Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA TODLER

Disusun oleh :

Angelica Dian Putri Sinaga (201711004)

Maria Erlina Nggonde (201711027)

Maria Ega Agustika Putri (201711029)

Nnandiati Aninda (201711038)

Siti Wahyuni (201711050)

Sri Rezeki Handayani Sinurat (201711051)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN SINT CAROLUS

TAHUN AJARAN 2019/2020

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fungsi keluarga adalah pendidikan, keluarga merupakan lingkungan


pendidikan yang pertama dan utama, karena pertama kali anak mengenal
pendidikan adalah di dalam keluarga. Selain itu keluarga juga berfungsi untuk
mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang
antar anggota keluarga maupun antar kerabat. Peran kasih sayang orang tua
untuk membentuk emosi anak dengan baik perlu diimbangi pula dengan pola
asuh yang baik untuk membantu anak tumbuh sebagai individu yang bukan
hanya cerdas otak namun juga cerdas secara emosi. Karena dengan
memperoleh kasih sayang, perasaan terlindungi dan penerimaan, maka emosi
anak akan tumbuh stabil dan memiliki keberanian membuka diri pada orang
lain. Seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang yang cukup dari orang tua
akan mengalami ketidakstabilan dalam emosinya, dan mengalami masalah
dengan identitas diri, penerimaan diri, maupun penerimaan kepada orang lain.
Kemampuan emosi dan sosial ini, bukan semata bakat alam yang dibawa
ketika lahir.

Orangtua mempunyai peran yang sangat penting untuk melatih emosi anak
sejak dini, sikap dan pola asuh orang tua untuk menangani permasalahan yang
timbul pada diri anak akan menentukan karakter yang akan melekat pada anak
nantinya. Karakter adalah sikap atau bentuk ungkapan emosi seseorang atas
kondisi psikis yang selama ini terbentuk dari lingkungan, karakter bersifat
personal, unik dan bersifat manusiawi, pada umumnya yang bergantung pada
kehidupannya sendiri.

Dalam dunia nyata orang tua merupakan pendidik yang menjadi idola,
sehingga sikap dan tingkah laku orang tua akan diamati, ditiru, dan puja oleh
anak, tidak hanya sebagai teori melainkan sebagai pengalaman bagi anak yang
akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Pendidikan di dalam
keluarga merupakan dasar bagi perkembangan dan pendidikannya pada saat
berikutnya. Peran orangtua sangat penting untuk menciptakan suasana yang
nyaman bagi anak dan hubungan dalam keluarga dapat terjalin dengan baik.
Rentang usia 0-6 tahun merupakan masa emas perkembangan anak, yang apabila
pada masa tersebut anak diberi pendidikan dan pengasuhan yang tepat akan menjadi
modal penting bagi perkembangan anak dikemudian hari. Anak mulai berkenalan dan
belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi.
Rasa kecewa, marah, sedih dan sebagainya merupakan suatu rasa yang wajar dan
natural. Namun seringkali tanpa disadari orangtua menyumbat emosi yang dirasakan
oleh anak, misalnya saat anak menangis karena kecewa, dengan berbagai cara
orangtua akan berusaha menghibur, mengalihkan perhatian, memarahi demi
menghentikan tangisan anak. Hal ini sebenarnya membuat emosi anak tak tersalurkan
dengan lepas. Jika hal ini berlangsung terus menerus, akibatnya timbul yang disebut
dengan tumpukan emosi. Tumpukan emosi inilah yang nantinya dapat meledak tak
terkendali dan muncul sebagai “temper tantrum”.
BAB II

TINJAUAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Definisi

Toddler adalah periode dimana anak memiliki rentang usia 12-36 bulan. Masa ini
merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari
tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku
tempertantrum, negativisme, dan keras kepala. Masa ini merupakan periode yang
sangat penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual (Wong,
2004 ).
Temper tantrum adalah perilaku destruktif dalam bentuk luapan yang bisa bersifat
fisik (memukul, menggigit, mendorong), maupun verbal (menangis, berteriak,
merengek) atau terus menerus merajuk. Sikap seperti ini tentunya membuat orangtua
berfikir bahwa anaknya nampak egois, banyak menuntut dan menjengkelkan, dan
orang tua menganggap sikap yang dibuat oleh anak adalah sebuah bentuk
kesengajaan. Sebenarnya perilaku anak seperti ini adalah sesuatu yang wajar dan
sudah merupakan sesuatu yang normal, dapat diperkirakan serta menjadi bagian
perjalanan seseorang dari bayi yang memiliki sikap ketergantungan ke masa kanak-
kanak yang mandiri.

B. Masalah pada Temper tantrum


Temper Tantrum yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik anak, selain itu
anak tidak akan bisa mengendalikan emosinya atau anak akan kehilangan kontrol dan
akan lebih agresif dari perilaku yang telah ditunjukkan sebelumnya. Hal ini akan
menyebabkan anak tidak dapat menghadapi lingkungan luar, tidak bisa beradaptasi,
tidak bisa mengatasi masalah, tidak bisa mengambil keputusan dan tidak akan tumbuh
dewasa, karena melewati tantrum akan membuat anak tumbuh dewasa

Faktor yang mempengaruhi anak mengalami temper tantrum yaitu :


1. Terhalangnya keinginan untuk mendapatkan sesuatu
2. Ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan diri
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan
4. Pola asuh orangtua
5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit yang dapat
menyebabkan anak menjadi rewel
6. Anak merasa sedang stres atau merasa tidak aman.

Selain itu faktor faktor lingkungan juga mempengaruhi intensitas tentrum seorang
anak, menurut Hurlock (2000:117) lingkungan sosial rumah mempengaruhi intensitas
dan kuatnya rasa amarah anak. Ledakan amarah lebih banyak timbul di rumah bila
ada banyak tamu atau ada lebih dari dua orang dewasa. Jenis disiplin dan metode
latihan anak juga mempengaruhi frekuensi dan intensitas ledakan amarah anak.
Semakin orangtua bersikap otoriter, semakin besar kemungkinan anak bereaksi
dengan amarah.

Temper tantrum merupahan hal yang normal terjadi pada tahap perkembangan
anak, namun demikian apabila kejadian ini tetap berlanjut dan dibiarkan maka
dikhawatikan akan terjadi perkembangan yang negatif pada diri anak. Orangtua wajib
memahami masa perkembengan anak sesuai fasenya. Sehingga orangtua mampu
memahami apa yang menjadi kebutuhan anak dan dapat menentukan pola asuh yang
sesuai untuk masa perkembangan anak.

C. Konsep Teori

Pada masa toddler terjadi pertumbuhan dan perkembangan, dimana pertumbuhan


adalah aspek fisik karena perbanyakan sel (cm/kg) sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya keterampilan dan fungsi yang kompleks (akibat maturasi dan
deferensiasi). Menurut teori tumbuh kembang para ahli :
1. Teori Sullivan
Menegaskan bahwa salah satu unsur terpenting untuk keberadaan dan
pertumbuhan jiwa manusia adalah hubungan interpersonal. Hubungan dengan
sesama merupakan kebutuhan mutlak yang perlu dipenuhi dan kita tahu jika
kebutuhan pokok yang tidak terpenuhi niscaya akan menimbulkan gangguan atau
penyakit.
Pada usia toddler terdapat fase dimana anak mulai mengucapkan kata-kata
hingga timbulnya kebutuhan terhadap kawan bermain, hal yang penting diketahui
yaitu peralihan dari bayi ke fase anak dipengaruhi oleh perkembangan bahasa,
yang memungkinkan penggabungan berbagai bahasa yang berbeda (mis. Ibu baik
dan ibu buruk).
2. Teori Erik Erikson
Dalam teori Erik Erikson Autonomy vs shame and doubt (otonomy vs rasa
malu dan ragu) pada usia 1-3tahun usia toddler dimana anak konflik antara
kemandirian rasa takut perasaan keraguan yang parah.
Kemampuan anak untuk melakukan beberapa hal pada tahap ini sudah mulai
berkembang, seperti makan sendiri, berjalan, dan berbicara. Kepercayan yang
diberikan orang tua untuk memberikan kesempatan bereksplorasi sendiri dengan
dibawah bimbingan akan dapat membentuk anak menjadi pribadi yang mandi
serta percaya diri. Sebaliknya, orang tua yang terlalu membatasi dan bersikap
keras kepada anak, dapat membentuk sang anak berkembang menjadi pribadi
yang pemalu dan tidak memiliki rasa percaya diri, dan juga kurang mandiri. Anak
dapat menjadi lemah dan tidak kompeten sehingga selalu merasa malu dan ragu-
ragu terhadap kemampuan dirinya sendiri.

3. Teori Sigmund freud


Dalam psikologi anak usia dini harus diberi landasan yang kuat agar
terhindar dari gangguan kepribadian ataupun emosi. Lebih lanjut freud
menyatakan bahwa gangguan- gangguan yang dialami pada masa dewasa dapat
ditelusuri penyebabnya dengan melihat kehidupan pada masa kanak-kanaknya.
Misalnya orang yang agresif secara verbal , sering marah-marah, mengumpat,
ternyata usia awalnya tidak memperoleh kepuasan terhadap kebutuhan.
Sejumlah ahli psikologi menyatakan bahwa tahun-tahun awal perkembangan
dapat dikatakan sebagai dasar pembentuk kepribadian seseorang. Apabila pada
masa ini sudah memperoleh rangsangan yang tepat untuk mengembangkan dan
mengaktualisasikan potensi, maka masa- masa berikutnya tinggal memodifikasi
struktur dan fungsi kepribadian itu sehingga terbentuk kepribadian yang sesuai
dengan harapan.
D. Asuhan Keperawatan Pada Temper Tantrum

A. Pengkajian:

1. Tanyakan bentuk temper tantrum pada anak: merengek, menangis,


berteriak, menendang, memukul dan menahan nafas.
2. Cari faktor penyebab temper tantrum:
a. Apakah merupakan perkembangan normal saja?
b. Adakah masalah kesehatan yang disebabkan oleh temper tantrum?
c. Apakah merupakan anak berkebutuhan khusus?
d. Tempramen anak?
e. Lingkungan: masalah social, kekerasan fisik, orangtua yang depresi
dll
f. Cara orang tua dalam mengasuh anakny

B. Diagnosa keperawatan

1. Risiko cedera b.d prilaku kekerasan pada diri sendiri


2. Gangguan interaksi sosial b.d hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
3. Kesiapan peningkatan menjadi orangtua
4. Resiko gangguan tumbuh kembang

E. Studi Kasus

Seorang ibu mengeluh tentang prilaku anak perempuannya yang berusia 4 tahun,
ibu mengatakan bahwa ia bingung karena sejak umur 3 tahun anaknya sering marah-
marah, berteriak dan menangis jika permintaannya tidak segera dituruti. Sampai saat
ini anak tidak mau bersosialisasi dengan keluarganya maupun lingkungan sekitarnya.
Selama ini ibu selalu menuruti keinganan sang anak, ibu tidak mengerti apa yang
harus ia lakukan. Saat dikaji lebih lanjut, ternyata sang anak sering mendapatkan
prilaku kekerasan dari ayahnya.

Naskah Roleplay:

Pada suatu hari satu keluarga pergi jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan, lalu
saat berkeliling ditempat itu mereka melewati sebuah toko mainan dan sang penjual
menawarkan dagangnya kepada anak tersebut. Sang anak tertarik dengan mainan
yang dijual oleh pedagang tersebut dan meminta orangtua nya untuk membelikan
mainan itu. Orang tua hanya memberikan janji untuk membelikannya tapi janji
tersebut tidak ditepati sehingga sang anak marah, menangis hingga berteriak ditempat
itu dan orangtua memelakukan sesuatu yang tidak terduga.

Pedagang: “Ayooo..Ayooo Mainannya.”

(Sang anak mulai memperhatikan toko tersebut)

Pedagang: “Dek ini mainannya bagus loh, ada Barbie, ada masak-masakan. Pokoknya
banyak deh”

Anak: “Ma mau mainan itu ma.”

Ibu: “Iya nanti ya nak kita kembali lagi ketempat ini, sekarang kita pergi belanja yang
lain dulu ya.”

Anak: “Janji ya mama.”

Ibu: “iya nak mama janji.”

Lalu Keluarga tersebut kembali mengelilingi tempat itu dan melewati toko mainan
tersebut yang kedua kalinya, anak pun merengek-rengek meminta dibelikan mainan.

Anak: “Ma ayo beli mainannya, katanya tadi mama janji mau belikan mainan untuk
aku.”

Ibu: “Udah nanti aja kapan-kapan kita kembali lagi kesini.”

Sang anak menangis dan berteriak hingga mengguling-guling kan badannya ke lantai
tetapi malah sang ayah memarahi, membentak serta memaksa pulang istri dan
anaknya.

Bapak: “Sudah ayo pulang, jangan malu-maluin. “

Ibu: “Iya nak, ayo kita pulang saja.”

Anak: “Gak mau (sambil merengek)”

Keesokan harinya, sang anak diajak bermain oleh anak sesuainya yang
merupakan tetangganya dan kebetulan ibu dari anak tersebut seorang perawat.
Perawat itu melihat tingkah laku yang aneh dari sang anak saat bermain dengan
anaknya, karena perawat melihat hal aneh tersebut dia berinisiatif untuk pergi
berkunjung kerumah anak tersebut.
Perawat: “permisi bu.. saya tetangga sebelah rumah ibu. Saya baru pindahan 3 hari
yang lalu.”

Ibu: “oh iya bu mari masuk. “

Tak lama kemudian sang anak meminta untuk dibuatkan susu oleh ibunya, namun
sang ibu mengatakan kepada anaknya untuk menunggu sebentar karena masih ada
yang bertamu. Sang anak tidak mau mengerti hal tersebut dan menangis sambil
berguling-guling dilantai. Beberapa menit kemudian sang ayah datang dan melihat
kejadian tersebut dalam keadaan kesal, sang ayah langsung pergi kekamarnya sambil
membanting pintu.

Perawat: “Bu itu suami ibu?”

Ibu: “iya itu suami saya bu.”

Perawat: “oh iya itu anaknya kenapa bu? Dia minta apa bu?”

Ibu: “iya bu dia minta sesuatu”

Perawat: “Bu, apa sudah biasa anaknya kalau minta sesuatu sambil merengek seperti
itu?”

Ibu: “iya emang sudah biasa seperti itu bu.”

Perawat: “anaknya usia berapa bu?”

Ibu: “usia 4 tahun bu.”

Perawat: “oh begitu.. kalau anaknya merengek seperti itu, biasanya ibu melakukan
apa?”

Ibu: “ya saya marahin lah, lagian kalau minta apa-apa maunya harus diturutin. Ya
saya kesal lah.”

Perawat: “ibu memang anak-anak diusia seperti ini sedang banyak keinginannya, saya
paham maksud ibu untuk tidak menuruti kemauan anak saat rewel karena
keinginannya tidak dituruti, alangkah baiknya kita sebagai orangtua itu tidak langsung
memarahi anak, karena itu bisa berbahaya untuk perkembangannya.”
Ibu: “iya saya paham, saya juga tidak tega untuk memarahi anak saya tetapi mau
bagaimana lagi kalau tidak dimarahi nanti kebiasaan merengek-rengek depan orang.
Saya nya jadi malu juga bu”

Perawat: “ketika anak ibu meminta sesuatu sebaiknya kita sebagai orang tua
menanyakan terlebih dahulu apa yang menjadikan kemauannya, lalu menjelaskan
kepada anak kenapa alasan keinginannya tidak dituruti dengan bahasa yang anak
pahami.”

Ibu: “terus kalau dia masih nangis-nangis gimana bu?”

Perawat: “Jika anak masih menangis atau rewel cara terbaik untuk menanganinya
adalah biarkan terlebih dahulu ia menangis, ibu tidak perlu terlalu banyak merespon
karena kalau ibu terus menerus merespon tangisannya, anak akan merasa diperhatikan
dan justru akan menangis lebih keras, cukup awasi saja saat anak menangis agar ia
tidak melukai diri sendiri.”

Ibu: “emang kalau saya tidak terlalu merespon anak saya akan berhenti menangis
bu?”

Perawat: “Dengan ibu tidak terlalu merespon ketika anak ibu menangis saat
keinginannya tidak dituruti maka dengan sendirinya anak akan belajar dan
memahami, jika ia menangis tidak membuat segala keinginnya untuk dituruti.
Sehingga anak akan paham bahwa saat ingin sesuatu lebih baik bicara kepada
orangtua tanpa menangis atau rewel dan ketika tidak dituruti tidak perlu menangis.
Selain itu kita sebagai orang tua sebaiknya tidak menjanjikan atau berbohong kepada
anak karena dengan kita menjanjikan sesuatu dan tidak kita tepati itu akan membuat
anak tidak percaya lagi kepada orangtuanya, kecewa dan akan mulai menangis.”

Ibu: “Oh seperti itu ya bu.”

Perawat: “Iya bu sebaiknya memang seperti itu.”

Ibu: “baiklah bu kalau begitu, nanti saya akan mencoba saran dari ibu. Terimakasih ya
bu”

Perawat: “sama-sama bu.”


F. Identifikasi Perinsip Terapi Modalitas

1. Promotif :

Memberikan penyuluhan kepada ibu ibu tentang cara pencegahan dan


penanganan dari tempertantrum tersebut.

Cara Penanganan Tantrum Yang Tepat

a) Mendampingi dan tidak membiarkan anak ketika berperilaku tantrum.

b) Strategi yang seharusnya diterapkan oleh orang tua maupun guru ketika
menangani anak yang sedang beperilaku tantrum adalah dengan
membiarkan anak terlebih dahulu, dengan catatan tetap mengawasi
perilaku anak. Cara demikian dilakukan agar anak tidak semakin
menjadi-jadi dalam meluapkan rasa marahnya, jika nanti dirasa
perbuatan anak akan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain,
maka orang tua maupun guru dengan sigap akan langsung mengambil
tindakan.

c) Mengajak bicara dengan perlahan setelah tantrumnya telah reda.

d) Orang tua maupun guru, wajib memberikan arahan kepada anak,terhadap


perilaku yang telah lakukan serta akibat yang merugikan atas
perbuatannya tersebut.

e) Memberikan arahan agar perilaku tantrum dapat diminimalisir.


Hendaknya dapat memberikan nasihat dan arahan pada anak, dengan
mengibaratkan atau menceritakan tooh lain. Hal tersebut bertujuan untuk
mengarahkan anak untuk berperilaku ke yang lebih positif ketika sedang
melampiaskan rasa amarahya.

f) Memberikan contoh dan penjelasan. Dengan demikian, baik orang tua


maupun guru akan dapat membimbing anak untuk dapat melampiaskan
atau menunjukkan ekspresi marah kepada perilaku yang lebih positif.

g) Mengenal karakteristik anak, sehingga dapat menemukan langkah yang


tepat untuk dapat menangani perilaku tantrummnya, serta mengarahkan
pada yang lebih positif
2. Preventif :

a) Jadwal dan rutinitas

Salah satu cara paling dasar untuk mencegah tempertantrum adalah


dengan berikan jadwal dan rutinitas untuk diikuti anak-anak. Jadwal yang
konsisten memungkinkan anak untuk mengharapkan rutinitas perubahan di
lingkungan mereka dan untuk menyesuaikan perilaku mereka tanpa
mengamuk. Ini tidak berarti anak-anak membutuhkan rutinitas yang terlalu
keras, tetapi mereka perlu menyadari bahwa hal - hal tertentu terjadi pada
sekitar waktu yang sama setiap hari dan kira-kira dalam urutan yang sama.
Jadwal yang tidak fleksibel, di sisi lain, mungkin mendorong anak
mengamuk ketika ada gangguan yang tak terhindarkan atau perubahan.

b) Anjuran dan Transisi

Ketika anak-anak diharuskan untuk berpindah dari satu aktivitas ke


aktivitas lainnya lain, teknik yang sangat efektif adalah memberi pengingat
tentang perubahan yang akan datang. Misalnya, ‘‘Setelah kartun ini selesai,
saatnya untuk mandi". 'Melakukan hal itu membantu menghindari kemarahan
memperingatkan anak Anda bahwa mandi akan datang, tetapi ia atau dia
akan diizinkan untuk menyelesaikan apa pun yang dia lakukan pada waktu
itu. Aturan umum yang sama berlaku untuk guru. Sebelum tiba-tiba
mengakhiri satu aktivitas dan pindah ke yang lain, beri peringatan 5 menit
dan kemudian 2 menit peringatan untuk membantu anak-anak bergerak
dengan lancar dan tanpa gangguan dari satu aktivitas ke aktivitas berikutnya.

c) Membangun Keterampilan

Ketika Anda menemukan bahwa anak-anak sedang mengamuk karena


mereka tidak memiliki keterampilan tertentu, Anda dapat mengajari mereka
keterampilan yang mereka butuhkan. Misalnya, seorang anak yang sedang
berusaha menyusun puzzle tetapi tidak dapat melakukannya dimulai menjerit
dan menangis. Dalam hal ini, anak kekurangan dua keterampilan: perakitan
puzzle dan meminta bantuan. Jika tipe ini situasi biasanya menghasilkan
amukan, mengajar anak untuk meminta bantuan akan membantu mencegah
anak mengamuk. Orang tua atau guru mungkin juga menganalisis tugas yang
anak coba lakukan dan pertimbangkan memodifikasi tingkat kesulitan
(menawarkan yang lebih mudah puzzle) atau secara langsung mengajarkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil (Menyortir potongan puzzle
dengan warna, mengidentifikasi tepi potongan, dan sebagainya).

d) Berikan tugas yang berarti.

Mungkin salah satu yang paling strategi yang efektif adalah memberikan
anak-anak tugas yang penuh arti dan menantang untuk dilakukan. Penting
untuk mengatur tingkat ksulitan keterampilan yang diberikan karena jika
anak tidak mampu melakukan tugasnya, anak itu mungkin mengamuk karena
frustrasi dan / atau melarikan diri dari tugas tersebut.

e) Mengajar keterampilan koping

Strategi lain yang akan membantu mengurangi amarah secara langsung


mengajar anak-anak caranya untuk mengatasi frustrasi (yaitu, apa yang harus
dilakukan ketika mereka menjadi frustrasi). Memberi anak-anak tugas yang
sulit untuk dilakukan dan secara aktif memantau mereka dan melatihnya
tentang apa yang harus dilakukan (misalnya, mengajar anak Anda untuk
mengatakan, ‘‘ Ini benar-benar sulit dan saya merasa frustrasi. Bisa Anda
menunjukkan kepada saya apa yang harus saya lakukan? ’atau‘ ‘Saya butuh
bantuan’) adalah sarana yang sangat baik untuk secara langsung mengajarkan
keterampilan yang berharga ini. Dan tentu saja, Anda harus menindaklanjuti
dengan memantau anak Anda, mendorong anak Anda untuk menggunakan
keterampilan, dan kemudian memberikan penguatan ketika dia mengikuti.

G. Rrinsip Penanganan

1) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan klien
dan anggota keluargannya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika
keluarga mempengaruhi psikopatologi klien ,memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif,
dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga .terapi kelurga dapat
digunakan baik untuk mengkaji maupun mengobati berbagai gangguan psikiatri.
2) Terapi lingkungan
Satu contoh terapi modalitas dalam keperawatan jiwa dengan menggunakan
terapi lingkungan. Sebuah terapi yang bertujuan untuk memperbaiki pola suatu
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Contohnya dilakukan dalam sebuah lingkungan rumah
atau klinik, dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien
untuk berlatih dan merubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik
dalam aktivitas dan interaksinya.
3) Terapi perilaku
Selanjutnya contoh terapi modalitas dalam keperawatan jiwa yaitu terapi
perilaku. Terapi ini dikenal dengan teknik role model, yaitu teknik mengubah
perilaku dengan mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku adaptif
untuk di tiru oleh pasien. Tujuan terapi ini agar pasien mampu belajar untuk tidak
mengulangi perilaku agar terhindar dari konsekuensi negatif yang akan di terima
akibat perilaku negatif tersebut.
4) Terapi bermain
Terapi bermain dilakukan karena dengan terapi anak-anak akan dapat
berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan baik melalui
permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan tujuan membina hubungan
yang hangat denga anak mereflesikan persaan anak , mempercayai klau anak
dapat menyelesaikan masalahnya ,dan mampu menginterpretasikan perilakunya.
BAB III

KESIMPULAN

Toddler adalah periode dimana anak memiliki rentang usia 12-36 bulan. Masa ini
merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusaha mencari
tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku
tempertantrum, negativisme, dan keras kepala.
Anak dengan usia Toddler umunya sering mengalami masalah Temper tantrum,
yaitu perilaku destruktif dalam bentuk luapan yang bisa bersifat fisik (memukul,
menggigit, mendorong), maupun verbal (menangis, berteriak, merengek) atau terus
menerus merajuk. Sikap seperti ini tentunya membuat orangtua berfikir bahwa
anaknya nampak egois, banyak menuntut dan menjengkelkan, dan orang tua
menganggap sikap yang dibuat oleh anak adalah sebuah bentuk kesengajaan.
Sebenarnya perilaku anak seperti ini adalah sesuatu yang wajar dan sudah merupakan
sesuatu yang normal, dapat diperkirakan serta menjadi bagian perjalanan seseorang
dari bayi yang memiliki sikap ketergantungan ke masa kanak-kanak yang mandiri.

Temper tantrum pada anak dapat di cegah dengan adanya upaya kerjasama dari
lingkungan anak dan tenaga kesehatan untuk melakuakan pomotif dan preventif.
Apabila temper tantrum telah terjadi pada anak maka perlu dilakuakn terapi terapeutik
guna mengatasi serta mencegah keparahan temper tantrum pada anak.
Daftar Pustaka

Ika, I. (2017). POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK USIA DINI BERPERILAKU
TEMPER TANTRUM. Fakultas Ilmu Pendidikan Uneversitas Negri Semarang, 20-43.

Vildebeck Sheila L. (2008). BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA. Buku kedokteran EGC.
Jakarta EGC

Watson, Stuart,and Sarah (2010).Journal National Association of School


Psychologist. Vol 04 Temper tantrums Guidlines for Parents and Teacher
.Oxford:Miami University

Anda mungkin juga menyukai