Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENGAWASAN MUTU INDUSTRI

TAHU SUSU LEMBANG

Makalah

Pendidik Pengampu:
Puji Rahmawati, S.TP, M.Si

Disusun oleh
Andari Sulfaj NIM. 1000748
Anja Wulan Sari NIM. 1005182
Firman Ryan Trianto NIM. 1000205
Hetty Restika Sari NIM. 1000497
Tedy Tarudin NIM. 1000684
Yatin Dwi Rahayu NIM.1006578

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tahu merupakan makanan yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia
karena rasanya enak, mudah dibuat, dapat diolah menjadi berbagai bentuk
masakan, harganya murah, serta mengandung protein tinggi. Tahu berasal dari
Cina. Nama tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) yang secara
harfiah berarti kedelai yang difermentasi. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok
sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An,
seorang bangsawan yang merupakan cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang
pendiri Dinasti Han. Dibawa para perantau Cina, makanan ini lalu menyebar ke
Asia Timur, Asia Tenggara, dan akhirnya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia
(Wikipedia, 2010).
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang
difermentasikan dan diambil sarinya. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan
protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai
pelarutnya. Proses pengolahan tahu melibatkan banyak bahan dan alat sehingga
dibutuhkan suatu sistem penjaminan keamanan pangan yang disebut analisis
bahaya dan pengendalian titik kritis (hazard analysis critical control
point/HACCP) serta di perlukannya SSOP dan GMP industri tahu.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kami memahami konsep
mengenai pengawasan mutu meliputi HACCP, GMP, dan SSOP serta mengetahui
penerapan dari pengawasan mutu tersebut dalam industry Tahu Susu Lembang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tahu
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk
menjaga keseimbangan asam amino tersebut.
Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)
sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik,
tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai
mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat
mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong,
kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan
protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber
protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat
dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat
diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses
pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses
yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa
dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam
kedelai dengan menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebut
larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan
pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu.
Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai sebelum
dimasak, sehingga cairan tahu yang sudah terpisah dari ampasnya.
1. Proses Pembuatan Tahu
Proses pembuatan tahu pada umumnya adalah :
a. Menimbang kedelai kuning sebanyak 1 kg
b. Mencuci dan rendam semalam
c. Mencuci lagi sambil diremas-remas sehingga kulit ari terlepas dan dipisahkan
dari kedelai
d. Menghancurkan dengan penambahan air panas, dilakukan sampai 8 liter air
panas
e. Menyaring dengan kain saringuntuk mengekstraksi protein kedelai
f. Mengekstraksi yang diperoleh dididihkan selama 30 menit atau sampai bau
languh ilang
g. Mendinginkan sampai suhu turun menjadi 85oC dan masukan salah satu
bahan penggumpal asam cuka 4% , 100 mL/1liter susu kedelai, CaSO4 1%, 250 mL/1
liter susu kedelai
h. Mengaduk per lahan-lahan untuk menghomogenkan bahan penggumpal
i. Setelah protein mulai menggumpal biarkan mengendap
j. Membuang air biang, gumpalan protein dimasukan ke dalam ceta k a n tahu
dilapisi kain kasa. Atur kain kasa dengan rapi untuk memudahkan
pengepressan. Beri pemberat untuk memadatkan gumpalan protein tahu.
k. Setelah dingin, keluarkan tahu dari alat cetakan
l. Memotong tahu yang dihasilkan sesuai dengan ukuran yang diinginkan
m. Merebus tahu yang dihasilkan (dapat ditambahkan kunyit/garam/pengawet yang
dijinkan penggunaannya)
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tahu

2. Faktor – faktor yang Menentukan Mutu Tahu


Faktor-faktor yang menentukan mutu tahu adalah sebagai berikut :
a. Bahan Baku, Kwalitas kedelai yang digunakan, kedelai yang biasa digunakan
untuk pembuatan tahu adalah kedelai kuning atau kedelai hijau.
b. Proses pembuatan tahu, pada proses pembuatan tahu harus selalu dihindarkan
penambahan ampas (residu) hasil pengolahan biji-bijian atau kacang-
kacangan.
c. Pemakaian bahan – bahan pembantu lainnya.
d. Tahu yang baik adalah tahu yang berkualitas baik, bergizi dan tahan terhadap
penyimpanan.
e. Tahu yang baik adalah tahu yang tidak cepat mengalami kerusakan yang dapat
menurunkan nilai gizi yang rendah bahkan sampai tahu tidak memenuhi syarat
sebagai makanan, misalnya tahu cepat menjadi basi, tahu cepat menjadi bau
yang tidak disenangi, tahu cepat ditumbuhi jamur yang dapat menghasilkan
toksi/racun yang dapat mengganggu kesehatan tubuh bagi yang
mengkonsumsinya.

3. Limbah Cair Industri tahu


Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan limbah
padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar
dan berpotensi meencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang
dihasilkan bersumber dari cairan kenetal yang teerpisah dari gumpalan tahu pada
tahap proses penggumpalan dan penyaringan uang disebut dadih atau whey.
Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan,
pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai.
Junlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding
dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida (1985) jumlah
kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-
turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai.
Pada beberapa industri tahu, sebaian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air
dadih) dimanfaatkan kembali sebgaai bahan penggumpal. (Dhahiyat, 1990).
Perincian penggunaan air dalam setia tahapa proses dapat dilihat pa tabel X.

Tabel 1. Perkiraan kebutuhan air pada pengolahan tahu untuk setiap 3 kg kedelai

Tahap Proses Kebutuhan Air (Liter)


Pencucian 20
Perendaman 12
Penggilingan 3
Pemasakan 30
Pencucian Ampas 50
Perebusan 20
Jumlah 135

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks


yang tinggi terutama protein dan asam-assam amino (EMDI – Bapedal, 1994)
dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT, 1997a). Adanya
senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu
mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi (Tay, 1990; BPPT, 1997a; dan
Husin, 2003) yang apabila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu
dapat menyebabkan pencemaran.

a) Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu


Untuk limbah industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni
karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu,
warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan
gas.
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu
limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai
46 0C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi
kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan
tegangan permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu
pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-
senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan
dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50%
karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis
bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan
limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air
limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik
digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD
merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat
pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga
(Greyson, 1990; Welch, 1992).
Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang
digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air
buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya
konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam.
Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06
sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan
akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut.
Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2 ),
oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 )
dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air buangan.

B) Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu


Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan
dikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan tersebut
dapat digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu secara fisika, kimia
maupun biologis.
Cara fisika, merupakan metode pemisahan sebagian dari beban
pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair. Dalam
pengolahan limbah cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan
antara lain adalah filtrasi dan pengendapan (sedimentassi). Filtrasi (penyaringan)
menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan
partikel-partikel kasar dan padatan tersuspens dar limba cair. Padatan tersuspensi
yang lolos dari penyaringan selanjutnya disisihkan dalam nit sedimentasi dengan
penambahan koagulan sehingga terbentuk flok. Proses ini termasuk proses kimia.
Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari aliran dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.
Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-
senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau
reaksi kimia lainnya (MetCalf & Addy, 2003). Beberapa proses yang dapat
diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya terasuk
koagulasi-flokulasi dan netralisasi.
Dalam proses koagulasi-flokulasi menurut Mysels (1959), partikel-partikel
koloid hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah
cair melalui sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi
bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini gaya-gaya Van der Waals
menarik ion-ion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan
stern) mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh (stern) yang bermuatan
positif menarik ion-ion negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan
kedua )lapisan difus). Kedua lapisan tersebut bersama-sama menyelimuti
patrtikel-partikel koloid dan membuatnya menjadi stabil. Partikel-partikel koloid
dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell (1991) cenderung tidak mau
bergabung satu sama lainnya membentuk flok-flok berukuran lebih besar,
sehingga tidak dapat dihilangkan dengan proses sedimentasi ataupun filtrasi.
Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid
bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke
dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat
beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflok-
mikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami
penggabungan menghasilkan makroflok (flokulasi), Sehingga dapat dipisahkan
dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi (Eckenfelder, 2000;
Farooq dan Velioglu, 1989).
Koagulan yang biasa digunakan antara lain polielektrolit, alumunium,
kapur, dan garam-garam besi. Masalah dalam pengolahan limbah secara kimiawi
adalah bayaknya endapan lumpur yang dihasilkan (Ramlho, 1983; Eckenfelder,
2000; MetCalf dan Eddy, 2003), sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Cara biolgi, dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan
memanfaatkan mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi
adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana oleh
mikroorganisme. Proses ini sangat peka tehadap faktor suhum pH, oksigen terlarut
(DO) dan zat-zat inhibitor terutama zat-zat beracun. Mikroorganisme yang
digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau protozoa (Ritmann
dan McCarty, 2001). Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat digunakan
termasuk gulma air (aquatic weeds) (Lisnasari, 1995).
Metode biologis lainnya juga telah dicoba diterapkan dalam penanganan
limbah cair industri tahu, Tay (1990) mencoba menggunakan proses lumpur aktif
unuk mendegradasi kandungan organik dlaam limbah cair tahu dan susu kedelai.
Hasil yang dicapai dilaporkan secara teknis cukup memuaskan, dimana diperoleh
penurunan BOD terlarut, nitrogen dan fosfor berturut-turut sebesar 95%, 67% dan
57%. Akan tetapi melihat tingkat pengetahuan para pembuat tahu khususnya di
Indonesia yang relatif minim dalam hal penanganan limbah dan faktor-faktor
teknis lainnya, seperti biaya investasi dan operasi cukup tinggi, serta pengendalian
proses yang relatif kompleks. Sehingga, penerapan metode ini khususnya di
Indonesia kurang berdaya guna. Hal ini dapat dilihat, bahwa banyak di antara
pembuat tahu membuang limbahnya ke perairan tanpa melalui pengolahan
terlebih dahulu (Lisnasari, 1995).

B. GMP (Good Manufacturing Practices)


GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi
industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan
prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat
sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

1. Kaitan GMP dengan Sistem HACCP dan SSOP


Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu
diawali dengan pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang
berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain
dalam industri pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras
dengan Pre-requisite penerapan HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum
yang berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk
mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan.
Diskripsi dari pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi GMP yang
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan
suatu proses produksi atau penanganan pangan.
Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP (Standard Sanitation
Operating Prosedure) adalah :
a. GMP secara luas terfokus dan pada aspek operasi pelaksanaan tugas dalam
pabriknya sendiri serta operasi personel.
b. SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu
mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam
memproduksi pangan yang bermutu tinggi aman dan tertib.

2. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam
tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi.
Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara
penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah
kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah
terjadinya kontaminasi silang.

3. Prinsip Dasar Sanitasi


Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi.
Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan
tanah yang mungkin menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan
mesin pengolah makanan.
4. Sumber Kontaminasi
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi
pada industri pangan adalah :
a. Bahan baku mentah
b. Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan
c. Peralatan untuk sterilisasi
d. Air untuk pengolahan makanan
e. Air pendingin kaleng
f. Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling
equipment)

5. Persyaratan GMP
GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan
frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan
baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba
membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP:
mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan berada
dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP juga
mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap
aman.

6. Tahap-Tahap Higiene dan Sanitasi


Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan
dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Stamdar yang digunakan
adalah :
a. Pre rinse” atau langkah awal, yaitu : menghilangkan tanah dan sisa makanan
dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya.
b. Pembersihan : menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau mencuci
dengan lebih efektif.
c. Pembilasan: membilas tanah dengan pembersih seperti sabun/deterjen dari
permukaan
d. Pengecekan visual: memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat
bersih
e. Penggunaan disinfektan: untuk membunuh mikroba.
f. Pembersihan akhir: bila diperlukan untuk membilas cairan disinfektan yang
padat
g. Drain dry” atau pembilasan kering: disinfektan atau final rinse dikeringkan
dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air
karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroba.

7. Jenis Sanitizer
Sanitasi adalah langkah pemberian sanitizer dalam kimia atau perlakuan
fisik yang dapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan pabrik.
Sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Panas
1) Uap air panas (steam) mengalir dengan suhu dan waktu tertentu : 770C
selama 15 menit, atau 930C selama 5 menit
2) Untuk alat makan dan peralatan kecil (pisau dsb) 770C selama 2 menit,
dan 770C selama 5 menit untuk peralatan pengolahan.
3) 820C selama 20 menit untuk pengolahan pangan
b. Radiasi UV, waktu kontak harus lebih dari 2 menit, terutama digunakan untuk
sanitasi wadah pengemas dan ruangan yaitu untuk membunuh mikroba
termasuk virus.
c. Senyawa kimia (Disinfektan), disinfektan yang digunakan dalam industri
pangan adalah :
a) Senyawa khlorin
b) Iodium dan kompleks iodium
c) Senyawa amonium quartenair
d) Kombinasi asam-a
C. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
HACCP adalah suatu pendekatan dalam pengendalian resiko terfokus pada
proses pengolahan makanan (Depkes). Sedangkan secara umum, HACCP adalah
suatu system yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan
cara pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut.
Tujuan HACCP secara umum adalah meningkatkan kesehatan masyarakat
dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui
makanan.
Kegunaan dari HACCP itu sendiri adalah mencegah penarikan makanan,
meningkatkan jaminan food safety, pembenahan dan pembersihan unit pengolahan
produksi, mencegah kehilangan konsumen, dan meningkatkan kepercayaan
konsumen.
Proses penyusunannya HACCP mengikuti 7 prinsip, meliputi:
1. Prinsip 1: Analisis bahaya dan pencegahannya
2. Prinsip 2: Identifikasi Critical Control Points(CCPs) di dalam proses
3. Prinsip 3: Menetapkan batas kritis untuksetiap CCP
4. Prinsip 4: Menetapkan cara pemantauanCCP
5. Prinsip 5: Menetapkan tindakan koreksi
6. Prinsip 6: Menyusun prosedur verifikasi
7. Prinsip 7: Menetapkan prosedur pencatatan (dokumentasi)
Analisis bahaya dilakukan dengan caramendaftarkan semua bahaya yang
mungkin terdapat dalam bahan baku dan tahap proses. Bahaya-bahaya yang
teridentifikasi kemudian ditabulasikan ke dalam sebuah tabel disertai sumber
bahaya, tingkat resiko dan tindakan pencegahannya. Tingkat resiko ditentukan
berdasarkan seberapa besar akibat yang akan ditimbulkan oleh suatu bahaya dan
seberapa sering bahaya tersebut kemungkinan terjadi. Setiap bahan baku dan
tahap proses ditentukan termasuk CCP atau tidak melalui pertimbangan tingkat
resiko dan berdasarkan jawaban atas pertanyaan dari CCP decision tree. Bahan
baku dan tahap proses yang termasuk CCP berarti harus dikendalikan dengan baik
supaya tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Tahap proses yang tidak
termasuk CCP, dapat termasuk control point (CP) yang berarti tahapan tersebut
apabila tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dari segi
kualitas.
Semua komponen yang mencakup tujuh prinsip sistem HACCP disajikan
dalam bentuk matrik/tabel, yaitu:
1. Tabel analisa bahaya bahan baku dan tahap proses, serta penetapan tingkat
resiko
2. Tabel penentuan Critical Control Point(CCP)
3. Matriks Critical Control Point (CCP), memuat proses yang termasuk CCP
beserta titik kritis dan prosedur yang harus ditempuh untuk
mengendalikannya
4. Matriks Control Point (CP), memuat prosesyang termasuk CP beserta titik
kritis dan prosedur yang harus ditempuh untuk mengendalikannya
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor
tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex.
Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan
terkait, Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem
HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan
pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus
dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan
pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya,
penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang
berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan
pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali
Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat
bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP
harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi
pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari
Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan
yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya.
Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang
diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya.
Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang
tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.

Gambar 2. Digram penerapan HACCP

D. SSOP
Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur
standar operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan. Kontaminasi dapat didefinisikan
sebagai pencemar-an yang disebabkan oleh unsur dari luar, baik berupa benda
asing maupun mahluk asing. Mahluk hidup yang sering menyebabkan
pencemaran adalah mikroba, protozoa, cacing, serangga, dan tikus.
Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi karena bahan pangan merupakan
media yang baik bagi mikroba. Sebagian besar unsur yang terdapat di dalam
bahan pangan merupakan unsur yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh dan
berkembang. Kontaminasi juga dapat terjadi karena bahan pangan bersentuhan
dengan sumber kontaminasi yang ada pada tubuh hewan. Akibat yang timbulkan
oleh terjadinya kontaminasi adalah bahan pangan menjadi tidak layak untuk
dikonsumsi, masa simpan menjadi terbatas, dan mengalami susut bobot, mutu,
kesehatan, ekonomis, maupun sosia.
Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalammelaksanakan
sanitasi lingkungan, yaitu:

1. Pasokan Air
Air merupakan komponen penting dalam industri pangan. Air dapat
membersihkan kontaminan dari bahan pangan, namun air yang tidak bersih dapat
menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan. Air sebagai media pembersih
harus bersih

2. Peralatan dan Pakaian Kerja


Peralatan dan pakaian kerja yang digunakan oleh pekerja dalam
menangani atau mengolah bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminasi.

3. Pencegahan Kontaminasi Silang


Kontaminasi silang adalah kontaminasi yang terjadi karena adanya kontak
langsung atau tidak langsung antara bahan pangan yang sudah bersih dengan
bahan pangan yang masih kotor. Kontaminasi silang dapat terjadi dalam industri
pangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi
silang adalah :
a. Konstruksi, disain dan lay out pabrik pangan
b. Kebersihan Karyawan
c. Aktivitas dan Perilaku Karyawan
d. Pisahkan Antara Bahan Baku Dengan Produk Pangan
e. Kondisi Sanitasi Ruang Kerja Dan Peralatan Yang Digunakan
f. Penyimpanan Dan Perawatan Bahan Pengemas
g. Cara penyimpanan dan kondisi ruang penyimpanan produk
h. Penanganan Limbah

4. Toilet
Toilet adalah tempat karyawan buang air, dengan demikian harus selalu
bersihKebersihan toliet juga harus selalu terjaga. Toilet yang tidak terjaga
kebersihannya akan menjadi sumber kontaminan yang dapat mencemari bahan
pangan, baik melalui perantaraan karyawan atau binatang

5. Tempat Cuci Tangan Dan Kaki


Tempat untuk karyawan mencuci tangan harus tersedia dalam jumlah
memadai dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau. Tempat cuci
tangan biasanya terletak di sekitar toilet, pintu masuk, atau di maupun sekitar
tempat cuci kaki.

6. Bahan Kimia Pembersih Dan Sanitiser


Jenis bahan kimia pembersih dan sanitiser yang digunakan dalam industri
pangan harus sesuai per-syaratan yang ditetapkan. Bahan kimia harus mampu
mengendalikan pertumbuhan bakteri (anti-mikroba). Senyawa antimikroba adalah
senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba.
Antimikroba dapat dikelompokkan menjadi antiseptik dan desinfektan.
Antiseptik adalah pembunuh mikroba dengan daya rendah dan biasa digunakan
pada kulit, misalnya alkohol dan deterjen. Desinfektan adalah senyawa kimia
yang dapat membunuh mikroba dan biasa digunakan untuk membersihkan meja,
lantai, dan peralatan. Contoh desinfektan yang digunakan adalah senyawa klorin,
hipoklorit, dan tembaga sulfat.

7. Pelabelan, penggunaan, dan penyimpanan bahan beracun


a. Pelabelan bahan beracun
Untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan, bahan kimia untuk pembersih
dan sanitasi harus diberi label secara jelas. Pemberian label yang kurang jelas
memungkinkan terjadinya kesalahan penggunaan.
Pemberian label untuk bahan beracun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pelabelan pada wadah asli dan wadah yang isinya akan segera digunakan
b. Penggunaan Bahan Beracun
Penggunaan bahan kimia beracun, pembersih, dan sanitasi dalam industri
pangan harus disesuaikan dengan petunjuk dan persyaratan pabrik.
Prosedur penggunaan bahan beracun harus dapat mencegah pencemaran pada
bahan pangan.
c. Penyimpanan Bahan Beracun
Bahan kimia pembersih harus disimpan di tempat yang khusus dan
terpisah dari bahan lainnya. Demikian pula dengan bahan kimia untuk sanitasi.

8. Kesehatan Karyawan
Kondisi kesehatan setiap karyawan yang bekerja harus selalu dimonitor
oleh pihak perusahaan. Karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat
mencemari bahan atau produk pangan dilarang bekerja di unit penanganan atau
pengolahan.

9. Pengendalian Hama
Hama harus dicegah agar tidak masuk ke unit penanganan atau
pengolahan. Hama dapat mencemari bahan pangan dengan kotorannya maupun
potongan tubuhnya. Hama juga dapat menjadi hewan perantara bagi mikroba
pencemar.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Industri Tahu Susu Lembang (TSL)


1. Profil TSL
Tahu Lembang merupakan kawasan wisata kuliner keluarga yang berada
dalam corporate The big price cut Group. Dimana dalam menjalankan kegiatan
operasional sehari-hari tahu lembang berjalan secara mandiri. Meskipun begitu
tahu lembang tetap mendapatkan pengawasan dari pihak corporate. Tahu susu
lembang berlokasi di Jalan Raya Lembang no. 177, Kabupaten Bandung Barat.
Usaha ini didirikan pada awal Desember 2008 oleh Bapak Perry Tristianto.
Sebelum merambah bisnis di dunia kuliner, beliau bergerak di dunia fashion dan
telah membuka 6 Factory Outlet di Bandung. Sukses berbisnis dengan FO-nya,
kemudian beliau membuka bisnis di bidang kuliner. Selain Tahu susu lembang,
tempat kuliner lain yang juga milik Bapak Perry yaitu Rumah strawberi, Rumah
Sosis, dan Kampung Bakso.

2. Manajemen Tahu Susu Lembang


Seperti sudah kita ketahui TSL merupakan kawasan wisata kuliner
keluarga yang berada dalam corporate The big price cut Group. TSL memiliki
struktur organigram yang bisa dilihat pada lampiran 1. Pabrik Tahu Susu
Lembang memiliki ± 55 karyawan yang masing-masing memiliki bagiannya. Gaji
karyawan perorang Rp. 800.000,-/bulan dengan uang makan karyawan Rp.
7.500,-/hari . Penghasilan kotor dari TSL Rp. 100.000.000,- s/d Rp.
150.000.000.-/bulan.
Untuk akhir pekan pabrik TSL biasanya memiliki buruh lepas untuk
produksi TSL karena pada akhir pekan biasanya pengunjung TSL sangat banyak
sehingga membutuhkan produksi yang banyak begitupun pekerjanya.
Setiap hari, TSL memproduksi tahunya di tempat. Jumlah produksinya
sangat relatif, antara 5 ribu (hari biasa) hingga 20 ribu (hari libur) tahu. Harga
yang ditetapkan yaitu Rp 10 ribu untuk tahu goring/10 pcs, tahu bungkus, atau
tahu bantal/5 pcs, dan Rp 15 ribu untuk tahu cetak atau takus/10 pcs. TSL
mengemas produk mereka dalam bentuk kemasan kue brownies untuk tahu cetak
dan besek bambu untuk tahu bantal. Kemasan ini bertujuan agar menarik minat
konsumen untuk membeli produk TSL.
Tahu yang dibuat TSL memang berbeda dengan tahu lainnya, kepala
produksi TSL mengakui bahwa standar TSL tidak sesuai dengan SNI ini
disebabkan mereka menggunakan bahan penambah yaitu susu dan margarine.
Kekurangan dari managemen TSL ini adalah tidak ada pengontrol kualitas tahu
karena rata-rata proses produksinya memakai filling (tidak memakai ukuran yang
pasti) sehingga kualitas tahu tergantung filling pembuatnya. Apabila suasana
pekerja tidak baik maka tahu yang dihasilkannya juga mungkin tidak bagus. Hal
tersebut bisa menyebabkan rasa, tekstur, seta aroma yang berbeda-beda nantinya.
Karakteristik TSL itu sendiri adalah lembut dan ketika setelah digoreng
menghasilkan tahu yang krispi dan tidak berair berbeda dnegan tahu yang lainnya.
Sebaiknya TSL memiliki pengontrol kualitas, agar kualitas tahu terjamin dan
kualitas TSL itu sendiri sama tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan
pengontrol kualitas akan mempertahankan kualitas tahu dan mempunyai standar
tahu untuk TSL itu sendiri.

3. Produksi dan Operasional Tahu Susu Lembang


Awalnya, ide pembuatan tahu susu lembang ini bermula dari sebuah
pemikiran Bpk. Perry tentang tahu. Tahu merupakan makanan yang banyak
disukai orang, akan tetapi tahu yang dijual memiliki rasa dan bentuk yang sama
dan seperti itu-itu saja. Selain itu, seperti yang kita tahu juga bahwa lembang
merupakan tempat penghasil susu murni di daerah Bandung. Hal inilah yang
kemudian menjadi inspirasi tahu susu lembang untuk membuat suatu inovasi baru
untuk tahu. Dengan mencapurkan susu murni dalam pembuatan tahu , maka
jadilah tahu susu yang memiliki tekstur lebih lembut dan memiliki nilai gizi
tinggi. Meski dicampur susu, bahan dasar tahu ini tetaplah kacang kedelai,
keduanya diolah bersama mentega, sehingga bisa menghasilkan susu dengan
tekstur yang lebih halus dan lembut, serta mengandung protein yang sangat tinggi.
a) Produksi Tahu Susu Lembang
Pada umumnya tahu hanya terbuat dari bahan dasar kedelai, TSL
menambahkan campuran susu sapi murni dalam proses pembuatan tahu. Kedua
bahan tersebut lalu diolah bersama mentega. Penambahan susu sapi murni dan
mentega ternyata menciptakan tahu yang lebih lembut serta mengandung protein
yang lebih tinggi.
Bahan baku yang digunakan merupakan susu murni dan margarine tanpa
menggunakan bahan pengawet. Sehingga kesehatannya dapat terjamin. Untuk
supply bahan baku, TSL bekerja sama dengan KPSBU (Koperasi Peternak Susu
Bandung Utara) yang berada di Lembang.
Peralatan yang digunakan dalam produksi, yaitu tong pencucian kedelai;
mesin giling; tunku perebusan kedelai; tong kayu; saringan besar dan kecil; serok
cetak; cetakan; kayu pengaduk; tangok; kain saringan; kain cetakan, dan tampir.
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu kacang kedelai; susu sapi; mentega; garam;
bawang putih; kunyit; air dan bumbu lain.
Tahapan proses produksi dari tahu susu Lembang sebagai berikut:
1) Kacang kedelai direndam selama kurang lebih 4 jam;
2) Kemudian dicuci hingga bersih;
3) Setelah itu digiling hingga lembut;
4) Perebusan kacang kedelai yang sudah digilin kurang lebih 1 jam sambil
diaduk-aduk.
5) Kacang kedelai disaring, dipisahkan antara ampas dan sari kedelai.
6) Sari kedelai dicampur susu murni, mentega, garam, serta biang.
7) Setelah mengental sari kedelai dimasukkan ke dalam cetakan kayu lalu di
pres.
8) Setelah di cetak tahu susu dipotong-potong sesuai ukuran.
9) Tahu yang sudah di potong-potong lalu di rebus kembali sambil diberi bumbu.
10) Tahu didiamkan sampai dingin kemudian tahu dibungkus, dan siap diolah
untuk konsumsi langsung.
b) Operasional
Seperti yang kita tahu, dalam suatu proses produksi pasti akan
meninggalkan limbah produksi. Begitu pula dengan TSL. Dalam proses
pembuatan tahu susu ini, ada 2 jenis limbah yaitu limbah kering dan limbah cair.
untuk limbah kering yang merupakan ampas kedelai ini TSL bekerja sama dengan
peternak sapi, ampas ini diberikan kepada peternak untuk dijadikan pakan sapi
agar sapi tersebut dapat terus menghasilkan susu murni yang merupakan salah
satu bahan baku dalam pembuatan tahu susu. Sedangkan untuk limbah cairnya,
TSL membuat sumur resapan agar limbah ini tidak mencemari lingkungan sekitar.
Selain cara penanggulangan seperti itu, TSL juga pernah menjalin kerjasama
dengan ITB untuk mengolah limbah tersebut menjadi makanan seperti abon dan
nata de coco. Dengan demikian TSL tidak mengalami kesulitan dalam
penanganan limbah produksinya.

B. GMP
GMP ( Good Manufactuirng Procces) ditujukan untuk mengembangkan
sistem mutu yang dapat dinilai agar dapat dipastikan bahwa produk
makanan aman dan sehat. Setiap industri diharapkan untuk menerapkan GMP ini.
Persyaratan GMP sendiri sebenarnya sebenarnya merupakan regulasi atau
peraturan sistem mutu (Quality System Regulation) yang diumumkan secara
resmi dalam Peraturan Pemerintah Federal Amerika Serikat No. 520 (Section 520
of Food, Drug and Cosmetics (FD&C) Act). Peraturan sistem mutu ini termuat
dalam Title 21 Part 820 of the Code of Federal Regulation), (21CFR820),tahun
1970 dan telah direvisi tahun 1980. Di Indonesia GMP ini dikenal dengan istilah
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) yang diwujudkan dalam Peraturan
Pemerintah.
10 prinsip dasar GMP bagi sebuah Industri khusunya disini yang kami bahas
ialah Industri Tahu Lembang:
1. Desain fasilitas yang tepat dari awal
Bermula dari kunjungan kami ke lokasi industri pabrik tahu lembang yang
berada di lembang, kami dapat melihat langsung dan memperhatikan lokasi
industrinya. Dimana lokasi untuk produksi tahunya sendiri terlihat sangat rapi,
berdasar hasil obrolan dengan penanggung jawab produksinya, kami
menemukan jawaban bahwa denah untuk produksi memang direncanakan dan
disusun dari awal sedemikian rupa, agar memudahkan proses produksi. Hal
tersebut juga bertujuan agar menghilangkan system lalu-lalang karyawan,
yaitu berkurangnya karyawan yang bolak-balik mengangkut bahan, makanya
disusun berurut langkah-langkah produksinya.
2. Proses validasi
Proses validasi ini ialah untuk memastikan bahwa proses produksi bisa
dikendalikan. Pendesainan denah produksi yang baik juga sangat membantu
untuk pelaksanaan validasi ini, dimana pengontrolan terhadap proses produksi
dapat dilihat dari satu titik. Hal ini ditujukan untuk menstabilkan proses
produksi.
3. Mengimplementasikan prosedur GMP
Implementasi prosedur GMP dalam produksi tahu ini sangat vital, karena hal
ini menunjang memudahkannya proses produksi dan keamanan selama
melakukan produksi bagi pelakunya. Dari yang terlihat berdasar kunjungan
kami, di awal tempat produksi tepatnya didekat proses pembersihan kacang
kedele, terdapat papan tulis yang isinya ialah bahan-bahan dan langkah-
langkah produksi dari pembuatan tahu itu sendiri. Ini membuktikan bahwa
tahu lembang ini sendiri tidak mau kecolongan dalam proses pembuatan
tahunya. Dimana mereka sering menerima mahasiswa atau siswa magang
yang bisa dikatakan minim pengalaman dalam pembuatan tahu lembang itu
sendiri. Berhubung ini merupakan produksi tahu, jadi alat yang digunakanpun
tidak terlalu bergantung pada alat berat yang berbahaya, dan rata-rata
penggunaan alatpun tidak begitu sulit, dimana yang berat disini yaitu pada
proses perebusannya saja yang mungkin bisa menimbulkan bahaya, namun
bukan dari alat bahayanya berasal.
4. Mengidentifikasi siapa melakukan apa
Hal ini dilaksanakan cukup baik oleh industri tahu lembang ini, dimana
mereka menerapkan shift kerja yang baik, dimana setiap shiftnya dipegang
oleh seorang penanggung jawab yang bertanggung jawab akan produksi tahu.
Penerapan shift inilah yang membuat tim yang ia bentuk berjalan dengan baik
dalam proses produksi tahu. Setiap pekerjanya tahu apa yang harus ia lakukan
dan tahu dimana saja ia harus berada selama proses produksi berlangsung.
Bukti juga penerapan baiknya ialah disaat penambahan shift kerja bagi
pembuat tahu bantal yang hanya memproduksi tahu pada hari libur membuat
tidak terjadinya tumpang tindih saat proses produksi, dimana pembuat tahu
bantal tidak bengong saat pembuat tahu kotak, diamna siklusnya mereka
selalu bekerja hingga waktu istirahat dating, sehingga bisa dikatakan proses
produksinya sangat efektif.
5. Menyimpan catatan yang baik
Pencatatan bahan baku yang masuk, baik itu kacang kedele, kotak
pembungkusnya, dll sangat perlu dilakukan dalam proses GMP ini. Dari yang
kami dapat di industri tahu lembang, dimana management pencatatan bahan
baku yang masuk, keluar dan yang lain-lainnya dilakukandengan baik oleh
orang yang dipercaya, dimana setiap beres produksi harian dilakukan
pelaporan yang berguna untuk siklus persiapan bahan baku yang selalu siap
sedia, apalagi menghadapi hari libur.
6. Pelatihan dan pemahaman GMP
Menurut pengakuan dari penanggung jawab produksi, mereka tidak ada
pelatihan khusus bagi pekerjanya karena menurut mereka dengan adanya
pekerja yang magang seperti siswa dan mahasiswa membuat penerapan hal in
tidak perlu dilakukan.
7. Higienetas yang baik
Higeinetas dari industri tahu lembang ini sendiri terlihat cukup baik, lokasi
produksi yang langsung berbatasan dengan tempat penjualan dan
konsumenpun jika menginginkan juga bisa masuk kedalam tempat produksi.
Namun, pembersihan lokasi produksi masih berjalan dengan baik dan tempat
produksipun bisa terjaga dari sampah dan lain-lainnya. Namun dari hasil
obrolan dengan penanggung jawab produksi tahu lembang tersebut kami
mendapatkan bahwa peralatan yang digunakan seperti pemotong tahu dan
pencetak tahu tidak selalu dibersihkan setelah dipakai, namun terkadang
dibersihkan sesaat akan dipakai saja.
8. Memelihara fasilitas dan peralatan
Pemeliharaan fasilitas dan peralatan dari industri tahu ini cukup bak dimana
semuanya diatur dan berada pada satu orang penanggung jawab sehingga
asilitas dan peralatan produksi dikategorikan bersih dan sesuai untuk standar
produksi.
9. Menjaga kualitas
Penjagaan kualitas tahu di industri tahu lembang ini sangat baik, dimana
selalu dikontrol hasil produksinya dan sejauh ini penjagaan tempat produksi
dari hal-hal yang mungkin bisa menurunkan kualitas tahu sangat terjaga dari
semua pekerjanya.
10. Audit rutin
Tak jauh berbeda dari point nomer 6, dimana audit rutin tidak dilaksanakan di
industri ini.

Point yang menjadi perhatian kami dari industri tahu lembang ini ialah point
no 6 dan 10, yaitu tentang pelatihan dan pemahaman GMP dan audit rutin. Bagi
industri skala besar sangat dibutuhkan 2 point ini dalam menerapkan GMP yang
baik dan sesuai anjuran UU, disesuaikan dengan yang terjadi di industri tahu
lembang yang menurut kami industri ini bisa digolongkan ke industri menengah
keatas, dimana pelatihan dan pemahaman GMP dan audit rutin GMP ini sangat
perlu diperhatikan dan diterapkan di industri ini. Hal yang menjadi pertimbangan
disini ialah, tahu lembang dikonsumsi bukan hanya oleh orang sekitaran Bandung
saja, tapi juga dari luar daerah.
Penyebaran tahu yang luas membuat berbagai kalangan akan menjadi
konsumen dari tahu ini, sehingga semakin jauh para konsumen yang sehat akan
mulai mempertanyakan berbagai hal mengenai industri ini, hingga akhirnya
sampai kebagian point no 6 dan 10. Mungkin secara kasat mata akan terlihat para
pekerja di industri ini telah memahami GMP, namun selama ini hal tersebut
berasal dari kebiasaan pekerjanya saja yang terus dilakukan, sementara
pembelajaran yang mengikatnya tidak pernah dirasakan oleh para pekerjanya.
Mungkin bagi para pekerja yaitu siswa atau mahasiswa yang magang mereka
sudah pernah mendapatkannya di masa pembelajaran di kampus atau sekolahnya,
tapi itu hanya secara umum, sehingga yang benar-benar dalam industri tahu
mereka hanya menyesuaikan.
Solusinya ialah, dimulainya pelatihan dan penerapan GMP produksi tahu
tersebut yaitu pelatihan setiap bulannya mengenai GMP dan untuk mengatasi
kemungkinan dari mahasiswa dan siswa magang, dilakukan coaching dari
penanggung jawab shift produksi saat ia bertugas.
Sementara untuk audit, industri tahu lembang ini buuh untuk dilakukan
ialah pada saat hari senin, karena menurut kami itu adalah hari yang mana
intensitas konsumen mulai menurun setelah week end sehingga cukup banyak
waktu. Hal ini dipilih karena tahu lembang tidak memiliki hari libur, karena
liburan mereka selalu buka.

C. HACCP
1. Pembentukan Tim HACCP
Pembentukan tim HACCP merupakan langkah awal dari studi HACCP.
Tim HACCP terbentuk dari berbagai mulitidisiplin, mulai dari Manager,
Produksi, qualiti control, quality assurance, dan supervisor produksi. Apabilia
konsultan tidak tersedia maka diperlukan konsultan dari luar.
Tim HACCP yang kami bentuk masih dalam lingkup kecil yaitu Yatin
Dwi Rahayu sebagai ketua Tim yang beranggotakan 5 personil, yaitu Anda, Anja,
Firman, Hetty, dan Teddy. Anggota dari tim memiliki tugas untuk melaksanakan
pemantauan semua aspek produksi mulai dari penerimaan barang sampai produk
akhir dan distribusi kepada konsumen.

2. Deskripsi Produk
Nama Produk : Tahu Susu Lembang
Komposisi : Kacang kedelai, mentega, susu murni, garam,
bawang putih, air
Penyimpanan : Suhu ruang, suhu dingin
Pengemasan : Besek, wadah plastic
Daya Tahan : 4 hari
Pendistribusian : Mobil pengiriman
Tujuan Distribusi : Daerah sekitar Bandung

3. Identifikasi Konsumen
Identifikasi konsumen produk bertujuan untuk mengetahui siapa yang
mengkonsumsi produk. Konsumen produk tahu susu lembang ini adalah kalangan
umum termasuk bayi. Cara penyajiannya bisa direbus, dikukus, atau digoreng.

4. Diagram Proses
Diagram alir proses merupakan suatu urutan tahapan kerja dalam proses
produksi. Diagram alir proses penting untuk menentukan tahap operasional yang
akan dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya bahaya, sehingga akan mempermudah pemantauan selama proses
produksi tahu (Gambar x).
Gambar 3. Diagram Proses Pembuatan Tahu Susu

5. Analisis Bahaya
Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah menganalisis setiap bahaya yang
muncul dari setiap proses produksi. Penganalisissan bahaya inibertujuan utuk
melakukan pencegahan terhadap bahaya yang timbul dari setiap line produksi.
Bahaya yang umumnya timbul dari setiap tahapan proses adalah
disebabkan dari kontaminasi dengan air, alat, dak pekerja. Bahaya pertama,
kontaminasi bahan baku dengan air ditunjukkan pada tahap perendaman dan
pencucian. Air disini dapat mengkontaminasi bahan baku jika air yang digunakan
tidak memenuhi standar, air yang digunakan untuk merendam tidak diganti secara
berkala. Pencegahan dari kontaminasai air ini adalah menggunakan air yang
sesuai standar air (bebas cemaran, mengganti air perendaman berkala dan saat
pencucian bahan baku dicuci dibawah air mengalir tujuaannya agar sisa kulit yag
masih ada dapat ikut mengalir.
Bahaya dengan kontaminasi alat umumnya muncul pada setiap proses, jika
sanitasi alat tidak dijaga maka akan menurunkan kualitas produk. Alat yang harus
benar-benar dijaga higiennya adalah saat proses penggilingan, mesin giling yang
digunakan terbuat dari besi jika alat ini kotor atau berkarat maka akan mengurangi
mutu produk. Cara pencegahan bahaya yang bersumber dari kontaminasi alat
adalah dengan melakukan sanitasi alat sebelum dan sesudah dipakai.
Bahaya dengan kontaminasai pekerja, bisa timbul juga disetiap kegiatan
proses produks. Ketika APD pekerja tidak diperhatikan kemungkinan besar
kontaminasi pekerja dengan produk akan mempengaruhi kualitas produk. cara
pencegahannya adalah dengan membekali pekerja dengan APD yang lengkap,
mulai dari sarung tangan, tutup kepala, baju produksi.
Sumber bahaya lainnya adalah saat pencampuran bahan-bahan yang tidak
sesuai dengan takaran, pencegahannya adalah dengan melakukan penakaran
dalam setiap pencampuran bahan dan melakukan pengontrolan. Saat pemasakan
juga behaya yang timbul bisa dari waktu dan sushu pemasakan yang terlalu tinggi
dan laman, pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mengukur suhu dan
lamanya pemasakan dengan thermometer dan pengukuran waktu.
Penyimpanan tahu pada TSL ini disimpan diruang produksi yang terbuka
tidak ada pengaturan suhu untuk penyimpanan TSL sehingga dapat menyebabkan
tahu mudah terkontaminasi dari udara. Namun, karena produksi TSL tidak
berjumlah banyak sehingga tahu yang disimpanpun tidak banyak karena langsung
dipasarkan dan diolah kembali di kawasan TSL itu sendiri.

Tabel 2. Tabel Sumber Bahaya Proses Produksi Tahu


Tahap Bahaya Sumber Bahaya Cara Pencegahan
Bahan Baku F: Kontaminasi Kerikil, pasir, biji-
Melakukan sortasi
(Kedelai) bahan baku lain bijian lain
Perendaman B: Kontaminasi Air yang dipakai Pekerja dibekali APD
air perendaman merendam tidak
dan pekerja memenuhi standar Mengganti air
kualitas air rendaman kedelai
secara teratur

B : Kontaminasi Air yang dipakai Pekerja dibekali APD


air pencuci dan mencuci tidak Penggantian air
pekerja memenuhi standar pencucian kedelai
Pencucian F: masih ada kualitas air secara teratur
benda asaing yang
tersisa saat Pencucian dilaukan
perendaman Kulit kedelai, kerikil
dibawah air mengalir

F : Kontaminasi Alat yang digunakan


dari alat yang untuk menggiling kotor Melakukan perawatan
Penggilingan
digunakan atau terdapat korosi pada mesin giling

Pekerja menggunakan
Sanitasi pekerja yang alat pelindung diri,
B : Kontaminasi kurang baik seperti sarung tangan,
pekerja tutup kepala
Pemasakan F : pemasakan
yang meliebihi Suhu dan waktu yang Menggunakan
standar dipakai memasak thermometer dan
terlalu lama mengatur waktu
pemasakan
Alat penyaring yang
F : Kontaminasi digunakan Melakukan perawatan
Penyaringan
alat dan pekerja terkontaminasi pada alat penyaring
misalnya kotor berdebu
Pekerja menggunakan
Sanitasi pekerja yang sarung tangan dan
kurang higine tutup kepala
Menggunakan alat
K : Terlalu
Pencampuran ukur untuk
banyak bumbu Human error pekerja
bumbu penambahan bahan
yang ditambhakan
pengendap
F : Kontaminasi Melakukan perawatan
pencetakan Debu,
alat pada alat pencetak
Alat yang digunakan
F: Kontaminasi
kotor Melakukan sanitasi
Pemotongan alat dan
Kebersihan pekerja pada alat dan pekerja
lingkungan
yang kurang higine
Menggunakan ruangan
Kontaminasi
Penyimpanan Udara khusus dengan suhu
dengan udara
yang diatur

6. Penentuan CCP
Penetapan CCP untuk setiap proses produksi ini berdasarkan sebuah
pohon keputusan. Pohon Keputusan CCP berisi pertanyaan-pertanyaan untuk
menentukan apakah suatu titik kendali merupakan CCP atau bukan.
Hasil dari pohon keputusan, tahap-tahap yang bukan termasuk CCP adalah
pada proses penanganan bahan baku, perendaman, pencucian, penggilingan,
penyaringan, pencetakan dan penambahan bumbu. Proses-proses tersebut hanya
merupakan proses pengolahan biasa yang tidak dapat mencegah atau mengurangi
bahaya. Sehingga untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka kebersihan
alat, ruang produksi dan pekerja perlu diperhatikan.
Proses produksi yang menunjukkan CCP adala saat proses pemasakan da
penyimpanan. Proses pemasakan dimaksud untuk menghilangkan bahaya,
sehingga diperlukan pengawasan khusus agar segala jenis mikroba dapat mati dip
proses ini. Pengendalian yang dilakukan saat proses ini adalah dengan
pengontrolan suhu dan waktu pemasakan, pemantauan dengan cara mencatatt
suhu dan waktu pemasakan.

Gambar 3. Pohon Keputusan CCP


Tabel 3. Tabel Penetapan CCP Pada Proses Produksi Tahu

No Tahapan
Q1 Q2 Q3 Q4 Keputusan
Proses
1 Penangananan
Ya Tidak Ya Ya CP
bahan baku
2 Perendaman ya Tidak Ya Ya CP
3 Pencucian Ya Tidak Ya Ya CP
4 Penggilingan Ya Tidak Tidak CP
5 Perebusan ya Ya CCP
6 Penyaringan Ya Tidak Tidak CP
7 Pencampuran
Tidak CP
bumbu
8 Pencetakan Tidak CP
9 Pemotongan Tidak CP
10 Penyimpanan Ya Tidak Tidak CCP

7. Penentuan Batas-Batas CCP


Tabel 5. CP Pada Proses Pembuatan Tahu
CP Jenis Batas Monitoring Tindakan
Tahap
No. Bahaya Kritis Metode Frekuensi Koreksi
Penanganan Setiap
1 fisik
Bahan Baku saat
Merendam
kedelai Mengganti
Mikrobi denagn air Setiap air rendaman
perendaman 3 4 jam
ologi yang memilki proses untuk
kualitas kedelai
standar
Melakukan Melakukan
pencucian Setiap pencucian
pencucian 2 Biologi
dengan air proses dibawah air
besrsih mengalir
Memasukan Megontrol
kedelai ke Setiap alat dan
Penggilingan 3 Fisik
alat saat bahan
penggiling gilingan
Memeprkecil
Ukuran
Pemeriksaan Saat ukuran
penyaringan 4 Kimia bahan
secara visulal proses diameter
tersaring
penyaring
Bahan Menakar Saat Menggunaka
Pencampuran 5 Kimia
tercampu bahan-bahan proses n takaran
r r dan yang akan
sesuai dicampur
takaran
Pengepresan
Tahu dilakukan
Pemrikasaan Saat
pencetakan 6 Fisik memadat dengan
visual proses
/press tekanan yang
diatur
Fisik Menggunaka
Ukuran
Pemeriksaan n alat potong
Pemotongan 7 tahu 5 x
Mikrobi visual sesuai
5 cm
ologi ukuran

Tabel 6. CCP Pada Proses Pembuatan Tahu


CCP Jenis Batas Monitoring Tindakan
Tahap
No. Bahaya Kritis Metode Frekuensi Koreksi
Menggunakan
thermometer
untuk
mengukur
suhu
Sampai Memasak
Biologi pemasakan
suhu ?, bubur kedelai
Perebusan 1 sering lamanya
selama 1 dengan cara
Fisik pemasakan
jam mengaduknya
dan
stopwatch
untuk
mengukur
waktu

8. Tahap Pemantauan
Pemantauan berfungsi untuk menetapkan prosedur tindakan untuk
memantau CCP, batas kritis dan orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
pemantauan. Tindakan pencegahan yang telah dianalisisi kemudian harus
dipantau langsung untuk pelaksanaanya.
Kegiatan pemantauan dilakukan secara berkala, mulai dari proses produksi
awal sampai tahap akhir (penyimpanan). Frekuensi pemantauantindakan
pencegahan tergantung tahapan proses, jenis bahayanya dan tindakan pencegahan
yang dilakukan.
9. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
penyimpangan batas kritis. Tindakan koreksi harus memastikan bahwa CCP telah
berada pada titik kendali. Tindakan koreksi ini berupa melakukan pembersihan
alat sebelum digunakan, melakukan penakaran pada bumbu tambahan tahu,
penarikan produk ketika sudah melebihi batas penyimpanan, belum beres

10. Verivikasi
Tindakan verifikasi (pengkajian ulang) dilakukan terhadap hasil pemantauan
yang menunjukkan bahwa titik kendali kritis tidak terkendali. Dengan demikian,
data hasil pemantauan harus diperiksa secara sistimatis untuk menentukan titik
dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi harus dilakukan.
Bila terjadi penyimpangan, perlu diperbaiki dan dikembalikan ke proses yang
sebenarnya. Produk yang telah dihasilkan pada saat terjadi penyimpangan perlu
diidentifikasi. Tujuan dari pengkajian ulang ini adalah memperbaiki sistem
HACCP. Namun, untuk kali ini kita hanya mengverifikasi hanya dalam laporan
ini saja tidak menverifikasi langsung ke industri TSL karena keterbatasan waktu
dan tempat.

11. Dokumentasi dan Pencatatan


Kegiatan dokumentasi dan pencatatan dilakukan untuk mempermudah tim
HACCP memperbaiki setiap program studi HACCP. Dokumentasi dan pencatatan
berisi data-data teknis hasil studi HACCP, yaitu :
a. Resiko bahaya pada setiap proses
b. Pengambilan keputusan untuk CCP
c. Penyimpangan dan perbaikan yang terjadi pada proses produksi
d. Tindakan koreksi

D. SSOP
TSL yang bisa digolongkan industri tahu menengah keatas ini belum
memiliki SSOP. Sanitasi yang mereka jalankan hanya meliputi pembersihan alat
dan tempat produksi yang tidak standar-standar untuk sanitasi. APD yang mereka
gunakan hanyalah celemek dan seragam TSL. Sanitasi pada industri tahu susu
lembang meliputi alat produksi dibersihkan setiap hari pada saat selesai produksi
untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan memudahkan proses produksi
selanjutnya dan kualitas alat serta produk yang dihasilkan baik.
Lantai produksi dibersihkan 1-2 kali dalam satu minggu, tergantung
tingkat kotoran yang ada pada lantai. Tujuanya adalah menciptakan suasana
nyaman karena bersih dan menghindari adanya kotoran atau semacamnya yang
dapat mencemari produk tahu pada saat proses produksi.
Limbah diolah dan dibuang pada saluran pipa yang dialirkan ke spiteng
yang berjumlah 6 disekeliling belakang industri tahu untuk dialirkan dan ada juga
yang diolah dengan sistem anaerobik untuk memperoleh air jernih yang dapat
digunakan untuk menyiram tanaman atau sebagai pengairan pada kolam ikan.
Pekerja bagian produksi sebaiknya menggunakan sepatu but, sarung
tangan, tutup kepala, dan masker agar produk yang dihasilkan tidak terkontaminan
oleh rambut pegawai, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi turunya kualitas
produk tahu.
Yang menjalankan tugas sanitasi alat produksi adalah pegawai yang
bertanggung jawab atas alat yang digunakan atau sesuai alat yang dipegang agar
memudahkan dalam sistem pembagianya dan lebih bertanggungjawab dalam
kebersihan alat yang dipegang masing-masing.

Upaya Hygiene Sanitasi Industri Tahu


Untuk mencapai tujuan produk tahu yang sehat, maka perlu adanya upaya
hygiene sanitasi yang mendasar pada 6 (enam) prinsip Sanitasi Makanan, yaitu :
1) Upaya pengamanan bahan baku pembuataan tahu
2) Upaya pengumpulan/penyimpanan bahan baku produk tahu
3) Upaya pengolahan bahan pembuatan tahu
4) Upaya pengangkutan produk tahu
5) Upaya penyimpanan produk tahu
6) Upaya penyajian produk tahu
Kemutlakan adanya keenam Prinsip tersebut merupakan penting. Namun
demikian, dalam penyelenggaraan upaya-upaya tersebut perlu adanya klasifikasi
dan syarat penyelenggaraan/pengolahan pada produk tahu.
1. Pengamanan Bahan-bahan Pembuatan Tahu
Mengamankan bahan baku pembuatan tahu adalah menjaga adanya
kerusakan dan pencemaran baik yang terbawa oleh bahan makanan ataupun
faktor-faktor lingkungan yang akan terkontaminasi dengan makanan.Penyebab
kerusakan dan pencemaran terhadap produk terdiri dari beberapa jenis yaitu,
kerusakan dan pencemaran mikrobiologi, mekanis, fisik biologis dan kimia.
2. Penyimpanan Bahan-bahan Pembuatan Produk Tahu
Bahan-bahan yang penting dalam penyimpanan terutama bahan makanan
yang rawan busuk/rusak Faktor yang sangat mempengaruhi dalam penyimpanan
bahan pembuatan tahu adalah suhu dan kelembaban, sehingga dalam
penyimpanan harus memperhatikan faktor-faktor berikut : (a) penyimpanan bahan
mentah harus dilakukan dalam suhu sesuai dengan jenis bahan makanan (b)
ketebalan bahan padat tidak lebih dari 10cm. (c) kelembaban penyimpanan dalam
ruangan : 80-90% disamping memperhatikan faktor tersebut, perlu diperhatikan
dalam hal sanitasi gudang yang dapat dilihat dari 2 hal pokok, yaitu: Segi
pengaturan (arrangement) dan segi kesehatan (sanitation).
3. Pengolahan Tahu
Pengolahan produk tahu menyangkut 4 aspek yaitu : (a) penjamah
makanan (b) cara pengolahan (c) tempat pengolahan (d) perlengkapan/peralatan
dalam pengolahan. Keempat aspek ini harus diperhatikan dengan seksama, karena
dari keempat aspek ini juga dapat menentukan tingkat kesehatan dari makanan
yang diolah. Penjamah makanan, adalah seorang tenaga yang menjamah makanan,
baik dalam mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam
menyajikan. Pengetahuan, sikap dan perilaku seorang penjamah juga
mempengaruhi kualitas makanan, terutama penjamah yang bekerja di tempat
pengolahan makanan untuk umum.
Dari seorang penjamah makanan yang tidak sehat/baik dapat menyebarkan
penyakit dan bahkan dapat mengakibatkan kematian terhadap masyarakat
konsumen. Cara pengolahan, Kontaminasi terhadap makanan oleh peralatan,
penjamah makanan, proses penanganannya maupun air, harus dihindari selama
pengolahan makanan, baik dalam mencuci, meracik maupun memasak. Dalam
mencuci bahan makanan harus memperhatikan hal-hal berikut :
1) Air pencuci harus memenuhi standar kesehatan yang berlaku.
2) Cara mencuci bahan-bahan sedemikian rupa sehingga semua kotoran,
bahan kimia sisa penyemprotan dan bakteri yang tidak diharapkan, tidak
ada lagi pada bahan makanan tersebut.
3) Peralatan yang digunakan bebas dari bahan-bahan yang berbahaya &
bakteri yang tidak diharapkan
Dari segi kesehatan/sanitasi produk tahu, maka cara pengolahan yang baik
dititikberatkan pada hal-hal sebagai berikut :
1) Cara-cara penjamah makanan (tahu) yang baik.
2) Nilai nutrisi/gizi yang memenuhi syarat.
3) Teknik memasak yang menarik dan enak.
4) Cara pengolahan yang serba bersih.
5) Menerapkan dasar-dasar hygiene dan sanitasi makanan.
6) Menerapkan dasar-dasar hygiene perseorangan bagi para pengolahnya.
7) Melarang petugas/pekerja yang berpenyalit kulit atau yang mempunyai
luka-luka pada tangan atau jari untuk bekerja sebagai penjamah
makanan.
Tempat pengolahan makanan (TPM), TPM dimana makanan diolah
sehingga menjadi makanan terolah ataupun makanan jadi biasanya disebut dapur,
memerlukan syarat sanitasi, baik dari konstruksinya, perlengkapan yang ada
maupun tata letak perlengkapan yang lazim ada di dapur. Untuk konstruksi, hal-
hal yang harus diperhatikan yaitu lantai, dinding, atap dan langit-langit,
penerangan/pencahayaan, ventilasi, pembuangan asap persediaan air yang cukup
dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, tersedia tempat/bak pencuci tangan dan
alat-alat dapur, perlindungan dari serangga ,tikus dan binatang perusak lainnya,
barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan
disimpan di dapur, tersedianya alat pemadam kebakaran. Hal-hal tersebut diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 712/MENKES/PER/IX/1986 tentang
Persyaratan Kesehatan Jasaboga. Perlengkapan/peralatan dalam pengolahan
produk tahu, prinsip dasar persyaratan/peralatan dalam pengolahan produk tahu
adalah aman sebagai alat/perlengkapan pemroses. Aman ditinjau dari bahan yang
digunakan dan juga dari desain perlengkapan tersebut.
4. Pengangkutan Produk Tahu
Tahu yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan
untuk disimpan atau disajikan. Kemungkinan pengotoran pada produk tahu dapat
terjadi sepanjang pengangkutan bila cara pengangkutannya kurang tepat dan alat
angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya. Baik buruknya pengangkutan
dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat/alat pengangkut, tenaga pengangkut dan
teknik pengangkutan.
5. Penyimpanan Produk Tahu
Kualitas tahu yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana
terdapat titik-titik rawan perkembangan bakteri ptogen pada suhu yang sesuai
dengan kondisinya dan jenis makanan yang cocok sebagai media
pertumbuhannya. Tujuan utama teknik penyimpanan makanan yaitu mencegah
pertumbuhan perkembangan bakteri latent dan mengawetkan makanan dan
mengurangi pembusukan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode penyimpanan
yang harus mempertimbangkan kesesuaian antara suhu penyimpanan dengan jenis
makanan yang akan disimpan.
6. Penyajian
Ruang lingkup penyajian Produk tahu meliputi tempat penyajian, alat-alat
penyajian dan tenaga penyaji yang kesemuanya harus memenuhi dan menerapkan
upaya hygiene sanitasi makanan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah kelompok kami melakukan observasi ke industry Tahu Susu
Lembang dan menganalisis pengawasan mutu industry tersebut dapat disimpulkan
bahwa GMP sebagai aspek pengawasan mutu belum di dokumenkan secara resmi
walau dalam pelaksanaanya secara tidak sadar sudah terbentuk GMP itu sendiri.
Aspek pengawasan mutu berikutnya adalah HACCP, industry tahu ini tidak
memiliki berkas HACCP sendiri sehingga pada aspek ini kami melakukan studi
HACCP. Study HACCP yang kami lakukan belum bisa sepenuhnya diterapkan
pada industry tersebut karena kami hanya melakukan observasi beberapa kali
sehingga penerapannya pun dirasa sulit jika hanya dengan observasi yang tidak
rutin dan tidak adanya kerja sama dengan pihak pengelola. SSOP, pada dasarnya
konsep SSOP telah diterapkan pada industry tahu ini, tetapi lagi-lagi tidak ada
berkas yang menjadikan SSOP itu harus dilakukan.

B. Saran
Saran untuk industry Tahu Susu Lembang ini adalah agar lebih
memperhatikan pengawasan mutu produk dengan mematenkan aspek pengawasan
mutu yang meliputi GMP, HACCP, dan SSOP nya. Pembentukan tim HACCP
juga perlu dilakukan oleh industry ini karena mengingat bahaya yang timbul dari
setiap proses bila tidak dilakukan pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA

Winarno, F.G. dan Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik,
Bogor : M-Brio Press
Oginawati, Katharina. 2008. Diktat Sanitasi Makanan dan Minuman. Bandung :
Penerbit ITB
SNI 01-4852-1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Badan Standardisasi Nasional
(BSN)
Thaheer, Hermawan. 2008. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta : Bumi Aksara
LAMPIRAN 1
Foto Kunjungan Industri Tahu Susu Lembang

Foto Bahan, Alat dan Limbah Produksi Tahu Susu Lembang


LAMPIRAN 2
Struktur Organigram Tahu Susu Lembang
LAMPIRAN 3
Denah Lokasi Tahu Susu Lembang

K Keterangan:
A: Perendaman
J I B: Pencucian
C: Penggilingan
D: Pemasakan
E: Penyaringan dan
F E
Pencampuran
D I I H F: Pencetakan
G: Pemotongan
H: Pengemasan
C A
I: Penyimpanan
B G
J: Tempat Bahan
Tambahan
L
K: Limbah
L: Pemasaran

Anda mungkin juga menyukai