Anda di halaman 1dari 6

3.

3 RELASI ELIPSI

Elipsi adalah penghilangan satu bagian dari unsur atau satuan bahasa.
Sebenarnya, elipsi prosesnya sama hanya elipsi ini disubstitusi oleh sesuatu
yang tidak ada. Elipsis dapat pula dikatakan penggantian nol (zero); sesuatu
yang ada tetapi tidak diucapkan atau tidak dituliskan. Hal ini dilakukan demi
kepraktisan.

Menurut Zaimar dan Harahap(2009:127), elipsis adalah sesuatu yang


tidak terucapkan dalam wacana, artinya tidak hadir dalam komunikasi, tetapi
dapat dipahami.

Menurut Sumarlam(2003: 30), elipsis adalah salah satu jenis kohesi


gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu
yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan
itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat.

Halliday dan Hassan (dalam Zaimar dan Harahap, 2009:127) elipsis ini
sebenarnya sama betul dengan subsitusi, hanya saja, bila dalam substitusi ada
unsur bahasa yang menggantikan dalam elipsis sama sekali tidak ada. Dengan
kata lain elipsis merupakan subsitusi kosong. Kekosongan tersebut
memerlukan praanggapan pembacanya bahwa ada sesuatu yang harus
dilengkapi, sesuatu yang perlu dipahami. Dengan kata lain elipsis terjadi bila
ada sesuatu unsur yang secara struktural seharusnya hadir, tidak ditampilkan;
sehingga terasa bahwa ada sesuatu yang tidak lengkap.

Elipsis merupakan penghilangan bagian kalimat karena bagian yang


dihilangkan itu dianggap sudah diketahui sehingga tidak perlu disebutkan
lagi. Karena bagian yang dihilangkan itu sebenarnya sudah diketahui, maka
elipsis sering disebut penggantian dengan nol (substitution by zero). Elipsis
perlu dianggap sebagai sarana kohesi karena bagian yang
dilesapkan/dihilangkan itu sebenarnya dapat dicari pada bagian kalimat
sebelumnya. Dengan demikian, elipsis menghubungkan bagian kalimat
dengan bagian kalimat yang lain (Budimam, 2004: 34).

Kridalaksana (2011:56) mengatakan elipsis adalah peniadaan kata atau


satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau
konteks luar bahasa. Gaya penulisan wacana yang menggunakan elipsis
biasanya mengandaikan bahwa pembaca atau pendengar sudah mengetahui
sesuatu, meskipun meskipun sesuatu itu tidak disebutkan secara eksplisit.

Contoh:
(1) Menjelang hari raya Galungan, banyak orang pulang ke kampungnya
masing-masing. Lia juga.
(2) Rizka pergi menanam padi. Adik juga ikut dengannya.

Kalimat kedua pada contoh (1) di atas tidak lengkap. Sebenarnya kalimat
itu berbunyi Lia juga pulang ke kampungnya. Demikian dengan contoh (2)
klausa menanam padi juga dihilangkan. Keterangan ini didapat dari kalimat
pertama. Dalam elipsis, ada unsur yang hilang, dan unsur itu merupakan celah
dalam struktur yang harus diisi dari bagian lain teks itu. Jadi elipsis mengacu
pada kalimat, klausa, frasa ataupun kata yang hadir dalam teks sebelumnya,
yang kemudian menjadi sumber bagi infomasi yang hilang.

3.4 RELASI KONJUNGSI

Konjungsi adalah kata yang dipergunakan untuk menggabungkan kata


dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan
kalimat, atau paragraf dengan paragraf (Rusminto, 2015:31).

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan


dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana
(Sumarlam, 2003:32).

Konjungsi berfungsi untuk merangkai atau mengikat beberapa proposisi


dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana lebih terasa lembut. Sesuai
dengan fungsinya, konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan unuk
merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun
antarkalimat ( Rani dkk, 2006: 107).

Contoh konjungsi yang menggabungkan kalimat dengan kalimat, atau


klausa dengan klausa adalah agar, dan, atau, untuk, ketika, sejak, sebelum,
sedangkan, tetap, karena, sebab, dengan, jika, sehingga, dan bahwa.
Sementara itu, contoh konjungsi yang menggabungkan paragraf dengan
paragraf adalah sementara itu, dalam pada itu, dan adapun.

Berdasarkan perilaku sintaksisnya dalam kalimat, Alwi, dkk (TBBI,


2003) membagi konjungsi (konjungtor) menjadi (a) konjungsi koordinatif, (b)
konjungsi korelatif, (c) konjungsi subordinatif, dan (d) konjungsi antarkalimat
(berfungsi pada tataran wacana).

a) Konjungsi koordinatif berfungsi menghubungkan dua klausa yang setara


atau penghubung antarkata yang membentuk frase.
Konjungsi koordinatif yang sering digunakan adalah:
dan: penanda hubungan penambahan
serta: penanda hubungan pendapingan
atau: penanda hubungan pemelihan
tetapi: penanda hubungan perlawanan
melainkan: penanda hubungan perlawanan
padahal: penanda hubungan pertentangan
sedangkan: penanda hubungan pertentangan

Perhatikan contoh berikut.


(1) Saya dan adik pergi bersama ayah.
(2) Adik mengajak saya bermain, padahal saya sangat lelah.

Pada contoh (1) dan menghubungkan kata dengan kata, sedangkan pada
contoh (2) padahal menghubungkan klausa dengan klausa.
b) Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata,
frase, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi ini
terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh satu kata, frase, atau klausa
yang dihubungkan. Konjungsi korelatif yang sering digunakan adalah;
“baik, maupun”, “tidak hanya, tetapi juga”, “demikian, sehingga”, dan
“jangankan, pun”.
Berikut adalah contohnya.
(1) Baik Najwa maupun Via belum pernah pergi ke luar negeri.
(2) Kami tidak hanya bermain, tetapi juga belajar bersama.
(3) Entah diterima entah tidak, saya akan tetap mengajukan proposal ini.
(4) Jangankan dia, saya sendiri pun tidak diperhatikan.
(5) Perbuatannya demikian tulus sehingga laki-laki luluh padanya.

c) Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubung kan dua


klausa atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki sta tus sintaksis yang sama
Jika dilihat dari peilaku sintaksis dan semantisnya, konjungsi subordinatif
dapat dibagi menjadi tiga belas kelompok. Berikut ini adalah kelompok-
kelompok kon jungsi subordinatif
(1) konjungsi subordinatif waktu, contoh: sejak, ketika, sebelum, sesudah,
sampal, sambil, selama;
(2) konjungsi subordinatif syarat, contoh: jika, kalau, bila, manakala,
asalkan;
(3) konjungsi subordinatif pengandaian, contoh: andaikan, seandainya,
seumpamanya, sekiranya;
(4) konjungsi subordinatif tujuan, contoh: agar, supaya, biar;
(5) konjungsi subordinatif konsersif (perbandingan pada kalimat majemuk
bertingkat), contoh: biarpun, meski (pun), walau (pun), kendati (pun),
sungguhpun;
(6) konjungsi subordinatif pembandingan, contoh: seakan-akan, seolah-
olah, seperti, ibarat, alih-alih:
(7) konjungsi subordinatif sebab, contoh: sebab, karena, oleh karena,
oleh sebab;
(8) konjungsi subordinatif hasil, contoh: sehingga, makna(nya);
(9) konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa;
(10) konjungsi subordinatif cara, contoh: dengan, tanpa;
(11) konjungsi subordinatif komplementasi: bahwa;
(12) konjungsi subordinatif atributif: yang;
(13) konjungsi subordinatif perbandingan: sama...dengan, lebih...dari
(pada);

Selanjutnya, di bawah ini contoh-contoh penggunaan konjungsi


subordinatif
(1) Najwa sudah berangkat ketika saya sedang tidur.
(2) Dia akan kuliah ketika penyakitnya sudah mulai sembuh.
(3) Ibu akan marah seandainya tahu kami sedang bertengkar.
(4) Kamu harus giat belajar agar nilaimu mencapai KKM.
(5) Saya tetap berangkat sekolah meskipun tubuh saya kurang sehat.
(6) Ika diam saja selah-olah dia tidak salah.
(7) Najwa tidak makan sayur karena dia tidak menyukainya.
(8) Kami terlambat daftar sehingga kami tidak bisa ikut serta.
(9) Dia tidak mau ikut liburan padahal biaya ditanggung Universitas.
(10) Dia sudah berbuat salah, maka dia harus bertanggung jawab.
(11) Rizka memberitahu bahwa ia memenangkan lomba.
(12) Dia mengerjakan soal dengan cepat.

d) Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang menghubung- kan satu


kalimat dengan kalimat lain. Oleh karena itu, konjungsi ini selalu memulai
suatu kalimat baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh penggunaan konjungsi antar kalimat:
Biarpun demikian/begitu, Sekalipun demikian/ begitu, Walaupun
demikan/begitu, Meskipun demikan/begitu, Sungguhpun demikian/begitu,
Kemudian, Sesudah itu, Setelah itu, Selanjutnya, Sesungguhnya,
Bahwasannya, Malah(an), Bahkan (akan) tetapi, Namun, Kecuali itu,
Dengan demikian, Oleh kerena itu, Oleh sebab itu, Sebelum itu.
Konjungtor antarkalimat yang biasa digunakan di antaranya adalah “selain
itu”, “sesudah itu”, “sebaliknya”, dan “oleh karena itu” yang masing-
masing menandai hubungan penambahan, urutan waktu, kebalikan, dan
akibat.

Perhatikanlah efek kepaduan wacana yang ditimbulkan oleh


penggunaan konjungtor antarkalimat. Selain yang sudah disebutkan di
atas, masih banyak lagi konjungtor antarkalimat yang sering digunakan,
yang meliputi berbagai hubungan, seperti:
1. Penambahan: lagi pula. di samping itu, juga, kecuali itu, selanjutnya,
bahkan, apalagi, malah,
2. Kontras: namun demikian, meskipun demikian, meskipun begitu,
biarpun demikian, biarpun begitu, tetapi, akan tetapi,
3. Konsekuensi/akibat: akibatnya, jadi, maka, maka dari itu, makanya,
oleh sebab itu,
4. Sebab: soalnya, habis, maklum (lah)
5. Contoh: misalnya, umpamanya, sebagai contoh/misal
6. Perincian: pertama, kedua, selanjutnya, kemudian, akhirnya
7. Urutan waktu: kemudian, sebelumnya, sebelum itu, sementara itu, lalu,
lantas.

Berikut ini adalah contoh penggunaan beberapa konjungsi


antarkalimat tersebut.
1) Ayahnya terkena penyakit demam berdarah. Selain itu, dia juga
mengidap flu burung.
2) Penjahat itu tidak mengindahkan tembakan peringatan. Sebaliknya, dia
menyerang polisi dengan belati.
3) Kami sering bertengkar. Biarpun begitu, kami tetap saling setia.
4) Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi, kita harus tetap waspada.
5) Polisi sudah mengetahui ciri-ciri pengebom Bali. Bahkan polisi sedang
melakukan pengejaran terhadap tersangka.

Anda mungkin juga menyukai