Anda di halaman 1dari 18

IMPLEMENTASI BRAIN BASED LEARNING DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN


KREATIF

Makalah ini dipresentasikan pada seminar kelas pada mata kuliah


“Berfikir kritis dan kreatif dalam Pendidikan Dasar”,
yang diampu oleh: Prof. dr. Fasli Jalal, SpGK., Ph.D
Dr. Fahrurozi, M.Pd

Disajikan oleh:
DESSY NOOR ARIANI
FARAH PANGESTU
HAMDAN HUSEIN BATUBARA

PROGRAM STUDI DOKTOR PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA (UNJ)
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohaminirrohiim
Alhamdulillah, Allah SWT yang memiliki segala ilmu dan segala
kemanfaatan ilmu, telah memberikan kekuatan kepada para penulis dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini.
Sholawat dan salam ditujukan kepada penyampai ilmu, Nabi Muhammad
SAW, sehingga pemanfaatan ilmu itu dapat memberi penerang dan pengatur dalam
setiap seluk beluk kehidupan.
Makalah yang berjudul “Implementasi Brain Based Learning dalam
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Dan Kreatif” ini merupakan salah satu
tugas dalam mengikuti mata kuliah “Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pendidikan
Dasar, yang diampu oleh: Prof. Fasli Jalal, Ph.D dan Dr. Fahrurrozi, M.Pd untuk
dipresentasi di kelas Prodi S3 Dikdas UNJ guna mendapatkan gambaran tentang
bagaimana mengimplementasikan brain based learning dalam pendidikan dasar
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Akhirnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu
dan semua pihak yang telah memberikan saran yang konstruktif sehingga dapat
melengkapi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.

Jakarta, 2 Januari 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................................... 5

A. Peranan Otak dan Memori dalam Pembelajaran ..................................................... 5

B. Brain Based Learning ............................................................................................. 6

C. Berfikir Kreatif........................................................................................................ 8

D. Berfikir Kritis .......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keistimewaaan terhebat manusia jika dibandingkan dengan makhluk
lainnya terletak pada kemampuan berpikirnya sebagai manusia berbudaya. Namun
sayang apabila potensi otak kita sebagai modalitas utama untuk berpikir tidak
diberdayakan secara optimal. Bahkan sekolah yang idealnya diharapkan berperan
sebagai komunitas untuk memberdayakan kemampuan berpikir siswa pun kadang
kurang memperhatikan fakta pentingnya penggunaan otak dalam proses
pembelajaran.
Kebanyakan, siswa pergi ke sekolah tetapi cara belajar mereka terbatas
hanya mendengarkan keterangan guru, kemudian tidak mencoba memahami materi
yang diajarkan oleh guru. Saat ujian, para siswa mengungkapkan kembali materi
yang telah mereka hafalkan itu. Cara belajar seperti ini, bukanlah suatu
keberhasilan, dan merupakan cara belajar yang tidak kita inginkan. Mengenai nilai
dan ujian, harus diakui bahwa siswa tersebut bisa menjawab pertanyaan. Sebagian
dari mereka mungkin mendapat nilai yang tinggi dan dianggap siswa yang sukses.
Meskipun belum ada hasil penelitian yang kongkret, bahwa seandainya para siswa
tersebut ditanya-setelah ujian selesai-apakah mereka masih ingat materi yang telah
mereka pelajari, maka tidak heran kalau mereka sudah lupa apa yang telah mereka
pelajari.
Proses pembelajaran sebagaimana digambarkan di atas banyak kita temukan
di sekolah-sekolah. Proses pembelajaran baru dilaknasakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran pada tingkat rendah yakni mengetahui, memahami, dan
menggunakan belum mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis dan kreatif
yakni suatu yang paling esensi dari dimensi belajar.
Sebagian besar guru belum merancang pembelajaran yang mengembangkan
kemampuan berpikir (Kamdi, 2002). Proses pembelajaran sebagian besar masih
menjadikan anak tidak bisa, menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa kegiatan
menambah pengetahuan, kegiatan menghadiri, mendengar dan mencatat penjelasan

1
guru, serta menjawab secara tertulis soal-soal yang diberikan saat berlangsungnya
ujian. Pembelajaran baru diimplementasikan pada tataran proses menyampaikan,
memberikan, mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa.
Dalam tataran ini siswa yang sedang belajar bersifat pasif, menerima apa
saja yang diberikan guru, tanpa diberikan kesempatan untuk membangun sendiri
pengetahuan yang dibutuhkan dan diminatinya. Siswa sebagai manusia ciptaan
Tuhan yang paling sempurna di dunia karena diberi otak, dibelenggu oleh guru.
Siswa yang jelas-jelas dikaruniai otak seharusnya diberdayagunakan, difasilitasi,
dimotivasi, dan diberi kesempatan, untuk berpikir, bernalar, berkolaborasi, untuk
mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan minat dan kebutuhannya serta diberi
kebebasan untuk belajar. Pemahaman yang keliru bahkan telah menjadi mitos
bahwa belajar adalah proses menerima, mengingat, mereproduksi kembali
pengetahuan yang selama ini diyakini banyak tenaga keguruan perlu dirubah.
Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku Belajar Cerdas, menyatakan bahwa belajar
itu harus berbasis otak. Dengan kata lain revolusi belajar dimulai dari otak. Otak
adalah organ paling vital manusia yang selama ini kurang dipedulikan oleh guru
dalam pembelajaran.
Karena pada dasarnya setiap otak yang dimiliki manusia itu unik dan
mempunyai karakteristiknya sendiri. Otak merupakan organ tubuh manusia yang
paling kompleks yang terdiri dari empat lobus utama, struktur berlipat di dalam
lobus, belahan kiri dan kanan, jaringan komunikasi yang rumit, dan lebih dari 100
miliar sel saraf. Otak juga sangat berperan dalam pembentukan memori (daya
ingat). Otak mempunyai dua sistem penyimpanan memori yaitu long term
memory (penyimpanan memori jangka panjang) dan short term
memory (penyimpanan memori jangka pendek). Dalam long term memory, memori
sulit hilang dan apabila dibutuhkan akan teringat kembali, lain halnya di sort term
memory yang mudah hilang dan terlupa. Sedangkank berpikir kritis dan berpikir
kreatif perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Hal tersebut
karena kemampuan berpikir tersebut merupakan kompetensi kognitif tertinggi yang
perlu dikuasai siswa di kelas. Berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan
berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi

2
yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan
atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan
untuk mendapatkan penjelasan. Memori akan kemampuan berpikir ini sangat
penting dalam pembelajaran. Semua yang telah kita pelajari, baik secara sadar
maupun tidak sadar, tersimpan dalam memori.
Teori otak mengulas tentang bagaimana menciptakan iklim pembelajaran
yang berbasis pada kemampuan otak peserta didik. Selama ini banyak yang
mengabaikan kemampuan otak serta bagaimana membuat otak lebih aktif dan
menjadikannya acuan dalam belajar. Pembelajaran yang kompleks merupakan
sebuah proses yang merefleksikan dengan lebih baik cara otak manusia dirancang
secara alami untuk belajar. Di samping itu, riset menunjukkan (Given, 2007) bahwa
otak mengembangkan lima sistem pembelajaran primer yaitu emosional, sosial,
kognitif, fisik dan reflektif. Jika guru memahami bagaimana sistem pembelajaran
primer (emosional, sosial, kognitif, fisik, reflektif) berfungsi, maka mengajar akan
lebih efektif dan merasakan kegembiraan lebih besar dalam mengajar.
Adapun salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi hal
tersebut adalah model pembelajaran berbasis otak (Brain Based Learning).
Pembelajaran berbasis otak bertujuan untuk mengembangkan lima sistem
pembelajaran alamiah otak yang dapat mengembangkan potensi otak dengan
maksimal, yaitu: sistem pembelajaran emosional, sosial, kognitif, fisik, dan reflektif.
Kelima sistem pembelajaran tersebut saling mempengaruhi dan tidak dapat berdiri
sendiri (Given, 2007). Di samping itu, menurut Yulvinamaesari (2014)
pembelajaran berbasis otak menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan
pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa.
Dalam hal ini, siswa dituntut untuk mampu aktif dalam pembelajaran dan
pembelajaran tidak hanya bersumber dari guru sehingga mereka mampu
membangun pengetahuan dan pemahaman tentang suatu materi pelajaran
berdasarkan pengalaman belajar yang mereka alami sendiri.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah kali ini adalah
1. Bagaimana peranan otak dan memori dalam pembelajaran ?
2. Apa yang dimaksud dengan Brain Based Learning ?
3. Apa yang dimaksud dengan Berfkir Kreatif ?
4. Apa yang dimaksud dengan Berfikir Kritis
5. Bagaimana Implementasi Brain Based Learning untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif dan kritis?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang diharapkan dari hasil penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan peranan otak dan memori dalam pembelajaran.
2. Menjelaskan pengertian dari Brain Based Learning.
3. Menjelaskan pengertian dari berfikir kreatif
4. Menjelaskan pengertian dari berfkir kritis
5. Menjelaskan implementasi Brain Based Learning untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif dan kritis.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Peranan Otak dan Memori dalam Pembelajaran


Roger Sperry (Hernowo, 2008), menemukan dua belahan otak, yaitu otak
kiri dan otak kanan yang berfungsi secara berbeda. Otak kiri berpikir secara
rasional, sedangkan otak kanan berpikir secara emosional. Sejalan dengan hal
tersebut, Dilip Mukerjea (Hernowo, 2008: 68) juga mengungkapkan bahwa otak
kreatif adalah otak kiri dan otak kanan yang bekerja sinergis. Dalam proses
pembelajaran, penggunaan otak kiri dan otak kanan tidak bisa dipisahkan, keduanya
harus diseimbangkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Roger Sperry, Ph.D, menemukan perbedaan fungsi antara otak kanan dan otak
kiri (Jensen, 2008: 29). Fungsi dari belahan otak kiri yaitu memproses “bagian-
bagian” (secara berurutan), sedangkan bagian otak kanan memproses
“keseluruhan” (secara acak). Pada dasarnya, kita semua adalah manusia dengan
seluruh otak, tak ada pembelajaran yang terjadi hanya pada bagian otak kiri saja,
bagian atas korteks saja, pada batang otak saja atau pada bagian otak kanan saja.

Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Jerry Levy, Ph.D (1983,1985)


dari Universit of Chicago (Jensen, 2008: 30), menegaskan bahwa kedua bagian otak
memang terlibat hampir dalam setiap aktivitas, dan waktu serta derajat
keterlibatannya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi. Peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada salah satu belahan dapat mempengaruhi perkembangan peristiwa-
peristiwa yang terjadi pada saat yang sama di bagian paling jauh di belahan otak
yang lain. Memang sangat baik jika mempertimbangkan kespesifikan bagian otak,
tetapi mengklasifikasikan semua perilaku ke dalam cetak biru perilaku-perilaku dari
belahan kiri atau kanan akan mengarah kepada interpretasi yang keliru. James
Iaccino, Ph.D (1993) (Dalam Jensen, 2008: 30) mengemukakan bahwa meskipun
masing-masing belahan memang mempunyai spesialisasi yang jelas, masing-
masing bagian “masih membutuhkan bagian yang lainnya untuk melengkapi fungsi
keseluruhannya”.

5
Otak juga sangat berperan dalam pembentukan memori. Berdasarkan
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu & Zain, 1994: 885), memori adalah
ingatan atau daya ingat. Memori ini sangat penting dalam pembelajaran. Semua
yang telah kita pelajari, baik secara sadar maupun tidak sadar, tersimpan dalam
memori.

B. Brain Based Learning


Brain based learning (BBL) merupakan sebuah pembelajaran
yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk
belajar. Pembelajaran berbasis kemampuan otak ini didesain dengan
mempertimbangkan segala yang baik untuk otak yaitu dengan
menciptakan lingkungan belajar yang positif dan menyenangkan. Eric Jensen
(2008) mengungkapkan bahwa “ semua pembelajaran akan melibatkan tubuh,
pikiran, sikap dan kesehatan fisik kita, pembelajaran berbasis kemampuan otak
memperhatikan berbagai variabel berganda ini dengan lebih sering dan lebih
komprehensif ”.
Dalam model pembelajaran brain based learning, pembelajaran melibatkan
lima komponen penting ketika otak belajar yaitu: otak emosional yang bisa
membangkitkan hasrat belajar, otak sosial yang berperan membangun visi untuk
melihat apa yang mungkin, otak kognitif yang menumbuhkan niat untuk
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan, otak kinestetis yang mendorong
tindakan untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan, dan otak reflektif yang
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang akan menghasilkan
kebijaksanaan yang akan membuat seseorang mampu dan mau berinstropeksi diri
(Sugiyanti, 2011).
Prinsip-prinsip pembelajaran brain based learning adalah (a) Otak adalah
prosesor paralel, yang berarti dapat melakukan beberapa kegiatan sekaligus, seperti
rasa dan bau, (b) Belajar melibatkan seluruh fisiologi, (c) Pencarian makna adalah
bawaan, (d) Pencarian makna datang melalui pola, (e) Emosi sangat penting untuk
pola, (f) Keseluruhan proses otak dan bagian-bagian secara bersamaan, (g) Belajar
melibatkan kedua memusatkan perhatian dan perifer persepsi, (h) Belajar
melibatkan kedua proses sadar dan tak sadar, (i) Otak memiliki dua jenis memori:

6
spasial dan hafalan, (j) Otak memahami fakta terbaik ketika tertanam di alam,
memori spasial, (k) Belajar ditingkatkan oleh dihambat oleh tantangan dan
ancaman, dan (l) Setiap otak adalah unik (Jensen, 2009).
Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan brain based
learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu: (1) Pra-Pemaparan; pra-
pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik (Jensen,
2008: 484), (2) Persiapan; dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan
kesenangan (Jensen, 2008: 486), (3) Inisiasi dan akuisisi;
tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron itu
saling “berkomunikasi” satu sama lain (Jensen, 2008: 53), (4) Elaborasi; tahap
elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki,
menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran (Jensen, 2008: 58),
(5) Inkubasi dan formasi memori (memasukkan memori); tahap ini menekankan
bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal
yang penting (Jensen, 2008: 488), (6) Verifikasi dan pengecekan keyakinan; dalam
tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah
dipelajari atau belum. (7) Perayaan dan integrasi funsional; tahap ini menanamkan
semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar (Jensen, 2008: 490).
Tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi brain
based learning (Jensen, 2008).
1. Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir
siswa. Dalam setiap kegiatan pembelajaran, sering-seringlah guru
memberikan soal-soal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan
berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan (knowledge) sampai tahap
evaluasi menurut tahapan berpikir berdasarkan Taxonomy Bloom. Soal-soal
pelajaran dikemas seatraktif dan semenarik mungkin misalnya melalui teka-
teki, simulasi games, tujuannya agar siswa dapat terbiasa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dalam konteks pemberdayaan
potensi otak siswa.
2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Hindarilah
situasi pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak

7
senang terlibat di dalamnya. Lakukan pembelajaran di luar kelas pada saat-
saat tertentu, iringi kegiatan pembelajaran dengan musik yang didesain
secara tepat sesuai kebutuhan di kelas, lakukan kegiatan pembelajaran
dengan diskusi kelompok yang diselingi dengan permainan-permainan
menarik, dan upaya-upaya lainnya yang mengeliminasi rasa tidak nyaman
pada diri siswa. Howard Gardner dalam Buku Quantum Learningkarya De
Porter, Bobbi, & Mike Hernacki menyatakan bahwa seseorang akan belajar
dengan segenap kemampuan apabila dia menyukai apa yang dia pelajari dan
dia akan merasa senang terlibat di dalamnya.
3. Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa
(active learning). Siswa sebagai pembelajar dirangsang melalui kegiatan
pembelajaran untuk dapat membangun pengetahuan mereka melalui proses
belajar aktif yang mereka lakukan sendiri. Bangun situasi pembelajaran
yang memungkinkan seluruh anggota badan siswa beraktivitas secara
optimal, misal mata siswa digunakan untuk membaca dan mengamati,
tangan siswa bergerak untuk menulis, kaki siswa bergerak untuk mengikuti
permainan dalam pembelajaran, mulut siswa aktif bertanya dan berdiskusi,
dan aktivitas produktif anggota badan lainnya.

C. Berfikir Kreatif
Kreativitas seseorang dapat ditinjau dari prosesnya (Dickut, 2007). Proses
untuk menghasilkan suatu produk kreatif inilah yang disebut dengan proses berpikir
kreatif. McGregor (2007: 169) menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah salah satu
jenis berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru,
perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu. Biasanya, berpikir kreatif
akan terjadi jika siswa diberi soal-soal atau masalah-masalah yang menantang.

Sedangkan Johnson (2010: 214) berpendapat bahwa berpikir kreatif


merupakan sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan
intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan
baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide
yang tak terduga. Johnson (2010,. 215) juga menyatakan bahwa untuk dapat

8
berpikir kreatif, tentunya membutuhkan ketekunan, disiplin diri, meliputi aktivitas
mental sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan;
2. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tak lazim dengan pikiran
terbuka;
3. Membangun keterkaitan, khususnya di antara hal-hal yang berbeda;
4. Menghubung-hubungkan berbagai hal yang bebas;
5. Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan
berbeda;
6. Mendengarkan intuisi.

D. Berfikir Kritis
Renstein dan Lander (1990:80) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses
memahami bagaimana jalannya proses berpikir dan pembelajaran, menggunakan
kemampuan yang lebih tinggi untuk memahami permasalahan, menganalisa,
menyintesis, dan menilai suatu ide secara logis.

Orlich, Harder, Callahan, dkk (2007: 291) menyatakan bahwa untuk dapat
memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik peserta didik harus belajar
mengidentifikasi persoalan, mengidentifikasi hubungan antar elemen,
menyimpulkan implikasi, menduga alasan, mengombinasikan elemen bebas untuk
membentuk pola pikir baru (kreatifitas), dan membuat interpretasi asli.

Beberapa hal yang menjadi ciri khas dari pemikir kritis itu sendiri adalah:

1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap
kondisi yang ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan
konsekuensi yang logis.
3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang
kompleks.

9
Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin,
terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan
kemampuan komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen
untuk mengubah paradigma egosentris dan sosiosentris kita.

E. Implementasi Brain Based Learning dalam Meningkatkan Kemampuan


Berfikir Kritis dan Kreatif

Kemamspuan berpikir kritis dan kreatif tidak otomatis dimiliki oleh siswa,
hal ini dikarenakan siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir
ini, sehingga perlu peran guru dalam mengembangkan kemampuan ini. Salah satu
cara yang dapat digunakan guru untuk memingkatkan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif adalah dengan menerapkan pembelajaran yang melibatkan kemampuan
otak atau disebut dengan Brain-Based Learning.

Jalaluddin Rakhmad (2005) dalam buku Belajar Cerdas, menyatakan bahwa


belajar itu harus berbasis otak. Dengan kata lain revolusi belajar dimulai dari otak.
Sebenarnya para guru telah menyadari bahwa pembelajaran berpikir agar anak
menjadi cerdas, kritis, dan kreatif serta mampu memecahkan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah penting. Kesadaran ini juga
telah mendasari pengembangan kurikulum yang kini lebih mengedepankan
pembelajaran konstekstual.

Brain-Based Learning adalah pembelajaran yang mengoptimalkan kemampuan


otak secara keseluruhan. Di dalam Brain-Based Learning terdapat tujuh tahapan
dasar pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif siswa. Tahap-tahap Pembelajaran Brain-Based Learning (Jensen, 2008):

a. Tahap Pra-Pemaparan

10
Fase ini memberikan ulasan pada otaktentang pembelajaran baru. Pra-
pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik.

 Beritahukan pada siswa materi yang akan dipelajari selanjutnya / buatlah


mind mapping dan tempelkan pada papan tulis. Tujuan dari informasi ini
adalah agar siswa mencari informasi tentang materi tersebut sebelum
pembelajaran berlangsung. Semakin banyak informasi/ latar belakang yang
mereka miliki semakin banyak koneksi yang dapat mereka buat.

 Temukanlah ketertarikan dan latar belakang siswa, mulailah dari tempat


dimana siswa berada pada dasar pengetahuan mereka.

 Gunakan sarana pendukung / media belajar yang penuh dengan warna.


Contohnya pada materi kubus dan balok, buatlah jaring-jaring dan model
bentuk kubus dan balok dengan warna-warna yang menarik.

 Doronglah nutrisi otak yang baik, jika proses pembelajaran berlangsung lebih
dari 45 menit, pastikan siswa mendapat air minum yang cukup.

 Rencanakanlah strategi “membangun” otak, misalnya melakukan


relaksasiatau peregangan setiap jam.

b. Tahap Persiapan

Otak dapat belajar paling baik dari pengalaman konkret terlebih dahulu. Pada
tahap ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan penjelasan awal tentang
materi yang akan dipelajari dan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tahap Inisiasi dan Akusisi

Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron
berhubungan. Sumber untuk akusisi ini bisa meliputi diskusi, pengalaman praktis,
proyek-proyek kelompok, dll. Pada tahap ini siswa diberi permasalahan. Biarkan
siswa merasa kewalahan sementara dengan memberikan soal-soal yang menantang,
hal ini akan diikuti dengan antisipasi, keingintahuan, dan pencarian untuk

11
menemukan makna bagi dirinya-sendiri sehingga akan memacu proses berpikir
kritis dan kreatif siswa.

d. Tahap Elaborasi
Tahap ini memastikan siswa tidak hanya sekadar mengulang informasi dari
faktafakta yang ada secara mekanik, tetapi juga membangun jalur neural yang
kompleks dalam otak mereka sehingga dapat menghubungkan subjek-subjek
menjadi bermakna.
Pada tahap ini siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis
dan kreatifnya karena elaborasi memberikan kesempatan pada otak kita untuk
menyortir, menyelidiki, Menganalisis, menguji dan memperdalam pembelajaran.

 Biarkan siswa mengeksplorasi permasalahan yang diberikan melalui sumber-


sumber belajar seperti buku, jurnal, internet, dll.

 Setelah kegiatan berdiskusi, koordinasikan siswa untuk mempresentasikan


hasil diskusi kelompok, sedangkan peserta didik yang lain memperhatikan,
memberikan komentar dan pendapat, atau memberikan pertanyaan. Dari
presentasi ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan dan menemukan jawaban yang tepat dari permasalahan yang
diberikan.

e. Tahap Inkubasi dan Memasukkan Memori

Tahap ini menekankan pentingnya waktu untuk istirahat dan waktu untuk
mengulang kembali. Otak belajar efektif dari waktu ke waktu, bukan langsung
dalam satu waktu.

 Sediakan waktu untuk perenungan tanpa bimbingan/waktu istirahat.

 Biarkan siswa melakukan peregangan /relaksasi.

 Sediakan waktu dan tempat bagi siswa untuk mendengarkan musik.

12
f. Tahap Verifikasi

Tahap ini penting untuk siswa dan guru. Pembelajaran paling baik diingat oleh
siswa ketika mereka memiliki model atau metafora yang berkaitan dengan
konsep/materi yang telah dipelajari. Pada tahap ini biarkan siswa membuat mind-
mapping/model/metafora tentang materi yang telah dipelajari sesuai dengan
kreativitas mereka.

 Berikan soal-soal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan


berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan (knowledge) sampai tahap
evaluasi menurut tahapan berpikir berdasarkan taxonomy bloom.

 Siswa membuat tulisan tentang apa yang sudah mereka pelajari (misalnya
artikel, rangkuman, essay, dll).

g. Tahap perayaan dan integrasi

Dalam tahap ini sangat penting untuk melibatkan emosi. Buatlah perayaan
kecil seperti bersorak atau tepuk tangan sebelum menutup pelajaran.

13
DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J. S., & Zain, S. M. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Dickhut, J. E. (2007). A Brief Review of
Creativity.[Online].Tersedia://deseretnews.c
om/dn/view/0,1249,510054502,00.html. [30 Juli 2013].
Given, K. B. (2007). Brain Based Teaching. Bandung: Kafia.
Hernowo. (2008). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara
Menyenangkan. Bandung: MLC.
Hernowo. 2008. Menulis Feature di Dunia Venus. (Online),
(http://internalmedia.wordpress.com/2008/02/19/menulis-feature-di-dunia-
venus), diakses pada 1 Desember 2018/ 19.00 WIB
Jensen, E. (2008). Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam
Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jensen, E. 2008. Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam
Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson, Steven. (2010). Where Good Ideas Come From. New York: Riverhead
books.
Kamdi, W. 2002. Mengajar Berdasarkan Model Dimensi Belajar. Gentengkali:
Jurnal Guruan Dasar dan Menengah.
McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open
University Press.
Orlich, D. C., Harder, J. R., Callahan R. C., et al. (2007). Teaching strategies. A
guide to effective instruction. Boston: Houghton Miffling Company.
Rahmat, J. 2005. Belajar Cerdas: Belajar Berbasis Otak. Bandung: Mizan Leraning
Center (MLC).
Renstein, A. & Lander, G. H. (1990). Developing critical thinking in college
programs. Journal of Scientific. Exploration, vol. 4, No. 2. 123-136.

14
Sapa’at, A. 2009. Brain Based Learning. (Online),
(http://matematika.upi.edu/ index. php/ brain-based-learning), diakses pada
1 Desember 2018/ 21.00 WIB
Yulvinamaesari. (2014). Implementasi Brain Based Learning Dalam
Pembelajaran. In Prosiding Seminar Nasional (Vol. 1, pp. 100–102).

15

Anda mungkin juga menyukai