Anda di halaman 1dari 5

Clindamycin dan Dapsone.

Agak jarang penggunaan antibiotik diantaranya Clindamycin


dan Dapsone. Clindamycin oral lebih banyak digunakan dahulu, akan tetapi akibat resiko
pseudomembranous colitis, penggunaan obat ini secara sistemik untuk jerawat sudah jarang.
Obat ini masih digunakan secara topikal, walaupun kadang dikombinasikan dengan benzozyl
peroxide. Dapsone (lihat chapter 225), kadang digunakan untuk kelainan neutrofilik
perkutaneous, akan menguntungkan dalam beberapa kasus peradangan pada jerawat yang
parah dan beberapa kasus jerawat yang resisten. Obat ini digunakan dalam dosis 50-100mg
per hari selama 3 bulan.derajat G6PD harus diperhatikan dikarenakan terapi sebelumnya dan
pemeriksaan reguler untuk memastikan tidak terjadinya hemolisis dan fungsi hati yang
abnormal. Walaupun tidak terlalu efektif sebagai isotretinoin, tetapi cukup hemat biaya dan
harus dipertimbangkan dalam beberapa kasus dimana isotretinoin bukan menjadi pilihan.

Resistensi bakteri dan antibiotik. Resistensi antiibiotik tumbuh menjadi hal yang
diperhatikan diseluruh dunia dan harus dicurigai pada pasien yang tidak responsif terhadap
terapi yang seharusnya setelah 6 minggu terapi. Peningkatan resistensi propionobacterium
terekam pada semua penggunaan macrolides dan tetrasiklin dalam perawatan jerawat. Dalam
sebuah studi di Inggris tercatat prevalensi rata rata sekitar 65%. Secara keseluruhan, resistensi
tertunggi ada dalam penggunaan Erithromycin dan terendah dalam penggunaan liphophiic
tetrasiklin, doksisiklin, dan Minosiklin. Untuk menghindari resistensi, dokter
perlumenghindari penggunaan antibiotik monoterapi, penggunaan jangka panjang antibiotik,
dan gunakan kombinasi dengan benzozyl peroxida kapanpun diperlukan.

Terapi Hormonal untuk Jerawat. Tujuan terapi hormonal adalah untuk melawan efek dari
androgen pada kelenjar sebaseus. Hal ini dapat tercapai dengan antiandrogen, atau agen yang
di desain untuk menurunkan produksi endogen dari androgen oleh ovarium atau kelenjar
adrenal, termasuk kontrasepsi oral, glukokortikoid, atau GnRH agonist.

Kontrasepsi Oral. Kontrasepsi oral dapat membantu jerawat dengan 4 mekanisme. Pertama,
dengan menurunkan jumlah gonad pada produksi androgen dengan menekan produksi LH.
Kedua, dengan menurunkan jumlah testosteron bebas dengan meningkatkan produksi hormon
seks yang berikatan dengan globulin. Ketiga, dengan menghambat aktivitas dari 5 alpha
reductase sehingga mencegah perubahan testosteron menjadi DHT yang lebih potensial.
Terakhir, progrestin yang memiliki efek antiandrogen dapat memblokade reseptor androgen
di keratinosit dan sebosit. Generasi ketiga progrestine-Gestoden (tidak tersedia di
US),desogestrel, dan norgestimate memiliki aktivitas androgenik intrinsik terendah. 2
progrestin telah menunjukkan komponen antiandrogenik (1) cyproteroneacetate (tidak ada di
US) dan (2) drospirenone. Ada 3 kontrasepsi oral yang telah mendapat persetujuan FDA
untuk terapi pada jerawat: (1)OrthoTri-Cyclen, (2) Estrostep, dan (3) Yaz. Ortho Tri-Cyclen
adalah triphasic kontrasepsi oral terdiri dari kombinasi norgestimate (180,15,250 mg)-ethinyl
estradiol (35µg). Dalam upaya menurunkan efek samping estrogenik dari kontrasepsi oral,
persiapan dengan estrogen (20µg) dosis lebih rendah digunakan dalam terapi pada jerawat.
Estrostep mengandung dosis bertingkat dari ethinyl estradiol (20-35µg) dengan kombinasi
norethindrone acetate (1mg). Yaz mengandung ethinyl estradiol (20µg) dan drospirenone
antiandrogen (3mg). Drospirenone adalah17α-spironolactone derivat yang memiliki
antimineralokortikoid dan antiandrogenic, yang dapat meningkatkan berat relasi-estrogen dan
pengembungan. Kontrasepsi oral mengandung estrogen dosis rendah (20µg) dikombinasikan
dengan levonorgestrel (Alesse) juga menunjukkan hasil pada jerawat. Efek samping dari
kontrasepsi oral diantaranya mual, muntah, mens tidak teratur, peningkatan berat badan.
Komplikasi yang lebih serius namun jarang diantaranya trombophlebitis, emboli paru, dan
hipertensi. Dengan penggunaan kontrasepsis oral yang mengandung estrogen-progesteron
dibandingkan yang mengandung estrogen saja, efek samping seperti mens terlambat,
menorrhagia, dan kram PMS akan sangat jarang. Bagaimanapun efek samping seperti mual,
muntah, peningkatan berat badan, bercak, amenorrhea, dan melasma dapat terjadi.

Glucocorticoid. Akibat aktivitas anti-inflamasinya, glukokortikoid sistemik dengan dosis


tinggi mungkin dapat menguntungkan dalam perawatan jerawat. Dalam praktik sehari hari,
kegunaannya terbatas pada pasien dengan tingkat keparahan, dan kadang “overlapping”
dengan isotretinoin untuk membatasi bias yang potensial dari awal perawatan. Lebih jauh
lagi, dikarenakan efek samping yang potensial tersebut, obat ini biasanya digunakan dalam
periode waktu yang terbatas dan kekambuhan setelah perawatan biasa terjadi. Penggunaan
berkepanjangan dapat menghasilkan penampakan jerawat steroid. Glukokortikoid dosis
rendah juga diindikasikan pada pasien wanita dengan peningkatan serum DHEAS yang
berasosiasi dengan defisiensi 11- atau 21-hydroxylase atau pada individual dengan
pengeluaran androgen. Prednisone dosis rendah (2,5mg atau 5 mg) atau dexamethasone dapat
diberikan per oral pada waktu tidur guna menekan produksi adrenal androgen. Penggunaan
kombinasi glukokortikoid dan estrogen telah dipakai pada wanita dengan jerawat yang sulit,
didasari oleh penghambatan produksi sebum oleh kombinasi ini. Mekanisme aksi mungkin
berhubungan dengan reduksi tingkat plasma yang lebih besar dengan kombinasi terapi
daripada produksi dengan obat sendiri.

Gonadotropin Releasing Hormone Agonists. GnRH Agonis seperti leuprolide (Lupron),


bekerja di kelenjar pituitary dengan merusak siklus pelepasan gonadotropin. Efek jaring
adalah untuk menahan ovarian steroidogenesis pada wanita. Agen ini digunakan dalam
perawatan ovarian hyperandrogensime. GnRH Agonis telah menunjukan hasil dalam
perawatan jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan kumis, jenggot) pada perempuan dengan
atau tanpa gangguan endokrin. Bagaimanapun penggunaannya terbatas pada efek
sampingnya, termasuk didalamnya gejala menopause dan osteoporosis.

Antiandrogens. Spironolactone adalah antagonis aldosterone dan fungsinya pada kasus


jerawat adalah sebagai androgen receptor blocker dan penghambat 5-α reductase. Dalam
dosis 50-100 mg 2 kali perhari, menunjukan penurunan produksi sebum dan peningkatan
jerawat. Efek sampingnya termasuk : diuresis, potensi hiperkalemi, mens tidak teratur, nyeri
pada payudara, nyeri kepala, dan kelelahan. Mengkombinasikan penggunaan spironolactone
dengan kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala perdarahan mens yang tidak teratur.
Walaupun hiperkalemia merupakan resiko dari penggunaan spironolactone, resiko ini
menunjukkan hasil minimal, meskipun spironolactone dimasukan dengan aldosterone
antagonis lainnya (seperti drospirenone yang mengandung kontrasepsi oral). Sebagai
antiandrogen, ada resiko feminisasi pada janin pria jika wanita hamil menggunakan
pengobatan ini. Studi jangka panjang pada tikus percobaan yang menerima spironolactone
dosis tinggi menunjukkan angka kejadian adenoma pada organ endokrin dan liver. Penemuan
baru baru ini mengarahkan pada kotak hitam peringatan oleh FDA. Cyproterone acetate
adalah progestasional antiandrogen yang menghalangi androgen receptor. Ini dikombinasikan
dengan ethinyl estradiol formulasi kontrasepsi oral yang secara luas digunakan di eropa untuk
terapi jerawat. Cyproterone acetate tidak tersedia di Amerika Serikat. Flutamide, penghalang
androgen receptor, telah digunakan dalam dosis 250 mg 2x perhari dikombinasikan dengan
kontrasepsi oral untuk perawatan jerawat atau hirsutisme pada wanita. Tes fungsi liver harus
selalu di monitor, dikarenakan laporan kasus hepatitis yang fatal. Kehamilan perlu dihindari.
Penggunaan flutamide dalam terapi penanganan jerawat perlu dibatasi dikarenakan efek
sampingnya.

Isotretinoin. (lihat chapter 228). Penggunaan retinoid oral, isotretinoin, telah merevolusi
manajemen perawatan kasus jerawat yang resisten. Ini telah disetujui penggunaannya pada
pasien dengan kasus recalcitrant nodular acne yang parah. Bagaimanapun, biasanya ini
digunakan dalam banyak kasus skenario pada jerawat, termasuk diantaranya jerawat
signifikan yang tidak responsif terhadap perawatan dengan antibiotik oral dan jerawat yang
merupakan hasil dari bekas fisik dan emosional yang signifikan. Isotretinoin juga efektif
dalam perawatan folliculitis Gram negative, pyodermal faciale, dan acne fulminans. Aspek
yang mencengangkan dari terapi istotretinoin adalah penghentian komplit pada hampir smua
kasus dan lama penghentiannya, yang berkisar berbulan bulan maupun bertahun tahun pada
sebagian besar mayoritas pasien. Bagaimanapun, akibat sifat teratogenicnya, penggunaan
Isotretinoin sangat diatur di Amerika Serikat dengan masuknya program iPledge pada Maret
2006 untuk memastikan prosedur pencegahan kehamilan diikuti. Mekanisme kerja
isotretinoin tidak sepenuhnya diketahui. Obat ini menghasilkan penghambat aktivitas kelenjar
sebasea dan tanpa diragukan sangat penting dalam inisial kliring. Pada beberapa pasien,
penghambatan kelenjar sebasea berlanjut hingga sekitar setahun, tapi pada mayoritas pasien,
produksi sebum kembali normal setelah 2-4 bulan. Untuk alasan itu kerja obat ini tidak bisa
digunakan untuk menjelaskan penghentian jangka panjang. Populasi P.acnes juga menurun
selama terapi dengan isotretinoin, tapi penurunan ini secara umum bersifat sementara.
Isotretinoin tidak memiliki efek penghambat pada P.acnes in vitro. Untuk alasan ini, efek dari
populasi bakteri ini yang mungkin secara tidak langsung, dihasilkan akibat penurunan
intrafollicular lipids yang dibutuhkan dalam pertumbuhan organisme. Isotretinoin juga
memiliki aktifitas anti inflamasi dan kemungkinan memiliki efek dalam pola keratinisasi
follicular. Efek ini juga bersifat sementara, dan penjelasan penghentian jangka panjang masih
tidak diketahui. Hubungan antara penggunaan isotretinoin dan efek psikiatrik saat ini masih
diteliti. Resiko depresi, bunuh diri, psikosis, dan agresive dan atau tindak kekerasan semua
hal ini merupakan efek samping yang mungkin terjadi. Sementara tidak ada mekanisme kerja
yang jelas yang telah dinyatakan, beberapa bukti kemungkinan biologis yang beralasan hadir.
Kejadian psikiatrik terdeskripsikan dengan Vitamin A dosis tinggi dan etretinate. Juga,
retinoids menunjukan kemampuan untuk masuk kedalam sistem saraf pusat (SPS) pada tikus
dan mencit. Pada akhirnya, ada catatan laporan kasus dan studi yang menunjukkan
penggunaan isotretinoin pada kasus depresi dalam beberapa individu. Meta analisis pada 9
studi kasus merujuk hubungan antara isotretinoin dan depresi menunjukkan insidensi
kejadian depresi pada pasien yang menggunakan isotretinoin berkisar antara 1%-11%.
Penulis secara penting merujuk bahwa angka ini memiliki kesamaan pada kontrol grup pasien
dengan penggunaan antibiotik oral. Penulis lain yang meneliti kontrol studi kasus pada
isotretinoin dan depresi menemukan resiko yang relatif yang berkisar pada 0.9-2.7 dengan
interval yang luas. Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan
isotretinoin menunjukkan secara keseluruhan memiliki peningkatan mood. Retinoids tidak
menunjukan aktivitas gen yang berpengaruh pada perubahan psikiatrik/perilaku. Sebagai
dermatologis yang kadang berada pada garis terdepan melihat resiko dini resiko depresi,
skrining dini secara hati hati sungguh dibutuhkan, dikarenakan resiko depresi pada populasi
ini sekitar 10%-20%. Keluhan pada saluran cerna secara umum jarang terjadi, tetapi mual,
esophagitis, gastritis dan collitis dapat saja terjadi. Hepatitis akut jarang terjadi tetapi studi
pada fungsi liver harus diawasi secara reguler, dikarenakan peningkatan enzim liver terjadi
pada sekitar 15% pasien, kadang diperlukan penyesuaian dosis. Peningkatan level serum
Triglisrida terjadi sekitar 25% pada pasien dengan penggunaan isoretionin. Peningkatan ini,
yang mana berhubungan dengan dosis, secara tipikal terjadi dalam 4 minggu pertama terapi
dan kadang disertai peningkatan kolesterol, penurunan HDL. Pankreatitis akut merupakan
komplikasi yang jarang tapi yang mungkin atau tidak berhubungan dengan tingkat trigliserid.
Isotretinoin memiliki efek mineralisasi tulang juga. Sekali penggunaan isotretinoin tidak akan
meunjukkan efek signifikan kepadatan tulang. Walau begitu, penggunaan jangka panjang
atau berulang mungkin akan menghasilkan osteopenia yang signifikan. Osteoporosis, fraktur
tulang, dan keterlambatan penyembuhan fraktur tulang juga telah dilaporkan. Serial bone
densitometry musti dilakukan pada pasien dengan penggunaan jangka panjang isotretinoin.
Myalgias adalah hal tersering yang dikeluhkan dalam permasalahan muskuloskeletal, terlihat
pada 15% pasien. Pada beberapa kasus yang parah, tingkat creatine phospokinase harus tetap
dievaluasi karena kemungkinan rhabdomyolisis. Dosis harian tretinoin yang dianjurkan
adalah sekitar 0.5-1mg/kg/hari. Dosis kumulatif formula mungkin juga dapat digunakan
dengan dosis total 120-150mg/kg. Dikarenakan lesi di punggung dan dada menunjukkan
respons yang sangat lambat dibandingkan lesi di wajah. Rata rata 10%pasien yang diterapi
dengan isotretinoin membutuhkan terapi pengobatan kedua. Terapi berulang meningkat pada
pasien lebih muda daripad anak umur 16-17 tahun. Kedepannya, monitoring laboratorium
diperlukan. Akan lebih baik untuk mengukur hitung darah dan tes fungsi liver, tapi perhatian
terbesar seharusnya diberikan pada tingkat serum trigliserida. Jika serum trigliserida
meningkat diatas 500mg/dL. Level diatas 700-800mg/dL.menjadi alasan. pertumbuhan

DIET. Beberapa artikel mengurus tetntang dia diet, belakangan baru tau tau ini kak. Review
terakhir pada studi ini memiliki hasil. mungkin ada beberapa link antara susu dan jerawat.
Secara umum, implikasi pada mereka tidak jelas, dan peran cokelat, permen, susu, makanan
dengan indeks makanan dan makanan berlemak pada pasien dengan jerawat butuh lebih
lanjut..

Pembedahan jerawat. Pembedahan jerawat,dilakukan pada jaman dahulu untuk mengukur


komedo dan pustule superfisialis. Namun, dengan munculnya agen komedolitik, seperti
retinoid topkal. Penggunaannya terbatas pada pasien yang tidak menanggapi agen
komedolitik. Bahkan pada pasien tersebut, komedo dihapus dengan trauma, lebih sedikit jika
pasien diobati dengan retinoidtopikal selama 3-4 minngu.operasi jerawat sebaiknya tidak
dilakukan di rumah, karena penempatan ekstraktor komedo yang tidak akurat dapat merusak
folikel dan memicu reaksi peradangan.Unna, jenis ekstraktor komedo, yang memiliki pelat
datar yang luas dan tidak ada tepi tajam yang sempit, lebih baik. Penghapusan komedo yang
memiliki kehebohan sendiri.

Phototherapy dan Lasers. berbagai bentuk fototerapi sedang diselidiki untuk digunakan
dalam mengobati jerawat vulgaris. Sinar ultraviolet telah lama menjadi bermanfaat dalam
perawatan jerawat. hingga 70 persen pasien melaporkan bahwa paparan sinar matahari
meningkatkan jerawat mereka. Manfaat yang dilaporkan ini mungkin disebabkan oleh
kamuflase oleh eritema dan pigmentasi radiasi UV, meskipun kemungkinan sinar matahari
memiliki efek biologis pada unit pilosebaceous dan P.acnes. Meskipun UVB juga dapat
membunuh P.acnes in vitro, secara klinis tidak signifikan karena memiliki penetrasi kulit
yang rendah dan hanya dosis tinggi yang menyebabkan kulit terbakar telah terbukti
memperbaiki jerawat.

Radiasi UV mungkin memiliki efek anti-ainflamatory dengan menghambat aksi sitokin. studi
dalam vestigating efek radiasi UV pada jerawat telah menunjukkan peningkatan sederhana
hanya inflamasi jerawat. ada beberapa efek dengan radiasi UVB saja dan sedikit lebih
bermanfaat. 2x sesi fototerapi mingguan diperlukan untuk setiap perbaikan klinis. utilitas
terapeutik radiasi UV di jerawat terserap oleh potensi karsinogeniknya. Jenis photoherapy
lainnya untuk pengobatan jerawat menggunakan porfirin baik yang dihasilkan secara endogen
oleh P.acnes atau dengan menerapkan porfirin eksogen. Coproporphyrin III adalah porfirin
endogen utama P.acnes, Coproporphyrin III dapat menyerap cahaya pada spektrum dekat-UV
dan biru-cahaya 415nm. Penyinaran in vitro P.acnes dengan cahaya biru menyebabkan
photoexcitation porfirin bakteri endogen, produksi oksigen singlet, dan kehancuran bakteri
berikutnya. sumber cahaya tampak, baik biru, merah, atau keduanya, dapat digunakan untuk
memunculkan porfirin endogenik. Intensitas tinggi, ditingkatkan, pita sempit (407 hingga 420
nm) cahaya biru yang dikenal sebagai clearlight saat ini disetujui FDA untuk pengobatan
jerawat inflamasi sedang. Sebuah studi multicneter telah menunjukkan bahwa 80 persen
pasien yang diobati dengan sinar terang selama 4 minggu mengalami pengurangan 60 persen
pada jerawat. ada kembalinya lesi secara bertahap selama 3 sampai 6 bulan. terapi
photodynamic melibatkan aplikasi topikal asam aminolevulinic 1 jam sebelum terkena
sumber cahaya daya rendah. sumber-sumber ini termasuk laser pewarna berdenyut, cahaya
berdenyut intens, atau sumber cahaya merah broadband. beberapa penelitian menggunakan
terapi asam-photodynamic aminolevulinic mempertahankan perbaikan klinis hingga 20
minggu. laser mulai menemukan peran dalam perawatan jerawat. mereka bekerja dengan
memancarkan cahaya yang sedikit berbeda dan koheren yang dapat difokuskan pada area
kecil jaringan. laser kalium-titanyl-fosfat yang berdenyut (532 nm) telah menunjukkan
penurunan 35,9 persen lesi jerawat ketika digunakan dua kali seminggu selama 2 minggu.
efek menguntungkan dari satu pengobatan dapat berlangsung 12 minggu. laser dioede 1450
nm juga telah menunjukkan kemanjuran yang signifikan dalam mengobati jerawat. laser infra
merah nin-ablatif nya bekerja dengan menyebabkan kerusakan termal pada kelenjar
sebaceous. dalam sebuah studi percontohan, 14 dari 15 pasien yang diobati mengalami
penurunan yang signifikan pada lesi inflamasi yang bertahan selama 6 bulan. neodymium
1320-nm: yttrium-aluminium-garnet dan laser erbium kaca 1540 juga telah terbukti
memperbaiki jerawat. biaya perawatan cahaya dan laser ini cenderung mahal.

Anda mungkin juga menyukai