Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANAK TUNARUNGU

Disusun Guna Memenuhi Ujian Kompetensi 3


Mata Kuliah Ortopedagogik Umum
Dosen Pengampu: Drs. Munawir Yusuf, M.Psi.

Disusun oleh:

Nama : Sugiarti
NIM : X521224

PPKHB VI
PENDIDIKAN KHUSUS
ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013
BAB I
A. PENDAHULUAN
Pendidikan luar biasa yaitu pendidikan yang ditujukan kepada anak yang
mempunyai kelainan, baik itu kelainan fisik, mental maupun kelainan emosi.
Salah satu dari kelainan fisik adalah tunarungu. Seseorang dikatakan tunarungu
apabila orang tersebut mengalami kelainan dalam pendengarannya. Akibat dari
kelainan pendengaran, maka dapat menghambat perkembangan bicara dan
bahasanya. Untuk membantumengembangkan kemampuan bicara dan bahasa,
anak tunarungu memerlukan bantuan pelayanan pendidikan secara hkhusus,
artinya bantuan yang disesuaikan dengan kelainannya.
Pada hakikatnya, setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain. Tidak
ada seorang manusia pun yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain, terlebih lagi
bagi anak tunarungu. Karena kelainan dan hambatan yang dialaminya, anak
tunarungu membutuhkan bantuan yang lebih khusus disbanding anak mendengar.
Bantuan tersebut bukan hanya bersifat material saja, tetapi lebih mengarah ke
bersifat spiritual. Pemberian bantuan yang sifatnya material saja, cenderung
menempatkan anak tunarungu sebagai manusia konsumtif. Anak tunarungu
membutuhkan rasa kasih saying. Dengan dasar rasa kasih saying yang tulus
diharapkan timbul upaya yang nyata untuk mendidik anak tunarungu, agar mereka
dapat mengembangkan potensinya secara optimal, sehingga mereka dapat
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat, dan bukan menjadi
beban masyarakat.
Pendidikan anak tunarungu di Indonesia saat ini masih menghadapi
berbagai kendala diantaranya yaitu kesulitan dalam pengadaan sarana dan
prasarana, terutama kebutuhan dalam upaya rehabilitasi kelainannya. Oleh karena
itu, pemerintah dan masyarakat terus berusaha meningkatkan pendidikan anak
tunarungu, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat berguna bagi masyarakat.
Demikian pula hak-hak mereka seperti dalam memperoleh pendidikan formal
menjadi semakin nyata.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian anak tunarungu?
2. Apa saja klasifikasi anak tunarungu?
3. Apa saja karakteristik anak tunarungu?
4. Apa saja yang menjadi penyebab anak tunarungu?
5. Bagaimana layanan pendidikan anak tunarungu?
6. Apa landasan penyelenggaraan pendidikan anak tunarungu?
7. Apa tujuan pendidikan anak tunarungu?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata ‘tuna’ dan ‘rungu’, tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak
mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Tunarungu satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada
tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of hearing). Orang yang tuli (a deaf person)
adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan mendengar sehingga
mengalami hambatan dalam memproses informasi bahasa melalui
pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid),
sedangkan yang kurang dengar (a hard of hearing person) adalah sesorang yang
biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukuup
memungkinkan untuk keberhasilan memproses informasi bahasa melalui
pendengarannya, artinya apabila orang yang kurang dengar tersebut menggunakan
hearing aid ia masih dapat menangkap pembicaraan melalui pendengarannya.
Menurut Sudibyo Markus yang dikutip Sardjono ( 1998 : 5 ), pengertian
anak tunarungu adalah sebagai berikut :
1. Tuna Rungu adalah mereka yang menjalani kekurangan tetapi masih mampu
(tidak kehilangan kemampuan berbicara)
2. Tuna Wicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/lahir, yang
karenanya tidak dapat manangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak
mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami
gangguan pada alat suaranya.
Menurut pendapat Sardjono (1998:7) bahwa, “Anak tuna rungu adalah
anak yang kehilangan pendengaran sejak lahir atau kehilangan pendengaran
sebelum belajar bicara atau kehilangan pendengaran pada saat anak mulai belajar
bicara, karena sesuatu gangguan pendengaran, suara, dan bahasanya seolah-olah
hilang.”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu wicara
adalah anak yang mengalami keterbatasan/kehilangan pendengaran sehingga
mengganggu kemampuan bahasa dan bicara yang menyebabkan anak mengalami
hambatan.

B. Klasifikasi Tunarungu
Ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu tingkat
kehilangan pendengaran, saat terjadinya ketunarunguan, letak gangguan
pendengaran secaraanatomis, serta etiologis.
1. `Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes
dengan menggunakan audiometer ketunarunguan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Tunarungu ringan (mild hearing loss)
b. Tunarungu sedang (moderate hearing loss)
c. Tunarungu agak berat (moderately csevere hearing loss)
d. Tunarungu berat (severe hearing loss)
e. Tunarungu berat sekali (profound hearing loss)
2. Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
a. Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan
pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara da bahsa
berkembang.
b. Ketunarunguan pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan
pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan
bahasa berkembang.
3. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan
dapat diklasifasikan sebagai berikut.
a. Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan
oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah, yang
berfungsi sebagai alat konduksi atau pengantar getaran suara menuju
telinga bagian dalam.
b. Tunarungu tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh
terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus
chochlearis).
c. Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktif dan
sensorineural, artinya kerusakan terjadi pada telinga luar/tengah dengan
telinga dalam/saraf pendengaran.
4. Berdasarkan etiologi atau asal usul ketunarunguan diklasifikasikan sebagai
berikut.
a. Tunarungu endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik
(keturunan).
b. Tunarungu eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh factor
nongenetik (bukan keturunan).

Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi menurut Throyd dalam Putri


(2012), yaitu sebagai berikut:
Kelompok I: Kehilangan 15-30 dB: mild hearing losses atau ketunarunguan
ringan; daya tangkap suara cakapan manusia normal.
Kelompok II: kehilangan 31-60 dB: moderate hearing losses atau ketunarunguan
sedang; daya tangkap terhadap cakapan manusia hanya sebagian.
Kelompok III: kehilangan 61-90 dB: severve hearing losses atau ketunarunguan
berat; daya tangkap terhadap cakapan suara manusia tidak ada.
Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB: profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara
cakapan manusia tidak ada sama sekali.
Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB: total hearing losses atau
ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara manusia tidak
ada sama sekali.

Pendapat lain dikemukakan oleh Efendi (2006:59-61), menurutnya


klasifikasi anak tunarungu ditinjau dari kepentingan pendidikannya, secara terinci
anak tuna rungu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight
losses).
2. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses).
3. Anak runa rungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate
losses).
4. Anak runarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe
losses).
5. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas (profoundly
losses).
Uden dalam Putri (2012), membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi
tiga, yakni ‘”Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat
keruasakan pada organ pendengaran, dan berdasarkan pada taraf penguasaan
bahasa.”
Dari pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa jenis ketunarunguan yang berdasarkan etiologis, anatomis fisiologis,
waktu terjadi ketunarunguan, dan pengukuran dengan audiometer.

C. Karakteristik Anak Tunarungu


Berdasarkan klasifikasi yang telah dikemukakan Efendi di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Anak tuna rungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight
losses). Ciri-ciri anak tuna rungu kehilangan pendengaran antara 20-30 dB
(slight losses), antara lain: a) kemampuan mendengar masih baik karena
berada di garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran
taraf ringan; b) tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat
mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu diperhatikan,
terutama harus dekat dengan guru; c) dapat belajar bicara secara efektif
dengan melalui kemampuan pendengarannya; d) perlu diperhatikan kekayaan
perbendaharaan bahasanya supaya perkembangan bicara dan bahasanya tidak
terhambat; e) disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengan
untuk meningkatkan kerjasama daya pendengarannya.
2. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses).
Ciri-ciri anak yang ang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses)
antara lain: a) dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat; b)
tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya; c) tidak dapat
menagkap suatu percakapan yang lemah; d) kesulitan menangkap isi
pembicaraan dari lawan bicaranya, jika berada pada posisi tidak searah
dengan pandangannya; e) untuk menghindari kesulitan bicara perlu
mendapatkan bimbingan yang intensif; f) ada kemungkinan dapat mengikuti
sekolah biasa; g) disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid)
untuk menambah ketajaman daya pendengarannya.
3. Anak runa rungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate
losses). Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate
losses) antara lain: a) dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-
kira satu meter; b) sering terjadi salah pengertian terhadap lawan bicaranya; c)
mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan, misal: "K" atau
"G" mungkin diucapkan "T" dan "D"; d) kesulitan menggunakan bahasa
dengan benar dalam percakapan; e) perbendaharaan kosatanya sangat terbatas.
4. Anak runarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe
losses). Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe losses)
antara lain: a) kesulitan membedakan suara; dan b) tidak memiliki kesadaran
bahwa benda-benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara.
Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam belajar bicara
maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar karena anak semacam ini
tidak mampu berbicara spontan.
5. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas (profoundly
losses). Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran 75 dB ke atas (profoundly
losses) antara lain: a) ia hanya dapat mendengarkan suara keras sekali pada
jarak kira-kira 1 inchi (+ 2,54 cm) atau sama sekali tidak mendengar; b)
biasanya ia tidak menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat
telinga. Anak tuna rungu kelompok ini meskipun menggunakan pengeras
suara, tetapi tidak dapat memahami atau menangkap suara. Jadi mereka
menggunakan alat bantu dengar atau tidak dalam belajar bicara atau
bahasanya sama saja.
Ketunarunguan tidak tampak jelas apabila dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya, tetapi anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas.
Menurut Permanarian Somad dan Tati Herawati (2004: 28) karakteristik anak
tunarungu apabila dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi serta
sosial adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik dalam segi intelegensi
Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau rata-
rata. Karena kesulitan dalam memahami bahasa, kebanyakan anak tunarungu
prestasi belajarnya rendah pada mata pelajaran matematika. Tetapi pada mata
pelajaran lainnya dia akan seimbang apabila dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya. Kognisi anak tunarungu dapat dirinci sebagai berikut.
a. Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan
kemampuan verbal anak mendengar.
b. Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
c. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak
mendengar terutama pada informasi yang bersifat suksesif/berurutan.
d. Pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar
tidak ada perbedaan.
e. Daya ingat jangka panjang hampir tak ada perbedaan, walaupun prestasi
akhir biasanya tetap lebih rendah.
2. Karakteistik segi bahasa dan bicara
Kemampuan berbicara dan berbahasa anak tunarungu mengalami
hambatan karena tidak mampu mendengar, anak tunarungu memerlukan
pembinaan berbicara dan bahasa secara khusus. Anak tunarungu tidak mampu
mendengar bahasa, jadi kemampuan berbahsanya harus dilatih secara khusus.
Bicara dan bahasa anak tunarungu pada awalnya sulit difahami tetapi apabila
semakin lama bergaul dengan anak tunarungu kita akan dapat memahami
maksud dari bicaranya.
3. Karakteristik segi emosi dan sosial.
Anak tunarungu sering menyendiri kadang juga dijauhi teman-
temanya dalam pergaulan sehari-hari. Keadaan seperti ini menjadi hambatan
dalam perkembangan kepribadian anak tunarungu menuju kedewasaan.
Keterasingan anak tunarungu akan menyebabkan efek-efek negative sebagai
berikut.
a. Egosentrisme yang lebih, dibanding dengan anak normal.
b. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang luas.
c. Ketergantungan pada orang lain
d. Perhatiannya lebih sulit dialihkan
e. Memiliki sikap yang polos, sederhana dan tidak banyak masalah
f. Lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

Berdasarkan uraian tersebut di atas tentang karakteristik anak tunarungu


maka dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu memiliki berbagai hambatan.
Keterbatasan pengetahuan dan ketidak tetapan emosi dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian dan intelegensinya. Dalam bahasa anak tunarungu
juga mengalami hambatan pada saat mengadakan kontak dengan orang lain. Anak
tunarungu akan segan berlatih berbicara, anak tunarungu sering terkesan pemalu,
merasa rendah diri, merasa selalu bersalah, takut ditertawakan, takut menatap.

D. Penyebab Terjadinya Tunarungu


Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu dapat terjadi sebelum
anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono (1997: 10-20)
mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
a. Faktor keturunan
b. Cacar air, campak (Rubella, Gueman measles)
c. Terjadi toxaemia (keracunan darah)
d. Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
e. Kekurangan oxygen (anoxia)
f. Kelainan organ pendengaran sejak lahir
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
a. Faktor rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
b. Anak lahir pre mature
c. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
d. Proses kelahiran yang terlalu lama
3. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)
a. Infeksi
b. Meningitis (peradangan selaput otak)
c. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
d. Otitis media yang kronis
e. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Ada beberapa pendapat lain yang mengemukakan penyebab terjadinya
tunarungu, antara lain sebagai berikut.
1. Penyebab terjadi tunarungu tipe konduktif
a. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar
b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah
2. Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorincural
Ketunarunguan yang disebabkan oleh factor genetic (keturunan),
maksudnya bahwa keturunan tersebut disebabkan oleh gen ketunarunguan
yang menurun dari orang tua kepada anak.
Pendapat lain menyatakan penyebab terjadinya tunarungu adalah :
4. Faktor internal diri anak
a. Faktor keturunan
b. Penyakit campak
c. Keracunan darah
5. Faktor eksternal diri anak
a. Bagaimana fonem atau bunyi bahasa yang telah dirangkai dalam bentuk
kata menjadi bermakna, sehingga pelaku komunikasi (penyampaian dan
penerima pesan) dapat memahaminya.
b. Bagaimana kalimat yang tersusun secara efektif dan efisien bagi pemakai
bahasa.

E. Layanan Pendidikan
Sistem pendidikan bagi anak tunarungu diperlukan beberapa macam
(alternatif) disesuaikan dengan tingkat ketunaan yang disandangnya, yaitu sistem
terpadu di sekolah umum dan sistem segresi di sekolah khusus.
1. Di sekolah umum dengan sistem terpadu, yang pelaksanaannya bervariasi
sesuai dengan taraf ketunarunguannya
a. Di kelas biasa tanpa kekhususan baik dalam pelajaran maupun guru
(regular classroom only)
Anak tunarungu yang dimasukkan dalam kelas ini adalah yang
paling ringan ketunarunguannya, sehingga tidak memerlukan bahan
khusus ataupun guru khusus, bahannya juga biasa-biasa saja. Hanya saja
mungkin anak tunarungu ini memerlukan waktu belajar untuk bahan
tertentu sedikit lebih banyak dari rekan-rekan yang normal. Mereka
memerlukan perhatian yang khusus dari guru kelasnya, misalnya
penempatan tempat duduknya, pengelompokkan dengan teman-temannya,
mendapat giliran menjadi pemimpin kelompok, dan lain-lain.
b. Di kelas biasa dengan guru konsultan (regular classroom with teacher
consultant)
Anak tunarungu ditempatkan di kelas biasa, belajar bersama-sama
teman di kelasnya di bawah pimpinan guru kelasnya. Sekali-kali guru
konsultan (guru ahli pendidikan luar biasa) datang untuk membantu guru
kelas dalam memahami masalah anak tunarungu dan cara menanganinya,
serta memberikan petunjuk kepada guru kelas mengenai bahan atau
metode yang sesuai dengan kebutuhan anak tunarungu.
c. Di kelas biasa dengan guru kunjung (regular classroom with itinerant
teacher)
Anak tunarungu belajar bersama-sama temannya di kelas biasa
oleh guru kelasnya. Guru kunjung adalah guru PLB yang memberikan
pelajaran kepada anak tunarungu atau memberikan petunjuk kepada guru
kelas tempat anak tunarungu belajar. Guru kunjung ini memiliki jadwal
waktu kunjungan, berpindah-pindah dari sekolah satu ke sekolah lain,
mengunjungi kelas-kelas yang ada peserta didik secara langsung atau
memberikan saran kepada guru kelas dan berkonsultasi mengenai
masalah-masalah yang dihadapi anak tunarungu.
d. Di kelas biasa dengan ruang sumber (regular classroom with resource
room)
Anak tunarungu dididik di kelas biasa dengan bantuan guru PLB
pada ruang sumber. Ruang sumber ialah ruangan khusus yang
menyediakan berbagai fasilitas untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
belajar yang dihadapi anak tunarungu di kelas biasa. Biasanya anak datang
ke ruang sumber berdasarkan jadwal yang ditentukan. Dalam ruangan ini
anak tunarungu mendapat bimbingan dari guru pembimbing khusus
(GPK)untuk pelajaran-pelajaran tertentu.
e. Di kelas khusus sebagian waktu (part-time special class)
Kelas ini berada di sekolah biasa yang merupakan ruangan khusus
yang digunakan untuk anak tunarungu, biasanya anak tunarungu tingkat
ringan bagian bawah dan tingkat sedang bagian atas. Dalam beberapa hal
(mata-mata pelajaran tertentu) anak tunarungu mengikuti kegiatan di kelas
biasa bersama-sama dengan teman-temannya yang normal. Dalam
kegiatan yang sangat menyulitkan, untuk mata-mata pelajaran tertentu
anak tunarungu mendapat pendidikan di ruangan khusus dari guru
pendidikan luar biasa.
f. Kelas khusus penuh (self contained special class)
Kelas ini juga berada di sekolah biasa yang merupakan ruangan
khusus yang hanya digunakan untuk anak tunarungu. Biasanya untuk anak
tunarungu tingkat sedang bagian tengah dan bawah juga tingkat berat
bagian atas akan lebih selektif dimasukkan dalam kelas ini. Mereka belajar
sepenuhnya dalam kelas ini untuk semua mata pelajaran. Mereka
berintegrasi dengan teman-temannya yang normal dalam waktu-waktu
tertentu misalnya: dalam mengikuti upacara, mengikuti pelajaran olahraga,
mengikuti perayaan-perayaan, kesenian, pergi ke kantin dan sebagainya.
2. Di sekolah khusus dengan sistem segresi
a. Sekolah khusus harian (special day school)
Sekolah khusus harian adalah sekolah khusus yang dikunjungi
anak tiap-tiaphari selama jam sekolah. Anak-anak tetap tinggal di
rumahnya masing-masing. Sekolah khusus harian ini terdiri atas:
1) Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) untuk anak tunarungu,
lamanya 1-3 tahun. TKLB tunarungu tingkat rendah ditekankan pada
pengembangan kemampuan sensomotorik, berbahasa dan kemampuan
berkomunikasi khususnya berbicara dan berbahasa.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) untuk anak tunarungu, sekurang-
kurangnya 6 tahun. SDLB tunarungu kelas tinggi ditekankan pada
keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian
pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan
keterampilan sosial.
3) Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) untuk anak
tunarungu, sekurang-kurangnya 3 tahun. SLTPLB tunarungu
ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan
keterampilan sensomotorik, keterampilan berkomunikasi dan
keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik
dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan
keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional.
4) Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) untuk anak tunarungu,
sekurang-kurangnya 3 tahun. SMALB tunarungu ditekankan pada
pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan
kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada
pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai
pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan
mempersiapkan siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya
kejenjang yang lebih tinggi.
b. Sekolah khusus bersama (residential school)
Anak berdiam di lembaga ini selama 24 jam terpisah dari
lingkungan keluarga, sekolah khusus berasrama ini terutama
diperuntukkan bagi anak-anak tunarungu yang berat dan sangat berat
(severe and profound). Anak-anak yang tinggal di sini dapat mengunjungi
keluarganya pada waktu libur, sebaliknya orangtua mereka dapat
berkunjung ke sekolah khusus berasrama ini pada waktu libur atau waktu-
waktu yang telah ditentukan. Jenjang dan lama pendidikan sama seperti
sekolah khusus harian.

F. Landasan Pendidikan Anak Tunarungu


1. Landasan hukum
a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Bab IV pasal 5 ayat 2, 3 dan 4 serta bab VI pasal 32
ayat 1, 2 dan 3 menyatakan bahwa, “Warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
memperoleh layanan pendidikan khusus.”
b. Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25
tahun 2000 tentang Pemerintahan Daerah dan Pembagian Kewenangan
Pusat dan Propinsi, mengatakan bahwa “Pengelolaan Pendidikan Luar
Biasa ada pada Dinas Pendidikan Propinsi.”
c. Kepmendiknas No. 031/O/2002 tanggal 18 Maret 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Depdiknas pasal 125 bahwa, “Direktorat Pendidikan Luar
Biasa mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, pemberian
bimbingan dan evaluasi di bidang pendidikan luar biasa.”
2. Landasan agama
Sebagaimana ajaran agama, kia tidak boleh membeda-bedakan sesame
manusia karena adanya perbedaan ras, keadaan ekonomi, status maupun
keadaan fisik dan psikisnya. Hal ini karena pada dasarnya manusia di hadapan
Tuhan adalah sama, sedangkan yang membedakan hanya derajat
keimanannya.
3. Landasan kemanusiaan
Pada dasarnya setiap orangtidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Dalam hubungannya dengan orang lain, setiap orang mempunyai kebutuhan
yang sama, diantaranya kebutuhan akan kasih saying, adanya rasa aman,
pengakuan akan harga diri, serta kebutuhan akan pendidikan,baik itu
pendidikn dalam keluarga, pendidikan di sekolah, maupun pendidikan di luar
sekolah, seperti kursus-kursus dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan seperti
di atas, terdapat pula pada anak tunarungu. Tetapi karena ketidakfungsiaan
pendengarannya, anak tunarungu mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan tersebut. Sebagai ungkapan rasa kemanusiaan, orang yang
mempunyai kelebihan dibanding mereka, sudah seharusnya membantu anak
tunarungu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga mereka dpat hidup
secara layak.
4. Landasan idiologi
Idiologi Negara Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar
Negara dan falsafah hidup bangsa. Sebagai falsafah hidup bangsa, Pancasila
merupakan kristalisasi dari konsep dasar mengeni kehidupan yang dicita-
citakan oleh bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan penuntun bagi
bangsa Indonesia dalam tata kehidupan dalam hubungannya dengan sesama
manusia sebagai individu, sebagai unsur masyarakat, maupun sebagai
makhluk Tuhan.
Berdasarkan perpaduan sila kesatu, sila kedua, sila kelima serta kedua
sila lainnya, jelaslah bahwa pemberian pendidikan terhadap anak tunarungu
adalah sangat penting, yang merupakan realisasi dari pada pengamalan
Pancasila serta merupakan suatu langkah menuju terciptanya masyarakat yang
maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila
5. Landasan ilmu pendidikan
Setiap anak membutuhkan pendidikan, tidak terkecuai anak tunarungu.
Pada hakikatnya pendidikan adalah bantuan dari orang dewasa kepada anak
didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, guna mencapai
kedewasaan.
Pada dasarnay setiap anak mempunyai potensi yang dapat
dikembangkan. Sekalipun anak mengalami ketunarunguan yang sangat berat,
pada mereka masih terdapat potensi dan kemampuan yang dapat
dikembangkan. Tetapi karena adanya kelainan tersebut, anak tunarungu
membutuhkan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan.
Ketunarunguan mengakibatkan terhambatnya perkembangan bicara
dan bahasanya. Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk mengungkapkan
pikiran dan keinginannya melalui ucapan atau bicara. Demikian juga anak
tunarungu sulit memahami bicara dengan orang lain. Pemahaman bahasanya
sangat terbatas, sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya. Melalui layanan khusus, anak tunarungu dapat
mengembangkan kemampuan dalam berbahasa, yang merupakan dasar untuk
mengikuti pendidikan dan pengajaran lebih lanjut.

G. Tujuan
Tujuan pendidikan luar biasa, termasuk pendidikan anak tunarungu,
bukanlah tujuan eksklusif. Hanya saja memang diperlukan penyesuaian tertentu
sesuai dengan tingkatan kemampuan mereka. Jelas bahwa karena kelainannya,
anak tunarungu mengalami kesukaran dalam mencoba menghampiri tujuan
pendidikan yang berlaku umum, seperti tujuan nasional. Untuk itu diperlukan
usaha-usaha khusus yang ditujukan kepada beberapa bagian dari tujuan-tujuan
tersebut, yaitu tujuan khusus. Karena itu dalam pendidikan anak tunarungu
terdapat tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan umum
Tujuan umum pendidikan luar biasa termasuk tujuan pendidikan anak
tunarungu adalah tujuan pendidikan biasa juga. Dalam undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang pendidikan menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional ini menjadi tujuan
umum pendidikan luar biasa termasuk tujuan umum pendidikan anak
tunarungu juga.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara pendidikan khusus (tunarungu)
adalah:
a. Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh
pendidikan bagi anak usia sekolah.
b. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di
Indonesia.
c. Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap
keperluan anak tunarungu.
d. Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang
isi bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
e. Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan sekitarnya.
f. Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan,
keahlian, kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yang sesuai denan
jenis dan tingkat ketunaan yang disandangnya.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:


Bumi Aksara.

Putri, Rezky. (2012). Makalah Anak Berkebutuhan Khusus. http://chiechie-


rezkyq.blogspot.com/2012/06/makalah-anak-berkebutuhan-khusus.html
tanggal akses 18 November 2013

Sardjono, (1997). Orthopaedagogiek Tuna Rungu I (Seri Pendidikan Bagi Anak


Tunarungu). Surakarta: UNS Press.

_______. (1998). Orthopaedagogik Anak Tuna Rungu. Surakarta: UNS Press.

Somad, Permanarian dan tati Hernawati. (2004). Ortopedagogik Anak Tunarungu.


Bandung: Depdikbud.

_______. (2011). Pendidikan Anak Tunarungu.


http://slbnkotamagelang.blogspot.com/2011/11/pendidikan-anak-
tunarungu.html tanggal akses 18 November 2013

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Semarang : CV. Aneka Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai