Laporan Tutorial Skenario 1 Blok 16
Laporan Tutorial Skenario 1 Blok 16
SKENARIO 1
NAMA ANGGOTA :
UNIVERSITAS JEMBER
2018
SKENARIO 1
Seorang laki-laki berusia 35 tahun sangat khawatir karena gusinya sering berdarah
saat menggosok gigi sejak 1 tahun yang lalu dan giginya terasa kasar bila tersentuh lidah
sejak 1 tahun yang lalu. Oleh karena itu, dia datang ke Klinik Periodonsia RSGM UNEJ.
Pada pemeriksaan intra oral terlihat plak dan kalkulus subgingiva di seluruh regio rahang
atas maupun rahang bawah. Regio anterior rahang bawah terlihat gigi geligi berdesakan.
Pasien didiagnosis menderita gingivitis kronis dengan etiologi utama plak. Keberadaan
kalkulus dan gigi malposisi dinyatakan sebagai faktor predisposisi . rencana perawatan pada
pasien tersebut adalah perawatan periodontal fase I yang meliputi : DHE, scalling, dan root
planing. Setelah perawatan periodontal fase I keadaan pasien akan dievaluasi kembali.
STEP I
1. Gingivitis kronis : peradangan pada gingiva yang terjadi terus menerus karena bakteri
pada plak yg terakumulasi atau kalkulus, diperiksa dengan BOP dan terjadi
perdarahan.
2. DHE: program yg bertujuan mendapatkan rongga mulut yg sehat, meliputi motivasi,
intruksi, penyuluhan, kontrol plak, penggunaan obat kumur dan dental flossing.
3. Scalling : tindakan perawatan periodontal untuk membersihkan gigi dari plak dan
kalkulus dengan alat scalling manual maupun ultrasonik.
4. Kalkulus subgingiva : kalkulus yg berada dibawah margin gingiva, di daerah servical
gigi sehingga tidak nampak saat dilihat secara langsung. Konsistensi keras, berasal
dari akumulasi plak yg terkalsifikasi, warna coklat tua- hitam kehijauan.
5. Root planing : tindakan membersihkan gigi dari sementum yg nekrotik supaya
dinding permukaan halus dan mudah dilakukan perawatan.
STEP 2
STEP 3
Probe periodontal
Sonde lurus : pada gigi anterior
Sonde halfmoon : pada gigi posterior
Poster
Video
4. Bagaimana evaluasi dari perawatan periodontal fase 1?
Evaluasi
Kontrol 1-2 minggu : penyembuhan 14 hari, dilihat dulu apakh perlu dirawat
lagi
Kontrol 3 bulan : melihat perlekatan dari epitelnya
jaringan yg terinflamasi
Kontrol plak
Kedalaman sulcus
STEP 4 MAPPING
PENYAKIT PERIODONTAL :
GINGIVITIS KRONIS
PERAWATAN PENYAKIT
PERIODONTAL FASE 1
EVALUASI
STEP 5 LO
LO 1
DHE
Pendidikan kesehatan (DHE) gigi dan mulut merupakan suatu proses pendidikan yang
timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk menghasilkan
kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup. Dalam proses pendidikan
dan pengajaran, individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam
alat bantu pendidikan. Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ yang diperoleh melalui
penginderaan, akan mendasari terbentuknya sikap dan tindakan individu atau perilaku individu
yang lebih langgeng (long lasting). Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada ranah kognitif
atau pengetahuan. Pengetahuan sebagai pembentuk perilaku pada individu diperoleh antara lain
melalui pendidikan (Ali, 2016). DHE dapat berupa sebuah instruksi, literatur tertulis,
penyuluhan, poster dan video. DHE juga dapat ditujukan pada individu, keluarga, institusi atau
komunitas. Ruang lingkup dari DHE termasuk pendidikan utuk anak-anak, orang tua, dan
penyedia layanan kesehatan (Nakre, 2013).
Scalling
Definisi
Scaling adalah proses dimana biofilm dan kalkulus dihilangkan dari permukaan
supragingival maupun subgingival gigi. Scaling bertujuan untuk mengembalikan gingiva
yang sehat secara menyeluruh dengan menghilangkan elemen yang dapat menyebabkan
inflamasi gingiva dari permukaan gigi (Carranza dkk, 2015).
Dasar pemikiran
Dasar pemikiran bagi dilakukannya scaling adalah bertolak dari konsep bahwa plak
bakteri mengandung bakteri patogen penyebab inflamasi gingiva. Atas dasar kenyataan
tersebut, maka scaling ditujukan untuk terlaksananya kontrol plak secara efektif oleh pasien
di rumah dengan jalan menyingkirkan semua faktor yang menyebabkan kekasaran dan
ketidak rataan permukaan gigi dan mengajari pasien metode kontrol plak yang baik. Kontrol
plak yang adekuat oleh pasien sehari-harinya di rumah hanya mungkin dilakukan apabila
permukaan gigi geliginya telah dibuat licin dan rata, tanpa ada deposit yang kasar atau
permukaan yang tidak rata. Jadi perawatan scaling menitikberatkan pada penyiapan
permukaan gigi yang aksesibel bagi pasien untuk melaksanakan prosedur kontrol plak
(Carranza dkk, 2015).
Setelah kasusnya dianalisis dengan seksama, dapatlah diestimasi jumlah
sesi/kunjungan yang dibutuhkan bagi perawatan kasus yang dihadapi. Pasien dengan hanya
sedikit kalkulus dan periodonsium yang relatif sehat dapat dirawat dalam satu sesi saja.
Semakin banyak penumpukan kalkulusnya dan semakin parah inflamasi gingivanya, maka
semakin banyak sesi perawatan yang diperlukan. Patokan dalam menentukan jumlah sesi
perawatan yang diperlukan adalah: jumlah gigi geligi yang masih ada, derajat keparahan
inflamasi, jumlah dan lokasi kalkulus, kedalaman dan aktivitas saku periodontal, keberadaan
lesi furkasi, dan kooperasi pasien dalam menjalankan instruksi oral hygiene yang diberikan
(Carranza dkk, 2015).
b. Kontraindikasi
1. Perawatan scaling dan rootplanning dapat dilakukan pada semua pasien,
terkecuali pasien-pasien compromised medic yang membutuhkan penatalaksanaan
tertentu (Manson dkk, 2010).
Root Planing
Suatu tindakan perawatan untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan akar dari
jaringan nekrotik maupun sisa bakteri dan produknya yang melekat pada permukaan akar
/sementum (Krismariono. 2009).
Tujuan perawatan periodontitis adalah menghilangkan patogen periodontal, umumnya
dilakukan secara khemis dengan obat-obatan dan secara mekanis dengan scaling root planing
(SRP) yaitu menghilangkan deposit keras dan lunak serta bakteri yang menempel pada
permukaan gigi dan dalam subgingiva, sehingga mengeliminasi bakteri (Andriani. 2012).
LO 2
DHE
Dental Health Education (DHE) didefinisikan sebagai pendidikan kesehatan gigi yaitu
proses pendidikan yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan
untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup.
(Notoadmojo, 2003 dalam Afriansyah, 2016).
Menurut (Muin, 2011) Dental Health Education merupakan suatu usaha terencana dan
terarah dalam bentuk pendidikan kesehatan gigi non formal yang berkelanjutan. Pendidikan
kesehatan gigi merupakan suatu proses belajar yang timbul oleh karena adanya kebutuhan
kesehatan sehingga menimbulkan aktifitas perseorangan/masyarakat dengan tujuan untuk
menghasilkan kesehatan gigi yang baik.
Menurut Nakre (2013) bahwa instruksi disertai dengan demonstrasi memiliki efektifitas
yang lebih baik daripada instruksi hanya dengan perkataan. Menurut Carramza (2015) bahwa
instruksi bagaimana cara membersihkan gigi membutuhkan partisipasi pasien, mengamati,
mengoreksi bila ada kesalahan, dan penguatan selama kontrol sampai pasien mencapai
kemampuan yang diperlukan.
Pasien dapat mengurangi jumlah plak biofilm dan gingivitis lebih efektif dengan cara
mengulang-ulang instruksi dan adanya dorongan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Namun demikian, pemberian instruksi untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut harus lebih
singkat daripada demontrasi cara menyikat gigi. Prosedur ini merupakan prosedur yang harus
dikerjakan dengan telaten dan butuh kesabaran pasien, pengawasan yang seksama dalam
mengkoreksi kesalahan, penekanan untuk rutin kontrol sampai pasien dirasa mampu menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya (Carranza, 2015).
Pada kunjungan pertama, pasien seharusnya diberikan sikat gigi yang baru, alat
pembersih bagian interdental dan disclosing agent. Disclosing agent digunakan untuk melihat
kondisi plak pada rongga mulut pasien (Carranza, 2015).
3. Kontrol plak
Pengunyahan makanan dalam bentuk kasar dan banyak tidak dapat mencegah
pembentukan plak. Oleh karena itu pencegahan dan pengontrolan terhadap pembentukan plak
gigi harus didasarkan atas usaha pemeliharaan hygiene oral secara aktif. Keberadaan
karbohidrat menjadi sumber bakteri menghasilkan Polisakarida Ekstra Selular (PES).
Bersama dengan protein saliva dan aktivitas bakteri dapat terbentu plak gigi. Polisakarida
Ekstra Selular (PES) menjadi bahan perekat pada matriks plak. Dari dasar pemikiran tersebut
usaha yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengontrol pembentkan plak yang
meliputi :
a. Mengatur pola makanan
Dengan membatasi makanan yang banyak mengandung karbohidrat terutama sukrosa.
Berdasarkan bukti-bukti ilmiah bahwa karbohidrat merupakan bahan utama dalam
pembentukan matriks plak, selain sebagai sumber energi untuk bakteri dalam membentuk
plak (Krismariono, 2009).
b. Tindakan secara kimiawi
Tindakan secara kimiawi terhadap bakteri dapat dengan menggunakan obat kumur
sebanyak 10 ml 2dd 1. Seperti penggunaan obat kumur yang mengandung klorhexidin dapat
membunuh bakteri gram posittif maupun negatif dan merupakan zat antijamur (Krismariono,
2009).
c. Tindakan secara mekanis (Fisioterapi Oral)
Sikat gigi merupakan salah satu alat fisioterapi oral yang digunakan secara luas untuk
membersihkan gigi dan mulut. Di pasaran dapat ditemukan beberapa macam sikat gigi, baik
manual maupun elektrik dengan berbagai ukuran dan bentuk (Krismariono, 2009).
Sikat Gigi
Sikat gigi awalnya banyak terbuat dari bulu babi sehingga kaku dan keras. Sikat gigi
mempunyai ukuran dan bentuk, panjang, kekarasan dan bulu sikat yang bermacam-macam.
tidak ada desain sikat gigi yang lebih unggul dari desain yang lain. Sikat gigi yang
direkomendasikan kepada pasien adalah sikat gigi yang nyaman untuk dipakai oleh pasien
tersebut. Keefektifan dan potensi terjadinya injuri dari tipe-tipe sikat gigi tergantung
bagaiman derajat pemakaian dari sikat gigi tersebut (Newman, 2018).
Sikat gigi denga bulu sikat yang keras diketahui dapat membuat abrasi gigi dan menggores
gingiva. Tetapi, ada beberapa faktor yang dapat berkontribusi dalam terjadinya abrasi pada
gigi:
1.) Penggunaan sikat gigi yang keras
2.) Teknik sikat gigi horisontal yang terlal keras
3.) Penggunaan dentrifrice yang mempunyai kandungan bahan abrasif yang tinggi.
Faktor-faktor tersebut dapat membuat terjadinya abrasi vertikal pada gigi dan resesi dari
gingival (Newman, 2018).
Scaling
Scaling merupakan tindakan perawatan untuk menghilangkan plak, kalkulus dan stain
pada permukaan mahkota dan akar gigi. Pada kasus periodontitis, scaling dan root planing
tidak dapat dipisahkan. Tindakan scaling perlu diikuti dengan root planing dengan harapan
permukaan akar menjadi halus sehingga menghambat akumulasi plak dan perlekatan
kalkulus. menghambat akumulasi plak dan perlekatan kalkulus. Scaling dan root planing
merupakan terapi mendasar untuk perawatan penyakit periodontal (Krismariono, 2009).
Alat
1. Ultrasonic Scaler
Skeler ultrasonik merupakan alat dengan energi getaran yang tinggi yang dihasilkan
oleh generator osilasi yang dikonduksikan ke ujung alat sehingga menyebabkan getaran
dengan rentang frekuensi diantara 25000-42000 Hz. Getaran mikro menghancurkan dan
menghilangkan kalkulus dengan dilengkapi dengan air pendingin. Skeler ultrasonik
sangat efektif dalam menghilangkan kalkulus dari permukaan gigi. Stimulus rasa tidak
nyaman dapat ditimbulkan dari penggunaan alat seperti rasa nyeri (Chatterjee A, at al.
2012).
Scaler ultrasonik terbagi dua berdasarkan tipe gerakannya, yaitu magnetostictive
(elips) dan piezoelectric(linear). Dewasa ini, pada umumnya praktisi kesehatan gigi
menggunakan scaler ultrasonik karena lebih praktis, efektif, dan efisien dibandingkan
dengan scaler manual (Kamath et al, 2013). Keuntungan dari penggunaan skeler
ultrasonik dalam pembersihan karang gigi seperti, penggunaan waktu yang lebih efisien
(3.9 menit untuk ultrasonik dan 5.9 menit untuk instrumen manual), lebih ergonomis,
modifikasi desain dari ujung alat dapat meningkatkan akses untuk beberapa area
termasuk furkasi (Chatterjee A, et al. 2013)
a. Skeler magnetostrictive
Perangkat skeler ultrasonik jenis magnetostrictive bekerja pada rentang frekuensi
18.000 sampai 50.000 putaran per detik. Tumpukan logam dalam skeler dimensinya
berubah ketika energi listrik diterapkan pada daya magnetostrictive. Getaran dari
tumpukan logam tersebut terhubung dengan bagian tubuh alat sehingga menyebabkan
terjadinya getaran pada ujung alat. Ujung alat bergerak dengan pola gerak elips atau
orbital. Ini memungkinkan keempat permukaan ujung alat aktif bekerja (Carranza,
2012).
Sumber : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s
clinical periodontology. 11th Ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2012. p. 475.
b. Scaler piezoelectric
Perangkat skeler ultrasonik jenis piezoelectric bekerja pada rentang frekuensi 18.000
sampai 50.000 putaran per detik. Alat ini memiliki piringan keramik yang terletak
pada daya handpiece piezoelectric. Alat ini dimensinya berubah ketika energi listrik
diterapkan pada ujung alat. Ujung piezoelectric bergerak dalam pola linear sehingga
memberikan kedua permukaan pada ujung alat aktif. Berbagai bentuk dan desain dari
ujung alat tersedia untuk digunakan (Carranza, 2012).
Sumber : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s clinical
periodontology. 11th Ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2012. p. 475.
2. Kuret
Kuret merupakan skeler yang berfungsi menghilangkan kalkulus subgingiva,
digunakan dalam scaling dan root planning, sementum yang mengalami alterasi, dan
menghilangkan jaringan lunak yang melapisi kantong periodontal. Kuret memiliki
ujung pemotong pada kedua sisi dari bagian blade dan ujungnya berbentuk membulat.
Oleh karena itu, kuret dapat diadaptasikan dan menyediakan akses yang baik untuk
poket yang dalam dengan trauma pada jaringan lunak yang minimal (Chatterjee A, at
al. 2012; Carranza, 2012)
3. Hoe, Chisel dan File scaler
Untuk membersihkan kalkulus sub gingiva yang sulit untuk dibersihkan (Carranza,
2012).
4. Sickle scalers
Sickle bisa digunakan untuk mengambil kalkulus supragingiva (Carranza, 2015).
5. Polishing
a. Rubber Cups
Rubber cups terdiri dari cangkang karet dengan atau tanpa konfigurasi anyaman di
bagian dalam berongga (Gambar 1.1). Mereka digunakan dalam handpiece dengan
profilaksis angle khusus. Handpiece, profilaksis angle, dan rubber cup harus
disterilkan setelah penggunaan antar pasien, atau dapat digunakan profilaksis
angle plastik sekali pakai dan setelah digunakan, rubber cup dapat langsung
dibuang (Gambar 1.2). Pasta pembersih dan pemolesan yang baik yang
mengandung fluoride harus digunakan dan dijaga kelembabannya untuk
meminimalkan gesekan panas saat rubber cup berputar. Pasta pemoles tersedia
dalam bentuk bubur halus, sedang, atau kasar dan dikemas dalam wadah kecil,
mudah digunakan, dan sekali pakai. Penggunaan secara agresif dari rubber cup
dengan bahan abrasif apapun dapat menghilangkan lapisan sementum, yang tipis
di daerah serviks (Carranza, 2012).
b. Bristle Brushes
Bristle brush tersedia dalam bentuk wheel dan cup. Brush digunakan di profilaksis
angle dengan pasta pemoles. Karena bulunya kaku, penggunaan brush harus
terbatas pada mahkota untuk menghindari melukai sementum dan gingiva
(Carranza, 2012).
Gambar 1.1. Profilaksis angle metal dengan rubber cup dan brush
Gambar 1.2 Profilaksis angle dengan rubber cup dan brush sekali pakai (disposable)
Teknik scaling kalkulus supragingiva
Scaling supragingiva membersihkan karang gigi yang terdapat di bagian atas gusi,
tepatnya pada mahkota gigi dan tidak dibatasi oleh jaringan sekitarnya, sehingga mudah
dalam aplikasi dan penggunaan alat. Kalkulus supragingiva tidak sekeras kalkulus sub
gingiva. Scaling kalkulus supragingiva biasanya dilihangalan menggunakan sickle, kuret, dan
ultrasonic instrument. Hoe dan chisel jarang digunakan. Pada teknik scaling supragingiva, sickle
atau kuret dipegang dengan cara modified pen grasp dan dilakukan firm finger rest pada gigi yang berada di
area yang berlawanan dengan area kerja. Angulasi blade terhadap permukaan gigi 450-900. Cutting edge harus
berada pada margin apikal kalkulus, dan ditarik ke arah koronal secara vertikal atau obliq dengan tarikan
yang pendek, kuat, dan overlapping (Krismariono, 2009).
Berhati-hatilah dalam penggunaan sickle, karena ujungnya yang tajam dapat merusak
jaringan sekitar, sehingga adaptasi dengan permukaan gigi harus baik. Jika bulky blade dapat
diinsersikan ke dalam jaringan sekitar maka sickle dapat digunakanuntuk membersihkan kalkulus
di bawah margin gingival. Jika tindakan ini dilakukan, biasanya diikutidengan final scaling dan root
planing dengan menggunakan kuret.
Scaling dilakukan sampai permukaan gigi terbebas dari kalkulus baik secara visual maupun
perabaan dengan bantuan alat seperti sonde. Scaling dikatakan bersih jika tidak ada kalkulus
pada permukaan gigi (Carranza, et al., 2002; Pattison, et al., 1992).
Teknik Ultrasonic Scaler
Scaling dengan alat ultrasonic scaler lebih mudah untuk menghilangkan kalkulus pada
permukaan gigi dibanding scaling dengan alat manual. Alat ini mempunyai ujung (tip) yang
dapat bergetar sehingga dapat melepaskan kalkulus dari permukaan gigi. Alat ini dapat
mengeluarkan air sehingga daerah perawatan menjadi lebih bersih karena permukaan gigi
langsung dicuci dengan air yang keluar dari alat ini (Anonym, 2004)
Gerakan alat sama dengan gerakan dengan scaler manual tetapi tidak boleh ada gerakan
mengungkit. Ujung scaler hanya digunakkan untuk memecah kalkulus yang besar dengan
cara ditempelkan pada permukaan kalkulus dengan tekanan ringan sampai kalkulus terlepas.
Selanjutnya untuk menghaluskan permukaan gigi dari sisa kalkulus, maka tepi blade
ultrasonic scaler ditempelkan pada permukaan gigi kemudian digerakkan dalam arah lateral
(vertikal, horisontal dan oblique) ke seluruh permukaan sampai diperkirakan halus. Kepekaan
alat ini untuk mendeteksi sisa kalkulus tidak sebagus manual scaler, sehingga umumnya
setelah dilakukan scaling dengan ultrasonic, maka tetap disarankan scaling dan root planing
dengan manual scaler (Anonym, 2004; Dong Ha, 2006)
Root Planning
Alat ini dipakai untuk menghilangkan plak dan deposit terkalsifikasi dari mahkota dan
akar gigi, penghilangan sementum yang berubah dari permukaan akar subgingival,
debridement dari lapisan jaringan lunak pocket. Instrumen scaling and kuretase
diklasifikasikan seperti dibawah ini :
a. Sickle scalers
b. Curettes
d. Ultrasonic
Digunakan untuk scaling dan pembersihan permukaan gigi dan kuretase dinding
jaringan lunak dari pocket periodontal (Carranza, 2015).
Cleansing and polishing instruments seperti rubber cups, brushes, dan dental tape,
dipakai untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi (Carranza, 2015).
f. Periodontal endoscope
Tambahan gambar
5
Prinsip Umum Instrumentasi
1. Aksesibilitas: Posisi Pasien dan Operator
Posisi pasien pada waktu operator melakukan instrumentasi mempengaruhi
kemampuan operator untuk dapat bekerja secara nyaman dan efisien. Operator bisa
bekerja dalam posisi berdiri atau dalam posisi duduk. Namun harus diakui bahwa
posisi kerja yang paling baik adalah dalam posisi duduk, untuk mana jenis kursi
dental yang digunakan harus mendukung. Posisi operator dan pasien yang tepat akan
mengurangi kemungkinan timbulnya nyeri pada punggung operator dan tercapainya
efisiensi kerja (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Untuk instrumentasi, kursi dental ditidurkan agar pasien dapat bersandar
dalam posisi telentang dengan kepala dan leher terdukung. Kursi diatur sedemikian
sehingga pasien hampir sejajar dengan lantai dan punggung kursi sedikit dinaikkan.
Posisi kepala pasien diatur sehingga kepalanya berada dekat puncak sandaran kursi.
Operator duduk di atas kursi kerjanya dengan telapak kaki rata di atas lantai dan paha
sejajar dengan lantai. Dengan paha dalam keadaan terdukung dan berat badan
didistribusikan secara merata, hambatan terhadap sirkulasi darah ke kaki dan telapak
kaki dapat dihindari. Siku operator berada setinggi pinggang dan setentang mulut
pasien sehingga akses gigi geligi pasien lebih baik (Carranza dkk, 2015; Pattison dan
Pattison, 1992).
Apabila operator hendak bekerja dengan posisi berdiri, ia harus berdiri dengan
posisi lurus tidak membungkuk maupun membengkok. Kursi dental diatur sedemikian
sehingga mulut pasien setentang dengan siku operator (Carranza dkk, 2015; Pattison
dan Pattison, 1992).
Posisi operator pada waktu bekerja adalah bervariasi tergantung pada sisi
mana instrumentasi dilakukan. Untuk mempermudah uraian mengenai posisi operator
ini akan digunakan patokan arah jarum jam. Apabila operator berada persis di depan
pasien, bagian atas kepala pasien berada pada posisi pukul 12 sedangkan dagunya
pada posisi pukul 6 (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Selengkapnya posisi bekerja bagi operator yang bukan kidal ada1ah seperti
terlihat pada Tabe1 1.
08.00 - 09.00
Sisi fasial anterior atau
11.00 - 12.00
08.00 - 09.00
Sisi palatal anterior atau
Maksila 11.00 - 12.00
4. Stabilisasi Instrumen
Stabilitas alat diperlukan agar penggunaan alat dapat dikendalikan dengan
baik oleh operator, sehingga tergelincirnya alat (cutting edge) dari permukaan gigi
dapat dicegah. Selain itu juga mencegah injuri pada tangan operator. Stabilisasi alat
terdiri dari: instrument grasp dan finger rest (Krismariono, 2009).
Pemegangan (grasp) perlu diperhatikan pada waktu instrumentasi agar sisi
pemotong mata pisau (cutting edge/working end) dapat dikontrol. Dengan cara
memegang yang benar operator dapat menggerakkan alat sekeliling gigi dan
mengarahkan tekanan ke permukaan gigi tanpa mencederai periodonsium.
Pemegangan yang paling baik untuk instrumentasi periodontal adalah modifikasi
pemegangan pena (modified pen grasp). Dengan cara ini alat dipegang dengan bagian
dalam jari tengah, jari telunjuk, dan ibu jari. Jari telunjuk dan ibu jari berada
berdekatan pada gagang alat pada sisi yang berseberangan, sedangkan jari tengah
berada di atas leher alat. Jari telunjuk ditekuk pada ruas kedua (dihitung dari ujung
jari) dan berada di atas jari tengah pada sisi yang sama dari alat. Bagian dalam ibu jari
ditempatkan di antara telunjuk dan jari tengah pada sisi yang berseberangan (Carranza
dkk, 2015).
Dengan posisi ketiga jari yang demikian didapatkan efek tripod (dukungan
dari tiga sisi) yang akan mencegah terputarnya alat secara tak terkontrol pada waktu
tekanan dilepaskan sewaktu instrumentasi. Selain adanya efek tripod, keuntungan
kedua dengan modifikasi pemegangan pena ini adalah dimungkinkannmya sensasi
taktil oleh jari tengah yang diletakkan di atas leher alat (Carranza dkk, 2015).
Tumpuan (fulcrum) dan sandaran jari (finger rest) adalah dua istilah yang
penggunaannya sering saling bertukar satu sama lain. Kedua istilah tersebut
menunjukkan penempatan jari manis dari tangan yang memegang alat baik intra-oral
maupun ekstra-oral untuk dapat mengkontrol kerja alat dengan lebih baik. Sandaran
jari digunakan untuk memperbesar aksi instrumen, dan dengan memperbesar aksi
instrumen tersebut akan menjadi tuas/pengungkit (lever) yang akan memperbesar
daya ungkit mata pisau terhadap permukaan gigi. Dengan cara demikian aplikasi
tekanan akan bertambah baik dan stabilisasi alat semakin terjamin. Pergelangan
tangan dan lengan operator berperan sebagai tuas yang merupakan suatu kesatuan
dengan tumpuan (Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Pergelangan tangan dan lengan bertindak sebagai tuas. Titik keseimbangan
tuas adalah pada jari manis (tumpuan) dan tuas akan memperbesar tekanan yang
dikenakan ke gigi untuk menyingkirkan kalkulus (beban). Sandaran jari bisa intra-
oral atau ekstra-oral. Sandaran jari intra-oral bisa berupa (Carranza dkk, 2015;
Pattison dan Pattison, 1992):
a. Konvensional
Jari manis bersandar pada permukaan gigi tetangga dari gigi yang diinstrumentasi.
Cara yang demikian adalah cara sandaran jari yang paling sering digunakan.
b. Berseberangan
Pada sandaran jari berseberangan (cross arch) jari manis bersandar pada
permukaan gigi yang berseberangan pada lengkung rahang yang sama.
c. Berlawanan
Pada sandaran jari berlawanan (opposite arch), jari manis bersandar pada
permukaan gigi di lengkung rahang yang berlawanan.
d. Jari di atas jari (finger on finger)
Jari manis bersandar diatas telunjuk atau ibu jari tangan yang tidak bekerja.
Dua bentuk sandaran jari ekstra-oral adalah (Carranza dkk, 2015; Pattison dan
Pattison, 1992):
a. Telapak menghadap ke atas (palm up)
Tumpuan dicapai dengan menempatkan punggung jari tengah dan jari manis
tangan yang bekerja pada sisi lateral mandibula.
5. Adaptasi
Yang dimaksudkan dengan adaptasi mata pisau dari alat adalah penempatan
mata pisau secara benar pada permukaan gigi. Khusus untuk skeler dan kuret, dengan
adaptasi dimaksudkan penempatan mata pisaunya sedemikian sehingga sisi pemotong
(cutting edge) berkontak ke gigi sedangkan punggung alat berkontak dengan jaringan
periodonsium. Adaptasi kuret pada penskeleran subgingival adalah sedemikian
sehingga hanya sepertiga bagian ujung dari mata pisau yang berkontak ke gigi
(Carranza dkk, 2015; Pattison dan Pattison, 1992).
Dimaksudkan sebagai tindakan untuk meletakkan blade pada permukaan gigi
sesuai konturnya. Untuk alat yang ujungnya tajam (sickle) maka aplikasi alat harus
hati-hati untuk mencegah laserasi pada jaringan lunak. Ketepatan adaptasi alat dapat
dicapai dengan memutar alat sedemikian rupa sehingga selalu menempel pada
permukaan gigi mengikuti konturnya. Jika hanya middle third yang menempel pada
permukaan gigi, sedangkan ujungnya tidak, hal ini akan menyebabkan trauma pada
jaringan lunak terutama pada scaling subgingiva (Krismariono, 2009).
6. Angulasi
Merupakan sudut yang dibentuk antara alat dengan permukaan gigi, sering
diistilahkan dengan tooth-blade relationship. Angulasi yang benar akan
mempermudah menghilangkan kalkulus pada permukaan gigi. Sudut yang disarankan
adalah sebesar 450 - 900. Khusus untuk scaling subgingiva, ketika blade dimasukkan
ke dalam sulkus, maka sudut angulasi seharusnya 00 agar tidak melukai gingiva
(Krismariono, 2009).
LO 3
Evaluasi Perawatan Periodontal Fase I
Terapi periodontal non-bedah dimulai dengan memotivasi dan menginstruksikan pada
pasien untuk melakukan perawatan dan diikuti dengan evaluasi ulang tingkat kebersihan
mulutnya. Biasanya evaluasi dilakukan setelah 3-6 minggu dari terapi awal (Khalid dan
Bassel, 2014). Jika interval waktu tidak cukup untuk memungkinkan penyembuhan yang
memadai, maka dibutuhkan evaluasi tambahan hingga terjadi fase penyembuhan. Evaluasi
pada jaringan periodontal antara lain sebagai berikut:
1. Evaluasi Gingival: penjelasan tertulis tentang warna jaringan, kontur, tekstur dan bentuk
harus dicapai dalam catatan kemajuan. Catatan harus ringkas tetapi akurat dan harus
dilakukan sejak awal evaluasi
2. Probing Depth dan margin gingiva: dilakukan pencataan kedalaman saat probing dan
margin gingiva di enam sisi pada setiap gigi
3. Perdarahan saat probing: dilakukan pencataan terjadinya perdarahan saat probing atau
tidak
4. Plaque Score: pencataan nilai plak pada daerah yang berdekatan dengan margin gingiva
5. Evaluasi mobilitas
6. Oklusi: faktor oklusal yang mempengaruhi terapi periodontal khususnya evaluasi pola
kebiasaan dan trauma oklusal harus dicatat
7. Furcations: harus dievaluasi dalam semua gigi multi-radikular dan dicatat (American
Academy of Periodontology, 2003).
Reevaluasi kasus periodontal biasanya dilakukan setelah 2-4 minggu setelah perawatan
scalling dan root planing selesai. Sehingga evaluasi klinis tidak boleh dilakukan sebelum 2
minggu setelah perawatan. Hal ini dikarenakan reepitelisasi dari perlukaan yang telah dibuat
terjadi 1 samapi 2 minggu. Sampai saat itu, apabila terjadi perdarahan gingiva saat probing
merupakan hal wajar karena epitelisasi yang belum sempurna (Newman dan Carranza).
Setelah melakukan perawatan periodontal fase I, diperlukan evaluasi pasca perawatan. Tahap
evaluasi setelah perawatan periodontal fase I antara lain:
1. Pasien yang telah diberi konseling tentang mengapa dan bagaimana melakukan kebersihan
mulut sehari-hari, dievaluasi kebersihan mulutnya.
2. Prosedur terapi yang diterima telah dilakukan dan dievaluasi perkembangan penyakit
periodontalnya
3. Jaringan gigi tanpa kalkulus yang dapat dilihat secara klinis atau menggunakan alat
4. Bleeding of Probing (BOP) negatif yang menandakan tidak ada perdarahan saat dilakukan
probing
5. Evaluasi kedalaman poket periodontal dan perlekatan gingiva terhadap gigi
6. Program pemeliharaan periodontal yang sesuai dengan keadaan pasien dan telah
direkomendasikan kepada pasien untuk kontrol jangka panjang penyakit periodontal dan
memelihara implan gigi jika ada (Khalid dan Bassel, 2014).
Reevaluasi perawatan periodontal fase I yang tidak selesai kadang terjadi atau mungkin
pada saat evaluasi setelah 3-6 bulan masih dalam proses perawatan. Hal ini bisa disebabkan:
a. Kontrol plak yang buruk dan OHI yang luas
b. Restorasi karies yang kurang baik atau kurang beradaptasi akan mempengaruhi
kesehatan jaringan periodontal
c. Penundaan telah terjadi pada waktu penunjukkan evaluasi fase I.
d. Perlu tambahan skala dan terapi root planing
(Khalid dan Bassel, 2014; Newman dan Carranza, 2018)
Daftar Pustaka
Pattison GL, Pattison AM. 1992. Periodontal Instrumentation. 2nd ed. Norwalk CT:
Appleton & Lange
Rose LF, Mealey BL. 2004. Periodontics: Medicine, Surgery and Implants. Elsevier Mosby
Andriani, Ika. 2012. Efektivitas Antara Scaling Root Planing (Srp) Dengan Dan Tanpa
Pemberian Ciprofloxacin Per Oral Pada Penderita Periodontitis. IDJ : 1(2)
Nakre, P. D., & Harikiran, A. G. (2013). Effectiveness of oral health education programs: A
systematic review. Journal of International Society of Preventive & Community
Dentistry, 3(2), 103–115. http://doi.org/10.4103/2231-0762.127810
Ali, R. A. (2016). EFEKTIVITAS DENTAL HEALTH EDUCATION DISERTAI
DEMONSTRASI CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP TINGKAT
KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ANAK SEKOLAH DASAR. PHARMACON,
5(1).
Manson J.D., B.M Eley, dan M. Soory. 2010. Periodontics. Sixth Edition. California:
Saunders Elsevier.
Pattison, A.M., dan G. L. Pattison. 1992. Periodontal Instrumentation. Second Edition. New
Jersey: Prentice-Hall International Inc.
Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s clinical periodontology. 9th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co; 2002. pp.567- 641.
Dong H, Barr A, Loomer P, LaRoche C, Young BS, Rempel D. The effects of periodontal
instrument handle design on hand muscle load and pinch force. J Am Dent Assoc
2006;137 (8): 1123-30.
Chatterjee A, Baiju CS, Bose S, Shetty SS, Wilson R. Hand vs ultrasonic instrumentation: A
review. J Dent Sci & Oral Rehab. 2012 OctDec;3(4):8-9..
Chatterjee A, Baiju CS, Bose S, Shetty SS. Clinical uses and benefits of ultrasonic scalers as
compared to curets: A review. J Oral Health & Community Dent. 2013 May;7(2):108-13.
Afriansyah, Ragil; dkk. 2016. ‘Efektivitas DHE Disertai Demonstrasi Cara Menyikat Gigi
Terhadap Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Anak Sekolah Dasar’. Jurnal Ilmiah Unsrat,
vol. 5.
Muin, Muhajir. 2011. ‘Pengaruh Dental Health Education Terhadap Penurunan Plak Gigi’.
Nakre, Priya Devadas dan A. G. Harikiran. 2013. ‘Effectiveness of oral health education
programs: A systematic review’. J Int Soc Prev Community Dent. 2013 Jul-Dec; 3(2): 103–
115.