Anda di halaman 1dari 3

Makalah Ulumul Hadits, Struktur Hadits

STRUKTUR HADITS

Secara struktur hadits terdiri atas tiga komponen utama, yakni sanad/isnad (rantai penutur), matan
(redaksi) dan rawi (penutur).

1.1 Sanad, adalah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai
dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah.
Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Misalnya, perhatikan hadits berikut :

Musanad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari
Rasulullah saw bahwa beliau bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri” (HR Bukhari).

Jika diambil dari contoh di atas, sanad hadits tersebut adalah : A Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu’bah,
Qatadah, Anas, Nabi Muhammad saw.

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan
sanadnya. Lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Jumlah sanad dan penutur dalam tiap
thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut. Hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi
hadits. Jadi perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya sebagai berikut:

- Keutuhan sanadnya.

- Jumlahnya dan,

- Perawi akhirnya.

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di
dalam mengutip sebagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Namun, mayoritas penerapan sanad
digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

1.2. Matan, adalah redaksi hadits, berdasarkan contoh di atas, matan hadits tersebut ialah sebagai
berikut :

“Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta
untuk dirinya sendiri”

Terkait dengan matan atau redaksi, yang perlu dicermati dalam memahami hadits adalah sebagai berikut
:

- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan.
- Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah
ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Qur’an (apakah ada
yang bertolak belakang atau tidak).

1.3 Rawi,

Rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah satu bahasa
penyampaiannya. Para ulama mengklasifikasikan para rawi- dari segi banyak dan sedikitnya hadits yang
mereka riwayatkan serta peran mereka dalam bidang ilmu hadits menjadi beberapa tingkatan. Setiap
tingkat diberi julukan secara khusus yaitu :

- Al Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya, baik ia mengetahui kandungan
hadits yang diriwayatkannya atau sekedar meriwayatkan tanpa memahami isi kandungannya.

- Al Muhaddits adalah orang yang mencurahkan perhatiannya terhadap hadits, baik dari segi riwayat
maupun dirayat, hafal identitas dan karakteristik para rawi, mengetahui keadaan mayoritas rawi pada
setiap zamannya, beserta hadits-hadits yang diriwayatkannya. Selain itu ia juga, memiliki keistimewaan
sehingga dikenal pendiriannya dan ketelitiannya.

- Al Hafidh adalah orang yang sangat luas pengetahuannya tentang hadits beserta ilmu-ilmunya
sehingga hadits yang diketahuinya lebih banyak daripada yang tidak diketahuinya.

- Al Hujjah, gelar ini diberikan kepada Al Hafidh yang terkenal tekun, bila seorang Al Hafidh sangat
tekun, kuat dan terperinci hafalannya tentang sanad dan matan hadits, dia diberi gelar Al Hujjah.

Al Hakim adalah rawi yang menguasai seluruh hadits sehingga hanya sedikit saja hadits yang
terlewatkan.

Amir Al Mu’minin fi Al Hadits adalah gelar tertinggi yang diberikan kepada orang yang kemampuannya
melebihi semua orang yang di atas tadi, baik hafalannya maupun kedalaman pengetahuannya tentang
hadits dan ‘illat-‘illat-nya sehingga ia menjadi rujukan bagi para Al Hakim, Al Hafidh, serta yang lainnya.
Diantara ulama yang memiliki gelar ini adalah Suyan ats Tsawri, Syu’bah bin al Hajjaj, Hammad bin
Salamah, Abdullah bin al Munarak, Ahmad bin Hanbal, Al Bukhari dan Muslim. Yang berasal dari
kalangan ulama mutakhirin adalah Al Hafidh Ahmad bin Ali bin Hajar al ‘Asqalani dan lainnya.

1.4 Pengenalan Mukharrij

Kata mukharrij isim fa'il (bentuk pelaku) dari kata takhrîj atau istikhrâj dan ikhrâj yang dalam bahasa
diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Maksud mukharij adalah seorang yang
menyebutkan suatu hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr. Al-Muhdi menyebutkan[1]:
‫فالمخرهوذاكرالبخازي‬

Mukharrij adalah penyebut periwayatan seperti Al-Bukhari.

Misalnya jika suatu hadis mukharij-nya Al-Bukhari berarti hadist tersebut diturunkan Al-Bukhari dalam
kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu, biasanya pada akhir periwayatan suatu hadis
disebutkan ‫ أخرجهالبخاري‬Hadis di-takhrîj oleh Al-Bukhari dan seterusnya.

Kata perawi atau Ar-râwî dalam bahasa Arab, berasal dari kata riwâyah berarti memindahkan dan
menuklikan (‫)النقل‬. Yakni memindahkan atau menukil suatu berita dari seseorang kepada orang lain.
Dakam istilah Ar-Râwî adalah orang yang meriwayatkan atau orang yang menyampaikan periwayatan
hadis (adâ' al-hadîts) dari seorang guru kepada orang lain yang terhimpun ke dalam buku hadis. Untuk
menyatakan perawi suatu Hadis dijatakan dengan kata: ‫ البخاري رواه‬hadis diriwayatkan okeh Al-Bukhari.

Sebenarnya antara sanad dan para perawi merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena
sanad hadis pada setiap generasi (thabaqât) terdiri dari para perawi. Mereka adalah orang-orang yang
menerima dan meriwayatkan atau memindahkan hadis dari seorang guru kepada murid-muridnya atau
teman-temannya.

Kemudian bagi perawi yang menghimpun hadis ke dalam suatu kitab tadwîn disebut dengan perawi dan
disebut dengan muddawin (orang yang menghimpun dan membukukan hadis).

Demikian juga ia disebut mukharrij, karena ia yang menerangkan para perawi dalam sanad dan derajat
hadis itu ke dalam bukunya.

http://makalahku2017.blogspot.co.id/2017/03/makalah-ulumul-hadits-struktur-hadits.html

5 maret 2018 jam 4.41

Diposting oleh Bahtera Cinta di 09.24

Anda mungkin juga menyukai