PADA TODLER
Disusun oleh :
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orangtua mempunyai peran yang sangat penting untuk melatih emosi anak
sejak dini, sikap dan pola asuh orang tua untuk menangani permasalahan yang
timbul pada diri anak akan menentukan karakter yang akan melekat pada anak
nantinya. Karakter adalah sikap atau bentuk ungkapan emosi seseorang atas
kondisi psikis yang selama ini terbentuk dari lingkungan, karakter bersifat
personal, unik dan bersifat manusiawi, pada umumnya yang bergantung pada
kehidupannya sendiri.
Dalam dunia nyata orang tua merupakan pendidik yang menjadi idola,
sehingga sikap dan tingkah laku orang tua akan diamati, ditiru, dan puja oleh
anak, tidak hanya sebagai teori melainkan sebagai pengalaman bagi anak yang
akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Pendidikan di dalam
keluarga merupakan dasar bagi perkembangan dan pendidikannya pada saat
berikutnya. Peran orangtua sangat penting untuk menciptakan suasana yang
nyaman bagi anak dan hubungan dalam keluarga dapat terjalin dengan baik.
Rentang usia 0-6 tahun merupakan masa emas perkembangan anak, yang apabila
pada masa tersebut anak diberi pendidikan dan pengasuhan yang tepat akan menjadi
modal penting bagi perkembangan anak dikemudian hari. Anak mulai berkenalan dan
belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi.
Rasa kecewa, marah, sedih dan sebagainya merupakan suatu rasa yang wajar dan
natural. Namun seringkali tanpa disadari orangtua menyumbat emosi yang dirasakan
oleh anak, misalnya saat anak menangis karena kecewa, dengan berbagai cara
orangtua akan berusaha menghibur, mengalihkan perhatian, memarahi demi
menghentikan tangisan anak. Hal ini sebenarnya membuat emosi anak tak tersalurkan
dengan lepas. Jika hal ini berlangsung terus menerus, akibatnya timbul yang disebut
dengan tumpukan emosi. Tumpukan emosi inilah yang nantinya dapat meledak tak
terkendali dan muncul sebagai “temper tantrum”.
BAB II
A. Definisi
Toddler adalah periode dimana anak memiliki rentang usia 12-36 bulan. Masa ini
merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari
tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku
tempertantrum, negativisme, dan keras kepala. Masa ini merupakan periode yang
sangat penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual (Wong,
2004 ).
Temper tantrum adalah perilaku destruktif dalam bentuk luapan yang bisa bersifat
fisik (memukul, menggigit, mendorong), maupun verbal (menangis, berteriak,
merengek) atau terus menerus merajuk. Sikap seperti ini tentunya membuat orangtua
berfikir bahwa anaknya nampak egois, banyak menuntut dan menjengkelkan, dan
orang tua menganggap sikap yang dibuat oleh anak adalah sebuah bentuk
kesengajaan. Sebenarnya perilaku anak seperti ini adalah sesuatu yang wajar dan
sudah merupakan sesuatu yang normal, dapat diperkirakan serta menjadi bagian
perjalanan seseorang dari bayi yang memiliki sikap ketergantungan ke masa kanak-
kanak yang mandiri.
Selain itu faktor faktor lingkungan juga mempengaruhi intensitas tentrum seorang
anak, menurut Hurlock (2000:117) lingkungan sosial rumah mempengaruhi intensitas
dan kuatnya rasa amarah anak. Ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah bila
ada banyak tamu atau ada lebih dari dua orang dewasa. Jenis disiplin dan metode
latihan anak juga mempengaruhi frekuensi dan intensitas ledakan amarah anak.
Semakin orangtua bersikap otoriter, semakin besar kemungkinan anak bereaksi
dengan amarah.
Temper tantrum merupahan hal yang normal terjadi pada tahap perkembangan
anak, namun demikian apabila kejadian ini tetap berlanjut dan dibiarkan maka
dikhawatikan akan terjadi perkembangan yang negatif pada diri anak. Orangtua wajib
memahami masa perkembengan anak sesuai fasenya. Sehingga orangtua mampu
memahami apa yang menjadi kebutuhan anak dan dapat menentukan pola asuh yang
sesuai untuk masa perkembangan anak.
C. Konsep Teori
A. Pengkajian:
B. Diagnosa keperawatan
E. Studi Kasus
Seorang ibu mengeluh tentang prilaku anak perempuannya yang berusia 4 tahun,
ibu mengatakan bahwa ia bingung karena sejak umur 3 tahun anaknya sering marah-
marah, berteriak dan menangis jika permintaannya tidak segera dituruti. Sampai saat
ini anak tidak mau bersosialisasi dengan keluarganya maupun lingkungan sekitarnya.
Selama ini ibu selalu menuruti keinganan sang anak, ibu tidak mengerti apa yang
harus ia lakukan. Saat dikaji lebih lanjut, ternyata sang anak sering mendapatkan
prilaku kekerasan dari ayahnya.
Naskah Roleplay:
Pada suatu hari satu keluarga pergi jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan, lalu
saat berkeliling ditempat itu mereka melewati sebuah toko mainan dan sang penjual
menawarkan dagangnya kepada anak tersebut. Sang anak tertarik dengan mainan
yang dijual oleh pedagang tersebut dan meminta orangtua nya untuk membelikan
mainan itu. Orang tua hanya memberikan janji untuk membelikannya tapi janji
tersebut tidak ditepati sehingga sang anak marah, menangis hingga berteriak ditempat
itu dan orangtua memelakukan sesuatu yang tidak terduga.
Pedagang: “Dek ini mainannya bagus loh, ada Barbie, ada masak-masakan. Pokoknya
banyak deh”
Ibu: “Iya nanti ya nak kita kembali lagi ketempat ini, sekarang kita pergi belanja yang
lain dulu ya.”
Lalu Keluarga tersebut kembali mengelilingi tempat itu dan melewati toko mainan
tersebut yang kedua kalinya, anak pun merengek-rengek meminta dibelikan mainan.
Anak: “Ma ayo beli mainannya, katanya tadi mama janji mau belikan mainan untuk
aku.”
Sang anak menangis dan berteriak hingga mengguling-guling kan badannya ke lantai
tetapi malah sang ayah memarahi, membentak serta memaksa pulang istri dan
anaknya.
Keesokan harinya, sang anak diajak bermain oleh anak sesuainya yang
merupakan tetangganya dan kebetulan ibu dari anak tersebut seorang perawat.
Perawat itu melihat tingkah laku yang aneh dari sang anak saat bermain dengan
anaknya, karena perawat melihat hal aneh tersebut dia berinisiatif untuk pergi
berkunjung kerumah anak tersebut.
Perawat: “permisi bu.. saya tetangga sebelah rumah ibu. Saya baru pindahan 3 hari
yang lalu.”
Tak lama kemudian sang anak meminta untuk dibuatkan susu oleh ibunya, namun
sang ibu mengatakan kepada anaknya untuk menunggu sebentar karena masih ada
yang bertamu. Sang anak tidak mau mengerti hal tersebut dan menangis sambil
berguling-guling dilantai. Beberapa menit kemudian sang ayah datang dan melihat
kejadian tersebut dalam keadaan kesal, sang ayah langsung pergi kekamarnya sambil
membanting pintu.
Perawat: “oh iya itu anaknya kenapa bu? Dia minta apa bu?”
Perawat: “Bu, apa sudah biasa anaknya kalau minta sesuatu sambil merengek seperti
itu?”
Perawat: “oh begitu.. kalau anaknya merengek seperti itu, biasanya ibu melakukan
apa?”
Ibu: “ya saya marahin lah, lagian kalau minta apa-apa maunya harus diturutin. Ya
saya kesal lah.”
Perawat: “ibu memang anak-anak diusia seperti ini sedang banyak keinginannya, saya
paham maksud ibu untuk tidak menuruti kemauan anak saat rewel karena
keinginannya tidak dituruti, alangkah baiknya kita sebagai orangtua itu tidak langsung
memarahi anak, karena itu bisa berbahaya untuk perkembangannya.”
Ibu: “iya saya paham, saya juga tidak tega untuk memarahi anak saya tetapi mau
bagaimana lagi kalau tidak dimarahi nanti kebiasaan merengek-rengek depan orang.
Saya nya jadi malu juga bu”
Perawat: “ketika anak ibu meminta sesuatu sebaiknya kita sebagai orang tua
menanyakan terlebih dahulu apa yang menjadikan kemauannya, lalu menjelaskan
kepada anak kenapa alasan keinginannya tidak dituruti dengan bahasa yang anak
pahami.”
Perawat: “Jika anak masih menangis atau rewel cara terbaik untuk menanganinya
adalah biarkan terlebih dahulu ia menangis, ibu tidak perlu terlalu banyak merespon
karena kalau ibu terus menerus merespon tangisannya, anak akan merasa diperhatikan
dan justru akan menangis lebih keras, cukup awasi saja saat anak menangis agar ia
tidak melukai diri sendiri.”
Ibu: “emang kalau saya tidak terlalu merespon anak saya akan berhenti menangis
bu?”
Perawat: “Dengan ibu tidak terlalu merespon ketika anak ibu menangis saat
keinginannya tidak dituruti maka dengan sendirinya anak akan belajar dan
memahami, jika ia menangis tidak membuat segala keinginnya untuk dituruti.
Sehingga anak akan paham bahwa saat ingin sesuatu lebih baik bicara kepada
orangtua tanpa menangis atau rewel dan ketika tidak dituruti tidak perlu menangis.
Selain itu kita sebagai orang tua sebaiknya tidak menjanjikan atau berbohong kepada
anak karena dengan kita menjanjikan sesuatu dan tidak kita tepati itu akan membuat
anak tidak percaya lagi kepada orangtuanya, kecewa dan akan mulai menangis.”
Ibu: “baiklah bu kalau begitu, nanti saya akan mencoba saran dari ibu. Terimakasih ya
bu”
1. Promotif :
b) Strategi yang seharusnya diterapkan oleh orang tua maupun guru ketika
menangani anak yang sedang beperilaku tantrum adalah dengan
membiarkan anak terlebih dahulu, dengan catatan tetap mengawasi
perilaku anak. Cara demikian dilakukan agar anak tidak semakin
menjadi-jadi dalam meluapkan rasa marahnya, jika nanti dirasa
perbuatan anak akan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain,
maka orang tua maupun guru dengan sigap akan langsung mengambil
tindakan.
c) Membangun Keterampilan
Mungkin salah satu yang paling strategi yang efektif adalah memberikan
anak-anak tugas yang penuh arti dan menantang untuk dilakukan. Penting
untuk mengatur tingkat ksulitan keterampilan yang diberikan karena jika
anak tidak mampu melakukan tugasnya, anak itu mungkin mengamuk karena
frustrasi dan / atau melarikan diri dari tugas tersebut.
G. Rrinsip Penanganan
1) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan klien
dan anggota keluargannya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika
keluarga mempengaruhi psikopatologi klien ,memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif,
dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga .terapi kelurga dapat
digunakan baik untuk mengkaji maupun mengobati berbagai gangguan psikiatri.
2) Terapi lingkungan
Satu contoh terapi modalitas dalam keperawatan jiwa dengan menggunakan
terapi lingkungan. Sebuah terapi yang bertujuan untuk memperbaiki pola suatu
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Contohnya dilakukan dalam sebuah lingkungan rumah
atau klinik, dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien
untuk berlatih dan merubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik
dalam aktivitas dan interaksinya.
3) Terapi perilaku
Selanjutnya contoh terapi modalitas dalam keperawatan jiwa yaitu terapi
perilaku. Terapi ini dikenal dengan teknik role model, yaitu teknik mengubah
perilaku dengan mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku adaptif
untuk di tiru oleh pasien. Tujuan terapi ini agar pasien mampu belajar untuk tidak
mengulangi perilaku agar terhindar dari konsekuensi negatif yang akan di terima
akibat perilaku negatif tersebut.
4) Terapi bermain
Terapi bermain dilakukan karena dengan terapi anak-anak akan dapat
berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan baik melalui
permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan tujuan membina hubungan
yang hangat denga anak mereflesikan persaan anak , mempercayai klau anak
dapat menyelesaikan masalahnya ,dan mampu menginterpretasikan perilakunya.
BAB III
KESIMPULAN
Toddler adalah periode dimana anak memiliki rentang usia 12-36 bulan. Masa ini
merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari
tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku
tempertantrum, negativisme, dan keras kepala.
Anak dengan usia Toddler umunya sering mengalami masalah Temper tantrum,
yaitu perilaku destruktif dalam bentuk luapan yang bisa bersifat fisik (memukul,
menggigit, mendorong), maupun verbal (menangis, berteriak, merengek) atau terus
menerus merajuk. Sikap seperti ini tentunya membuat orangtua berfikir bahwa
anaknya nampak egois, banyak menuntut dan menjengkelkan, dan orang tua
menganggap sikap yang dibuat oleh anak adalah sebuah bentuk kesengajaan.
Sebenarnya perilaku anak seperti ini adalah sesuatu yang wajar dan sudah merupakan
sesuatu yang normal, dapat diperkirakan serta menjadi bagian perjalanan seseorang
dari bayi yang memiliki sikap ketergantungan ke masa kanak-kanak yang mandiri.
Temper tantrum pada anak dapat di cegah dengan adanya upaya kerjasama dari
lingkungan anak dan tenaga kesehatan untuk melakuakan pomotif dan preventif.
Apabila temper tantrum telah terjadi pada anak maka perlu dilakuakn terapi terapeutik
guna mengatasi serta mencegah keparahan temper tantrum pada anak.
Daftar Pustaka
Ika, I. (2017). POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK USIA DINI BERPERILAKU
TEMPER TANTRUM. Fakultas Ilmu Pendidikan Uneversitas Negri Semarang, 20-43.
Vildebeck Sheila L. (2008). BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA. Buku kedokteran EGC.
Jakarta EGC