Kel 7 Ulumul Hadits
Kel 7 Ulumul Hadits
MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Ulumul Hadits
yang dibimbing oleh Tadjudin, S.Ag, M.Pd
ii
DAFTAR ISI
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaum muslimin meyakini bahwa Al-Hadits merupakan sumber hukum
utama sesudah al-qur’an. Keberadaannya merupakan realitas nyata dari ajaran
Islam yang terkandung dalam al-qur’an. Hal ini karena tugas rasul adalah
sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung
dalam risalah yakni al-Qur’an. Sedangkan Al-Hadits, hakikatnya tak lain adalah
penjelasan dan praktek dari ajaran al-Qur’an itu sendiri.
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam
memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari
masa pra-kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat, Tabi’in hingga pada masa seleksi.
Pada maasa seleksi para ulama hadist bersungguh-sungguh mengadakan
penyaringan hadits yang diterimanya. Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, makalah ini kami susun untuk menjelaskan perkembangan hadist
pada masa seleksi ini yang mana pada masa ini para ulama berhasil
memisahkan hadis-hadis yang dhaif dari yang shahih, dan yang maqthu’ dari
marfu’,meskipun berdasarkan penelitian berikutnya masih ditemukan
terselipnya hadis dhaif pada kitab shahih
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah disajikan sebagai
berikut.
1) Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa seleksi?
2) Bagaimana pengembangan dan penyempurnaan sunan kitab-kitab hadits?
3) Bagaiaman sistem pembukuan hadits pada masa seleksi?
C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas maka tujuan
penulisan pada makalah ini sebagai berikut.
1) Menjelaskan sejarah perkembangan hadits pada masa seleksi.
2) Menjelaskan pengembangan dan penyempurnaan sunan kitab-kitab hadits.
3) Menjelaskan sistem pembukuan hadits pada masa seleksi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pada Bab ini diuraikan a) sejarah perkembangan hadits pada masa seleksi
b) masa pengembangan dan penyempurnaan sunan kitab-kitab hadits c) sistem
pembukuan hadits pada masa seleksi.
Dalam kitab Al-Muwatha’ diriwayatkan dan begitu juga dalam sunan sal-
Darimi, ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat khalifah, beliau merasa khawatir
akan merosot dan hilangnya ilmu karena meninggalnya para ulama, maka
beliau menyerukan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm untuk
membukukan hadits seraya berkata:2
1
Muhammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2013), hal. 35
2
Ibid.hlm. 36
2
ث رسوْ ظللاُ صلى عليه وَ سلم انوَ سننُتثثه انوَ حثدير ث
ث عمر ناوَ نرحوْ هذا ث ث ث
ر ظ ر ن اظنرظظرر نماَ نكاَنن مرن نحدير ن ظ ر
ب الرعظلننماَثء ث ت ظدروَ ث
س الرعلثم نوَ ذنهاَ ن
ث ث
نفاَ ركتظربهظ لى نفإَننى حرف ظ ظ ر ن
“Lihatlah apa yang terjadi pda hadits Rasulullah atau Sunnahnya, atau
hadits dari ‘amra atau lainnya, maka tulislah karena aku mengkhawatirkan
merosotnya ilmu dan hilangnya para ulama.”
Kemudian Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm menyerukan
Muhammad bin Syihab Al-Zuhri, yang dinilainya sebagai orang yang lebih
banyak mengetahui hadits. Al-Zuhri tercatat sebagaui ulama besar pertama
yang membukukan hadits. Kebijaksanaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini oleh
sejarah dicatat sebagai kodifikasi hadits yang pertama secara resmi. Pengertian
resmi disini ialah kebijaksanaan itu dilaksanakan atas perintah penguasa yang
sah dan disebarluaskan ke seluruh jajaran kekuasaannya. Peristiwa tersebut
terjadi di penghujung abad pertama Hijriyah. 3
Perkembangan hadits setelah masa tabi’in disebut sebagai periode seleksi
karena pada masa ini terjadi perhimpunan dan penertiban. Ulama yang hidup
pada abad ke-4 H ini disebut ulama muta’akhirin atau khalaf (modern). Diantara
kegiatan pengodifikasian hadis pada periode ini adalah dalam berbagai bentuk,
yaitu bentuk mu’jam (ensiklopedia), shahih (himpunan shahih saja), mustadrak
(susulan shahih), sunan, al-jam’u (gabungan dua atau atau beberapa kitab
hadis), ikhtisar (rangkuman), istikhraj, dan syarah (ulasan). Perkembangan
teknik pembukuan hadis pada masa ini (abad 4-6 H) adalah sebagai berikut.
1) Mu’jam, penghimpunan hadis yang diperoleh berdasarkan nama sahabat
secara abjad (alphabet) seperti Al-Mu’jam Al-Kabir Sulaiman bin ahmad
Ath-Tabrani. Atau diartikan seperti kamus yaitu didasarkan pada nama
masyayikh-nya atau negeri tempat tinggal atau kabilah secara abjad
seperti Al-Mu’jam AlAl-Awsath oleh penulis yang sama.
2) Shahih, metode pembukuannya mengikuti metode pembukuan hadis
shahihayn (Al-Bukhori dan Muslim) yang hanya mengumpulkan hadis
shahih saja menurut penulisnya seperti Shahih Ibnu Hibban Al-Basti.
3) Sunan, metode penulisannya seperti kitab Sunan pada abad
sebelumnya, yaitu cakupannya hadis-hadis tentang hukum seperti fikih
dan kualitasnya meliputi shahih, hasan, dhaif.
4) Syarah, berupa penjelasan hadis, baik yang berkaitan dengan sanad
atau matan, terutama maksud dan makna matan hadis atau
pemecahannya atau jika terjadi kontradiksi dengan ayat atau dengan
hadis lain
5) Mustakhraj, seorang penghimpun hadis mengeluarkan beberapa buah
hadis dari sebuah buku hadis, seperti yang diterima dari gurunya sendiri
dengan menggunakan sanad sendiri.
3
Ibid.hlm. 37
3
6) Al-Jam’u, gabungan dua atau beberapa gabungan hadis menjadi satu
buku.4
4
Dr.H.Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Amzah, 2015), hal. 65
5
Drs.Munzier Supatra, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal.91-93
4
ulama yang masih melakukan penyusunan kitab hadis yang memuat hadis-
hadis Sahih ialah Ibn Hibban Al-Bisti, Ibn Huzaimah, dan Al-Hakim.
Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha
mengembangkan dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab
yang sudah ada. Di antara usaha itu, ialah mengumpulkan isi kitab shahih
Bukhari dan Muslim, seperti yang dilakukan oleh Muhammad ibn Abdillah dan
ibn Al-Furat. Mereka juga mengumpulkan isi kitab hadis yang enam, seperti
yang dilakukan oleh Abd Al-Haqiban, Al-Fairuz Abadi, dan Ibn Al-Atshir Al-
Jazari. Ada yang mengumpulkan kitab-kitab hadis mengenai hokum, seperti
yang dilakukan oleh Al-Daruqutni, Al-Baihaqi, Ibn Daqiq, Ibn Hajar, Ibn
qudamah Al-Maqdisi. Masa perkembangan hadis yang disebut terakhir ini
terbentang cukup panjang, mulai abad keempat berikutnya sampai abad
kontemporer. Dengan demikian masa perkembangan ini meleawati dua fase
sejarah perkembangan Islam, yakni fase pertengahan dan fase modern. 6
6
Ibid.hlm. 93-94
7
Drs. Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadits, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), hal. 91
5
Dalam abad 4 H ini masih terdapat ulama hadits yang mempunyai
kesanggupan serta kemampuan untuk menghimpun hadis atas usaha sendiri,
tidak mengutip dari kitab-kitab hadis yang sudah ada sebelumnya, antara lain.
1) Al-Hakim, menurut Adz-Dzahabi, bahwa tiga per empat hadisnya benar-
benar shahih, dan seper empatnya (sisanya) dhaif. Salah satu
karangannya adalah Musnad Roku ‘Ala Shahih
2) Ad-Daruquthni, salah satu karangannya adalah Al-Ilzamaat
3) Ibnu Hibban, salah satu karangannya adalah Musnad Shahih. Kitab ini
disusun menjadi 5 bagian, antara lain.
a) Tentang perintah-perintah
b) Tentang larangan-larangan
c) Tentang berita-berita
d) Tentang hal-hal yang mubah
e) Tentang perbuatan-perbuatan Nabi
Tiap-tiap bagian ini memuat hadis yang bermacam-macam masalahnya.
Karena itu sukar sekali mencari hadis di kitab ini, tetapi syukurlah seorang ahli
hadis yang bernama Alaudin Ali Al-Farisi menghimpun hadis-hadis Ibnu Hibban
secara bab-bab dalam kitabnya “Al-Ihsan fii Taqribi Shahih” sehingga
memudahkan bagi orang yang mencari hadis yang dikehendakinya. Ulama
berpendapat bahwa nilai kitab-kitab hadis yang dikarang ulama yang hanya
menghimpun hadis-hadis shahih itu urutan-urutannya sebagai berikut: yang
terbaik ialah kitab shahihain, kemudian kitab Ibnu Khuzaimah dan kemudian
kitab Ibnu Hibban.
4) Ath-Thabrani, salah satu karangannya adalah Al-Mu’jam yaitu kitab yang
disusun menurut tertib nama sahabat-sahabat Nabi atau nama guru-guru
si pengarang atau kota-kota atau daerah-daerah dari mana hadis itu
didapat, dan pada umumnya kitab Mu’jam itu disusun secara alfabetis.
Karya-karya ilmiah ulama hadits pada masa ini antara lain.
1) Menghimpun hadis-hadis yang terdapat di kitab Shahihain dalam satu
kitab. Yang menyusun antara lain Ibnul Furot dan Al-Baghowi
2) Menghimpun hadis-hadis dari kutub Sittah dalam satu kitab. Disusun
oleh ibnul Atsir Al-Jazari.
3) Menghimpun hadis-hadis menurut bidangnya. Ada yang menghimpun
hadis-hadis tentang hukum saja yakni Ibnul Taimiyah. Beliau memilih
hadis-hadis hokum dari Kutub Sittah dan Kitab Musnad Ahmad Bin
Hambal. Kitab ini diberi syarah oleh Imam Syaukani dalam kitabnya
Nailul Author.
4) Pengarang menyusun kitab Al-Athraf, yaitu suatu kitab hadis dimana
pengarang menyebutkan sebagian (permulaan) dari hadits yang dapat
menunjukkan sisanya atau kelanjutannya. Kitab yang disusun secara Al-
Athraf ini antara lain,
a) Athraf Ash-shahihain, oleh Abu Nai’im Ahmad bin Abdullah Al-
Asfahany
b) Athraf As-Sunan Al-Arba’ah, oleh Ibnu Asakir dalam tiga jilid dan
disusun secara alfabetis
c) Athraf Al-Kutub As-Sittah, oleh Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi.
6
Pada masa berikutnya yakni abad 7-8 H dan berikutnya disebut masa
penghimpunan dan pembukuan hadis secara sistematik. Setelah pemerintahan
Abbasiyah jatuh ke tangan bangsa Tartar pada tahun 656 H, maka pusat
pemerintahan pindah dari Baghdad ke Cairo Mesir dan India. Pada masa ini
banyak kepala pemerintahan yang berkecimpung dalam bidang ilmu Hadis
seperti Al-Barquq. Di samping itu, banyak usaha ulama India dalam
mengembangkan kitab-kitab hadis. Diantaranya, merekalah yang menerbitkan
‘Ulum Al-Hadits karangan Al-Hakim.
Pada akhir abad 7 H Turki dapat menguasai daerah-daerah islam, kecuali
bagian barat seperti Maroko dan sekitarnya. Pada pertengahan abad 9 H, Turki
di bawah pemerintahan Utsmani berhasil merebut kota Konstantinopel dan
dijadikan ibu kotanya. Kemudian menakhlukkan Mesir dan melenyapkan
khilafah Abbasiyyah. Turki semakin kuat, tetapi saying, bersamaam dengan itu
pemerintahan Islam di Andalusia hancur dan Islam padam setelah memancar
sinarnya selama 8 abad, Belum lagi imperialis Barat yang menguasai dunia
Islam dengan menjajah dan memperbudak umat Islam. Hal ini menyebabkan
kemunduran umat islam dalam segala bidang termasuk dalamk pengabdiannya
terhadap agama.8
Berhubung situasi dan kondisi umat islam seprti tersebut di atas, maka
menyebabkan ulama tidak dapat bebas bergerak untuk menyampaikan dan
menerima ajaran-ajaran Nabi secara langsung dengan lisan atau dari orang
lain. Oleh karena itu penyampaian dan penerimaan hadis-hadis dilakukan
dengan jalan surat-menyurat dan ijazah (memberi izin kepada murid untuk
meriwayatkan hadits-hadits yang ditulis oleh seorang guru dalam kitab nya).
Umat islam pada umumnya tidak lagi meneliti tentang pribadi-pribadi
perawi hadits (sanad), bahkan sanad itu dipelajari atau dibaca sekedar untuk
mendapat berkahnya. Keadaan yang demikian ini adalah pada umumnya, tetapi
masih ada beberapa ulama yang sanggup dan berani melawat ke daerah-
daerah Islam dan di tempat-tempat yang mereka kunjungi, mereka memberikan
imla’ hadits.
Imla’ hadits berarti seorang ahli hadits duduk di masjid pada hari Jumat
biasanya, kemudian menguraikan hadits (tentang nilai, kandungan sanadnya,
dan sebagainya) kepada hadirin, dan mereka mencatatnya. Ulama hadits yang
berbuat demikian antara lain.
1) Zainuddin Al-Iraqi. Beliau mengimla’kan hadis mulai tahun 796 H serta
lebih 400 tempat dikunjungi untuk memberikan imla’ hadis.
2) Ibnu Hajar. Beliau memberikan imla’ hadis di beberapa daerah, lebih
1000 tempat yang dikunjungi untuk memberikan imla’
3) As-Sakhawi. Beliau adalah murid Ibnu Hajar yang juga mengikuti jejak
gurunya. Ia mengadakan perjalanan ke daerah-daerah lebih dari 600
tempat untuk mengimla’kan hadits.
Pada masa ini ada tiga daerah atau Negara dimana umat islam termasuk
penguasanya besar sekali perhatiaannya terhadap Sunnah. Tiga Negara
tersebut adalah Mesir, India, dan Arab Saudi.
1) Mesir
8
Dr.H.Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Amzah, 2015), hal. 67
7
Setelah Baghdad pusat pemerintahan Abbasyah jatuh, di Mesir pada
waktu itu diperintah raja-raja Mamalik. Penguasa-penguasa di Mesir besar
seklai perhatiannya kepada ilmu pengetahuan dan ulamanya. Mereka
mendirikan universitas-universitas, lembaga-lembaga ilmiah dan keagamaan,
serta mendatangkan ulama dari tempat-tempat yang jauh dengan diberi
fasilitas-fasilitas, dan dana-dana yang cukup.
Hal ini menyebabkan kemajuan pesat dalam lapangan ilmiah dan
khususnya dalam lapangan hadits. Tetapi kemajuan ini hanya sampai awal
abad X H (sampai jatuhnya dinasti Mamalik di Mesir). Diantara penguasa yang
berjasa dalam lapangan hadits ialah Raja Sdh-Dhahir Barquq dan Al-Muayyid.
Adapun ulama yang berjasa antara lain Al-Buqini dan Syamsudin Addairi. 9
2) India
Mulai pertengahan abad 10 H, ulama India menaruh perhatian yang besar
terhadap hadits. Mereka mempelajari ilmu-ilmu hadits dan meneliti pribadi-
pribadi perawi hadits dan nilai haditsnya. Tidak sedikit hasil-hasil karya ilmiah
mereka yang berupa syarah atau ulasan-ulasan dan kritik-kritik terhadap hadis-
hadis dan sanadnya yang ada pada kutub Sittah dan kitab-kitab lain. Mereka
juga menghimpun kitab-kitab hadis hukum dan mengkritik sanadnya,
menerangkan cacat yang tersembunyi pada beberapa hadits. Di samping itu
ulama dengan gigih dan berani mengarang kitab-kitab yang isinya membela
kebenaran dan kesucian islam dari fitnah dan serangan yang dilancarkan oleh
orientalis dan golongan Kristen dan sebagainya.
Untuk kepentingan penyiaran hadis dan ilmu-ilmu hadits, tidak sedikit ahli-
ahli agama dikirim ke Eropa, antara lain Dr. Sayid Mu’dhom Husen yang pernah
belajar di Universitas Oxford, telah berhasil mencetak kitab Ma’rifat Ulum Al-
Hadits karangan Al-Hakim dengan diberi Muqaddimah yang memuat antara lain
biografi Al-Hakim, sejarah pembukuan hadits dan perkembangan Ilmu
Musthalah. Untuk keperluan ini beliau melawat ke beberapa negara Timur
antara Mesir, Syiria dan Turki, kemudian Beliau juga melawat ke beberapa
Negara Barat untuk mencoba mencocokkan naskah kitab Al-Hakim yang ada
padanya dengan naskah-naskah yang ada di beberapa perpustakaan dari
Negara-negara tersebut. Di antara naskah kitab Al-Hakim ini ada yang
tersimpan di perpustakaan dari Negara-negara tersebut. Di antara naskah kitab
Al-hakim ini ada yang tersimpan di perpustakaan London. 10
3) Saudi Arabia
Raja Abdul Aziz As-Sa’udi dan penguasa-penguasa lain dari keluarga Saudi
besar sekali perhatiannya untuk menerbitkan kitab-kitab Hadits. Untuk
penyiaran ilmu-ilmu agama termasuk hadits, mereka mendirikan Fakultas
syariah di Makkah dan Madinah dan Fakultas Sastra di Riyad dan mereka
menerbitkan kitab-kitab yang sabgat berharga salah satunya Kitab Tafsir oleh
Ibnu Katsir.
10
Ibid.hlm. 98
8
1) Kitab Zawaid, kitab hadis dimana pengarang menghimpun hadis-hadis
yang ada di dalam satu kitab hadis tertentu dalam satu karangan, dan
hadis-hadis tersebut tidak terdapat di kitab-kitab lainnya.
5) Kitab Al-Atraf, seperti kitab Tharaf Shahihi Ibnu Hibban oleh Zainudin Al-
Iraqi.
11
Ibid.hlm. 98-100
9
untuk mendapat berkahnya, meskipun demikian ada juga beberapa ulama yang
mencurahkan perhatiannya kepada hadits, seperti :
ب الاُ الثشرنثقيثطرى
نحبنيري ظ
Yang telah berhasil menyusun suatu kitab yang besar sekali faedahnya bagi
umat islam, yakni :
نزاظد الرظمرسلثثم فثرينماَ اتنُينفنق نعلنريه الربظنخرير نوَ ظمرسثلم
Dan disusun secara alfabetis, memuat 1200 hadits yang telah disepakati
keshahihannya sanadnya. Beliau memberi syarah (ulasan) atas kitabnya
tersebut dan diberi nama12 :
فنيرتظح الرظمرنثعثم بثبثنياَثن نماَ ارحتثرينج ثلبنينياَنثثه ثمرن نزا ثد الرظمرسثلم
12
Ibid.hlm. 101
10
BAB III
SIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Supatra, Drs. Manzier. 2003. Ilmu Hadits. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada