Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1

PERAWATAN PERIODONTAL FASE I


BLOK 16 PERAWATAN PENYAKIT PERIODONTAL & JARINGAN LUNAK
ORAL

KELOMPOK TUTORIAL J/10

NAMA ANGGOTA :

1. Faridah Risnawati (161610101091)


2. Saraswita Gabrillah Saetikho (161610101092)
3. Favinas Octa Nuri Tsalats (161610101093)
4. Nur Fitriyana (161610101094)
5. Syifa Qurratu'ain (161610101096)
6. Yenny Afiv (161610101097)
7. Salsabila Reza (161610101098)
8. Nadiah Pujiati (161610101099)
9. Raquel Ananda H. (161610101100)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2018

SKENARIO 1

(Perawatan Periodontal Fase 1)

Seorang laki-laki berusia 35 tahun sangat khawatir karena gusinya sering berdarah
saat menggosok gigi sejak 1 tahun yang lalu dan giginya terasa kasar bila tersentuh lidah
sejak 1 tahun yang lalu. Oleh karena itu, dia datang ke Klinik Periodonsia RSGM UNEJ.
Pada pemeriksaan intra oral terlihat plak dan kalkulus subgingiva di seluruh regio rahang
atas maupun rahang bawah. Regio anterior rahang bawah terlihat gigi geligi berdesakan.
Pasien didiagnosis menderita gingivitis kronis dengan etiologi utama plak. Keberadaan
kalkulus dan gigi malposisi dinyatakan sebagai faktor predisposisi . rencana perawatan pada
pasien tersebut adalah perawatan periodontal fase I yang meliputi : DHE, scalling, dan root
planing. Setelah perawatan periodontal fase I keadaan pasien akan dievaluasi kembali.

STEP I

1. Gingivitis kronis : peradangan pada gingiva yang terjadi terus menerus karena bakteri
pada plak yg terakumulasi atau kalkulus, diperiksa dengan BOP dan terjadi
perdarahan.
2. DHE: program yg bertujuan mendapatkan rongga mulut yg sehat, meliputi motivasi,
intruksi, penyuluhan, kontrol plak, penggunaan obat kumur dan dental flossing.
3. Scalling : tindakan perawatan periodontal untuk membersihkan gigi dari plak dan
kalkulus dengan alat scalling manual maupun ultrasonik.
4. Kalkulus subgingiva : kalkulus yg berada dibawah margin gingiva, di daerah servical
gigi sehingga tidak nampak saat dilihat secara langsung. Konsistensi keras, berasal
dari akumulasi plak yg terkalsifikasi, warna coklat tua- hitam kehijauan.
5. Root planing : tindakan membersihkan gigi dari sementum yg nekrotik supaya
dinding permukaan halus dan mudah dilakukan perawatan.

STEP 2

1. Apa yang dimaksud dengan perawatan periodontal fase 1?


2. Apa saja alat yang digunakan untuk perawatan periodontal fase 1?
3. Apa prinsip kerja dilakukannya scalling dan root planing?
4. Bagaimana evaluasi dari perawatan periodontal fase 1?

STEP 3

1. Apa yang dimaksud dengan perawatan periodontal fase 1?


Perawatan periodontal fase 1 merupakan perawatan periodontal awal, untuk
menghilangkan faktor etiologinya tanpa pembedahan agar keadaan kembali baik.
Perawatan ini bertujuan untuk mengurangi atau membuang keradangan awal,
membuang pocket gingiva karena pembesaran odematus gingiva, memperoleh
gingiva dengan konsistensi kenyal dan peradangan minimal.
Tahapan :
 DHE :evaluasi kepada pasien untuk meningkatkan kesadaran pasien, meliputi
tahapan :
o motivasi untuk mengontrol plak,
o instruksi,
o kontrol plak
 Scalling : pembersihan kalkulus
 Koreksi restorasi : overhanging atau tidak
 Koreksi karies : bisa ditumpat
 Rootplaning : untuk membersihkan akar dari jaringan nekrotik
 Reevaluasi jaringan

2. Apa saja alat yang digunakan untuk perawatan periodontal fase 1?


Alat scalling :
 Hoe : meratakan dan menghaluskan permukaan akar gigi, dan menghilangkan
sisa kalkulus dan sementum yg rusak
 Sickle : mengambil kalkulus supragingiva
 Kuret : mengambil kalkulus subgingiva
 Scaler ultrasonik : untuk scalling,
 Alat pulas scalling
o Rubber cup
o Bristle brush
o Air powder polishing

Alat untuk penyakit periodontal

 Probe periodontal
 Sonde lurus : pada gigi anterior
 Sonde halfmoon : pada gigi posterior

3. Apa prinsip kerja dilakukannya scalling dan root planing?


Prinsip kerja scalling dan root planing :
 Insersi alat dengan sudut 0 derajat sampai dasar pocket
 Penekanan ke arah lateral secara push and pull, lateral dan koronal
 Alat kuret tidak boleh tajam, sehingga tidak menyakiti jaringan lunak
 Hoe untuk menghaluskan permukaan sementum
 Sickle untuk menghilangkan kalkulus supragingiva
 Cisel untuk daerah interproksimal gigi

Alat kerja DHE

 Poster
 Video
4. Bagaimana evaluasi dari perawatan periodontal fase 1?
Evaluasi
 Kontrol 1-2 minggu : penyembuhan 14 hari, dilihat dulu apakh perlu dirawat
lagi
 Kontrol 3 bulan : melihat perlekatan dari epitelnya

Yang perlu diperhatikan :

 jaringan yg terinflamasi
 Kontrol plak
 Kedalaman sulcus

STEP 4 MAPPING

PENYAKIT PERIODONTAL :
GINGIVITIS KRONIS

PERAWATAN PENYAKIT
PERIODONTAL FASE 1

DHE ROOT PLANING SCALLING

EVALUASI
STEP 5 LO

1. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis perawatan periodontal fase 1


a. DHE
b. Scalling
c. Root planing
2. Mahasiswa mampu menjelaskan alat bahan beserta tehnik dan prosedur
a. DHE
b. Scalling
c. Root planing
3. Mahasiswa mampu menjelaskan evaluasi perawatan periodontal fase 1
Step 7 REPORTING/GENERALISATION

LO 1
DHE
Pendidikan kesehatan (DHE) gigi dan mulut merupakan suatu proses pendidikan yang
timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk menghasilkan
kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup. Dalam proses pendidikan
dan pengajaran, individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam
alat bantu pendidikan. Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ yang diperoleh melalui
penginderaan, akan mendasari terbentuknya sikap dan tindakan individu atau perilaku individu
yang lebih langgeng (long lasting). Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada ranah kognitif
atau pengetahuan. Pengetahuan sebagai pembentuk perilaku pada individu diperoleh antara lain
melalui pendidikan (Ali, 2016). DHE dapat berupa sebuah instruksi, literatur tertulis,
penyuluhan, poster dan video. DHE juga dapat ditujukan pada individu, keluarga, institusi atau
komunitas. Ruang lingkup dari DHE termasuk pendidikan utuk anak-anak, orang tua, dan
penyedia layanan kesehatan (Nakre, 2013).

Scalling

Definisi
Scaling adalah proses dimana biofilm dan kalkulus dihilangkan dari permukaan
supragingival maupun subgingival gigi. Scaling bertujuan untuk mengembalikan gingiva
yang sehat secara menyeluruh dengan menghilangkan elemen yang dapat menyebabkan
inflamasi gingiva dari permukaan gigi (Carranza dkk, 2015).

Dasar pemikiran
Dasar pemikiran bagi dilakukannya scaling adalah bertolak dari konsep bahwa plak
bakteri mengandung bakteri patogen penyebab inflamasi gingiva. Atas dasar kenyataan
tersebut, maka scaling ditujukan untuk terlaksananya kontrol plak secara efektif oleh pasien
di rumah dengan jalan menyingkirkan semua faktor yang menyebabkan kekasaran dan
ketidak rataan permukaan gigi dan mengajari pasien metode kontrol plak yang baik. Kontrol
plak yang adekuat oleh pasien sehari-harinya di rumah hanya mungkin dilakukan apabila
permukaan gigi geliginya telah dibuat licin dan rata, tanpa ada deposit yang kasar atau
permukaan yang tidak rata. Jadi perawatan scaling menitikberatkan pada penyiapan
permukaan gigi yang aksesibel bagi pasien untuk melaksanakan prosedur kontrol plak
(Carranza dkk, 2015).
Setelah kasusnya dianalisis dengan seksama, dapatlah diestimasi jumlah
sesi/kunjungan yang dibutuhkan bagi perawatan kasus yang dihadapi. Pasien dengan hanya
sedikit kalkulus dan periodonsium yang relatif sehat dapat dirawat dalam satu sesi saja.
Semakin banyak penumpukan kalkulusnya dan semakin parah inflamasi gingivanya, maka
semakin banyak sesi perawatan yang diperlukan. Patokan dalam menentukan jumlah sesi
perawatan yang diperlukan adalah: jumlah gigi geligi yang masih ada, derajat keparahan
inflamasi, jumlah dan lokasi kalkulus, kedalaman dan aktivitas saku periodontal, keberadaan
lesi furkasi, dan kooperasi pasien dalam menjalankan instruksi oral hygiene yang diberikan
(Carranza dkk, 2015).

Indikasi dan Kontra Indikasi


a. Indikasi
1. Semua pasien selain yang menderita masalah akut, harus dirawat pertama dengan
scaling supragingiva untuk mengurangi gingivitis dean perdarahan (Manson dkk,
2010)
2. Scaling subgingiva dan root planing merupakan indikasi untuk poket periodontal
yang dalamnya lebih dari 4 mm dan harus dilakukan dengan bantuan anastesi
local (Manson dkk, 2010)

b. Kontraindikasi
1. Perawatan scaling dan rootplanning dapat dilakukan pada semua pasien,
terkecuali pasien-pasien compromised medic yang membutuhkan penatalaksanaan
tertentu (Manson dkk, 2010).
Root Planing

Pengertian root planing :

Suatu tindakan perawatan untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan akar dari
jaringan nekrotik maupun sisa bakteri dan produknya yang melekat pada permukaan akar
/sementum (Krismariono. 2009).
Tujuan perawatan periodontitis adalah menghilangkan patogen periodontal, umumnya
dilakukan secara khemis dengan obat-obatan dan secara mekanis dengan scaling root planing
(SRP) yaitu menghilangkan deposit keras dan lunak serta bakteri yang menempel pada
permukaan gigi dan dalam subgingiva, sehingga mengeliminasi bakteri (Andriani. 2012).

LO 2

DHE

Dental Health Education (DHE) didefinisikan sebagai pendidikan kesehatan gigi yaitu
proses pendidikan yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan
untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup.
(Notoadmojo, 2003 dalam Afriansyah, 2016).

Menurut (Muin, 2011) Dental Health Education merupakan suatu usaha terencana dan
terarah dalam bentuk pendidikan kesehatan gigi non formal yang berkelanjutan. Pendidikan
kesehatan gigi merupakan suatu proses belajar yang timbul oleh karena adanya kebutuhan
kesehatan sehingga menimbulkan aktifitas perseorangan/masyarakat dengan tujuan untuk
menghasilkan kesehatan gigi yang baik.

Dasar pemikiran dari Dental Health Education (DHE) antara lain :

a. Meningkatkan oral hygiene pasien (Carranza, 2015).


b. Memberikan informasi kepada pasien bahwa plak pada gigi dan daerah yang berbatasan
dengan gusi merupakan “target hygiene”, sehingga pada daerah tersebut harus
dibersihkan untuk mencegah karies dan penyakit periodontal (Carranza, 2015).
c. Usaha secara emosional untuk memperkenalkan pasien dengan dunia kesehatan gigi
dan mulut sehingga mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan
kemampuannya sehingga mendapatkan kerjasama yang baik antara pasien dengan
dokter gigi (Muin, 2011).
d. Meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan gigi
dan mulut (Muin, 2011).
e. Mengurangi penyakit gigi dan mulut (Muin, 2011).

Tindakan dari Dental Health Education (DHE) antara lain :

1. Motivasi untuk Kontrol Plak yang Efektif


Memotivasi pasien untuk melakukan kontrol plak yang efektif adalah salah satu elemen
yang paling penting dan sulit, untuk mencapai kesuksesan jangka panjang pada terapi
periodontal. Membutuhkan komitmen pasien yang baik untuk dapat mengubah kebiasaan
sehari-hari dan selalu datang kontrol rutin untuk pemeliharaan. Mengadopsi kebiasaan baru
dan pasien dapat rutin kembali untuk perawatan tidak mustahil. Memotivasi dapat sukses
bila:
a) pasien menerima dan memahami konsep patogenesis, pengobatan, dan pencegahan
penyakit periodontal,
b) bersedia untuk mengubah kebiasaannya seumur hidup,
c) dapat menyesuaikan keyakinan pribadi, praktik, dan nilai-nilai untuk mengakomodasi
kebiasaan baru,
keterampilan pasien harus dikembangkan untuk membangun kebiasaan kontrol plak yang
efektif. Di samping itu, pasien harus memahami peran penting dokter gigi dalam mengobati
dan menjaga kesehatan periodontalnya (Carranza, 2015).
2. Intruksi dan demontrasi

Menurut Nakre (2013) bahwa instruksi disertai dengan demonstrasi memiliki efektifitas
yang lebih baik daripada instruksi hanya dengan perkataan. Menurut Carramza (2015) bahwa
instruksi bagaimana cara membersihkan gigi membutuhkan partisipasi pasien, mengamati,
mengoreksi bila ada kesalahan, dan penguatan selama kontrol sampai pasien mencapai
kemampuan yang diperlukan.
Pasien dapat mengurangi jumlah plak biofilm dan gingivitis lebih efektif dengan cara
mengulang-ulang instruksi dan adanya dorongan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Namun demikian, pemberian instruksi untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut harus lebih
singkat daripada demontrasi cara menyikat gigi. Prosedur ini merupakan prosedur yang harus
dikerjakan dengan telaten dan butuh kesabaran pasien, pengawasan yang seksama dalam
mengkoreksi kesalahan, penekanan untuk rutin kontrol sampai pasien dirasa mampu menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya (Carranza, 2015).

Pada kunjungan pertama, pasien seharusnya diberikan sikat gigi yang baru, alat
pembersih bagian interdental dan disclosing agent. Disclosing agent digunakan untuk melihat
kondisi plak pada rongga mulut pasien (Carranza, 2015).

Mendemonstrasikan cara menyikat gigi di rongga mulut pasien, sementara pasien


memegang kaca untuk melihat apa yang dipraktekan dokter gigi. Kemudian pasien
diinstruksikan untuk mengulangi apa yang telah didemonstrasikan dokter gigi dan dikoreksi
dokter gigi. Instruksi dan demonstrasi tujuan penggunaan dental floss dan cara menggunakan
dental floss sesuai kebutuhan pasien. Anjurkan pasien untuk membersihkan gigi dan mulut
minimal sehari sekali dan instruksi untuk kontrol plak periodik (Carranza,2015).

3. Kontrol plak
Pengunyahan makanan dalam bentuk kasar dan banyak tidak dapat mencegah
pembentukan plak. Oleh karena itu pencegahan dan pengontrolan terhadap pembentukan plak
gigi harus didasarkan atas usaha pemeliharaan hygiene oral secara aktif. Keberadaan
karbohidrat menjadi sumber bakteri menghasilkan Polisakarida Ekstra Selular (PES).
Bersama dengan protein saliva dan aktivitas bakteri dapat terbentu plak gigi. Polisakarida
Ekstra Selular (PES) menjadi bahan perekat pada matriks plak. Dari dasar pemikiran tersebut
usaha yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengontrol pembentkan plak yang
meliputi :
a. Mengatur pola makanan
Dengan membatasi makanan yang banyak mengandung karbohidrat terutama sukrosa.
Berdasarkan bukti-bukti ilmiah bahwa karbohidrat merupakan bahan utama dalam
pembentukan matriks plak, selain sebagai sumber energi untuk bakteri dalam membentuk
plak (Krismariono, 2009).
b. Tindakan secara kimiawi
Tindakan secara kimiawi terhadap bakteri dapat dengan menggunakan obat kumur
sebanyak 10 ml 2dd 1. Seperti penggunaan obat kumur yang mengandung klorhexidin dapat
membunuh bakteri gram posittif maupun negatif dan merupakan zat antijamur (Krismariono,
2009).
c. Tindakan secara mekanis (Fisioterapi Oral)
Sikat gigi merupakan salah satu alat fisioterapi oral yang digunakan secara luas untuk
membersihkan gigi dan mulut. Di pasaran dapat ditemukan beberapa macam sikat gigi, baik
manual maupun elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk (Krismariono, 2009).

Sikat Gigi
Sikat gigi awalnya banyak terbuat dari bulu babi sehingga kaku dan keras. Sikat gigi
mempunyai ukuran dan bentuk, panjang, kekarasan dan bulu sikat yang bermacam-macam.
tidak ada desain sikat gigi yang lebih unggul dari desain yang lain. Sikat gigi yang
direkomendasikan kepada pasien adalah sikat gigi yang nyaman untuk dipakai oleh pasien
tersebut. Keefektifan dan potensi terjadinya injuri dari tipe-tipe sikat gigi tergantung
bagaiman derajat pemakaian dari sikat gigi tersebut (Newman, 2018).
Sikat gigi denga bulu sikat yang keras diketahui dapat membuat abrasi gigi dan menggores
gingiva. Tetapi, ada beberapa faktor yang dapat berkontribusi dalam terjadinya abrasi pada
gigi:
1.) Penggunaan sikat gigi yang keras
2.) Teknik sikat gigi horisontal yang terlal keras
3.) Penggunaan dentrifrice yang mempunyai kandungan bahan abrasif yang tinggi.
Faktor-faktor tersebut dapat membuat terjadinya abrasi vertikal pada gigi dan resesi dari
gingival (Newman, 2018).

Bentuk Sikat Gigi


Bulu sikat gigi dengan ujung yang membulat dapat membuat lebih sedikit goresan
pada gingival (Newman, 2018). Ada dua macam material untuk bulu sikat:
1.) Natural, terbuat dari bulu babi
2.) Artificial, terbuat dari nylon
Diameter dari bulu sikat gigi umumnya sekitar 0.007 inchi (0.2 mm) untuk bulu sikat
halus (soft), 0.012 inchi (0.3 mm) untuk bulu sikat medium dan 0.014 inchi (0.4 mm) untuk
bulu sikat yang keras (hard). Bentuk dari pegangan sikat gigi tergantung pada kenyamanan
dari penggunaan masing-masing individu (Newman, 2018).
Sikat gigi dengan bulu sikat yang halus lebih fleksibel, dapat membersihkan sedikit
dibawah margin gingiva dan mencapai pada permukaan proksimal. bulu sikat yang keras
dapat membuat resesi gingiva. tetapi, pengaruh dari bahan abrasif dari dentrifrice memiliki
efek yang lebih tinggi fari pada penggunaan bulu sikat yang keras itu sendiri (Newman,
2018).
Kekuatan dalam menyikat gigi tidak terlalu efektif terhadap pengghilangan biofilm.
Sikat gigi yang terlalu keras tidak diperlukan dan dapat menyebabkan terjadinya resesi
gingiva dan ulserasi pada gingiva. Sikat gigi harus diganti secara berkala, meskipun masih
terlihat bagus. Kebanyakan direkomendasikan pergantian sikat gigi setiap 3 sampai 4 bulan
sekali (Newman, 2018).

Pasta Gigi (Dentrifrice)


Dentrifrice membantu dalam membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi.
Biasanya berbentuk pasta, tetapi ada juga yang berbentuk gel dan powder. Dentrifrice
mengandung bahan abrasif (silikon oksida, aluminium oksida dan granular pollyvinyl
chloride), air, sabun atau deterjen, bahan perasa, agen terapeutik (Fluorida, pyrophosphate),
bahan pewarna dan pengawet. Pasta gigi bentuk powder lebih abrasif dari pada benuk pasta
dan mengandung sekitar 95% bahan abrasif. Bahan abrasif sedikit berefek pada enamel dan
lebih dipertimbangkan pada pasien dengan permukaan akar yang terbuka. Dentin terabrasi 25
kali lebih cepat dari enamel dan sementum 35 kali lebih cepat dari enamel. Permukaan akar
yang terbuka dentin dan sementumya akan mudah terabrasi yang akan menyebabkan
terjadinya sensitifitas pada gigi. Dentifrice sangat berguna untuk mengantarkan agen
terapeutik ke gigi dan gingiva. Efek pencegahan karies yang berhasil dari fluorida yang
terkandung dalam pasta gigi telah terbukti. Ion fluorida harus tersedia dalam jumlah 1000
hingga 1100 bagian per juta (ppm) untuk mencapai efek caries-reduction (Newman, 2018).
Pasta gigi untuk kontrol kalkulus, yang juga disebut sebagai pasta gigi "tartar control"
mengandung pyrophosphate dan telah menunjukkan pengurangan deposit kalkulus baru pada
gigi. Pyrophosphate ini mengganggu pembentukan kristal kalkulus tetapi tidak berefek pada
ion flurida dalam pasta atau meningkatkansensitifitas. Dentrifrice dengan pyrophosphate
telah menunjukkan pengurangan bentukan kalkulus baru pada supragingival sebesar 30%
atau lebih. Pasta gigi yang mengandung pyrophosphate tidak mempengaruhi pembentukan
kalkulus subgingival atau peradangan gingiva. Efek penghambatan mengurangi pengendapan
kalkulus supragingiva baru tetapi tidak mempengaruhi deposito kalkulus yang ada. Untuk
mencapai efek terbesar dari pasta gigi kontrol kalkulus, gigi harus dibersihkan dan benar-
benar bebas dari kalkulus supragingiva ketika menambahkan produk ini ke rejimen
perawatan di rumah setiap hari (Newman, 2018).

Scaling

Alat dan Teknik Scaling

Scaling merupakan tindakan perawatan untuk menghilangkan plak, kalkulus dan stain
pada permukaan mahkota dan akar gigi. Pada kasus periodontitis, scaling dan root planing
tidak dapat dipisahkan. Tindakan scaling perlu diikuti dengan root planing dengan harapan
permukaan akar menjadi halus sehingga menghambat akumulasi plak dan perlekatan
kalkulus. menghambat akumulasi plak dan perlekatan kalkulus. Scaling dan root planing
merupakan terapi mendasar untuk perawatan penyakit periodontal (Krismariono, 2009).
Alat

1. Ultrasonic Scaler
Skeler ultrasonik merupakan alat dengan energi getaran yang tinggi yang dihasilkan
oleh generator osilasi yang dikonduksikan ke ujung alat sehingga menyebabkan getaran
dengan rentang frekuensi diantara 25000-42000 Hz. Getaran mikro menghancurkan dan
menghilangkan kalkulus dengan dilengkapi dengan air pendingin. Skeler ultrasonik
sangat efektif dalam menghilangkan kalkulus dari permukaan gigi. Stimulus rasa tidak
nyaman dapat ditimbulkan dari penggunaan alat seperti rasa nyeri (Chatterjee A, at al.
2012).
Scaler ultrasonik terbagi dua berdasarkan tipe gerakannya, yaitu magnetostictive
(elips) dan piezoelectric(linear). Dewasa ini, pada umumnya praktisi kesehatan gigi
menggunakan scaler ultrasonik karena lebih praktis, efektif, dan efisien dibandingkan
dengan scaler manual (Kamath et al, 2013). Keuntungan dari penggunaan skeler
ultrasonik dalam pembersihan karang gigi seperti, penggunaan waktu yang lebih efisien
(3.9 menit untuk ultrasonik dan 5.9 menit untuk instrumen manual), lebih ergonomis,
modifikasi desain dari ujung alat dapat meningkatkan akses untuk beberapa area
termasuk furkasi (Chatterjee A, et al. 2013)

Jenis ultrasonic scaler

a. Skeler magnetostrictive
Perangkat skeler ultrasonik jenis magnetostrictive bekerja pada rentang frekuensi
18.000 sampai 50.000 putaran per detik. Tumpukan logam dalam skeler dimensinya
berubah ketika energi listrik diterapkan pada daya magnetostrictive. Getaran dari
tumpukan logam tersebut terhubung dengan bagian tubuh alat sehingga menyebabkan
terjadinya getaran pada ujung alat. Ujung alat bergerak dengan pola gerak elips atau
orbital. Ini memungkinkan keempat permukaan ujung alat aktif bekerja (Carranza,
2012).
Sumber : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s
clinical periodontology. 11th Ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2012. p. 475.

b. Scaler piezoelectric
Perangkat skeler ultrasonik jenis piezoelectric bekerja pada rentang frekuensi 18.000
sampai 50.000 putaran per detik. Alat ini memiliki piringan keramik yang terletak
pada daya handpiece piezoelectric. Alat ini dimensinya berubah ketika energi listrik
diterapkan pada ujung alat. Ujung piezoelectric bergerak dalam pola linear sehingga
memberikan kedua permukaan pada ujung alat aktif. Berbagai bentuk dan desain dari
ujung alat tersedia untuk digunakan (Carranza, 2012).

Sumber : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s clinical
periodontology. 11th Ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2012. p. 475.

2. Kuret
Kuret merupakan skeler yang berfungsi menghilangkan kalkulus subgingiva,
digunakan dalam scaling dan root planning, sementum yang mengalami alterasi, dan
menghilangkan jaringan lunak yang melapisi kantong periodontal. Kuret memiliki
ujung pemotong pada kedua sisi dari bagian blade dan ujungnya berbentuk membulat.
Oleh karena itu, kuret dapat diadaptasikan dan menyediakan akses yang baik untuk
poket yang dalam dengan trauma pada jaringan lunak yang minimal (Chatterjee A, at
al. 2012; Carranza, 2012)
3. Hoe, Chisel dan File scaler
Untuk membersihkan kalkulus sub gingiva yang sulit untuk dibersihkan (Carranza,
2012).
4. Sickle scalers
Sickle bisa digunakan untuk mengambil kalkulus supragingiva (Carranza, 2015).
5. Polishing
a. Rubber Cups
Rubber cups terdiri dari cangkang karet dengan atau tanpa konfigurasi anyaman di
bagian dalam berongga (Gambar 1.1). Mereka digunakan dalam handpiece dengan
profilaksis angle khusus. Handpiece, profilaksis angle, dan rubber cup harus
disterilkan setelah penggunaan antar pasien, atau dapat digunakan profilaksis
angle plastik sekali pakai dan setelah digunakan, rubber cup dapat langsung
dibuang (Gambar 1.2). Pasta pembersih dan pemolesan yang baik yang
mengandung fluoride harus digunakan dan dijaga kelembabannya untuk
meminimalkan gesekan panas saat rubber cup berputar. Pasta pemoles tersedia
dalam bentuk bubur halus, sedang, atau kasar dan dikemas dalam wadah kecil,
mudah digunakan, dan sekali pakai. Penggunaan secara agresif dari rubber cup
dengan bahan abrasif apapun dapat menghilangkan lapisan sementum, yang tipis
di daerah serviks (Carranza, 2012).
b. Bristle Brushes
Bristle brush tersedia dalam bentuk wheel dan cup. Brush digunakan di profilaksis
angle dengan pasta pemoles. Karena bulunya kaku, penggunaan brush harus
terbatas pada mahkota untuk menghindari melukai sementum dan gingiva
(Carranza, 2012).

Gambar 1.1. Profilaksis angle metal dengan rubber cup dan brush
Gambar 1.2 Profilaksis angle dengan rubber cup dan brush sekali pakai (disposable)
Teknik scaling kalkulus supragingiva
Scaling supragingiva membersihkan karang gigi yang terdapat di bagian atas gusi,
tepatnya pada mahkota gigi dan tidak dibatasi oleh jaringan sekitarnya, sehingga mudah
dalam aplikasi dan penggunaan alat. Kalkulus supragingiva tidak sekeras kalkulus sub
gingiva. Scaling kalkulus supragingiva biasanya dilihangalan menggunakan sickle, kuret, dan
ultrasonic instrument. Hoe dan chisel jarang digunakan. Pada teknik scaling supragingiva, sickle
atau kuret dipegang dengan cara modified pen grasp dan dilakukan firm finger rest pada gigi yang berada di
area yang berlawanan dengan area kerja. Angulasi blade terhadap permukaan gigi 450-900. Cutting edge harus
berada pada margin apikal kalkulus, dan ditarik ke arah koronal secara vertikal atau obliq dengan tarikan
yang pendek, kuat, dan overlapping (Krismariono, 2009).
Berhati-hatilah dalam penggunaan sickle, karena ujungnya yang tajam dapat merusak
jaringan sekitar, sehingga adaptasi dengan permukaan gigi harus baik. Jika bulky blade dapat
diinsersikan ke dalam jaringan sekitar maka sickle dapat digunakanuntuk membersihkan kalkulus
di bawah margin gingival. Jika tindakan ini dilakukan, biasanya diikutidengan final scaling dan root
planing dengan menggunakan kuret.
Scaling dilakukan sampai permukaan gigi terbebas dari kalkulus baik secara visual maupun
perabaan dengan bantuan alat seperti sonde. Scaling dikatakan bersih jika tidak ada kalkulus
pada permukaan gigi (Carranza, et al., 2002; Pattison, et al., 1992).
Teknik Ultrasonic Scaler

Scaling dengan alat ultrasonic scaler lebih mudah untuk menghilangkan kalkulus pada
permukaan gigi dibanding scaling dengan alat manual. Alat ini mempunyai ujung (tip) yang
dapat bergetar sehingga dapat melepaskan kalkulus dari permukaan gigi. Alat ini dapat
mengeluarkan air sehingga daerah perawatan menjadi lebih bersih karena permukaan gigi
langsung dicuci dengan air yang keluar dari alat ini (Anonym, 2004)

Gerakan alat sama dengan gerakan dengan scaler manual tetapi tidak boleh ada gerakan
mengungkit. Ujung scaler hanya digunakkan untuk memecah kalkulus yang besar dengan
cara ditempelkan pada permukaan kalkulus dengan tekanan ringan sampai kalkulus terlepas.
Selanjutnya untuk menghaluskan permukaan gigi dari sisa kalkulus, maka tepi blade
ultrasonic scaler ditempelkan pada permukaan gigi kemudian digerakkan dalam arah lateral
(vertikal, horisontal dan oblique) ke seluruh permukaan sampai diperkirakan halus. Kepekaan
alat ini untuk mendeteksi sisa kalkulus tidak sebagus manual scaler, sehingga umumnya
setelah dilakukan scaling dengan ultrasonic, maka tetap disarankan scaling dan root planing
dengan manual scaler (Anonym, 2004; Dong Ha, 2006)

Teknik Scaling Kalkulus Subgingiva


Scaling subgingiva jauh lebih kompleks dan rumit dibandingkan scaling supragingiva. Kalkulus
subgingiva umumnya lebih keras daripada supragingiva, selain itu kalkulus subgingiva kadang
melekat pada permukaan akar yang sulit dijangkau (misalnya daerah bifurkasi). Jaringan lunak yang
membatasi kalkulus subgingiva juga merupakan masalah, karena pandangan operator menjadi
terhalang, terutama jika saat tindakan scaling, darah yang keluar cukup banyak maka pandangan
menjadi semakin tidak jelas. Oleh karena itu operator dituntut menggunakan kepekaan perasaan
dengan bantuan scaler untuk mengetahui keberadaan dan posisi kalkulus subgingiva (Pattison, et al.,
1992; Rose, et al., 2004).
Pada scaling subgingiva, arah dan keleluasaan menjadi sangat terbatas dengan adanya dinding
poket yang mengelilinginya. Oleh karena itu untuk mencegah trauma dan kerusakan jaringan yang
lebih besar, maka alat scaler harus diaplikasikan dan digunakan secara hati-hati serta yang lebih
penting lagi adalah pemilihan alat dengan penampang yang tipis agar mudah masuk ke dalam
subgingiva. Selain itu operator dituntut untuk menguasai morfologi gigi per gigi dengan berbagai
kemungkinan variasinya. Hal ini penting untuk membedakan antara adanya kalkulus atau karena
adanya bentukan yang variatif dari permukaan akar (Agung, 2009).
Daerah lain yang sulit dijangkau adalah kalkulus di bawah titik kontak antara 2 gigi, yaitu
daerah batas sementum dan enamel (cemento-enamel junction / CEJ) karena pada daerah ini
terdapat cekungan yang lebih dalam dibanding CEJ pada permukaan fasial maupun lingual/palatal.
Kalkulus pada daerah ini umumnya melekat erat pada cekungan, sehingga diperlukan berbagai
variasi gerakan scaler secara vertikal, oblique maupun horisontal agar kalkulus dapat terlepas
(Agung, 2009).
Tata cara scaling kalkulus subgingiva mirip dengan scaling kalkulus supragingiva, hanya ada
batasan-batasan tertentu seperti yang tersebut di atas. Scaling subgingiva diawali dengan
penempatan scaler sedapat mungkin pada apikal dari kalkulus subgingiva, membentuk sudut 450 -
900 terhadap area permukaan gigi yang akan dibersihkan. Dengan gerakan yang kuat dan dalam
jarak pendek arah vertikal (koronal), maupun oblique mengungkit dan menarik kalkulus terlepas dari
gigi (Carranza’s, 2002, Rose, et al., 2004; Linde, 1985).

Root Planning

Alat ini dipakai untuk menghilangkan plak dan deposit terkalsifikasi dari mahkota dan
akar gigi, penghilangan sementum yang berubah dari permukaan akar subgingival,
debridement dari lapisan jaringan lunak pocket. Instrumen scaling and kuretase
diklasifikasikan seperti dibawah ini :

a. Sickle scalers

Sickle bisa digunakan untuk mengambil kalkulus supragingiva (Carranza, 2015).

b. Curettes

Biasanya digunakan untuk mengambil kalkulus subgingiva, menghaluskan permukaan


akar jaringan nekrotik, dan mengkuret jaringan lunak nekrotik (Carranza, 2015).

c. Hoe, chisel, and file scalers


Berfungsi untuk menghilangkan kalkulus subgingival yang sukar dibersihkan dan
sementum yang berubah.penggunaanya terbatas dibanding kuret (Carranza, 2015).

d. Ultrasonic

Digunakan untuk scaling dan pembersihan permukaan gigi dan kuretase dinding
jaringan lunak dari pocket periodontal (Carranza, 2015).

e. Cleansing and polishing instruments

Cleansing and polishing instruments seperti rubber cups, brushes, dan dental tape,
dipakai untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi (Carranza, 2015).

f. Periodontal endoscope

Berfungsi untuk memvisualisasikan secara dalam ke pocket subgingiva dan untuk


mendeteksi deposit pada akar gigi yang furkasi (Carranza, 2015).
Sumber: Carranza; Newman; Takei; Klovekkoid. 2015. ‘Carranza’s Clinical Periodontology
12th edition’. St. Louis: Saunders Elsevier.

Tambahan gambar
5
Prinsip Umum Instrumentasi
1. Aksesibilitas: Posisi Pasien dan Operator
Posisi pasien pada waktu operator melakukan instrumentasi mempengaruhi
kemampuan operator untuk dapat bekerja secara nyaman dan efisien. Operator bisa
bekerja dalam posisi berdiri atau dalam posisi duduk. Namun harus diakui bahwa
posisi kerja yang paling baik adalah dalam posisi duduk, untuk mana jenis kursi
dental yang digunakan harus mendukung. Posisi operator dan pasien yang tepat akan
mengurangi kemungkinan timbulnya nyeri pada punggung operator dan tercapainya
efisiensi kerja (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Untuk instrumentasi, kursi dental ditidurkan agar pasien dapat bersandar
dalam posisi telentang dengan kepala dan leher terdukung. Kursi diatur sedemikian
sehingga pasien hampir sejajar dengan lantai dan punggung kursi sedikit dinaikkan.
Posisi kepala pasien diatur sehingga kepalanya berada dekat puncak sandaran kursi.
Operator duduk di atas kursi kerjanya dengan telapak kaki rata di atas lantai dan paha
sejajar dengan lantai. Dengan paha dalam keadaan terdukung dan berat badan
didistribusikan secara merata, hambatan terhadap sirkulasi darah ke kaki dan telapak
kaki dapat dihindari. Siku operator berada setinggi pinggang dan setentang mulut
pasien sehingga akses gigi geligi pasien lebih baik (Carranza dkk, 2015; Pattison dan
Pattison, 1992).
Apabila operator hendak bekerja dengan posisi berdiri, ia harus berdiri dengan
posisi lurus tidak membungkuk maupun membengkok. Kursi dental diatur sedemikian
sehingga mulut pasien setentang dengan siku operator (Carranza dkk, 2015; Pattison
dan Pattison, 1992).
Posisi operator pada waktu bekerja adalah bervariasi tergantung pada sisi
mana instrumentasi dilakukan. Untuk mempermudah uraian mengenai posisi operator
ini akan digunakan patokan arah jarum jam. Apabila operator berada persis di depan
pasien, bagian atas kepala pasien berada pada posisi pukul 12 sedangkan dagunya
pada posisi pukul 6 (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Selengkapnya posisi bekerja bagi operator yang bukan kidal ada1ah seperti
terlihat pada Tabe1 1.

Posisi dimaksud pada Tabel 1. dapat dimodifikasi tergantung situasinya


dengan tujuan agar posisi punggung, leher dan bahu operator yang baik tetap tercapai.
Membiasakan untuk bekerja dengan posisi yang baik akan memberikan kenyamanan
dan memperpanjang daya tahan operator. Hal ini dapat dicapai dengan latihan dan
pengalaman (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Tabel 1. Posisi operator yang bukan kidal pada waktu instrumentasi
periodontal.
Rahang Sisi Posisi

08.00 - 09.00
Sisi fasial anterior atau
11.00 - 12.00

08.00 - 09.00
Sisi palatal anterior atau
Maksila 11.00 - 12.00

Sisi bukal kanan 09.00

Sisi palatal kanan 09.00 - 11.00

Sisi bukal kiri 09.00 - 11.00

Sisi palatal kiri 09.00

Sisi fasial anterior 08.00 - 09.00

Sisi lingual anterior 11.00 - 12.00

Sisi bukal kanan 08.00 - 09.00


Mandibula
Sisi lingual kanan 09.00 - 11.00

Sisi bukal kiri 09.00 - 11.00

Sisi lingual kiri 08.00 - 09.00

Pasien harus dalam posisi terlentang dan ditempatkan sedemikian rupa


sehingga mulut pasien berada di dekat siku dokter. Untuk instrumentasi maksila,
pasien diminta mengangkat dagu sedikit untuk memberikan jarak pandang dan
aksesibilitas optimal. Untuk instrumentasi pada mandibula, bagian belakang kursi
perlu dinaikkan sedikit dan pasien diminta untuk menurunkan dagu hingga mandibula
sejajar dengan lantai. Hal ini terutama akan membantu pekerjaan pada permukaan
lingual gigi anterior mandibula (Carranza dkk, 2015).
2. Visibilitas, Iluminasi dan Retraksi
Pandangan langsung dibantu dengan penerangan mutlak diperlukan. Jika
pandangan tidak bisa secara langsung tertuju pada area perawatan (misalnya distal
gigi molar), maka pandangan dapat dibantu dengan kaca mulut. Kaca mulut ini juga
berfungsi sebagai pemantul cahaya ke area perawatan. Kaca mulut dalam hal ini juga
berfungsi sebagai retraktor lidah sehingga operator dapat mencapai area perawatan
tanpa adanya halangan (Krismariono, 2009).
Retraksi memberikan visibilitas, aksesibilitas, dan iluminasi. Tergantung pada
lokasi area operasi, jari-jari dan / atau kaca mulut dapat digunakan untuk retraksi.
Kaca mulut dapat digunakan untuk meretraksi pipi atau lidah; jari telunjuk digunakan
untuk meretraksi bibir atau pipi. Metode berikut efektif untuk retraksi (Carranza dkk,
2015):
1. Gunakan kaca mulut untuk meretraksi pipi sementara jari pada tangan yang tidak
bekerja meretraksi bibir dan melindungi sudut mulut dari iritasi oleh pegangan
cermin.
2. Gunakan kaca mulut saja untuk meretraksi bibir dan pipi
3. Gunakan jari pada tangan yang tidak bekerja untuk meretraksi bibir
4. Penggunaan kaca mulut untuk meretraksi lidah
5. Kombinasi dari metode-metode di atas.

3. Kondisi dan Ketajaman Instrumen


Sebelum digunakan, hendaknya alat dalam keadaan baik, bersih dan steril.
Bagian cutting edge seharusnya tajam agar memudahkan pengambilan kalkulus. Alat
yang tumpul cenderung tidak dapat memberikan hasil yang baik, karena kalkulus
tidak terambil secara menyeluruh serta kepekaan operator terhadap adanya kalkulus
dengan bantuan alat yang tumpul menjadi tidak optimal. Alat yang tumpul juga
cenderung merusak jaringan karena adanya kekuatan yang berlebihan dan gerakan
cenderung tidak terkontrol sebagai akibat kompensasi alat yang tumpul (Carranza
dkk, 2015).

4. Stabilisasi Instrumen
Stabilitas alat diperlukan agar penggunaan alat dapat dikendalikan dengan
baik oleh operator, sehingga tergelincirnya alat (cutting edge) dari permukaan gigi
dapat dicegah. Selain itu juga mencegah injuri pada tangan operator. Stabilisasi alat
terdiri dari: instrument grasp dan finger rest (Krismariono, 2009).
Pemegangan (grasp) perlu diperhatikan pada waktu instrumentasi agar sisi
pemotong mata pisau (cutting edge/working end) dapat dikontrol. Dengan cara
memegang yang benar operator dapat menggerakkan alat sekeliling gigi dan
mengarahkan tekanan ke permukaan gigi tanpa mencederai periodonsium.
Pemegangan yang paling baik untuk instrumentasi periodontal adalah modifikasi
pemegangan pena (modified pen grasp). Dengan cara ini alat dipegang dengan bagian
dalam jari tengah, jari telunjuk, dan ibu jari. Jari telunjuk dan ibu jari berada
berdekatan pada gagang alat pada sisi yang berseberangan, sedangkan jari tengah
berada di atas leher alat. Jari telunjuk ditekuk pada ruas kedua (dihitung dari ujung
jari) dan berada di atas jari tengah pada sisi yang sama dari alat. Bagian dalam ibu jari
ditempatkan di antara telunjuk dan jari tengah pada sisi yang berseberangan (Carranza
dkk, 2015).
Dengan posisi ketiga jari yang demikian didapatkan efek tripod (dukungan
dari tiga sisi) yang akan mencegah terputarnya alat secara tak terkontrol pada waktu
tekanan dilepaskan sewaktu instrumentasi. Selain adanya efek tripod, keuntungan
kedua dengan modifikasi pemegangan pena ini adalah dimungkinkannmya sensasi
taktil oleh jari tengah yang diletakkan di atas leher alat (Carranza dkk, 2015).
Tumpuan (fulcrum) dan sandaran jari (finger rest) adalah dua istilah yang
penggunaannya sering saling bertukar satu sama lain. Kedua istilah tersebut
menunjukkan penempatan jari manis dari tangan yang memegang alat baik intra-oral
maupun ekstra-oral untuk dapat mengkontrol kerja alat dengan lebih baik. Sandaran
jari digunakan untuk memperbesar aksi instrumen, dan dengan memperbesar aksi
instrumen tersebut akan menjadi tuas/pengungkit (lever) yang akan memperbesar
daya ungkit mata pisau terhadap permukaan gigi. Dengan cara demikian aplikasi
tekanan akan bertambah baik dan stabilisasi alat semakin terjamin. Pergelangan
tangan dan lengan operator berperan sebagai tuas yang merupakan suatu kesatuan
dengan tumpuan (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Pergelangan tangan dan lengan bertindak sebagai tuas. Titik keseimbangan
tuas adalah pada jari manis (tumpuan) dan tuas akan memperbesar tekanan yang
dikenakan ke gigi untuk menyingkirkan kalkulus (beban). Sandaran jari bisa intra-
oral atau ekstra-oral. Sandaran jari intra-oral bisa berupa (Carranza dkk, 2015;
Pattison dan Pattison, 1992):

a. Konvensional
Jari manis bersandar pada permukaan gigi tetangga dari gigi yang diinstrumentasi.
Cara yang demikian adalah cara sandaran jari yang paling sering digunakan.
b. Berseberangan
Pada sandaran jari berseberangan (cross arch) jari manis bersandar pada
permukaan gigi yang berseberangan pada lengkung rahang yang sama.
c. Berlawanan
Pada sandaran jari berlawanan (opposite arch), jari manis bersandar pada
permukaan gigi di lengkung rahang yang berlawanan.
d. Jari di atas jari (finger on finger)
Jari manis bersandar diatas telunjuk atau ibu jari tangan yang tidak bekerja.
Dua bentuk sandaran jari ekstra-oral adalah (Carranza dkk, 2015; Pattison dan
Pattison, 1992):
a. Telapak menghadap ke atas (palm up)
Tumpuan dicapai dengan menempatkan punggung jari tengah dan jari manis
tangan yang bekerja pada sisi lateral mandibula.

b. Telapak menghadap ke bawah (palm down)


Tumpuan dicapai dengan menempatkan telapak jari tengah dan jari manis tangan
yang bekerja pada sisi lateral mandibula.

5. Adaptasi
Yang dimaksudkan dengan adaptasi mata pisau dari alat adalah penempatan
mata pisau secara benar pada permukaan gigi. Khusus untuk skeler dan kuret, dengan
adaptasi dimaksudkan penempatan mata pisaunya sedemikian sehingga sisi pemotong
(cutting edge) berkontak ke gigi sedangkan punggung alat berkontak dengan jaringan
periodonsium. Adaptasi kuret pada penskeleran subgingival adalah sedemikian
sehingga hanya sepertiga bagian ujung dari mata pisau yang berkontak ke gigi
(Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Dimaksudkan sebagai tindakan untuk meletakkan blade pada permukaan gigi
sesuai konturnya. Untuk alat yang ujungnya tajam (sickle) maka aplikasi alat harus
hati-hati untuk mencegah laserasi pada jaringan lunak. Ketepatan adaptasi alat dapat
dicapai dengan memutar alat sedemikian rupa sehingga selalu menempel pada
permukaan gigi mengikuti konturnya. Jika hanya middle third yang menempel pada
permukaan gigi, sedangkan ujungnya tidak, hal ini akan menyebabkan trauma pada
jaringan lunak terutama pada scaling subgingiva (Krismariono, 2009).
6. Angulasi
Merupakan sudut yang dibentuk antara alat dengan permukaan gigi, sering
diistilahkan dengan tooth-blade relationship. Angulasi yang benar akan
mempermudah menghilangkan kalkulus pada permukaan gigi. Sudut yang disarankan
adalah sebesar 450 - 900. Khusus untuk scaling subgingiva, ketika blade dimasukkan
ke dalam sulkus, maka sudut angulasi seharusnya 00 agar tidak melukai gingiva
(Krismariono, 2009).

7. Tekanan Arah Lateral


Dimaksudkan sebagai kekuatan yang diaplikasikan pada permukaan gigi
selama tindakan scaling dan root planing. Besar kekuatan bervariasi tergantung besar
kecilnya kalkulus, serta tahapan scaling. Pada tahap awal scaling dengan kalkulus
yang besar, memerlukan kekuatan yang besar pula, sedangkan jika sudah memasuki
tahap root planing, maka yang diperlukan adalah tekanan ringan dengan peningkatan
kepekaan terhadap keberadaan sisa kalkulus. Kekuatan yang berlebihan pada tahap
root planing menyebabkan permukaan gigi (khususnya sementum) tergores dan
timbul cekungan (Krismariono, 2009).
Teknik
Root planing stroke
Root planing ditujukan untuk menghaluskan permukaan akar. Gerakan ini memerlukan
kekuatan ringan sampai sedang. Tidak disarankan dengan kekuatan besar karena pada
dasarnya kalkulus sudah tidak lagi sebanyak pada tahap scaling. Jika tetap digunakan
kekuatan yang besar akan membuat goresan yang tidak diinginkan pada permukaan gigi
sehingga dapat merupakan tempat retensi plak dan kalkulus yang sulit dibersihkan.

LO 3
Evaluasi Perawatan Periodontal Fase I
Terapi periodontal non-bedah dimulai dengan memotivasi dan menginstruksikan pada
pasien untuk melakukan perawatan dan diikuti dengan evaluasi ulang tingkat kebersihan
mulutnya. Biasanya evaluasi dilakukan setelah 3-6 minggu dari terapi awal (Khalid dan
Bassel, 2014). Jika interval waktu tidak cukup untuk memungkinkan penyembuhan yang
memadai, maka dibutuhkan evaluasi tambahan hingga terjadi fase penyembuhan. Evaluasi
pada jaringan periodontal antara lain sebagai berikut:
1. Evaluasi Gingival: penjelasan tertulis tentang warna jaringan, kontur, tekstur dan bentuk
harus dicapai dalam catatan kemajuan. Catatan harus ringkas tetapi akurat dan harus
dilakukan sejak awal evaluasi
2. Probing Depth dan margin gingiva: dilakukan pencataan kedalaman saat probing dan
margin gingiva di enam sisi pada setiap gigi
3. Perdarahan saat probing: dilakukan pencataan terjadinya perdarahan saat probing atau
tidak
4. Plaque Score: pencataan nilai plak pada daerah yang berdekatan dengan margin gingiva
5. Evaluasi mobilitas
6. Oklusi: faktor oklusal yang mempengaruhi terapi periodontal khususnya evaluasi pola
kebiasaan dan trauma oklusal harus dicatat
7. Furcations: harus dievaluasi dalam semua gigi multi-radikular dan dicatat (American
Academy of Periodontology, 2003).
Reevaluasi kasus periodontal biasanya dilakukan setelah 2-4 minggu setelah perawatan
scalling dan root planing selesai. Sehingga evaluasi klinis tidak boleh dilakukan sebelum 2
minggu setelah perawatan. Hal ini dikarenakan reepitelisasi dari perlukaan yang telah dibuat
terjadi 1 samapi 2 minggu. Sampai saat itu, apabila terjadi perdarahan gingiva saat probing
merupakan hal wajar karena epitelisasi yang belum sempurna (Newman dan Carranza).
Setelah melakukan perawatan periodontal fase I, diperlukan evaluasi pasca perawatan. Tahap
evaluasi setelah perawatan periodontal fase I antara lain:
1. Pasien yang telah diberi konseling tentang mengapa dan bagaimana melakukan kebersihan
mulut sehari-hari, dievaluasi kebersihan mulutnya.
2. Prosedur terapi yang diterima telah dilakukan dan dievaluasi perkembangan penyakit
periodontalnya
3. Jaringan gigi tanpa kalkulus yang dapat dilihat secara klinis atau menggunakan alat
4. Bleeding of Probing (BOP) negatif yang menandakan tidak ada perdarahan saat dilakukan
probing
5. Evaluasi kedalaman poket periodontal dan perlekatan gingiva terhadap gigi
6. Program pemeliharaan periodontal yang sesuai dengan keadaan pasien dan telah
direkomendasikan kepada pasien untuk kontrol jangka panjang penyakit periodontal dan
memelihara implan gigi jika ada (Khalid dan Bassel, 2014).
Reevaluasi perawatan periodontal fase I yang tidak selesai kadang terjadi atau mungkin
pada saat evaluasi setelah 3-6 bulan masih dalam proses perawatan. Hal ini bisa disebabkan:
a. Kontrol plak yang buruk dan OHI yang luas
b. Restorasi karies yang kurang baik atau kurang beradaptasi akan mempengaruhi
kesehatan jaringan periodontal
c. Penundaan telah terjadi pada waktu penunjukkan evaluasi fase I.
d. Perlu tambahan skala dan terapi root planing
(Khalid dan Bassel, 2014; Newman dan Carranza, 2018)
Daftar Pustaka

American Academy of Periodontology. 2003. Guidline for Periodontal Therapy. Journal of


Periodontal. 39(6): 440-444.
Khalid G Azouni dan Bassel Tarakji. 2014. The Trimeric Model: A New Model of
Periodontal Treatment Planning. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 8(7):
17-20.
Newman, Michael G. dan Fermin A. Carranza. 2018. Clinical Periodontology. Edisi 13.
Philadelphia: Saunder Elsevier.
Agung Krismariono. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Scaling dan Root Planing dalam
Perawatan Periodontal (Basic Principles of Scaling and Root Planing on Periodontal
Treatment). Literature Review. Periodontic Journal, Vol. 1 No. 1. Surabaya.

Carranza; Newman; Takei; Klovekkoid. 2012. Carranza’s Clinical Periodontology 11th


edition. St. Louis: Saunders Elsevier.

Carranza; Newman; Takei; Klovekkoid. 2015. Carranza’s Clinical Periodontology 12th


edition. St. Louis: Saunders Elsevier.

Linde J. 1985. Textbook of Clinical Periodontology. WB Saunders Co

Pattison GL, Pattison AM. 1992. Periodontal Instrumentation. 2nd ed. Norwalk CT:
Appleton & Lange

Rose LF, Mealey BL. 2004. Periodontics: Medicine, Surgery and Implants. Elsevier Mosby

Andriani, Ika. 2012. Efektivitas Antara Scaling Root Planing (Srp) Dengan Dan Tanpa
Pemberian Ciprofloxacin Per Oral Pada Penderita Periodontitis. IDJ : 1(2)

Nakre, P. D., & Harikiran, A. G. (2013). Effectiveness of oral health education programs: A
systematic review. Journal of International Society of Preventive & Community
Dentistry, 3(2), 103–115. http://doi.org/10.4103/2231-0762.127810
Ali, R. A. (2016). EFEKTIVITAS DENTAL HEALTH EDUCATION DISERTAI
DEMONSTRASI CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP TINGKAT
KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ANAK SEKOLAH DASAR. PHARMACON,
5(1).

Manson J.D., B.M Eley, dan M. Soory. 2010. Periodontics. Sixth Edition. California:
Saunders Elsevier.
Pattison, A.M., dan G. L. Pattison. 1992. Periodontal Instrumentation. Second Edition. New
Jersey: Prentice-Hall International Inc.
Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s clinical periodontology. 9th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co; 2002. pp.567- 641.

Anonym.. Scalers and periodontal instrument tips. British Dent J 2004;197:4:28.

Dong H, Barr A, Loomer P, LaRoche C, Young BS, Rempel D. The effects of periodontal
instrument handle design on hand muscle load and pinch force. J Am Dent Assoc
2006;137 (8): 1123-30.

Chatterjee A, Baiju CS, Bose S, Shetty SS, Wilson R. Hand vs ultrasonic instrumentation: A
review. J Dent Sci & Oral Rehab. 2012 OctDec;3(4):8-9..

Chatterjee A, Baiju CS, Bose S, Shetty SS. Clinical uses and benefits of ultrasonic scalers as
compared to curets: A review. J Oral Health & Community Dent. 2013 May;7(2):108-13.

Afriansyah, Ragil; dkk. 2016. ‘Efektivitas DHE Disertai Demonstrasi Cara Menyikat Gigi
Terhadap Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Anak Sekolah Dasar’. Jurnal Ilmiah Unsrat,
vol. 5.

Muin, Muhajir. 2011. ‘Pengaruh Dental Health Education Terhadap Penurunan Plak Gigi’.

Nakre, Priya Devadas dan A. G. Harikiran. 2013. ‘Effectiveness of oral health education
programs: A systematic review’. J Int Soc Prev Community Dent. 2013 Jul-Dec; 3(2): 103–
115.

Anda mungkin juga menyukai