DI
UPTD PUSKESMAS SEI MESA
(Tanggal 18 maret s.d 13 April 2019)
Disusun Oleh :
Indra Nopian 11194761920051
Prichilia Anggelina Putri 11194761920027
Putri Amelia 11194761920028
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAMPANGAN (PKL) PUSKESMAS
DI
UPTD PUSKESMAS SEI MESA
(Tanggal 18 Maret s.d 13 April 2019)
Disusun Oleh :
Indra Nopian 11194761920012
Prichilia Anggelina Putri 11194761920027
Putri Amelia 11194761920028
Disetujui Oleh :
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas Sei Mesa Jl. Pahlawan No. 1
Banjarmasin dengan baik dan lancar.
Praktek kerja lapangan ini di selenggarakan dalam rangka memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian di puskesmas kepada mahasiswa/I serta meningkatkan kemampuan
dalam mengabdikan profesinya kepada masyarakat.
Puji Syukur Peraktek Kerja lapangan ini dapat di laksanakan dengan baik dan
lancar tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan banyak-banyak terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Q = SK + SP + (WT X D ) – SS
Keterangan :
Q = Jumlah obat yang dipesan
SK = Stok Kerja
SP = Stok Pengaman
WT = Waktu Tunggu (leadtime)
SS = Sisa Stok
D = Pemakaian rata-rata perminggu/perbulan
a. Pencegahan Kekosongan Obat
Agar tidak terjadi kekosongan obat dalam persediaan, maka
perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Cantumkan obat stok optimum pada kartu stok.
2. Laporkan segera kepada UPOPPK, jika terdapat pemakaian
yang melebihi rencana karena keadaan yang tidak terduga.
3. Buat laporan sederhana secara berkala kepada Kepala
Puskesmas tentang pemakaian obat tertentu yang banyak
dan obat lainnya masih mempunyai persediaan banyak.
b. Pemeriksaan Besar (Pencacahan)
Pemeriksaan besar dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan
antara kartu stok obat dengan fisik obat, yaitu jumlah setiap
jenis obat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap bulan,
triwulan, semester atau setahun sekali. Semakin sering
pemeriksaan dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadi
perbedaan antara fisik obat dan kartu stok.
c. Pengendalian Penggunaan
Tujuan Pengendalian Penggunaan adalah untuk menjaga
kualitas pelayanan obat dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan
dana obat. Pengendalian penggunaan obat meliputi :
1. Prosentase penggunaan antibiotic
2. Prosentase penggunaan injeksi
3. Prosentase rata-rata jumlah R/
4. Prosentase Obat Penggunaan obat Generik
5. Kesesuaian dengan Pedoman
6. Instrumen yang digunakan adalah Format Monitoring
Peresepan seperti terlampir.
d. Penanganan Obat Hilang, Obat Rusak dan Kadaluarsa
1. Penanganan Obat Hilang
Tujuannya adalah sebagai bukti pertanggungjawaban
Kepala Puskesmas sehingga diketahui persediaan obat saat
itu. Kejadian obat hilang dapat terjadi karena adanya
peristiwa pencurian obat dari tempat penyimpanannya oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Obat juga
dinyatakan hilang apabila jumlah obat dalam tempat
penyimpanannya ditemukan kurang dari catatan sisa stok
pada kartu stok yang bersangkutan. Untuk menangani
kejadian obat hilang ini, perlu dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian
obat hilang segera menyusun daftar jenis dan jumlah
obat hilang, serta melaporkan kepada Kepala
Puskesmas. Daftar Obat Hilang tersebut nantinya
akan digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara
Obat Hilang yang diterbitkan oleh Kepala Puskesmas.
b. Kepala Puskesmas kemudian memeriksa dan
memastikan kejadian tersebut, serta menerbitkan
Berita Acara Obat Hilang.
c. Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian
tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, disertai Berita Acara Obat Hilang
bersangkutan.
d. Petugas pengelola obatselanjutnya mencatat jenis dan
jumlah obat yang hilang tersebut pada masing-masing
Kartu Stok.
e. Apabila jumlah obat yang tersisa diperhitungkan tidak
lagi mencukupi kebutuhan pelayanannya, serta
dipersiapkan LPLPO untuk mengajukan tambahan
obat.
f. Apabila hilangnya obat karena pencurian maka
dilaporkan kepada kepolisian dengan membuat berita
acara.
2. Penanganan Obat Rusak/Kadaluarsa
Tujuaanya adalah melindungi pasien dari efek samping
penggunaan obat rusak/kadaluarsa.
Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak
layak pakai (karena rusak/kadaluarsa), maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Petugas kamar obat, kamar suntik, atau unit pelayanan
kesehatan lainnya segera melaporkan dan
mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala
Puskesmas melalui petugas gudang obat Puskesmas.
b. Petugas gudang obat Puskesmas menerima dan
mengumpulkan obat rusak dalam gudang. Jika
memang ditemukan obat tidak layak pakai maka harus
segera dikurangkan dari catatan sisa stok pada
masing-masing kartu stok yang dikelolanya. Petugas
kemudian melaporkan obat rusak/kadaluarsa yang
diterimanya dari satuan kerja lainnya, ditambah
dengan obat rusak/kadaluarsa dalam gudang, kepada
Kepala Puskesmas.
c. Kepala Puskesmas selanjutnya melaporkan dan
mengirimkan kembali obat rusak/kadaluarsa kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, untuk kemudian
dibuatkan berita acarasesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
e. Pelayanan Obat
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek
teknis dan non teknis yang harus di kerjakan mulai dari
menerima resep dokter sampai penyerahan obat kepada pasien.
Semua resep yang telah dilayani oleh puskesmas harus di
pelihara dan disimpan minimal 2 (dua) tahun dan pada setiap
resep harus diberi tanda :
“Umum” untuk resep umum
“Asskes” untuk resep yang diterima oleh peserta asuransi
kesehatan.
Untuk menjamin keberlangsungan pelayanan obat dan
kepentingan pasien maka obat yang ada di puskesmas tidak
dibeda-bedakan lagi sumber anggarannya. Semua obat yang ada
di puskesmas pada dasarnya dapat di gunakan melayani pasien
yang datang ke Puskesmas.
Pelayanan obat dilakukan sebagai berikut :
a. Penerimaam resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan oba bagi pasien sesuai peraturan perundangan
yang berlaku. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang
meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan
mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai
penyerahan obat kepada pasien.
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep, yaitu:
nama dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat
praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep,
nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien,
umur pasien, dan jenis kelamin pasien
2. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yakni bentuk
sediaan dosis, potensi stabilitas, cara dan lama
penggunaan obat.
3. Pertimbangan klinik, seperti alergi, efek samping,
interaksi dan kesesuaian dosis.
4. Konsultasi dengan dokter apabila ditemukan keraguan
pada resep atau obat tidak tersedia.
b. Peracikan Obat
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak
penyimpanan menggunakan alat, dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan
keadaan fisik obat.
2. Peracikan obat
3. Pemberian etiket warna putih untuk obat per oral dan
etiket warna biru untuk obat non oral, serta
menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan obat
dalam bentuk laruatan.
4. Memasukan obat ke dalam wadah yang sesuai dan
terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu
obat dan penggunaan yang salah.
c. Penyerahan Obat
Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Obat diserahkan kepada paisen harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien
pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah
obat.
2. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan
dengan cara yang baik dan sopan, mengingat pasien
dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang
stabil.
3. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien
atau keluarganya.
4. Memberikan informasi cara penggunaan dan hal-hal
lain yang terkait dengan obat tersebut, antara lain
manfaat obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan obat.
5. Dalam menyerahkan obat kepada pasien hendaklah
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan secara baik dan sopan.
b. Menggunakan bahasa Indonesia atau perlu
menggunakan bahasa daerah setempat sehingga
dapat dipahami oleh pasien.
c. Petugas harus memberikan informasi secara ramah
dan sopan sehingga pasien semangat untuk sembuh
dan dapat untuk sembuh dan dapat membantu
penyembuhan psikologis.
d. Pertimbangan psikologis.
e. Petugas harus menyadari bahwa pasien berhak
menerima informasi obat yang baik dan benar.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah
dimengerti, akurat, etis, bijaksana dan terkini sangat
diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional
oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Farmakope
Indonesia. Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO),
Informasi Obat Nasional (IONI), Farmakologi dan Terapi,
buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari
setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
1) Nama dagang obat jadi.
2) Komposisi.
3) Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.
4) Dosis pemakaian.
5) Cara pemakaian.
6) Khasiat atau kegunaan.
7) Kontraindikasi (bila ada).
8) Tanggal kadaluarsa.
9) Nomor ijin edar/nomor register.
10) Nomor kode produksi.
11) Nama dan alamat industri.
Informasi obat yang diperlukan pasien adalah:
a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat
digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang,
sore, atau malam.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih
ada atau harus dihabiskan meskipun tersa sembuh.
Obat antibiotik harus dihabiskan untuk mencegah
timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan
keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus
mendapa penjelasan mengenai cara penggunaan obat
yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu
seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes
hidung, obat semprot hidung, tetes telinga,
suppositoria, krim/salp, dan tablet vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang
akan dirasakan, misalnya berkeringat, mengantuk,
kurang waspada, tinja berubah, air kencing berubah
warna dan sebagainya.
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek
samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau
makanan tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu
dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui.
f. Cara penyimpanan obat, misalnya disimpan pada
lemari pendingin, disimpan terlindungi dari cahaya
matahari langsung dan sinar langsung.
Oleh karena itu pasien harus mendapatkan penjelasan
mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk
sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata,
salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes
telinga, suppositoria, krim/salep rectal dan tablet vagina.
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di
Puskesmas perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan
pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian itu sendiri.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari
pelayanan resep sampai pelayanan informasi obat kepada
pasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan
kefarmasian sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian
di Puskesmas. Hal-hal yang perlu dimonitoring dan
evaluasi dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas,
antara lain:
1. Sumber daya manusia (SDM).
2. Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar
perencanaan, pengadaan, penerimaan dan distribusi.
Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan
resep, skrining resep, penyiapan sediaan, pengecekan
hasil peracikan dan penyerahan obat disertai
informasinya serta pemantauan pemakaian obat bagi
penderita penyakit tertentu seperti TB, Malaria dan
Diare).
3. Mutu pelayanan (tingkat kepuasaan konsumen) (Depkes
RI, 2006).
g. Pencatatan dan Pelaporan
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah sebagian bukti bahwa
suatu kegiatan yang telah dilakukan, sumber data untuk
melakukan pengaturan dan pengendalian, sumber data dan dalam
pelaporan.Pencatatan data dan pelaporan data obat di puskesmas
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan
obat-obat yang diterima, disimpan, didistribusi dan digunakan
dipuskesmas dan unit pelayaan lainnya. Puskesmas bertanggung
jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang
tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung
pelaksanaan seluruh pengelola obat.
1. Sarana pencatatan dan pelaporan
Adapun sarana yang digunakan untuk pencatatan dan
pelaporan obat di puskesmas adalah LPLPO dan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data,
tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dab
diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk
analisis penggunaan, perencanaan, kebutuhan obat,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan
obat.
a. Di Gudang Puskesmas
1. Kartu stok.
2. LPLPO
b. Di kamar obat Puskesmas
1. Catatan penggunaan obat
2. LPLPO
c. Di Puskesmas Pembantu
1. Catatan harian obat
2. LPLPO sub unit.
d. Di pelayanan kesehatan/pengobatan
Catatan obat-obat yang diberikan kepada pasien pada
kartu berobat/status.
1. Di puskesmas keliling.
Laporan pemakaian obat.
2. Di posyandu/polindes/bidan desa.
Laporan pemakaian obat.
3. Penyelenggaraan pencatatan
Di gudang puskesmas
1. Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang
dicatat di dalam kartu stok.
2. Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat
berdasarkan :
a. Kartu stok obat.
b. Catatan harian penggunaan obat.
Data yang ada pada LPLPO dilaporkan ke Dinkes
Kabupaten/Kota. Laporan ini merupakan laporan puskesmas
ke Dinkes Kabupaten/Kota.
Di kamar obat
1. Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada
pasien dicatat pada buku catatan pemakaia obat harian.
2. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat
dibuat berdasarkan catatan pemakaian obat harian dan
sisa stok.
Di puskesmas keliling
Puskesmas pembantu dan tempat perawatan serta di ruangan
pertolongan gawat darurat, pencatatan diselenggarakan seperti
pada kamar obat.
2.Alur pelaporan
Data LPLPO merupakan data dari LPLPO sub unit dan
puskesmas induk, LPLPO dibuat empat rangkap, yakni:
a) satu rangkap ditujukan ke Dinkes Kota
b) dua rangkap ditujukan ke GFK, dan
c) Satu rangkap untuk arsip puskesmas.
3. Periode pelaporan
Laporan bulanan dilakukan secara periodik.
Pelaporan untuk obat golongan Narkotik Psikotropik laporan di
buat secara rutin setiap bulan oleh Puskesmas, yang di kirimkan/
di tujukan kepada kepala Dinas Kesehatan Kotamadya dengan
tembusan kepada kepala Gudang Farmasi Kota.
2.3 Puskesmas Sei Mesa
2.3.1 Sejarah
Pada tahun 1950-an ketika masyarakat sekitar sei.mesa merasakan
pelunya sebuah usaha yang bergerak di bdang kesehatan dididrikan sebuah
gedung tempat melaksanakan Usaha Kesehatan Ibu dan anak. Selanjutnya
melalui suatu yayasan yang dibentuk khusus untuk itu. Pemancangan tiang
pertamanya dilakukan pada tanggal 10 November 1957 Jalan Pahlawan
No. 59/31 RT. 8 Banjarmasin.
Bangunan ini mulai digunakan dan berfungsi sejak 5 maret 1958
dan diberi nama Balai UKIDA (Usaha Kesehatan Ibu dan Anak).
Kegiatannya dilaksanakan oleh seorang bidan, dibantu oleh masyarakat
setempat sebagai kadernya. Pada tanggal 23 juli 1958, usaha ini
berkembang menjadi sebuah Pusat Kesehatan Masyarakat dengans eorang
pimpinan seorang donter berkebangsaan belanda yang bernama
dr.a.A.Clocke dalam perkembangan selanjutnya usaha yang beralih
,emjadi milik pemerintah.
Seiring berjalannya waktu keadaan puskesmas sei.mesa jauh lebih
baik, serta beberapa program wajib dan program tambahan yang sudah
dapat dilaksanakan oleh pimpinan dan staf sesuai engan arahan dari dinas
kesehatan kota Banjarmasin.
Misi
1. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
bermutu, merata dan terjangkau dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
2. Memeberdayakan serta mendorong kemandirian masyarakat
dan keluarha dalam pembangunan kesehatan dengan
mengupayakan agar perilaku hidup bersih dan sehat menjdi
bagian hidup masyarakat.
3. Derajat kesehatan masyarakat
4. Menetapkan manajemen yang transparan pada setiap program
Moto
1. Perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang mendekati kebutuhan.
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Proses seleksi sediaan Farmasi dan bahan medis habis pakai dilakukan
dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi sediaan Farmasi
periode sebelumnya, data mutasi sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan.
Proses seleksi sediaan Farmasi dan sediaan bahan medis habis pakai juga harus
mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium
Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan dan perawat serta pengelolaan
program yang berkaitan dengan pengobatan.
b. Metode penyimpanan
Menurut alphabet dengan sistem FIFO (First in First OUT) artinya
barag yanglebih dahulu msuk maka lebuh dahulu dikeluarkan dari
penyimpanan sesuai dengan tanggal kadaluarsa obat itu sendiri, yaitu
apabila kadaluarsa cepat berakhir expired datemaka sedaan tersebut
dahulu dikeluarkan.
Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan
atau kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuan pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah agar tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan
dasar.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai bila :
Pengelola Administrasi
Nur Winarsih
Ketua UKP
dr.Hj Rislian Nufus
Pengelola Kamar Obat
Kepala Puskesmas
Sabila Nurul Zahrina
dr.H.RH Muhammad
Abrar
Pengelola Program
Pengelola Gudang Obat
farmasi
Nur Winasih
Diyah Juniartuti,S.Si,Apt