Referat - Novalia Arisandy - Akalasia
Referat - Novalia Arisandy - Akalasia
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Oleh:
Novalia Arisandy, S.Ked
04084821618182
Pembimbing:
dr. Imam Suprianto, Sp.PD, K-GEH
Referat
Judul
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode .
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Diagnosis dan Penatalaksanaan
Akalasia” tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada dr. Imam Suprianto, Sp.PD, K-GEH selaku pembimbing yang telah
membantu dalam penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS ........................................... 3
2.1 Anatomi Esofagus ............................................................................... 3
2.2 Fisiologi Esofagus ............................................................................... 6
BAB III DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ........................................ 8
3.1 Definisi ................................................................................................ 8
3.2 Epidemiologi ....................................................................................... 8
3.3 Etiologi dan Patofisiologi .................................................................... 9
3.4 Diagnosis ............................................................................................. 11
3.4.1 Gejala Klinis .............................................................................. 11
3.4.2 Pemeriksaan Fisik ..................................................................... 12
3.4.3 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 12
3.5 Diagnosis Banding .............................................................................. 16
3.6 Penatalaksanaan .................................................................................. 18
3.7 Komplikasi .......................................................................................... 25
3.8 Prognosis ............................................................................................. 25
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya
peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah (SEB)
yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada saat
menelan makanan. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui. Secara
histopatologik kelainan ini ditandai dengan adanya degenerasi ganglia pleksus
mienterikus. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan
timbul pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi
tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi.1,2
Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Pada awalnya
keadaan ini diduga sebagai sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan
dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung.
Pada tahun 1908, Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada
tahun 1913, Heller melakukan pembedahan myotomi yang terus dianut sampai
sekarang. Hurst, pada tahun 1914 pertama kali memberikan istilah akalasia pada
suatu keadaan relaksasi dari bagian bawah esofagus. Namun, Penyebab dari akalasia
ini masih belum diketahui dengan pasti. Teori-teori atas penyebab akalasia pun mulai
bermunculan seperti suatu proses yang melibatkan infeksi, kelainan atau yang
diwariskan atau genetik, sistim imun yang menyebabkan tubuh sendiri untuk merusak
esophagus, dan proses penuaan atau proses degeneratif.3,4
Akalasia merupakan kasus yang jarang. Insidensi penyakit akalasia adalah
sekitar 1:100.000 penduduk dan prevalensinya sekitar 10:100.000 penduduk dengan
distribusi laki-laki perempuan sama. Data Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988).
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun dan sebagian
besarnya pada usia 25-60 tahun dan hanya sedikit pada anak-anak. Kelainan ini tidak
diturunkan dan biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan
gejala.1,5
Akalasia esofagus merupakan penyakit yang progresif dengan gejala disfagia
baik untuk makanan cair maupun padat, regurgitasi dan disertai dengan nyeri dada.
Regurgitasi makanan yang tidak tercerna sering bisa disalahartikan sebagai penyakit
gastroesophageal reflux sehingga dapat menunda penegakkan diagnosis akalasia
esofagus. Regurgitasi bisa terjadi saat makan, tak lama setelah makan, atau ketika
perubahan posisi pasien seperti pada posisi telentang. Regurgitasi makanan yang
tidak tercerna dilaporkan sekitar 60% pasien dan 40% mengalami nyeri dada. Sekitar
40% dari pasien juga mengalami heartburn, karena stasis dan fermentasi makanan di
esofagus.5
Tatalaksana untuk akalasia dapat berupa terapi konservatif dan dilatasi. Terapi
konservatif hanya bersifat temporer dan tidak memuaskan, oleh karena itu perlu
dilakukan dilatasi. Apabila kedua terapi tersebut gagal, dapat dilakukan tindakan
operasi.4 Walaupun penyakit ini jarang terjadi, kita harus bisa mengenali dan
mengatasi penyakit ini karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat
mengancam nyawa seperti obstruksi saluran pernapasan sampai sudden death. Ilmu
pengetahuan dan teknologi tentang akalasia esofagus ini pun juga berkembang
dengan baik. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari akalasia, sehingga dapat
menatalaksana pasien dengan baik.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI ESOFAGUS
2.3 DEFINISI
Akalasia esofagus adalah gangguan motilitas esofagus yang penyebabnya
tidak diketahui yang ditandai dengan aperistaltik korpus esofagus bagian bawah dan
sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga terjadi gangguan
relaksasi secara sempurna pada saat menelan makanan. Secara histopatologik
kelainan ini ditandai oleh degenerasi ganglia pleksus mienterikus. Keadaan ini akan
menyebabkan stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus.
Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan
lamanya kelainan yang terjadi.1
2.4 EPIDEMIOLOGI
Akalasia merupakan kasus yang jarang. Insidensi dari penyakit akalasia ini
adalah sekitar 1:100.000 penduduk dan dengan prevalensi sekitar 10:100.000
penduduk dengan distribusi laki-laki perempuan sama. Tidak ada predileksi
berdasarkan ras. Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian dari lahir sampai
dekade 7-8 dan puncak kejadian pada umur 30-60 tahun.5
Data Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Sebagian besar kasus
terjadi pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama.
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun dan sebagian
besarnya pada usia 25-60 tahun dan hanya sedikit pada anak-anak. Kelainan ini tidak
diturunkan dan biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan
gejala.1
Dari suatu penelitian internasional didapatkan bahwa angka kematian kasus
ini dari 28 populasi yang berasal dari 26 negara didapatkan angka kematian tertinggi
tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 259 sedangkan yang
terendah didapatkan dengan angka kematian standar 0. Angka kematian ini diperoleh
dari seluruh kasus akalasia baik primer maupun sekunder.1
Menurut Castell, ada dua defek penting yang didapatkan pada pasien akalasia:
a. Obstruksi pada sambungan esofagus dan gaster akibat peningkatan SEB basal
jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa
penulis menyebutkan adanya hubungan kenaikan SEB dengan sesitivitas
terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia 3-5 cm, sedangkan tekanan
SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. Pada akalasia tekanan SEB meningkat
kurang lebih dua kali yaitu sekitar 50 mmHg. Kadang-kadang didapatkan
tekanan sebesar nilai normal tinggi.1
Gagalnya relaksasi SEB disebabkan penurunan tekanan sebesar 30-40% yang
dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan bolus
makanan tidak dapat masuk ke dalam gaster. Kegagalan ini berakibat
tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi
sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual; bila tekanan
hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual makanan
dapat masuk ke dalam gaster.1
b. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan
dilatasi 2/3 bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak
terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus
makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas,
secara objektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada
keadaan normal dan akalasia.1
2.6 DIAGNOSIS
2.4.1 GEJALA KLINIS
a. Disfagia. Gejala klinis subjektif yang terutama ditemukan pada akalasia.
Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada
gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif
lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
Sifatnya pada permulaan hilang timbul yang dapat terjadi bertahun-tahun
sebelum diagnosis diketahui secara jelas. Letak obstruksi biasanya
dirasakan pada retrosternal bagian bawah.1,11
b. Regurgitasi. Ditemukan pada 70% kasus. Regurgitasi ini berhubungan
dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh karena
adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar. Hal ini
dihubungkan dengan posisi berbaring. Sebagai tanda bahwa regurgitasi ini
berasal dari esofagus adalah pasien tidak merasa asam atau pahit. Keadaan
ini dapat berakibat aspirasi pneumonia. Pada anak-anak gejala ini
dihubungkan dengan gejala batuk pada malam hari atau adanya
pneumonia.1
c. Penurunan berat badan. Hal ini disebabkan pasien takut makan akibat
timbulnya odinofagia. Gejala yang menyertai keadaan ini adalah nyeri
dada. Bila keadaan ini berlangsung lama akan terjadi kenaikan berat badan
kembali karena akan terjadi pelebaran esofagus akibat retensi makanan
dan keadaan ini akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan
melebihi tekanan SEB. Gejala ini berlangsung dalam 1-5 tahun sebelum
diagnosis ditegakkan dan didapatkan pada 50% kasus.1
d. Nyeri dada didapatkan pada 30% kasus. Sifat nyeri dengan lokasi
substernal dan dapat menjalar ke belakang, bahu, rahang, dan tangan yang
biasanya dirasakan bila minum air dingin.1
e. Batuk-batuk dan pneumonia aspirasi. Biasanya didapat akibat komplikasi
retensi makanan.1
b. Pemeriksaan Esofagoskopi
Pemeriksaan ini untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat
keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, untuk memastikan ada
tidaknya tanda keganasan, dan untuk membantu terapi sebagai alat
pemasangan kawat petunjuk arah sebelum tindakan dilatasi pneumatik.
Pada kebanyakan pasien didapatkan mukosa normal. Kadang-kadang
didapatkan hiperemia ringan difus pada bagian distal esofagus. Juga dapat
ditemukan gambaran bercak putih pada mukosa, erosi, dan ulkus akibat
retensi makanan. Bila ditiupkan udara akan menampakkan kontraksi
esofagus distal. Bila diteruskan ke segmen gastroesofageal, sering
dirasakan tahanan ringan. Bila sukar melewati batas esofagus gaster harus
dipikirkan keganasan atau striktur jinak.1,5
c. Pemeriksaan Manometrik
Manometri esofagus merupakan gold standard dalam penegakan diagnosis
akalasia. Karena akalasia hanya melibatkan otot polos esofagus, kelainan
manometri terbatas pada 2/3 esofagus bagian distal.5 Pemeriksan
manometrik pada akalasia ditandai dengan1 :
- Tonus SEB tinggi
- Relaksasi sfingter tidak sempurna waktu menelan
- Tidak adanya peristaltik esofagus
- Tekanan korpus esofagus pada keadaan istirahat lebih tinggi dari
tekanan gaster.
Gambar 3. Algoritma diagnosis akalasia esofagus11
Pandolfino et al (2013) dalam studinya tentang menajemen akalasia esofagus,
membuat sebuah algoritma diagnosis akalasia esofagus pada pasien dengan keluhan
disfagia, nyeri dada, dan adanya regurgitasi.Algoritma tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.11
Berdasarkan pemeriksaan High-Resolution Manometry (HRM), akalasia
diklasifikasikan menjadi 3 tipe (klasifikasi Chicago) :
Secara umum, lebih sering terjadi pada pasien usia tua dengan riwayat disfagia lebih
singkat, dan disertai penurunan berat badan. Namun, tiga tanda ini memiliki spesifitas
yang rendah. Biasanya disebabkan keganasan yang menginfiltrasi gastroesophageal
junction.13
sekunder dan sering terdiagnosis pada pemeriksaan barium. Adanya protusio atau lesi
eksofitik yang menetap saat barium melewati esofagus merupakan indikasi kuat
deformitas kontur fundus, atau peningkatan ketebalan jaringan lunak antara fundus
dan diafragma. Adanya distorsi, obliterasi, atau pembesaran regio cardia dengan
jinak seperti leiomioma sering menunjukkan adanya efek massa dan pelebaran
cruzi yang endemik di Brazil, Venezuela, dan Argentina dn ditularkan melalui gigitan
kronis dan berada di tubuh penderita sampai bertahun tahun sesudah infeksi awal.
dengan barium pada pasien chagas disease dan akalasia primer hampir mirip, yang
membedakan dengan chagas disease adalah adanya adanya megakolon, megaureter,
2.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan akalasia antara lain dengan cara medikamentosa oral, dilatasi atau
peregangan SEB, esofagiotomi dan injeksi toksin botulinum ke sfingter esofagus.
Tidak ada pengobatan yang dapat mengembalikan aktivitas otot dan persyarafan di
esofagus pada kasus akalasia. Terapi akalasia adalah mengurangi gradien tekanan di
LES. Tujuan terapi tersebut antara lain: 1. menghilangkan gejala pasien, terutama
disfagia dan regurgitasi, 2. meningkatkan pengosongan esofagus dengan
memperbaiki relaksasi LES yang terganggu. 3. Mencegah perkembangan
megaesofagus.5
Pengobatan regurgitasi dan disfagia sangat mudah, tetapi nyeri dada dapat
menjadi masalah dalam beberapa pasien. Secara keseluruhan terapi tunggal atau
gabungan akan memberikan perbaikan lebih dari 90 %. Namun, akalasia tidak pernah
dapat disembuhkan sehingga terapi touch-up setelah pelebaran pneumatik atau bedah
myotomi Heller sering dibutuhkan. Oleh karena itu diperlukan tindak lanjut setiap 1
sampai 2 tahun oleh bedah gastroenterologist. Pemeriksaan esofagram dengan
menelan barium sangat membantu dalam evaluasi pasien akalasia. Namun beberapa
ahli menyukai evaluasi menggunakan pengukuran serial tekanan LES.3,16
a. Medikamentosa Oral
Preparat oral yang digunakan dengan harapan dapat merelaksasikan SEB
antara lain nitrat (isosorbid dinitrat) dan calcium channel blockers (nifedipin dan
verapamil). Meskipun pasien dengan kelainan ini khususnya pada fase awal mendapat
perbaikan klinis tetapi sebagian besar pasien tidak berespon bahkan efek samping
obat lebih banyak ditemukan. Umumnya pengobatan ini digunakan untuk jangka
pendek untuk mengurangi keluhan pasien.1
Pengobatan medikamentosa untuk memperbaiki proses pengosongan esofagus
pada akalasia, pertama dengan pemberian amil nitrit pada waktu pemeriksaan
esofagogram yang akan berakibat relaksasi pada daerah kardin. Saat ini isosorbid
dinitrat dapat menurunkan tekanan SEB dan meningkatkan pengosongan esofagus.
Obat-obat lain yang akan memberikan efek seperti diatas adalah tingtur beladona,
atrofin sulfat pada beberapa kasus. Dengan ditemukan obat antagonis kalsium
nifedipin 10-30 mg peroral dapat menurunkan secara bermakna tekanan SEB pasien
dengan akibat perbaikan proses pengosongan esofagus. Dengan pengobatan ini
didapatkan perbaikan gejala klinis pasien sampai dengan 18 bulan bila dibandingkan
dengan plasebo. Pemakaian preparat sublingual 15-30 menit sebelum makan
memberikan hasil yang lebih baik.1
Eckardt symptom score adalah pengelompokan untuk evaluasi gelaja, staging, dan
efikasi tatalaksana akalasia yang paling sering digunakan. Skor 0-1 menunjukkan stage 0,
skor 2-3 stage I, skor 4-6 stage II, dan skor > 6 stage III. (Tabel 3). Stage 0 dan I
menunjukkan terjadi remisi penyakit. Stage II dan III : kegagalan terapi.
2.9 PROGNOSIS
Akalasia tidak pernah dapat disembuhkan, oleh karena itu diperlukan tindak
lanjut oleh bedah gastroenterologist. Akalasia adalah penyakit kronik yang harus
dipantau seumur hidup. Tujuan terapi pada akalasia bukan untuk mengembalikan
fungsi otot polos esofagus tetapi untuk mengurangi gejala, memperbaiki pengosongan