DISUSUN OLEH
PO714203181012
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yangtelah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah PARASITOLOGI yang
berjudulBakteri Gram Negatif. Makalah ini di susun dalamrangka memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Parasitologi pada program studi DIV Analis kesehatan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Amin.
Penulis
Daftar Isi
Halaman judul………………………………………………………………………………………………………….
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………….
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………..
Bab II Pembahasan
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bakteri, berasal dari kata Latin, bacterium (jamak, bacteria); merupakan kelompok raksasa dari
organisme hidup. Bakteri memiliki ukuran yang sangat kecil (mikroskopis) dan kebanyakan uniselular
(bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus / inti sel, sitoskeleton, dan
organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Bakteri adalah organisme yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Bakteri tersebar
(berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak bakteri yang
bersifat patogen. Bakteri biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm. Bakteri umumnya memiliki dinding sel,
seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda. Banyak yang bergerak
menggunakan flagella, yang berbeda dalam strukturnya dari flagella kelompok lain.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bakteri gram negative
2. Bagaimana morfologi bakteri gram neggatif
3. Bagaimana karakteristik bakteri gram negative
4. Bagaimana patogenitas bakteri gram negatif
Bab II
Pembahasan
Motil dan non motil, bentuk flagela bervariasi, polar, iopotrikus dan petritrikus
Reproduksi
pembelahan biner, kadang pertunasan
Metabolisme
fototrof, kemolitoaotutrof, kemoorganoheterotrof
lipid (-)
Bakteri Gram-negatif memiliki kemampuan patogen yang kuat karena dinding ganda
membran sel mereka, endotoksin dan mekanisme resistensi obat. Mereka adalah agen penyebab
untuk berbagai infeksi saluran pernapasan, penyakit menular generatif, penyakit pencernaan, dll
Mereka juga penyebab utama nosokomial (kesehatan terkait) infeksi. Selain itu, bakteri ini
berkembang dan mendapatkan perlawanan multidrug melalui berbagai mekanisme transfer gen.
Para endotoksin hadir dalam dinding sel mereka dapat memasuki aliran darah
menyebabkan endotoksemia. Hal ini dapat terjadi melalui infeksi sistemik atau lokal atau melalui
bakteri Gram-negatif hadir dalam usus kita sebagai bagian dari mikroflora usus. Saluran
pencernaan manusia adalah rumah bagi berbagai patogen Gram-negatif. Akibatnya, selama
replikasi bakteri ini, endotoksin sedang disintesis terus menerus, dan juga translokasi ke darah
dalam jumlah rendah. Rendahnya tingkat endotoksin tidak menimbulkan kerusakan pada tubuh
manusia. Namun, tingginya tingkat endotoksin ini menyebabkan peradangan jaringan, dan juga
mengaktifkan berbagai proses seluler dari sistem kekebalan tubuh. Hal ini juga mengarah ke syok
endotoksik atau syok septik dalam kasus yang ekstrim.
Dibawah ini beberapa contoh bakteri gram negative dan penyakit yang ditimbulkannya :
Salmonela umumnya bersifat patogen untuk manusia atau hewan bila masuk melalui
mulut. Organisme ini ditularkan dari hewan dan produk hewan ke manusia, dan menyebabkan
enteritis, infeksi sistemik, dan demam enterik.
Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidakberspora, bergerak dengan flagel
peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang
sederhana (Jawet’z,dkk, 2005), hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa,
membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen
sulfide atau H2S, pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak
cembung, jernih, smooth, pada media BAP tidak menyebabkan hemolisis, pada media Mac
Conceykoloni Salmonella sp. Tidak memfermentasi laktosa (NLF), konsistensinya smooth (WHO,
2003) Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan dalam waktu yang lama, bakteri ini
resisten terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium
deoxycholate) yang menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut
berguna untuk ditambahkan pada media isolasi Salmonella sp.
Pada sampel feses. Klasifikasi kuman Salmonella sp. sangat kompleks, biasanya diklasifikasikan
menurut dasar reaksi biokimia, serotipe yang diidentifikasi menurut struktur antigen O, H, dan Vi
yang spesifik (Jawet’z, dkk, 2005 ;Bennasar, A.,et al , 2000). Menurut reaksi biokimianya,
Salmonella sp.dapat diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu S. typhi, S.
enteritidis, S.cholerasuis, disebut bagan kauffman-white (Irianto, 2006). Berdasarkan
serotipenya di klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A (Serotipe group A), S.
Paratyphi B (Serotipe group B), S. Paratyphi C (Serotipe group ), dan S. typhi dari Serotipe
group D (Jawet’z, 2005).
2.2.2 Identifikasi
Kingdom : Bakteria
Philum : Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriaceae
Genus : Salmonella
Salmonella Thypi, Salmonella Choleraesuis, dan mungkin juga Salmonella Paratyphi B bersifat
infeksius untuk manusia, dan infeksi oleh organisme tersebut didapatkan dari manusia. Namun,
sebagian besar salmonella bersifat pathogen terutama bagi hewan yang menjadi reservoir untuk
menjadi manusia: unggas, babi, hewan pengerat, hewan ternak, binatang piaraan (dari kura-kura
hingga burung kakatua), dan banyak lainnya.
Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral, biasanya bersama makanan atau minuman
yang terkontaminasi. Dosis efektif rata-rata untuk menimbulakn infeksi klinis atau subklinis pada
manusia adalah 105-108 Salmonella. Beberapa factor pejamu yang menimbulkan resistensi
terhadap infeksi Salmonella adalah keasaman lambung, flora normal usus dan kekebalan usus.
HCL dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella typhi dan bakteri lain.
Jika Salmonella typhi masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang
mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya
hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella
typhi dapat masuk ke dalam usus penderita. Salmonella typhi seterusnya memasuki folikel-folikel
limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat
untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella typhi. Setelah itu, Salmonella typhi memasuki
saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada
penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu atau
secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteri dapat
mencapai empedu dan larut disana.
Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat
daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan
limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu
bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam
organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama
jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. Kelainan utama
terjadi pada usus kecil, hanya kadang-kadang pada kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi
B dapat menimbulkan lesi pada seluruh bagian kolon dan lambung.
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosissuperfisial yang disebabkan
oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkanoleh pembuntuan pembuluh-pembuluh
darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid(disebut sel tifoid).
Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas
sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur. Pada umumnya ulkus
tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding
otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang
hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan
hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada
penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai
dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat
sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi
yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi
yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan
maupun perforasi.Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella typhi sehingga terjadi bakteriuria.
Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. Akibatnya terjadi miokarditis toksik,
otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang
terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta
meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.
Keadaan ini umumnya disebabkan oleh S.choleraesuis, tetapi juga dapat disebabkan oleh
serotype salmonella apapun. Setelah infeksi melalui mulut, terjadi invasi dini kealiran darah
(dengan kemungkinan lesi fokal di paru, tulang, meningens, dan lain-lain), tetapi manifestasi di
usus sering tidak ada.
Bayi dan anak-anak jauh lebih rentan terhadap infeksi terutama Salmonella, mudah dicapai
dengan menelan sejumlah kecil bakteri. Telah menunjukkan bahwa, pada bayi, pencemaran bisa
melalui inhalasi debu bakteri-sarat. Setelah masa inkubasi singkat beberapa jam sampai satu hari,
kuman berkembang biak di dalam lumen usus menyebabkan radang usus dengan diare yang
sering muco-bernanah dan berdarah. Pada bayi, dehidrasi dapat menyebabkan keadaan parah
toksikosis. Normalnya tidak adasepsis, tetapi bisa terjadi sebagai komplikasi pada pasien usia
lanjut melemah (penyakit Hodgkin), misalnya. Lokalisasi ekstraintestinal yang mungkin, terutama
Salmonella meningitis pada anak-anak, osteitis, dll. Salmonella (misalnya, Salmonella entericasub
sp. enterica serovar enteritidis) dapat menyebabkan diare, yang biasanya tidak memerlukan
antibiotik pengobatan. Namun, pada orang yang berisiko seperti bayi, anak kecil, orang tua,
infeksi Salmonella bisa menjadi sangat serius, mengarah ke komplikasi. Jika hal ini tidak diobati,
pada pasien HIV dan orang-orang dengan kekebalan tubuh rendah bisa menjadi sakit parah Anak
dengan anemia sel sabit yang terinfeksi Salmonella bisa terjadi osteomyelitis.
1. 3. Enterokolitis
Spesimen
Darah untuk biakan harus diambil berulang kali. Pada demam enteric dan septikimia, biakan darah
sering positif dalam minggu pertama penyakit. Biakan sumsum tulang dapat bermanfaat. Biakan
urine dapat positif dalam minggu kedua. Specimen feses juga harus diambil berulang-ulang. Pada
demem enteric, fesesakan memberikan hasil positif mulai minggu kedua atau ketiga, pada
enterokolitis selama minggu pertama. Biakan positif dari drainase duodenum menunjukkan
adanya salmonella di traktus billiard pada orang carrier.
– Biakan pada medium diferensial: Medium EMB, Mac Conkey atau deoksikolat memungkinkan
deteksi cepat organisme yang tidak memfermentasi laktosa. Organisme Gram positif sedikit
dihambat. Medium Bismuth sulfit memungkinkan deteksi cepat Salmonella yang membentuk
koloni hitam karena produksi H2S.
– Biakan pada medium selektif: bahan ditanam pada lempeng agar SS (Salmonella-Shigella). Agar
Hektoen atau agar deoksikolat sitrat, merupakan tempat Salmonelladan Shigella akan tumbuh
subur, melebihi organisme Enterobacteriaceae lainnya.
– Biakan pada medium diperkaya: bahan (biasanya tinja) diletakkan ke dalam kaldu selenit F atau
kaldu tetrationat, keduanya menghambat bakteri usus normal dan memungkinkan
perkembangbiakan Salmonella. Setelah pengeraman selama 1-2 hari, biakan ini ditanami pada
perbenihan diferensial dan selektif.
– Identifikasi Akhir: koloni pada perbenihan padat yang dicurigai diidentifikasi dengan tes
biokimia dan tes aglutinasi dengan serum spesifik.
Metode Serologi
Teknik serologi digunakan untuk mengidentifikasi biakan yang tidak diketahui dengan serum yang
diketahui, dan dapat juga dipergunakan untuk menentukan titer antibody pada penderita yang
tidak diketahui penyakitnya, meskipun yang belakangan ini tidak begitu bermanfaat dalam
diagnosis infeksi Salmonella.
– Tes aglutinasi mikroskopik cepat: dalam tes ini, serum yang diketahui dicampur dengan biakan
yang tidak diketahui pada kaca objek. Penggumpalan, bila ini terjadi dapat dilihat dalam beberapa
menit. Tes ini khususnya bermanfaat untuk identifikasi pendahuluan biakan secara cepat.
– Tes aglutinasi pengenceran tabung (tes widal): Aglutinin serum meningkat dengan cepat selama
minggu kedua dan ketiga pada infeksi Salmonella. Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan
serum, yang diperoleh dengan selang waktu 7-10 hari untuk membuktikan adanya kenaikan titer
antibody. Serum yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap
antigen Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
a) Titer O yang tinggi atau kenaikan titer O (≥ 1:160) menunjukkan adanya infeksi aktif.
b) Titer H yang tinggi (≥ 1:160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau
pernah terinfeksi.
Hasil tes serologic untuk penderita Salmonella harus diinterprestasikan secara hati-hati.
Kemungkinan adanya antibody reaksi silang membatasi penggunaan serologi dalam diagnosis
infeksi Salmonella.
Infeksi oleh Salmonella Typhi atau Salmonella Paratyphi biasanya menimbulkan imunitas dalam
tingkat tertentu. Infeksi ulang dapat terjadi biasanya lebih ringan daripada infeksi pertama.
Adanya antibodi terhadap O dan Vi dalam sirkulasi berhubungan dengan resistensi terhapat
penyakit dan infeksi. Namun, kekambuhan dapat terjadi dalam 2-3 minggu setelah penyembuhan
meskipun telah terbentuk antibodi. Antibodi IgA sekretorik dapat mencegah penempelan
salmonela pada epitel usus.
Orang dengan hemoglobin S/S (penyakit sel sabit) sangat rentan terhadap infeksi salmonella,
terutama osteomielitis. Orang dengan hemoglobin A/S (ciri sel sabit) mungkin lebih rentan
daripada individu normal (orang dengan hemoglobin A/A).
2.2.7 Pengobatan
Demam enterik dan bakteremia dengan lesi fokal memerlukan terapi antimikroba, sedangkan
sebagian besar kasus eterokolitis tidak membutuhkan terapi tersebut. Terapi antimikroba
terhadap enteritis salmonela pada neonatus sangat penting. Pada enterokolitis, gejala klinis dan
eksresi salmonela dapat menjadi lebih lama oleh terapi antimikroba. Penggantian cairan dan
elektrolit sangat penting untuk diare barat.
Tetapi antimikroba ubtuk infeksi salmonela yang invasif adalah dengan menggunakan ampisilin,
trimetroprim-sulfametoksazon, atau sefalosporin generasi ketiga. Resistansi terhadap banyak
obat yang ditransmisikan secara genetik oleh plasmid berbagai bakteri enterik merupakan
masalah pada infeksi salmonela. Uji sensitivitas merupakan pemeriksaan penunjang yang penting
untuk memilih antibiotik yang sesuai.
Pada sebagian besar carrier, organisme menetap di kandung empedu (terutama jika terdapat batu
empedu) dan di saluran empedu. Beberapa carrier kronik dapat diobati hanya dengan
menggunakan ampisilin, tetapi pada kebanyakan kasus kolesistektomi harus dikombinasikan
dengan terapi obat.
2.2.8 Epidemologi
Feses yang berasal dari orang tidak dicurigai mengidap penyakit subklinis atau carrier merupakan
sumber kontaminasi yang lebih penting daripada kasus klinis yang jelas segera diisolasi; misal, bila
carrier yang bekerja sebagai pengelola makanan akan ”mengeluarkan” organisme itu. Banyak
hewan, termasuk hewan ternak, binatang pengerat, dan unggas, secara alami terinfeksi dengan
berbagai salmonela dan mengandung bakteri salmonela yang tinggi pada ayam kemasan telah
dipublikasikan secara luas.
– Carrier
Setelah infeksi nyata atau subklinis, beberapa individu terus menyimpan salmonela di dalam
jaringannya selama waktu yang tidak tentu. Tiga persen individu yang sembuh dari tifoid menjadi
carrier permanen, mempunyai organisme di dalam kandung empedu, saluran empedu, atau
kadang-kadang di dalam usus atau saluran kemih.
– Sumber Infeksi
Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan salmonela. Berikut
adalah sumber-sumber infeksi yang penting:
2. Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju, puding), kontaminasi dengan feses dan paterurisasi
yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Beberapa wabah dapat ditelusuri sampai sumber
kumannya.
4. Telur beku atau dikeringkan, dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi saat pemrosesan.
5. Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi (ternak) atau kontaminasi oleh feses
melalui hewan pengerat atau manusia.
7. Pewarna hewan, pewarnaan (misal, carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik.
Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh hewan
pengerat atau hewan lain yang mengeluarkan salmonela. Hewan ternak, daging, dan telur yang
terinfeksi harus dimasak sampai matang. Carrier tidak boleh diizinkan bekerja sebagai pemegang
makanan dan mereka harus melakukan tindakan pencegahan higienis yang ketat.
Dua injeksi suspensi Salmonella Typhi yang dimatikan dengan aseton, diikuti oleh injeksi booster
beberapa bulan kemudian, memberikan resistensi parsial terhadap inokulum basil tifoid yang
kecil tetapi tidak terhadap inokulum yang besar. Pemberian strain mutan Salmonella Typhi yang
tidak virulen secara oral memberikan perlindungan yang bermakna di daerah dengan edemisitas
tinggi. Vaksin terhadap salmonela lain kurang memberi perlindungan dan tidak dianjurkan.
2.3.1 Definisi
Kuman Pseudomonas berbentuk batang bergerak dan menghasilkan pigmen yang mudah larut
dalam air dan berdifusi didalam medium pertumbuhan. Kuman ini terdapat banyak pada tanah,
sampah, air dan udara. Diantara 30 species dari Pseudomonas yang diketahiui hanya satu yang
pathogen terhadap hewan dan manusia yaitu Pseudomonas aeruginosa. Sedillet (1850) seorang
ahli bedah Perancis sudah melihat adanya eksudat yang berwarna biru kehijauan pada pakaian-
pakaian operasi. Fordas (1860) dapat mengisolasi Kristal dari kain linen yang terkena luka
bernanah dan menamakannya pyocianine. Gessard dapat mengisolasi penyebabnya dan terus
dipelajarinya sampai tahun 1882-1925.
Kuman ini berbentuk batang pendek lurus atau bengkok. Ukuran 0,5×1-3 mikron. Bergerak aktif
dengan satu atau lebih flagella dan flagellanya terletak pada kedua ujung kuman. Tidak berspora
dan tidak berselubung serta Gram (-). Sifat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada 37 –
42ºC, pertumbuhan pada 42ºC membantu membedakannya dari spesies Pseudomonas pada
kelompok fluoresen bersifat oksidase positif.
Sifat Biakan tumbuh aerob, membentuk pigmen biru kehijauan dan dalam keadaan anaerob tidak
membuat pigmen. Tumbuh di media biasa, di media padat bentuk koloni besar tidak teratur, abu-
abu gelap dan terlihat adanya untaian pada tepinya. Pigmen disebarkan dalam medium
pertumbuhan. Pseudomonas aeruginosa bersifat aerobik obligat yang tumbuh dengan cepat pada
berbagai tipe media, kadang memproduksi bau manis seperti anggur atau jagung.
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Pseudomonas aeruginosa memiliki 2 macam antigen yaitu antigen-H dan antigen-O dan paling
sedikit ada 7 tipe antigen Pseudomonas aeruginosa yang telah ditetepkan. Lipopolisakarida
menentukan kekhususan antigen. Vaksin dari tipe-tipe ini yang diberikan pada penderita ‘’high-
risk’’ akan memberikan perlindungan terhadap sepsis Pseudomonas 10 hari kemudian.
Pengobatan seperti ini diberikan pada kasus-kasus leukemia, luka bakar, fibrosis kristik dan
penekanan immune.
2.3.5 Patogenesis
Pseudomonas aeruginosa menjadi patogenik hanya jika berada pada tempat dengan daya tahan
tidak normal, misalnya di selaput lender dan kulit yang rusak akibat kerusakan jaringan: jika
menggunakan kateter pembuluh darah atau saluran kencing, atau pada neutropenia seperti
kemoterapi kanker. Bakteri menempel dan menyerang selaput lendir atau kulit, menyebar dan
berakibat penyakit sistemik.
2.3.6 Patologi
Faktor yang menentukan daya patogen adalah LPS mirip dengan yang ada
pada Enterobacteriaceae; eksotoksin A, suatu transferasa ADP-ribosa mirip dengan toksin difteri
yang menghentikan sintesis protein dan menyebabkan nekrosis di dalam hati; eksotoksin S yang
juga merupakan transferasa ADP-ribosa yang mampu menghambat sintesis protein eukariota.
Produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barrier tubuh dan sel-sel inang
menentukan kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan. Endotoksin P.
aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negatif lain menyebabkan gejala sepsis dan syok
septik. Eksotoksin A menghambat sintesis protein eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan
cara kerja toksin difteria (walaupun struktur kedua toksin ini tidak sama) yaitu katalisis
pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD kepada EF-2.
Kuman ini dapat menginfeksi tratus uregenitalis, septicemia, ulcus cornea, gastroenteritis pada
anak-anak dan meningitis. Pseudomonas aeruginosa menybabkan infeksi pada luka bakar
menghasilkan nanah berwarna hijau biru. Penyerangan pada saluran nafas khususnya respirator
yang tercemar mengakibatkan pneumonia nekrotika. Bakteri sering ditemukan pada otitis ekterna
ringan pada perenang. Infeksi pada mata, yang mengarah pada kerusakan mata dengan cepat,
biasanya terjadi sesudah luka atau operasi mata. Sebagian besar infeksi Pseudomonas aeruginosa,
gejala dan tandanya tidak spesifik dan berkaitan dengan organ yang terserang.
1. Spesimen: Spesimen dari luka kulit, nanah, darah, cairan spinal, sputung dan bagian lain diambil
sesuai tempat infeksi.
2. Hapusan: Batang gram negatif sering dilihat pada hapusan. Tidak ada karakteristik morfologi
spesifik yang membedakan Pseudomonas dari enterik atau batang gram negatif lain.
3. Biakan: Spesimen ditanam pada lempeng agar darah dan media deferensial yang biasanya
digunakan untuk membiakan bakteri batang gram negatif enterik. Pseudomonas aeruginosa tidak
meragikan laktosa dan mudah dibedakan dari bakteri peragi laktosa. Pembiakan merupakan tes
spesifik dari diagnosis infeksi Pseudomonas aeruginosa.
2.3.9 Resistensi dan Imunitas
Kuman ini sensitive terhadap desinfektan biasa dan pada pemanasan 55oC, dalam 1 jam mati.
Kuman ini dapat mencairkan gelatin dan tidak membentuk H2S. Indol (-) dan kadang-kadang
terjadi false indol (+), hal ini terjadi bila dipakai reagensia Ehrlich dan sebaiknya memakai
reagensia dari Kovac. Tidak memecah urea. Pseudomonas aeruginosa yang baru diisolir dari
jaringan tubuh mampu membentui 2 macam pigmen, yaitu:
Pyocinine adalah berwarna hijau kebiruan yang dapat larut dalam air dan chloroform dan
mempunyai kemampuan anti jasad renik
Fluorescine berwarna kehijau-hijauan, berfluoresensi, larut dalam air dan tidak larut dalam
chloroform.
Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di dunia dan terdapat di tanah, sampah, air dan udara.
Pseudomonas aeruginosa dapat berada pada orang sehat, dimana bersifat saprofit. Ini
menyebabkan penyakit pada manusia dengan ketahanan tubuh yang tidak normal. Infeksi pada
manusia adalah karena kulit tercemar oleh Pseudomonas aeruginosa dan adanya predisposisi
seperti lecet atau berupa luka-luka tusuk.
2.3.11 Pengobatan
Pseudomonas aeruginosa meningkat secara klinik karena resisten terhadap berbagai antimikroba
dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR) yang
tinggi. Definisi dari MDR-PA (Multi Drug Resistance-Pseudomonas aeruginosa) adalah resisten
paling tidak terhadap 3-antimikroba yaitu kelas β-laktam, carbapenem, aminoglikosida, dan
fluoroquinon.
P.aeruginosa tidak boleh diobati dengan terapi obat tunggal karena tingkat keberhasilan rendah
dan bakteri dengan cepat jadi resisten. Pola kepekaan bakteri ini bervariasi secara geografik.
Maka, diperlukan tes kepekaan sebagai pedoman untuk pemilihan terapi antimikroba. Penisillin
bekerja aktif terhadap P. aeruginosa antara lain : tikarsilin, mezlosilin, dan pipeasilin digunakan
dengan dikombinasikan bersama aminoglikosida biasanya gentamisin, tobramisin/ amikasin.
Obat lain yang aktif terhadap P. aeruginosa antara lain aztreonam; imipinem; kuinolon baru,
termasuk siprofloksasin. Sefalosporin generasi baru, seftazidim dan sefoperakson aktif melawan
P. aeruginosa. Seftazidim digunakan secara primer pada terapi infeksi P. aeruginosa.
Pseudomonas aeruginosa merupakan sebuah pathogen nosokomial utama, dan metode untuk
mengontrol infeksi mirip dengan pathogen nosokomial lain. Karena Pseudomonas tumbuh cepat
dalam lingkungan yang lembab, perhatian khusus seharusnya diberikan pada bak cuci, bak mandi,
penangas air, shower dan area basah lainnya. Untuk tujuan epidemiologik, galur bias dibedakan
berdasarkan piosin dan serotype lipopolisakarida.
Vaksin dari tipe yang tepat pada pasien dengan resiko tinggi, dapat mencegah sepsis akibat
Pseudomonas. Pengobatan seperti itu sudah digunakan sebagai percobaan pada pasien dengan
leukemia, luka bakar, kistik fibrosis, dan imunosuppresi.
Pseudomonas aeruginosa sering kali merupakan flora normal yang melekat pada tubuh kita dan
tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan tubuh normal. Karena itu, upaya
pencegahan yang paling baik adalah dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap tinggi. Upaya
pencegahan penularan penyakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit dilakukan dengan cara
kerja steril/ aseptis yang dilakukan oleh setiap personil rumah sakit (medis dan paramedis)
dengan penuh rasa tanggung jawab.
Habitat asli shigella terbatas pada saluran cerna manusia dan primata lain, tempat organisme ini
menimbulkan disenteri basilar.
Shigella adalah batang gram-negatif yang ramping bentuk kokobasil ditemukan pada biakan yang
muda.
1. Biakan
Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling baik secara aerob. Koloni berbentuk
konveks, bulat, transparan dengan tepi yang utuh dan mencapai diameter sekitar 2 mm dalam 24
jam.
1. Sifat pertumbuhan
Shigella membentuk asam dari karbonhidrat tetapi jarang menghasilkan gas. Organisme ini juga
dapat dibagi menjdi organisme yang memfermentasikan manitol dan tidak memfermentasikan
manitol.
Shigella memiliki struktur antigen yang kompleks. Terdapat tumpang tindih pada sifat serologik
berbagai spesies, dan sebagian organisme memiliki antigen O yang sama dengan basil enterik lain.
Antigen O somatik shigella adalah lipopolisakarida.
2.4.3 Patogenesis dan Patologi
Infeksi shigella hampir slalu terbatas di saluran cerna jarang terjadi invasi ke aliran darah. Proses
patologi yang paling penting adalah invasi ke sel epitel mukosa (misal, sel M), dengan menginduksi
fagositosis, keluar dari vakuola fagositik, bermultiplikasi dan menyebar di dalam sitoplasma sel
epitel, dan menyebar ke sel yang ada di dekatnya. Mikroabses di dinding usus besar dan ileum
terminal menyebabkan nekrosis membran mukosa, ulserasi suprfisial, perdarahan dan
membentuk “pseudomembran” pada daerah ulserasi. Pseudomembran ini terdiri dari fibrin,
lekosit, debris sel, membran mukosa yang nekrotik, dan bakteri.
2.4.4 Toksin
Endotoksin
Pada autolisis, semua shigella melepaskan lipopolisakarida yang toksik. Endotoksin ini
kemungkinan yang berperan menimbulkan iritasi pada dinding usus.
S dysenteriae tipe 1 (basil shiga) menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas yang dapat
mengenai usus dan sistem saraf pusat. Eksotoksin ini adalah protein yang bersifat antigenik
(merangsang produksi antitoksin) dan bersifat mematika untuk hewan percobaan. Sebagi
enterotoksin, zat ini menimbulkan diare seperti verotoksin E coli. Pada manusia enterotoksin
menghambat reabsorsi gula dan asam amino di usus halus. Aktifitas yang bersifat toksik ini
berbeda dengan sifat invasif shigella pada disentri.
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), secara mendadak timbul rasa nyeri perut, demam,
dan diare cair. Diare ini disebabkan oleh kerja enterotoksin di usus halus. Sehari atau beberapa
hari kemudian, ketika infeksi mengenai ileum dan kolom, jumlah feses meningkat. Feses lebih
kental tetapi sering mengandung lendir dan darah. Penyakit yang disebabkan oleh S dysenterae
kadang-kadang dapat sangat parah.
Pada pemulihan, kebanyakkan orang mengeluarkan basil disentri dalam waktu singkat, tetapi
beberapa orang tetap menjadi carrier usus kronik dan dapat mengalami serangan penyakit secara
berulang. Setelah sembuh dari infeksi, kebanyakan orang membentuk antibodi sirkulasi terhadap
shigella, tetapi antibodi ini tidak mencegah terjdi infeksi ulang.
Spesimen.
Feses segar, lendir, dan usapan rektum dapat digunakan untuk biakan. Ditemukan banyak leukosit
pada feses dan kadang-kadang juga ditemukan beberapa sel darah merah pada pemeriksaan
mikroskopik. Spesimen serum, apabila dibutuhkan, harus diambil dengan jarak 10 hari untuk
melihat kenaikan titer antibodi aglutinasi.
Biakan
Bahan di goreskan pada medium diferensial (misalnya, agar MacConkey atau EMB) dan medium
efektif yang menekan Enterobacteriaeceae lain dan organisme gram-positif. Koloni ysng tidak
berwarna (laktosa-negatif) diinokulasi pada agar triplet gula besi. Organisme yang tidak
menghasilkan H2S, yang menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas pada pangkal dan
bagian miring yang basa di medium agar triplet gula besi, dan tidak motil sebaiknya dilakukan
pemeriksaan aglutinasi slide dengan antiserum spesifik shigella.
Orang normal sering memiliki aglutinin terhadap beberapa spesies shigella. Namun, serangkaian
penentuan titer antibodi dapat menunjukan peningkatan antibodi yang spesifik. Serelogi tidak
untuk digunakan mendiagnosis infeksi shigella.
2.4.7 Imunitas
Infeksi diikuti oleh respons antibodi spesifik-tipe. Injeksi shigela yang telah mati merangsang
produksi antibodi diserum tetapi tidak dapat melindungi manusia dari infeksi.antibodi IgA di usus
mungkin penting dalam membatasi infeksi ulang, antibodi ini dapat distimulasi dengan pemberian
strain shigela hidup yang telah dilemahkan melalui oral seperti vaksin percobaan. Antibodi serum
terhadap antigen somatik shigellae adalah IgAM.
2.4.8 Pengobatan
Shigela ditularkan melalui “makanan, jari, feses, dan lalat” dari satu ke orang lain. Kebanyakan
kasus infeksi shigela terjadi pada anak berusia 10 tahun. S dysenteriae dapat menyebar luas.
Kemoprofilaksis massal selama periode tertentu (misal, pada personel militer) telah dicoba, tetapi
strain shigella yang resisten cenderung muncul dengan cepat. Karena manusia adalah pejamu
utama shigela patogen yang telah diketahui, usaha pengendalian harus ditujukan untuk
mengeliminasi organisme dari reservoir dengan cara:
(1) pengendalian sanitasi air, makanan, dan usus, pembersihan saluran air, dan pengendalian
lalat.
2. Kultur : V. Cholerae menghasilkan koloni yang cembung, halus dan bulat keruh (opaque) dan
bergranul bila disinari. Tumbuh dengan baik pada suhu 37o Celcius pada berbagai jenis media,
yang mengandung garam mineral sebagai sumber karbon dan nitrogen.
3. Sifat Pertumbuhan : V. Cholerae biasanya memfermentasi sukrosa dan manosa. Tes oksidase
positif merupakan langkah kunci dalam identifikasi dari V. Cholerae. Sebagian spesies adalah
halototerant, dan NaCl sering menstimulasi pertumbuhannya. Beberapa diantaranya bersifat
halofilik, membutuhkan kehadiran NaCl untuk pertumbuhan.
V. cholerae adalah patogen terhadap manusia. Jika mediator adalah makanan sebanyak 102-
104organisme diperlukan, karena kapasitas bufer yang cukup dari makanan. Beberapa
pengobatan dapat menurunkan kadar asam dalam perut membuat seseorang lebih sensitif
terhadap infeksi V. Cholerae.
Kolera bukan merupakan infeksi yang invasif. Tidak mencapai aliran darah tetapi tetap di dalam
saluran usus. V. Cholerae yang virulen menempel pada mikrovili permukaan sel epitelial. Disana
mereka akan memperbanyak dan melepaskan racun kolera.
Sekitar 60% infeksi yang disebabkan oleh V.cholerae cenderung tidak bergejala. Periode inkubasi
selama 1-4 hari untuk sampai timbul gejala. Gejala yang timbul mual,muntah, serta diare hebat
disertai kram perut. Tinja yang mirip cucian beras (rice water stool) mengandung mukus, sel
epitel, dan sejumlah besar vibrio. Penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan cepat
yang dapat mengarah pada dehidrasi berat, syok, dan anuria. Tingkat kematian dengan tanpa
pengobatan adalah 25% dan 50%. Bagaimana pun kasus berat dan ringan tidak mudah dibedakan
dari penyakit yang lain.
a. Spesimen: spesimen untuk kultur terbentuk dari gumpalan mukus dari tinja.
b. Hapusan: pengamatan dengan mikroskop lapangan gelap atau fase kontras memperlihatkan
vibrio yang motil dengan cepat.
c. Kultur: beberapa pemeriksaan tinja dapat di inkubasi selama 6-8 jam dalam kaldu taurocholate-
peptone (pH 8,0-9,0). Organisme dari kultur ini dapat diwarnai atau disubkultur.
d. Uji Spesifik: organisme V. Cholerae diidentifikasi lebih jauh dengan uji aglutinasi slide
menggunakan anti O kelompok antiserum O1 dan 0139 dan dengan reksi biokimia.
2.5.5 Kekebalan
Asam lambung menyediakan beberapa perlidungan dalam melawan kolera vibrio. Setiap
serangan kolera diikuti dengan kekebalan terhadap infeksi, tetapi durasi serta derajat kekebalan
tidak diketahui. Antibodi yang mirip dalam serum akan muncul setelah infeksi tetapi hanya
bertahan selama beberapa bulan. Kehadiran antibodi antitoksin tidak dihubungkan dengan
perlindungan.
2.5.6 Resistensi
Wabah kolera disebabkan oleh Vibrio cholera O1 racun dan O139 (Benggala regangan)
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di kebanyakan negara
berkembang. Mengingat pergeseran yang dilaporkan dalam epidemiologi dan pola resistensi
antibiotik pada penelitian ini dilakukan untuk menilai perkembangan resistensi terhadap obat
esensial seperti fluoroquinolones selama pengobatan kolera.
Spesimen tinja yang dikumpulkan dari 1184 pasien dengan kolera. Kerentanan pengujian
antimikroba isolat V. cholerae dilakukan dengan metode difusi.Dari 1184 sampel feses diperiksa,
670 (56,6%) positif untuk V. kolera 2001-2006. V. cholerae El Tor Ogawa (54,6%) adalah lebih
umum dari serotipe Inaba (32,5%). Selama 2004-2006 V. cholerae Inaba muncul sebagai serotipe
dominan. Ketahanan terhadap asam nalidiksat, furazolidon dan kotrimoksasol terus-menerus
tinggi (100%). Resistensi antibiotik ganda (MAR) V. cholerae O1 Inaba isolat menunjukkan
peningkatan resistensi terhadap ciprofloxacin dengan MIC> 4 mcg / ml, tetapi sebagian besar
semua tetap rentan terhadap antibiotik lain seperti, gentamisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. V.
cholerae memiliki keberadaan permanen di lingkungan dan selama periode diam, kelangsungan
hidup mereka dalam badan air memungkinkan disipasi pola resistensi terhadap serotipe yang
berbeda atau strain V. cholerae O1 dan karena itu ada kebutuhan untuk observasi konstan.
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada
saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya
seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada
kondisi dehidrasi.
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun
sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi
suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan
menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini
mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air
tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air
yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera,
Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim
disekitarnya.
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum
merasakan keluhan berarti, tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan
muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis
diare yg dialami.
Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan,
antara lain ialah :
– Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
– Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih
keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang
menusuk.
– Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan
gumpalan-gumpalan putih.
– Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan
mual sebelumnya.
– Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
– Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya
seperti; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang
bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat
mengakibatkan kematian.
2.5.8 Pengobatan
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu
dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan
dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan
baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi,
yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau
golonganVibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare
yang terjadi.
Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian
makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde).
Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan
sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia.
Bagian yang paling penting dalam terapi adalah mengganti air dan elektrolit untuk mengurangi
dehidrasi dan kekurangan garam. Tetrasiklin dapat mengurangi keluarnya tinja pada kolera dan
memperpendek masa ekskresi vibrio.
Kasus yang paling besar terjadi di Afrika, dimana jutaan orang menderita kolera dan berlanjut
hingga abad ke-21. Penyakit ini mulai jarang di Amerika Utara sejak pertengahan tahun 1800-an,
tetapi fokus endemik tetap ada di Pantai Gulf Louisiana dan Texas.
Penyakit ini menyebar melalui kontak orang ke orang yang melibatkan individu yang menderita
ringan atau awal dan melalui air, makanan dan serangga. Pengidap itu sendiri mencapai
puncaknya selama 3-4 minggu, dan pengidap yang benar-benar kronis jarang terjadi. Vibrio dapat
bertahan hidup dalam air hingga 3 minggu.
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi
lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang
memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu,
cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air
bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang
dimasak setengah matang.
Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya
mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di
sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera
dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah kami paparkan pada bab sebelumnya, dapat
disimpukan bahwa bakteri gram negative merupakan klasifikasi bakteri yang memiliki dinding
sel peptidoglikan yag tipis namun memiliki lapisan lemak yang tebal. Bakteri Gram negatif
yang bersifat patogen lebih berbahaya daripada bakteri Gram positif, karena membran luar
pada dinding selnya dapat melindungi bakteri dan sistem pertahanan inang dan menghalangi
masuknya obat-obatan antibiotik. Senyawa lipopolisakarida pada membran luar bakteri Gram
negatif dapat bersifat toksik (racun) bagi inang.
B. Saran
Bakteri makhluk kecil yang jarang kita sadari keberadaanya. Maka jika terjangkit salah satu
penyakit dari bakteri kita jangan meremehkan gejala awal yang dialami karena umumnya
gejala awalnya sangat biasa. Karena jika diremehkan bisa saja menjadi akut. Harus mengikuti
tahap-tahap pencegahan yaitu dengan menjaga kebersihan diri. Adapun saran dari penulis
yakni :
1. supaya kita selalu menjaga kebersihan lingkungan hidup kita agar terhindar dari
kontaminasi dengan bakteri.
2. Agar mewaspadai sejak dini pencegahan dan pengobatan penyakit.
3. Dan yang paling penting adalah ” Mencegah lebih baik daripada mengobati”.
Daftar Pustaka
https://tirmaputri.blogspot.com/2015/03/makalah-mikrobiologi-bakteri.html
http://infomikrobiologi.blogspot.com/2013/09/pewarnaan-diferensial-pewarnaan-gram_7.html
https://www.sridianti.com/struktur-sel-bakteri-gram-negatif-dan-infeksi-yang-ditimbulkannya.html
https://nophienov.wordpress.com/2013/03/02/arah-kebjakan-dan-strategi-pembangunan-kesehatan-
selama-tahun-2010-2014/