Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencetakan Batu Bata Tradisional

Pencetakan batu bata adalah suatu proses pembuatan batu bata untuk bahan

bangunan dalam hal ini masih dilakukan dengan cara tradisional dengan proses

pekerjaannya yang diperoleh secara alami dan turun temurun dari nenek moyang.

Batu bata merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak dipakai oleh

masyarakat hingga saat ini. Pada umumnya proses pembuatan batu bata dilakukan

dalam empat tahap, yaitu tahap pencampuran bahan baku hingga menghasilkan

campuran batu bata, tahap pencetakan campuran batu bata, tahap pengeringan dan

tahap pembakaran. Hampir disetiap industri pembuat batu bata, keempat proses

tersebut dilakukan dengan metoda yang sedikit berbeda baik dari jenis campurannya,

cara pelaksanaannya maupun alat yang digunakan. Pada dasarnya industri-industri

tersebut berupaya untuk menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik.

Campuran batu bata terdiri dari tanah liat yang dicampur air dan aci dengan

komposisi yang telah ditentukan. Campuran tersebut kemudian dicetak, dikeringkan

dan dibakar (Shantika, 2009).

2.2. Definisi Kesehatan Kerja

Definisi kesehatan kerja mengacu pada komisi Gabungan ILO/WHO dalam

kesehatan kerja pada tahun 1950 yang disempurnakan pada sesi ke-12 tahun 1995.

Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan

9
Universitas Sumatera Utara
fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya.

Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; melindungi

pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatan dan

pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilitas

fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada

manusia kepada pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012).

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya

yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat setinggi-

tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan

kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-

faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum

(Suma’mur, 2009). Menurut Harrington dan Gill 2003, Kesehatan kerja merupakan

promosi dan pemeliharaan kesejateraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan

apapun dengan sebaik-baiknya.

2.3. Tujuan Kesehatan Kerja

Menurut (Suma’mur 2009), tujuan kesehatan kerja adalah :

a) Melaksanakan promosi dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial semua

pekerja yang setinggi-tingginya.

b) Mencegah pekerja dari gangguan kesehatan akibat kondisi kerja.

c) Melindungi pekerja terhadap semua faktor risiko bahaya kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


d) Menempatkan dan memelihara pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai

dengan kemampuan fisiologik dan psikologiknya yang secara singkat dapat

dikatakan penyesuaian pekerjaan terhadap manusia dan setiap manusia dengan

pekerjaannya. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Menurut (Kurniawidjaja, 2012), Fokus utama upaya kesehatan kerja mencapai

tiga tujuan:

1. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dan kapasitas kerjanya.

2. Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi

keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja kearah yang

mendukung keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab XII

tentang Kesehatan Kerja pasal 164 menyebutkan:

1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan

terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh

pekerjaan.

2. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di

sektor formal dan informal.

3. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap

orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.

Universitas Sumatera Utara


4. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku

juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut,

maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.

5. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2).

6. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta

bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.

7. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang

terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Sedangkan pada pasal 165 menyatakan bahwa:

1. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui

upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.

2. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan

menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.

Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil

pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Depkes, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.4. Kesehatan Tenaga Kerja

Meningkatnya peranan tenaga kerja dan disertai meningkatnya pemamfaatan

teknologi diberbagai kegiatan sektor usaha yang mengakibatkan semakin tingginya

risiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sehingga diperlukan

upaya perlindungan tenaga kerja melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Suma’mur (2009), Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya

keselamatan. Sebaliknya gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab

kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan

dan istirahat. Jika dipaksa untuk bekerja, sangat besar kemungkinan orang sakit

mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja, gangguan kesehatan ringan

pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau merasa sekedar hidung

tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan

kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga

kecelakaan terjadi.

2.5. Gangguan Kesehatan dan Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja (occupational disesase) merupakan penyakit yang

timbul disebabkan oleh pekerjaan. Seorang pekerja sebelum bekerja dinyatakan sehat

berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemudian bekerja di tempat kerja yang

terdapat faktor penyebab (pemapar), cepat atau lambat dapat menderita penyakit

akibat kerja. Faktor pemapar menentukan jenis penyakit akibat kerja yang diderita

(Silaban, 2012). Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja

Universitas Sumatera Utara


adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja (Widjasena,2012).

Kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental,

emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Diah, 2004).

Menurut (Harianto, 2012), Walaupun gangguan kesehatan dan penyakit akibat

kerja sangat sering ditemukan, tetapi kedua masalah tersebut umumnya kurang

mendapat perhatian, karena:

1. Hubungan antara penyakit dan pekerja sering kali tidak terdeteksi, baik oleh

penderita sendiri atau bahkan oleh dokter yang memeriksanya.

Hal ini mungkin disebabkan :

a. Gejala penyakit yang timbul sangat mirip dengan penyakit umum, misalnya

penyakit asma, ekzema, kanker kandung kemih, aborsi spontan, dan sinusitis.

b. Masa laten penyakit akibat kerja biasanya sangat lama, misalnya pada

pneumokoniosis dan kanker akibat kerja memerlukan waktu untuk

bermanifestasi lebih dari 10 tahun.

2. Keengganan para penderita penyakit akibat kerja untuk melaporkan penyakitnya

karena takut diberhentikan.

Trauma mekanik ditimbulkan oleh pelepasan energi (mekanik, listrik, suhu)

yang tak terkontrol pada tubuh pekerja. Misalnya, jatuh ketinggian, terpeleset,

terpotong/terbentur/terjepit mesin yang sedang bergerak, kecelakaan lalu lintas, dan

lain-lain. Umumnya, trauma mekanik lebih banyak terjadi pada pekerja laki-laki,

Universitas Sumatera Utara


terutama pada pekerja pertambangan, industri pengecoran logam, perkayuan,

konstruksi, pergudangan, dan transportasi.

Kanker akibat kerja antara lain leukemia, terutama mesotelitik akut dan

limfositik kronik pada pekerja yang terpajan benzena atau yang berhubungan dengan

radiasi sinar radioaktif; mesotelioma dan kanker paru akibat terpajan oleh asbes;

kanker lidah pada pekerja lapangan akibat terpajan sinar matahari; kanker kandung

kemih pada pekerja yang berhubungan dengan proses dan penggunaan zat pewarna

derivat benzena (industri cat, tekstil, kabel, pekerja salon, tukang listrik); kanker

kelenjar getah bening; kanker hati akibat terpajan oleh vinil klorida (bahan mentah

PVC).

Pekerja yang bekerja pada indrustri pengolahan daging, pemotongan hewan

dan petani berisiko untuk tertular penyakit infeksi yang umumnya terjadi pada

binatang, misalnya bruselosi, demam Q, dan leptospirosis. Sedangkan para pekerja

kesehatan beresiko untuk tertular beberapa jenis infeksi virus seperti HIV dan

hepatitis B. pekerja kantor dapat terjangkit penyakit Legionair.

Infertilisasi dapat disebabkan oleh pajanan beberapa zat kimia seperti merkuri,

pestisida pada wanita hamil. Abortus spontan dapat terjadi akibat pajanan gas

anestesi, timah hitam, dan Kadmium. Beberapa zat kimia seperti pestisida, logam

berat, dan beberapa pelarut organik dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada

beberapa sistem tubuh. Misalnya, beberapa pelarut organik dapat menyebabkan

gangguan pada kulit, sistem saraf, sistem hemopoietik dan hati, timah hitam dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan gangguan sistem saraf, sistem reproduksi, sistem hemopoietik, dan

ginjal.

Pada tahun 1983 Naosh mempublikasikan 10 jenis gangguan kesehatan di

tempat kerja yang diprioritaskan berdasarkan frekuensi, gradasi, dan strategi

pencegahan gangguan kesehatan akibat kerja. Hal ini dilakukan sebagai upaya

pencegahan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmu kedokteran kerja. Berikut

ini adalah 10 jenis gangguan kesehatan di tempat kerja yang diprioritaskan (Harianto,

2012):

1. Penyakit paru akibat kerja

2. Penyakit musculoskeletal

3. Kanker akibat kerja (selain kanker paru)

4. Akibat kecelakaan kerja yang berat, seperti amputasi, patah tulang, kebutaan,

kematian akibat penyakit pembuluh darah jantung pada pekerja

5. Penyakit hipertensi koroner, misalnya infark jantung ringan yang akut

6. Penyakit Reproduksi

7. Penyakit Neurotoksis

8. Tuli akibat kerja

9. Penyakit kulit akibat kerja

10. Penyakit jiwa akibat kerja

Universitas Sumatera Utara


2.6. Faktor-faktor Kesehatan Kerja

2.6.1. Faktor Fisik

Menurut (Suma’mur, 2009), Faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu:

a) Tugas-tugas yang bersifat fisik: beban yang diangkat/diangkut, sikap kerja, alat

dan sarana kerja, kondisi/medan kerja, dan lainnya.

b) Tugas yang bersifat psikis: tingkat kesulitan, tanggung jawab dan lainnya.

c) Organisasi kerja: lamanya waktu kerja, kerja bergilir, sistem pengupahan, sistem

kerja, istirahat, sistem pelimpahan tugas/wewenang.

Menurut (Suma’mur 2009), segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja

meliputi:

1. Lamanya seseorang mampu kerja secara baik pada umumnya 6-8 jam, dalam

seminggu seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam.

2. Hubungan di antara waktu pekerja dan istirahat.

Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi, siang, sore)

dan malam. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja

(Kepmenkes, 2010). Menurut Harrington dan Gill (2003), Secara garis besar faktor

dan lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah:

a. Faktor fisik

1. Suara/kebisingan

2. Suhu/iklim: suhu panas, suhu,dingin

a) Sumber panas: Matahari, Tanur, dapur, genset, boiler, Lighting.

Universitas Sumatera Utara


b) Tekanan panas dipengaruhi oleh: sumber panas, radiasi matahari, panas

tubuh, kecepatan udara, kelembaban udara

c) Suhu nyaman: 24- 26 °C, perbedaan suhu diluar dan di dalam tidak boleh

lebih dari 5 °C.

d) Kelembaban udara yang baik: 65-95%

e) Dampak iklim yang buruk

- Prickly heat/ heat rash/ mikaria rubra yaitu timbulnya bintik-bintik

merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar

keringat.

- Heat cramps yaitu timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit,

terutama otot anggota badan atas dan bawah.

- Heat Exhaustion yaitu tubuh kehilangan cairan dan elektrolit.

- Heat Stroke yaitu heat stress yang paling berat, mengakibatkan

thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek dan

cepat, tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat,

suhu badan tinggi, hilang kesadaran.

b. Penyakit akibat kerja karena faktor fisik

Tuli akibat kerja dapat diakibatkan tempat kerja yang terlalu bising. Radiasi

ionisasi pada pekerja yang menggunakan unsur radioaktif (pekerja tambang uranium,

pajanan gas radon pada penggalian terowongan, operator pusat tenaga nuklir,

radiologis) akan mengakibatkan gangguan sistem hemopoietik, sistem saluran

pencernaan, dan sistem saraf. Radiasi Nonionisasi pada pekerja lapangan yang

Universitas Sumatera Utara


banyak terpajan sinar ultraviolet (sinar matahari) dan sinar inframerah (pada

pengelasan dan industri pengecoran logam) mengakibatkan gangguan kesehatan

akibat efek panas yang ditimbulkan oleh sinar tersebut. Heat strees terutama banyak

terjadi pada pekerja yang bekerja di tempat yang panas, misalnya pengecoran logam,

penyakit ini dapat terjadi pula pada pekerja fisik yang memakai baju kerja terbuat dari

palstik untuk mencegah pajanan zat kimia sehingga penguapan keringat terganggu.

Hand arm vibration syndrome dapat terjadi pada para pekerja yang mengunakan

peralatan genggam yang menimbulkan vibrasi, masalnya cakram penggosok, gergaji

listrik, bor angin, dan penumbuk beton listrik.

2.6.2. Faktor Kimia

Mengingat banyaknya perbedaan jenis debu, fume dan kabut, reaksi biologis

yang disebabkan oleh pemajanan terhadap salah satu dari mereka akan tergantung

dari jenisnya. Suatu reaksi dapat termasuk salah satu dari hal-hal sebagai berikut:

- Penyakit paru-paru yang disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap suatu

penimbunan partikel di dalam paru-paru, penyakit ini termasuk fibrosis,

bronchitis, asma dan kanker.

- Systemic reaction yang di sebabkan oleh karena darah mengabsorbsi partikel

bahan kimia anorganik yang beracun dari unsur-unsur seperti timah hitam,

mangan, kadmium, dan merkuri serta senyawa-senyawa organik tertentu.

- Demam oleh karena uap logam di hasilkan dari menghirup uap logam yang

sangat halus yang di pancarkan dari uap logam seng , magnesium. Tembaga atau

dengan oksida-oksida logam tersebut, penghirupan terhadap almunium,

Universitas Sumatera Utara


antimony, kadmium , tembaga , besi dan mangan , nikel, selenium, perak dan

timah putih telah banyak di laporkan menyebabkan demam oleh uap logam.

- Reaksi alergi dan reaksi sensitisasi yang di sebabkan oleh kerena menghirup atau

kontak kulit terhadap bahan seperti partikel dan organik dari gandum dan biji-

bijian dan partikel-partikel bahan kimia organik maupun anorganik.

- Peradangan oleh bakteri dan jamur yang di hasilkan dari menghirup partikel-

partikel yang mengandung organisme yang masih aktif , seperti bulu atau partikel

bulu binatang yang mengandung spora anthrax atau kulit kayu atau partikel-

partikel biji – bijian yang mengandung jamur parasit.

- Iritasi hidung dan tenggorokan dapat di sebabkan oleh asam, basa atau debu dan

kabut lain yang memiliki sifat iritasi beberapa partikel seperti debu kromat yang

dapat larut, dapat menyebabkan terjadinya ulcerasi/borok baik pada lubang

hidung/Nasal maupun kanker paru.

- Kerusakan Jaringan Tubuh Bagian dalam dapat terjadi akibat menghirup bahan

radioaktif seperti radium dan juga menghirup partikel isotop yang lain yang di

pancarkan dengan kecepatan tinggi dari proses radiasi mengion. (Soeripto. 2008).

Penyakit kulit juga merupakan penyakit akibat kerja yang sangat sering

ditemukan, biasanya disebabkan oleh zat kimia, seperti asma/basa kuat, pelarut

lemak, logam yang dapat mengakibatkan iritasi, alergi atau luka bakar, mekanik,

misalnya akibat gesekan atau tekanan pada kulit, fisik, misalnya akibat lingkungan

kerja yang terlalu panas dan infeksi (Harianto, 2010).

Universitas Sumatera Utara


2.6.2.1. Debu

Debu adalah partikel padat yang di pancarkan /dihasilkan oleh proses alami

atau proses mekanis seperti pemecahan, penghalusan, penggilingan, pukulan ataupun

peledakan, pemotongan serta penghancuran bahan. Udara yang kita hirup dalam

pernafasan mengandung partikel-partikel dalam bentuk debu, dan sebagian dari debu

tersebut akan di tahan /tinggal di dalam paru.

Menghirup debu terlalu banyak dapat mengakibatkan terjadi pneumokoniosis.

Pneumokoniosis adalah istilah dari bahasa Greek yang berarti paru-paru yang

berdebu. Debu juga dapat masuk ke udara melalui cara pengisian bahan-bahan kimia

kering kedalam kantong seperti pengisian talk, semen, pupuk, asbes, atau kegiatan-

kegiatan pengeboran dengan mesin pengebor, mesin penghalus, pembersih karat

dengan cara menenbakkan pasir kepada plat-plat baja yang berkarat (proces sand

blasting). Akibat dari benturan antara pasir dengan baja, maka pasir dan karat pecah

menjadi debu masuk ke udara.

Debu umumnya ukuran partikelnya termasuk dalam kisaran yang sangat luas

yaitu mulai dari ukuran yang sangat kecil sampai yang ukurannya Cukup besar

(mulai dari ukuran partikel yang tidak terlihat dengan mata telanjang sampai ukuran

yang dapat terlihat) (Soeripto, 2008).

2.6.2.2. Panas

Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja

yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas:

Universitas Sumatera Utara


- Panas Metabolisme.

Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses yang

menghasilkan panas di dalam tubuh ini di sebut proses metabolisme. Panas

metabolisme meningkat , apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat.

Dalam Rangka menjaga kelangsungan hidup , maka suhu tubuh harus di pelihara

agar tetap konstan (37°C). Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan

yang sangat terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang

dihasilkan dari metabolisme yang terbanyak (yang di hasilkan) harus di buang

atau dikeluarkan dari dalam tubuh ke udara sekitarnya (udara lingkungan tempat

kerja).

- Panas dari luar tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja).

Hal ini sangat penting untuk dua alasan:

a. Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban panas

kepada tubuh.

b. Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara,

kecepatan gerak udara , kelembaban udara dan panas radiasi (baik radiasi dari

tubuh/dapur maupun radiasi matahari). Ini semua menentukan kecepatan

(kemampuan) panas ke udara lingkungan tempat kerja.

- Cara-cara Tubuh Kehilangan Panas.

Panas terutama dapat di pancarkan (dihamburkan) dari tubuh kesekitarnya dengan

cara konduksi , konvensi dan penguapan keringan serta radiasi. Dalam hal ini

darah memainkan peranan yang sangat penting , yaitu : darah membawa panas dari

Universitas Sumatera Utara


dalam tubuh ke kulit, dimana panas dapat di hamburkan kesekitarnya. Kecepatan

panas yang di hamburkan (dipindah) ini teragantung kepada keadaan lingkungan .

panas dapat dipindahkan dari tubuh ketempat kerja dengan cara konduksi,

konveksi, radiasi, penguapan dan respirasi. Sebaliknya panas dapat di pindahkan

dari lingkungan ke tubuh dengan radiasi dan/atau konveksi.

Konduksi, adalah: perpindahan panas dari partikel yang satu ke partikel yang lain

yang saling berhubungan dalam keadaan tetap (tidak bergerak).

Misalnya perpindahan panas dari kulit ke udara . dalam kondisi

sebagaimana di sebutkan , agar perpindahan panas dapat berlangsung

(terjadi) , maka suhu udara harus lebih dingin dari suhu kulit.

Konveksi, adalah: sirkulasi udara di atas kulit, yang hasilnya adalah peningkatkan

kegiatan pendinginan, sebagai contoh: penggunaan kipas angin secara

terus menerus (kontinu) akan menggerakan udara dingin yang lain

kearah kulit dan mendorong (memindahkan) udara yang telah hangat

oleh pengaruh kulit, ini adalah cara yang umum untuk mendinginkan

tubuh. Angin dingin atau angin sepoi-sepoi juga mempunyai pengaruh

mendinginkan tubuh, sama seperti prinsip-prinsip konduksi/konveksi,

gerakan udara (kecepatan gerak udara) yang lebih cepat mempunyai

pengaruh mendinginkan yang lebih besar. Dengan demikian dapat

dilihat bahwa bahwa keduanya baik suhu udara maupun kecepatan gerak

udara merupakan faktor penentu seberapa banyak (besar) pendinginan

dapat di capai konduksi-konveksi. Suhu udara yang lebih rendah, lebih

Universitas Sumatera Utara


besar jumlah panas konduksi yang dipindahkan (hilang). Lebih tinggi

kecepatan udara (cepat gerak udara), lebih besar jumlah panas konveksi

yang hilang.

Penguapan, adalah: cara pendinginan tubuh yang dilakukan dengan menguapkan

keringat yang ada di permukaan kulit. kecepatan penguapan untuk

mendinginkan tubuh ini umumnya menjadi lebih besar oleh karena

dipercepat dengan konveksi atau cepat gerak udara yang melintas kulit.

Apabila ke lembaban udara rendah, sejumlah besar penguapan dapat

terjadi (absorbsi uap air ke dalam udara menjadi besar) dan

mempercepat pendinginan, namun apabila kelembaban atau kandungan

uap air di udara tinggi, maka penguapan yang terjadi sangat sedikit,

sehingga pendinginan berjalan lambat. Oleh karena itu pada hari-hari

panas dan udara lembab menghasilkan (mengakibatkan) tekanan panas

lebih besar dari pada hari-hari panas dengan udara kering. Dengan jenis

pendinginan seperti itu, suhu udara , kelembaban udara dan cepat gerak

udara merupakan faktor-faktor yang kritis.

Radiasi, adalah: perpindahan panas dari benda yang panas kesuatu benda yang

lebih dingin yang ada disekitarnya dalam suatu lingkungan tempat kerja

(Soeripto, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.6.3. Faktor Biologi

Faktor biologis penyebab penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus,

bakteria, riketsia, protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal, malahan mungkin pula

tumbuhan atau hewan besar atau bahan dari padanya.

Penyakit virus misalnya penyakit kuku dan mulut dapat pindah dari ternak

menulari pekerja dalam perusahaan peternakan. Atau misal lain vaksinia (vaccinia)

dapat di derita oleh pemerah susu sapi yang tidak kebal oleh karena belum mendapat

suntikan vaksin terlebih dahulu sebelum bekerja di peternakan. Bakteri seperti antraks

sering menghinggapi pekerja pejagalan, penyamakan kulit, atau pengeringan tulang

dan pengolahan bahan dari hewan lainya. Demikian pula penyakit kuda, yang

disebabkan bakteri pfeiferella mallei dapat menulari manusia. Atau seorang pekerja

mungkin sekali di hinggapi penyakit Weil, apabila ia bekerja di tempat yang tikusnya

menderita penyakit tersebut. Pemelihara burung merpati ada kemungkinan menderita

penyakit psitakosis (psitaccosis) yang di sebabkan oleh riketsia (jasad renik yang

berukuran sedikit lebih besar dari virus). Oleh karena profesinya seorang dokter atau

perawat tidak mustahil ketularan penyakit yang berasal dari penderita yang diobati

dan dirawatnya, seperti tifes perut, difteri, gonorea (gonorrhoea), angina oleh karena

streptokokkus, atau efek primer penyakit sifilis yang menghinggapi dokter dan

ditularkan kepadanya melalui suatu luka pada jari atau di tangan langsung menjadi

stadium kedua penyakit sifilis demikian dikenal sebagai syphilis d'emblee, atau

syphilis honoris causa. Juga ketika hebat-hebatnya wabah penyakit pes merajalela

Universitas Sumatera Utara


pada masa silam, tidak sedikit dokter dan petugas kesehatan lainnya yang menjadi

korban penyakit tersebut.

Penyebab penyakit yang tergolong kepada protozoa antara lain adalah parasit

plasmodium malaria. Untuk negara yang bebas penyakit malaria, apabila seorang

pelaut dari negara tersebut menderitanya oleh karena pelayaran ke negara yang masih

berjangkit malaria, penyakit itu dianggap sebagai sakit akibat kerja. Demikian pula

penyakit tidur di Afrika, untuk tenaga kerja dari negara lain yang di kirim ke sana

merupakan penyakit akibat kerja. Sporotrikhosis adalah salah satu contoh penyakit

akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur pada kuku sering diderita

oleh pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah, atau bila mereka terlalu banyak

merendam tangan dan kaki di dalam air seperti misalnya pekerja yang pekerjaanya

mencuci pakaian. Candida albicans biasanya tumbuh di tempat - tempat yang kadar

gulanya tinggi, sehingga pekerjaan seperti yang terdapat di perusahaan roti atau

pembuat manisan sering menimbulkan penyakit infeksi oleh jamur tersebut.

Jenis cacing yang berbahaya terutama bagi pekerja tambang dan perkebunan

adalah ankilostomiasis (cacing tambang), yang disebabkan oleh ancylostoma

duodenale dan necator americanus. Seperti penyebab faktor biologis lainnya,

penyakit cacing pun mungkin didapat di negara atau daerah lain, oleh karena

penugasan melakukan pekerjaan. Kutu dan pinjal sering terdapat di tempat kerja dan

biasanya menjadi sebab kelainan kulit. Terkenal kutu alang-alang atau kutu padi

(suma’mur, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.6.4. Faktor Fisiologi dan Ergonomi

Menurut (Suma’mur, 2009), Ilmu faal yang dikhususkan untuk manusia yang

bekerja disebut ilmu faal kerja atau fisiologi kerja. Secara fisiologis, bekerja adalah

hasil kerja sama dalam koordinasi yang sebaik-baiknya dari saraf pusat dan perifer,

panca indera (mata, telinga, peraba, perasa,dan lain-lain), serta otot dan rangka

(kedua yang terakhir ini adalah pelaku utama perbuatan). Bekerja mungkin

dikelompokkan menjadi kerja otak (mental) dan kerja otot (fisik).

Dalam faal kerja, perhatian utama difokuskan kepada kerja fisik atau otot.

Untuk bekerja pertukaran zat dalam organ tubuh yang diperlukan sebagai sumber

energi dan transportasi sisa metabolisme yang harus dibuang luar biasa penting peran

peredaran darah dan dari susunan saraf serta otot-otot dan rangka (muskulo-skeletal)

dan juga organ-organ lainnya. Selain jantung dan sistem peredaran darah, paru dan

alat pernafasan lainnya, sistem gastro-intestinal (mulut, egofagus, usus, hati, dan

lainnya) juga memainkan fungsi masing-masing dalam mendukung dan menunjang

kelancaran berlangsungnya aktivitas dan rangkaian kegiatan dilakukannya pekerjaan.

Untuk kelangsungan pelaksanaan pekerjaan, semua organ terkait dan juga seluruh

sistem yang beroperasi fisiologis dalam tubuh harus berada pada kondisi optimal (bila

mungkin prima).

Mula-mula koordinasi antara susunan saraf pusat, indera, otot, dan organ-

organ tubuh tidak mudah diwujudkan dan pada stadium tersebut untuk

berlangsungnya koordinasi yang baik diperlukan upaya yang cukup intensif.

Universitas Sumatera Utara


Kenyataan ini terlihat pada tenaga kerja baru yang mulai bekerja dan sedang

menjalani latihan keterampilan atau permagangan. Tidak jarang ditemukan keadaan

betapa seseorang tenaga kerja yang tidak terlatih menghadapi kesulitan untuk bekerja

dengan benar, sekalipun prosedur kerja sebenarnya sangat sederhana. Melalui

pendidikan dan pelatihan koordinasi yang baik dapat dibina dan diciptakan; pelatihan

keterampilan yang tepat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan termasuk gerakan

yang dilakukan berlangsung sebagai suatu refleks, sehingga bekerja merupakan

proses yang berlangsung secara otomatis dengan penuh kemudahan serta pencapaian

kualitas hasil kerja yang baik.

Semakin pendek waktu yang diperlukan bagi siklus yang bersifat refleks

dalam bekerja atau kian cepatnya otomatisnya pekerjaan dilakukan menunjukkan

semakin baiknya koordinasi berfungsinya organ-organ tubuh dalam memberikan

dukungan kepada pelaksanaan kerja serta merupakan peluang bagi pencapaian hasil

kerja yang baik sebagai konsekuensi semakin baiknya keterampilan tenaga kerja.

Untuk pekerjaan fisik, otot adalah bagian tubuh terpenting bagi pelaksanaan

aktivitas kerja. Otot bekerja dengan mekanisme kontraksi (mengerut) dan melemas.

Kekuatan bekerjanya suatu otot ditentukan oleh jumlah dan kualitas serat yang

menyusunnya, daya kontraksi dan cepatnya berkontraksi serta melemas. Pada waktu

otot kontraksi (mengerut), darah yang berada antara serat-serat otot atau di luar

pembuluh darah otot terjepit sehingga peredaran darah terhambat, jadi juga

pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi salah satu penyebab dari

timbulnya kelahan otot.

Universitas Sumatera Utara


Maka dari itu, kerutan yang selalu diselingi pelemasan, sebagaimana biasanya

disebut kontraksi otot dinamis, sangat tepat di pakai sebagai prinsip pelaksanaan

bekerjanya otot pada setiap pekerjaan yang berkaitan dengan dilaksanakanya kegiatan

dan proses pekerjaan. Contoh pekerjaan atau kegiatannya yang dilakukan dengan

kontraksi otot dinamis dalam bekerja, selalu diikuti dengan terjadinya kelelahan, yang

memerlukan istirahat untuk pemulihan. Atas dasar kenyataan itu, waktu istirahat

dalam bekerja atau sesudah melakukan pekerjaan sangat penting. Kelelahan otot

secara fisik antara lain merupakan akibat dari efek zat sisa metabolisme seperti asam

laktat, CO2' atau lainnya.

Peralatan kerja dan mesin perlu diserasikan dengan ukuran tubuh tenaga kerja

untuk tujuan meraih hasil kerja yang secara kualitatif dan kuantitatif memuaskan serta

tenaga kerja merasakan kemudahan dalam melakukan pekerjaannya. Atas landasan

konsep demikian berkembang ilmu yang disebut antropometri, yaitu ilmu tentang

ukuran tubuh dan segmen-segmennya, baik dalam keadaan statis maupun dinamis

yang sangat besar manfaatnya bagi keperluan pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan

agar tenaga kerja sehat dan produktif bekerja. Ukuran tubuh demikian antara lain :

1. Berdiri: Tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang depa, dan

panjang lengan ;

2. Duduk: Tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan,

tinggi lutut, jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki.

Selain ukuran postur dan segmen tubuh demikian, masih banyak ukuran

antropomentris segmen tubuh yang perlu diketahui dengan pengukuran untuk

Universitas Sumatera Utara


digunakan dalam upaya penyesuaian faktor manusia dengan mesin dan peralatan serta

perlengkapan kerja dan juga guna menetapkan cara kerja yang serasi dengan faktor

manusia (Suma’mur, 2009).

Pelepasan energi mekanik yang berulang-ulang atau akibat posisi kerja yang

kurang ergonomis untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan gangguan

musculoskeletal, seperti repetitive strain injury, nyeri pinggang bagian bawah, dan

hand arm vibration syndrome (Harrianto, 2012).

2.6.5. Faktor Psikososial

Manusia dalam pekerjaannya bukan robot yang bekerja tanpa perasaan,

pikiran dan kehidupan sosial. Manusia adalah mahluk yang paling kompleks.

Manusia memiliki rasa suka dan benci. Manusia mempunyai kehendak, kemauan,

angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup. Selain itu,

manusia mempunyai pikiran dan pertimbangan yang menentukan sikap, pendirian

dan perbuatannya. Juga manusia mempunyai pergaulan hidup, baik di rumahnya atau

tempat kerjanya, maupun dalam masyarakat luas sekitarnya. Maka demikian pula

seorang pekerja dan juga pengusaha memiliki pula perasaan, pikiran dan kehidupan

sosial seperti itu. Kesemua hal tersebut menyebabkan pengaruh sangat dominan

terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaan dan melakukan pekerjaannya atau

pengusaha dalam usaha dan menjalankan usahanya.

Kehendak, kemauan, dan cita-cita seorang pekerja berpengaruh pula pada

pekerjaannya. Mungkin pekerjaannya yang sekarang itu sama sekali bukan kehendak

atau cita-citanya, sehingga yang bersangkutan bekerja sekadarnya. Atau siapa tahu

Universitas Sumatera Utara


pekerjaan yang dikerjakan itu sama sekali bertentangan dengan kehendak atau cita-

citanya, melainkan hanya karena keadaan memaksanya untuk melakukan pekerjaan

tersebut. Atau siapa tahu pula justru pekerjaan itu berlawanan dengan hati nurani dan

rasa harga dirinya (human dignity). Mengerjakan suatu pekerjaan yang benar-benar

menjadi iclaman akan disertai semangat kerja penuh, motivasi kerja tinggi,

kegairahan kerja, kebanggaan akan prestasi kerja dan penuh tanggung jawab serta

dedikasi.

Manusia memiliki pikiran dan pertimbangan. Salah satu pikiran yang selalu

menggangu adalah pikiran yang berakar kepada kekhawatiran. khawatir kalau

pekerjaan pada suatu waktu tidak akan ada lagi, oleh karena perusahaan bangkrut.

Khawatir kalau dipecat dari pekerjaan. Khawatir berbuat salah. Dan aneka

kekhawatiran lainnya. Kekhawatiran ini sering meningkat menjadi tegangan pikiran

yang mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit.

Selain itu, suatu kekhawatiran kadang-kadang di selimuti dengan perbuatan

yang seolah-olah di maksud untuk meniadakan kekhawatiran tersebut; misalnya

seorang pekerja marah kepada atasannya oleh karena ia merasakan ketidakadilan

perlakuan atasannya, kemarahannya dipendamnya, namun dalam pikiran ia benar-

benar khawatir kalau atasannya mengetahui tentang kemarahannya kepada atasannya.

Untuk menghidari diri dari kemungkinan atasannya mengetahui kemarahannya dan

juga untuk menghilangkan kekhawatiran yang menggangu pikiran itu pekerja

dimaksud sering tidak masuk kerja yang sesungguhnya perbuatan demikian

Universitas Sumatera Utara


dimaksudkan guna menutupi kekhawatirannya dan menghindari atasannya

mengetahui tentang kemarahannya.

Seorang pekerja adalah anggota atau pimpinan dari satu keluarga dan

sekurang-kurangnya anggota pula dari masyarakat tempat pergaulan hidupnya.

Kehidupan kekeluargaan sangat mempengaruhi pekerja dalam pekerjaan dan

lingkungan kerjanya. Jika seorang pekerja berselisih dengan istrinya sebelum ia pergi

bekerja. setidak-tidaknya kesan perselisihan tadi masih dibawanya ke tempat kerja,

bahkan mungkin ia menjadi cepat sekali marah pada hari-hari tersebut. Tekanan

hidup yang berat bagi keluarga pekerja tercermin pula dalam pekerjaannya, misalnya

dalam bentuk pelambatan kerja atau perusakan alat. Suatu pekerjaan penuh risiko

hanya boleh dikerjakan oleh seseorang yang kehidupan keluarganya memungkinkan

perasaan dan pikiran stabil-mantap sehingga risiko pekerjaan dapat diatasi dan dilalui

dengan mulus dan selamat. Demikian pula kehidupan dalam masyarakat

memperlihatkan pengaruh yang cukup berarti kepada perilaku pekerja yang

bersangkutan. Umumnya dapat dikatakan bahwa seorang pekerja yang baik

mempunyai pergaulan hidup yang baik pula. Sebaliknya lingkungan hidup yang

penuh kekerasan menyebabkan seseorang bertingkah laku keras dan kasar.

Faktor-faktor di lingkungan kerja yang menyebabkan para pekerja tertekan

jiwanya dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja, kecenderungan

terjadinya kecelakaan kerja, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, atau

bahkan dapat menimbulkan terjadinya penyakit jiwa, seperti neorosis dan psikosis

(Harianto, 2012).

Universitas Sumatera Utara


2.7. Pengendalian Faktor Kesehatan Kerja

Bagi pekerja di pencetakan batu bata, cara yang paling baik untuk

menghindari bahaya kesehatan kerja adalah dengan menggunakan Alat Pelindung

Diri (APD) mengurangi kontak dengan sumber infeksi dan ini dapat di lakukan

dengan usaha kesehatan pribadi dan usaha perlindungan diri dalam bekerja.

2.8. Landasan Teori Penelitian

Menurut (Suma’mur 2009), faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit

akibat kerja sebagai berikut:

1. Faktor fisik, seperti:

a. Suara, yang bisa menyebabkan tuli akibat kerja.

b. Radiasi sinar-sinar Rotgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara

lain penyakit saluran darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa

mengakibatkan katarak (cataract) pada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet

menjadi sebab konjuntivitis foto elektrika (conjunctivitis photoelectrica).

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stoke (pukulan panas), kejang

panas (heat cramps), atau hiperpireksia (hyperpyrexia), sedangkan suhu terlalu

rendah antara lain menimbulkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson desease).

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

Universitas Sumatera Utara


2. Faktor kimiawi, yaitu:

a. Debu yang menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya silicosis, asbetosis dan

lainnya.

b. Uap yang diataranya menyebabkan demam uap logam (Metal fume fever),

dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap

formaldehida.

c. Gas misalnya keracunan oleh CO2, H2S dan lainnya.

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebakan iritasi kepada kulit.

e. Awan atau kabut misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan

lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan

penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

4. Faktor fisiologi (ergonomis), yaitu antara lain kesalahan kontruksi mesin, sikap

badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang

kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat

laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau

hubungan industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi

atau penyakit psikosomatis.

Universitas Sumatera Utara


2.9. Konsep Penelitian

Bahaya:
- Faktor Fisik
- Faktor Kimia Gangguan Kesehatan
- Faktor Biologi Tenaga Kerja
- Faktor Fisiologi dan Ergonomi
- Faktor Psikososial

Gambar 2.1. Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai