Anda di halaman 1dari 9

Nama : Triatmojo Adi

NIM : 01110040
Mata Kuliah : Hermeneutik Perjanjian Baru 2

Betesda, Setiap Hari “Maha Dokter” Bekerja, Maukah Engkau Sembuh?


Yohanes 5:1-18

- Pendahuluan

Kitab Injil Yohanes dapat dibilang injil yang menarik untuk dibahas oleh sebab keunikannya. Hal
ini dapat dilihat dari posisinya yang juga bagian dari empat Injil di Alkitab namun tidak tergolong
sebagai injil Sinoptis oleh sebab struktur serta kisah-kisahnya yang dapat dibilang sedikit banyak
berbeda dari pada ketiga injil lainnya1. Secara umum, Injil Yohanes dapat dibagi menjadi tiga bagian2.
Ketiga bagian itu ialah; Pendahuluan (1:1-18); Isi (1:19-20:29); Penutup (20:30-31-pasal 21). Untuk
bagian isi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu; Buku tanda (1:19-12:50) dan Buku kemuliaan (Yoh.
13:1-20:29). Bagian penutup biasanya dibedakan dua bagian. Penutup yang sebenarnya adalah Yoh.
20:31-32, namun kemudian disisipkan Yoh. 21 yang mempunyai penutup sendiri (Yoh. 21:24-25)3.

Berdasarkan pembagian tersebut, teks Yoh. 5:1-18 yang dalam terbitan LAI diberi judul
“Penyembuhan pada hari sabat di kolam Bethesda” berada pada bagian Isi, buku tanda. Buku atau
Kitab tanda ini merupakan suatu bentuk cerita dan wejangan yang dibagi dalam tujuh tanda dalam
suatu tema atau bisa dikatakan episode yang terpisah-pisah, namun intinya juga sama yakni mukjizat-
mukjizat yang Yesus lakukan. Ketujuh episode tersebut, yakni; Perkawinan di Kana (Yoh. 2: 1-11);
Yesus menyembuhkan anak pegawai istana (Yoh. 4: 46-54); Penyembuhan pada hari Sabat di kolam
Betesda (Yoh. 5:1-18); Yesus memberi makan lima ribu orang (Yoh. 6:1-15); Yesus berjalan di atas
air (Yoh. 6: 16-21); Orang yang buta sejak lahir (Yoh. 9: 1-7). Lazarus dibangkitkan (Yoh. 11:1-54).
Ungkapan Yohanes mengenai tanda-mukjizat ini sangat jelas, kisah-kisah mukjizat merupakan “tanda”
yang menunjuk kepada kenyataan teologis yang mendalam yang dikaji kedalam wejangan-wejangan
yang diungkapkan Yesus. Menurut Dianne Bergant, pasal 5:1-18 memiliki suatu kaitan tematis
dengan perikop sebelumnya (Yoh. 4:43-54) dengan perikop sesudahnya (Yoh. 5:19-47), yang
dianggap wejangan dari dua cerita tersebut, yang terangkum dalam episode kedua dalam Kitab
Tanda4. Pada bagian ini akan dibahas sedikit banyak tentang “Penyembuhan pada hari sabat di kolam
Betesda”.

1
William Barclay, Pemahaman Alktab Sehari-hari: Injil Yohanes ps.1-7, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011, hlm.
2-3
2
J. Wesley Brill, Tafsiran Injil Yohanes, Bandung: Yayasan Kalam Hidup 1999, hlm. 17
3
Bdk. St. Darmawijaya, Pesan Injil Yohanes, Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm. 24-29.
4
Dianne Bergant & Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 165

1
- Tafsir

Dalam perikop ini, beberapa penafsir seperti William Barclay dan Rudolf Blutmann membagi
perikop ini menjadi dua bagian secara tematis, bagian pertama yakni ayat 1-9 (penyembuhan seorang
yang lumpuh) dan 10-18 (perdebatan tentang hari sabat).

- Penyembuhan seorang yang lumpuh, ayat 1-9

Ayat 1

Awal kisah pada perikop ini memberikan suatu keterangan bahwa Yesus menuju ke Yerusalem
untuk menghadiri hari raya orang Yahudi. Akan tetapi bentuk perayaan hari raya tersebut tidak secara
jelas dituliskan pada teks tersebut, sehingga agak sulit untuk melihat konteks pada saat itu. Beberapa
penafsir seperti Barclay dan William Hendriksen memberikan beberapa kemungkinan-kemungkinan
tentang perayaan yang dihadiri Yesus tersebut, pada dasarnya ada tiga perayaan orang Yahudi yang
wajib bagi setiap masyarakat Yahudi untuk merayakannya, yakni Paskah (passover), Pentakosta (hari
raya panen) dan Pondok Daun. Petunjuk pertama ialah pada pasal selanjutnya yakni Yohanes 6,
apabila teks pasal 6 tersebut diletakkan sebelum pasal 5, maka bisa diduga bahwa perayaan yang
dibahas tersebut merupakan pesta pentakosta, oleh sebab Yohanes 6:4 memberikan keterangan tentang
“paskah sudah dekat”5. Peristiwa paskah terjadi pada pertengahan bulan April dan Pentakosta
sesudahnya, akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa perayaan ini adalah Paskah atau
Pondok Daun sebab hal ini hanya bersifat dugaan saja melalui perhitungan-perhitungan tahun atau
musim yang muncul dalam teks6. Selain itu kehadiran Yesus dalam perayaan tersebut juga belum
diketahui apakah sendirian atau bersama-sama dengan para murid sebab dalam teks tidak dituliskan
dengan siapa Yesus berangkat ke Yerusalem, namun hal ini tidak berarti bahwa para murid tidak
menemani kepergian Yesus. Ada kesamaan ekspresi teks ayat 2 ini dengan beberapa ayat seperti di
3:22; 4:2; 2:13, para murid ikut beserta Yesus meskipun kalimat tersebut hanya mencantumkan nama
Yesus pribadi.

Ayat 2-5

Selanjutnya Yesus sampai pada suatu kolam dekat Pintu Gerbang Domba7, kolam itu bernama
Betesda (Ibr. Bethzatza)8, nama Betesda juga menjadi suatu persoalan sebab memiliki 2 arti bisa
sebagai rumah penuh belas kasih atau rumah zaitun, akan tetapi William Hendriksen melihat bahwa

5
William Barclay, op.cit., hlm 301
6
William Hendriksen, New Tastement Commentary: The Gospel Of John, America: Baker Book House, 1953,
hlm. 188-189
7
Menurut William Hendriksen, mungkin saja nama tersebut diambil dari banyaknya domba yang diiring
menuju kuil untuk disembelih sebagai korban
8
Dalam bahasa ibrani Betesda memiliki arti “rumah penuh belas kasih/anugerah”, namun apabila dibaca
dalam bahasa Aramaic Bethzatha diartikan sebagai “rumah pohon zaitun”.

2
kata Bethzatza sepertinya lebih tepat oleh sebab beberapa naskah selain Injil Yohanes menuliskan
nama kolam itu dengan bahasa aslinya Betzhatha, dan dari ahli sejarah Yosefus kita tahu bahwa di
Yerusalem memang ada suatu wilayah yang bernama Betzhatha9, hal ini menjadi suatu persoalan juga
mengingat LAI tidak mengartikan dengan bahasa aslinya, sehingga menimbulkan dua arti yang
berbeda. Keterangan tambahan kolam itu memiliki 5 serambi atau tiang yang mungkin saja meyangga
sesuatu sehingga orang-orang yang sakit bermacam-macam dapat menunggu atau tinggal dibawah
lindungan tiang tersebut sembari menunggu air kolam terguncang.

Pada bagian ini juga memiliki unsur mitos yang berkembang pada masyarakat saat itu, hal ini juga
diungkapkan oleh Rudolf Bultmann bahwa kepercayaan masyarakat saat itu kepada kolam tersebut
memiliki kekuatan penyembuhan teresbut dipercayai dari waktu ke waktu10. Guncangan air yang
dipercaya dari malaikat yang turun untuk memberikan kekuatan penyembuhan dalam kolam, namun
bagi Barclay fenomena tersebut bisa jadi hanya kepercayaan semata sebab kolam tersebut berasal dari
arus bawah tanah yang terkadang menimbulkan gelembung udara keatas serta memang diyakini unsur
mineralnya dapat menyembuhkan beberapa penyakit11. Pada ayat 5 barulah disebutkan seorang tokoh
yang memang tidak banyak dijelaskan oleh penulis, hanya dikatakan seorang yang lumpuh selama 38
tahun. Mungkin saja angka 38 memiliki makna simbolik tersendiri, namun tidak berarti bahwa
sepanjang umur tersebut orang lumpuh tersebut berbaring di dekat kolam, hanya saja keterangan
tersebut menjelaskan orang tersebut menderita selama itu dan belum menemukan obatnya12.

Ayat 6-9

Dalam bagian ini, merupakan suatu perjumpaan dan undangan bagi orang lumpuh tersebut untuk
menerima kesembuhan dari Yesus. Tidak diketahui mengapa Yesus memilih orang lumpuh tersebut
diantara banyaknya orang sakit lainnya (yang kemungkinan memiliki semangat yang lebih tinggi untuk
sembuh) sedangkan orang lumpuh tersebut sepertinya menerima suatu implikasi psikologis, usia
penyakit yang cukup panjang mungkin saja memberikan dampak keputusasaan, terlebih dari
pernyataan jawabannya terhadap pertanyaan Yesus, mengindikasikan orang tersebut benar-benar tidak
berpengharapan13. Hal ini tercermin dari jawaban orang lumpuh terhadap undangan kesembuhan dari
Yesus yang tertulis pada ayat 7, mungkin saja aturan kesembuhan kolam yang bersifat “siapa cepat dia
yang dapat” bagi orang lumpuh tersebut adalah hal yang tidak memungkinkan, meskipun ada seorang
yang membantu untuk mendekatkannya ke kolam, namun kemungkinan untuk terjun ke kolam adalah
kecil, seolah-olah jiwa orang tersebut bisa dikatakan telah pupus, sehingga keinginan untuk
disembuhkan menjadi pasif. Akan tetapi bagi William Hendriksen, ada suatu makna tersendiri bagi
9
William Barclay, op.cit., hlm. 302
10
Rudolf Bultmann, The Gospel Of John: A Commentary, Oxford: Westminster John Knox Press, 1971 , hlm. 241
11
Willam Barclay, op.cit., hlm. 302
12
William Hendriksen, op.cit., hlm. 191
13
Merril C. Tanney, John: The Gospel Of Belief, Michigan: Grand Rapids, 1953, hlm. 104

3
undangan kesembuhan yang ditawarkan Yesus kepada orang lumpuh tersebut, bahwa dalam segala
kemungkinan kata-kata tersebut di ucapkan dalam rangka membawa orang lumpuh tersebut untuk
membuka pengertian akan penderitaannya secara mendalam dan ketidakberdayaannya untuk
membawa dirinya keluar dari penderitaannya tersebut, sehingga dalam hal ini iman yang membuatnya
secara ajaib sembuh dan berdiri dalam keadaan kesadaran yang penuh 14. Ada suatu kekuatan yang
bersifat transformatif dari undangan Yesus kepada orang lumpuh tersebut berkaitan dengan iman,
selain itu undangan tersebut juga mengandung suatu janji pertolongan bagi orang lumpuh tersebut.

Pernyataan William Hendriksen berimplikasi kepada ayat 8 dan 9, ditengah ungkapan


keputusasaan orang lumpuh tersebut. Kristus memancarkan suatu pengharapan baru bagi orang
lumpuh tersebut melalui undanganNya, selanjutnya Kristus menawarkan suatu ajakan, “Bangunlah,
dan angkatlah tilammu15 dan berjalanlah”. Suatu ungkapan yang mengejutkan, bukan menolong untuk
membawa orang tersebut ke kolam melainkan suatu perintah atau ajakan untuk berdiri, mengangkat
tilamnya dan berjalan, pernyataan diluar kemampuan orang lumpuh tersebut, dia patuh dan sembuhlah
ia. Selain itu menurut Hendriksen, fakta dari penulis keempat injil, dibandingkan Markus, jarang
mempergunakan pengekspresian kata seperti segera (yun. euteos), tiba-tiba, saat itu juga (juga di 6:21
dan 18:27; untuk “eutus” lih. 13:30,32; 19:34) hal ini menunjukan bahwa penulis hendak
menempatkan “ketegangan” pada situasi yang terkesan tiba-tiba dan penyembuhannya pulih
sepenuhnya16. Secara umum penyembuhan ini terkait erat dengan iman, perkataan undangan dan
ajakan Yesus memberikan kekuatan bagi tubuh orang lumpuh tersebut secara keseluruhan; “maka
sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan”.

- Perdebatan Tentang Hari Sabat, ayat 10-18

Ayat 10-13

Selain dari ketiga injil sebelumnya, permasalahan tentang hari sabat juga diperdebatkan dalam
Injil Yohanes. Kisah ini merupakan lanjutan dari kisah sebelumnya namun dalam suatu tema yang
berbeda, setelah Yesus menyembuhkan seorang yang lumpuh di sekitar kolam di Betzhatha, kini
Yesus diperhadapkan dengan suatu masalah baru yakni Ia menyembuhkan (melakukan pekerjaan) pada
hari sabat. Peristiwa kesembuhan yang secara “ajaib” yang menegangkan menjadi lebih tegang lagi
ketika orang-orang Yahudi menemui orang yang telah sembuh itu sedang mengangkat tilamnya. “Hari
ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memukul tilammu” ungkapan ini menurut William Hendriksen
menunjuk kepada Kel. 20:10, terlebih lagi Yer. 19:27 dan pada Neh. 13:15, sehingga membuat suatu
argumen bahwa secara jelas seseorang yang membawa sesuatu beban-bantalan yang mana pada

14
Willam Hendriksen, op.cit., hlm. 192
15
Tilam dalam bahasa yunani krabattos biasa diartikan sebagai alas, tikar atau bantalan.
16
William Hendriksen, op.cit., hlm. 193

4
umumnya dikaitkan dengan seseorang yang bekerja untuk mencari keuntungan 17. Orang lumpuh yang
sembuh itu mengangkat tilamnya seolah-olah sama dengan seorang yang berangkat ke tempat
penjualan demi penjualan yang menguntungkan, akan tetapi umumnya peristiwa ini memang
melanggar hukum Yahudi (Misnah), sebuah kumpulan hukum produk dari penafisran dan penjabaran
dari hukum taurat18.

Pada ayat 11 orang lumpuh yang baru sembuh total tersebut menjawab pertanyaan dari orang
Yahudi tersebut secara to the point; “orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan
kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah”. Seolah-olah ungkapan jawab orang lumpuh yang baru
sembuh tersebut merupakan ungkapan spontanitas yang keluar begitu saja, namun dari beberapa sisi
sosialnya ada kemungikan-kemungikan mengapa orang lumpuh yang baru sembuh tersebut memberi
jawab demikian, bisa jadi ada rasa ketakutan dari orang lumpuh tersebut karena ia melanggar hukum
sabat, sehingga ia memproteksi diri dengan menuduh Yesus yang telah memerintahkannya, tetapi bisa
juga bahwa ada rasa kekaguman akan perbuatan ajaib Yesus yang menyembuhkan penyakitnya selama
38 tahun, dan rasa takjub tersebut meledak-ledak19. Namun kemungkinan besar perasaan meledak-
ledak itulah yang menjadi alasan mendasar bagi orang lumpuh tersebut untuk menjawab pertanyaan
ahli taurat tersebut sebab perkataan pada ayat 8 merupakan ucapan yang mungkin saja tidak dapat
orang lumpuh yang sembuh tersebut lupakan.

Selanjutnya ayat 11 dan 12 ini juga memakai bentuk kata yang sama dengan perkataan Yesus
(ayat 8) yang dituliskan kembali oleh penulis, ”angkatlah tilammu dan berjalanlah” bisa jadi hal ini
merupakan bentuk penegasan kembali oleh penulis untuk menunjukan status keilahian Kristus kepada
pembaca20. Ketika orang Yahudi tersebut menanyakan tentang orang yang menyuruhnya mengangkat
tilam, orang lumpuh yang baru sembuh tersebut tidak mengenalnya, sebab pertemuan singkat tersebut
membatasi perkenalan dari keduanya, mungkin saja kesenangan orang itu membuat Yesus seolah-olah
terabaikan, sehingga Yesus beranjak dan menghilang dari pandangan orang lumpuh yang baru sembuh
itu. Lantas mengapa Yesus pergi menghilang? Hal ini masih belum jelas, kemungkinannya bisa saja
Yesus menghindari para pemuka agama Yahudi sebab tindakannya melakukan pekerjaan pada hari
sabat atau bisa juga Yesus melanjutkan pekerjaannya menyembuhkan orang lainnya yang sakit di
kolam itu. Tidak pasti mengapa Yesus menghilang begitu saja, yang jelas orang lumpuh yang baru
sembuh tersebut belum sempat berkenalan dengan Yesus yang mengubah jiwanya yang putus asa
menjadi bersukacita21.

17
Ibid.
18
Bdk. William Barclay, op.cit., hlm. 309
19
Willam Hendriksen, op.cit., hlm. 194
20
Dianne Bergant & Robert J Karris, op.cit., hlm. 170
21
William Hendriksen, op.cit., hlm. 194

5
Ayat 14-16

Memasuki ayat 14 mungkin sebuah kebetulan atau berkah, kedua orang ini bertemu lagi di tempat
yang berbeda, yakni di kuil (dalam LAI dijelaskan di Bait Allah). Hendriksen menjelaskan bahwa kuil
ini adalah tempat pertemuan dengan banyak orang, tidak menutup kemungkinan masyarakat “gentile”
juga ada di situ22. Ayat 14 ini diawali dengan kesamaan frase “kemudian atau sesudah” seperti di ayat
1, hal ini menunjukan suatu pergantian “scene” menyangkut tempat, waktu, atau situasi sosial lainnya,
namun pergantian scene ini tidaklah jelas rentang waktunya, apakah masih di hari yang sama atau
sudah berganti hari, atau jauh-jauh hari setelahnya, dari teks tidak memberikan keterangan waktu
pertemuan tersebut dengan jelas23. Pertemuan tersebut tentunya menjadi kesukacitaan tersendiri bagi
orang lumpuh yang sembuh itu, sebuah wejangan disampaikan Yesus kepada orang itu bahwa “engkau
telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk”. Ada suatu
makna tersendiri dalam wejangan Yesus ini, pada kata meketi amartane (Yunani) adalah kata kerja
berbentuk present, sehingga bisa diterjemahkan “tidak lagi berbuat dosa”, hal ini menunjukan bahwa
Yesus bermaksud untuk tidak menunjuk kepada apa yang terjadi pada 38 tahun orang itu yang lalu,
namun lebih kepada kondisi orang itu saat ini, present.

Dengan kata lain, bahwa Yesus memperingatkan orang itu untuk tidak lagi melanjutkan lagi
sebagaimana kondisinya seperti dulu. Menurut Hendriksen, orang lumpuh yang baru sembuh tersebut
sedang dalam kondisi tidak “berdamai” dengan Allah, sehingga Yesus memberi peringatan akan hal
tersebut, sehingga himbauan Yesus agar orang tersebut tidak lagi dalam kondisi seperti ini, tidak
berdamai dengan Allah, atau “sesuatu yang lebih buruk” terjadi padanya 24. Pada scene ini orang
lumpuh yang sembuh itu telah mengenal Yesus sehingga ketika ia bertemu lagi dengan orang Yahudi
pertanyaan yang sebelumnya ditanyakan dapat terjawab sesuai yang diharapkan oleh yang
menanyakan kepadanya, orang Yahudi. Agaknya sulit dimengerti melihat situasi dalam ayat ini,
namun kemungkinan besar lokasi pertemuan orang lumpuh yang sembuh dengan orang Yahudi masih
di (sekitar) kuil, sejauh belum ada keterangan tempat baru yang tertulis. Bentuk imperfect menunjukan
tidak adanya relasi dengan situasi, bisa jadi narator tidak terlalu tertarik untuk menjelaskan detail cerita
daripada dalam menggambarkan kebiasaan orang Yahudi terhadap aktifitas atau kegiatan (bisa jadi
yang diulang-ulang) Yesus25. Pada ayat 16 tercermin suatu amarah yang berkobar dari orang Yahudi

22
Ibid.
23
Rudolf Bultmann, op.cit., hlm. 243
24
Dalam hal ini, “sesuatu yang buruk” bukan berarti makna dalam hal fisik, namun pernyataan Yesus ini
menyesuaikan dengan kepercayaan masyarakat saat itu bahwa orang yang berpenyakit adalah orang yang
berdosa, begitu pula sebaliknya, sehingga ketika orang tersebut sembuh ada suatu kewajiban untuk memberi
korban persembahan sebagai tanda rekonsiliasi dengan Allah bahwa ia tidak lagi berdosa, wejangan yang
berbentuk present tersebut memberi arti bahwa orang lumpuh yang sembuh hendaknya berhenti untuk
berada dalam situasi “belum berdamai” dengan Allah.
25
Rudolf Bultmann, op.cit., hlm. 244

6
kepada Yesus, kata kerja dalam ayat tersebut berbentuk Imperfect tense (aktifitas yang dilakukan
berulang-ulang) bisa jadi bahwa tindakan Yesus di hari sabat telah beberapa kali “dipergoki” oleh
orang-orang Yahudi (tertentu, dan mungkin pernah berdebat dengan Yesus) sehingga membuat amarah
mereka seolah-olah beniat membunuh Yesus.

Ayat 17-18

Ada suatu kerancuan pada ayat 17 dimana Yesus seolah-olah memberikan suatu jawaban namun
dalam teks tidak ada suatu pertanyaan yang diajukan kepada Yesus. Hal ini bisa jadi merupakan
pernyataan pembelaan diri Yesus terhadap tindakan yang Ia lakukan pada hari sabat tersebut diluar
scene narasi cerita, bisa jadi sebagai pelengkap narasi pada perikop tersebut26. “Bapa-Ku bekerja
sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga” Jelas sekali bahwa pandangan orang Yahudi terhadap
Yesus dimengerti sebagai suatu kesepadanan dengan Allah dan hal ini bagi mereka merupakan suatu
bentuk hujat27. Ayat selanjutnya memberikan keterangan tentang betapa ekspresi amarah orang Yahudi
meningkat drastis sebab tidak hanya perbuatan Yesus pada hari sabat namun juga klaim Yesus bahwa
dirinya serupa dengan Allah. Orang Yahudi tidak mengetahui kalim tentang identitas Yesus sebagai
anak Allah yang secara logis juga bekerja sama seperti Bapanya, dalam hal ini posisi Yesus ialah
sebagai penyataan Allah.

Keserupaan “pekerjaan” antara Yesus dengan Allah (bdk. 5:17,19) merupakan suatu istilah
tentang kesetiaan atau kepatuhan, hal ini yang dimaksud oleh frase Yunani eos arti, meskipun masih
belum jelas sebab bisa juga diartikan suatu pekerjaan yang dilakukan secara berkelanjutan sampai
sekiranya selesai. Jika dikaitkan dengan teks tersebut, penulis ingin menyampaikan bahwa Kristus
sebagai penyataan Allah menitik beratkan kesetiaan atau kepatuhan sebagai tema utama teks dan
sejauh frase eos arti kepada akhir dari suatu pekerjaan. Bultmann merujuk pada teks Yoh. 9:4, yakni
malam dimana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja28, bisa jadi dalam hal ini tidak ada “interupsi”
(berhenti dalam arti Sabat) bagi pekerjaan Kristus, selesainya pekerjaan Kristus ketika puncak
penderitaaNya. “Sepanjang masih terang”, Dia harus bekerja, dan dalam hal ini Dia tidak lagi dibatasi
oleh Sabat, namun hanya oleh Bapa-Nya saja, hal ini jarang bahkan mungkin tidak ditemui di ketiga

26
C K Barret, The Gospel According To ST John: An Introduction Wit Commentary and Notes On The Greek Text,
London: SPCK, 1958 hlm. 213
27
Menyamakan diri dengan Allah merupakan bentuk hujat bagi pemahaman orang Yahudi, sebab penyamaan
diri tersebut merupakan “penduaan” Allah dan menyimpang dari paham monoteisme Allah, sebagaimana yang
dilakukan oleh beberapa pemimpin-pemimpin kerajaan diluar Israel (tertentu) seperti Hiram, Nebukadnezar,
Paraoh, dan Joas yang mana mengkalim dirinya memiliki kedudukan sama dengan Allah atau menganggap diri
sebagai dewa.
28
Beberapa penekanan tentang akhir dari pekerjaan yang ditulis oleh penulis Injil Yohanes bukan merujuk
kepada hari Sabat, namun lebih kepada malam hari (Yoh. 9:4; 11:9; 12:35)

7
Injil lainnya tentang jawaban Yesus terhadap kasus tentang hari Sabat, bisa jadi hal ini adalah ciri khas
dari Injil Yohanes29.

- Penutup

Melalui penafsiran dengan metode narasi, struktural, sosial, serta historis terhadap teks Yohanes
5:1-18 penulis membahas cukup banyak hal terkait dengan kisah Yesus yang cukup kontroversial yang
tersaji dalam teks ini. Perikop memberikan dua bagian secara tematis yang menunjukan suatu narasi
cerita yang cukup panjang dengan adegan-adengan dalam scene yang berbeda. Kisah penyembuhan
pada ayat 1-9 mungkin saja merupakan titik awal dari sikap Kristus, sebuah kisah tentang melanggar
Sabat yang menjadi gambaran simbolik dari kesetiaan atau kepatuhan dari Kristus yang merupakan
penyataan Allah. Sedangkan kisah penyembuhan bisa jadi juga adalah gambaran simbolik yang bukan
mengacu pada fisik, namun lebih kepada jiwa dan iman dari manusia melalu undangan dan ajakanNya
yang memberi suatu kehidupan baru.

Dan terakhir ayat 10-18, bahwa penulis memberikan suatu pesan yang berupa fakta yang merujuk
kepada gambaran tentang kuasa Kristus, jelas sekali dilihat dari ada suatu perbedaan tentang Sabat
yang tuliskan oleh penulis Injil Yohanes dengan tulisan Sinoptik yang lebih merujuk kepada
pertanyaan sejauh mana hukum Sabat berlaku bagi laki-laki dan sejauh mana batasannya. Injil
Yohanes menjelaskan bahwa Sabat berada dalam kendali bebas Kristus, yang didasarkan kepada
kesetiaan bekerja sebagaimana Bapa-Nya bekerja. Tentu saja perubahan pemikiran tentang Sabat
berpengaruh terhadap karakter tulisan serta respon pembaca Injil Yohanes, tindakan Kristus ini bisa
saja mengubah pola pandang tentang Sabat, sebagaimana orang lumpuh yang sembuh, keseluruhan
perikop ini tematis sekali, dapat diandaikan seperti seorang yang bertindak tepat yang menggangu dan
berlawanan dengan kepercayaan tradisional yang konservatif, dan tentu saja Sang Lakon menjadi
lawan mereka.

29
Rudolf Bultmann, op.cit., hlm. 247

8
- Daftar Pustaka

- Alkitab Terjemahan Baru, Lembaga Alkitab Indonesia


- Alkitab Yunani, Lembaga Alkitab Indonesia
- Bultmann, Rudolf, The Gospel Of John: A Commentary, Oxford: Westminster John Knox
Press, 1971
- Hendriksen, William, New Tastement Commentary: The Gospel Of John, America: Baker
Book House,1953
- Tenney, Merrill C, John The Gospel Of Belief, Michigan: Eerdmans Publishing, 1953
- Barret, C K, The Gospel According To ST John: An Introduction Wit Commentary and Notes
On The Greek Text, London: SPCK, 1958
- Barclay, William, Pemahaman Alktab Sehari-hari: Injil Yohanes ps.1-7, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011
- Bergant, Dianne & Robert J Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta:
Kanisius, 2002
- Brill, J. Wesley, Tafsiran Injil Yohanes, Bandung: Yayasan Kalam Hidup 1999
- St. Darmawijaya, Pesan Injil Yohanes, Yogyakarta: Kanisius, 1988

Anda mungkin juga menyukai