Anda di halaman 1dari 17

PEMANFAATAN Sabadilla SEBAGAI PESTISIDA

ALAMI
PEMANFAATAN Sabadilla SEBAGAI PESTISIDA ALAMI

TUGAS

OLEH :
GOODMAN TAMPUBOLON/ 140301141
TAMBUN SIHOTANG /140301149

MATA KULIAH PERTANIANORGANIK


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugasini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari tugas ini adalah “pemanfaatan sabadilla sebagai pestisida alami”merupakan
tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar mata kuliah Penyuluhan Pertanian untuk dapat
memenuhi komponen penilaian mata kuliah Pertanian Organik, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
Sebagai wujud rasa syukur dan cerminan seorang anak sekaligus mahasiswa yang
berbakti, penulis ingin mencucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang tanpa
lelah terus berusaha menguliahkan penulis agar menjadi seorang yang berguna kelak, juga
kepada dosen pengajar mata kuliah Pertanian Organik, serta seluruh pihak yang membantu
pernulis menyelesaikan tugas ini
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan saran dari pembaca yang bersifat membangun agar penulis dapat lebih baik lagi
kedepannya ini dan semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Medan, April 2016

Penulis

PENDAHULUAN
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia,
mendorong dibuat kesepakatan internasional untuk memberlakukan pembatasan penggunaan
bahan-bahan kimia pada proses produksi terutama pestisida kimia sintetik dalam pengendalian
hama dan penyakit di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan dan mulai mengalihkan
kepada pemanfaatan jenis-jenis pestisida yang aman bagi lingkungan. Kebijakan ini juga sebagai
konsekuensi implementasi dari konferensi Rio de Jainero tentang pembangunan yang
berkelanjutan.
Kebijakan ditingkat internasional telah mendorong pemerintah Indonesia mengeluarkan
kebijakan nasional dalam perlindungan tanaman, untuk menggalakkan program Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan agens pengendalian hayati atau
biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT yang
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995. Karena pemanfaatan agens
pengendalian hayati atau biopestisida dalam pengelolaan hama dan penyakit dapat memberikan
hasil yang optimal dan relatif aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Dalam
perkembangannya, kemudian dilakukan pengurangan peredaran beberapa jenis pestisida dengan
bahan aktif yang dianggap persisten, yang antara lain dituangkan melalui Keputusan Menteri
Pertanian No. 473/Kpts/Tp.270/6/1996.
Dalam era globalisasi, kebijakan ini juga sebagai salah satu syarat untuk kualitas produk
ekspor, sehingga meningkatkan daya saing produk kita, baik di pasar lokal, regional maupun di
pasar internasional. Terkait dengan hal tersebut, kemudian para peneliti di bidang kehutanan
khususnya peneliti perlindungan hutan mulai tertarik untuk melakukan penelitian dan
pemanfaatan biopestisida dan pestisida nabati dalam kegiatan perlindungan hutan. Walaupun
sampai saat ini penelitian dan pemanfaatan biopestisida, khususnya pestisida nabati masih
terbatas pada skala laboratorium dan persemaian, namun peluang dan prospek pemanfaatan
biopestisida dalam pengendalian hama dan penyakit cukup menjanjikan karena beberapa
keunggulan yang dimilikinya.
Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tumbuhan. Menurut FAO (1988) dan US EPA (2002), pestisida nabati dimasukkan
ke dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah
bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik.
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan
alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan
metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan
organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif, walaupun hanya
sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya
jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. Grainge et al.,
1984dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang mengandung
pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama. Di Indonesia, sebenarnya
sangat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan ada sekitar 2400 jenis
tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili (Kardinan, 1999). Menurut Morallo-Rijesus
(1986) dalam astrosiswojo (2002), jenis tanaman dari famili Asteraceae, Fabaceae dan
Euphorbiaceae, dilaporkan paling banyak mengandung bahan insektisida nabati.

Sabadilla cevadilla
Sabadilla. Cevadilla.-Benih masak kering Schoenocaulon officinale (Schlecht.) A. Gray
[Sagrada officinalis (Rantai. Dan Schlecht.) Lindl.], Yang diakui oleh Br. Pharm. dari tahun
1885. Pada suatu waktu cevadilla umumnya diyakini berasal dari Veratrum Sabadilla Schiede.
tanaman tumbuh di Andes Meksiko dan di pegunungan Guatemala dan Venezuela. Hal ini juga
dibudidayakan. Buah adalah kapsul memiliki tiga locules di masing-masing ada 3-4 biji. Sebuah
kemiripan, ada atau seharusnya, antara buah ini dan bahwa jelai dikatakan telah memunculkan
nama cevadilla Spanyol, yang merupakan kecil jelai. Benih-benih tersebut memanjang,
menunjuk pada setiap akhir, datar di satu sisi dan cembung di sisi lain, agak melengkung, 5
sampai 8 mm. panjang, keriput, sedikit bersayap, hitam atau coklat tua di luar, keputihan dalam,
keras, yg tdk berbau, dan rasa sangat tajam, membakar, dan tahan lama.
Sabadilla (Schoenocaulon officinale) Ini adalah tanaman bersifat insektisidal yang
terutama terkenal di Venesuela, Kolombia dan Meksiko. Di Peru tanaman ini konon
diintroduksikan sebelum tahun 50-an agar dapat mengendalikan infeksi kulit karena Sabadilla
membunuh kutu dan tungau. Setelah introduksi DDT di negara ini, penggunaan tanaman ini
menurun terus, sampai pada hari ini sifat insektidalnya nyaris diketahui oleh petani dan
karyawan muda di bidang pertanian. Petani menyatakan bahwa tanaman ini sedang hilang oleh
karena kebakaran dan hanya masih dapat ditemukan di daerah yang berbukit dan bermutu
rendah. Sabadilla adalah tanaman tetap hijau yang termasuk keluarga bunga iris. Yang
mempunyai sifat insektisidal adalah biji yang matang. Hama yang utama dikendalikannya adalah
kutu, fall army worm (semacam ulat) corn borers (semacam penerowong jagung), tungau, trip,
kutu daun dan kacoa (Gaby Stoll. 2000)
Campuran minyak mentah alkaloid dari biji Sabadilla, Schoenocaulon officinale Abu-
abu (Liliaceae),telah digunakan sebagai insektisida sejak prasejarah kali dan secara luas
digunakan sebagai komersialinsektisida sampai mereka digantikan oleh insektisida sintetis
setelah Perang Dunia II (untuk tinjauan lihat Crosby 1971). Komponen utama dari fraksi
insektisida Sabadilla yang cevadine dan veratridine, yang masing-masing merupakan ester
daristeroid alkanolamina, veracevine. Sejumlah alkaloid terkait terjadi pada Sabadilla, tetapi
pada jauh lebih rendah konsentrasi (Holan et al. 1984). evaluasi sebelumnya dari toksisitas
cevadine dan veratridine untuk serangga menunjukkan bahwa meskipun keduanya lebih beracun
dari veracevine, toksisitas relatif mereka spesies-spesifik. Veratridine lebih beracun dari
cevadine untuk lalat rumah, Musca domestica L. (Ikawa et al. 1945, Bergmann et al. 1958), tapi
cevadine lebih beracun daripada veratridine baik dengan besar milkweed bug, Oncopeltus
fasciatus (Dallas), danbelalang redlegged, Melanoplus femurrubrum(De Geer) (Allen et al.
1945).
Sabadilla adalah tanaman beracun yang ditemukan tumbuh secara alami di Amerika
Tengah dan Meksiko. Seorang anggota keluarga lily, Sabadilla juga dapat dibudidayakan di
berbagai belahan Amerika Utara dan Selatan. Tanaman ini tidak hanya insektisida populer, tetapi
juga membentuk dasar untuk obat homeopati dengan nama yang sama.
PENGELOLAHAN HAMA TERPADU menyiratkan bahwa teknik yang digunakan
untuk mengelola satu spesies hama harus tidak mengganggu teknik yang digunakan untuk
mengelola hama lainnya dari tanaman yang sama. Secara khusus, pilihan pestisida untuk
pengelolaan hama terpadu diatur tidak hanya oleh pertimbangan khasiat terhadap menargetkan
hama, tetapi juga oleh pertimbangan dari efek pada agen kontrol biologis dari kedua target dan
non target hama.
KESIMPULAN
1. Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal
dari tumbuhan
2. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan
digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu.
3. Sabadilla (Schoenocaulon officinale) adalah tanaman bersifat insektisidal yang terutama terkenal
di Venesuela, Kolombia dan Meksiko. Di Peru tanaman ini konon diintroduksikan sebelum tahun
50-an agar dapat mengendalikan infeksi kulit karena Sabadilla membunuh kutu dan tungau.
4. Sabadilla adalah tanaman beracun yang ditemukan tumbuh secara alami di Amerika Tengah dan
Meksiko.
5. Sabadilla (Schoenocaulon officinale) mengandung 2 jenis bahan alkaloid yaitu cavadine dan
veratridine.

DAFTAR PUSTAKA
Allen, T. C., K. O. Link, M. Ikawa, and L. K. Brunn. 1945. The relative
effectiveness of the principle alkaloidsof sabadilla seed. J. Econ. Entomol. 38: 293-296.
Bellows, T. S., J. G. Morse, D. G. Hadjidemetriou,and Y. Iwata. 1985. Residual toxicity offour
insecticides used for control of citrus thrips (Thysanoptera: Thripidae) on three beneficial species
in a citrus agroecosystem. J. Econ. Entomol. 78: 681-686.
Crosby, D. G. 1971. Minor insecticides of plant origin, pp. 177-239. In M. Jacobson and D. G. Croshy
[eds.], Nahlrally occurring insecticides. Marcel Dekker, New York.
Ikawa, M., R. J. Dicke, T. C. Allen, and K. P. Link. 1945. The principal alkaloids of sabadilla seed and
their toxicity to Musca dOlllestica L. J. BioI. Chem. 159: 517-524.
Walton, R. R. 1947. Effects of chlorinated hydrocarbons and sabadilla on insects and plants. J. Econ.
Entomol. 40: 389-395.
Insektisida Dan Akarisida Yang Berasal Dari Alam
Oleh: Panut Djojosumarto
Email: djojosumarto.panut@gmail.com

PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan insektisida dan akarsida alami adalah semua bahan aktif insektisida dan
akarisida yang diambil dari alam, bukan merupakan hasil sintesa di laboratorium. Ketika insektisida
alami diproduksi secara komersial, peranan industri terbatas pada riset dan pengembangan,
pemurnian bahan aktif dan formulasi, sehingga senyawa tersebut dapat digunakan secara praktis di
lapangan.
Dalam artikel ini kami membagi insektisida alami kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Insektisida nabati (insektisida botani), yakni bahan aktif insektisida yang diekstrak dari
tumbuhan, seperti azadiraktin, nikotin, rotenon, dan seterusnya.
2. Insektisida mikrobiologi (insektisida biologi), adalah mikroorganisme seperti jamur, virus,
nematoda, dan sebagainya, yang umumnya menyebabkan penyakit pada serangga hama
tertentu.
3. Insektisida alami yang bukan termasuk ke dalam kategori 1, 2 dan 4. Contoh dari kategori
ini adalah tanah diatomeae, bubuk karbon, dan sebagainya.
4. Insektisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme, seperti antibiotika, makrolida,
dan sebagainya. Alasan mengapa kelompok antibiotika dan/atau makrolida kami masukkan
ke dalam kelompok insektisida alami adalah kenyataan bahwa senyawa kimia ini tidak
dibuat/disintesa di laboratorium, tetapi dihasilkan secara alami dari fermentasi mikrobiologi.

INSEKTISIDA NABATI

Sejak lama diketahui bahwa beberapa ekstrak tumbuhan bersifat racun bagi serangga tertentu.
Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai insektisida telah diketahui sejak abad 18, di antaranya daun
tembakau (1763), bubuk piretrum dari bunga Chrysantemum (1840), dan akar tuba (Derris eliptica).
Daftar tumbuhan yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pestisida botani dapat dilihat dibawah ini:

Beberapa jenis tumbuhan yang telah diteliti manfaatnya sebagai Pestisida botani

No Nama Umum Nama Ilmiah Bagian tanaman Penggunaan


1 Aglaia (i) Aglaia odorataKulit, batang, Insektisida
daun
2 Babandotan Ageratum conyzoides Daun, batang, Insektisida
akar Nematisida
3 Balakama Ocimum basilicum Daun, biji Insektisida
4 Bawang Allium spp. Umbi Insektisida
Fungisida
Nematisida
5 Bengkuang Pacchiryzus erosus Daun, biji Insektisida
6 Bitung Barringtonia sp. Biji Insektisida
Piscisida
7 Brotowali Tinospora sp. Batang Insektisida
8 Cengkih Syzigium aromaticum Daun, bunga Bakterisida
Fungisida
Insektisida
9 Daun wangi Malaleuca bracteata Daun Atraktan
10 Duku Lansium domesticum Kulit buah, biji Insektisida
11 Gadung Dioscore composite Umbi Rodentisida
12 Jarak Ricinus communis Biji, daun Insektisida
Rodentisida
Insektisida
Nematisida
13 Jarak pagar Jathropa curcas Biji Insektisida
14 Jeringau Acarus calamus Rimpang Insektisida
Fungisida
15 Kecubung Datura sp. Biji, daun Insektisida
16 Kembang Gloriosa superba Akar Insektisida
sungsang
17 Kipahit Tithonia sp. Daun Repelen
18 Kunyit Curcuma domestica Rimpang Nematisida
Rodentisida
19 Lada Piper nigrum Buah, biji Insektisida
Nematisida
Fungisida
20 Legundi Vitex trifolia Daun Insektisida
21 Lempuyang Zingiber Americans Rimpang Insektisida
emprit
22 Lempuyang Zingiber zerumbet Rimpang Insektisida
gajah
23 Lerak Sapindus rarak Buah, biji Piscisida
Insektisida
24 Mahoni Swietenia macroplylla Biji Insektisida
25 Jambu mete Anacardium Kulit biji Insektisida
occidentale Nematisida
Fungisida
Bakterisida
26 Mimba Azadirachta indica Biji Insektisida
Nematisida
27 Nangka Artocarpus Daun Nematisida
heterophylus
28 Nilam Pogostemon cablin Daun Insektisida
Repelen
29 Patah tulang Euphorbia turricalli Daun Molluskisida
30 Pepaya Carica papaya Akar, daun Nematisida
31 Picung Pangium edule Buah Insektisida
32 Piretrum Chrysantemum spp. Bunga Insektisida
33 Saga Abrus pecatorius Biji Insektisida
34 Secang Caesalpinia sappan Daun, bunga, biji Insektisida
35 Selasih Ocimum sp. Daun Atraktan
36 Sembung Blumea balsamifera Daun Molluskisida
37 Senggugu Clerodendron seratum Daun Rodentisida
38 Sereh dapur Andropogon nardus Daun Insektisida
Fungisida
39 Sirih Piper bettle Daun Bakterisida
Fungisida
40 Sirsak Annona reticulate Daun, biji Insektisida
41 Srikaya Annona squamosa Biji Insektisida
Nematisida
42 Tefrosia Tephrosia vogelii Daun Molluskisida
43 Tembakau Nicotiana tabacum Daun Insektisida
Fungisida
Nematisida
44 Tembelekan Lantana camara Bunga, daun Insektisida
45 Akar tuba Derris elliptica Akar Piscisida
Insektisida

Novizan (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan

Berikut adalah beberapa insektisida nabati yang telah dapat dimurnikan bahan aktifnya, dan
diproduksi secara komersial, meskipun banyak di antaranya yang belum dipasarkan di Indonesia.

Asam sitrat (citric acid)

Asam sitrat diekstraksi dari buah jeruk, digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan berbagai
jenis serangga, seperti semut, aphids, kumbang, ulat, wereng daun, kutu dompolan, tungau dan kutu
kebul, pada tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.

Azadiraktin (azadirachtin)

Ekstrak biji mimba (Azadirachta indica) sejak lama diketahui mempunyai efek insektisida. Azadiraktin
(AZA) adalah senyawa kimia utama dari ekstraksi atas biji-biji mimba (neem). Disamping azadiraktin,
ekstrak biji mimba juga mengandung senyawa limonoid lainnya, seperti nimbolid, nimbin dan salanin.
Ekstrak biji mimba, atau “neememulsion” mengandung 25% (berat/berat) azadiraktin, 30-50%
senyawa limonoid lainnya, 25% asam lemak dan 7% ester gliserol.

Azadiraktin bekerja sebagai antagonis ecdyson (ecdyson adalah hormon yang bertanggung-jawab
atas proses pergantian kulit serangga), sehingga ecdyson tidak bekerja dengan baik dan serangga
hama yang terpapar akan tergganggu proses ganti kulitnya, sehinnga mati. Oleh karena itu azadiraktin
dapat diklasifikasikan sebagai penghambat pertumbuhan serangga (insect growth regulator : IGR)

Azadiraktin digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari genus-genus yang berbeda.
Efektif untuk mengendalikan kutu kebul (Bemisia spp.), thrips, pengorok daun, aphids, larva
Lepidoptera (ulat), kutu sisik, kumbang dan kutu dompolan, pada sayuran (tomat, kubis, kentang),
kapas, teh, tembakau, kopi, dan tanaman hias.

LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Tidak menyebabkan iritasi pada kulit, tapi
sedikit pada mata (kelinci). Klasifikasi toksisitas EPA (formulasi) kelas IV.
Azadiraktin dipasarkan di Indonesia dengan nama-nama dagang Natural 9 WSC, Nimbo 0,6 AS dan
Nospoil 8 EC, dan didaftarkan (dalam hal ini Nimbo) untuk mengendalikan kutu daun Myzus persicae
dan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai (Anonim, 2006).

Azadiraktin-dihidro (dihydroazadirachtin)

Insektisida dihidroazadiraktin (DAZA) adalah bentuk terreduksi dari azadiraktin alami. Sifat-sifatnya
mirip dengan azadiraktin, demikian halnya dengan cara kerja (mode of action) dan hama sasarannya.
LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb.

Ekstrak bawang putih

Digunakan sebagai pengusir serangga (insect repellent) dan harus digunakan sebelum ada
serangan serangga hama. Mungkin senyawa mengandung sulfur yang terdapat dalam ekstrak
bawang putihlah yang bertanggung-jawab atas efek repellent-nya. Beberapa produk berisi ekstrak
bawang putih telah diproduksi secara komersial. Dalam penggunaannya dicampur dengan
horticultural oil atau minyak ikan, diencerkan sesuai dengan rekomendasi produsennya, dan
disemprotkan dengan volume tinggi pada tanaman yang dilindungi. Waktu aplikasikan sebaiknya
menjelang sore, dan diulangi setiap 10 hari.

Ekstrak bawang putih mungkin juga mengusir serangga penyerbuk. Karena itu jangan digunakan
saat tanaman berbunga, apabila kehadiran serangga penyerbuk penting bagi produksi tanamannya.
Ekstrak bawang putih praktis tidak berbahaya (dalam takaran normal). Ekstrak bawang putih juga
dimanfaatkan sebagai suplemen makanan dan dalam masak-memasak.

Eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol)

Eugenol (minyak cengkih) diekstrak dari berbagai jenis tanaman, termasuk cengkih, bersifat sebagai
insektisida. Cengkih mengandung antara 14-20% minyak cengkih.
Digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk kutu tanaman (aphids),
ulat grayak, kumbang, ulat tanah, belalang, tungau, dsb., pada tanaman sayuran dan buah-buahan.

Kapsaisin (Capsaicin)

Kapsaisin adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman Solanaceae dari genus Capsicum
(berbagai macam cabai), dan merupakan senyawa kimia yang bertanggung-jawab atas rasa pedas
pada cabai. Senyawa ini merupakan pengusir serangga dan tungau, serta mempunyai efek sebagai
insektisida. Juga dikatakan dapat mengurangi transpirasi tumbuhan.

Produk komersial dengan nama dagang Armorex mengandung campuran ekstrak cabai (kapsaisin)
dengan mustard oil (allyl isothiocyanate) digunakan dengan cara dikocorkan (soil drench) sebelum
tanam, dan dapat mengendalikan berbagai jenis cendawan tular tanah (termasuk Pythium,
Rhizoctonia, Phytophthora, Pyrenochaeta, Sclerotium, Armillaria dan Plasmodiophora), serangga
tanah seperti ulat potong (Agrotis), lundi (uret, larva kumbang), molluska, nematoda (Tylenchus,
Pratylenchus, Xiphinema, dsb.), serta sejumlah gulma.

Kapsaisin dikatakan dapat mengganggu metabolisme serangga dan bekerja pada susunan syaraf
sentral serangga.

Karanjin
Insektisida dan akarisida karanjin diekstrak dari biji tumbuhan Derris indica (Pongamia pinnata).
Bentuk WP didapat dengan menggiling biji hingga menjadi tepung. Digunakan untuk mengendalikan
tungau, kutu sisik, serangga pengunyah dan penusuk-pengisap, serta beberapa jenis jamur. Terutama
efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whiteefly) thrips, pengorok daun, aphids, ulat, kutu sisik dan
kutu dompolan pada berbagai jenis tanaman termasuk sayuran, kapas, teh, tembakau, dan tanaman
hias.

Karanjin bekerja dengan berbagai macam cara. Karanjin adalah penghalau serangga (insect
repellent), antifeedant (menghilangkan nafsu makan serangga), menekan kegiatan hormon ecdyson
(hormon yang mengatur pergantian kulit serangga), karenanya bertindak sebagai insect growth
regulator (IGR). Dikatakan pula bahwa karanjin mampu menghambat sitokrom P450 pada serangga
dan tungau yang peka. Digunakan dengan cara disemprotkan.
Tidak ada bukti adanya efek alergi dan efek negatif lainnya, baik pada produsen, formulator maupun
pengguna.

Minyak kanola (canola oil)

Minyak kanola diekstrak dari biji kanola (iolseed rape plants, Brassica napus dan Brassica
campestris). Efektif untuk mengendalikan, dengan cara mengusir (insect repellent) berbagai jenis
serangga hama pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, tanaman hias, buah-buahan,
jagung, bit gula, kedelai, dan sebagainya. Digunakan dengan cara disemprotkan atau dialirkan lewat
saluran irigasi.

Nikotin

Nikotin adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum, N. glauca
dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae, Crassulaceae, Leguminosae,
Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama digunakan sebagai insektisida. Rata-rata
kandungan nikotin pada N. tabacum dan N. rustica adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin
diproduksi dalam bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual dalam bentuk nikotin
teknis atau nikotin sulfat.

Nikotin adalag racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga memiliki sedikit efek
sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf serangga dengan memblok reseptor
(penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan insektisida yang sangat toksik, berspektrum sangat
luas, digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk aphids, thrips dan
kutu kebul; pada berbagai tanaman.

LD50 oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah diabsorbsi oleh
kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan racun inhalasi yang sangat toksik.
Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib, dan EPA (formulasi) kelas I.

Piretrum

Bubuk piretrum, yakni tepung yang diperoleh dari bunga semacam krisan, telah digunakan sebagai
insektisida di berbagai belahan bumi sejak jaman purba. Tanaman ini mungkin berasal dari Cina, yang
selanjutnya menyebar ke barat lewat jalur sutera ke Persia pada abad pertengahan. Bubuk piretrum
kemudian dikenal pula sebagai Persian Insect Powder. Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pesisir
laut Adriatik di Dalmatia (bagian dari Kroasia).
Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan semacam krisan, yakni Chrysantemum cinerariaefolium
(Pyrethrum cinerariaefolium, Tanacetum cinereriaefolium). Ekstrak ini selanjutnya dimurnikan
menggunakan metanol.
Ekstrak piretrum terdiri atas 3 kelompok senyawa, yang keseluruhannya terdiri atas 6 senyawa bioaktif
yakni piretrin (piretrin I dan II), jasmolin (jasmolin I dan II) dan sinerin (sinerin I dan II).

Rotenon

Rotenon merupakan senyawa kimia bersifat insektisida yang diekstrak dari tanaman akar tuba (Derris
eliptica & Derris maccensis), Lonchocarpus sp., dan Tephrosia sp. Sejak lama perasan akar tuba
digunakan untuk meracuni ikan.

Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga hama, termasuk aphids, thrips, tungau,
semut merah, dan sebagainya. Bila diaplikasikan ke air mampu mengendalikan larva nyamuk. Juga
digunakan untuk mengendalikan ekto-parasit ternak (bidang peternakan) dan di bidang perikanan
digunakan untuk mengendalikan ikan buas. Di bidang pertanian digunakan pada tanaman hias dan
sayuran.

Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga sasaran (pada
lokasi I). Bersifat non-sistemik, racun kontak dan racun lambung.

LD50 oral (tikus putih) 132-1500 mg/kg, mencit putih 350 mg/kg. LD50 dermal (kelinci) >5000 mg/kg
bb. Kelas toksisitas WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas I dan III. Perkiraan dosis
mematikan untuk manusia antara 300-500 mg/kg. Sangat beracun bila terhisap dibandingkan dengan
bila termakan. Rotenon beracun bagi ikan, dan sangat beracun bagi babi.

Ryania

Ryania diekstrak dari tumbuhan Ryania speciosa, dan digunakan sebagai insektisida untuk
mengendalikan serangga Cydia pomonella, penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis serta thrips
pada jeruk. LD50 oral (tikus) 1200 mg/kg bb.

Sabadila

Sabadila diekstrak dari biji Schoenocaulon officinale dan mengandung bahan aktif veratrin yang
merupakan campuran 2 : 1 dari sevadin, veratridin dan komponen minor lainnya. Sabadila merupakan
insektisida kontak dan selektif untuk untuk mengendalikan thrips pada jeruk dan advokat.

Sitronela

Sitronela diakstrak dari tanaman sereh wangi, dan telah digunakan sebagai pengusir (insect repellent)
nyamuk, dsb., sejak 1901. Kecuyali mengandung sitronela, ektrak tanaman ini juga mengandung
senyawa-senyawa minor lainnya, seperti alpha-sitronela, sitronelol dan alpha-sitronelol.

Daftar Pustaka

 Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen Pertanian Republik
Indonesia.
 Anonim: Bacillus thuringiensis. Wilkipedia http;//www.wilkimediafoundation. org/
 Baehaki, Dr. Ir. SE (1993): Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa, Bandung.
 Beattle, GAC; O. Nicetic, AS. Kalianpur dan Z. Hossain (2004): Managing Resistance with
Horticultural Mineral Oils. Some Example from Different Crop. Makalah disampaikan dalam
Seminar Nasional Management Resistensi Pestisida dalam Penerapan Pengelolaan Hama
Terpadu. UGM, Yogyakarta, 24-25 Februari 2004.
 Copping, LG (editor, 2004): The Manual of Biocontrol Agents. BCPC
 Extoxnet (1996): Abamectin. Extesion Toxicology Network. http://npic.orst.edu/
 Fisher, Hans-Peter, et al (1922): New Agrochemicals Based on Microbial Metabolites: New
Biopesticides. Proceeding of the ’92 Agricultural Biotechnology Symposium on Biopesticides,
Korea, September 1992
 Flint, Mary Louis dan Robert Bosch (1991): Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar.
Edisi terjemahan Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
 Habazar, Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006): Pengendalian Hayati Hama
dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press, Padang.
 Luthy, P (1993): Tailor-Made Insect Control with Bacillus thuringiensis. Insect Control No. 20,
May 1993.
 Novizan, Ir. (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. AgroMedia
Pustaka, Jakarta.
 NPTN: Bacillus thuringiensis, General Fact Sheet. National Pesticide Telecommunications
Network. http://nptn.orst.edu/
 NPTN: Pyrethrin & Pyrethroid. National Pesticide Telecommunications
Network. http://nptn.orst.edu/
 Pitterna, Thomas (1997): Macrolides as Pest Control Agents: Avermectin and Milbemycins.
Insecticide Newsletter No. 3, December 1997
 Shepard, B.M.; dkk (1987): Friends of Rice Farmer. Helpful Insects, Spiders, and Pathogen.
International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, the Philippines.
 Singleton, Paul; dan Diana Sainsbury (19981): Dictionary of Microbiology. John Wiley & Sons.
 Tomlin, CDS (editor, 2001): The Pesticide Manual. BCPC
 Wood, Alan (1995-2007): Compendium of Pesticide Common Name:
Insecticides. http://www.alanwood.net.

Demikian sebagian artikel yang ditulis oleh Bapak Panut Djojosumarto tentang Insektisida dan
Akarisida Yang Berasal Dari Alam yang kali ini dengan sub judulInsektisida nabati. Semoga bisa
menjadi pedoman bagi petani Indonesia dalam memilih bahan nabati untuk mengendalikan serangan
hama maupun penyakit pada tanamannya.

Bagi anda Petani Indonesia yang berminat tentang organik khususnya pestisida alami maspary masih
akan tetap berlanjut dipostingan kedepan bersama Gerbang Pertanian yang akan mengulas
tentang Insektisida Mikrobiologi by Bapak Panut Djojosumarto.

Maju Pertanian Indonesia!!

Maspary
INSEKTISIDA NABATI
(Pengendalian hama berwawasan lingkungan)

bbpp_belalang.jpgPemakaian pestisida sintesis selama ini diyakini mampu


membasmi hama dan penyakit tanaman, ternyata menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup, termasuk
manusia. Karenanya muncul berbagai pemikiran dan upaya menciptakan pestisida yang ramah lingkungan. Upaya
tersebut adalah memanfaatkan berbagai jenis tanaman sebagai insektisida yang dapat mengendalikan populasi
hama serangga. Insektisida Nabati adalah suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan dan dapat
berupa bagian-bagian dari tumbuh-tumbuhan seperti akar, batang, bunga, umbi, dan buah.
Insektisida Nabati digunakan sebagai insektisida alternative dengan tujuan tidak hanya tergantung pada insektisida
kimia (sintesis) yang mengakibatkan semakin membengkaknya biaya produksi yang berdampak pada minimnya
pendapatan petani, serta rusaknya keseimbangan alam. Penerapan Insektisida Nabati di lapangan dilakukan dengan
campuran bahan lain dan dapat dibuat sendiri oleh petani.
Tanaman Mindi sebagai insektisida Nabati memiliki daya kerja yang efektif, ekonomis, dan aman bagi lingkungan.
Tanaman ini mengandung bahan aktif margosin yang bersifat menolak serangga dan menghambat kerja syaraf
serangga dan respirasi. Bagian tanaman yang dapat digunakan untuk pengendalian yaitu daunnya, hama
sasarannya yaitu mengusir belalang, ulat.

Umbi gadung mengandung diosgenin dan saponin yang dapat dipergunakan anti fertilitas dan bersifat toksit / racun.

BAHAN:

Daun mindi 1 kg.

Umbi gadung racun 2 kg.

Sabun colek 10 gr.

Air 20 L

ALAT:

Alat penumbuk

Pisau

Wadah atau baskom

Botol

CARA KERJA
1 Daun mindi dan umbi gadung racun ditumbuk halus dengan lumping atau sejenisnya yang lain.

2 Kemudian dicampur dengan air dan sabun colek.

3 Direndam selama 24 jam.

4 Larutan disaring pada keesokan harinya.

5 Larutan yang telah disaring dicampur lagi dengan air 60 L.

6 Siap diaplikasikan
KELEBIHAN
murah dan mudah dibuat oleh petani, relatif aman bagi musuh alami, tidak menimbulkan keracunan pada tanaman,
tidak menimbulkan kekebalan pada hama, menghasilkan produk pertanian yang bebas dari residu kimia, mampu
diuraikan secara cepat oleh tanaman.
KELEMAHAN

daya kerjanya relatif lambat, tidak membunuh langsung pada hama, tidak tahan terhadap sinar matahari, kurang praktis, dan
kurang tahan lama disimpan.
Sabadilla (veratrine alkaloids)
Structure.
Cevadine: C32H49NO9
Veratridine: C36H51NO11
Source. Sabadilla is derived from the ripe seeds os Schoenocaulon officinale, a tropical
lily plant which grows in Central and South America. Sabadilla is also sometimes known
as cevadilla or caustic barley.

When sabadilla seeds are aged, heated, or treated with alkali, several insecticidal
alkaloids are formed or activated. Alkaloids are physiologically active compounds that
occur naturally in many plants. In chemical terms they are a heterogeneous class of
cyclic compounds that contain nitrogen in their ring structures. Caffeine, nicotine,
cocaine, quinine, and strychnine are some of the more familiar alkaloids. The alkaloids
in sabadilla are known collectively as veratrine or as the veratrine alkaloids. They
constitute 3-6% of aged, ripe sabadilla seeds. Of these alkaloids, cevadine and
veratridine are the most active insecticidally.

European white hellebore (Veratrum album) also contains veratridine in its roots.
Hellebore was once commonly used in Europe and the U.S. for insect control, but is now
unavailable commercially and is not registered by the US EPA.
Mode of action. In insects, sabadilla’s toxic alkaloids affect nerve cell membrane
action, causing loss of nerve cell membrane action, causing loss of nerve function,
paralysis and death. Sabadilla kills insects of some species immediately, while others
may survive in a state of paralysis for several days before dying. Sabadilla is effectively
synergized by PBO or MGK 264.
Mammalian toxicity. Sabadilla, in the form or dusts made from ground seeds, is the
least toxic of the registered botanicals. Purified veratrine alkaloids are quite toxic,
however, and are considered on a par with the most toxic synthetic insecticides.
Sabadilla can be severely irritating to skin and mucous membranes, and has a powerful
sneeze-inducing effect when inhaled. Ingestion of small amounts may cause headaches,
severe nausea, vomiting, diarrhea, cramps and reduced circulation. Ingestion of very
high doses may cause convulsions, cardiac paralysis, and respiratory failure. Sabadilla
alkaloids can be absorbed through the skin or mucous membranes. Systemic poisoning
by sabadilla preparations used as insecticides has been very rare or nonexistant.

Sabadilla (alkaloid veratrine)


Struktur.

Cevadine: C32H49NO9
Veratridine: C36H51NO11

Sumber. Sabadilla berasal dari biji matang os Schoenocaulon officinale, tanaman teratai tropis yang tumbuh di
Amerika Tengah dan Selatan. Sabadilla juga kadang-kadang dikenal sebagai cevadilla atau jelai kaustik.

Ketika biji sabadilla berumur, dipanaskan, atau diperlakukan dengan alkali, beberapa alkaloid insektisida
terbentuk atau diaktifkan. Alkaloid adalah senyawa aktif fisiologis yang terjadi secara alami di banyak
tanaman. Dalam istilah kimia mereka adalah kelas heterogen senyawa siklik yang mengandung nitrogen
dalam struktur cincin mereka. Kafein, nikotin, kokain, quinine, dan strychnine adalah beberapa alkaloid
yang lebih dikenal. Alkaloid dalam sabadilla dikenal secara kolektif sebagai veratrine atau sebagai
alkaloid veratrine. Mereka merupakan 3-6% dari umur, benih sabadilla matang. Dari alkaloid ini,
cevadine dan veratridine adalah yang paling aktif secara insektisida.

Lagu putih Eropa (Veratrum album) juga mengandung veratridine pada akarnya. Hellebore dulunya biasa
digunakan di Eropa dan AS untuk pengendalian serangga, tetapi sekarang tidak tersedia secara
komersial dan tidak terdaftar oleh US EPA.

Mode aksi. Pada serangga, alkaloid beracun sabadilla memengaruhi aksi membran sel saraf, menyebabkan
hilangnya aksi membran sel saraf, menyebabkan hilangnya fungsi saraf, kelumpuhan, dan kematian.
Sabadilla membunuh serangga dari beberapa spesies dengan segera, sementara yang lain dapat
bertahan hidup dalam keadaan lumpuh selama beberapa hari sebelum mati. Sabadilla secara efektif
disinergikan oleh PBO atau MGK 264.

Toksisitas mamalia. Sabadilla, dalam bentuk atau debu yang terbuat dari biji tanah, adalah racun paling sedikit
dari tumbuhan yang terdaftar. Alkaloid veratrine yang dimurnikan cukup beracun, dan dianggap setara
dengan insektisida sintetik paling beracun. Sabadilla dapat menyebabkan iritasi hebat pada kulit dan
selaput lendir, dan memiliki efek pemicu bersin yang kuat ketika dihirup. Menelan dalam jumlah kecil
dapat menyebabkan sakit kepala, mual parah, muntah, diare, kram dan sirkulasi berkurang. Menelan
dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan kejang, kelumpuhan jantung, dan gagal napas. Alkaloid
sabadilla dapat diserap melalui kulit atau selaput lendir. Keracunan sistemik oleh preparat sabadilla yang
digunakan sebagai insektisida sudah sangat jarang atau tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai