dengan laring.
C. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui


sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering
juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον,
phagus – “memakan”).

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

1. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)

D. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti


kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu
1. Kardia.

2. Fundus.

3. Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot


berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

1. Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.


Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2. Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

E. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak


terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum
berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari


(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah


bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat


jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan
dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti
aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

1. Kolon asendens (kanan)

2. Kolon transversum

3. Kolon desendens (kiri)

4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi


mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.

G. Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum
yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,


vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi
dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi.

I. Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah


ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang
di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan
fungsi utama anus.

J. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua


fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

2. Pulau pankreas, menghasilkan hormon


Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah
protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat,
yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam
lambung.

K. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia


dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,
sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang
penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati
biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya
akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah
ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada
akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi
pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
L. Kandung Empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ


berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung
empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena
warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama


haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

Ada beberapa penyakit yang akan mengancam sistem pencernaan manusia. Untuk menambah
pengetahuan, di bawah ini kami uraikan apa saja penyakit yang dapat menyerang sistem
pencernaan.

1. Diare

Diare merupakan salah satu gangguan sistem pencernaan yang banyak dialami. Dimana
gangguan pencernaan ini akan membuat perut terasa mulas dan feses penderita menjadi
encer. Gangguan ini terjadi karena selaput dinding usus besar si penderita mengalami iritasi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang menderita diare, dimana salah satunya yaitu
karena penderita mengkonsumsi makanan yang tidak higenis atau mengandung kuman,
sehingga dengan begitu gerakan peristaltik usus menjadi tidak terkendali serta di dalam usus
besar tidak terjadi penyerapan air. Jika fases penderita bercampur dengan nanah atau darah,
maka gejala tersebut menunjukan bahwa si penderita mengalami desentri yang mana
gangguan itu disebabkan karena adanya infeksi bakteri Shigella pada dinding usus besar
orang yang menderitanya.

2. Gastritis

Gastritis merupakan penyakit atau gangguan dimana dinding lambung mengalami


peradangan. Gangguan ini disebabkan karena kadar asam klorida atau Hcl terlalu tinggi.
Selain itu, Gastritis juga dapat disebabkan karena penderita mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung kuman penyebab penyakit.

Ketika gastritis terjadi, ada penderita yang merasakan gejalanya dan ada juga yang tidak.
Beberapa gejala gastritis di antaranya:

2. Nyeri yang menggerogoti dan panas di dalam lambung


3. Hilang nafsu makan
4. Cepat merasa kenyang saat makan
5. Perut kembung
6. Cegukan
7. Mual
8. Muntah
9. Sakit perut
10. Gangguan saluran cerna
11. BAB dengan tinja berwarna hitam pekat

0) Penyebab Gastritis

Berikut ini sejumlah hal yang bisa menyebabkan gastritis, di antaranya:

 Infeksi bakteri H. pylori


 Efek samping konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen dan
aspirin) secara berkala
 Stres
 Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
 Penyalahgunaan obat-obatan
 Reaksi autoimun
 Pertambahan usia
 Infeksi bakteri dan virus
 Penyakit Crohn
 Penyakit HIV/AIDS
 Refluks empedu
 Anemia pernisiosa
 Muntah kronis
 Diagnosis Gastritis

Sejumlah hal akan dilakukan oleh dokter dalam mendiagnosis gastritis, mulai dari
menanyakan gejala, meninjau riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, melakukan
pemeriksaan fisik, hingga melakukan pemeriksaan lanjutan. Beberapa contoh pemeriksaan
lanjutan tersebut di antaranya adalah:

Tes napas guna melihat keberadaan bakteri H. pylori.

Endoskopi guna melihat adanya tanda-tanda peradangan di dalam lambung. Pemeriksaan ini
terkadang dikombinasikan dengan biopsi (pengambilan sampel jaringan pada daerah yang
dicurigai mengalami radang untuk selanjutnya diteliti di laboratorium). Metode biopsi juga
bisa diterapkan oleh dokter untuk melihat keberadaan bakteri H. pylori.

Pemeriksaan X-ray dan cairan barium guna melihat adanya tukak di dalam lambung.

Pemeriksaan tinja untuk melihat adanya pendarahan dan infeksi di dalam lambung.

Pemeriksaan kadar sel darah untuk melihat apakah pasien menderita anemia.

Pencegahan dan Pengobatan Gastritis

 Ada beberapa obat yang biasanya diresepkan oleh dokter, di antaranya:


 Obat penghambat histamin 2 (H2 blocker). Obat ini mampu meredakan gejala gastritis
dengan cara menurunkan produksi asam di dalam lambung. Salah satu contoh obat
penghambat histamin 2 adalah ranitidine.
 Obat penghambat pompa proton (PPI). Obat ini memiliki kinerja yang sama seperti
penghambat histamin 2, namun lebih efektif. Salah satu contoh obat penghambat
pompa proton adalah omeprazole.
 Obat antasida. Obat ini mampu meredakan gejala gastritis (terutama rasa nyeri) secara
cepat dengan cara menetralisir asam lambung.
 Obat antibiotik. Obat ini diresepkan pada penderita gastritis yang kondisinya
diketahui disebabkan oleh infe

3. Maag
Maag merupakan penyakit yang sudah tidak aneh lagi untuk kita semua, karena penyakit
yang satu ini biasanya dialami oleh banyak orang. Maag merupakan penyakit atau gangguan
sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya rasa perih pada dinding lambung, selain itu
maag juga disertai dengan adanya rasa mual dan perut menjadi kembung. Gangguan ini
terjadi karena tingginya kadar asam lambung. Penyebab utama gangguan ini yaitu karena
pola makan penderita tidak baik atau tidak teratur, stres dan lain sebagainya. Helicobakter
pylori, merupakan bakteri penyebab terjadinya maag pada manusia.

4. Konstipasi atau sembelit

Sembelit merupakan salah satu gangguan pada sistem pencernaan dimana si penderita akan
mengeluarkan fases yang keras. Gangguan ini terjadi disebabkan karena usus besar menyerap
air terlalu banyak. Sembelit disebabkan karena kurang mengkonsumsi makanan berserat
seperti misalkan buah dan sayur atau kebiasaan buruk yang selalu menunda buang air besar.

5. Hemaroid atau wasir

Hemaroid atau yang lebih dikenal dengan wasir yaitu pembengkakan berisi pembuluh darah
yang membesar. Pembuluh darah yang terkena gangguan ini yaitu berada di sekitar atau di
dalam bokong, entah itu di dalam anus atau di dalam rektum. Biasanya kebanyakan hemaroid
yaitu penyakit ringan serta tidak menimbulkan adanya gejala. Jika saja seseorang terdapat
gajala wasir, maka hal yang sering terjadi seperti misalkan:

 Adanya pendarahan setelah buang air besar, dimana dengan warna darah merah
terang.
 Adanya benjolan yang tergantung di luar anus. Biasanya benjolan ini harus didorong
kembali ke dalam anus setelah melakukan buang air besar.
 Adanya rasa gatal di sekitaran anus.
 Hemaroid atau wasir biasanya sering dialami oleh mereka yang terlalu lama duduk
atau wanita yang tengah hamil.

6. Apendisitis

Apendisitis merupakan gangguan sistem pencernaan yang mana umbai cacing atau usus
buntu mengalami peradangan. Apendisitis ini biasanya terjadi ketika ada sisa-sisa makanan
yang terjebak serta tidak bisa keluar di umbai cacing. Sehingga lama kelamaan umbai cacing
tersebut akan menjadi busuk serta akan menimbulkan peradangan yang menjalar ke usus
buntu. Jika umbai cacing tidak segera dibuang, maka lama kelamaan akan pecah. Dimana
peradangan usus buntu ini biasanya ditandai dengan terdapatnya nanah. Bila gangguan atau
penyakit ini tidak terawat, maka akan menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi.

7. Tukak lambung
Tukak lambung merupakan keadaan dimana dinding lambung terluka. Gangguan ini
disebabkan karena terkikisnya lapisan dinding lambung itu sendiri. Luka yang muncul ini
juga bisa saja muncul pada dinding duodenum atau usus kecil serta esofagus atau
kerongkongan.

Penyakit yang satu ini dapat menyerang siapa saja tanpa mengenal usia. Namun meskipun
begitu, orang di atas usia 60 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi mengalmi penyakit ini.

Gejala yang biasanya muncul yaitu, penderita akan merasa nyeri atau perih pada bagian
perut. Rasa nyeri yang muncul akan menyebar ke leher, terasa semakin perih saat perut
kosong, muncul ketika malam hari, akan hilang dan kambuh lagi pada minggu kemudian.

8. Radang usus buntu

Gangguan atau penyakit yang satu ini menyerang usus buntu. Dimana keadaan ini terjadi
karena usus buntu terinfeksi oleh bakteri. Radang usus buntu terjadi karena lubang antara
usus buntu dan usus besar tersumbat oleh lendir atau biji cabai.

9. Sariawan

Seperti yang kita ketahui, sariawan merupakan gangguan sistem pencernaan yang biasanya
muncul di sekitar mulut. Ketika kita mengalami gangguan ini maka ketika makan akan
merasakan perih. Sariawan terjadi karena panas dalam pada rongga lidah atau rongga mulut.
Dimana penyebab yang paling mendasar dari penyakit ini yaitu kurangnya vitamin C.

10. Kolik

Kolik merupakan suatu rasa nyeri yang muncul pada perut, dimana rasa nyeri ini akan hilang
dan timbul. Rasa nyeri yang timbul biasanya disebabkan karena saluran di dalam rongga
perut tersumbat, seperti misalkan usus, saluran kencing, empedu da

2.4 Mekanisme Kerja Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan manusia terdiri dari sebuah tuba (tabung) panjang dengan
otot-otot yang melapisi. Dimulai dari rongga mulut, kerongkongan (esophagus),
lambung, usus halus, usus besar, rectum dan berakhir di anus.

Organ lain yang terlibat dalam sistem ini antara lain kelenjar ludah, hati,
empedu dan pancreas. Semua bekerja sama untuk mencerna makanan,
menghancurkan , menyerap komponen yang penting atau nutrisi dari makanan dan
membuang sisanya dalam bentuk feses (tinja).
Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ
pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antaraproses dan organ-organ serta
kelenjarnya merupakan kesatuan sistem pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi
memecah bahan- bahan makanan menjadi sari-sari makanan yang siap diserap dalam
tubuh.

Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam


seperti berikut :

Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta peremasan
yang terjadi di lambung.

Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan oleh enzim-enzim pencernaan
dengan mengubah makanan yang bermolekul besar menjadi molekul yang berukuran kecil.
Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut hingga proses
pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Adapun proses pencernaan makanan
meliputi hal-hal berikut :

Ingesti: pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.

Mastikasi: proses mengunyah makanan oleh gigi.

Deglutisi: proses menelan makanan di kerongkongan.

Digesti: pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan enzim,
terdapat di lambung.

Absorpsi: proses penyerapan, terjadi di usus halus.

Defekasi: pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh melalui anus.

Saat melakukan proses-proses pencernaan tersebut diperlukan serangkaian alat-alat


pencernaan sebagai berikut :

Mulut
Makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Makanan ini mulai
dicerna secara mekanis dan kimiawi., terdapat beberapa alat yang berperan dalam
proses pencernaan didalam mulut yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (glandula
salivales).

Gigi

Pada manusia, gigi berfungsi sebagai alat pencernaan mekanis. Di sini, gigi
membantu memecah makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Hal
ini akan membantu enzim-enzim pencernaan agar dapat mencerna makanan lebih
efisien dan cepat. Selama pertumbuhan dan perkembangan, gigi manusia
mengalami perubahan, mulai dari gigi susu dan gigi tetap (permanen). Gigi
pertama pada bayi dimulai saat usia 6 bulan. Gigi pertama ini disebut gigi
susu(dens lakteus). Pada anak berusia 6 tahun, gigi berjumlah 20, dengan susunan
sebagai berikut :

- Gigi seri (dens insisivus), berjumlah 8 buah, berfungsi memotong makanan.

- Gigi taring (dens caninus), berjumlah 4 buah, berfungsi merobek makanan.

- Gigi geraham kecil (dens premolare), berjumlah 8 buah, berfungsi mengunyah


makanan.

Struktur luar gigi terdiri atas bagian-bagian berikut :

- Mahkota gigi (corona) merupakan bagian yang tampak dari luar.

- Akar gigi (radix) merupakan bagian gigi yang tertanam di dalam rahang.

-Leher gigi (colum) merupakan bagian yang terlindung oleh gusi.

Adapun penampang gigi dapat diperlihatkan bagian-bagiannya sebagai berikutm :

Email (glazur atau enamel) merupakan bagian terluar gigi. Email merupakan struktur terkeras
dari tubuh, mengandung 97% kalsium dan 3% bahan organik.

Tulang gigi (dentin), berada di sebelah dalam email, tersusun atas zat dentin.

Sumsum gigi (pulpa), merupakan bagian yang paling dalam. Di pulpa terdapat kapiler, arteri,
vena, dan saraf.

Semen merupakan pelapis bagian dentin yang masuk ke rahang.

Lidah

Lidah dalam sistem pencernaan berfungsi untuk membantu mencampur dan


menelan makanan, mempertahankan makanan agar berada di antara gigi-gigi atas
dan bawah saat makanan dikunyah serta sebagai alat perasa makanan. Lidah dapat
berfungsi sebagai alat perasa makanan karena mengandung banyak reseptor
pengecap atau perasa. Lidah tersusun atas otot lurik dan permukaannya dilapisi
dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir (mukosa).

Kelenjar ludah

Terdapat tiga pasang kelenjar ludah di dalam rongga mulut, yaitu glandula parotis,
glandula submaksilaris, dan glandula sublingualis atau glandula submandibularis.
Amati gambar 6.4 agar Anda mengenali letak ketiga kelenjar ludah tersebut. Air
ludah berperan penting dalam proses perubahan zat makanan secara kimiawi yang
terjadi di dalam mulut. Setelah makanan dilumatkan secara mekanis oleh gigi, air
ludah berperan secara kimiawi dalam proses membasahi dan membuat makanan
menjadi lembek agar mudah ditelan. Ludah terdiri atas air (99%) dan enzim
amilase. Enzim ini menguraikan pati dalam makanan menjadi gula sederhana
(glukosa dan maltosa). Makanan yang telah dilumatkan dengan dikunyah dan
dilunakkan di dalam mulut oleh air liur disebut bolus. Bolus ini diteruskan ke
sistem pencernaan selanjutnya.

Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan merupakan saluran panjang (± 25 cm) yang tipis sebagai jalan


bolus dari mulut menuju ke lambung. Fungsi kerongkongan ini sebagai jalan bolus
dari mulut menuju lambung. Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding
kerongkongan untuk menjaga agar bolus menjadi basah dan licin. Keadaan ini akan
mempermudah bolus bergerak melalui kerongkongan menuju ke lambung.
Bergeraknya bolus dari mulut ke lambung melalui kerongkongan disebabkan adanya
gerak peristaltik pada otot dinding kerongkongan. Gerak peristaltik dapat terjadi
karena adanya kontraksi otot secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun secara
memanjang dan melingkar. Proses gerak bolus di dalam kerongkongan menuju
lambung

Sebelum seseorang mulai makan, bagian belakang mulut (atas) terbuka


sebagai jalannya udara dari hidung. Di kerongkongan, epiglotis yang seperti gelambir
mengendur sehingga udara masuk ke paru-paru. Ketika makan, makanan dikunyah
dan ditelan masuk ke dalam kerongkongan. Sewaktu makanan bergerak menuju
kerongkongan, langit-langit lunak beserta jaringan mirip gelambir di bagian belakang
mulut (uvula) terangkat ke atas dan menutup saluran hidung. Sementara itu, sewaktu
makanan bergerak ke arah tutup trakea, epiglotis akan menutup sehingga makanan
tidak masuk trakea dan paru-paru tetapi makanan tetap masuk ke kerongkongan.

Lambung

Lambung merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, terletak


di bawah sekat rongga badan. Lambung terdiri atas tiga bagian sebagai berikut.

Bagian atas disebut kardiak, merupakan bagian yang berbatasan dengan esofagus.
Bagian tengah disebut fundus, merupakan bagian badan atau tengah lambung.

Bagian bawah disebut pilorus, yang berbatasan dengan usus halus.

Daerah perbatasan antara lambung dan kerongkongan terdapat otot sfinkter


kardiak yang secara refleks akan terbuka bila ada bolus masuk. Sementara itu, di
bagian pilorus terdapat otot yang disebut sfinkter pilorus. Otot-otot lambung ini
dapat berkontraksi seperti halnya otot-otot kerongkongan. Apabila otot-otot ini
berkontraksi, otot-otot tersebut menekan, meremas, dan mencampur bolus-bolus
tersebut menjadi kimus (chyme). Sementara itu, pencernaan secara kimiawi
dibantu oleh getah lambung. Getah ini dihasilkan oleh kelenjar yang terletak pada
dinding lambung di bawah fundus, sedangkan bagian dalam dinding lambung
menghasilkan lendir yang berfungsi melindungi dinding lambung dari abrasi asam
lambung, dan dapat beregenerasi bila cidera. Getah lambung ini dapat dihasilkan
akibat rangsangan bolus saat masuk ke lambung. Getah lambung mengandung
bermacam-macam zat kimia, yang sebagian besar terdiri atas air. Getah lambung
juga mengandung HCl/asam lambung dan enzim-enzim pencernaan seperti renin,
pepsinogen, dan lipase.

Asam lambung memiliki beberapa fungsi berikut :

Mengaktifkan beberapa enzim yang terdapat dalam getah lambung, misalnya pepsinogen
diubah menjadi pepsin. Enzim ini aktif memecah protein dalam bolus menjadi proteosa dan
pepton yang mempunyai ukuran molekul lebih kecil.

Menetralkan sifat alkali bolus yang datang dari rongga mulut.

Mengubah kelarutan garam mineral.

Mengasamkan lambung (pH turun 1–3), sehingga dapat membunuh kuman yang ikut masuk
ke lambung bersama bolus.

Mengatur membuka dan menutupnya katup antara lambung dan usus dua belas jari.

Merangsang sekresi getah usus.

Enzim renin dalam getah lambung berfungsi mengendapkan kasein atau


protein susu dari air susu. Lambung dalam suasana asam dapat merangsang
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin ini berfungsi memecah molekul-molekul
protein menjadi molekul- molekul peptida. Sementara itu, lipase berfungsi
mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya, kimus akan
masuk ke usus halus melalui suatu sfinkter pilorus yang berukuran kecil.
Apabila otot-otot ini berkontraksi, maka kimus didorong masuk ke usus halus
sedikit demi sedikit.
Usus halus

Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6–8


meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus.
Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap
proses penyerapan makanan. Lakukan eksperimen berikut untuk mengetahui
pengaruh lipatan terhadap proses penyerapan. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian
seperti berikut:

a. Duodenum (usus 12 jari), panjangnya ± 25 cm,

b. Jejunum (usus kosong), panjangnya ± 7 m,

c. Ileum (usus penyerapan), panjangnya ± 1 m.

Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul- molekul pati yang telah
dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di
lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di
usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul
glukosa. Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul
asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi molekulgliserol dan asam
lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat kimiawi.
Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan kimiawi ini.
Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding usus halus
mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan kimus di dalam
usus halus. Getahpencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan empedu,
getah pankreas, dan getah usus.

Cairan Empedu

Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak
mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang
berperan dalam pencernaan makanan. Cairan empedu tersusun atas bahan-bahan
berikut :

1) Air, berguna sebagai pelarut utama.

2) Mucin, berguna untuk membasahi dan melicinkan duodenum agar tidak terjadi
iritasi pada dinding usus.

3) Garam empedu, mengandung natrium karbonat yang mengakibatkan empedu


bersifat alkali. Garam empedu juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan
lemak dan air (mengemulsikan lemak).

Cairan ini dihasilkan oleh hati. Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar
dalam tubuh yang beratnya ± 2 kg. Dalam sistem pencernaan, hati berfungsi
sebagai pembentuk empedu, tempat penimbunan zat-zat makanan dari darah dan
penyerapan unsur besi dari darah yang telah rusak. Selain itu, hati juga berfungsi
membentuk darah pada janin atau pada keadaan darurat, pembentukan fibrinogen
dan heparin untuk disalurkan ke peredaran darah serta pengaturan suhu tubuh.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus halus.
Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak,
yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih
dahulu. Selain itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam
kimus, menghentikan aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak
peristaltik usus.

Getah Pankreas

Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini berperan


sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran
pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin.
Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau- pulau yang disebut pulau-
pulau langerhans. Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan
mencegah diabetes melitus. Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui
saluran pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas terdapat tiga macam
enzim, yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan lemak, tripsin membantu
dalam pemecahan protein, dan amilase membantu dalam pemecahan pati.

Getah Usus

Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan
getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut :

1) Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa menjadi


glukosa dan fruktosa.

2) Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan maltosa menjadi


dua molekul glukosa.

3) Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa menjadi


glukosa dan galaktosa.

4) Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan peptida


menjadi asam amino.

Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan


terakhir di usus halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus
terutama di bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga
diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan
pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh
jonjot usus.

Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-tiap


mineral dan perbedaan struktur bagian- bagian usus. Sepanjang usus halus sangat
efisien dalam penyerapan Na+, tetapi tidak untuk Cl –, HCO3 –, dan ion-ion
bivalen. Ion K+ penyerapannya terbatas di jejunum. Penyerapan Fe++ terjadi di
duodenum dan jejunum. Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi
(jonjot-jonjot usus). Di dalam villi ini terdapat pembuluh darah, pembuluh kil
(limfa), dan sel goblet. Di sini asam amino dan glukosa diserap dan diangkut oleh
darah menuju hati melalui sistem vena porta hepatikus, sedangkan asam lemak
bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi
lemak bersama gliserol diserap ke dalam villi. Selanjutnya di dalam villi, asam
lemak dilepaskan, kemudian asam lemak mengikat gliserin dan membentuk lemak
kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh
kil (limfa).

Melalui pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedangkan garam empedu
masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi menjadi empedu. Bahan-
bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong menuju usus besar
(kolon).

Usus besar

Usus besar atau kolon memiliki panjang ± 1 meter dan terdiri atas kolon
ascendens, kolon transversum, dan kolon descendens. Di antara intestinum tenue
(usus halus) dan intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada
ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing) yang
berisi massa sel darah putih yang berperan dalam imunitas. Zat-zat sisa di dalam usus
besar ini didorong kebagian belakang dengan gerakan peristaltik. Zat-zat sisa ini
masih mengandung banyak air dan garam mineral yang diperlukan oleh tubuh. Air
dan garam mineral kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding kolon, yaitu kolon
ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar selama 1 sampai 4 hari. Pada saat itu
terjadi proses pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu bakteri Escherichia
coli, yang mampu membentuk vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan
peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit ke saluran akhir dari
pencernaan yaitu rektum dan akhirnya keluar dengan proses defekasi melewati anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat suatu
rangsang yang disebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya aktivitas
kontraksi rektum dan otot sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya
defekasi. Di dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan
sempurna.

Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah


ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di
anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering
kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang
lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

Cara Kerja Pencernaan Manusia

Pencernaan dimulai ketika mengunyah makanan oleh gigi, makanan


dihancurkan menjadi potongan kecil dan pada saat bersamaan bercampur dengan air
liur yang dikeluarkan kelenjar ludah. Oleh kontraksi otot, makanan kemudian
didorong masuk kerongkongan menuju lambung dan terus ke usus halus.

Pada saat makanan tiba dibagian akhir usus halus, molekul-molekul nutrisi
yang besar sudah dihancurkan menjadi molekul yang kecil dan dapat diserap oleh
darah melalui dinding usus. Darah mengangkut nutrisi ke organ hati kemudian ke sel-
sel tubuh makanan/ nutrisi yang tidak terserap masuk ke dalam usus besar dimana
sebagian besar air diserap kembali oleh tubuh sebelum sisanya terbuang melalui anus
sebagai feses atau tinja.

Usus buntu adalah struktur berbentuk cacing yang menjuntasi dari usus besar
dan sampai saat ini belum diketahui fungsinya. Bila terjadi peradangan/
pembengkakan pada usus buntu ini didiagnosa sebagai appendicitis (radang umbai
cacing atau usus buntu). Gangguan ini sering terjadi pada orang dewasa dan menjadi
penyebab utama keluhan nyeri perut akut. Operasi pengangkatan usus buntu
merupakan operasi darurat.

 Mulut
Merupakan tempat dimulainya pencernaan makanan. Di mulut
berlangsung dua jenis pencernaan, yaitu:

 Pencernaan mekanik yang dilakukan oloh gigi dan lidah, berupa


pengunyahan, pergerakan otot-otot lidah dan pipi untuk mencampur
makanan dengan air ludah sebelum makanan ditelan.
 Pencernaan secara kimia yang dilakukan oleh kelenjar ludah, yaitu
pemecahan amilum menjadi maltosa.
 Lidah
Berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanik, membantu proses
mengunyah, menelan, membedakan bermacam rasa. Untuk mendukung fungsi
mengenali rasa, pada permukaan lidah terdapat papilla-papila yang di
dalamnya terdapat puting-puting pengecap rasa. Macam rasa yang dapat
dibedakan oleh lidah adalah manis, asam, asin, dan pahit. Selain itu, lidah juga
peka terhadap panas, dingin, dan tekanan.
 KelenjarLudah
Merupakan kelenjar penghasil ludah atau air liur (saliva) yang terdiri dari tiga
pasang.

12. Kelenjar parotis berada di bawah telinga, yang berfungsi menghasilkan


ludah berbentuk cair.
13. Kelenjar submandibularis berada di rahang bagian bawah, berfungsi
menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir.
14. Kelenjar sublingualis berada di bawah lidah, berperan menghasilkan getah
yang mengandung air dan lender.

Ludah dalam pencernaan makanan berperan untuk memudahkan dalam


menelan makanan dengan cara membasahi dan melumasi makanan. Ludah
mengandung enzim ptyalin (amylase) yang berperan mengubah zat karbohidrat
(amilum) menjadi maltose (gula sederhana). Enzim ptyalin akan berfungsi
maksimal jika berada pada pH 6,8-7 dan pada suhu 37°C.

 Gigi
Berfungsi untuk memotong dan mengoyak makanan yang masuk ke
mulut (sebagai alat pencernaan mekanik). Tujuan makanan dipotong dan
dikoyak menjadi lebih kecil agar mudah untuk dicerna oleh lambung.
Perkembangan gigi dimulai saat anak berusia sekitar enam bulan. Gigi
yang pertama kali tumbuh disebut gigi susu. Selanjutnya, pada usia 6-14
tahun gigi susu akan diganti menjadi gigi sulung, selanjutnya akan
berkembang menjadi gigi tetap.
Gigi susu terdiri dari 4 gigi geraham belakang, 2 gigi taring dan 4 gigi seri
pada rahang atas. Pada rahang bawah terdiri dari 4 gigi geraham belakang,
2 gigi seri dan 4 gigi seri. Gigi tetap memiliki rumusan 6 gigi geraham
belakang, 4 geraham depan, 2 gigi taring, dan 4 gigi seri pada masing-
masing rahang, baik rahang atas maupun rahang bawah.
 Lambung
Setelah makanan dikunyah di dalam mulut selanjutnya dibawa ke
lambung melalui kerongkongan. Makanan dapat turun ke lambung atas
bantuan kontraksi otot-otot kerongkongan tersebut. Selama di lambung,
makanan akan diproses secara kimiawi menggunakan enzim-enzim
pencernaan, diantaranya:

1) Renin, zat renin ini hanya dimiliki oleh bayi yang fungsinya untuk
mengendapkan protein susu dari air susu ibu (ASI).
2) Pepsin, zat yang satu ini fungsinya untuk memecah protein menjadi
pepton.
3) Asam Klorida (HCI), fungsinya untuk mengaktifkan pepsinogen
menjadi pepsin.
4) Lipase, zat lipase fungsinya untuk memecah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol.
 Usus 12 Jari
Makanan diproses dalam lambung sekitar 3-4 jam, setelah itu
dibawa menuju usus 12 jari dan akan dicerna dengan bantuan enzim-
enzim dari pankreas. Disamping itu juga terdapat empedu yang
dihasilkan oleh hati fungsinya untuk mengemulsikan lemak kemudian
dialirkan ke usus 12 jari.

Di usus dua belas jari terjadi proses pencernaan kimiawi


dengan bantuan empedu dan getah pankreas. Empedu berasal dari
kantung empedu yang merupakan hasil perombakan sel darah merah di
dalam hati (liver). Fungsi empedu adalah untuk mengemulsikan lemak
(lipid) sehingga mudah untuk dicerna. Getah pankreas mengandung
enzim tripsinogen, amilase, dan lipase. Enzim tripsinogen yang telah
diaktifkan menjadi tripsin oleh enterokinase berfungsi untuk mencerna
pepton menjadi asam amino. Enzim amilase berfungsi mengubah
amilum menjadi glukosa. Enzim lipase berfungsi mengubah lemak
menjadi asam lemak dan gliserol.

 Usus Halus
Setelah itu makanan dibawa ke usus halus untuk diserap
kandungannya, seperti lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan
gliserol, Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, dan protein
diserap dalam bentuk asam amino. Sedangkan vitamin dan mineral
dapat langsung diserap oleh usus halus tanpa dicerna.

Mekanisme pencernaan pada usus halus berupa pencernaan


kimiawi dengan enzim peptidase dan maltase serta penyerapan sari-sari
makanan yang dilakukan oleh vili pada dinding usus. Enzim peptidase
berfungsi mengubah pepton menjadi asam amino, sedangkan enzim
maltase berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa.Vili berjumlah
sangat banyak dan terdapat pada dinding dalam usus halus. Sari-sari
makanan yang telah diserap akan dibawa menuju hati (liver) oleh darah
melalui vena porta hepatica.

 Usus Besar
Kemudian makanan yang tidak dicerna usus halus akan menuju
usus besar dan menjadi fases. Air yang masih ada dalam usus besar
akan diserap kembali ke usus besar.

Di usus besar terjadi proses pembusukan dan penyerapan air


dan garam mineral. Air akan diserap apabila sisa makanan
mengandung banyak air dan air akan dikeluarkan apabila sisa makanan
terlalu padat karena kekurangan air. Pembusukan makanan dibantu
oleh bakteri Escherichia coli (E. coli), hasilnya berupa feses. Pada usus
besar terdapat usus buntu, namun sampai kini belum diketahui
fungsinya bagi manusia.

 Anus
Sisa makanan yang tidak diserap akan dibuang melalui anus.

Setelah sisa makanan membusuk, maka harus segera dikeluarkan.


Sebelum itu, feses akan disimpan sementara di dalam rektum.
Sedangkan anus adalah penghubung antara bagian luar tubuh dengan
rektum. Saat rektum penuh, rektum akan mengirim impuls (sinyal saraf)
ke otak sehingga timbul hasrat ingin buang air besar. Saat proses buang
air besar, rektum akan membantu mendorong feses dengan gerak
peristaltiknya.

2.5 Obat - obat Gangguan Sistem Pencernaan


Yang dibahas dalam obat gangguan sistem pencernaan adalah :
1.Antasida
Antasida adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk menetralisir kelebihan asam
lambung yg menyebabkan timbulnya sakit maag.

Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan,


dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antasida digolongkan menjadi 2 golongan


yaitu :

 Anti Hiperasiditas
Obat dengan kandungan aluminium atau magnesium bekerja secara kimiawi
mengikat kelebihan HCl dalam lambung. Sediaan yang mengandung
magnesium menyebabkan diare karena bersifat pencahar, sedangkan sedangkan
sediaan yang mengandung aluminium dapat menyebabkan sembelit maka biasanya
kedua senyawa ini dikombinasikan. Persenyawaan molekul antara Mg dan Al disebut
hidrotalsit.

Obat dengan kandungan natrium bikarbonat merupakan antasida yang larut


dalam air, dan bekerja cepat. Tetapi dapat menyebabkan sendawa. Obat dengan
kandungan bismut dan kalsium dapat membentuk lapisan pelindung pada luka
dilambung tetapi sebaiknya dihindari karna bersifat neurotoksik sehingga dapat
menyebabkan kerusakan otak. Obat dengan kandungan sukralfat, aluminium
hidroksida dan bismuth koloida dpat digunakan untuk melindungi tukak lambung
agar tidak teriiritasi oleh asam lambung.

 Perintang reseptor H2 ( antagonis reseptor H2)


Bekerja dengan cara mengurangi sekresi asam. contoh obatnya adalah ranitidin dan
simetidin.

Adapun penggolongan obat - obat antasida, antara lain :

a. Antasida
Aluminium Hidroksida

Al Oksida

Magnesium Karbonat

Mg Trisilikat

Mg Oksida

Mg Hidroklorida
Natrium Karbonat

Bismuth Subnitrat

Bismuth Subsitrat

Kalsium Karbonat

Hidrotalsite ( Mg, Al, Hidroksi Karbonat )

b. Antagonis Reseptor H2 ( H2 Bloker )


Ranitidin

Simetidin

Famotidin
Nizatidin

Bekerja dengan cara mngurangi sekresi asam lambung sebagai akibat hambatan
reseptor H2.

c. Penghambat Pompa Proton


Omeprazol

Lansoprazol

Pantoprazol

Bekerja dengan cara menghambat asam lambung dengan cara menghambat


sistem enzim adenosin trifosfat hidrogen-kalium (pompa proton dari sel parietal
lambung)

d. Anti Kolinergik / anti muskarinik


Pirenzepin

Fentonium

Ekstrak Belladon

Bekerja dengna menghambat sekresi asam melalui reseptor muskarindan


melawan kejang

e. AnalogProstaglandin
Misoprostol Anti sekresi dan proteksi
f. Pelindung mukosa
Sukralfat

Melindungi mukosa dari serangan pepsin dan asam


g. Penguat motilitas
Metoklorpramid

Domperidon

h. Zat pembantu
(Dimetilpolisiloksan) Memperkecil gelembung gas yang timbul
sehingga mudah di serap dan dapat mencegah masuk angin, kembung dan
kentut

i. Penenang
Diazepam

Klordiazepoksida

Menekan stress yg dapat memicu asam lambung

j. Digestiva
Digestiva adalah obat yang digunakan untuk membantu proses pencernaan
lambung-usus terutama pada keadaan difensiensi zat pembantu pencernaan.

Obat digestiva antara lain :

1) Pankreatin (enzim pencernaan) : Amylase, Tripsin, Lipase Fungsinya


membantu proses pencernaan
2) Pepsin (enzim lambung)
3) Ox-bile (empedu sapi) # Fungsinya mempertinggi daya kerja lipase,
merangsang pengeluaran empedu dari hati
4) Bromealin
k. Anti Diare
Anti diare adalah obat yg digunakan untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, kuman, virus, cacing, atau keracunan makanan.
Gejala diare adalah BAB berulang kali disertai banyaknya cairanyg keluar
kadang-kadang dengan mulas dan berlendir atau berdarah.

Diare terjadi karena adanya rangsangan terhadap saraf otonom di


dinding usus sehingga menimbulkan reflek mempercepat peristaltik usus.
Rangsangannya dapat ditimbulkan oleh :

 infeksi oleh bakteri patogen misalnya bakteri colie


 infeksi oleh kuman thypus dan kolera
 infeksi oleh virus
 akibat dari penyakit cacing
 keracunan makanan dan minuman
 gangguan gizi
 pengaruh enzim
 pengaruh syaraf
Obat anti diare :

1) Adsorben : kaolin, karbo adsorben, attapulgit #nyerap racun


2) Anti motilitas : loperamid hidroklorida, kodein fosfat, morfin #menekan
perstaltik usus
3) Adstringen : tannin/ tanalbumin #menciutkan selaput usus
4) Pelindung : Mucilago #melindungi selaput lendir usus yang luka
l. Laksativa
Laksativa adalah obat-obat yang dapat mempercepat peristaltik usus sehingga
mempermudah BAB.

Obat pencahar digunakan untuk :

 Pada keadaan sembelit


 pada pasien penderita penyakit jantung dan pembuluh
 pada pasien dengan resiko pendarahan rektal
 untuk membersihkan saluran cerna
 untuk pengeluaran parasit
Obat Laksativa :

1) Perangsang dinding usus (meningkatkan motilitas usus)


2) Bisakodil
3) Dankron
4) Rhei
5) Sennae
6) Aloe
m. Memperbesar isi Usus
Magnesium Sulfat / garam inggris

Natrium fosfat

Agar-agar

CMC (carboksi metil cellulose)


n. Tylose
Menahan cairan dalam usus secara osmosis

o. Pelicin / Pelunak tinja


Paraffin cair

gliserin (supositoria)

larutan sabun (klysma)

p. Anti Spasmodika
Anti Spasmodika adalah at yang digunakan untuk mengurangi atau melawan
kejang - kejang otot.

Obat Anti Spasmodika :

 Atropin Sulfat
 Alkaloida belladona
 Hiosin Butil Bromida
 Papaverin HCl
 Mebeverin HCl
 Propantelin Bromida
 Pramiverin HCl
 Cisaprid
Mengurangi atau melawan kejang otot

q. Kolagoga
Kolagoga adalah obat yang digunakan untuk peluruh batu empedu.

Obat Kolagoga adalah :

 Asam Kenodeoksikolat
 Asam Ursodeoksikolat
 Asam Kenat
Membantu melarurkan batu empedu

r. Protektor Hati
Protektor htai adalah obat yang digunakan sebagai vitamin tambahan untuk
meringankan, mengurangi bahkan melindungi gangguan funsi hati. Obat
protektor Hati adalah :

1) Curcuma rhizoma domestica


2) Curcuma XAnthorriza
3) Sylimarin
4) Mekonin

2.6 Contoh obat dari masing-masing golongan obat sistem pencernaan

1. Antasida

Antasida adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk menetralisir kelebihan


asam lambung yg menyebabkan timbulnya sakit maag.

Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan,


dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Adapun penggolongan obat - obat antasida, antara lain :

Penggolongan obat antasida

1) Antasida
Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)

Ø Indikasi

Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis, mengatasi gejala dyspepsia


(ulkus dan don ulkus), gastro-esophageal reflux disease, hiperfosfatemia.

Ø Kontra-indikasi

Hipersensitif terhadap garam aluminium, hipofosfatemia, pendarahan saluran cerna


yang belum terdiagnosis, appendicitis. Tidak aman unruk bayi dan neonatus.

Ø Dosis

Dewasa: 1-2 tablet dikunyah, 4 kali sehari dan sebelum tidur atau 5-10 ml suspensi 4
kali sehari diantara waktu makan dan sebelum tidur.

Anak usia 6-12 tahun: 5 ml maksimal 3 kali sehari

Ø Efek samping

Konstipasi, mual, muntah, deplesi posfat, penggunaan dalam dosis besar dapat
menyebabkan penyumbatan usus, hipofosfatemia, hipercalciuria, peningkatan resiko
osteomalasia, demensia, anemia mikrositik pada penderita gagal ginjal.

2) Magnesium Hidroksida
Ø Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis

Ø Kontra-indikasi

Kerusakan ginjal berat

Ø Dosis

Dewasa: 5-10 ml, diulang menurut kebutuhan pasien

Ø Efek samping

Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan depresi nafas, mual,
muntah, kemerahan pada kulit, haus, hipotensi, mengantuk, lemah otot, nadi melemah
dan henti jantung (pada kelainan ginjal yang berat).

3) Magnesium Trisiklat
Ø Indikasi

Ulkus peptikum, gastritis, hiperasiditas gastrointestinal

Ø Kontra-indikasi

Ø Dosis

Dewasa 1-2 tablet.

Anak ½-1 tablet. diminum 3-4 kali sehari.

Efek samping : Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan


depresi nafas, mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus, hipotensi, mengantuk,
lemah otot, nadi melemah dan henti jantung (pada kelainan ginjal yang berat).

4) Kalsium Karbonat
Ø Indikasi

Ulkus peptikum, gastritis, heartburn, hiperasiditas GI, Menghilangkan gangguan


lambung yang disebabkan oleh hiperasiditas, tukak lambung, ulkus duodenum,
gastritis.

Ø Kontra-indikasi

Glukoma sudut tertutup, obstruksi saluran kemih atau GI, ileus paralitik, penyakit
jantung berat, Hipersensitif terhadap salah satu bahan tablet, Hiperkalsemia,
Hiperkalsiuria berat, gagal ginjal berat.

Ø Efek samping

Pada dosis lazim tidak terjadi efek samping yang berarti. Dapat terjadi konstipasi,
kembung (flatulen) karena pelepasan karbon dioksida (CO2), dosis tinggi atau
pemakaian jangka waktu panjang menyebabkan hipersekresi asam lambung dan acid
rebound, muntah dan nyeri abdomen (perut), hiperkalsemia (pada gangguan ginjal
atau setelah pemberian dosis tinggi), alkalosis (karena anion karbonat), kadang-
kadang terjadi kalsifikasi jaringan dan milk-alkali syndrome (hiperkalsemia, alkalosis
metabolik, gagal ginjal). Hiperkalsemia dapat menimbulkan mual, muntah, anoreksia,
kelemahan (weakness), sakit kepala, pusing dan perubahan status mental

2. Antagonis Reseptor H2 ( H2 Bloker )

1) Ranitidin
Ø Indikasi : menghambat sekresi asam lambungnya lebih kuat dari
Cimetidin

Ø Efek samping : jarang terjadi, berupa ;

nyeri kepala, mual. muntah, reaksi-reaksi kulit.

Ø Dosis : Pengobatan : Sehari 2 kali @ 150 mg

2) Famatidin
Ø Indikasi : Tukak usus duodenun

Ø Efek samping : nyeri kepala, mual. muntah, reaksi- reaksi kulit.

Ø Dosis : Pengobatan : Sehari 2 kali @ 20 mg

3) Penghambat Pompa Proton


 Omeprazol
Ø Indikasi

tukak lambung

Ø Kontra indikasi

hipersensitif terhadap omeprazol

Ø Efek samping

dialami oleh lebih dari 1 % yang memakai obat adalah sakit kepala, diare,
sakit perut, mual, pusing, masalah kebangkitan dan kurang tidur, meskipun
dalam uji klinis efek ini dengan omeprazol sebanding dengan yang
ditemukan dengan placebo

 Lansoprazol
Ø Indikasi
pengobatan ulkus lambung dan duodenum ,

Ø Kontraindikasi

hipersensitif terhadap lansoprazol

Ø Efek samping

mulut kering, sulit tidur, mengantuk, kabur penglihatan ruam

 Esomeprazol
Ø Indikasi

pengobatan duodenum yang disebabkan oleh H. Pylori , mencegah dari ulkus


lambung kronis pada orang yang di NSAID terapi dan pengobatan ulkus
gastrointestinal berhubungan dengan penyakit crohn

Ø Kontraindikasi

hipersensitif terhadap substansi aktif esomeprazol atau benzimidasol atau


komponen lain dari ini

Ø Efek samping

sakit kepala, diare, mual, penurunan nafsu makan, konstipasi, mulut kering,
dan sakit perut

 pantoprazol
Ø Indikasi

patoprazole digunakan untuk pengobatan jangka pendek dari erosi dan


ulserasi dari esophagus yang disebabkan oleh penyakit refluks
gastroeshopageal

Ø Kontraindikasi

hipersensitif terhadap pantoprazoal

Ø Efek samping

Mual, muntah, gas, sakit perut, diare atau sakit kepala

4) Anti Kolinergik / anti muskarinik

a) Pirenzepin

b) Fentonium

c) Ekstrak belladon

5) Analog Prostaglandin
a) Misoprostol

6) Pelindung mukosa

Sukralfat melindungi mukosa dari serangan pepsin dan asam

7) Penguat motilitas

a) Metoklorpramid

b) Domperidon

8) Zat pembantu

a) Dimetikon (Dimetilpolisiloksan)

Memperkecil gelembung gas yang timbul sehingga mudah di serap dan


dapat mencegah masuk angin, kembung dan kentut

9) Penenang

a) Diazepam

b) Klordiazepoksida

menekan stress yg dapat memicu asam lambung

Obat pencernaan jenis regular GIT, antiflatulen (obat kembung) dan anti
inflamasi (digestiva)

a) Obat digestiva antara lain :

1. Pankreatin (enzim pencernaan) : Amylase, Tripsin, Lipase # Fungsinya


membantu proses pencernaan
2. Pepsin (enzim lambung)
3. Ox-bile (empedu sapi). Fungsinya mempertinggi daya kerja lipase,
merangsan
b) Anti Spasmodika

Anti Spasmodika adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau


melawan kejang - kejang otot.

Obat Anti Spasmodika :

· Atropin Sulfat

· Alkaloida belladona

· Hiosin Butil Bromida


· Papaverin HCl

· Mebeverin HCl

· Propantelin Bromida

· Pramiverin HCl

Indikasi

untuk mengatasi kejang pada saluran cerna yang mungkin disebabkan diare,
gastritis, tukak peptik dan sebagainya

Efek samping : menyebakan kantuk dan gangguan yang lain

c) Obat diare (obat sakit perut)

Anti diare adalah obat yg digunakan untuk mengobati penyakit yang


disebabkan oleh bakteri, kuman, virus, cacing, atau keracunan makanan.
Gejala diare adalah BAB berulang kali disertai banyaknya cairanyg keluar
kadang-kadang dengan mulas dan berlendir atau berdarah.

· Obat anti diare :

 Adsorben : kaolin, karbo adsorben, attapulgit #nyerap racun


 Anti motilitas : loperamid hidroklorida, kodein fosfat, morfin #menekan
perstaltik usus
 Adstringen : tannin/ tanalbumin #menciutkan selaput usus
 Pelindung : Mucilago fungsinya melindungi selaput lendir usus yang
luka
· indikasi :memperingan kerja lambung

· efek samping : bisa menyebabkan konstipasi

d) Laksativa

Laksativa adalah obat-obat yang dapat mempercepat peristaltik usus sehingga


mempermudah BAB.

Obat Laksativa :

a. Perangsang dinding usus (meningkatkan motilitas usus)

1) Bisakodil
2) Dankron

3) Rhei

4) Sennae

5) Aloe

b. Memperbesar isi usus

1) Magnesium Sulfat / garam inggris

2) Natrium fosfat

3) Agar-agar

4) CMC (carboksi metil cellulose)

5) Tylose

c.pelicin/pelunak tinja

1) Paraffin cair

2) gliserin (supositoria)

3) larutan sabun (klysma)

· indikasi

untuk mengosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan untuk


mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang
memperlambat kontraksi usus besar (misalnya narkotik).

· efek samping

rasa tidak enak pada perut termasuk kram, sakit perut, dan diare. termasuk
kasus-kasus angiooedema dan reaksi anafilaktoid juga dilaporkan terjadi
sehubungan dengan pemberian DULCOLAX.

Obat pencernaan jenis digestan :

Digestan adalah obat pencernaan yang membantu proses pencernaan berisi


enzim-enzim atau campurannya yang berguna untuk memperbaiki fungsi
pencernaan. Digestan bermanfaat pada defisiensi satu atau lebih zat yang
berfungsi mencerna makanan di saluran cerna. Proses pencernaan makanan
dipengaruhi oleh HCl (asam lambung), enzim pencernaan dan empedu.

Adapun secara garis besar sediaan digestan yang bermanfaat adalah sebagai
berikut :
1. Enzim pankreas

Enzim pankreas dalam sediaan dikenal sebagai pankreatin dan pankrelipase.


Kedua zat tersebut mengandung amilase, tripsin (protease) dan lipase.
Pankrelipase berasal dari pankreas hewan, aktivitas lipasenya relatif lebih
tinggi daripada pankreatin.

Pankrelipase diindikasikan pada keadaan defesiensi sekret pankreas


misalnya pada pankreatitis dan mukovisidosis. Ennzim ini dirusak asam
lambung sehingga harus dibuat dalam bentuk tablet enteral.

Enzim pankreas sedikit sekali menyebabkan efek samping. Dosis tinggi


dapat menyebabkan mual dan diare dan juga hiperurisemia.

2. Pepsin

Pepsin adalah enzim proteolitik yang kurang penting dibanding dengan


enzim pankreas. Pada defisiensi pepsin, tidak ditemukan gejala yang serius.
Defisiensi pepsin total ditemukan pada pasien aklorhidria. Kegagalan lambung
untuk mensekresi pepsin dan asam dengan rangsangan yang adekuat disebut
akilia gastrika, sering terjadi pada pasien anemia pernisiosa dan karsinoma
lambung.

3. Empedu

Empedu mengandung asam empedu dan konjugatnya. Zat empedu


yang penting untuk manusia ialah garam natrium asam kolat dan asam
kenodeoksikolat. Selain penting untuk penyerapan lemak, empedu juga
penting untuk absorpsi zat larut lemak misalnya vitamin A, D, E dan K.

Dalam jumlah besar, garam empedu dapat menetralkan asam lambung yang
masuk ke duodenum.

Pada keadaan normal hati mensekresi ± 24 g garam empedu atau 700 - 1000
ml cairan empedu/hari.

Kira-kira 85 % empedu diabsorpsi pada usus kecil bagian bawah


(sirkulasi enterohepatik), sehingga hanya 80 mg garam empedu yang harus
disintesis perharinya.

Asam-asam empedu meningkatkan sekresi empedu dan disebut zat


koleretik, garam empedu kurang memperlihatkan aktivitas koleretik. Asam
dehidrokolat suatu kolat semisintetik terutama aktif untuk merangsang empedu
dengan BM (Berat molekul) rendah karena itu dinamakan zaat hidrokoleretik.
Zat ini hanya merangsang pengeluaran empedu dan bukan prosuksi empedu.

Berbeda dengan asam kolat, asam kenodeoksikolat menurunkan kadar


kolesterol dalam empedu. Obat ini berguna untuk mengatasi batu kolesterol
kandung empedu pada pasien tertentu.

Asam kenodeoksikolat bekerja dengan menurunkan absorpsi kolesterol


dari usus dan menurunkan sintesis kolesterol. Bila kadar asam
kenodeoksikolat mencapai 70 % empedu total, maka larutan empedu yang
tadinya jenuh kolesterol menjadi tidak jenuh.

Garam empedu menurunkan resistensi mukosa saluran cerna terhadap


asam lambung. Kenyataan ini diduga mempunyai implikasi terhadap
terjadinya gastritis, tkak peptik dan refluks esofagus.

Obat pencernaan jenis kolagogum, kolelitolitik da hepati protector :

i. Kolagoga
Kolagoga adalah obat yang digunakan untuk peluruh batu empedu.

Obat Kolagoga adalah :

· Asam Kenodeoksikolat

· Asam Ursodeoksikolat

· Asam Kenat

Indikasi untuk mengatasi penggumpalan batu

Efek samping : sakit pada bagian perut,mual

ii.Protektor Hati
Protektor hati adalah obat yang digunakan sebagai vitamin tambahan untuk
meringankan, mengurangi bahkan melindungi gangguan funsi hati

Obat protektor Hati adalah :

a. Curcuma rhizoma domestica

b. Curcuma Xanthorrizae

c. Sylimarin

d. Mekonin

Indikasi : untuk mengatasi meringankan, mengurangi bahkan


melindungi gangguan fungsi hati
Efek samping : menyebabkan kantuk

iii. Obat pencernaan untuk hemoroid


Obat pencernaan golongan ini untuk permasalahan pada anus yaitu
hemoroid/wasir atau luka.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pencernaan (bahasa Inggris: digestive system) adalah sistem organ dalam
hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta
mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur.

Mekanisme pencernaan pada manusia terdiri dari beberapa tahapan yang


melibatkan beberapa organ pencernaan. Jenis-jenis mekanisme yang dilakukan adalah
pencernaan mekanis dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanis adalah proses
pencernaan yang menggunakan gerakan organ tubuh seperti gigi, gerakan pada lambung,
dan gerakan penyerapan sari-sari makanan pada usus. Sedangkan pencernaan kimiawi
adalah pencernaan yang melibatkan enzim atau zat kimia seperti ptialin, renin, dan asam
klorida.

Obat - obat yang digunakan pada sistem pencernaan adalah antasida, digestiva,
anti diare, pencahar / laxativa, anti spasmodika, kolagoga, protektor hati. Contoh obat
dari golongan tersebut adalah antasida (Anti Hiperaciditas), digestiva (pepsin), antidiare
(kemoterapi, spasmolitik).
pertanyaan : Farha lestari

di jawab : Osa ladifa

No.1 kenapa proses pencernaan dikerongkongan ?

Sebelumnya minta maaf barusan itu kesalahan bicara ,bukan kerongkongan dulu tapi mulut
yang pertama proses pencernaan.

Pertanyaan : Fitrinalis

Di jawab : Lia meliana

No 2. Jelaskan mekanisme antagonis reseptor H2 bisa menyababkan diare?

Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan terapi yang digunakan untuk
mengurangi sekresi asam lambung berlebih. Mekanisme aksi obat golongan antagonis reseptor
histamin H2 yaitu dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau berkompetisi dengan histamin
untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal sehingga mengurangi sekresi asam lambung
(Katzung, B.G, 2002).

Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang sering digunakan dalam pengobatan peptic ulcer disease
yaitu cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine. Keempat obat tersebut dapat secara cepat di
absorbsi di usus halus. Cimetidine, ranitidine dan famotidine akan mengalami first-pass hepatic
metabolism yang akan mengakibatkan bioavailabilitasnya menjadi sekitar 50%. Sedangkan nizatidine
hanya sedikit mengalami first-pass hepatic metabolism sehingga bioavalabilitasnya mendekati 100%.
Waktu paruh (half life) dari keempat obat tersebut adalah 1 hingga 4 jam dan durasinya tergantung
dari besarnya dosis yang diberikan. Obat golongan antagonis reseptor histamin H2 akan dibersihkan
dari tubuh melalui kombinasi metabolisme di hati, flitrasi glomerolus dan sekresi tubulus renal.
(Katzung, B.G, 2002).

Pertanyaan : Windan fauzan

Di jawab : Gema nurrahman

No 3. Jika kita makan contohnya seperti biji salak apakah bisa busukdi dalam pencernaan ?

Jika tertelan biji salak maka bisa dikeluarkan dengan memuntahkannya,dan tidak dicerna
oleh tubuh.jika ingin dikeluarkan dengan buang air besar maka bentuknya tetap biji salak.
Pertanyaan : Annisa tresna asih

Di jawab : Ratna anggraeni

No 4. Bagaimana mekanisme obat peluruh kentut ?

Kentut keluar melalui lubang dubur karena kepadatannya lebih ringan. Gerak peristaltik
usus mendorong isinya ke arah bawah. Tekanan di sekitar anus lebih rendah. Gerak
peristaltik usus menjadikan ruang menjadi bertekanan, sehingga memaksa isi usus,
termasuk gasnya untuk bergerak ke kawasan yang bertekanan lebih rendah, yaitu sekitar
anus. Dalam perjalanan ke arah anus, gelembung-gelembung kecil bergabung jadi
gelembung besar. Kalau tidak ada gerak peristaltik, gelembung gas akan menerobos ke atas
lagi, tetapi tidak terlalu jauh, karena bentuk usus yang rumit & berbelit-belit. Itulah kenapa
gas kentut tidak melakukan perjalanan ke tubuh bagian atas.

Contoh obat nya acarbos, obat herbal dll.

Pertanyaan : Syifa finuzi

Di jawab : Mediana

No 5. Diazepam bagaimana mekanismenya ?

Meningkatkan kepekaan reseptor GABA-A terhadap neurotransmitter penghambat (GABA)


di dalam otak yang dapatt menimbulkan efek rileks dan sedasi pada tubuh.jadi seperti yang
kita tahu sistem pencernaan itu bekerja pada saat rileks atau kolinergik jadi deazepam
diberikan sebagai penenang agar sistem pencernaan bisa berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen KesehatanRepublik


Indonesia : Jakarta

Evelyn.2008. “Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis”. Media Pustaka Utama.

Irianto,kus.2005. “Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis”. Yrama Widya

Malole. 1989. Penanganan Hewan – Hewan Percobaan Dilaboratorium. Institusi Pertanian


Bogor : Bogor

Syafuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Salemba Medika Press : Jakarta

Wijaya.2000. “Aktif Biologi”. Ganeca.


MAKALAH
FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN
SISTEM ENDOKRIN

Nama/NIM : Ridha Ishmania S.S. (31116184)


Rini Arsini (31116185)
Risya Ayudia Hayat (31116186)
Rofifah (31116187)
Sari Rachmawati (31116188)
Silfia Salma Salisa B. (31116189)
Siti Arpiah (31116190)
Siti Muta Afifah (31116191)
Sri Damayanti (31116192)
Sri Zulfah Zakiah D. (31116193)
Syifa Ayudia Finuzi (31116194)
Titan Shufina Rahmi (31116195)
Wildan Fauzan A.A. (31116196)
Winda Rahayu A. (31116197)
Yolanda Dewi (31116198)

Kelas/Kelompok : 2D/III (Tiga)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena berkat rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Sistem Endokrin”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Farmakologi Sistem Organ.
Penulisan makalah ini bertujuan dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai sistem endokrin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan.
Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap semoga Allah Swt. memberikan imbalan dan
dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Tasikmalaya, April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 2
2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Organ Endokrin ................ 2
2.2. Mekanisme Kerja Sistem Endokrin ............................ 6
2.3. Obat Sistem Endokrin ................................................. 7
BAB III PENUTUP ............................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kelenjar tanpa saluran atau kelenjar buntu digolongkan bersama dibawah nama organ
endokrin, sebab sekresi yang dibuat tidak meninggalkan kelenjar melalui satu saluran, tetapi
langsung masuk ke dalam darah yang beredar di dalam kelenjar. Kata “endokrin” berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “sekresi ke dalam”; zat aktif utama dari sekresi internal ini
disebut hormon, dari kata Yunani yang berarti “merangsang”.
Beberapa dari organ endokrin menghasilkan satu hormon tunggal,sedangkan yang lain
lagi dua atau beberapa jenis hormon: misalnya kelenjar hipofisis menghasilkan beberapa jenis
hormon yang mengendalikan kegiatan banyak organ lain, karena itulah maka kelenjar
hipofisis dilukiskan sebagai ”kelenjar pemimpin tubuh”.
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untukmempengaruhi
organ-organ lain. Sistem endokrin disusun oleh kelenjar-kelenjarendokrin. Kelenjar endokrin
mensekresikan senyawa kimia yang disebuthormon. Hormon merupakan senyawa protein
atau senyawa steroid yang mengatur kerja proses fisiologis tubuh.Kelenjar endokrin dalam
tubuh terdiri dari kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal,kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,
kelenjar pineal. Kelenjar tersebut memiliki struktur yang berbeda satu sama lain. Selain
struktur, yang membedakan setiap kelenjar adalah sekresi yang dihasilkan dan fungsinya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem organ endokrin?
2. Bagaimana mekanisme kerja sistem endokrin?
3. Apa saja golongan-golongan obat endokrin dan bagaimana mekanisme, efek samping,
dan interaksinya?
4. Apa saja contoh masing-masing golongan obat tersebut beserta dosisnya?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem orgam endokrin.
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja sistem endokrin.
3. Untuk mengetahui golongan - golongan obat endokrin beserta mekanisme, efek
samping, dan interaksinya.
4. Untuk mengetahui contoh masing-masing golongan obat tersebut beserta dosisnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Organ Endokrin


System endokrin adalah suatu system yang bekerja dengan perantaraan zat-zat kimia
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar
buntu (sekresi interna) yang mengirim hasil sekresinya langsung masuk kedalam darah
dan & aliran limfe beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus (saluran). Hasil
sekresinya disebut hormon, dan ekresi hormonnya ke cairan intrasel (tidak langsung ke
pembuluh darah). Hormone ini masuk ke dalam darah dan dibawa oleh system peredaran
darah ke seluruh tubuh. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin dan
bekerja sama dengan sistem saraf, mempunyai peranan penting dalam pengendalian
kegiatan organ-organ tubuh. Meskipun darah menyebarkan hormone ke seluruh tubuh
namun hanya sel sasaran tertentu yang dapat berespon terhadap masing-masing hormone,
karena hanya sel sasaran yang memiliki reseptor untuk mengikat hormone tertentu. Jadi
setelah dikeluarkan, hormone mengalir dalam darah ke sel sasaran di tempat yang jauh,
tempat bahan ini mengatur atau mengarahkan fungsi tertentu.
Adapun fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama yaitu, sistem syaraf dan
sistem hormonal atau sistem endokrin. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan,
namun dapat dibedakan dengan karekteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan
kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari syaraf (neural). Jika kedusnya
dihancurkan atau diangkat maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil oleh
sistem syaraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem syaraf bekerja
melalui neotransmitter yang dihasilkan oleh ujung-ujung syaraf. Sistem hormonal
terutama berhubungan dengan pengaturan sebagai fungsi metabolisme tubuh, mengatur
kecepatan reaksi kimia didalam sel, transport zat-zat melalui membrane sel, aspek
pertumbuhan dan sekresi.
Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan
mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel lembar lempengan
atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yabg banyak mengandung pembuluh
kapiler. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi
dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf. Kelenjar endokrin tidak
memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan tidak melaui saluran, tapi dari sel-sel endokrin
langsung masuk ke pmbuluh darah. Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel target
(responsive cells) tempat terjadinya efek hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar
dari tubuh kita melalui saluran khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar. Tubuh kita
memiliki beberapa kelenjar endokrin. Diantara kelenjar-kelenjar tersebut, ada yang berfungsi
sebagai organ endokrin murni artinya hormon tersebut hanya menghasilkan hormon misalnya
kelenjar pineal, kelenjar hipofisis / pituitary, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar
adrenal suprarenalis, dan kelenjar tim.

Kelenjar utama yang membentuk sistem endokrin manusia meliputi :


1. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian otak yang terletak di bagian tengah bawah otak.
Hipotalamus melayani berbagai fungsi yang berbeda dalam sistem saraf, dan juga
bertanggung jawab untuk mengontrol langsung dari sistem endokrin yang melalui
kelenjar hipofisis. Sel-sel saraf di hipotalamus mengontrol kelenjar hipofisis untuk
memproduksi bahan kimia (hormon) berikut :
 Thyrotropin-releasing hormone (TRH).
 Growth hormone-releasing hormone (GHRH).
 Growth hormone-inhibiting hormone (GHIH).
 Gonadotropin-releasing hormone (GnRH).
 Corticotropin-releasing hormone (CRH).
 Oxytocin.
 Antidiuretic hormone (ADH).
2. Hiposis
Kelenjar hipofisis, adalah benjolan seukuran kacang kecil jaringan yang terhubung ke
bagian inferior hipotalamus otak. Banyak pembuluh darah mengelilingi kelenjar hiposis
untuk membawa hormon ke seluruh tubuh. Kelenjar hiposus sebenarnya terbuat dari 2
struktur yang sama sekali terpisah, yaitu :
Lobus anterior
Menghasilkan hormon seperti :
 Hormon pertumbuhan, yang merangsang pertumbuhan jaringan tulang dan tubuh
lainnya dan berperan dalam penanganan nutrisi dan mineral.
 Prolaktin, yang mengaktifkan produksi susu pada wanita yang sedang menyusui.
 Thyrotropi, yang merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
 Kortikotropin, yang merangsang kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon
tertentu.
Lobus posterior
 Hormon antidiuretik, yang membantu mengontrol keseimbangan air dalam tubuh.
 Hormon oksitosin, yang memicu kontraksi rahim pada wanita memiliki bayi.
Hipofisis juga mengeluarkan endorfin yaitu bahan kimia yang bertindak pada sistem saraf
dan mengurangi perasaan nyeri. Selain itu, hipofisis mengeluarkan hormon yang
mempengaruhi organ reproduksi untuk membuat hormon seks. Kelenjar hiposisi juga
mengontrol ovulasi dan siklus menstruasi pada wanita.
3. Pineal
Kelenjar pineal adalah terletak di tengah otak. Kelenjar pineal memproduksi hormon
melatonin yang membantu mengatur waktu Anda tidur di malam hari dan ketika bangun
di pagi hari, sebagai ritme sirkadian. Aktivitas kelenjar pineal dihambat oleh stimulasi
dari fotoreseptor retina. Sensitivitas cahaya ini menyebabkan melatonin diproduksi hanya
dalam cahaya rendah atau gelap. Peningkatan produksi melatonin menyebabkan manusia
untuk merasa mengantuk pada malam hari ketika kelenjar pineal aktif
4. Tiroid
Kelenjar tiroid adalah kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak di pangkal leher.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon utama 3:
 Kalsitonin
 Triiodothyronine (T3)
 Tiroksin (T4)
Kalsitonin dilepaskan ketika tingkat ion kalsium dalam darah meningkat di atas
normal. Fungsi kalsitonin untuk mengurangi konsentrasi ion kalsium dalam darah dengan
membantu penyerapan kalsium ke dalam matriks tulang. Hormon T3 dan T4 bekerja
sama untuk mengatur tingkat metabolisme tubuh. Peningkatan kadar T3 dan T4
menghasilkan peningkatan aktivitas selular dan penggunaan energi dalam tubuh.
5. Paratiroid
Kelenjar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid hormon (PTH), yang terlibat
dalam homeostasis ion kalsium. PTH dilepaskan dari kelenjar paratiroid ketika tingkat ion
kalsium dalam darah drop di bawah normal. PTH merangsang osteoklas untuk memecah
kalsium yang mengandung matriks tulang untuk melepaskan ion kalsium bebas ke dalam
aliran darah. PTH juga memicu fungsi ginjal untuk kembali menyaring kalsium dari
darah, untuk kembali ke dalam aliran darah.
6. Adrenal
Kelenjar adrenal adalah sepasang kelenjar berbentuk segitiga yang ditemukan di
ginjal. Kelenjar adrenal masing-masing terbuat dari 2 lapisan yang berbeda, masing-
masing dengan fungsi yang unik mereka sendiri :
Bagian luar (korteks adrenal) – menghasilkan hormon yang disebut kortikosteroid,
yang mengatur garam dan keseimbangan air dalam tubuh, respons tubuh terhadap stres,
metabolisme, sistem kekebalan tubuh, dan perkembangan fungsi seksual.
Bagian dalam (medula adrenal) – menghasilkan katekolamin, seperti epinefrin yang
akan meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung ketika tubuh mengalami stres.
7. Pankreas
Pankreas juga merupakan bagian dari sistem endokrin, meskipun fungsi pankreas juga
terkait dengan sistem pencernaan karena menghasilkan dan mengeluarkan enzim
pencernaan. Pankreas menghasilkan dua hormon penting, insulin dan glukagon. Mereka
bekerja sama untuk mempertahankan kestabilan gula dalam darah dan untuk menjaga
tubuh untuk memproduksi dan mengelola energi.
8. Gonad
Gonad bertanggung jawab untuk memproduksi hormon seks tubuh. Hormon seks ini
menentukan karakteristik seks sekunder perempuan dewasa (ovarium) dan laki-laki
dewasa (testis).
Testis – Testis adalah sepasang organ ellipsoid ditemukan dalam skrotum laki-laki
yang menghasilkan testosteron androgen pada laki-laki setelah dimulainya pubertas.
Hormon ini menyebabkan pertumbuhan dan peningkatan kekuatan tulang dan otot,
termasuk percepatan pertumbuhan tulang panjang selama masa remaja. Selama pubertas,
testosteron mengontrol pertumbuhan dan perkembangan organ seks dan rambut tubuh
laki-laki, termasuk kemaluan, dada, dan rambut wajah.
Ovarium – Ovarium adalah sepasang kelenjar berbentuk almond yang terletak di
panggul rongga tubuh pada wanita. Ovarium menghasilkan hormon seks wanita
progesteron dan estrogen. Progesteron yang paling aktif pada wanita selama ovulasi dan
kehamilan di mana ia mempertahankan kondisi yang sesuai dalam tubuh manusia untuk
mendukung perkembangan janin. Estrogen adalah sekelompok hormon terkait yang
berfungsi sebagai hormon seks perempuan primer. Pelepasan estrogen selama pubertas
memicu perkembangan karakteristik alat reproduksi wanita sekunder wanita seperti
pengembangan rahim, perkembangan payudara, dan pertumbuhan rambut kemaluan.
Estrogen juga memicu peningkatan pertumbuhan tulang selama masa remaja yang
mengarah pada tinggi badan.
9. Timus
Timus berbentuk segitiga, pada organ yang ditemukan pada tulang dada. Timus
memproduksi hormon yang disebut thymosins yang membantu untuk melatih dan
mengembangkan T-limfosit selama perkembangan janin dan anak-anak. T-limfosit yang
diproduksi di timus melindungi tubuh dari patogen sepanjang seluruh kehidupan
seseorang. Timus menjadi tidak aktif selama masa pubertas dan secara perlahan
digantikan oleh jaringan adiposa sepanjang hidup seseorang.

2.2. Mekanisme Kerja Sistem Endokrin


Cara dasar sistem endokrin bekerja adalah melalui struktur yang rumit dari kelenjar,
masing-masing kelenjar mensekresikan hormon. Kelenjar endokrin bekerja sama dengan
saraf di bahwa mereka bergantung pada berbagai sinyal untuk mengoperasikan,
melepaskan hormon tergantung pada informasi eksternal dan internal.
Dengan cara ini, sistem dapat mengatur hampir setiap fungsi tubuh manusia dari
metabolisme dengan suasana hati umum. Di antara aspek yang paling penting dari sistem
endokrin adalah pertumbuhan dan perkembangan jaringan dan organ.
Mekanisme kerja sistem Endokrin secara umum
 Hormon Endokrin dibawa oleh sistem sirkulasi ke sel di seluruh tubuh,termasuk
sistem saraf pada beberapa kasus, tempat hormon tersebut berjalan dengan
reseptornya menginsisasi berbagai reaksi sel ► memengaruhi jenis sel tubuh ; growth
hormon mempengaruhi jaringan target spesifik ; ACTH. Sebagian besar hormon di
tubuh berupa polipeptida dan protein, hormon-hormon tersebut memiliki ukuran yang
bervariasi.
 Hormon protein dan peptida di sintesis di bagian RE kasar di berbagai sel endokrin
sebagai protein besar (pro hormon).
 Protein besar ► dipecah menjadi prohormon yang lebih kecil di RE.
 Prohormon ► di transfer ke Aparatus Golgi dan di kemas (enzim-enzim memecah
prohormon►hormon berukuran lebih lecil yang sudah memiliki aktivitas biologis dan
fragmen-fragmen inaktif) ke dalam vesikel sekretoris ► di simpan dalam sitoplasma,
terikat pada membran sel hingga hormon tersebut dibutuhkan.
 Sekresi hormon terjadi ketika vesikel sekretoris menyatu dengan membran sel dan
kandungan granulanya dikeluarkan ke dalam cairan interseksial atau dengan
eksotosis.
 Rangsangan eksotosis = peningkatan konsentrasi kalsium sitosol akibat depolarisasi
membran plasma.
 Rangsangan reseptor menimbulkan meningkatnya cAMP ► aktivasi protein kinase
► sekresi hormon ► hormon di bawa ke jaringan target.

2.3. Obat Sistem Endokrin


1) Golongan Obat Sistem Endokrin
a. Diabetes Melitus Tipe II
a. Nama Obat Benofomin
b. Kandungan Obat Metformin HCl
c. Cara Pemberian Oral
d. Dosis 1 tablet 3 kali sehari
1 kaptab 2 kali sehari
e. Indikasi DM tipe II
f. Kontra Indikasi Koma diabetikum, ketoasidosis, gangguan ginjal parah,
penyakit hati kronis, payah jantung, alkoholisme,
hipoksemia, miokardinfark
g. Pendokumentasian Tablet 3x500mg = 1500 mg/hari
Kaptab 2x850mg = 1700 mg/hari

a. Nama obat Condiabet


b. Kandungan obat Glibenclamid
c. Cara pemberian Oral
d. Dosis Dosis awal 5mg/hari, dinaikan bertahap
2,5mg dengan interval kira-kira 1 minggu.
Dosis maksimal 15mg/hari, dalam bentuk
tablet
e. Indikasi DM tipe II
f. Kontra indikasi IDDM/ DM tipeI, koma diabetikum,
ketoasidosis, DM dengan komplikasi
(demam, trauma, gangren) kerusakan
fungsi hati dan adrenokortikal, kerusakan
ginjal parah, kehamilan, laktasi.
g. Pendokumentasian 1x5mg

b. Diabetes Melitus Tipe I


a. Nama obat HUMULIN
b. Kandungan obat Humulin R: Human insulin regular (DNA
rekombinan),kerja cepat
Humulin N: Human insulin isophane
(DNA rekombinan ),kerja sedang
Humulin 30/70 : capuran humulin R dan
humulin N dengan perbandingan 30:70
c. Cara pemberian Injeksi subkutan
d. Dosis Sesuai kebutuhan
e. Indikasi Pasien diabetes tipe 1 pasien diabetes yang
,memerlukan pengobatan dengan suntikan
insulin
f. Kontra indikasi Hypoglikemia
g. Pendokumentasian Vial 1x 40ml

c. Hipotiroidisme
a. Nama obat Tyrax

b. Kandungan obat Na L-thyroxin

c. Cara pemberian Oral

d. Dosis Dewas : dosis awal 0,05-0,1mg/hari.


Tambahkan dosis harian tiap 2 minggu
0,025-0,5mg sampai hasil yang diharapkan
tercapai
e. Indikasi Hipotiroid

f. kontra indikasi -

g. pendokumentasian 1x100mcg

a. Nama obat Euthyrox


b. Kandungan obat Na levothyroxine
c. Cara pemberian Oral
d. Dosis Goiter eutiroid : 50-200mcg/hari
Hipotiroidisme : Dosis awal 25-50mcg. Pemeliharaan
125-250mcg sekali sehari
Pengobatan tambahan bersama antitiroid : 50-100mcg
sekali sehari
e. Indikasi Goiter eutiroid, hipotiroidisme, pengobatan tambahan
bersama antitiroid
f. kontra indikasi Hipertiroidisme; kecuali sebagai tambahan terapi pada
pengobatan hipertiroidi dengan obat-obat antitiroid
setelah mencapai fungsi normal
g. pendokumentasian 1x100mcg
d. Hipertiroidisme
a. nama obat Propiltiouracil
b. kandungan obat Propiltiourasil
c. cara pemberian Oral
d. dosis untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/
m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000
mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk
hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk
hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900
mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis
terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300
mg/hari
e. indikasi Hipertiroidisme
f. kontra indikasi hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking
replacement regimen tidak boleh diberikan pada
kehamilan dan masa menyusui.
g. pendokumentasian 1x 50mg

a. nama obat Tapazole


b. kandungan obat Methimazole
c. cara pemberian Oral
d. dosis untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2
mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari;
sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari;
dosis pelihara 5-15 mg/hari.
e. indikasi agent antitiroid
f. kontra indikasi Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil
g. pendokumentasian Untuk anak : 3x 0,4mg
Untuk dewasa : 1x 10mg

a. nama obat Neo mecarzole


b. kandungan obat Karbimazole
c. cara pemberian Oral
d. dosis 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis
diturunkan menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi
berlangsung 18 bulan.
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20
– 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian
disesuaikan dengan respon.
e. indikasi hipertiroidisme
f. kontra indikasi blocking replacement regimen tidak boleh diberikan
pada kehamilan dan masa menyusui
g. pendokumentasian 1x 5mg

2) Mekanisme Obat sistem Endokrin


a. Mekanisme Kerja Humulin R
Humulin R adalah insulin yang bersifat Kerja cepat (Shor Acting Time),
bentuknya jernih dapatdiberikan secara SC / IV mulai bereaksi 0.5 - 1 jam, puncak
2 - 4 jam, dan lamanya 6 - 8 jam. Humulin R digunakan untuk pengobatan DM tipe
1, DM tipe 2 yang gula darahnya dapat dikendalikan dengan dietdan antidiabetik
oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut,
DMpaskabedah pankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan
kehamilan.Mekanisme kerja humulin R adalah Insulin menurunkan kadar gula
darah dengan menstimulasipengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi
glukosa hepatik.Efek kerja insulin yang sudahsangat dikenal adalah membantu
transpor glukosa dari darah ke dalam sel.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat
masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darahakan meningkat, dan sebaliknya sel-
sel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapatmemproduksi
energi sebagaimana seharusnya. Disamping fungsinya membantu transpor glukosa
masuk ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap
metabolisme, baik metabolismekarbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein
dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis,menekan lipolisis, serta
meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga
mempunyaiperan dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu
sebabnya, gangguan fungsi insulindapat menyebabkan pengaruh negatif dan
komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh.
Efek samping terapi insulin yang paling sering terjadi adalah hipoglikemia.
Keadaan ini dapat terjadi akibat :Dosis insulin yang berlebihan, Saat pemberian
yang tidak tepat, Penggunaan glukosa yang berlebihan, misalnya olahraga
anaerobic berlebihan. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan
individu terhadap insulin, misalnyagangguan fungsi adrenal atau hipofisis
Parameter monitoring : Kadar glukosa darah puasa: 80/120mg/dl, Kadar
hemoglobin A1c : <100mg/dl.
b. Mekanisme Kerja Methimazole
Methimazole merupakan obat anti tiroid golongan thionamide yang menjadi
lini pertama pengobatan hipertiroidisme danmerupakan metabolit aktif dari
carbimazole. Carbimazole merupakan bentuk prodrug dari methimazole. Di dalam
tubuh carbimaZole akan diubah menjadi bentuk aktifnya methimazole dengan
pemotongan gugus samping karboksil pada saat metabolisme fase satu (Bahn et al,
2011).
Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati hipertiroidisme sama seperti
propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroksidase dan mencegah
pembentukan hormon tiroid namun tidak memiliki efek mencegah konversi T4 ke
T3. Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi sempurna di saluran
cerna, karenadurasi aksinya yang panjang yaitu sekitar 40 jam, maka MMI cukup
digunakan satu kali sehari (single dose) (Anonim, 2018).
Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertiroidismekarena efek
samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil, faktor kepatuhan pasien,
serta efektivitas yang lebih baik dibandingkan propylthiouracil (Bahn et al, 2011).
Penggunaan methimazole pada kehamilan terutama trimester pertama tidak
direkomendasikan karena efek teratogenik methimazole menyebabkan malformasi
kongenital seperti aplasia cutis dan choanalatresia. Sehingga pada pasien
hipertiroidisme yang sedang hamil trimester pertama yang sedang mengonsumsi
methimazole perlu dilakukan penggantian terapi ke propylthiouracil (Stagnaro-
Green et al, 2011).
c. Mekanisme Kerja Tyrax (Levotiroksin)
Levotiroksin (Thyroxine) adalah hormon yang dihasilkan dari kelenjar tiroid.
Levotiroksin dibuat melalui mekanisme iodonisasi dari tirosin (monoiodotirosin)
atau penggandengan dari iodotirosin (diiodotirosin) pada tiroglobulin. Levotiroksin
dilepaskan dari tiroglobulin melalui proses proteolisis dan disekresikan ke dalam
darah.
Pada jaringan perifer, tiroksin akan di de-iodinasi menjadi bentuk
triiodotironin yang mana dapat menyebabkan efek stimulasi berlangsungnya
metabolisme sel. Levotiroksin memiliki beberapa nama lain di antaranya tiroksin;
L-tiroksin; atau Sintroid.Nama kimia dari Levotiroksin adalah (2S)-2-amino-3-[4-
(4-hydroxy-3,5-diiodophenoxy)-3,5-diiodophenyl] propanoic acid. Obat yang
mengandung Levotiroksin digunakan sebagai lini pertama untuk menggantikan
kerja hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid paska pengangkatan dari kelenjar
tiroid itu sendiri. Obat ini juga digunakan sebagai terapi suplementasi pada
hipotiroid kongenital atau didapat karena berbagai etiologi, kecuali hipotiroid
transien selama fase penyembuhan dari tiroiditis sub-akut.
Hipotiroidisme sendiri didiagnosis dengan melakukan pengukuran terhadap
kadar TSH dan pengukuran kadar free-T4 melalui pemeriksaan laboratorium.
Hormon tiroid memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan sel serta meregulasi sebagian besar proses metabolisme tubuh yang
mempengaruhi fungsi hemostasis tubuh.
Levotiroksin merupakan levoisomer sintetik dari tiroksin (T4), yang memiliki
bentuk mirip dengan hormon endogen yang diproduksi kelenjar tiroid. Tiroksin ini
yang nantinya akan mengalami de-iodinasi menjadi triiodotironin (T3) pada
jaringan perifer. T3 kemudian akan masuk ke dalam sel dan berikatan dengan
reseptor hormon tiroid nuklear, dan kompleks hormon reseptor yang kemudian
memicu ekspresi gen dan menghasilkan protein yang dibutuhkan dalam meregulasi
respirasi seluler, termogenesis, pertumbuhan dan diferensiasi sel serta metabolisme
dari protein, karbohidrat dan lemak. T4 dan T3 juga dapat memberikan efek pada
sistem kardiovaskular.
Obat ini memiliki indeks terapi yang sempit (narrow therapeutic index/NTI) di
mana perbedaan kadar di dalam darah sedikit saja, sudah memberikan hasil terapi
yang berbeda. Oleh karena itu perlu perhatian khusus pada dosis pemakaian selama
terapi diberikan, agar tidak terjadi kegagalan terapi atau menimbulkan efek
samping.
Pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan dari enzim
plasma secara ringan. Pemakaian dosis umum dari levotiroksin pun diketahui
berhubungan dengan salah satu kasus yang jarang terjadi yaitu peradangan hati
imunoalergik.

d. Mekanisme Kerja Metformin


Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Metformin adalah golongan dimetil
biguanide merupakan OHO yang dipakai untuk menurunkan kadar glukosa darah
pada pasien diabetes mellitus tipe II, penggunaannya bertujuan untuk menurunkan
resistensi insulin dengan memperbaiki sensitivitas insulin terhadap jaringan.
Dengan demikian metformin di indikasikan sebagai obat pilihan pertama pada
pasien diabetes mellitus tipe II gemuk yang mana dasar kelainannya adalah
resistensi insulin. Walaupun cara kerja metformin berbeda dengan sulfonilurea
akan tetapi efek kontrol glikemik sama dengan golongan sulfonilurea. Metformin
dikenal bekerja sebagai anti hiperglikemia sedang sulfonilurea sebagai obat yang
bekerja sebagai hipoglikemik (Balley, CJ. 1996).
Mekanisme kerja metformin menambah up-take (utilisasi) glukosa diperifer
dengan meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin, menekan produksi
glukosa oleh hati, menurunkan oksidasi Fatty Acid dan meningkatkan pemakaian
glukosa dalam usus melalui proses non oksidatif. Ekstra laktat yang terbentuk akan
diekstraksi oleh hati dan digunakan sebagai bahan baku glukoneogenesis. Keadaan
ini mencegah terjadinya efek penurunan kadar glukosa yang berlebihan. Pada
pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%
(Balley, CJ, 1996).
e. Mekanisme glibenklamid
Glibenklamid bekerja menurunkan kadar gula darah dengan cara
meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas. Mekanisme ini bergantung pada sel
beta pankreas. Sulfonilurea menempel pada reseptor yang spesifik di sel beta
pankreas dan menyekat pemasukan kalium melalui kanal ATP-dependent. Aksi ini
kemudian mempengaruhi peningkatan kalsium ke sel beta pankreas yang
menyebabkan kontraksi filamen aktomiosin yang bertugas untuk memicu
eksositosis dari insulin. Sekresi insulin ini tidak bergantung pada kadar gula,
sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia.
Karena kerja sulfonilurea yang berkaitan dengan sel beta pankreas,
penggunaan sulfonilurea dalam jangka panjang berisiko membuat terjadinya
penurunan regulasi reseptor sulfonilurea pada permukaan sel beta pankreas.
Fenomena ini dapat hilang dengan penghentian pengobatan dalam jangka waktu
tertentu.
f. Mekanisme Carbimazole
Carbimazole adalah obat yang digunakan untuk menurunkan hormon tiroid
yang diproduksi kelenjar tiroid. Yodium adalah senyawa kimia yang digunakan
kelenjar tiroid sebagai bagian dari hormon tiroid. Yodium harus diubah di dalam
tubuh menjadi bentuk yang bisa dipakai sebelum dikombinasi dengan komponen
lainnya menjadi hormon tiroid.
Carbimazole bekerja dengan cara mencegah perubahan Yodium ke bentuk
yang dapat digunakan. Carbimazole juga bekerja dengan memblokade
penggabungan antara yodium yang telah berubah dengan komponen lainnya untuk
menjadi hormon tiroid.
Sehingga menurunkan produksi hormon tiroid. Oleh karena itu Carbimazole
berguna dalam pengobatan pada kondisi hormon tiroid diproduksi berlebihan oleh
kelenjar tiroid (hipertiroidisme).
Carbimazole hanya menurunkan produksi hormon tiroid setelah diminum,
tetapi tidak dapat menurunkan kadar tiroid dalam darah karena pengaruh produksi
hormon terdahulu.
Hormon tiroid yang diproduksi sebelumnya harus dipakai oleh tubuh dahulu
sebelum kadarnya dalam darah menjadi berkurang.
g. Mekanisme Propiltiourasil
PTU menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambat oksidasi dari
iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin. Obat ini memperlambat
fungsi tiroid dengan cara mengurangi pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar.

h. Mekanisme Levothyroxine
Levothyroxine meningkatkan kondisi pasien dengan melakukan fungsi
Mengganti hormon tiroid yang biasanya diproduksi oleh tubuh. Mekanisme aksi :
Hormon-hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4 ) dan triiodotironin (T3), disintesis
dengan jalan mereaksikan molekul Iodium dengan senyawa protein prekursor
hormon tiroid yang disebut tiroglobulin. Reaksi ini berlangsung dengan katalisator
enzim tiroperoksidase. Propiltiourasil (PTU) bekerja menghambat kerja enzim
tiroperoksidase sehingga sintesis T4 dan T3 terhambat. PTU juga menghambat
kerja enzim 5′-deiodinase (tetraiodotironin 5′ deiodinase) yang mengkonversi T4
menjadi T3. Karena T3 lebih kuat daya hormon tiroidnya dibandingkan T4, maka
hal ini juga akan mengurangi aktivitas hormon-hormon tiroid secara keseluruhan.

3) Efek Samping Obat Sistem Endokrin


a. Diabetes Militus Tipe II
 Benofomin
Efek samping benofomin (metformin) yang paling umum adalah iritasi pada
saluran pencernaan misalnya diare, kram perut, mual, muntah, perut kembung
dan lebih sering kentut. Efek samping obat ini pada saluran pencernaan lebih
tinggi dibandingkan obat anti diabetes lainnya.
Efek samping yang lebih serius namun jarang terjadi adalah asidosis laktat.
Kejadian lebih sering bila pasien juga menderita gangguan hati, ginjal paru,
gangguan jantung kongestif atau mengkonsumsi alkohol secara berlebihan. Jika
efek samping ini terjadi segera hentikan pemakaian obat dan hubungi pihak
medis. Tanda-tanda asidosis laktat adalah : merasa sangat lemah, lelah, atau
tidak nyaman, nyeri otot, kesulitan bernapas, gangguan perut, merasa
kedinginan, pusing, detak jantung lambat atau tidak teratur.
Efek samping lain eritema, pruritus, urtikaria dan bisa menyebabkan
hepatitis jika diberikan pada dosis tinggi dan jangka waktu lama.
 Condiabet
Efek samping Condiabet (Glibenclamide) pada saluran pencernaan seperti
mual, muntah, diare, sembelit dan nyeri pada ulu hati. Obat ini juga mempunyai
efek samping seperti sakit kepala, demam, kenaikkan berat badan, dan reaksi
alergi pada kulit terutama pada orang-orang yang peka.
b. Diabetes Militus Tipe I
 Humulin
Efek samping Humulin R antara lain lipodistrofi, hipoglikemia, reaksi alergi
lokal dan menyeluruh. Efek samping Humulin N antara lain gula darah
rendah, gatal, ruam kulit ringan ataupenebalan atau lekukan pada kulit di
mana Anda disuntikkan obat.
c. Hipotiroidisme
 Tyrax
Efek samping thyrax, terutama jika kelebihan dosis antara lain adalah
jantung berdetak kencang, cemas, tangan gemetar (tremor), sakit kepala,
muka menjadi merah, banyak berkeringat, penurunan berat badan, dan lain-
lain.
 Euthyrox
Berikut adalah daftar efek samping yang memungkinkan yang dapat terjadi
dari semua bahan-bahan konstitusi Euthyrox Tablet. Ini bukanlah daftar
yang komprehensif. Efek-efek samping ini memungkinkan, tetapi tidak
selalu terjadi yaitu menstruasi yang tidak teratur, kegelisahan, berat badan,
sakit kepala, peningkatan tekanan di sekitar otak pada anak-anak,
pembilasan, suhu tinggi, kegelisahan, kelainan bentuk tengkorak pada bayi,
berkeringat.

d. Hipertiroidisme
 Propylthiouracil
Sama seperti obat-obat lainnya, propylthiouracil juga bisa menimbulkan
efek samping yang cukup serius, meskipun dokter telah mempertimbangkan
mengenai perbandingan antara manfaat dengan risiko meminum obat ini.
Berikut adalah reaksi efek samping yang mungkin terjadi setelah
mengonsumsi obat ini yaitu mual, muntah, sakit perut, sangat mengantuk,
ruam atau gatal dalam skala ringan, sakit kepala, rambut rontok dalam skala
ringan, nyeri otot ringan, berkurang atau hilangnya kemampuan indera
perasa.
 Tapazole
Berikut adalah daftar efek samping yang memungkinkan yang dapat terjadi
dari semua bahan-bahan konstitusi Tapazole Tablet. Ini bukanlah daftar
yang komprehensif. Efek-efek samping ini memungkinkan, tetapi tidak
selalu terjadi. Beberapa efek samping ini langka tetapi serius, yaitu sakit
kepala, trombositopenia, anemia aplastik, demam, insulin sindrom
autoimun, hepatitis, hipoprotrombinemia, ruam kulit, urtikaria dan mual.

4) Interaksi Obat Sistem Endokrin


Golongan Hipotiroidisme
1. Levotiroksin
INTERAKSI EFEK
Pada pasien yang diobati dengan dosis tinggi
Antagonis beta-
propranolol (> 160 mg / hari), T3 dan T4 tingkat
adrenergik
berubah, tingkat TSH tetap normal, dan pasien eutiroid
(misalnya,
secara klinis. Tindakan antagonis beta-adrenergik
Propranolol>
tertentu mungkin terganggu ketika seorang pasien
160 mg / hari)
hipotiroid dikonversi ke2q keadaan eutiroid.
administrasi jangka pendek dosis besar glukokortikoid
Glukokortikoid dapat menurunkan konsentrasi T3 serum sebesar 30%
(misalnya, dengan perubahan minimal di tingkat T4 serum.
Deksametason ≥ Namun, terapi glukokortikoid jangka panjang dapat
4 mg / hari) mengakibatkan sedikit penurunan kadar T3 dan T4
akibat penurunan produksi TBG (Lihat di atas).
Menyebabkan perubahan biokimia terisolasi
Amiodarone (peningkatan serum bebas T4, dan penurunan atau
normal bebas T3) pada pasien secara klinis eutiroid.
Kalsium karbonat dapat membentuk khelat tidak larut
Kalsium dengan Levotiroksin, dan sulfat besi cenderung
Karbonat membentuk kompleks besi-tiroksin. Mengonsumsi
Ferrous Sulfate tablet natrium Levotiroksin minimal 4 jam terpisah dari
agen ini.
Fenobarbital telah terbukti mengurangi respon tiroksin.
Fenobarbital
Fenobarbital meningkatkan metabolisme
Amiodarone menghambat konversi perifer
Obat lain: Levotiroksin (T4) ke triiodothyronine (T3) dan dapat
Amiodaron menyebabkan perubahan biokimia terisolasi
(peningkatan serum bebas T4, dan penurunan atau
normal bebas T3) pada pasien secara klinis eutiroid.
Sukralfat, Keasaman lambung merupakan persyaratan penting
Antasida, untuk penyerapan Levotiroksin. Sukralfat, antasida dan
Aluminium & inhibitor pompa proton dapat menyebabkan
Magnesium hypochlorhydria, mempengaruhi pH intragastrik, dan
Hidroksida, mengurangi penyerapan Levotiroksin. Monitor pasien
Simetikon dengan tepat.
Obat ini dapat menyebabkan perpindahan situs
pengikatan protein. Furosemide telah diuktikan
menghambat protein pengikatan T4 untuk TBG dan
Karbamazepin albumin, menyebabkan peningkatan fraksi T4 bebas
Furosemid dalam serum. Furosemide bersaing untuk situs T4-
(> 80 mg IV) mengikat TBG, prealbumin, dan albumin, sehingga
Heparin dosis tinggi tunggal akut dapat menurunkan tingkat T4
Hydantoins Total. Fenitoin dan carbamazepine mengurangi protein
NSAID serum mengikat Levotiroksin, dan T4 total dan bebas
- Fenamates dapat dikurangi dengan 20% sampai 40%, tetapi
kebanyakan pasien memiliki kadar serum TSH normal
dan eutiroid secara klinis. Memonitor parameter
hormon tiroid.

Interaksi Lain
a. Terapi antidiabetes
Penambahan Levotiroksin terapi natrium tablet pada pasien dengan diabetes mellitus
dapat memperburuk kontrol glikemik dan mengakibatkan peningkatan agen atau insulin
persyaratan antidiabetes. Hati-hati memantau kontrol glikemik, terutama ketika terapi
tiroid dimulai, berubah, atau dihentikan.
b. Antikoagulan oral
Levothyroxine sodium tablet meningkatkan respon terhadap terapi antikoagulan oral.
Oleh karena itu, penurunan dosis antikoagulan dapat dibenarkan dengan koreksi dari
negara hipotiroid atau ketika tablet natrium Levotiroksin dosis meningkat. Memonitor tes
koagulasi untuk mengizinkan penyesuaian dosis yang tepat dan tepat waktu. digitalis
Glikosida tablet natrium levothyroxine dapat mengurangi efek terapi dari glikosida
digitalis. tingkat glikosida digitalis serum dapat menurunkan ketika seorang pasien
hipotiroid menjadi eutiroid, sehingga diperlukan peningkatan dosis glikosida digitalis.

Interaksi Metformin
Glyburide - Dalam studi interaksi dosis tunggal pada pasien diabetes tipe 2,
pemberian metformin dan glyburide tidak menghasilkan perubahan baik dalam
farmakokinetik Metformin atau farmakodinamik. Penurunan glyburide AUC dan Cmax
diamati, tetapi sangat bervariasi. Sifat dosis tunggal dari penelitian ini dan kurangnya korelasi
antara kadar darah glyburide dan efek farmakodinamik, membuat signifikansi klinis dari
interaksi ini tidak pasti.
Furosemide - Sebuah studi interaksi obat metformin-furosemide dosis tunggal pada
subjek yang sehat menunjukkan bahwa parameter farmakokinetik dari kedua senyawa
dipengaruhi oleh pemberian bersama. Furosemide meningkatkan Metformin plasma dan
darah Cmax sebesar 22% dan darah AUC sebesar 15%, tanpa perubahan signifikan dalam
pembersihan ginjal Metformin. Ketika diberikan dengan Metformin, C max dan AUC dari
furosemide masing-masing 31% dan 12% lebih kecil, dibandingkan ketika diberikan sendiri,
dan waktu paruh terminal menurun sebesar 32%, tanpa perubahan signifikan dalam
pembersihan renal furosemide. Tidak ada informasi yang tersedia tentang interaksi
Metformin dan furosemide ketika digunakan secara kronis.
Nifedipine - Sebuah studi interaksi obat metformin-nifedipine dosis tunggal pada
sukarelawan sehat yang normal menunjukkan bahwa pemberian bersama nifedipine
meningkatkan plasma Metformin Cmax dan AUC sebesar 20% dan 9%, masing-masing, dan
meningkatkan jumlah yang diekskresikan dalam urin. T max dan paruh tidak terpengaruh.
Nifedipine tampaknya meningkatkan penyerapan Metformin memiliki efek minimal pada
nifedipine.
Obat-obatan yang mengurangi pembersihan Metformin-Penggunaan bersamaan obat-
obatan yang mengganggu sistem transportasi tubular ginjal umum yang terlibat dalam
eliminasi ginjal Metformin (misalnya, transporter kationik-2 organik [OCT2] / multidrug dan
ekstrusi racun [MATE] inhibitor seperti ranolazine, vandetanib, dolutegravir, dan cimetidine
) dapat meningkatkan paparan sistemik terhadap Metformin dan dapat meningkatkan risiko
asidosis laktat. Pertimbangkan manfaat dan risiko penggunaan bersamaan. Interaksi antara
Metformin dan cimetidine oral telah diamati pada sukarelawan sehat normal baik dalam studi
interaksi obat metformin-cimetidine tunggal maupun multipel, dengan peningkatan 60% pada
puncak Metformin plasma dan konsentrasi darah utuh dan peningkatan 40% dalam plasma.
dan seluruh darah Metformin AUC. Tidak ada perubahan dalam paruh eliminasi dalam studi
dosis tunggal.
Pada sukarelawan sehat, farmakokinetik Metformin dan propranolol, dan Metformin
dan ibuprofen tidak terpengaruh ketika digunakan dalam studi interaksi dosis tunggal.
Metformin terikat pada protein plasma dan oleh karena itu, lebih kecil kemungkinannya
untuk berinteraksi dengan obat-obatan yang terikat dengan protein tinggi seperti salisilat,
sulfonamid, kloramfenikol, dan probenesid, dibandingkan dengan sulfonilurea, yang secara
ekstensif terikat dengan protein serum.
Interaksi lain - Obat-obatan tertentu cenderung menghasilkan hiperglikemia dan dapat
menyebabkan hilangnya kontrol glikemik. Obat-obat ini termasuk tiazid dan diuretik lainnya,
kortikosteroid, fenotiazin, produk tiroid, estrogen, kontrasepsi oral, fenitoin, asam nikotinat,
simpatomimetik, obat penyumbat saluran kalsium, dan isoniazid. Ketika obat-obatan tersebut
diberikan kepada pasien yang menerima tablet hidroklorida Metformin, pasien harus diamati
dengan seksama karena kehilangan kendali glukosa darah. Ketika obat tersebut ditarik dari
pasien yang menerima tablet hidroklorida Metformin, pasien harus diamati secara seksama
untuk hipoglikemia.
Penghambat karbonat anhidrase-Topiramate atau penghambat anhidrase karbonat
lainnya (misalnya, zonisamide, acetazolamide atau dichlorphenamide) sering menyebabkan
penurunan bikarbonat serum dan menginduksi kesenjangan non-anion, asidosis metabolik
hiperkloremik. Penggunaan bersamaan dari obat-obatan ini dengan tablet Metformin
hidroklorida dapat meningkatkan risiko untuk asidosis laktat. Pertimbangkan pemantauan
lebih sering pada pasien-pasien ini.
Alkohol-alkohol dikenal untuk mempotensiasi efek Metformin pada metabolisme
laktat. Peringatkan pasien terhadap asupan alkohol yang berlebihan saat menerima tablet
Metformin hidroklorida.
Interaksi Obat Humulin R
Sejumlah zat mempengaruhi metabolisme glukosa dan mungkin memerlukan
penyesuaian dosis insulin dan terutama pemantauan ketat.
Obat-obatan yang dapat meningkatkan efek penurun glukosa darah Humulin R U-100 dan
kepekaan terhadap hipoglikemia:
Obat antihiperglikemik oral, salisilat, antibiotik sulfa, antidepresan tertentu (inhibitor
monoamine oxidase, inhibitor reuptake serotonin selektif [SSRI]), pramlintide, disopiramid,
fibrat, fluoxetine, propoxyphene, pentoxifylline, inhibitor ACE, agen penghambat reseptor
angiotensin II, beta-adrenergic blocker , inhibitor fungsi pankreas (misalnya, octreotide), dan
alkohol.
Obat-obatan yang dapat mengurangi efek penurun glukosa darah: Kortikosteroid, isoniazid,
obat penurun lipid tertentu (misalnya niacin), estrogen, kontrasepsi oral, fenotiazin, danazol,
diuretik, agen simpatomimetik, somatropin, antipsikotik atipikal, glukagon, protease
inhibitor, dan terapi penggantian tiroid.
Obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan efek penurun-glukosa darah: Beta-
adrenergic blocker, clonidine, garam lithium, dan alkohol.
Pentamidin dapat menyebabkan hipoglikemia, yang kadang-kadang bisa diikuti oleh
hiperglikemia.
Obat-obatan yang dapat menutupi tanda-tanda hipoglikemia: Beta-adrenergic blocker,
clonidine, guanethidine, dan reserpine.
2. Golongan Hipertiroidisme
a. Propiltiourasil
 Antikoagulan (oral): Karena penghambatan potensi aktivitas vitamin K oleh
Propylthiouracil, aktivitas antikoagulan oral (misalnya, warfarin) dapat
ditingkatkan; pemantauan tambahan dari PT / INR harus dipertimbangkan,
terutama sebelum prosedur bedah.
 Agen Inhibitor beta-adrenergik: Hipertiroidisme dapat menyebabkan clearance
meningkat dari beta blocker dengan rasio ekstraksi yang tinggi. Dosis dikurangi
dari beta blocker-adrenergik mungkin diperlukan bila pasien hipertiroid menjadi
eutiroid.
 Glikosida Digitalis: Tingkat serum digitalis dapat meningkat ketika pasien
hipertiroid pada rejimen glikosida digitalis stabil berubah menjadi euthyroid;
pengurangan dosis glikosida digitalis mungkin diperlukan
 Teofilin: Theophylline izin dapat menurunkan pasien ketika hipertiroid pada
teofilin rejimen stabil menjadi eutiroid; dosis dikurangi teofilin mungkin
diperlukan.
b. Methamizole
 Antikoagulan (oral): Karena potensi penghambatan aktivitas vitamin K oleh
methimazole, aktivitas antikoagulan oral (misalnya, warfarin) dapat ditingkatkan;
pemantauan tambahan dari PT / INR harus dipertimbangkan, terutama sebelum
prosedur bedah.
 ß-adrenergik blocking agen: Hipertiroidisme dapat menyebabkan clearance
meningkat dari beta-blocker dengan rasio ekstraksi yang tinggi. Pengurangan dosis
dari antagonis beta blocker-adrenergik mungkin diperlukan bila pasien hipertiroid
menjadi eutiroid.
 Glikosida Digitalis: Tingkat serum digitalis dapat meningkat ketika pasien
hipertiroid pada rejimen glikosida digitalis stabil berubah menjadi euthyroid;
pengurangan dosis glikosida digitalis mungkin diperlukan
 Teofilin:
Pembersihan teofilin dapat menurun pada rejimen theophylline ketika pasien stabil
hipertiroid menjadi euthyroid; dosis teofilin yang dikurangi mungkin diperlukan
BAB III
KESIMPULAN

Maka dapat disimpulkan bahwa sistem endokrin mencakup semua kelenjar tubuh dan
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tersebut. Kelenjar dikendalikan langsung oleh stimulasi
dari sistem saraf serta oleh reseptor kimia dalam darah. Dengan mengatur fungsi organ dalam
tubuh, kelenjar ini membantu untuk mempertahankan fungsi tubuh. Metabolisme sel,
reproduksi, perkembangan seksual, gula dan homeostasis mineral, denyut jantung, dan
pencernaan adalah salah satu dari banyak proses yang diatur oleh tindakan hormon. Pondasi
dari sistem endokrin adalah hormon dan kelenjar. Sebagai pembawa pesan kimia tubuh,
hormon melakukan transfer informasi dan instruksi dari satu set sel.
Anatomi sistem endokrin terdiri dari kelenjar utama yang membentuk sistem endokrin
manusia meliputi : hipotalamus, hiposis, pineal, tiroid, paratiroid, adrenal, pankreas, gonad,
dan timus.
Obat yang termasuk kedalam sistem endokrin diantaranya yakni, antidiabetes,
antihiperteroid, antihipoteroid, obat kontrasepsi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Graves “Disease” National Institute of Health Publication. United States
Of America
Bahn et al. 2011. Hypertiroidism and Other Cause of Thyrotocycosis: Management
Guidlines of The American Thyroid Assosiation and American Association of
Clinical Endocrinologist. Endocr Pract. 17 (No.3)
Balley, CJ. 1996. Metformin (Drug Therapy: Human Kinetics. Churchil. Livingstone.
Stagnaro et al. 2011. Guidelines of The American Thyroid Association for Diagnosis and
Mangement of Thyroid Disease During Pregnancy and Postpartum, THYROID 21,
1081-1125.
BERITA ACARA PRESENTASI

 Pertanyaan Mediana : Kelebihan hormon estrogen dapat


meningkatkan berat badan, jelaskan bagaimana mekanisme hal
tersebut dapat terjadi!
Jawaban Risya : Kelebihan hormon estrogen menyebabkan
retensi cairan dalam tubuh sehingga terjadi penumpukan cairan
dalam tubuh terutama pada bagian perut dan pinggang yang
dapat menyebabkan bagian tersebut terlihat bergelambir selain
itu karena sel sel lemak dalam tubuh lah yang menghasilkan
estrogen, sel sel lemak tidak membakar kalori sehingga
menyebabkan akumulasi lemak dalam tubuh dan meningkatkan
berat badan. Kemudian dapat juga disebabkan karena akibat
kelebihan hormon estrogen dalam tubuh menyebabkan produksi
berlebihan globulin dalam hati. Globulin bekerja untuk mengikat
hormon tiroid dalam darah sehingga tidak masuk kedalam sel
akibatnya proses metabolisme menjadi terganggu. Salah satu
akibat jika proses metabolisme terganggu adalah dapat
meningkatkan berat badan.
 Pertanyaan Neneng : Tentang kasus susah tidur,itu termasuk
penyakit hormon bkan,itu gara-gara kekurangan atau kelebihan
hormon?penyakit itu termasuk pada hormon apa? Gmna cara
pengobatannya biar ga kesulitan tidur?
Jawaban Rini : Termasuk penyakit Hormon tiroid, dapat
berpengaruh terhadap tidur. Hormon tiroid yang berlebih
berakibat meningkatnya metabolisme tubuh menjadikan
seseorang overaktif dan kurang istirahat sepanjang hari.
Disamping itu juga dapat membuat seseorang kesulitan untuk
tidur di malam hari. Hormon yang berperan dalam tidur yakni
melatonin, hormon yang berperan penting sehingga kita dapat
tidur di malam hari dengan baik. Cara pengobatannya : tidur
teratur sesuai dengan jadwalnya dan pola hidup yang sehat.
 Pertanyaan Hilman Fitriaji S.P : Apakah orang (laki-laki) yang terkena
hernia dapat ereksi ?
Jawaban Wildan Fauzan A.A : Tidak, karena orang yang mengalami
hernia organ testisnya turun ke bawah atau tidak pada tempatnya sehingga
menimbulkan disfungsi testis sebagai tempat pembentukan sperma dan juga
rangsangan ke hipotalamusnya pun bukan ingin melakukan ereksi tetapi
malah memberikan impuls mediator nyeri.

BERITA ACARA PRESENTASI

3
 Pertanyaan Mediana : Kelebihan hormon estrogen dapat meningkatkan
berat badan, jelaskan bagaimana mekanisme hal tersebut dapat terjadi!
Jawaban Risya : Kelebihan hormon estrogen menyebabkan retensi cairan
dalam tubuh sehingga terjadi penumpukan cairan dalam tubuh terutama
pada bagian perut dan pinggang yang dapat menyebabkan bagian tersebut
terlihat bergelambir selain itu karena sel sel lemak dalam tubuh lah yang
menghasilkan estrogen, sel sel lemak tidak membakar kalori sehingga
menyebabkan akumulasi lemak dalam tubuh dan meningkatkan berat badan.
Kemudian dapat juga disebabkan karena akibat kelebihan hormon estrogen
dalam tubuh menyebabkan produksi berlebihan globulin dalam hati.
Globulin bekerja untuk mengikat hormon tiroid dalam darah sehingga tidak
masuk kedalam sel akibatnya proses metabolisme menjadi terganggu. Salah
satu akibat jika proses metabolisme terganggu adalah dapat meningkatkan
berat badan.
 Pertanyaan Neneng : Tentang kasus susah tidur,itu termasuk penyakit
hormon bkan,itu gara-gara kekurangan atau kelebihan hormon?penyakit itu
termasuk pada hormon apa? Gmna cara pengobatannya biar ga kesulitan
tidur?
Jawaban Rini : Termasuk penyakit Hormon tiroid, dapat berpengaruh
terhadap tidur. Hormon tiroid yang berlebih berakibat meningkatnya
metabolisme tubuh menjadikan seseorang overaktif dan kurang istirahat
sepanjang hari. Disamping itu juga dapat membuat seseorang kesulitan
untuk tidur di malam hari. Hormon yang berperan dalam tidur yakni
melatonin, hormon yang berperan penting sehingga kita dapat tidur di
malam hari dengan baik. Cara pengobatannya : tidur teratur sesuai dengan
jadwalnya dan pola hidup yang sehat.
 Pertanyaan Hilman Fitriaji S.P : Apakah orang (laki-laki) yang terkena
hernia dapat ereksi ?
Jawaban Wildan Fauzan A.A : Tidak, karena orang yang mengalami
hernia organ testisnya turun ke bawah atau tidak pada tempatnya sehingga
menimbulkan disfungsi testis sebagai tempat pembentukan sperma dan juga
rangsangan ke hipotalamusnya pun bukan ingin melakukan ereksi tetapi
malah memberikan impuls mediator nyeri.

4
5

Anda mungkin juga menyukai