Masyhudi Muqorobin
PENDAHULUAN
Ekonomi Islam, baik sebagai ilmu maupun sistem, kini telah memasuki kategori untuk
dinyatakan sebagai sebuah paradigma ekonomi baru bersama konfusianisme. Hal ini dibuktikan
pula dengan semakin maraknya diskursus tentang ekonomi Islam di berbagai universitas, baik di
Barat maupun di negara-negara Islam sendiri. Sementara ekonomi Islam sebagai sebuah sistem
juga telah mulai menampakkan kehadirannya, utamanya melalui kehadiran sistem keuangan dan
perbankan Islam.
Paradigma ekonomi baru ini dapat lebih diterima oleh masyarakat melalui berbagai
pembuktian empirik yang diciptakan, melalui tangan-tangan para akademisi, bankir dan para
profesional lainnya yang senantiasa dikawal oleh para alim-ulama dan fuqaha yang memahami
berbagai masalah agama.
Materi kajian dan diskursus ekonomi Islam telah sampai pada pencarian format baru
dalam sistem keuangan Islam, pembentukan berbagai infrastruktur perbankan Islam, metode
perhitungan dan penarikan zakat yang tepat untuk seluruh kategori pembayar zakat yang
berbeda-beda, berbagai model pembelanjaan secara Islam dan sebagainya. Jadi bahkan lebih dari
sekedar metodologi dan paradigmanya.
Sebelum membicarakan paradigma ekonomi Islam, ada baiknya mendiskusikan lebih
dahulu tentang paradigma keilmuan secara umum.
1
Lihat Deborah A. Redman, Economics and the Philosophy of Science, Oxford University Press, New York, 1991,
halaman. 16, dikutip dari Margareth Masterman, The Nature of Paradigm,” dalam Imre Lakatos dan Alan Musgrave,
Criticism and the Growth of Knowledge, Cambridge University Press, London, 1970, halaman. 59-89.
1
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
2
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
KONSEP KELANGKAAN
Palndangan dunia merupakan konsep yang berasal dari Barat pula, berkembang secara
mekanik, evolusioner sehingga menemukan citranya yang sekarang. Ia adalah komponen penting
dalam pembentukan suatu sistem, tak terkecuali ilmu pengetahuan. Ia amat menentukan arah
sistem tersebut. Dalam proses pembentukannya ia bekerja secara gradual dan simultan dengan
perkembangan kenyataan dunia. Sejarah menyatakan bahwa sekalipun dalam suatu masa
terdapat beberapa paradigma pandangan dunia, pada hakikatnya hanya ada satu saja yang
dominan, yang kian lama semakin kokoh dan memperoleh penegasan visi dan bentuknya.
Paradigma pandangan dunia, demikian dua istilah tersebut dapat disatukan, bersama
dengan kenyataan dunia, menjadi elemen penting dalam sebuah pusaran roda raksasa dengan
kekuatan yang luar biasa (gigantic power) bersama epistemologi atau teori pengetahuan sebagai
titik pusatnya. Epistemologi mendefinisikan pengetahuan, menentukan wataknya, membedakan
variasi-varisasinya, dan menetahpkan batas-batas kriterianya.
Paradigma pandangan dunia dominan yang berkembang hingga saat ini adalah hasil dari
enlightenment sebagai telah disinggung di atas, melalu jari-jemari para filsuf dan ilmuwan Barat.
Ia sampai pada keyakinan bahwa satu-satunya kebenaran adalah kebenaran ilmiah.
Pandangan dunia dalam definisi ekonomi konvensional menempatkan Tuhan pada
wilayah yang berbeda sama sekali dan tidak dapat disentuh oleh domain yang lain yang terkait
dengan masalah kemanusiaan dan alam semesta, katakanlah misalnya ekonomi. Dia tidak ada
campur tangan apapun dalam urusan manusia, terutama menyangkut persoalan materi. Oleh
karenanya pengejaran materi merupakan standar rasionalitas dalam definisi ilmu ekonomi
sekular, yang oleh Adam Smith dan diikuti pula oleh Alfred Marshall diformulasikan sebagai
the wealth atau well-being yaitu kesejahteraan; dan oleh Lionel Robbins sebagai the means,
sarana dan sekaligus, dengan nilai yang mungkin lebih tinggi, sebagai the ends atau tujuan.3
Rasionalitas sebagai konsekuensinya menuntut pemaksimalan keinginan (wants) akan
kepuasan material sebagai “nilai” yang harus dicapai. Dengan inilah seperangkat asumsi dalam
ilmu ekonomi dibangun. Ilmu ekonomi sebagaimana Robbins definisikan, the science which
studies human behaviour as a relationship between ends and scarce means which have
alternative uses,4 menggambarkan “keserakahan” manusia terhadap kepuasan material dalam
jumlah besar (multiple ends5 dengan alternative uses) yang ingin dicapai dalam situasi
sumberdaya yang amat terbatas. Keterbatasan ini digambarkan dengan sarkastik oleh Robbins,
mewakili seluruh pikiran sekular, sebagai “kekikiran alam”, nature is niggardly.6
Pernyataan ini dalam dunia yang (semestinya) tidak sekular, misal bagi dunia Muslim,
berimplikasi bahwa Tuhan bersifat kikir dan bakhil terhadap manusia. Disinilah konsistensi
sekularisme untuk tetap menempatkan Tuhan pada “domain”-Nya, dan disinilah persoalan
menjadi amat serius karena ummat Islam secara doktrinal tidak meyakini adanya pemisahan
tersebut.
Kekikiran alam ini dalam perspektif sekular, masih mengikuti Robbins, membangun
asumsi-asumsi yang disebut teori penilaian subjektif yang dengannya setiap keinginan individual
dengan berbagai kepentingannya diatur dalam urutan tertentu, dan diturunkan secara teoretik
kedalam, misalnya, fungsi produksi sehingga dapat dideskripsikanlah sebuah hukum yaitu the
Law of Diminishing Returns.7 Dalam hal ini dinyatakan bahwa secara inisial tanah sebagai
3
Kritik Robbins terhadap definisi Marshall yang amat berbau “materialist”, tampak dalam The Nature and
Significance of Economic science, lihat dalam Hausman, Ibid, halaman 83-110, namun dia sendiri tetap tidak
beranjak dari solusi yang materialistik, dalam “ketidak-jelasan” ends yang harus dicapai melalui the scarce means.
4
Ibid, halaman 85.
5
Loc.cit
6
Ibid, halaman 84.
7
Ibid, halaman 88-96.
3
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
faktor produksi adalah bersifat tetap, karena pemakaian yang terus-menerus, lama-kelamaan
“kekikiran alam” ini makin bertambah.
4
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
Gambar 1
Relasi Means-Ends dalam Ekonomi Islam
Ends
Falah
in the Hereafter
(Akhirah)
Ultimate Objectives
Transitional Objectives
Falah Means
in the world
(Dunyawi) Ends
Means
Strategic Objectives Shari’ah
Ends
Tauhid;
Taqwa; ‘Adl’ .
Ihsan; Ukhuwwah;
Means
Ikhtiyar; Fardh;
Ends
Amanah;etc
Instrumental Objectives
Institutional Objectives
Ijtihad/ Ijma’;
Hisbah; Imamah; Means
Shura; PLS; Zakah;
Riba, Israf &
Gharar-free;
etc.
8
Lihat misalnya Machlup, Ibid, halaman 54.
5
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
Taymiyyah dan nama-nama yang tiada terhitung lagi memformulasikan berbagai perangkat
dalam mekanisme ekonomi yang banyak dipakai ilmu ekonomi konvensional saat ini.9
Dari segi metoda yang dipergunakan, sejarah menyatakan bahwa para ulama terdahulu
kebanyakan mempergunakan metoda penalaran, bila al-Qur’an, as-Sunnah maupun Ijma’ tidak
menyediakan jawaban, melalui berbagai bentuk analisa seperti Qiyas, Istihsan, Masalih al-
Mursalah dan sebagainya. Mereka senantiasa merujuk pada sumber utama terlebih dahulu bila
terdapat permasalahan yang ingin dipecahkan, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, baru sebagiannya
beralih kepada Ijma’ atau langsung melakukan ijtihad dengan beberapa pendekatan yang secara
garis besar terbagi dua.
9
Dalam hal ini Imam Abu Yusuf telah pada sekitar Abad VIII Masehi menulis karya monumentalnya dalam hal
perpajakan, Kitab al-Kharaj, yang disusun atas permintaan Khalifah Harun al-Rasyid untuk menangani masalah
administrasi perpajakan. Dianalisis baik dari sumber aslinya dalam Bahasa Arab terbitan Bulaq Mesir, maupun
terjemahan dalam Bahasa Inggris oleh Ben Shemesh terbitan E.J. Brill Dalam Kitab ini, Abu Yusuf r.a.
mengemukakan sejumlah maxim atau kaidah dalam perpajakan yang memiliki muatan sama dengan kaidah yang
dikembangkan oleh Adam Smith dalam The Wealth of Nation, khususnya ‘Of Taxes’ dalam “The Sources of
Revenue”, lihat Mortimer J. Adler, editor, The Great Books of the western World, vol. 36, Adam Smith, edisi kedua,
1990, Encyclopaedia Britanica Inc., 1990, halaman 405-406. Secara lebih luas pada pemikiran ekonomi para ulama
tersebut, telah banyak diulas oleh genrasi baru, misal silahkan rujuk pada Yassine Essid, A Critique of The Origins
of Islamic Economic Thought”, (Leiden: E.J. Brill, 1995)
6
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
7
Masyhudi Muqorobin, Paradigma Ekonomi Islam
DAFTAR PUSTAKA
Brandis, Royal, “On the Current State of Methodology in Economics”, Research in History of
Economic Thought and Methodology Vol.2, hal. 151-160.
Essid, Yassine, (1995), A Critique of The Origins of Islamic Economic Thought, Leiden: E.J.
Brill.
Hasan, Zubair, (1992), “Profit Maximization: Secular versus Islamic” dalam Sayyid Taher et.al.,
1992, Reading sin Microeconomics: An Islamic Perspective, Kuala Lumpur: Longman
Malaysia.
Redman, Deborah A. (1991), Economics and the Philosophy of Science, Oxford University
Press, New York, dikutip dari Margarteh Masterman, “The Nature of Paradigm”, dalam
Imre Lakatos dan Alan Musgrave, Criticism and the Growth of Knowledge, Cambridge
University Press, London, 1970.