disusun oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “The Differences between STEMI
(ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST segment
elevation myocardial infarction), and UAP (unstable angina pectoris)”.
Penulis telah menyusun makalah dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak termasuk Dosen Fasilitator sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun tambahan pengetahuan kepada pembaca.
A. Latar Belakang
Sindrom Koroner Akut adalah penyebab paling umum dari keganasan
aritmia menyebabkan kematian jantung mendadak. Di dunia sendiri, lebih dari
3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan STEMI dan lebih dari 4 juta
orang mengalami NSTEMI. Di Amerika, setiap tahun sekitar 1,36 juta pasien
rawat inap didiagnosa Sindrom Koroner Akut. Sebanyak 0,81 juta untuk infark
miokard dan sisanya adalah unstable angina pectoris. Kira-kira dua pertiga
pasien dengan infark miokard memiliki NSTEMI; sisanya adalah STEMI (Lloyd-
Jones D, Adams R, Carnethon M, et al; 2009). Di Eropa diperkirakan insidensi
tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000 penduduk, namun angka ini cukup
bervariasi di negara-negara lain (Hamm CW, 2011). Angka mortalitas di rumah
sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka panjang didapati dua
kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam rentang 4 tahun
(Hamm CW, et al., 2011 & Paxinos G, et al., 2012).
Istilah Sindrom Koroner Akut meliputi tiga entitas yang berbeda dari
manifestasi akut penyakit jantung koroner, yaitu ST elevasi myocardial
infarction (STEMI), non-ST elevasi myocardial infarction (NSTEMI) dan
unstable angina pectoris (UAP). Berdasarkan kajian oleh penulis, didapatkan
bahwa perbedaan antara STEMI, NSTEMI, dan UAP masih belum dipahami
dengan jelas. Padahal perawat harus memahami denga jelas perbedaan
diantara ketiganya untuk dapat menetapkan intervensi keperawatan dengan
tepat, seiring meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler, termasuk
Sindrom Koroner Akut. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk
mengumpulkan evidence based dengan topik “The Differences between
STEMI (ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST
segment elevation myocardial infarction), and UAP (unstable angina
pectoris)”.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan adalah “Apa perbedaan antara STEMI
(ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST segment
elevation myocardial infarction), dan UAP (unstable angina pectoris)?”
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Untuk menjelaskan perbedaan antara STEMI (ST segment elevation
myocardial infarction), NON-STEMI (non ST segment elevation myocardial
infarction), dan UAP (unstable angina pectoris).
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan patofisiologi Sindrom Koroner Akut.
b. Menjelaskan STEMI (ST segment elevation myocardial infarction).
c. Menjelaskan NON-STEMI (non ST segment elevation myocardial
infarction).
d. Menjelaskan UAP (unstable angina pectoris).
D. Manfaat
Dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
antara lain:
1. Manfaat teoritis
Dapat memberikan bukti-bukti empiris tentang perbedaan antara STEMI
(ST segment elevation myocardial infarction), NON-STEMI (non ST
segment elevation myocardial infarction), dan UAP (unstable angina
pectoris).
2. Manfaat praktis
Bagi tenaga kesehatan, khususnya perawat, diharapkan makalah ini dapat
menjadi pertimbangan untuk dapat membedakan antara tiga jenis Sindrom
Koroner Akut dan penentuan tatalaksana pasien dengan Sindrom Koroner
Akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan:
Deskriptor klinis sederhana menyediakan kerangka kerja untuk memahami
mekanisme dasar yang bertanggung jawab atas ketidakstabilan koroner pada
kelompok homogen pasien dengan sindrom koroner akut (ACS) yang mungkin
membantu dalam mencari algoritma diagnostik baru dan target terapeutik: 1) pasien
dengan atherosclerosis obstruktif (ATS) dan peradangan sistemik; 2) pasien dengan
aterosklerosis obstruktif tanpa inflamasi sistemik; dan 3) pasien tanpa aterosklerosis
obstruktif.
c. Falk E, et al (2013) menjelaskan 3 morfologi plak arteri koroner umum
yang mengakibatkan trombosis (ruptur plak, erosi plak, dan kalsifikasi
nodular yang mengganggu yang menonjol ke lumen arteri koroner, yang
dikenal sebagai "nodul kalsifikasi"). Falk E, et al (2013) menjelaskan
beberapa kontributor terhadap "plak yang rentan", termasuk struktural dari
plak (ukuran inti nekrosis, ketebalan dan tingkat peradangan di dalam cap
fibrosa), neovaskularisasi plak dan infiltrasi dengan makrofag yang
dirangsang hemoglobin (keduanya meningkatkan risiko untuk perdarahan
intraplaque), dan pola kalsifikasi (kalsifikasi bergelombang/spotty
calcification memberikan risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kalsifikasi terlokalisasi padat).
3. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom
Koroner Akut dibagi menjadi:
a) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
b) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
c) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
6. Infark lateral
Infark miokardial lateral terjadi bila dijumpai adanya perubahan ST elevasi
pada EKG di lead I, aVL, V5, V6. Infark ini diakibatkan oleh cabang-cabang
arteri yang mensuplai darah pada dinding lateral ventrikel kiri yaitu cabang
left circumflex (LCx), diagonal LAD dan cabang terminal dari right coronary
artery (RCA). Karena LCx mensuplai AV junction, bundle his, dan anterior
dan posterior muscle papillary pada 10% populasi, oklusi arteri ini berkaitan
dengan abnormalitas konduksi jantung atau insufisiensi katup mitral yang
berkaitan dengan dysfungsi muscle papillary (Underhill, 2005; Libby, 2008;
Lily, 2000).
7. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan biasa terjadi pada infark inferior dengan trias
karakteristik yaitu hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis dengan
tanda kusmaul’s, serta area paru bersih. Infark inferior di diagnosis bila
dijumpai elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan V3R dan V4R
serta adanya abnormalitas gerakan dinding ventrikel kanan.
Penatalaksanaan dilakukan dengan volume loading untuk
mempertahankan PCWP 18- 20 mmHg, menghindari penggunaan nitrat
serta pemberian dobutamin untuk mengatasi hipotensi (Underhill, 2005,
Lewis, 2004, Libby, 2008).
8. Diagnosis STEMI
Diagnosis dini adalah kunci untuk pengobatan awal STEMI. . Sebuah
riwayat nyeri dada atau ketidaknyamanan yang berlangsung 10-20 menit
harus meningkatkan kecurigaan STEMI akut pada individu yang rentan
(pasien pria paruh baya, terutama jika mereka memiliki faktor risiko untuk
penyakit koroner).
Diagnosis STEMI didasarkan pada dua hal berikut:
a. Nyeri dada.
b. Perubahan ECG atau LBBB baru.
c. Peningkatan biomarker
Pasien STEMI mungkin mengalami berbagai gejala yang bervariasi mulai
dari penghancuran rasa nyeri / nyeri dada retrosternal atau kiri dengan
gejala khas yang berhubungan dengan dispnea yang terisolasi, serangan
sinkop, malaise dan sesak napas. Lansia, penderita diabetes dan pasien
dengan OAINS dapat mengalami infark miokard yang tidak terdeteksi.
Pasien-pasien ini umumnya ditemukan memiliki syok kardiogenik,
hipotensi, aritmia dan blok konduksi dan gagal ventrikel kiri akut.
EKG 12-lead harus dilakukan sesegera mungkin. Jika EKG awal tidak
menunjukkan STEMI tetapi pasien terus memiliki gejala, mengulang EKG
harus diperoleh (setiap 15 menit atau lebih). Sementara penanda nekrosis
miokard berguna dalam menguatkan diagnosis, harus ditekankan bahwa
mereka mungkin tidak meningkat awal setelah timbulnya gejala.
Dalam kasus-kasus yang meragukan, ekokardiografi dapat menjadi
tambahan yang berguna dalam membuat diagnosis, terutama di antara
pasien muda tanpa riwayat penyakit koroner.
Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi
segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
a. Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia
muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota
keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet
tinggi lemak jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress
psikologis berlebihan.
3) Faktor penyebab
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat
berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar,
gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan.
Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan
marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T
atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi
peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction,
NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai
normal atas (upper limits of normal, ULN),.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika
ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24
jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
b. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara
yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris
stabil.
c. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina
sedikitnya 15 menit.
d. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi
pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan
pencatatan EKG.
2. Patofisiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang
tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O
2
Cara kerjanya :
Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus
vasometer pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina
Prinzmetal).
Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke
miokard
Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi
denyut, jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi
kebutuhan O2.
3) Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard
yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut
jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang
kadiorotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk
mencegah serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.
b. Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk :
memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung
memperbaiki obstruksi arteri koroner.
Ada 4 dasar jenis pembedahan :
1) Ventricular aneurysmectomy : Rekonstruksi terhadap kerusakan
ventrikel kiri
2) Coronary arteriotomy : Memperbaiki langsung terhadap obstruksi
arteri koroner
3) Internal thoracic mammary : Revaskularisasi terhadap miokard.
4) Coronary artery baypass grafting (CABG) : Hasilnya cukup
memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina
dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
1) Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
2) Percutaneous ratational coronary angioplasty (PCRA)
3) Laser angioplasty
BAB 3
PEMBAHASAN
Parameter Skor
Validation of TIMI risk score for STEMI Daniel Souto Silveira, Cristiano
Pederneiras Jaeger, Luciano Hatschbach, Euler Roberto Fernandes Manenti
Hospital Mãe de Deus, Porto Alegre, RS – Brazil. International Journal of
Cardiovascular Sciences. 2016;29(3):189-197
Stratifikasi risiko berdasarkan TIMI dan ditujukan untuk memperkirakan
tingkat mortalitas dalam 30 hari
0 0.8 %
1 1.6 %
2 2.2 %
3 4.4 %
4 7.3 %
5 12.4 %
6 16.1 %
7 23.4 %
8 26.8 %
>8 35.9 %
Stratifikasi risiko berdasarkan TIMI dan ditujukan untuk memperkirakan
tingkat mortalitas dalam 1 tahun
0 1.0 %
1 1.0 %
2 1.8 %
3 3.0 %
4 4.2 %
5 6.7 %
6 7.7 %
7 12.1 %
8 16.3 %
>8 17.2 %
B. STRATIFIKASI RISIKO UNTUK KASUS NSTEMI DAN UAP
Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 7 variabel yang
masing-masing setara dengan 1 poin. Variabel tersebut antara lain adalah usia
≥65 tahun, ≥3 faktor risiko, stenosis koroner ≥50%, deviasi segmen ST pada EKG,
terdapat 2 kali keluhan angina dalam 24 jam yang telah lalu, peningkatan marka
jantung, dan penggunaan asipirin dalam 7 hari terakhir. Dari semua variabel yang
ada, stenosis koroner ≥50% merupakan variabel yang sangat mungkin tidak
terdeteksi. Jumlah skor 0-2: risiko rendah (risiko kejadian kardiovaskular <8,3%);
skor 3-4 : risiko menengah (risiko kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7 :
risiko tinggi (risiko kejadian kardiovaskular hingga 41%).
PARAMETER SKOR
IV Terdapat syok 81 %
kardiogenik ditandai
dengan tekanan darah
sistole < 90 mmHg dan
tanda hipoperfusi
jaringan
STRATIFIKASI RISIKO BERDASARKAN GRACE
Skor Grace
PREDIKTOR SKOR
<40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80 91
Laju denyut jantung (kali per menit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23
150-199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin (µmol/L)
0-34 2
35-70 5
71-105 8
106-140 11
141-176 14
177-353 23
≥354 31
Gagal jantung berdasarkan klasifikasi Killip
I 0
II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di RS 43
Peningkatan marka jantung 15
Deviasi segmen ST 30
Prediktor Skor
Hematokrit awal, %
<31 9
31-33,9 7
34-36,9 3
37-39.9 2
≥40 0
Klirens kreatinin, mL/menit
≤15 39
>15-30 35
>30-60 28
>60-90 17
>90-120 7
>120 0
Laju denyut jantung (kali per menit)
≤70 0
71-80 1
81-90 3
91-100 6
101-110 8
111-120 10
≥121 11
Jenis kelamin
Pria 0
Wanita 8
Tanda gagal jantung saat dating
Tidak 0
Ya 7
Riwayat penyakit vaskular sebelumnya
Tidak 0
Ya 6
Diabetes
Tidak 0
Ya 6
Tekanan darah sistolik, mmHg
≤90 10
91-100 8
101-120 5
121-180 1
181-200 3
≥200 5
GAMBAR . RISIKO PERDARAHAN MAYOR BERDASARKAN SKOR
PERDARAHAN CRUSADE
Persangkaan SKA
Observasi 12 jam
sejam awitan Perubahan
angina gelombang ST dan
atau gelombang T
Angina berlanjut
Marka jantung
Angina berulang positif
Angina tidak
atau hasil EKG
berulang Hemodinamik
terdapat perubahan
EKG : normal abnormal
ST/gelombang T
Marka jantung :
normal Marka jantung :
positif
Pemantauan :
rawat jalan
DAFTAR PUSTAKA