Anda di halaman 1dari 29

Makalah Asesmen Pembelajaran Matematika

“Pengembangan Alat Evaluasi”

Disusun oleh Kelompok 3 kelas A2 :

Fikram Muslim (1711040012)


Faradillah Ruldy (1711041004)
Pebriani Eka Nuraeni (1711042018)
Rezki Auliyah Ramadhani (1711042004)

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019-2020

\
KATA PENGANTAR
Teriring rasa syukur biqouli Alhamdulillah atas berkat rahmat, karunia, dan ridho Allah
SWT. Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan atas junjungan nabi kita nabi besar
Muhammad SAW sang revolusioner sejati pembawa pencerahan dari zaman kegelapan. Sang
edukator sejati, suri tauladan, dan pemimpin umat manusia.
Makalah Pengembangan Alat Evaluasi ini lahir atas kerjasama kelompok kami melalui
bahan referensi yang memadai dan forum diskusi kelompok sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Guna memenuhi tugas mata kuliah Asesmen
Pembelajaran Matematika
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, banyak kekurangan dan kesalahan baik
dalam pengambilan materi maupun dalan penulisan itu sendiri. Oleh karena itu penulis
membuka lebar kritik dan saran demi perbaikan yang berkelanjutan (continous improvement).
Akhir kata, terimakasih atas semua pihak yang telah memberikan kontribusi terahadap
makalah kami, baik bagi pembaca semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan dan
bagi penulis untuk berusaha memberikan yang terbaik. Semoga.

Makassar, 28 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................1
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................3
BAB I ......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................4
1. Latar Belakang ............................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah ...........................................................................................................................4
3. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II .....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN .....................................................................................................................................5
A. Pengertian serta Fungsi dan Tujuan pengembangan alat evaluasi..................................................5
1. Pengertian Tes ........................................................................................................................5
2. Pengertian Evaluasi ................................................................................................................5
3. Pengertian Alat Evaluasi ........................................................................................................5
4. Pengertian Pengembangan ......................................................................................................5
5. Fungsi dan Tujuan pengembangan alat evaluasi ....................................................................5
B. Alat-alat Evaluasi Hasil Belajar......................................................................................................6
1. Teknik Tes ..............................................................................................................................6
2. Teknik Nontes ........................................................................................................................7
C. Petunjuk Pengembangan Alat Evaluasi ..........................................................................................8
BAB III ..................................................................................................................................................25
PENUTUP .............................................................................................................................................25
1. Kesimpulan....................................................................................................................................25
2.Saran ...............................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Kalau kita perhatikan kenyataan dalam dunia pendidikan akan kita ketahui, bahwa
dalam setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama
suatu periode pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi: artinya pada waktu-waktu
tertentu selama suatu periode pendidikan tadi selalu mengadakan penelitian terhadap hasil
yang telah dicapai baik oleh pihak pendidik maupun oleh pihak terdidik hingga waktu
tertentu.

Seperti telah disebutkan diatas gejala macam ini terdapat dalam setiap pendidikan atau
bentuk pendidikan. Baik pendidikan itu terjadi dalam lingkungan rumah tangga, maupun
pendidikan itu terjadi dalam lingkungan sekolah ataupun lingkungan pendidikan yang lain,
selalu akan kita jumpai gejala ini ialah bahwa orang mengadakan penilaian terhadap hasil
usaha yang telah dilakukannya dalam jangka waktu tertentu.

Oleh karena itu kami mencoba menguraikan bagaimana pengembangan alat evaluasi
dalam pendidikan.

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tes, evaluasi dan alat evaluasi?
2. Apa fungsi dan tujuan pengembangan alat-alat evaluasi hasil belajar?
3. Bagaimana petunjuk pengembangan evaluasi serta bagaimana jenis-jenis tes sebagai
alat evaluasi?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pengembangan , tes, evaluasi dan alat evaluasi
pendidikan.
2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari pengembangan alat-alat evaluasi hasil
belajar.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengembangkan alat serta jenis-jenis alat evaluasi
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian serta Fungsi dan Tujuan pengembangan alat evaluasi

1. Pengertian Tes
Test berasal dari bahasa Perancis yaitu “testum” yang berarti piring untuk
menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Dalam
Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Tes yang berarti ujian atau percobaan. Kemudian
diadopsi dalam psikologi dan pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang
dikembangkan untuk dapat melihat dan mengukur dan menemukan peserta Tes yang
memenuhi kriteria tertentu.
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa test adalah cara yang dapat digunakan
atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat
berbetuk pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang dapat
melambangkan prestasi.

2. Pengertian Evaluasi
Evaluasi, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Evaluasi pendidikan dapat
diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan
oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) : Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

3. Pengertian Alat Evaluasi


Alat Evaluasi berarti keseluruhan alat yang dapat digunakan untuk melakukan
kegiatan evaluasi, dalam hal ini adalah berkaitan dengan pendidikan berupa tes dan non tes.
Jadi pengembangan alat evaluasi adalah bagaimana cara mengembangkan alat-alat evaluasi
untuk tujuan memajukan serta meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

4. Pengertian Pengembangan
Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikan dan latihan.
Pengembangan adalah suatu proses mendesain pembelajaran secara logis, dan sistematis
dalam rangka untuk menetapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam proses
kegiatan belajar dengan memperhatikan potensi dan kompetensi peserta didik (Abdul Majid,
2005)

5. Fungsi dan Tujuan pengembangan alat evaluasi


Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses memiliki beberapa fungsi pokok
sebagai berikut :
1) Mengukur kemajuan
2) Menunjang penyusunan rencana
3) Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali
4) Memperoleh informasi tentang hasil – hasil yang telah dicapai dalam rangka
pelaksanaan program pendidikan
5) Mengetahui relevansi antara program pendidikan yang telah dirumuskan dengan
tujuan yang hendak dicapai
Evaluasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan, akan membuka peluang bagi evaluator
untuk membuat perkiraan (estimasi), apakah tujuan yang telah dirumuskan akan dapat dicapai
pada waktu yang telah ditentukan ataukah tidak.

Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut :


1) Menghimpun bahan – bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai
taraf perkembangan / kemajuan peserta didik.
2) Mengetahui tingkat efektivitas metode pengajaran yang digunakan dalam proses
pembelajaran.
3) Merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
4) Mencari dan menemukan faktor – faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan
peserta didik.

Prinsip dan Prosedur Penilaian


Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya
merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan
prosedur penilaian sebagai berikut: (Drs. Ali Hamzah, 2014)
a. Dalam menilai hasil belajar, hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas
abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian.
b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajra-mengajar.
Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada tiap saat proses belajar-mengajar sehingga
pelaksanaannya berkesinambungan.
c. Agar diperoleh hasil belajar yang obyektif dalam pengertian menggambarkan prestasi
dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat
penilaian dan sifatnya komprehensif (mencakup berbagai ranah, sepesrti kognitif, afektif, dan
psikomotorik).
d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian
sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siapapun.

Ciri – ciri tes hasil belajar yang baik adalah sebagai berikut[4] :
a. Bersifat valid. Tes hasil belajar secara tepat dan benar dapat mengukur hasil belajar
yang telah dicapai oleh peserta didik.
b. Memiliki reliabilitas. Menunjukkan hasil yang sama dan stabil.
c. Bersifat obyektif. Materi tes bersumber dari materi yang telah diajarkan.
d. Bersifat praktis. Tes hasil belajar dapat dilaksanakan dengan mudah.

B. Alat-alat Evaluasi Hasil Belajar


Alat – alat yang digunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar mencakup teknik
tes dan teknis nontes.

1. Teknik Tes
Dalam evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara/prosedur dalam
rangka pengukuran dan penilaian yang berupa pemberian tugas sehingga dihasilkan nilai yang
menunjukkan prestasi siswa. Secara umum, fungsi tes adalah mengukur tingkat
perkembangan / kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik, dan mengukur keberhasilan
program pengajaran.
a. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan /
kemajuan peserta didik.
1) Tes seleksi. Dilaksanakan dalam rangka penerimaan siswa baru.
2) Tes awal (pre-test). Dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana materi / bahan
pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik.
3) Tes akhir (post-test). Dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua materi
pelajaran sudah dapat dikuasai oleh peserta didik.
4) Tes diagnostic. Dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang
dihadapi peserta didik.
5) Tes formatif (ulangan harian). Dilaksanakan pada setiap kali selesai satuan
pelajaran / subpokok bahasan.
6) Tes sumatif. Pada umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah
diberikan selama satu semester
b. Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap
1) Tes intelegensi (intellegency test). Dilaksanakan untuk menentukan tingkat
kecerdasan.
2) Tes kemampuan (aptitude test). Dilaksanakan untuk mengungkap kemampuan
dasar / bakat.
3) Tes sikap (attitude test). Dilaksanakan untuk mengungkap kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu respon / obyek tertentu .
4) Tes kepribadian (personality test). Dilaksanakan untuk menentukan ciri khas yang
bersifat lahiriah seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi, dll.
5) Tes hasil belajar / tes pencapaian (achievement test). Dilaksanakan untuk
menentukan tingkat prestasi belajar.
c. Penggolongan lain – lain
1) Tes individu
2) Tes kelompok
3) Tes tertulis
4) Tes lisan.

2. Teknik Nontes
Dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, malainkan dengan melakukan
pengamatan (observasi), wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan
memeriksa / meneliti dokumen (documentary analysis).
a. Pengamatan (Observation).
Observasi adalah cara menghimpun bahan – bahan keterangan/data yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis. Observasi dapat mengukur
hasil dan proses belajar, misalnya tingkah laku peserta didik.
b. Wawancara (Interview).
Evaluator melakukan wawancara dengan pihak – pihak yang terkait, misalnya
wawancara dengan peserta didik, orang tua / wali murid, dll.
c. Angket (Questionnaire).
Tujuan penggunaan angket / kuesioner dalam proses pembelajaran adalah untuk
memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam
menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
d. Pemeriksaan dokumen (Documentary analysis).
Memuat informasi mengenai riwayat hidup peserta didik dan orang tua peserta didik.
C. Petunjuk Pengembangan Alat Evaluasi
1. Beberapa factor yang harus di perhatikan dalam mengembangkan tes alat evaluasi:

a. Menentukan tujuan penilaian


Tujuan penilaian ini harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak
awal, karena menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup materi, jenis/model, dan
karakter alat penilaian. Dalam penilaian hasil belajar, ada emapat kemungkinan tujuan
penelitian, yaitu untuk memperbaiki kinerja tau proses pembelajaran (formatif), untuk
menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar
peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peseta
didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).

b. Mengindentifikasi hasil belajar


Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten
apabila dia memiliki pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai untuk melakukan sesuatu
setelah mengikuti proses pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, semua jenis
kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan oleh tim pengembang kurikulum, seperti
standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator. Guru tinggal
mengidentifikasi kompetensi mana yang akan dinilai.

c. Menyusun Kisi-kisi
Menyusun kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul representatif dan
relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika
materi penilaian tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan
berakibat hasil penilaian itu kurang baik. Begitu juga jika materi penilaian terlalu banyak
dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah
materi penilaian relevan dengan materi pelajaran atau apakah penilaian terlalu banyak atau
kurang, guru harus menyusun kisi-kisi. Penulisan kisi-kisI soal adalah kerangka dasar yang
dipergunakan untuk penyusunan soal dalam evaluasi proses pendidikan dan pembelajaran.
Dengan kisi-kisi soal ini, maka seorang guru dengan mudah dapat menyusun soal-soal
evaluasi. Kisi-kisi soal inilah yang memberikan batasan guru dalam menyusun soal evaluasi.
(Ratumanan, 2003)
Dengan kisi-kisi penulisan soal maka tidak akan terjadi penyimpangan tujuan dan sasaran
dari penulisan soal untuk evaluasi penulisan soal. Guru hanya mengikuti arah dan isi yang
diharapkan dalam kisi-kisi penulisan soal yang dimaksudkan. Dalam penulisan kisi-kisi soal,
guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Nama sekolah
Nama sekolah ini menunjukkan tempat penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
yang akan dievaluasi proses pembelajarannya. Ini merupakan identitas sekolah.
2. Satuan pendidikan
Satuan pendidikan menunjukkan tingkatan pendidikan yang menyelenggarakan proses
pendidikan dan akan dievaluasi. Satuan pendidikan ini misalnya SD, SMP,
SMA/SMK.
3. Mata Pelajaran
Mata pelajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah mata pelajaran yang akan
dibuatkan kisi-kisi soal dan dievaluasi hasil belajar anak-anak. Misalnya Matematika.
4. Kelas/semester
Kelas/semester menunjukkan tingkatan yang akan dievaluasi, dengan menyantumkan
kelas atau semsester ini, maka kita semakin tahu batasan materi yang akan kita jadikan
soal evaluasi proses.
5. Kurikulum acuan
Seperti yang kita ketahui model kurikulum di negeri ini selalu berganti, akhirnya ada
tumpah tindih antara kurikulum yang digunakan dan kurikulum baru. Untuk hal
tersebut maka kita informasikan kurikulum yang digunakan dalam penyusunan kisi-
kisi penulisan soal. Misalnya Kurikulum 2013.
6. Alokasi waktu
Alokasi waktu ini ditulis sebagai penyediaan waktu untuk penyelesaian soal. Dengan
alokasi ini, maka kita dapa memperkirakan kesulitan soal. Dan jumlah soal yang harus
dibuat guru agar anak-anak tidak kehabisan waktu saat mengerjakan soal.
7. Jumlah soal
Jumlah soal menunjukkan berapa banyak soal yang harus dibuat dan dikerjakan anak-
anak sesuai dengan jatah alokasi waktu yang sudah dikerjakan untuk ujian
bersangkutan. Dalam hal ini guru sudah memperkirakan penggunaan waktu untk
masing-masing soal.
8. Penulis/guru mata pelajaran
Ini menunjukkan identias guru mata pelajaran atau penulis kisi-kisi soal. Hal ini sangat
penting untuk mengetahui tingkat kelayakan seseorang dalam penulisan kisi-kisi dan
soalnya.
9. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti menunjukan kondisi standar yang akan dicapai oleh peserta didik
setelah mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan standar kompetensi ini
maka guru dan anak didik dapat mempersiapakan segala yang harus dilakukan.
10. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar menunjukkan hal yang seharusnya dimiliki oleh anak didik setelah
mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam penulisan kisi-kisi soal aspek
ini kita munculkan untuk mengevaluasi tingkat pencapaiannya.
11. Materi pelajaran
Ini menunjukkan semua materi yang diberkan untuk proses pendidikan dan
pembelajaran. Dalam penulisan kisi-kisi soal, aspek ini merupakan batasan isi dari
materi pelajaran yang kita jadikan soal.
12. Indikator soal
Indikator soal menunjukan perkiraan kondisi yang diambil dalam soal ujian. Indikasi
yang bagaimana dari materi pelajaran yang diterapkan disekolah.
13. Bentuk soal
Bentuk soal yang dimaksudkan adalah subjektif tes atau objektif tes. Untuk
memudahkan kita dalam menyusun soal, maka kita harus menentukan bentuk tes dalam
setiap materi pelajaran yang kita ujikan dalam proses evaluasi.
14. Nomor soal
Nomor soal menunjukkan urutan soal untuk materi atau soal yang guru buat. Dalam hal ini,
setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar, penulisan nomor soal dikisi-kisi penulisan
soal tidak selalu berurutan. guru dapat menulis secara acak. Misalnya, Kompetensi Inti A dan
kompetensi Dasar A1 dapat saja diletakkan pada nomor 3 dan seterusnya sehingga tidak
selalu standar kompetensi pertama dan kompetensir dasar pertama harus diurutkan di nomor
satu.
d. Mengembangkan draf instrumen
Mengembangkan draf instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam
prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun nontes,
dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penilaian sosial adalah penjabaran
indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-
kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik
bentuk pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas
tes secara keseluruhan. Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika
perlu didiskusikan kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi,
ahli kurikulum, dan ahli evaluasi.

e. Uji coba dan analisis soal


Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu di uji cobakan terlebih dahulu
dilapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki,
bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya.
Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapa kali uji coba dan revisi, yang
didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang diginakan.

f. Revisi dan merakit soal (instrument baru)


Setelah soal diuji coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat
kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki
dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal
(stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau
disisihkan. Berdaarkan hasil revisi soal ini, barulah dilakukan perkaitan soal menjadi suatu
instrumen yang terpadu. Untuk itu, semua hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes,
seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal,penataan soal, dan sebagainya haruslah
diperhatikan.

g. Acuan Penilaian
1. Penilaian acuan norma (PAN)
Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan
pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain
yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang
menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku
pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-
kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama
dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas
kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat
membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru
melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes
yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan
variannya . (Silverius, 1991)
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :

1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik
terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif
digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam
komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya,
selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu
tersebut.
3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan
penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk
kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan
tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa
sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan
kelompok.

2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan
pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa
dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan
instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan
patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-
item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional .
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya.
Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat
dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat
dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan
test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan
termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan.
PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang
terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak
dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar
tuntas (mastery learning).
3. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan
(PAP)
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa persamaan
sebagai berikut:

1. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik
sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan
intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
2. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi
siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-
sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan
dasar penulisan instrument.
4. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes
penampilan atau keterampilan.
6. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:

1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan
sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur
perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap
perilaku.
2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat
pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan
tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat
kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit.
Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku
yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan
digunakan terutama untuk penguasaan.

h. Skala Penilaian

a) Skala Bebas Skala bebas adalah skala yang tidak tetap. Dalam hal ini angka tertinggi dan
skala yang digunakan tidak selalu sama. Hal itu ditentukan dari banyak dan bentuk soal yang
diberikan guru kepada siswa.

b) Skala 1-10 Skala ini pada umumnya banyak digunakan oleh guru dalam penulisan rapor.
Dalam skala ini guru sangat jarang memberikan angka pecahan seperti 5,5 yang pada
akhirnya angka tersebut akan dibulatkan menjadi angka 6.

c) Skala 1-100 Penilaian menggunakan skala 1-100 merupakan penilaian yang dinilai lebih
halus karena terdapat 100 bilangan bulat didalamnya. (Arikunto, 2012)

d) Skala Huruf Selain menggunakan angka, pemberian nilai pada umumnya dapat dilakukan
dengan huruf A, B, C, D, E. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka
adalah bahwa dengan angka dapat ditafsikan sebagai nilai perbandingan. Menggunakan nilai
dengan skala angka sendiri merupakan simbol yang menunjukkan urutan tingkatan.
Penggunaan huruf dalam penilaian dirasa lebih tepat karena tidak ditafsirkan sebagai arti
perbandingan. Huruf tidak menunjukkan kuantitas, tetapi merupakan suatu simbol dari
kualitas nilai yang diberikan. Ada suatu cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari
huruf, yaitu dengan mentransfer nilai huruf tersebut menjadi nilai angka dahulu. Yang sering
digunakan, suatu nilai itu mewakili satu rentangan nilai angka.
Berikut contoh nilai angka dan huruf dalam buku petunjuk kegiatan akademik IKIP
Yogyakarta. Contoh :
Angka 100 Angka 10 IKIP Huruf Keterangan

88 – 10 8,0 - 10,0 8,1 – 10 A Baik sekali


66 – 79 6,6 - 7,9 6,6 - 8,0 B Baik
56 – 65 5,6 - 6,5 5,6 - 6,5 C Cukup
40 – 55 4,0 - 5,5 4,1 - 5,5 D Kurang
30 – 39 3,0 - 3,9 0 - 4,0 E Gagal

j. Teknik Penskoran
1. Penskoran Tes Bentuk Pilihan
Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu tanpa koreksi terhadap jawaban
tebakan dan dengan koreksi terhadap jawaban tebakan (Djemari Mardapi. 2008).

1) Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan

Untuk memperoleh skor dengan teknik penskoran ini digunakan rumus sebagai berikut:
Skor = B/N x 100
Keterangan:
B : banyaknya butir yang dijawab benar
N : banyaknya butir soal
Penskoran tanpa koreksi saat ini banyak digunakan dalam penilaian
pembelajaran. Namun teknik penskoran ini sesungguhnya mengandung
kelemahan karena kurang mampu mencegah peserta tes berspekulasi dalam
menjawab tes. Hal ini disebabkan tidak adanya resiko bagi siswa ketika
memberikan tebakan apapun dalam memilih jawaban sehingga jika mereka tidak
mengetahui jawaban mana yang paling tepat maka mereka leluasa memilih salah
satu pilihan secara sembarang. Benar atau salahnya jawaban sembarang tidak
menunjukkan kemampuan siswa. Semakin banyak jawaban tebakan semakin
besar penyimpangan skor dengan penguasaan kompetensi siswa yang
sesungguhnya.

2) Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan


Untuk memperoleh skor siswa dengan teknik penskoran ini digunakan rumus sebagai
berikut:

Skor =
Keterangan
B :banyaknya butir soal yang dijawab benar
S :banyaknya butir yang dijawab salah
P :banyaknya pilihan jawaban tiap butir.
N : banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.
Keunggulan teknik penskoran ini dibanding penskoran tanpa koreksi adalah teknik ini lebih
mampu meminimalisir spekulasi jawaban siswa. Jika siswa mengetahui jawaban salah akan
berdampak berkurangnya skor yang akan mereka dapatkan maka siswa akan lebih hati-hati
memilih jawaban. Jika siswa tidak memiliki keyakinan yang cukup tentang kebenaran
jawabannya, maka siswa akan memilih mengosongkan jawaban untuk menghindari
pengurangan.

Contoh 1.
Andaikan Rizki mengerjakan soal pilihan ganda sebanyak 30 butir dengan 4 alternatif
jawaban. Pekerjaan yang benar sebanyak 16 butir. Skor yang diperoleh Rizki dihitung sebagai
berikut

Skor =

= 37,77777
38

2. Penskoran bentuk uraian


Pedoman penskoran tes bentuk urian ada dua macam, yaitu pedoman penskoran analitik dan
penskoran holistic (Djemari Mardapi. 2008).

a. Menggunakan penskoran analitik


Penskoran analitik digunakan untuk permasalahan yang batas jawabannya sudah
jelas dan terbatas. Biasanya teknik penskoran ini digunakan pada tes uraian
objektif yang mana jawaban siswa diuraikan dengan urutan tertentu. Jika siswa
telah menulis rumus yang benar diberi skor, memasukkan angka ke dalam formula
dengan benar diberi skor, menghasilkan perhitungan yang benar diberi skor, dan
kesimpulan yang benar juga diberi skor. Jadi, skor suatu butir merupakan
penjumlahan dari sejumlah skor dari setiap respon pada soal tersebut.

b. Menggunakan penskoran dengan skala global (holistik)


Teknik ini cocok untuk penilaian tes uraian non objektif. Caranya adalah dengan
membaca jawaban secara keseluruhan tiap butir kemudian meletakkan dalam
kategori-kategori mulai dari yang baik sampai kurang baik, bisa tiga sampai lima.
Jadi tiap jawaban siswa dimasukkan dalam salah satu kategori, dan selanjutnya
tiap jawaban tiap kategori diberi skor sesuai dengan kualitas jawabannya. Kualitas
jawaban ditentukan oleh penilai secara terbuka, misalnya harus ada data atau
fakta, ada unsur analisis, dan ada kesimpulan.
Penskoran soal uraian kadang menggunakan pembobotan. Pembobotan soal adalah
pemberian bobot pada suatu soal dengan membandingkan terhadap soal lain dalam
suatu perangkat tes yang sama. Pembobotan soal uraian hanya dilakukan dalam
penyusunan perangkat tes. Apabila soal uraian berdiri sendiri tidak dapat ditetapkan
bobotnya. Bobot setiap soal mempertimbangkan faktor yang berkaitan materi dan
karakteristik soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak dibuatkan
soalnya, esensialitas dan tingkat kedalaman materi yang ditanyakan serta tingkat
kesukaran soal. Hal yang juga perlu dipertimbangkan adalah skala penskoran yang
hendak digunakan, misalnya skala 10 atau skala 100. Apabila digunakan skala 100,
maka semua butir soal dijawab benar, skornya 100; demikian pula bila skala yang
digunakan 10. Hal ini untuk memudahkan perhitungan skor. Skor akhir siswa
ditetapkan dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah
maksimumnya kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai
untuk penghitungan skor butir soal (SBS) adalah :

SBS = xc

Keterangan SBS : skor butir soal


a : skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal
b : skor mentah maksimum soal
c : bobot soal
Setelah diperoleh SBS, maka dapat dihitung total skor butir soal berbagai skor total
siswa (STP) untuk serangkaian soal dalam tes yang bersangkutan, dengan
menggunakan rumus :

Keterangan STP : skor total peserta


SBS : skor butir soal
Contoh 2. Bobot soal sama, dengan skala 0 sampai dengan 100

Skor Mentah Skor Mentah Bobot Skor Bobot


No. Soal Perolehan Maksimum Soal Soal

(a) (b) (c) (SBS)

1 30 60 20 10,00

2 20 40 30 15,00

3 10 20 30 15,00

4 20 20 20 20,00

Jumlah 80 140 100 60,00 (STP)

Contoh 3. Bila STP tidak sama dengan Total Bobot Soal dan Skala 100
Skor Mentah Skor Mentah Bobot Skor Bobot
No. Soal Perolehan Maksimum Soal Soal

(a) (b) (c) (SBS)

01 30 60 20 10.00

02 40 40 30 30.00

03 20 20 30 30.00

04 10 20 20 10.00

Jumlah 100 140 100 10.00 (STP)

Pada dasarnya STP merupakan penjumlahan SBS, bobot tiap soal sama semuanya.
Contoh ini berlaku untuk soal uraian objektif dan uraian non-objektif, asalkan
bobot semua butir soal sama.

Pembobotan juga digunakan dalam soal bentuk campuran, yaitu pilihan dan uraian.
Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan
oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berpikir yang terlibat
dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda
lebih banyak, sedang tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk
uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.

Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal uraian. Bobot untuk
soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seorang
siswa menjawab benar n1 pilihan ganda dan n2 soal uraian, maka siswa itu
mendapat skor:

Misalkan, suatu ulangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan dan
4 buah soal bentuk uraian. Soal pilihan ganda dijawab benar 16 dan dijawab salah
4, sedang bentuk uraian dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot
pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60, skor dapat dihitung:

a) Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: × 100 =80


b) Skor bentuk uraian adalah: ×100 = 50.
c) Skor akhir adalah: 0,4 × (80) + 0,6 × (50) = 62
i. Rubrik
Dalam bidang penilaian, tujuan utama dari rubrik adalah untuk menilai kinerja.
Penilaian kinerja membutuhkan rubrik karena dua alasan berikut. Pertama, penilaian kinerja
dari peserta didik harus dinilai secara langsung dalam dalam bentuk pengamatan proses unjuk
kerja dan atau pengamatan suatu produk atau karya yang dihasilkan oleh peserta didik
(Ratumanan, 2003). Berikut ini disajikan tipe kinerja.

Tipe Kinerja (performance) Contoh


Proses
(1) keterampilan fisik  memainkan suatu alat music
(2) mendemontrasikan  melakukan senam ritmik
(3) memerankan  percobaan di laboratorium
(4) menggunakan alat  menyiapkan slide untuk microscope
(5) komunikasi lisan  memberikan pidato, sambutan,
(6) kebiasaan kerja pengumuman di kelas
 bermain peran
 membaca indah
 bekerja secara mandiri
Produk
(1) objek (benda) yang dibuat,  rak buku dari kayu
dibangun, disusun,  lukisan cat air
dirangkai, dsb  laporan praktik di laboratorium
(2) tulisan esai, laporan,  makalah hasil studi pustaka
makalah  peta konsep
(3) produk akademis lainnya  diagram batang, diagram garis
yang menunjukkan  tabel rangkuman data
pengertian konsep

Kedua, pengamatan proses kinerja atau produk hasil karya peserta didik rentan dengan
subjektivitas penilai. Ada banyak faktor yang menyebabkannya, seperti (1) kedekatan
hubungan antara penilai dan peserta didik yang dinilai, (2) suasana hati penilai yang mudah
berubah, dan (3) menghindari penilaian yang berdasarkan kesan umum atau common sense
dan menghindari fakta.

a. Komponen dan Format Rubrik


Sebagai suatu panduan pengamatan1 dalam menilai kinerja dan produk2, rubrik dibuat
dengan mengacu pada tes kinerja yang berisi deskripsi tugas. Deskripsi tugas tersebut
memuat proses kerja atau spesifikasi produk hasil kerja, yang harus diperlihatkan oleh peserta
didik, baik dalam melakukan, membuat, mendemonstrasikan, memperagakan, atau
menggunakan sesuatu. Deskripsi tugas dapat berupa salah satu dari proses kerja atau produk
hasil kerja atau bahkan keduanya. Dalam deskripsi tugas dapat pula diuraikan bahan, alat,
langkah-langkah, dan waktu pelaksanaannya.
Suatu rubrik paling tidak memiliki kelengkapan komponen berikut: (1) aspek yang
diamati untuk dinilai, (2) skala atau kategori penilaian untuk menandai tingkatan kualitas
pelaksanaan kinerja atau produk, (3) deskripsi dari setiap aspek dalam setiap tingkat skala
atau kategori penilaian, dan (4) penghitungan nilai akhir.

Skala penilaian
Komponen dan Format Rubrik

Aspek/Dimensi Skala
1 2 3 4
Aspek 1
Aspek 2
Aspek 3
Aspek 4
Aspek ke-N

Aspek penilaian Deskripsi setiap aspek dalam setiap


level atau tingkat skala

Aspek (dimensi) adalah bagian-bagian esensial dari proses kinerja dan atau produk yang
menjadi objek amatan. Oleh karena itu, di dalam suatu rubrik, bagian-bagian esensial tersebut
dapat terdiri atas beberapa aspek. Jumlah aspek amatan bergantung dari kompleksitas kinerja
yang dilakukan dan atau produk yang dihasilkan. Berdasarkan pengalaman, jumlah aspek
esensial yang ideal antara 3 sampai dengan 5 aspek. Apabila kurang dari 3 dikawatirkan
kurang dapat mewakili penilaian secara keseluruhan dan apabila lebih dari 5 dikawatirkan
justru membebani penilai.
Skala atau kategori adalah rentang capaian penilaian yang memperlihatkan gradasi
kualitas kinerja atau produk yang dihasilkan peserta didik. Skala dapat berupa angka 1, 2, 3,
dan 4 sedangkan kategori dapat berupa sebutan baik, cukup, kurang atau selalu, sering,
kadang-kadang, jarang. Dapat pula berupa daftar cek list dengan sebutan ya atau tidak, yang
apabila diwujudkan dalam bentuk skor setara dengan 1 atau 0.
Deskripsi dari setiap skala atau kategori adalah uraian kemampuan atau karakteristik yang
diperlihatkan oleh peserta didik pada tingkatan tersebut. Desripsi ini menjadi dasar penetapan
skor capaian. Deskripsi tersebut harus jelas dan berbeda pada setiap aspek dan tingkatan
skala. Deskripsi kinerja dapat berupa tingkat gradasi kualitas kinerja dari tinggi ke rendah,
seperti seluruh langkah dilakukan, sebagian besar langkah dilakukan, hanya sebagian kecil
langkah yang dilakukan, tidak melakukan apa-apa. Deskripsi dapat pula berwujud
kelengkapan aspek yang diperlihatkan, seperti memakai seluruh perlengkapan: jas lab,
masker, kaca mata, dan sarung tangan; hanya memakai 3 perlengkapan; hanya memakai 2
perlengkapan; hanya memakai 1 perlengkapan.
b.Tipe-tipe Rubrik

Menurut Brookhart (2013: 6), rubrik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar
berdasarkan aspek penyusunannya. Pertama, berdasarkan perlakuan terhadap aspek atau
dimensi dari kinerja atau produk yang diamati, terdapat rubrik analitik dan rubrik holistik.
Kedua, berdasarkan sasaran penilaiannya, terdapat rubrik umum dan rubrik tugas spesifik.
Pada klasifikasi pertama, rubrik analitik mendeskripsikan suatu kinerja secara rinci
pada masing-masing aspek atau dimensi secara terpisah. Selanjutnya, rubrik holistik
mendeskripsikan suatu kinerja secara global pada semua aspek atau dimensi pada saat yang
sama. Penilaian dengan rubrik analitik lebih baik digunakan untuk penilaian formatif karena
peserta didik dapat melihat aspek-aspek apa dari kinerjanya yang membutuhkan perhatian.
Sementara itu, rubrik holistik lebih baik digunakan untuk menilai kualitas kinerja peserta
didik secara lebih cepat. Berikut ini diberikan kelebihan dan kekurangan dari rubrik analitik
dan rubrik holistik, seperti yang diuraikan oleh Brookhart (2013: 7).

Rubrik Analitik vs Rubrik Holistik

Tipe Pengertian Kekuatan Kekurangan


Rubrik
Analitik Masing-masing  Memberikan informasi  Membutuhkan
dimensi atau aspek diagnostik kepada pengajar. waktu lebih
dievaluasi secara  Memberikan umpan balik lama untuk
terpisah. formatif kepada peserta memberikan
didik. skor.
 Lebih mudah mengaitkan
dengan pembelajaran dari
pada rubrik holistik.
 Baik untuk penilaian
formatif; dapat disesuaikan
untuk penilaian sumatif.
Holistik Semua dimensi  Pemberian skor lebih cepat  Satu skor
atau aspek daripada rubrik analitik tunggal yang
dievaluasi secara  Baik untuk penilaian menyeluruh
serentak atau sumatif. kurang dapat
bersamaan. mengkomunikas
ikan tentang
kemajuan
peserta didik.
 Kurang sesuai
untuk tes
formatif.
Pada klasifikasi kedua, rubrik umum menggunakan aspek dan deskripsi-deskripsi
kinerja yang bersifat menggeneralisasi dan bisa juga digunakan untuk tugas-tugas yang
berbeda. Namun demikian, tugas-tugas yang berbeda itu memiliki capaian pembelajaran yang
sama atau mirip. Selanjutnya, rubrik tugas spesifik menggunakan aspek dan deskripsi-
deskripsi kinerja yang bersifat spesifik dan khusus. Rubrik ini hanya berlaku untuk satu
penilaian tugas tertentu dan tidak dapat digunakan untuk menilai tugas yang memiliki capaian
pembelajaran yang berbeda. Dengan demikian, setiap kali menilai suatu kinerja, pengajar
harus membuat rubrik untuk penilaian. Berikut ini diberikan kelebihan dan kekurangan dari
rubrik umum dan rubrik tugas spesifik, yang diadopsi dari Brookhart (2013: 8).

Rubrik Umum vs Rubrik Tugas Spesifik

Tipe Pengertian Kekuatan Kekurangan


Rubrik
Umum Aspek atau dimensi  Dapat berbagi dengan  Membutuhkan
yang diamati lebih peserta didik, secara eksplisit latihan yang
umum sehingga menghubungkan penilaian lebih karena
bisa untuk dan pembelajaran kriteria kurang
beberapa tugas  Rubrik dapat digunakan rigit.
kinerja sejenis kembali untuk tugas kinerja
yang sejenis.
 Membantu peserta didik
untuk evaluasi diri.
Khusus Aspek atau dimensi  Penentuan skor menjadi  Rubrik tidak
yang diamati lebih lebih mudah karena kriteria bisa digunakan
spesifik hanya per aspeknya rigit untuk tugas
untuk tugas kinerja kinerja yang
tertentu. sejenis
Berikut ini diberikan beberapa contoh rubrik untuk memperjelas perbedaan tipe-tipe di
atas.

Rubrik di atas adalah rubrik tipe umum. Aspek dan deskripsi untuk masing-masing
skala pencapaian peserta didik bersifat umum. Pada rubrik tersebut presentasi yang
dilakukan peserta didik dinilai berdasarkan aspek substansi atau isi, suara, dan penggunaan
media. Bandingkan dengan rubrik berikut ini yang lebih spesifk. Aspek ke-1, substansi atau
isi presentasi, pada rubrik pertama dikembangkan menjadi tiga aspek pada rubrik kedua. Hal
ini menjadikan rubrik ke dua bersifat khusus dan analitik.
Berikut ini diberikan contoh rubrik untuk menilai tugas pemecahan masalah dalam
Matematika. Rubrik ini diadopsi dari Parker, R dan M.L. Breyfogle (2011). Rubrik ini
bersifat holistik dan umum. Artinya, dengan variasi soal pemecahan masalah dalam
Metematika, rubrik ini tetap dapat digunakan.
c.Langkah Penyusunan Rubrik
Semua bermula dari kompetensi dasar yang akan dicapai. Kompetensi yang berupa
keterampilan kinerja menuntut strategi penilaian dengan instrument tes kinerja. Kinerja
peserta didik tersebut sengaja dirancang pengajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas, di
laboratorium, di bengkel, atau di luar kelas. Pengajar kemudian membuat deskripsi tugas
yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Data untuk tes kinerja diperoleh dengan pengamatan. Pengamatan, dalam hal ini,
merupakan cara untuk mendapatkan data secara langsung (live) ketika peserta didik
melakukan unjuk kerja (on the spot) melalui penggunaan pancaindera penglihatan dan
pendengaran. Pengajar yang akan melakukan pengamatan atas kinerja peserta didik harus
merancang rubrik penilaian.
Berikut ini dideskripsikan langkah-langkah penyusunan rubrik secara deduktif.
Pertama, mengidentifikasi kompetensi dasar untuk menentukan pencapaian kinerja peserta
didik. Kedua, mendeskripsikan kualitas kinerja yang diharapkan dan ditugaskan kepada
peserta didik untuk ditunjukkan, ditampilkan atau didemonstrasikandi kelas. Ketiga,
menentukan aspek atau dimensi yang harus dinilai dari kinerja peserta didik. Termasuk di
dalam langkah ketiga ini adalah pemberian bobot untuk masing-masing aspk atau dimensi.
Keempat, menentukan skala atau kategori yang mencerminkan kontinum pencapaian kinerja,
seperti skala 1-4 atau kategori mampu, cukup mampu, atau tidak mampu dan sebagainya.
Kelima, membuat deskripsi kemampuan untuk setiap aspek atau dimensi dalam setiap skala
atau kategori. Keenam, menuliskan langkah 3 hingga 5 dalam format rubrik yang ditetapkan.
Ketujuh, menetapkan sistem penghitungan nilai capaian peserta didik dalam kinerjanya
melaksanakan tugas tersebut.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai pengembangan alat evaluasi diatas kita dapat menarik
kesimpulan bahwa pengembangan alat evaluasi sangat dibutuhkan dalam pendidikan guna
mengetahui kemajuan peserta didik dan untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode
pendidikan yang digunakan oleh pendidik. Karena tanpa adanya pengembangan maka alat
evaluasi dikhawatirkan tidak sesuai lagi dengan kemajuan di bidang pendidikan sekarang ini.

2.Saran
Adapun dalam pengembangannya lebih ditekankan dalam penggunaan alat-alat evaluasi hasil
belajar seperti tehnik tes dan non tes dengan tetap memerhatikan petunjuk-petunjuk atau
kriteria yang baik dalam pengembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Offset

Abdul Majid. (2005). Perencenaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, P. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Drs. Ali Hamzah, M. (2014). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ratumanan, D. G. (2003). Evaluasi Hasil Belajar. Surabay: Unesa University Press.

Silverius, D. S. (1991). Evaluasi Hasil Belajar Dan Umpan Balik. Jakarta: PT Grasindo.

Sudajana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.

Anda mungkin juga menyukai